Arkeologi Cara Baptisan

Arkeologi Cara Baptisan

 Pengantar:

Baptisan adalah salah satu sakramen utama dalam Kekristenan, yang memiliki makna mendalam sebagai tanda perjanjian Allah dengan umat-Nya. Namun, perdebatan tentang cara baptisan — apakah melalui pencelupan penuh (immersi), penyiraman (affusi), atau percikan (aspersio) — telah menjadi topik yang diperdebatkan sepanjang sejarah gereja. Dalam tradisi Reformed, pemahaman tentang baptisan tidak hanya ditentukan oleh preferensi praktis, tetapi juga oleh prinsip teologis yang didasarkan pada Alkitab, sejarah gereja, dan arkeologi. Artikel ini akan membahas cara baptisan dari perspektif teologi Reformed, dengan meninjau bukti Alkitab, sejarah, dan arkeologi, serta implikasinya bagi gereja masa kini.

1. Baptisan: Makna dan Signifikansi dalam Teologi Reformed

a. Baptisan sebagai Sakramen Perjanjian

Dalam teologi Reformed, baptisan adalah tanda dan meterai perjanjian Allah. Sama seperti sunat dalam Perjanjian Lama, baptisan adalah simbol dari penyucian dosa dan persekutuan dengan Allah. Dalam Kolose 2:11-12, Paulus menyatakan hubungan antara sunat dan baptisan:"Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh tangan manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga."

John Calvin, dalam Institutes of the Christian Religion, menekankan bahwa baptisan adalah tanda eksternal dari anugerah internal. Baptisan tidak secara otomatis menyelamatkan, tetapi menjadi sarana anugerah yang meneguhkan janji Allah kepada umat-Nya.

b. Kedaulatan Allah dalam Baptisan

Teologi Reformed menekankan bahwa baptisan bukanlah hasil usaha manusia, melainkan tindakan anugerah Allah. Dalam Efesus 2:8-9, Paulus menegaskan bahwa keselamatan adalah anugerah Allah, bukan hasil pekerjaan manusia. Baptisan adalah pengakuan bahwa Allah telah bertindak terlebih dahulu dalam kehidupan umat-Nya.

2. Cara Baptisan dalam Alkitab: Immersi, Affusi, atau Aspersio?

a. Immersi: Pencelupan Penuh

Sebagian orang berpendapat bahwa baptisan harus dilakukan melalui pencelupan penuh (immersi), dengan mengacu pada pengertian literal kata Yunani baptizo, yang berarti "mencelupkan" atau "membenamkan." Mereka juga merujuk pada contoh baptisan Yesus di sungai Yordan (Matius 3:16) sebagai bukti bahwa baptisan dilakukan dengan pencelupan penuh.

Namun, teologi Reformed tidak membatasi pengertian baptisan hanya pada pencelupan penuh. John Calvin berpendapat bahwa meskipun baptizo dapat berarti "mencelupkan," kata ini juga digunakan dalam konteks penyucian secara simbolis, yang tidak selalu melibatkan pencelupan penuh.

b. Affusi: Penyiraman

Penyiraman (affusi) adalah cara baptisan yang melibatkan menuangkan air di atas kepala seseorang. Dalam Perjanjian Baru, ada indikasi bahwa baptisan dapat dilakukan melalui cara ini. Misalnya, dalam Kisah Para Rasul 2:41, sekitar tiga ribu orang dibaptis pada hari Pentakosta. Secara praktis, baptisan dengan penyiraman lebih mungkin dilakukan mengingat jumlah besar orang yang dibaptis dalam waktu singkat.

c. Aspersio: Percikan

Percikan (aspersio) juga dipandang sebagai cara baptisan yang sah dalam teologi Reformed. Dalam Ibrani 9:13-14, penulis surat Ibrani merujuk pada percikan darah dalam ritual penyucian di Perjanjian Lama sebagai bayangan dari penyucian yang diberikan oleh darah Kristus. Baptisan, sebagai simbol penyucian dosa, sering kali dikaitkan dengan simbolisme ini.

Herman Bavinck mencatat bahwa dalam teologi Reformed, percikan adalah cara baptisan yang paling sering digunakan, karena melambangkan penyucian rohani yang diberikan oleh Allah melalui Roh Kudus.

