Renungan Harian: Jangan Khawatir, Tuhan yang Mengatur Hidup (Matius 6:34)
- Pendahuluan
- I. Makna Teks: Kekhawatiran dan Ketergantungan pada Tuhan
- II. Perspektif Teologis: Apa Kata Para Teolog?
- III. Refleksi Pribadi: Mengapa Kita Khawatir?
- IV. Aplikasi Iman: Bagaimana Mengalahkan Kekhawatiran?
- V. Studi Kasus Alkitab: Ketika Orang-Orang Percaya Dipanggil untuk Tidak Khawatir
- VI. Tantangan dan Penghiburan
- Kesimpulan
- Doa Penutup

Bacaan Utama: Matius 6:34
Tema: Hidup tanpa kekhawatiran dalam terang penyertaan Tuhan
Pendahuluan
Kekhawatiran adalah bagian dari hidup manusia yang tak dapat dielakkan. Dalam zaman yang serba cepat ini—dengan tekanan finansial, masalah relasi, ketidakpastian masa depan, dan perubahan dunia yang konstan—kita cenderung hidup dalam bayang-bayang “bagaimana nanti.” Namun, dalam pengajaran-Nya yang mengubahkan di atas bukit, Yesus menegaskan satu kebenaran penting: “Jangan khawatir akan hari esok.” Sebuah seruan yang penuh kuasa, namun sering kali sulit dipraktikkan.
Renungan ini akan menggali secara mendalam makna pernyataan Yesus dalam Matius 6:34, ditinjau dari perspektif beberapa pakar teologi besar seperti Martin Luther, John Stott, William Barclay, dan R.C. Sproul. Kita akan belajar bagaimana ayat ini tidak hanya menjadi penghiburan, tetapi juga panggilan untuk hidup dalam iman dan penyerahan total kepada Allah.
I. Makna Teks: Kekhawatiran dan Ketergantungan pada Tuhan
Dalam konteks Matius 6:25-34, Yesus mengajarkan tentang kepercayaan pada pemeliharaan Allah. Bagian ini berada dalam rangkaian Khotbah di Bukit, di mana Yesus membongkar pemahaman orang-orang tentang kehidupan rohani, dan menunjukkan kedalaman hubungan yang sejati dengan Bapa Surgawi.
Matius 6:34 adalah penutup dari satu bagian penting mengenai kekhawatiran. Ayat ini mendorong kita untuk fokus pada hari ini, dan percaya bahwa Allah cukup setia untuk menanggung beban hidup setiap hari.
John Stott, dalam penjelasannya mengenai Matius 6, menulis:
“Yesus tidak melarang perencanaan, tetapi melarang kekhawatiran yang menghantui. Ada perbedaan besar antara tanggung jawab dan kekhawatiran. Kekhawatiran adalah ketidakpercayaan yang menyamar sebagai kehati-hatian.”
Ini mengajak kita untuk merenungkan: apakah kita merencanakan hidup dengan bijak, atau hidup dalam ketakutan tentang masa depan?
II. Perspektif Teologis: Apa Kata Para Teolog?
1. Martin Luther – Iman yang Bertindak
Luther menekankan bahwa kekhawatiran adalah bentuk ketidakpercayaan. Dalam tafsirannya terhadap Matius 6, ia menyamakan kekhawatiran dengan "merampas kehormatan Allah sebagai penyedia." Ia menulis:
“Tuhan memberikan burung makanan, dan bunga keindahan, tanpa mereka harus bekerja keras seperti manusia. Maka, lebih-lebih kita, yang adalah anak-anak-Nya, tidak akan dibiarkan-Nya terlantar.”
Luther mengajak kita untuk melihat keindahan dunia ciptaan—burung dan bunga—sebagai kesaksian konkret akan pemeliharaan Allah.
2. William Barclay – Waktu dan Beban Hidup
Dalam komentarnya, Barclay menjelaskan bahwa kekhawatiran menghancurkan saat ini karena dibayangi oleh masa depan. Ia berkata:
“Kita sering memikul beban dua hari dalam satu waktu: hari ini dan besok. Padahal Tuhan memberi kekuatan hanya untuk hari ini.”
Kekhawatiran, dalam pandangan Barclay, adalah bentuk ketidakseimbangan emosional yang terjadi saat kita gagal hidup dalam “hari ini.”
3. R.C. Sproul – Kekhawatiran adalah Dosa yang Terlupakan
Sproul, dalam banyak tulisannya, menyebut bahwa kekhawatiran adalah bentuk “functional atheism”—kehidupan seolah-olah Tuhan tidak ada. Ia menulis:
“Ketika kita khawatir, kita secara praktis berkata: ‘Tuhan tidak akan cukup.’ Ini bukan masalah perasaan, tetapi masalah iman.”
Melalui Sproul, kita disadarkan bahwa kekhawatiran bukan sekadar kelemahan, melainkan refleksi iman yang perlu ditumbuhkan.
