Asal Ilahi dari Alkitab (The Divine Origin of the Bible)

Pendahuluan
Pertanyaan tentang asal usul Alkitab telah menjadi topik sentral dalam teologi Kristen sepanjang sejarah. Apakah Alkitab hanyalah produk pemikiran manusia, ataukah ia benar-benar berasal dari Allah? Tradisi teologi Reformed secara tegas menyatakan bahwa Alkitab memiliki asal ilahi: ia bukan sekadar buku agama, tetapi merupakan Firman Allah yang diilhamkan. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi doktrin asal ilahi dari Alkitab melalui lensa beberapa teolog Reformed besar, mengkaji aspek biblika, historis, sistematis, dan apologetik dari pandangan ini.
1. Definisi dan Dasar Biblika
a. Inspirasi (Theopneustos)
Pusat dari doktrin ini adalah istilah Yunani "theopneustos" yang berarti "dihembuskan oleh Allah" sebagaimana tertulis dalam:
"Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."
— 2 Timotius 3:16 (TB)
Menurut B.B. Warfield, salah satu teolog besar Princeton Seminary, istilah ini menunjukkan bahwa tulisan suci berasal dari napas Allah sendiri. Dalam tulisannya The Inspiration and Authority of the Bible, Warfield menjelaskan bahwa inspirasi bukan sekadar pengaruh Roh Kudus, melainkan tindakan aktif dari Allah yang menghasilkan teks suci melalui para penulis manusia.
b. Pewahyuan dan Otoritas
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menegaskan bahwa kita tidak akan dapat mengenali otoritas Alkitab tanpa penyaksian Roh Kudus di dalam hati kita. Namun, ia juga menekankan bahwa Alkitab memiliki otoritas objektif, bukan karena Gereja yang menetapkannya, tetapi karena Alkitab berasal dari Allah.
2. Perspektif Teologi Reformed Historis
a. John Calvin: Alkitab sebagai "Speech of God"
Calvin sangat menekankan bahwa Alkitab adalah “speech of God accommodated to human capacity.” Menurutnya, Allah “berbicara dengan cara bayi” agar dapat dimengerti oleh manusia berdosa. Pandangan Calvin menunjukkan bahwa meskipun ditulis dalam bahasa manusia, Alkitab tidak kehilangan keilahiannya.
Ia menolak pemisahan antara Firman tertulis dan Firman hidup, dan justru melihat keduanya bersatu di dalam kesaksian Roh Kudus.
b. Herman Bavinck: Dual Authorsip – Allah dan Manusia
Dalam Reformed Dogmatics, Herman Bavinck menjelaskan bahwa inspirasi adalah hasil dari kerjasama Allah dan manusia, di mana Allah adalah penulis utama dan manusia adalah alat yang digunakan tanpa kehilangan kepribadian dan gaya mereka. Ia menulis:
“The Scriptures are not only human words, but also and above all divine words.”
Ini menjadi dasar bahwa Alkitab bukanlah produk budaya atau mitologi, melainkan bagian dari rencana penebusan Allah yang bersifat progresif dan historis.
3. Kesesatuan dan Konsistensi Alkitab
a. Satu Tema Besar: Kristus
Salah satu ciri penting dari Alkitab sebagai wahyu ilahi adalah kesatuannya dalam Kristus. Dari Kejadian hingga Wahyu, narasi Alkitab menunjuk pada karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus. Ini tidak mungkin terjadi jika Alkitab hanyalah buatan manusia, karena:
-
Ditulis oleh ±40 penulis
-
Dalam kurun waktu ±1500 tahun
-
Dalam berbagai latar budaya dan bahasa
Namun, semuanya menunjuk kepada satu tujuan: kemuliaan Allah melalui keselamatan umat-Nya.
R.C. Sproul menyatakan bahwa keunikan dan kesatuan ini adalah salah satu bukti internal dari asal ilahi Alkitab. Dalam bukunya Scripture Alone, ia berkata bahwa jika kita menolak asal ilahi, maka seluruh struktur iman Kristen runtuh.
4. Doktrin Sola Scriptura dan Keunikan Alkitab
Dalam Reformasi Protestan, doktrin Sola Scriptura menjadi dasar yang kokoh: bahwa hanya Kitab Suci yang merupakan otoritas tertinggi dalam iman dan praktik.
