Bahaya Keserakahan dan Kekayaan Berdasarkan 1 Timotius 6:6-10
Pendahuluan:
Dalam suratnya kepada Timotius, Paulus memberikan banyak nasihat untuk hidup yang benar, termasuk peringatan terhadap bahaya keserakahan dan keinginan akan kekayaan. Dalam 1 Timotius 6:6-10, Paulus menekankan bagaimana keserakahan akan harta benda dan keinginan akan kekayaan dapat menjauhkan seseorang dari kebenaran dan membahayakan kehidupan rohaninya.Artikel ini akan membahas peringatan Paulus dalam konteks ayat-ayat tersebut, dengan melihat bagaimana bahaya keserakahan dan kekayaan mengancam kehidupan iman, serta cara menghindarinya menurut perspektif teologis.
1. Konteks 1 Timotius 6:6-10: Hidup Berkecukupan dalam Iman
a. Surat Paulus kepada Timotius dan Bahaya Ajaran Palsu
Surat 1 Timotius ditulis Paulus untuk menasihati dan menguatkan Timotius dalam kepemimpinannya atas jemaat di Efesus. Di sana, banyak pengajar palsu yang menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan Injil dan mendorong jemaat untuk mengejar hal-hal duniawi, termasuk kekayaan dan keuntungan materi. Dalam konteks ini, Paulus memperingatkan tentang bahaya keserakahan sebagai bagian dari kehidupan yang terfokus pada dunia dan bukan pada Allah.
b. Hidup dalam Kecukupan dan Kesalehan
Paulus menekankan prinsip “hidup dalam kecukupan” sebagai landasan hidup Kristen yang sehat. Dalam ayat 6, ia mengatakan, “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.” Hidup berkecukupan yang disertai kesalehan memberikan keuntungan spiritual yang lebih besar daripada harta materi. Dalam The Epistles to Timothy and Titus oleh William Hendriksen, disebutkan bahwa “kecukupan adalah kemampuan untuk merasa puas dalam Tuhan, meskipun tidak memiliki banyak secara materi.” Artinya, kepuasan sejati hanya dapat ditemukan dalam hubungan dengan Allah, bukan dalam kekayaan duniawi.
2. Bahaya Keserakahan Menurut Paulus
Dalam ayat-ayat ini, Paulus menyampaikan sejumlah bahaya terkait dengan keinginan untuk menjadi kaya, yang pada akhirnya membawa seseorang menjauh dari iman. Berikut adalah beberapa bahaya keserakahan yang dijelaskan Paulus dalam ayat ini.
a. Keserakahan Menghancurkan Kepuasan dalam Tuhan
Dalam ayat 7, Paulus mengingatkan bahwa kita tidak membawa apa-apa ke dunia ini dan juga tidak akan membawa apa pun keluar darinya. Keserakahan, yang berarti keinginan berlebihan akan sesuatu yang lebih, membuat seseorang menjadi tidak puas dengan apa yang dia miliki. Dalam Knowing God oleh J.I. Packer, dijelaskan bahwa “hanya Tuhan yang bisa memberikan kepuasan sejati dalam hidup manusia.” Ketika kita berfokus pada harta benda, kita kehilangan kepuasan yang sejati yang hanya bisa diberikan oleh Tuhan.
b. Keserakahan Memicu Pencarian Kekayaan yang Tidak Sehat
Paulus memperingatkan bahwa mereka yang ingin menjadi kaya akan jatuh ke dalam pencobaan dan perangkap. Dalam 1 Timotius 6:9, ia berkata, “Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat, dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan.” Teolog John Stott dalam bukunya Issues Facing Christians Today menekankan bahwa “keinginan untuk menjadi kaya sering kali mengakibatkan orang terjebak dalam pola pikir yang materialistis, yang berbahaya bagi kehidupan rohani.”
Ketika seseorang terobsesi dengan kekayaan, dia akan mudah tergoda untuk berkompromi, bahkan melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Kristen demi mencapai tujuannya.
c. Keserakahan Menghasilkan Kehancuran Spiritual
Menurut Paulus, keserakahan membawa “berbagai-bagai nafsu yang mencelakakan, yang menjerumuskan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan” (1 Timotius 6:9). Di sini, ia memperingatkan bahwa keinginan berlebihan akan kekayaan membawa kepada kehancuran spiritual. The Cost of Discipleship oleh Dietrich Bonhoeffer mengingatkan bahwa “mengikuti Yesus berarti melepaskan segala keinginan yang dapat menghalangi kita dari mengutamakan Tuhan.” Jika kita lebih menginginkan harta benda daripada Tuhan, kita menempatkan diri pada posisi yang berbahaya, di mana kita bisa kehilangan hubungan kita dengan Allah.
d. Cinta Akan Uang sebagai Akar Segala Kejahatan
Ayat 10 yang terkenal dalam 1 Timotius 6 ini mengatakan, “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang.” Di sini, Paulus tidak mengatakan bahwa uang itu sendiri adalah kejahatan, tetapi cinta akan uanglah yang menjadi akar dari berbagai dosa dan tindakan jahat. Menurut Counterfeit Gods oleh Timothy Keller, cinta akan uang bisa menggantikan posisi Tuhan di hati manusia, mengubah uang menjadi berhala yang menjadi pusat kehidupan seseorang.