III. Refleksi Pribadi: Mengapa Kita Khawatir?
Mari kita jujur: banyak dari kita masih merasa khawatir. Kita khawatir tentang:
-
Masa depan karier
-
Kesehatan keluarga
-
Pendidikan anak
-
Keuangan yang tidak menentu
-
Relasi yang retak
-
Dunia yang semakin tidak stabil
Mengapa ini terjadi, padahal Yesus sudah memerintahkan kita untuk tidak khawatir?
Karena kita lebih percaya pada diri sendiri daripada kepada Tuhan.
Kita berpikir bahwa dengan mengontrol segalanya, hidup akan lebih aman. Padahal realitanya, semakin kita berusaha mengontrol, semakin kita terjebak dalam lingkaran kekhawatiran.
IV. Aplikasi Iman: Bagaimana Mengalahkan Kekhawatiran?
1. Hidup Satu Hari Pada Satu Waktu
Yesus berkata, “Cukuplah satu hari dengan kesusahannya sendiri.” Ini mengajak kita untuk hidup dalam kesadaran harian akan kehadiran dan penyertaan Tuhan. Seperti manna di padang gurun, Tuhan menyediakan “hari ini” untuk mencukupi kebutuhan kita.
2. Doa sebagai Bentuk Penyerahan
Filipi 4:6-7 mengatakan:
“Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.”
Doa bukan hanya jalan keluar, tetapi juga cara kita melepaskan kontrol kepada Allah. Dalam doa, kita menyerahkan rencana, harapan, bahkan ketakutan kita kepada-Nya.
3. Membangun Iman Melalui Firman
Semakin kita mengisi pikiran kita dengan firman Tuhan, semakin kita memahami karakter-Nya sebagai Bapa yang peduli dan setia. Bacalah mazmur, kisah Abraham, atau pengakuan Paulus—semua memperlihatkan betapa Tuhan tidak pernah lalai memelihara umat-Nya.
4. Berkomunitas dalam Iman
Komunitas iman adalah tempat kita saling menguatkan. Dalam kekhawatiran, kita sering merasa sendirian. Tetapi ketika kita terbuka dalam kelompok kecil atau pelayanan gereja, kita akan menemukan bahwa kita tidak sendiri, dan bersama kita bisa memandang kepada Tuhan.
V. Studi Kasus Alkitab: Ketika Orang-Orang Percaya Dipanggil untuk Tidak Khawatir
1. Abraham: Ketika Masa Depan Tidak Jelas
Abraham dipanggil untuk meninggalkan tanah kelahirannya menuju tempat yang belum ia ketahui. Ia tidak tahu ke mana, tetapi ia tahu siapa yang memanggilnya. Iman seperti ini adalah kunci mengalahkan kekhawatiran.
2. Maria: Ketika Hidup Berubah Total
Saat malaikat Gabriel memberitakan bahwa ia akan mengandung Mesias, Maria tidak tahu bagaimana hal itu mungkin terjadi. Namun dia menjawab: “Jadilah padaku menurut perkataan-Mu.”
Kepercayaan seperti ini menaklukkan semua ketakutan.
3. Petrus: Ketika Badai Datang
Petrus berjalan di atas air, tetapi ketika ia melihat angin dan gelombang, ia mulai tenggelam. Namun Yesus memegang tangannya dan menyelamatkannya. Pandangan kita harus tertuju pada Kristus, bukan badai di sekitar.
VI. Tantangan dan Penghiburan
Dalam dunia yang serba tidak pasti, kekhawatiran seolah menjadi wajar. Namun Yesus memanggil kita untuk hidup dalam kepercayaan yang radikal. Kita tidak dipanggil untuk hidup dalam ilusi kendali, tetapi dalam kepastian bahwa Tuhan mengatur segalanya.
Dallas Willard, seorang filsuf Kristen, pernah berkata:
“Kekhawatiran adalah pengingat bahwa kita belum menyerahkan semua hal kepada Tuhan.”
Kesimpulan
Matius 6:34 bukan hanya sebuah nasihat, tetapi panggilan untuk hidup dalam kepercayaan. Ini bukan tentang menjadi apatis terhadap masa depan, tetapi hidup dalam kesadaran bahwa masa depan ada dalam tangan Tuhan.
Ketika kita mulai menyerahkan kekhawatiran kepada Tuhan:
-
Kita akan mengalami damai yang melampaui akal.
-
Kita akan menemukan kekuatan baru setiap pagi.
-
Kita akan melihat bahwa Allah benar-benar cukup.
Doa Penutup
Tuhan, Engkaulah Allah yang setia dan pemelihara hidup kami. Ajarlah kami untuk hidup dalam kepercayaan, bukan dalam ketakutan. Tolong kami untuk tidak memikirkan hari esok secara berlebihan, melainkan berserah kepada-Mu dalam segala hal. Berikan kami damai sejahtera-Mu, dan bentuk kami menjadi umat yang hidup dalam iman setiap hari. Dalam nama Yesus kami berdoa, amin.