Kebinasaan Kemegahan Dunia: Nahum 2:9

Pendahuluan
Dalam dunia modern yang dikuasai oleh ambisi materialisme, Nahum 2:9 berbicara dengan suara kenabian yang menggetarkan: “Rampaslah perak, rampaslah emas!” Suara ini bukan suara kemenangan, tetapi panggilan penghakiman atas kota Niniwe, ibu kota kerajaan Asyur yang dulu penuh kemegahan. Ayat ini bukan hanya catatan sejarah kehancuran, melainkan peringatan teologis tentang kefanaan harta dan kebesaran manusia.
Teologi Reformed menekankan bahwa sejarah bangsa-bangsa berada dalam tangan Allah yang berdaulat. Melalui ayat ini, kita belajar tentang:
-
Kebinasaan sebagai akibat dosa kolektif
-
Kesia-siaan kekayaan tanpa takut akan Tuhan
-
Keagungan penghakiman Allah atas musuh-musuh-Nya
Bagian I: Latar Belakang Historis dan Konteks Nahum
1. Kota Niniwe dan Kejayaannya
Niniwe adalah ibu kota Kekaisaran Asyur—salah satu bangsa paling brutal dan kuat dalam sejarah kuno. Kota ini dikenal dengan:
-
Kekayaan luar biasa
-
Kekejaman terhadap bangsa-bangsa lain (termasuk Israel)
-
Kesombongan nasional yang menyaingi Babel
Geerhardus Vos, teolog Reformed ternama, menyebut Niniwe sebagai lambang dari “peradaban besar yang dibangun di atas darah dan penyembahan diri.”
2. Pesan Nahum: Nubuat Penghakiman
Kitab Nahum adalah nubuatan terhadap Niniwe, yang ditulis sekitar 100 tahun setelah pertobatan sementara mereka di masa Yunus. Kali ini, penghakiman Allah bersifat final. Pasal 2 menggambarkan pengepungan dan perampasan kota Niniwe oleh Babel dan Media pada tahun 612 SM.
Ayat 9 menggambarkan klimaks kekalahan: bukan kemenangan pasukan Babel, melainkan penghakiman dari Allah sendiri yang meruntuhkan kebanggaan mereka.
Bagian II: Eksposisi Nahum 2:9 Frasa per Frasa
1. “Rampaslah perak, rampaslah emas!”
Kalimat ini merupakan perintah ironi yang menggambarkan kehancuran total kota Niniwe. Dulu, kota ini dikenal karena kekayaannya yang tak tertandingi (lih. Nahum 2:8). Sekarang, kekayaan itu tertinggal sebagai rampasan.
John Calvin dalam komentarnya menyatakan:
“Tuhan memperlihatkan bahwa kemewahan yang dibanggakan oleh orang fasik akan menjadi umpan bagi kehancuran mereka.”
Ini menyoroti prinsip penting dalam teologi Reformed: bahwa Allah mengizinkan kekayaan duniawi untuk waktu tertentu, tetapi akhirnya kekayaan itu akan menjadi alat penghukuman.
2. “Sebab, tidak ada habisnya persediaan harta benda...”
Kata-kata ini menggambarkan kemakmuran ekstrem Niniwe. Namun, dalam konteks kehancuran, frasa ini menyoroti kontras yang mencolok antara kekayaan masa lalu dan kehancuran total di masa kini.
Matthew Henry mencatat bahwa kelimpahan ini bukanlah berkat, tetapi kutuk yang tertunda.
“Sering kali kelimpahan harta menjerumuskan manusia pada rasa aman palsu dan memberanikan mereka untuk melawan Allah.”
Ini menunjukkan bahwa kekayaan tanpa takut akan Tuhan adalah jebakan maut—dan Nahum 2:9 memperlihatkan hasil akhirnya.
3. “Kelimpahan semua barang yang indah-indah!”
Kalimat ini menambah kesan artistik—Niniwe tidak hanya kaya, tapi juga penuh keindahan: karya seni, perhiasan, dan kemewahan arsitektural. Namun semuanya dijarah dan hilang dalam sekejap mata.
Charles Spurgeon, dalam khotbahnya tentang kesombongan dunia, berkata:
“Segala yang indah di luar Kristus hanya sementara. Ia akan lenyap, dan hanya jiwa yang di dalam Tuhan yang akan kekal.”
Bagian III: Ajaran-Ajaran Reformed dalam Nahum 2:9
1. Doktrin Providensia Allah atas Sejarah
Nahum 2:9 menegaskan bahwa Allah mengatur naik-turunnya bangsa-bangsa, termasuk kekalahan militer dan ekonomi. Ini sejalan dengan doktrin providensia Allah yang diajarkan dalam Confessio Belgica Pasal 13.
