Kekudusan yang Terlupakan: 2 Korintus 12:19–21

Pendahuluan
Dalam banyak suratnya, Rasul Paulus sering kali menyampaikan peringatan keras yang disampaikan dengan kasih. 2 Korintus 12:19–21 merupakan bagian dari penutup suratnya yang emosional dan teologis. Ia bukan hanya mempertahankan pelayanannya, tetapi menegaskan misi kerasulannya: menegakkan kekudusan dalam tubuh Kristus.
Ayat-ayat ini menggambarkan:
-
Perbedaan antara pembelaan diri dan pembelaan Injil
-
Kekhawatiran mendalam terhadap dosa dan kurangnya pertobatan
-
Urgensi bagi gereja untuk hidup dalam pembaharuan dan kekudusan
Teologi Reformed menekankan bahwa keselamatan yang sejati pasti menghasilkan hidup baru. Eksposisi ini akan memperlihatkan bagaimana ayat-ayat ini menegaskan doktrin pertobatan, kekudusan hidup, dan tanggung jawab pastoral.
Bagian I: Latar Belakang Surat dan Konteks Korintus
1. Masalah Gereja Korintus
Gereja Korintus menghadapi berbagai tantangan serius:
-
Perpecahan internal (1 Korintus 1:10–17)
-
Penyimpangan moral (1 Kor 5)
-
Penyalahgunaan karunia rohani (1 Kor 12–14)
-
Penolakan otoritas rasuli Paulus
Surat 2 Korintus adalah bagian dari upaya Paulus untuk:
-
Membela kerasulan sejatinya
-
Mengembalikan fokus gereja pada Kristus
-
Menegur dosa yang belum dibereskan
2. Bagian Penutup yang Emosional
Pasal 10–13 adalah bagian penutup yang sangat pribadi dan tegas. Ayat 19–21 adalah puncak keprihatinan Paulus sebelum ia menulis peringatan terakhir di pasal 13. Ini bukan sekadar curahan emosi, tetapi merupakan ungkapan kasih gembala sejati.
Bagian II: Eksposisi Ayat per Ayat
1. 2 Korintus 12:19 – “Kami berbicara di hadapan Allah dalam Kristus...”
“Lalu, apakah kamu sudah lama memikirkan bahwa kami membela diri kami terhadap kamu? Kami berbicara di hadapan Allah dalam Kristus, tetapi hal-hal ini, hai yang terkasih, adalah untuk membangun kamu.”
a. Bukan Pembelaan Diri Pribadi
John Calvin mencatat bahwa Paulus tidak tertarik membela harga dirinya. Ia sadar bahwa pelayanan bukan soal reputasi, tetapi kesetiaan kepada Allah dan membangun gereja.
Kata "di hadapan Allah" menunjukkan bahwa Paulus berbicara dengan kesadaran akan tanggung jawab teologis dan moral, bukan taktik personal atau retorika.
b. Tujuan Paulus: Edifikasi, Bukan Eksaltasi
Charles Hodge menegaskan bahwa semua argumentasi Paulus dimaksudkan untuk memperbaiki, bukan menjatuhkan. Ia menyebut gaya penulisan ini sebagai “retorika kasih” yang tegas namun penuh belas kasihan.
2. 2 Korintus 12:20 – Kekhawatiran Akan Dosa di Tengah Jemaat
“Sebab, aku takut... Jangan-jangan ada perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, desas-desus, kesombongan, dan kekacauan.”
a. Cermin Kondisi Gereja Modern
Daftar dosa ini mencerminkan masalah relasional dan karakter yang sering kali dianggap kecil dalam gereja. Namun bagi Paulus, ini adalah indikasi serius dari kesehatan rohani yang terganggu.
Martyn Lloyd-Jones menyebut daftar ini sebagai “akar dosa komunitas” yang merusak kesatuan tubuh Kristus dari dalam.
b. Sumber Dosa: Hati yang Tidak Bertobat
R.C. Sproul menegaskan bahwa masalah ini bukan sekadar sosial, melainkan teologis dan spiritual. Ketika gereja kehilangan kekudusan, ia kehilangan kekuatannya untuk menjadi terang dunia.