3. Bukti Arkeologi tentang Cara Baptisan

a. Baptisterium dalam Gereja-Gereja Awal

Bukti arkeologi dari gereja-gereja awal menunjukkan bahwa baptisan dilakukan dengan berbagai cara, termasuk pencelupan, penyiraman, dan percikan. Baptisterium (kolam baptisan) yang ditemukan di situs arkeologi awal sering kali cukup kecil untuk memungkinkan baptisan melalui penyiraman atau percikan, tetapi tidak selalu cocok untuk pencelupan penuh.

John Calvin mencatat bahwa praktik gereja mula-mula tidak seragam dalam hal cara baptisan, dan bahwa yang lebih penting adalah makna teologis baptisan, bukan metode fisiknya.

b. Lukisan dan Relief Baptisan

Lukisan dan relief dari periode awal Kekristenan juga menunjukkan bahwa baptisan sering kali dilakukan dengan menuangkan air di atas kepala seseorang. Misalnya, mosaik dari gereja-gereja kuno di Afrika Utara menggambarkan baptisan dengan penyiraman.

c. Catatan Sejarah Praktik Baptisan

Dokumen seperti Didache (abad pertama atau kedua) memberikan panduan tentang cara baptisan. Didache menyarankan pencelupan dalam air mengalir jika memungkinkan, tetapi juga memperbolehkan penyiraman air di atas kepala jika air tidak tersedia. Hal ini menunjukkan bahwa fleksibilitas dalam cara baptisan sudah ada sejak awal gereja.

4. Perspektif Teologi Reformed tentang Cara Baptisan

a. Keberagaman dalam Cara Baptisan

Teologi Reformed mengakui bahwa Alkitab tidak memberikan perintah eksplisit tentang cara baptisan yang harus digunakan. Sebaliknya, fokusnya adalah pada makna teologis dari baptisan sebagai tanda dan meterai anugerah Allah.

John Calvin menekankan bahwa cara baptisan, apakah melalui pencelupan, penyiraman, atau percikan, tidaklah esensial, asalkan dilakukan dengan air dan dalam nama Allah Tritunggal (Matius 28:19).

b. Fokus pada Simbolisme Penyucian

Dalam teologi Reformed, baptisan dipahami sebagai simbol penyucian dosa oleh Roh Kudus. Penyiraman atau percikan dianggap sesuai dengan simbolisme ini, karena mencerminkan tindakan Allah yang membersihkan umat-Nya dari dosa.

Herman Bavinck mencatat bahwa air baptisan bukanlah elemen yang menyelamatkan, tetapi sarana simbolis yang mengarahkan perhatian kepada karya penebusan Kristus dan pembaruan oleh Roh Kudus.

c. Menolak Eksklusivitas Cara Baptisan

Teologi Reformed menolak pandangan yang menganggap salah satu cara baptisan sebagai satu-satunya cara yang sah. R. C. Sproul menegaskan bahwa menekankan metode baptisan di atas makna teologisnya adalah bentuk legalisme yang tidak sesuai dengan semangat Injil.

5. Implikasi Bagi Gereja Masa Kini

a. Kesatuan dalam Keberagaman

Dalam dunia Kristen saat ini, perbedaan pandangan tentang cara baptisan sering kali menjadi sumber perpecahan. Teologi Reformed mendorong gereja untuk mengutamakan makna dan tujuan baptisan, daripada memperdebatkan cara fisiknya.

b. Mengajarkan Makna Teologis Baptisan

Gereja memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan makna teologis baptisan kepada jemaat, sehingga mereka memahami bahwa baptisan adalah tanda perjanjian Allah, bukan sekadar ritual fisik.

c. Menghormati Tradisi Gereja

Gereja juga diajak untuk menghormati tradisi dan praktik baptisan yang telah diwariskan oleh sejarah gereja, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip Alkitabiah.

Kesimpulan: Cara Baptisan dalam Perspektif Reformed

Cara baptisan, apakah melalui pencelupan, penyiraman, atau percikan, adalah aspek praktis dari sakramen yang memiliki fleksibilitas. Dalam teologi Reformed, yang lebih penting adalah makna teologis baptisan sebagai tanda dan meterai anugerah Allah dalam Kristus. Bukti Alkitab, sejarah, dan arkeologi menunjukkan bahwa gereja mula-mula menggunakan berbagai cara baptisan, dengan fokus pada simbolisme penyucian dan persekutuan dengan Allah.

Sebagaimana Paulus berkata dalam Efesus 4:5:"Satu Tuhan, satu iman, satu baptisan."

Next Post Previous Post