1 Korintus 7:1-2: Nasihat bagi Orang Kristen yang Belum Menikah
"Dan sekarang tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku. Adalah baik bagi laki-laki kalau ia tidak kawin; tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri."
Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi nasihat Paulus ini dari perspektif teologi, dengan menggunakan pandangan beberapa pakar dan buku teologi Kristen yang relevan. Selain itu, artikel ini akan menyoroti makna ayat ini dalam konteks modern, mendalami istilah-istilah kunci, dan memberikan aplikasi praktis bagi para pembaca.
1. Konteks Surat 1 Korintus 7:1-2
Surat Paulus kepada jemaat di Korintus ditulis sebagai tanggapan atas berbagai isu yang dihadapi oleh jemaat di kota yang dikenal dengan keragaman budaya dan moralitas yang longgar. Salah satu isu utama adalah hubungan antara seksualitas, pernikahan, dan kehidupan lajang.
Menurut Gordon D. Fee dalam The First Epistle to the Corinthians, pasal 7 merupakan respons Paulus terhadap pertanyaan khusus yang diajukan oleh jemaat Korintus. Frasa "tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku" (ayat 1) menunjukkan bahwa jemaat menginginkan bimbingan tentang bagaimana mereka harus hidup di tengah masyarakat yang penuh dengan godaan seksual.
2. “Adalah Baik Bagi Laki-Laki Kalau Ia Tidak Kawin” (1 Korintus 7:1)
Dalam ayat ini, Paulus menyatakan bahwa hidup lajang adalah sesuatu yang baik. Namun, pernyataan ini tidak dimaksudkan untuk meremehkan pernikahan, melainkan untuk menunjukkan bahwa hidup tanpa menikah memiliki manfaat tertentu, terutama dalam konteks pelayanan.
Menurut John Stott dalam bukunya The Message of 1 Corinthians, Paulus menegaskan keutamaan hidup lajang bagi mereka yang dapat melakukannya tanpa jatuh dalam dosa seksual. Hidup lajang memungkinkan seseorang untuk fokus sepenuhnya pada pelayanan kepada Allah tanpa gangguan tanggung jawab keluarga.
Namun, Stott juga menekankan bahwa tidak semua orang memiliki karunia untuk hidup lajang. Paulus sendiri menyebutkan dalam ayat-ayat selanjutnya (1 Korintus 7:7) bahwa kemampuan untuk tetap lajang adalah pemberian khusus dari Allah.
3. “Mengingat Bahaya Percabulan” (1 Korintus 7:2)
Paulus kemudian memberikan nasihat praktis dengan mengatakan bahwa pernikahan adalah cara untuk menghindari dosa seksual. Istilah “percabulan” (porneia dalam bahasa Yunani) mencakup segala bentuk aktivitas seksual di luar pernikahan, yang dilarang dalam Alkitab.
William Barclay, dalam komentarnya tentang surat 1 Korintus, menjelaskan bahwa masyarakat Korintus dikenal dengan budaya yang permisif terhadap dosa seksual. Dengan demikian, nasihat Paulus relevan dalam membantu jemaat menjaga kekudusan mereka di tengah lingkungan yang penuh dengan godaan.
4. Makna Pernikahan sebagai Sarana Kekudusan
Menurut Paulus, pernikahan adalah sarana yang sah untuk memenuhi kebutuhan seksual manusia, sekaligus menjaga kesucian hidup. Hal ini tidak berarti bahwa pernikahan semata-mata tentang kebutuhan biologis, tetapi juga merupakan bagian dari rencana Allah untuk hubungan yang intim dan kudus.
Dietrich Bonhoeffer dalam Letters and Papers from Prison menulis bahwa pernikahan adalah tempat di mana kasih Allah tercermin melalui komitmen antara suami dan istri. Dalam pandangan Bonhoeffer, pernikahan memberikan konteks di mana cinta yang kudus dapat bertumbuh, melindungi individu dari dosa seksual yang dapat merusak hubungan mereka dengan Allah.
5. Kehidupan Lajang sebagai Pilihan yang Bermakna
Meskipun Paulus mengakui manfaat pernikahan, ia juga menekankan bahwa hidup lajang memiliki keutamaan tersendiri. Dalam ayat-ayat selanjutnya (1 Korintus 7:32-35), Paulus menjelaskan bahwa mereka yang hidup lajang memiliki kebebasan untuk melayani Allah tanpa gangguan tanggung jawab pernikahan.
Menurut N.T. Wright dalam bukunya Paul for Everyone: 1 Corinthians, nasihat ini tidak dimaksudkan untuk memaksakan hidup lajang kepada semua orang, tetapi untuk menunjukkan bahwa keduanya—pernikahan dan hidup lajang—adalah anugerah dari Allah. Wright menambahkan bahwa apa pun status seseorang, fokus utama haruslah pada kesetiaan kepada Allah dan pengudusan diri.