3. 2 Korintus 12:21 – Duka Gembala atas Jemaat yang Tidak Bertobat
“Aku khawatir... aku akan berduka atas banyak orang... dan tetap tidak bertobat dari kenajisan, percabulan, dan hawa nafsu...”
a. Dosa Seksual: Gejala Pertobatan yang Palsu
Paulus menyoroti dosa seksual yang tidak dibereskan. Dalam konteks Yunani-Romawi, praktik semacam ini dianggap lumrah, tetapi bagi gereja, ini adalah pengkhianatan terhadap kekudusan Kristus.
Louis Berkhof menyatakan bahwa kekudusan hidup adalah bukti kelahiran baru. Tanpa pertobatan yang sejati, tidak ada bukti keselamatan yang sah.
b. Peran Gembala sebagai Penegur dan Pendoa
Kalimat “Allahku akan merendahkan aku di depanmu” mencerminkan dukacita sejati seorang gembala, bukan kemarahan. John Calvin menekankan bahwa Paulus “tidak mencari kuasa, tetapi menginginkan pertobatan.”
Bagian III: Tema Doktrinal Reformed dari 2 Korintus 12:19-21
1. Pertobatan yang Sejati (True Repentance)
Teologi Reformed membedakan antara:
-
Pertobatan sejati (metanoia): perubahan hati dan arah hidup
-
Pertobatan semu: rasa bersalah tanpa perubahan hidup
Ayat ini menunjukkan bahwa ketidakmauan untuk bertobat adalah tanda bahwa seseorang mungkin belum benar-benar mengalami kelahiran baru.
2. Kekudusan sebagai Bukti Keselamatan
Keselamatan dalam pandangan Reformed selalu menghasilkan buah-buah kekudusan. The Westminster Confession of Faith menyatakan bahwa “iman yang menyelamatkan tidak pernah sendirian, tetapi selalu disertai oleh pertobatan dan ketaatan.”
Ayat 21 mengingatkan bahwa ketiadaan buah kekudusan menunjukkan bahwa mungkin seseorang tidak berada di dalam Kristus.
3. Gembala sebagai Penjaga Kekudusan Jemaat
Dalam teologi Reformed, gembala bukan hanya pengkhotbah, tetapi penjaga dan pengawas jiwa. Paulus menunjukkan bahwa tugas pemimpin gereja adalah menegur, menasihati, dan menangisi dosa jemaat.
Bagian IV: Aplikasi Praktis bagi Gereja dan Orang Percaya
1. Evaluasi: Apakah Gereja Kita Hidup dalam Pertobatan?
Gereja harus secara aktif:
-
Menyediakan ruang pertobatan sejati, bukan hanya penghiburan
-
Mengajarkan bahwa kasih karunia tidak membenarkan hidup dalam dosa
-
Menegur dosa dengan kasih, bukan membiarkannya demi “damai”
2. Kepemimpinan yang Mengasihi Kekudusan
Pemimpin gereja perlu meneladani Paulus:
-
Berani menegur demi membangun
-
Tidak terjebak dalam pembelaan diri
-
Mencintai kekudusan lebih dari popularitas
3. Kekudusan Pribadi: Urgensi Menanggapi Dosa dengan Serius
Setiap orang percaya dipanggil untuk:
-
Meninggalkan dosa-dosa tersembunyi seperti iri hati dan fitnah
-
Menolak kompromi dalam hal kenajisan dan hawa nafsu
-
Hidup dalam pertobatan terus-menerus, bukan hanya momen sesaat
Penutup: Kasih Sejati Tidak Bisa Diam terhadap Dosa
2 Korintus 12:19–21 adalah gambaran dari kasih gembala yang sejati. Paulus bukan hanya ingin diterima, tetapi lebih dari itu: ia ingin jemaat bertumbuh dalam kekudusan sejati.
Dalam terang teologi Reformed, kita memahami bahwa pertobatan adalah bagian dari keselamatan, dan gereja harus menjadi tempat di mana kekudusan Allah dinyatakan dan ditegakkan.
Doa Penutup
Tuhan, Engkau kudus dan penuh kasih. Ajari kami untuk hidup dalam pertobatan sejati, meninggalkan semua bentuk kenajisan dan keegoisan. Berikan kepada pemimpin-pemimpin gereja hati seperti Paulus—yang berani menegur, membangun, dan menangis bersama-Mu. Dalam nama Yesus Kristus kami berdoa. Amin.