Pengkhianatan di Taman Getsemani: Markus 14:43–52

Pendahuluan
Peristiwa penangkapan Yesus di Taman Getsemani adalah salah satu momen paling memilukan namun sangat penting dalam narasi Injil. Dalam Markus 14:43–52, kita melihat puncak dari pengkhianatan Yudas Iskariot, ketakutan para murid, serta ketundukan Yesus pada kehendak Bapa. Bagian ini bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga wahyu ilahi yang sarat makna soteriologis dan teologis.
“Segera sesudah itu, sementara Yesus masih berbicara, Yudas, satu dari dua belas murid, datang bersama dengan orang banyak dengan pedang dan pentung. Mereka diutus oleh imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat, dan tua-tua (bangsa Yahudi).”
(Markus 14:43, AYT)
Teologi Reformed melihat kisah ini dalam terang kedaulatan Allah, kejatuhan manusia, dan rencana penebusan yang kekal. Dalam artikel ini, kita akan menelusuri eksposisi ayat demi ayat, melihat pandangan para teolog Reformed seperti John Calvin, R.C. Sproul, Herman Bavinck, dan Sinclair Ferguson, serta mengeksplorasi aplikasi praktisnya dalam kehidupan iman.
I. Konteks Narasi Injil Markus
Injil Markus sering digambarkan sebagai Injil yang penuh aksi dan singkat. Namun, dalam narasi penderitaan Kristus, Markus menulis dengan kepekaan emosional dan teologis yang sangat dalam. Markus 14 memperlihatkan puncak krisis: murid-murid tidur saat Yesus berdoa, Yudas datang sebagai pengkhianat, dan akhirnya semua murid melarikan diri.
Menurut R.C. Sproul, penekanan Markus pada kehinaan manusia dan kemuliaan Kristus yang rela tunduk menjadi inti dari teologi salib.
II. Eksposisi Ayat per Ayat
Markus 14:43 – Kedatangan Yudas dan Penangkapan
“Segera sesudah itu… Yudas datang bersama dengan orang banyak…”
Yudas datang bukan sendirian, melainkan membawa rombongan bersenjata. Ini menunjukkan betapa besar kebencian pemimpin agama Yahudi terhadap Yesus. Mereka menganggap Yesus sebagai ancaman yang memerlukan kekuatan militer untuk diatasi.
John Calvin mencatat dalam komentarnya:
“It is monstrous that He who went about doing good should be treated as a robber… This teaches us the depth of human depravity.”
Calvin menekankan bagaimana dosa membuat manusia buta terhadap kebenaran dan penuh kebencian terhadap terang.
Markus 14:44–45 – Ciuman Pengkhianatan
“Orang yang akan aku cium, Dialah Orangnya...”
Simbol kasih, yaitu ciuman, berubah menjadi alat pengkhianatan. Ini adalah ironi tragis yang sangat menyentuh. Augustinus menyebutnya sebagai “ciuman yang mematikan.”
Dalam teologi Reformed, ini menjadi gambaran nyata akan dosa sebagai penyelewengan terhadap apa yang baik. Cornelius Van Til akan mengatakan bahwa pengkhianatan ini adalah “manifestasi dari pemberontakan total terhadap otoritas ilahi.”
Markus 14:46–47 – Penangkapan dan Reaksi
“Mereka memegang Yesus… seseorang mencabut pedang…”
Salah satu murid (Yohanes menyebut Petrus) mencoba melawan, tetapi Markus tidak menyebutkan nama—kemungkinan sebagai tanda kasih dan pengampunan.
Sinclair Ferguson melihat tindakan ini sebagai ketidakpahaman murid terhadap maksud salib. Dalam kata-katanya:
“Even the closest followers misunderstood that the Kingdom comes not by violence, but by suffering and obedience.”
Markus 14:48–49 – Respon Yesus dan Penggenapan Nubuat
“Apakah kamu datang seperti menangkap perampok?... Namun, hal ini terjadi supaya Kitab Suci digenapi.”
Yesus menyatakan bahwa semua ini terjadi bukan di luar kendali Allah, melainkan sebagai bagian dari rencana ilahi yang telah dinubuatkan. Markus menegaskan keMesiasan Kristus melalui ketaatan-Nya kepada Firman.
