Yesus Sang Imam Besar Surgawi: Tanpa Dosa dan Mampu Menyelamatkan (Ibrani 4:14-16)
Pendahuluan:
Kitab Ibrani menampilkan Yesus Kristus sebagai pusat rencana keselamatan Allah, dengan salah satu peran utama-Nya sebagai Imam Besar surgawi. Dalam Ibrani 4:14-16, penulis menggambarkan keimaman Yesus yang unik: Dia tanpa dosa, tetapi penuh empati terhadap kelemahan manusia, dan sepenuhnya mampu menyelamatkan mereka yang datang kepada-Nya.Artikel ini akan mengeksplorasi makna teologis dari perikop ini, memperdalam pemahaman akan keimaman surgawi Yesus berdasarkan perspektif para pakar teologi, buku-buku teologi, dan referensi Alkitab yang relevan.
Latar Belakang: Keimaman dalam Perjanjian Lama
1. Imam Besar sebagai Perantara
Dalam Perjanjian Lama, imam besar adalah sosok sentral dalam hubungan antara Allah dan umat Israel. Fungsi utama imam besar adalah bertindak sebagai perantara, mempersembahkan korban untuk dosa umat dan membawa doa serta syafaat di hadapan Allah (Imamat 16:1-34). Imam besar juga memasuki Ruang Mahakudus sekali setahun pada Hari Pendamaian untuk memohon pengampunan atas dosa bangsa Israel.
Namun, keimaman ini memiliki kelemahan:
- Imam besar sendiri adalah manusia berdosa yang membutuhkan pengampunan.
- Korban yang dipersembahkan tidak memiliki kuasa untuk menghapus dosa secara permanen (Ibrani 10:1-4).
- Keimaman mereka bersifat sementara, karena imam besar pada akhirnya akan mati dan digantikan oleh keturunannya.
2. Kebutuhan akan Imam Besar yang Lebih Tinggi
Sistem keimaman ini, meskipun penting, hanyalah bayangan dari keimaman sempurna yang digenapi dalam Yesus Kristus. Sebagai Imam Besar surgawi, Yesus membawa pengharapan baru bagi umat manusia, menyediakan jalan keselamatan yang kekal.
Eksposisi Ibrani 4:14-16
1. Ibrani 4:14 – Yesus sebagai Imam Besar yang Agung
Ayat ini menyatakan:
"Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita."
Penulis Ibrani memperkenalkan Yesus sebagai "Imam Besar Agung" yang melampaui keimaman manusiawi. Yesus tidak hanya melayani di Bait Suci duniawi, tetapi di surga, dalam hadirat Allah. Frasa "melintasi semua langit" menunjukkan keunggulan-Nya sebagai Imam Besar surgawi yang telah menggenapi karya penebusan melalui kematian, kebangkitan, dan kenaikan-Nya.
Menurut teolog F. F. Bruce, istilah "Imam Besar Agung" menegaskan supremasi Yesus atas semua imam besar lainnya. Yesus adalah penggenapan dari sistem keimaman, memberikan akses langsung kepada Allah tanpa perantara manusia.
2. Ibrani 4:15 – Yesus yang Berempati, tetapi Tanpa Dosa
Ayat ini berbunyi:
"Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa."
Ayat ini menyoroti aspek kemanusiaan Yesus yang membuat-Nya mampu berempati dengan kelemahan manusia. Meskipun Dia adalah Anak Allah, Dia memilih untuk menjadi manusia, mengalami pencobaan, penderitaan, dan pergumulan yang sama seperti kita. Namun, perbedaannya terletak pada fakta bahwa Yesus tidak pernah berdosa.
Menurut teolog John Calvin, ayat ini menunjukkan bahwa empati Yesus terhadap manusia bukanlah hasil dari dosa, tetapi dari solidaritas-Nya sebagai manusia. Karena Dia sendiri mengalami penderitaan dan pencobaan, Dia mampu memberikan penghiburan yang sempurna kepada mereka yang menderita.
3. Ibrani 4:16 – Keberanian untuk Mendekati Takhta Kasih Karunia
Ayat ini menyatakan:
"Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya."
Penulis Ibrani mengundang orang percaya untuk mendekati Allah dengan keyakinan penuh, karena Yesus sebagai Imam Besar telah membuka jalan ke hadirat Allah. Dalam Perjanjian Lama, akses ke hadirat Allah sangat terbatas; hanya imam besar yang dapat memasuki Ruang Mahakudus, itu pun hanya sekali setahun. Namun, melalui Yesus, setiap orang percaya dapat datang langsung kepada Allah kapan saja.
R. Kent Hughes, dalam bukunya Hebrews: An Anchor for the Soul, menyebutkan bahwa "takhta kasih karunia" adalah simbol dari kemurahan Allah yang disediakan melalui Kristus. Orang percaya dapat mendekati Allah tanpa rasa takut, yakin bahwa mereka akan menerima belas kasihan dan pertolongan.
Keunggulan Yesus sebagai Imam Besar Surgawi
1. Tanpa Dosa, tetapi Berempati
Salah satu perbedaan mendasar antara Yesus dan imam besar duniawi adalah ketiadaan dosa dalam diri-Nya. Meskipun demikian, Yesus sepenuhnya memahami kelemahan manusia. Penulis Ibrani menunjukkan bahwa empati Yesus bukan berasal dari dosa, tetapi dari pengalaman-Nya sebagai manusia yang dicobai.