Sproul dengan tegas menyatakan bahwa:
“The Bible is not just a word from God; it is the Word of God.”
Artinya, Alkitab bukan hanya salah satu sumber kebenaran, tetapi satu-satunya standar mutlak. Pandangan ini juga memperkuat keyakinan bahwa Alkitab tidak dapat ditundukkan pada tradisi manusia.
5. Argumen Apologetik: Cornelius Van Til
Dalam pendekatan apologetik presupositional, Cornelius Van Til menekankan bahwa kita tidak dapat membuktikan Alkitab benar dengan standar rasional manusia, karena itu berarti menempatkan akal manusia di atas Firman Tuhan.
Menurut Van Til:
“The Bible is self-authenticating.”
Artinya, Alkitab membenarkan dirinya sendiri. Setiap upaya untuk membuktikan Alkitab dengan logika netral adalah usaha yang sia-sia, karena manusia berdosa telah mengalami kebutaan rohani.
6. Kesaksian Roh Kudus
Teologi Reformed tidak pernah melihat Alkitab semata-mata sebagai dokumen akademik. Kesaksian Roh Kudus di dalam hati orang percaya adalah kunci untuk menerima Alkitab sebagai Firman Tuhan.
Calvin menjelaskan bahwa:
“Sama seperti matahari bersinar dan dapat dikenali sebagai matahari oleh cahaya dan panasnya, begitu juga Alkitab menunjukkan dirinya sebagai Firman Tuhan melalui kuasa Roh Kudus.”
7. Tantangan Modern terhadap Otoritas Alkitab
Dalam era modern dan pascamodern, banyak kritik yang ditujukan kepada Alkitab:
-
Kesalahan manuskrip?
-
Kontradiksi internal?
-
Keterlibatan manusia?
-
Pengaruh budaya?
Namun, teologi Reformed tetap menjawab tantangan ini dengan keyakinan bahwa:
-
Inspirasi tidak meniadakan kepribadian penulis manusia, tapi Allah tetap mengontrol prosesnya.
-
Tidak ada kontradiksi sejati, hanya keterbatasan pemahaman kita.
-
Kritik tekstual justru memperkuat keaslian teks asli.
-
Wahyu Allah selalu relevan, melampaui budaya.
8. Transformasi Hidup: Bukti Praksis dari Keilahiannya
Asal ilahi dari Alkitab bukan hanya terbukti secara teologis, tetapi juga melalui transformasi hidup yang ditimbulkannya. Sebagaimana tertulis dalam Ibrani 4:12:
"Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun..."
Alkitab tidak hanya memberi informasi, tetapi membentuk karakter, memperbaharui pikiran, dan membawa pertobatan. Ini adalah bukti eksistensial bahwa Firman ini bukan sembarangan.
9. Kesimpulan: Alkitab, Firman yang Hidup
Dalam terang teologi Reformed, kita dapat menyimpulkan bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang diilhamkan, tanpa salah dalam naskah aslinya, dan sepenuhnya cukup untuk menyatakan kehendak Allah bagi keselamatan manusia.
Pakar-pakar Reformed seperti Calvin, Warfield, Bavinck, Van Til, dan Sproul telah memberikan kerangka yang kokoh untuk membela, menjelaskan, dan merenungkan doktrin asal ilahi dari Alkitab.
Alkitab bukan hasil refleksi manusia tentang Allah, tetapi merupakan inisiatif Allah untuk menyatakan diri-Nya kepada umat-Nya. Oleh karena itu, sikap yang tepat terhadap Alkitab adalah ketaatan, penyembahan, dan ketekunan dalam membacanya.
Refleksi Penutup
Asal ilahi dari Alkitab bukan hanya sebuah doktrin untuk diperdebatkan, tetapi realitas rohani yang mendalam untuk direnungkan. Dalam dunia yang semakin menolak kebenaran mutlak, Alkitab tetap menjadi satu-satunya terang yang menerangi jalan umat Tuhan.
Mari kita menghargai Firman Tuhan dengan membaca, merenungkan, dan menghidupinya setiap hari. Sebab seperti dikatakan pemazmur:
“Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”
— Mazmur 119:105