Monothelitisme: Kontroversi Kehendak Kristus
.png)
Pendahuluan
Salah satu perdebatan kristologis yang signifikan dalam sejarah gereja adalah Monothelitisme, sebuah doktrin yang menyatakan bahwa Yesus Kristus memiliki satu kehendak ilahi, bukan dua kehendak yang sesuai dengan dua natur-Nya (ilahi dan manusiawi). Doktrin ini muncul pada abad ke-7 sebagai upaya untuk mendamaikan ajaran Chalcedon dengan kelompok Monofisitisme yang masih bertahan.
Bagi para teolog Reformed, kejelasan mengenai natur dan kehendak Kristus sangat penting karena menyangkut keutuhan Injil, doktrin keselamatan, dan ketaatan Kristus sebagai perantara bagi umat manusia. Artikel ini akan membahas Monothelitisme dari perspektif teologi Reformed, mengacu pada pemikiran para teolog seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul, serta melihat bagaimana ajaran ini dibandingkan dengan ortodoksi Kristen historis.
1. Apa Itu Monothelitisme?
Monothelitisme berasal dari bahasa Yunani μόνος (monos) yang berarti "satu" dan θέλημα (thelema) yang berarti "kehendak." Ajaran ini berpendapat bahwa Kristus, meskipun memiliki dua natur (ilahi dan manusiawi), hanya memiliki satu kehendak, yaitu kehendak ilahi.
Pandangan ini diajarkan oleh Kaisar Bizantium Heraklius dan didukung oleh beberapa teolog seperti Sergius dari Konstantinopel serta Honorius I, Paus Roma. Namun, Monothelitisme akhirnya dinyatakan sebagai ajaran sesat dalam Konsili Konstantinopel III (680-681 M).
A. Konteks Sejarah Monothelitisme
Monothelitisme berkembang dalam upaya mendamaikan perbedaan antara:
-
Penganut Chalcedon (451 M) → Mereka percaya bahwa Kristus memiliki dua natur dalam satu pribadi, seperti yang dinyatakan dalam Definisi Chalcedon.
-
Kaum Monofisit (seperti Eutychianisme) → Mereka menekankan satu natur Kristus yang menyerap natur manusiawi ke dalam natur ilahi.
Untuk menengahi konflik ini, Heraklius memperkenalkan konsep Monothelitisme sebagai kompromi, tetapi pada akhirnya ditolak oleh gereja karena tidak sesuai dengan doktrin Kristologi yang alkitabiah.
2. Pandangan Teologi Reformed tentang Kehendak Kristus
A. Kristus Memiliki Dua Kehendak: Ilahi dan Manusiawi
Teologi Reformed menegaskan bahwa Kristus memiliki dua kehendak yang sesuai dengan dua natur-Nya, sejalan dengan keputusan Konsili Chalcedon dan Konstantinopel III. Ini berdasarkan prinsip bahwa:
-
Kristus adalah Allah yang sejati dan manusia yang sejati (Kolose 2:9, Yohanes 1:14).
-
Natur manusiawi-Nya tidak dikurangi atau diserap oleh natur ilahi-Nya (Ibrani 4:15).
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menyatakan:
"Kristus harus memiliki kehendak manusiawi yang sejati, karena tanpa itu, Dia tidak dapat benar-benar taat atau mengalami penderitaan seperti manusia sejati."
Jika Kristus hanya memiliki satu kehendak (seperti yang diajarkan Monothelitisme), maka ketaatan-Nya kepada Allah Bapa menjadi semu, karena kehendak ilahi tidak bisa tunduk kepada diri-Nya sendiri.
B. Yesus Menunjukkan Kehendak Manusiawi-Nya dalam Alkitab
Alkitab menunjukkan dengan jelas bahwa Yesus memiliki kehendak manusiawi yang sejati. Contohnya:
-
Lukas 22:42 → "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang terjadi!"