6. Aplikasi Praktis untuk Orang Kristen yang Belum Menikah
Nasihat Paulus dalam 1 Korintus 7:1-2 relevan untuk orang Kristen yang belum menikah, terutama dalam masyarakat modern yang juga dipenuhi dengan tantangan moral. Berikut adalah beberapa aplikasi praktis yang dapat diambil dari ayat ini:
a. Menjaga Kekudusan dalam Hubungan
Alkitab dengan jelas melarang hubungan seksual di luar pernikahan. Orang Kristen yang belum menikah dipanggil untuk menjaga kekudusan mereka dengan menjauh dari godaan seksual. 2 Timotius 2:22 berkata, “Jauhilah nafsu orang muda.”
b. Melihat Pernikahan sebagai Rencana Allah
Pernikahan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi, tetapi juga bagian dari rencana Allah untuk mencerminkan kasih Kristus kepada jemaat-Nya (Efesus 5:25-27). Bagi orang Kristen yang mempertimbangkan pernikahan, penting untuk memahami pernikahan dalam konteks teologis ini.
c. Menggunakan Masa Lajang untuk Bertumbuh dalam Iman
Bagi mereka yang belum menikah, masa lajang adalah waktu yang berharga untuk membangun hubungan yang lebih dalam dengan Allah dan melayani di dalam gereja. Kolose 3:23 mengingatkan kita untuk melakukan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan.
d. Mengenali Karunia dari Allah
Tidak semua orang dipanggil untuk menikah. Beberapa mungkin menerima karunia untuk hidup lajang, dan ini adalah panggilan yang harus diterima dengan syukur. Hidup lajang bukanlah kekurangan, tetapi peluang untuk hidup sepenuhnya bagi Kristus.
7. Pandangan dari Beberapa Buku dan Pakar
Beberapa literatur Kristen yang relevan memberikan wawasan tambahan tentang 1 Korintus 7:1-2:
Timothy Keller dalam The Meaning of Marriage menulis bahwa pernikahan bukanlah tujuan akhir, tetapi alat untuk membentuk kita menjadi lebih serupa dengan Kristus. Bagi mereka yang belum menikah, ini berarti bahwa fokus utama haruslah pada pertumbuhan rohani.
John Piper dalam This Momentary Marriage menjelaskan bahwa pernikahan adalah bayangan dari hubungan Kristus dengan jemaat-Nya. Dengan demikian, baik pernikahan maupun hidup lajang harus dilihat sebagai kesempatan untuk memuliakan Allah.
Henry Cloud dan John Townsend dalam Boundaries in Dating menekankan pentingnya menetapkan batas-batas dalam hubungan untuk menjaga kekudusan dan menghindari dosa seksual.
8. Implikasi Teologis dari Nasihat Paulus
Nasihat Paulus dalam 1 Korintus 7:1-2 memiliki beberapa implikasi teologis yang penting:
Kekudusan adalah Prioritas: Paulus mengingatkan kita bahwa hubungan seksual adalah suci dalam konteks pernikahan, tetapi menjadi dosa ketika dilakukan di luar pernikahan. Ini menunjukkan pentingnya memelihara tubuh sebagai bait Roh Kudus (1 Korintus 6:19-20).
Pernikahan adalah Anugerah: Pernikahan bukanlah kewajiban, tetapi anugerah yang diberikan Allah untuk memenuhi kebutuhan emosional dan fisik manusia serta untuk mencerminkan kasih Kristus.
Hidup Lajang adalah Panggilan yang Mulia: Paulus menekankan bahwa hidup lajang juga merupakan panggilan yang mulia, asalkan seseorang dapat hidup dalam kesucian. Ini mengingatkan kita bahwa nilai seseorang tidak ditentukan oleh status pernikahan, tetapi oleh hubungan mereka dengan Kristus.
Kesimpulan: Menghidupi Nasihat Paulus dalam 1 Korintus 7:1-2
Nasihat Paulus dalam 1 Korintus 7:1-2 menantang orang Kristen yang belum menikah untuk hidup dalam kesucian dan melihat pernikahan sebagai bagian dari rencana Allah yang kudus. Pernikahan adalah panggilan yang indah, tetapi hidup lajang juga merupakan kesempatan untuk melayani Tuhan dengan sepenuh hati.
Baca Juga: 1 Korintus 6:19-20: Tubuh Harus Bebas dari Dosa Sebagai Bait Allah
Baik menikah maupun lajang, fokus utama setiap orang Kristen haruslah pada hubungan mereka dengan Kristus dan bagaimana mereka dapat memuliakan Allah dalam kehidupan mereka. Semoga artikel ini menjadi panduan yang bermanfaat bagi mereka yang sedang mencari hikmat tentang bagaimana menjalani kehidupan sebagai orang percaya yang belum menikah di dunia modern ini.
Catatan: Berdoalah selalu agar Roh Kudus membimbing Anda dalam memahami firman Tuhan dan menerapkannya dalam kehidupan Anda.