Dalam teologi Reformed, ini adalah ekspresi tertinggi dari doktrin providence: bahwa Allah mengatur segala sesuatu, termasuk penderitaan, demi kemuliaan-Nya.
Markus 14:50 – Murid-Murid Melarikan Diri
“Semua murid-Nya meninggalkan Dia dan melarikan diri.”
Ayat ini sangat kuat. Di saat Yesus paling membutuhkan, tidak satu pun dari mereka tetap setia. Ini adalah refleksi mendalam atas kondisi manusia.
Jonathan Edwards berkata:
“Here is the utter helplessness of men and the total sufficiency of Christ.”
Markus 14:51–52 – Pemuda Telanjang
“Ada seorang muda... mereka menangkapnya... dia melarikan diri dengan telanjang.”
Bagian ini unik dan hanya ada dalam Injil Markus. Banyak sarjana percaya bahwa pemuda ini adalah Markus sendiri. Dalam tradisi Reformed, bagian ini ditafsirkan sebagai simbol bagaimana manusia tidak membawa apa-apa ketika berhadapan dengan kemuliaan dan kedaulatan Allah—semuanya ditanggalkan.
III. Tema-tema Teologis dalam Teks
1. Kedaulatan Allah dalam Penangkapan Kristus
Yesus tidak tertangkap karena lemah atau terkejut, melainkan karena Dia menyerahkan diri secara sukarela. Semua terjadi “supaya Kitab Suci digenapi.”
Herman Bavinck menyatakan dalam Reformed Dogmatics:
“Christ was not a passive victim, but an active Savior submitting to the Father’s will.”
Ini sesuai dengan pandangan Reformed tentang kehendak Allah yang tidak bisa digagalkan dan rencana keselamatan yang ditetapkan sebelum dunia dijadikan (Efesus 1:4–5).
2. Natur Dosa dan Pengkhianatan
Yudas, seorang murid dekat, menjadi pengkhianat. Ini menunjukkan bahwa kedekatan lahiriah dengan Kristus tidak selalu berarti regenerasi sejati. Dalam Reformed theology, ini menunjukkan pentingnya effectual calling dan regenerasi oleh Roh Kudus.
3. Kristus sebagai Gembala yang Tertikam
Penangkapan Yesus adalah penggenapan nubuat Zakharia 13:7: “Tebaskan pedang, hai pedang, kepada gembala-Ku... Maka domba-domba akan tercerai-berai.” Markus 14:50 adalah penggenapan literal dari ini.
IV. Aplikasi Praktis Bagi Gereja dan Orang Percaya
1. Panggilan untuk Kesetiaan di Tengah Penganiayaan
Kisah ini mengingatkan gereja akan panggilan untuk tetap setia kepada Kristus bahkan ketika situasi tidak menguntungkan. Dalam budaya modern yang menentang nilai Injil, kita sering tergoda untuk “melarikan diri” seperti para murid.
2. Jangan Percaya Diri Rohani Tanpa Kedalaman Rohani
Para murid berkata bahwa mereka tidak akan meninggalkan Yesus (Mrk 14:31), namun kenyataannya berbeda. Kita perlu introspeksi dan mengandalkan anugerah, bukan kekuatan sendiri.
3. Kristus Adalah Juruselamat yang Rela Diserahkan
Keselamatan kita bukan hasil dari kekuatan manusia atau strategi religius, tetapi karena Yesus yang menyerahkan diri-Nya dalam ketaatan sempurna kepada Allah.
Kesimpulan: Dari Taman ke Salib
Markus 14:43–52 menunjukkan bahwa jalan menuju salib bukan jalan kejayaan duniawi, tetapi jalan penderitaan, pengkhianatan, dan penyerahan total. Namun di balik kegelapan malam Getsemani, bersinar terang kasih Allah yang kekal.
Dalam terang teologi Reformed, kita melihat bahwa:
-
Allah berdaulat atas penderitaan Anak-Nya;
-
Kristus taat hingga akhir demi menebus kita;
-
Gereja dipanggil untuk hidup dalam kesetiaan dan kerendahan hati.