2 Korintus 11:28–29: Beban Pastoral dan Gembala Sejati

Pendahuluan
Dalam surat kedua kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus mencurahkan isi hati seorang rasul sejati yang bukan hanya mengalami penderitaan fisik karena penganiayaan, tetapi juga menanggung penderitaan batin karena memikul beban rohani umat Allah. Di tengah pembelaannya terhadap kerasulan sejatinya, Paulus mengungkapkan isi terdalam dari hatinya dalam 2 Korintus 11:28–29:
“Dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain, urusanku sehari-hari, yaitu perhatian terhadap semua jemaat-jemaat. Siapakah yang sakit, yang tidak turut aku merasakan sakitnya? Siapakah yang jatuh dalam dosa, yang tidak hatiku hancur oleh dukacita?” (TB)
Ayat ini adalah puncak dari katalog penderitaan Paulus. Setelah menyebut siksaan, kelaparan, dan bahaya, Paulus menyampaikan sesuatu yang menurut banyak teolog Reformed jauh lebih berat dan menyakitkan—yaitu penderitaan batin karena kasih pastoral terhadap jemaat.
Artikel ini akan menelaah eksposisi ayat ini berdasarkan teologi Reformed, dengan merujuk pada tokoh-tokoh seperti John Calvin, Charles Hodge, Herman Bavinck, dan Martyn Lloyd-Jones. Kita juga akan mengkaji aplikasi teologis dan praktis, serta pentingnya ayat ini dalam memahami karakter gembala sejati menurut Kitab Suci.
1. Konteks Historis dan Literer
2 Korintus ditulis oleh Paulus untuk membela kerasulannya di tengah tuduhan dari para “rasul palsu” (2 Kor. 11:13). Mereka meragukan otoritas Paulus karena ia miskin, menderita, dan tidak menonjol secara retoris. Sebagai tanggapan, Paulus menjabarkan penderitaannya demi Injil, bukan sebagai kesombongan, tetapi sebagai bukti kasih dan komitmen yang sejati.
Bagian ini dikenal sebagai “katalog penderitaan Paulus” (2 Kor. 11:23–27), yang mencakup cambukan, bahaya perjalanan, kelaparan, dan penderitaan fisik. Namun, 2 Korintus 11:28–29 menunjukkan bahwa penderitaan batin, yaitu “perhatian terhadap semua jemaat,” jauh lebih berat dan menyakitkan bagi Paulus.
2. Penjelasan Frasa Penting (Eksegesis Yunani)
2.1. “ἐπίστασίς μοι καθ’ ἡμέραν” (urusan sehari-hari)
Kata “ἐπίστασίς” (epistasis) berarti beban, tekanan, sesuatu yang mendesak atau menekan terus-menerus. Kata ini menunjukkan bahwa Paulus tidak pernah lepas dari kekhawatiran akan keadaan rohani jemaat.
2.2. “μέριμνα πασῶν τῶν ἐκκλησιῶν” (perhatian terhadap semua jemaat)
Kata “μέριμνα” (merimna) berasal dari kata kerja yang berarti “terbagi” atau “terpecah.” Ini menggambarkan kekhawatiran atau kepedulian yang merobek hati. Paulus tidak memikirkan satu jemaat saja, tetapi semua gereja yang telah ia dirikan. Ini adalah beban emosional dan spiritual yang sangat berat.
2.3. “τίς ἀσθενεῖ, καὶ οὐκ ἀσθενῶ;” (Siapa yang sakit, aku tidak turut sakit?)
Paulus menggunakan bentuk retoris yang menunjukkan empati total. Ketika ada yang sakit secara fisik atau rohani, ia ikut merasakannya. Ia seperti tubuh yang merasakan sakit di satu anggota, dan seluruh tubuh pun turut menderita (bdk. 1 Kor. 12:26).
2.4. “τίς σκανδαλίζεται, καὶ οὐκ ἐγὼ πυροῦμαι;” (Siapa yang jatuh dalam dosa, hatiku tidak terbakar?)
Kata “πυροῦμαι” (pyrōmai) secara harfiah berarti “terbakar.” Paulus tidak netral ketika mendengar seseorang jatuh dalam dosa. Ia merasa hatinya terbakar oleh kesedihan, kemarahan suci, dan belas kasihan.
3. Perspektif Teologi Reformed
3.1. John Calvin: Beban Gembala Sejati
John Calvin menulis dalam komentarnya:
“Di antara semua kesusahan yang dialami Paulus, tidak ada yang lebih berat daripada kesusahannya terhadap gereja. Ia mencintai gereja seperti seorang ayah mencintai anak-anaknya. Beban yang dirasakan Paulus menunjukkan betapa besar kesungguhan dan kasih sejatinya.”
Bagi Calvin, penderitaan batin Paulus adalah buah dari kasih pastoral yang sejati. Seorang gembala bukan hanya menyampaikan doktrin yang benar, tetapi juga memikul beban spiritual umatnya.
Calvin juga menekankan bahwa penderitaan ini adalah tanda kerasulan sejati—berbeda dari para rasul palsu yang hanya mencari keuntungan dan kemuliaan diri.