Ketika uang menjadi tujuan utama dalam hidup seseorang, hal ini dapat mendorong seseorang untuk mengambil keputusan yang tidak etis, bahkan melanggar hukum dan prinsip-prinsip moral. Cinta uang membuat orang kehilangan arah hidup yang benar, mengabaikan kehendak Tuhan demi kepentingan duniawi.
3. Bagaimana Bahaya Kekayaan Dapat Merusak Kehidupan Kristen
a. Kekayaan Mengganggu Fokus terhadap Kehidupan Kekal
Ketika seseorang terlalu fokus pada kekayaan dan harta benda, ia cenderung melupakan prioritas-prioritas kekal yang penting dalam hidup Kristen. Dalam Matius 6:19-21, Yesus mengajarkan agar kita tidak menimbun harta di bumi, melainkan menimbun harta di surga, “karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” Ini berarti bahwa perhatian kita harus selalu tertuju pada hal-hal yang kekal, bukan pada hal-hal duniawi yang sementara.
Buku The Treasure Principle oleh Randy Alcorn menekankan bahwa “kekayaan yang sebenarnya adalah harta di surga, yang tidak dapat binasa dan tidak dapat dicuri.” Orang Kristen harus memprioritaskan harta yang kekal, bukan harta duniawi yang bersifat sementara dan tidak memberikan kepuasan sejati.
b. Kekayaan Membawa Kesombongan dan Menyulitkan Seseorang untuk Berserah pada Tuhan
Orang yang memiliki kekayaan besar sering kali menjadi sombong dan mengandalkan kekayaannya, bukan pada Allah. Dalam Mere Christianity, C.S. Lewis menyatakan bahwa “kesombongan adalah dosa terbesar, karena membawa seseorang kepada ilusi bahwa dirinya tidak membutuhkan Allah.” Ketika seseorang merasa bahwa kekayaan materi dapat memberikannya keamanan dan kekuatan, ia mulai menjauhkan dirinya dari Allah dan mengandalkan kekuatannya sendiri.
Yesus memperingatkan dalam Lukas 18:24-25 bahwa sukar bagi orang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah, karena kekayaan dapat menjadi penghalang untuk berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Kekayaan sering kali membuat seseorang merasa cukup dengan dirinya sendiri dan tidak melihat kebutuhan akan Tuhan dalam hidupnya.
c. Kekayaan Menimbulkan Ketamakan yang Tidak Pernah Terpuaskan
Salah satu karakteristik dari keserakahan adalah bahwa ia tidak pernah puas. Mereka yang sudah kaya sering kali menginginkan lebih banyak lagi. Dalam The Holiness of God karya R.C. Sproul, disebutkan bahwa “ketamakan adalah keinginan yang tidak pernah terpuaskan, dan menuntut lebih banyak dari yang bisa diberikan oleh dunia.” Keinginan untuk menambah kekayaan ini tidak pernah berakhir, dan membawa orang kepada sikap serakah yang bertentangan dengan prinsip kesederhanaan yang diajarkan dalam Alkitab.
Pengejaran kekayaan yang tak pernah terpuaskan ini juga bisa mempengaruhi kehidupan rohani seseorang, membuatnya terus-menerus mengabaikan aspek-aspek penting lainnya dalam hidup, termasuk hubungannya dengan Allah dan sesama.
4. Prinsip-Prinsip Alkitabiah untuk Mengatasi Bahaya Keserakahan dan Kekayaan
Paulus tidak hanya memperingatkan tentang bahaya keserakahan dan kekayaan, tetapi juga memberikan prinsip-prinsip praktis bagi orang Kristen untuk mengatasi godaan ini dan hidup dalam kecukupan yang benar.
a. Belajar Hidup dalam Kecukupan dan Bersyukur
Salah satu cara terbaik untuk melawan keserakahan adalah dengan belajar bersyukur dan merasa cukup dengan apa yang telah diberikan Allah. Dalam 1 Timotius 6:8, Paulus berkata, “Asalkan ada makanan dan pakaian, cukuplah.” Celebration of Discipline karya Richard J. Foster menyebutkan bahwa “hidup dalam kesederhanaan mengajarkan kita untuk bersyukur atas berkat Tuhan dan menghargai segala yang telah diberikan-Nya.” Orang Kristen dipanggil untuk menghargai apa yang mereka miliki dan tidak terobsesi dengan apa yang tidak mereka miliki.
b. Menempatkan Kepercayaan pada Tuhan, Bukan pada Kekayaan
Kekayaan dan harta benda bisa saja hilang atau tidak bertahan lama, tetapi Tuhan adalah sumber segala sesuatu yang kekal. Dalam Mazmur 62:11, dikatakan bahwa kekuatan itu milik Allah. Ini berarti kita tidak boleh mengandalkan kekayaan, tetapi seharusnya menaruh kepercayaan kita kepada Tuhan. The Pursuit of God oleh A.W. Tozer menegaskan bahwa “hanya Allah yang dapat memberikan kestabilan dan keamanan yang sejati dalam hidup kita.” Mengandalkan Tuhan berarti melepaskan ketergantungan kita pada kekayaan dan membiarkan Tuhan yang memelihara kita.