-
Ibrani 5:8 → "Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya."
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Yesus memiliki kehendak manusiawi yang bisa tunduk kepada kehendak Bapa-Nya. Louis Berkhof dalam Systematic Theology menegaskan:
"Jika Yesus tidak memiliki kehendak manusiawi yang sejati, maka ketaatan-Nya bukanlah ketaatan sebagai manusia sejati, dan itu akan merusak dasar keselamatan kita."
3. Mengapa Monothelitisme Berbahaya?
Monothelitisme bukan hanya perdebatan akademik, tetapi memiliki konsekuensi teologis yang besar.
A. Merusak Doktrin Inkarnasi
Jika Kristus hanya memiliki satu kehendak, maka natur manusiawi-Nya tidak sepenuhnya sejati. John Calvin dalam Institutes (II.12.2) menyatakan:
"Jika Kristus tidak memiliki kehendak manusiawi, maka Dia bukanlah manusia sejati, dan jika Dia bukan manusia sejati, Dia tidak bisa menjadi perantara yang sempurna bagi kita."
Kristus haruslah sepenuhnya manusia dan sepenuhnya Allah, termasuk memiliki kehendak manusia yang sejati.
B. Mengancam Doktrin Keselamatan
Dalam Roma 5:19, Paulus mengatakan bahwa "oleh ketaatan satu orang, banyak orang menjadi benar." Jika Yesus tidak memiliki kehendak manusia yang sejati, bagaimana Dia bisa menaati hukum Allah sebagai wakil manusia?
R.C. Sproul dalam Essential Truths of the Christian Faith menekankan:
"Monothelitisme merusak dasar dari doktrin substitusi penal, di mana Kristus sebagai manusia sejati hidup taat menggantikan kita."
Tanpa kehendak manusiawi, ketaatan dan penderitaan Kristus tidak bisa dianggap sebagai tindakan manusia sejati untuk menebus dosa manusia.
4. Monothelitisme dan Tantangan Zaman Modern
Meskipun Monothelitisme sudah dikutuk sebagai ajaran sesat, gagasannya masih mempengaruhi beberapa pandangan modern, seperti:
-
Teologi "Kesadaran Ilahi Dominan" → Beberapa teolog liberal berpendapat bahwa kesadaran manusiawi Kristus sangat kecil dibandingkan dengan kesadaran ilahi-Nya. Ini mengarah pada pengingkaran kemanusiaan sejati Kristus.
-
Hyper-Calvinisme Ekstrem → Ada beberapa kelompok ekstrem yang terlalu menekankan kedaulatan Kristus tetapi mengabaikan realitas pengalaman manusiawi-Nya.
Teologi Reformed menolak kedua ekstrem ini dan tetap berpegang teguh pada keutuhan dua natur dan dua kehendak Kristus.
Kesimpulan: Mengapa Monothelitisme Harus Ditolak?
Berdasarkan Alkitab dan teologi Reformed, kita dapat menyimpulkan bahwa:
✅ Kristus memiliki dua natur dan dua kehendak yang selaras tetapi tidak bercampur.
✅ Monothelitisme bertentangan dengan Injil, karena merusak pemahaman tentang ketaatan Kristus.
✅ Alkitab dengan jelas menunjukkan kehendak manusiawi Yesus, terutama dalam doa-Nya di Getsemani.
✅ Keselamatan kita bergantung pada kemanusiaan sejati Kristus, termasuk kehendak manusiawi-Nya yang taat kepada Allah Bapa.
Sebagaimana Konsili Konstantinopel III menyatakan:
"Kami mengakui bahwa dalam diri Tuhan kita Yesus Kristus terdapat dua kehendak yang tidak bertentangan, tetapi bekerja dalam kesatuan."
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk memegang teguh ajaran yang benar dan menolak segala bentuk penyimpangan yang dapat merusak Injil. Soli Deo Gloria!