2. Korban yang Final dan Sempurna
Tidak seperti imam besar duniawi yang mempersembahkan korban hewan berulang kali, Yesus mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban yang sempurna. Pengorbanan ini tidak perlu diulang, karena telah menyelesaikan masalah dosa untuk selama-lamanya (Ibrani 10:12-14).
3. Akses Langsung kepada Allah
Yesus melayani sebagai Imam Besar di surga, di hadapan Allah. Pelayanan-Nya membuka akses langsung kepada Allah bagi semua orang percaya. Hal ini menghapus kebutuhan akan perantara manusiawi dan memberikan hubungan pribadi dengan Allah yang sebelumnya tidak mungkin dalam sistem Perjanjian Lama.
Makna Teologis: Yesus sebagai Imam Besar dan Kemampuannya Menyelamatkan
1. Iman yang Teguh dalam Kristus
Keberadaan Yesus sebagai Imam Besar memberikan alasan bagi orang percaya untuk memegang teguh pengakuan iman mereka (Ibrani 4:14). Sebagai perantara yang sempurna, Yesus menjadi dasar iman yang tidak tergoyahkan.
2. Kasih Karunia dan Belas Kasihan
Takhta kasih karunia yang disebutkan dalam Ibrani 4:16 menunjukkan sifat Allah yang penuh belas kasihan. Melalui Yesus, orang percaya tidak hanya menerima pengampunan dosa, tetapi juga kekuatan untuk menghadapi pencobaan dan penderitaan.
3. Kekudusan yang Dicontohkan oleh Yesus
Yesus, meskipun mengalami pencobaan, tetap hidup tanpa dosa. Hal ini memberikan teladan bagi orang percaya untuk mengikuti jejak-Nya dalam kekudusan, sambil bersandar pada kasih karunia-Nya dalam perjuangan melawan dosa.
Perspektif dari Pakar Teologi dan Buku Terkait
John Owen, seorang teolog Puritan, menekankan dalam komentarnya bahwa keimaman Yesus mencerminkan kesempurnaan rencana Allah dalam mendamaikan keadilan dan kasih karunia-Nya. Owen menyoroti bagaimana Yesus, sebagai Imam Besar, memenuhi tuntutan hukum Allah sambil menyediakan belas kasihan bagi manusia yang berdosa.
F. F. Bruce, dalam bukunya The Epistle to the Hebrews, menyebutkan bahwa keimaman Yesus adalah penggenapan sempurna dari sistem Perjanjian Lama. Melalui keimaman-Nya, Yesus menggantikan semua kelemahan sistem korban dengan satu pengorbanan yang sempurna.
Leon Morris, dalam The Atonement, menyoroti korban Yesus sebagai puncak dari karya penebusan. Korban ini tidak hanya menghapus dosa, tetapi juga membuka jalan bagi umat manusia untuk memiliki hubungan yang intim dengan Allah.
Implikasi Praktis bagi Kehidupan Orang Percaya
1. Keberanian untuk Mendekati Allah
Melalui Yesus, orang percaya memiliki keberanian untuk mendekati Allah kapan saja, dengan penuh keyakinan bahwa mereka akan menerima belas kasihan dan pertolongan. Hal ini membawa kebebasan dalam doa dan penyembahan.
2. Penghiburan dalam Penderitaan
Yesus memahami kelemahan dan penderitaan manusia. Sebagai Imam Besar yang berempati, Dia adalah sumber penghiburan dan kekuatan dalam menghadapi pencobaan.
3. Jaminan Keselamatan Kekal
Pengorbanan Yesus memberikan jaminan keselamatan yang tidak tergantung pada usaha manusia. Orang percaya dapat hidup dengan keyakinan penuh bahwa dosa mereka telah dihapuskan secara sempurna.
4. Hidup dalam Kekudusan
Teladan Yesus sebagai Imam Besar yang tanpa dosa mendorong orang percaya untuk hidup dalam kekudusan, sambil bersandar pada kasih karunia-Nya dalam perjuangan melawan dosa.
Kesimpulan
Ibrani 4:14-16 menggambarkan Yesus sebagai Imam Besar surgawi yang sempurna: tanpa dosa, penuh empati, dan sepenuhnya mampu menyelamatkan. Keimaman-Nya melampaui sistem Perjanjian Lama, menyediakan jalan keselamatan yang kekal dan akses langsung kepada Allah.
Melalui Yesus, orang percaya memiliki pengharapan yang teguh, keberanian untuk mendekati Allah, dan jaminan keselamatan yang kekal. Sebagai Imam Besar, Yesus tidak hanya memahami kelemahan manusia, tetapi juga menyediakan kasih karunia dan pertolongan yang dibutuhkan untuk hidup sesuai dengan panggilan Allah.
Doa: Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau adalah Imam Besar kami yang sempurna. Bantu kami untuk mendekati takhta kasih karunia-Mu dengan keberanian, dan ajar kami untuk hidup dalam kekudusan sambil bersandar pada kasih karunia-Mu. Amin