c. Menggunakan Kekayaan sebagai Alat untuk Memuliakan Tuhan
Kekayaan yang diberikan Tuhan adalah berkat yang seharusnya digunakan untuk memuliakan nama-Nya. Alih-alih memusatkan perhatian pada diri sendiri, orang Kristen harus menggunakan kekayaannya untuk membantu sesama dan mendukung pelayanan Tuhan. Dalam The Treasure Principle, Randy Alcorn menekankan bahwa “kekayaan dapat menjadi alat untuk mengumpulkan harta di surga ketika kita menggunakannya untuk memperluas Kerajaan Allah.” Prinsip ini menuntut kita untuk melihat kekayaan sebagai sarana, bukan tujuan akhir, dan memanfaatkannya untuk kebaikan orang lain serta pekerjaan Tuhan.
d. Memupuk Rasa Puas yang Berasal dari Iman kepada Kristus
Paulus menyebutkan bahwa ibadah yang disertai dengan rasa cukup memberikan keuntungan besar. Ibadah yang benar dan hidup dalam kesalehan membawa kepuasan yang sejati karena kita menemukan penghiburan dalam Tuhan, bukan dalam harta benda. Desiring God karya John Piper mengajarkan bahwa “kebahagiaan tertinggi kita haruslah ditemukan dalam Tuhan, bukan dalam hal-hal duniawi.” Memupuk rasa puas melalui iman dalam Kristus akan membebaskan kita dari keserakahan dan mengarahkan kita kepada hidup yang berkenan di hadapan Tuhan.
e. Berbagi dengan Sesama yang Membutuhkan
Salah satu cara untuk menaklukkan keserakahan adalah dengan memberi kepada mereka yang membutuhkan. Dalam Lukas 6:38, Yesus berkata, “Berilah dan kamu akan diberi.” Memberi adalah tindakan yang melatih hati kita untuk tidak terikat pada kekayaan duniawi. The Generosity Factor oleh Ken Blanchard dan S. Truett Cathy menyatakan bahwa “memberi adalah cara untuk mengalihkan fokus dari diri sendiri kepada orang lain.” Memberi membuka hati kita untuk mencintai sesama dan menghindarkan kita dari kecenderungan untuk menimbun kekayaan hanya bagi diri sendiri.
5. Relevansi Ajaran Paulus tentang Bahaya Kekayaan bagi Orang Kristen Modern
Dalam dunia modern yang sering kali berfokus pada kesuksesan materi dan status sosial, peringatan Paulus tentang bahaya keserakahan dan kekayaan sangat relevan. Berikut beberapa pelajaran yang dapat diterapkan dalam konteks masa kini:
a. Menghindari Konsumerisme yang Berlebihan
Konsumerisme mengajarkan kita untuk terus-menerus menginginkan lebih banyak, sebuah sikap yang bertentangan dengan prinsip kesederhanaan dan kecukupan dalam Alkitab. Orang Kristen harus menghindari godaan konsumerisme dengan fokus pada nilai-nilai rohani dan menghindari pengeluaran yang berlebihan.
b. Menjaga Hati dari Keinginan yang Tidak Sehat untuk Menjadi Kaya
Banyak orang dalam masyarakat modern mengejar kekayaan dengan segala cara, bahkan jika itu berarti mengorbankan hubungan keluarga, persahabatan, atau prinsip-prinsip moral. Dengan merenungkan ajaran Paulus, orang Kristen dapat belajar untuk membedakan antara keinginan yang sehat untuk mencukupi kebutuhan dengan keinginan yang tidak sehat untuk menumpuk kekayaan.
c. Membangun Kepuasan dalam Kristus di Tengah Tekanan Sosial
Dalam masyarakat di mana banyak orang menilai kesuksesan dari jumlah kekayaan yang dimiliki, orang Kristen diingatkan untuk mencari kepuasan sejati dalam Kristus. Kepuasan dalam Kristus membebaskan kita dari tekanan sosial yang berfokus pada pencapaian materi dan membantu kita hidup dengan damai dan berfokus pada tujuan yang kekal.
Kesimpulan
Bahaya keserakahan dan kekayaan sangat nyata dalam kehidupan orang Kristen, terutama dalam masyarakat yang sangat mementingkan materi. 1 Timotius 6:6-10 mengingatkan kita untuk hidup dalam kecukupan dan kesalehan, menjauhkan diri dari cinta akan uang yang dapat menjerumuskan kita ke dalam berbagai kejahatan dan kehancuran rohani.
Paulus menekankan bahwa harta dan kekayaan duniawi tidak akan memberi kepuasan sejati. Hanya hubungan yang intim dengan Tuhan dan hidup yang sederhana, penuh syukur, dan memberi dapat membawa kita pada kebahagiaan sejati. Marilah kita menjadikan ajaran ini sebagai pedoman, mengutamakan harta yang kekal di surga, dan tidak membiarkan kekayaan duniawi menguasai hati kita.