John Calvin menyebut bahwa segala perubahan dalam sejarah—termasuk kehancuran kota besar seperti Niniwe—terjadi di bawah tangan Allah yang berdaulat.
2. Kesia-siaan Harta Dunia Tanpa Allah
Ayat ini mencerminkan prinsip vanitas (kesia-siaan) dalam Kitab Pengkhotbah. Kelimpahan Niniwe tidak menyelamatkan mereka dari murka Allah. Dalam pandangan Reformed, ini menegaskan bahwa kekayaan hanyalah alat, bukan tujuan hidup.
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menyebut bahwa penyembahan kepada harta adalah bentuk penolakan terhadap supremasi Allah, dan merupakan akar dari kejatuhan moral suatu bangsa.
3. Penghakiman Sebagai Bagian dari Kedaulatan Ilahi
Nahum 2:9 menunjukkan bahwa Allah bukan hanya mengasihi, tetapi juga menghukum dengan keadilan. Dalam tradisi Reformed, ini disebut sebagai keseimbangan antara kasih dan keadilan ilahi.
Geerhardus Vos melihat bahwa penghukuman atas Niniwe adalah prototipe penghukuman eskatologis, yaitu gambaran dari penghakiman akhir bagi dunia yang memberontak terhadap Allah.
Bagian IV: Aplikasi Bagi Gereja dan Individu Masa Kini
1. Waspadai Penyembahan Terhadap Kekayaan
Dalam budaya modern yang mengagungkan kekayaan, Nahum 2:9 memperingatkan gereja untuk tidak menjadikan kelimpahan materi sebagai ukuran keberhasilan rohani.
Aplikasi praktis:
-
Gereja harus mengevaluasi apakah sedang mengejar “kemakmuran Niniwe” atau “kerendahan Kristus”
-
Pemimpin Kristen harus berhati-hati terhadap gaya hidup mewah yang mengaburkan Injil
2. Pemahaman yang Seimbang tentang Berkat
Ayat ini mengajarkan bahwa tidak semua kelimpahan adalah tanda berkat rohani. Tanpa pertobatan, kelimpahan bisa menjadi alat penghukuman.
Gereja harus mengajarkan jemaat:
-
Untuk bersyukur atas berkat, tapi tidak melekat padanya
-
Untuk memprioritaskan kerajaan Allah, bukan akumulasi harta
3. Peringatan bagi Bangsa dan Sistem Sosial
Niniwe jatuh bukan hanya karena individu berdosa, tapi karena struktur bangsanya yang korup dan menindas. Ini memberikan pesan kuat:
-
Negara mana pun yang tidak takut akan Tuhan akan menghadapi kehancuran
-
Sistem ekonomi dan politik yang membangun kemewahan di atas ketidakadilan akan diruntuhkan Allah
4. Injil sebagai Satu-satunya Keamanan yang Kekal
Nahum 2:9 memunculkan kerinduan akan kekayaan yang tidak bisa dirampas. Dalam Perjanjian Baru, Yesus berkata:
“Kumpulkanlah bagimu harta di surga... sebab di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Matius 6:20–21)
Melalui salib dan kebangkitan, Yesus menyediakan warisan yang tidak dapat binasa (1 Ptr 1:4). Gereja harus mengarahkan orang kepada kekayaan yang kekal di dalam Kristus, bukan kepada ilusi emas Niniwe.
Penutup: Kebesaran Dunia Berakhir, Tapi Kemuliaan Allah Kekal
Nahum 2:9 bukan sekadar catatan sejarah kehancuran kota kuno, tetapi adalah nada profetik yang terus berbicara hingga hari ini: bahwa tanpa pertobatan, semua kemegahan dunia akan dirampas.
Teologi Reformed mengajarkan bahwa:
-
Allah berdaulat atas sejarah
-
Harta dan kekuasaan bukanlah penyelamat
-
Injil Kristus adalah satu-satunya pengharapan yang kekal
Kita dipanggil untuk hidup bukan untuk membangun “Niniwe baru”, tapi untuk menantikan “Yerusalem Baru” yang penuh kemuliaan dan kekudusan.
Doa Penutup
Ya Tuhan, Engkau yang Mahakuasa dan Adil. Kami bersyukur atas peringatan-Mu melalui kejatuhan Niniwe. Tolong kami agar tidak terpikat oleh kekayaan dunia, tapi mencari kekayaan yang kekal di dalam Kristus. Bangkitkan gereja-Mu untuk hidup dalam takut akan Tuhan dan menolak penyembahan terhadap kemegahan fana. Amin.