3.2. Charles Hodge: Empati Ilahi
Charles Hodge dalam Commentary on 2 Corinthians mengatakan:
“Perhatian terhadap semua jemaat bukan hanya pekerjaan Paulus, tapi bagian dari penderitaannya. Ia hidup dalam keintiman rohani dengan gereja-gereja yang didirikannya. Ia merasa terpukul setiap kali mereka gagal atau jatuh.”
Menurut Hodge, ayat ini mencerminkan empati Kristus yang dihayati oleh Paulus. Ini bukan sekadar emosi manusiawi, melainkan kasih Kristus yang mengalir melalui hamba-Nya.
3.3. Herman Bavinck: Fungsi Pastoral sebagai Cermin Kristus
Herman Bavinck menulis dalam Reformed Dogmatics bahwa pelayanan pastoral adalah bagian dari pekerjaan Kristus sebagai Gembala Agung. Ketika seorang gembala merasakan beban atas jemaat, ia sedang mencerminkan pelayanan Kristus.
“Kepedulian gembala adalah pantulan dari kasih Kristus bagi umat-Nya. Semakin dalam ia mencintai Kristus, semakin ia mencintai gereja Kristus.”
Ayat ini menunjukkan bagaimana gembala Reformed sejati tidak mungkin menjadi profesional yang dingin atau birokrat rohani. Ia harus memiliki hati yang terbakar karena kasih akan domba-domba Kristus.
3.4. Martyn Lloyd-Jones: Beban Rohani Adalah Penderitaan Tertinggi
Dalam khotbah-khotbahnya tentang pelayanan, Martyn Lloyd-Jones sering menekankan bahwa penderitaan batin karena kasih kepada jiwa-jiwa adalah penderitaan terdalam dan paling sulit.
“Apa yang membedakan pelayan sejati Injil bukan hanya doktrinnya, tetapi juga penderitaan hatinya.”
Ia mengutip 2 Korintus 11:28–29 sebagai bukti bahwa pelayanan tidak bisa dipisahkan dari penderitaan. Ini bukan penderitaan fisik, tetapi beban rohani yang berasal dari kasih sejati terhadap jiwa-jiwa.
4. Implikasi Praktis dan Pastoral
4.1. Gembala Sejati Menanggung Beban Rohani
Ayat ini menjadi tantangan serius bagi para pemimpin gereja masa kini. Gembala sejati bukan hanya berkhotbah, memimpin rapat, atau mengatur liturgi. Ia harus menanggung beban umat, merasa sakit ketika umat sakit, dan hatinya terbakar ketika umat jatuh dalam dosa.
4.2. Pelayanan Bukan Profesi, Tapi Panggilan
Dalam teologi Reformed, pelayanan bukan sekadar karier atau profesi, melainkan panggilan ilahi (vocatio). Ayat ini menolak segala bentuk pelayanan yang hanya mementingkan kenyamanan atau status sosial.
Pelayan sejati tidak bisa memisahkan dirinya dari keadaan umat Allah. Ia terikat, terluka, dan terus-menerus mendoakan jiwa-jiwa yang dipercayakan kepadanya.
4.3. Meneladani Kristus, Gembala Agung
Kasih dan penderitaan Paulus dalam ayat ini adalah bayangan dari kasih dan penderitaan Kristus. Seperti Kristus memikul salib bagi umat-Nya, demikian juga gembala Reformed sejati memikul beban umat Allah.
“Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.” (Yohanes 10:11)
5. Aplikasi bagi Jemaat
5.1. Hargailah Gembala yang Menanggung Beban Anda
Jemaat perlu menyadari bahwa pelayanan pastoral sejati penuh dengan penderitaan batin. Menghormati dan mendukung gembala bukan hanya soal penghargaan pribadi, tetapi juga bagian dari respons iman terhadap anugerah Allah melalui mereka.
5.2. Jangan Membebani Tanpa Doa dan Kasih
Jemaat yang terus menuntut pelayanan tanpa doa dan empati justru memperberat beban gembala. Ayat ini menjadi panggilan untuk saling menanggung beban satu sama lain dalam kasih (Gal. 6:2).
Penutup: Gambaran Gembala Sejati dalam Reformed Theology
2 Korintus 11:28–29 adalah jendela yang membuka hati Paulus sebagai gembala sejati. Dalam teologi Reformed, ayat ini bukan hanya bukti kerasulan Paulus, tetapi juga gambaran dari setiap pelayan Tuhan yang sejati—mereka yang hatinya terbakar oleh kasih Kristus dan rela menanggung penderitaan rohani demi jemaat Allah.
Dalam dunia yang sering menilai keberhasilan pelayanan dari jumlah jemaat, fasilitas, dan penampilan, Paulus mengarahkan kita kepada ukuran yang berbeda: beban batin karena kasih yang sejati. Inilah tanda gembala sejati—bukan yang hidup dalam kemewahan, tetapi yang hatinya hancur ketika melihat satu jiwa tersesat.
Kiranya setiap pelayan Tuhan, dan setiap jemaat, belajar dari teladan Paulus—dan dari kasih Kristus yang memotivasi seluruh hidupnya.