Matius 6:24: Siapakah Tuan Kita — Allah atau Mamon?

Matius 6:24 (AYT):“Tidak ada orang yang dapat melayani dua tuan karena ia akan membenci tuan yang satu dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada tuan yang satu dan meremehkan yang lain. Kamu tidak dapat melayani Allah dan mamo
Matius 6:24 merupakan salah satu ayat terkenal dalam Khotbah di Bukit. Di sini, Yesus mengajarkan tentang kesetiaan hati manusia dan memperingatkan tentang bahaya membagi kesetiaan antara Allah dan kekayaan (mamon). Ayat ini sangat relevan untuk kehidupan iman masa kini, terutama dalam dunia yang dikuasai materialisme.
Dalam artikel ini, kita akan membahas eksposisi Matius 6:24 dengan mendalam berdasarkan pandangan beberapa pakar teologi Reformed, sehingga kita dapat memahami makna, aplikasi, dan tantangan spiritualnya.
1. Konteks Khotbah di Bukit
Dr. D.A. Carson, seorang teolog Reformed terkemuka, menekankan pentingnya konteks Khotbah di Bukit (Matius 5–7). Bagian ini merupakan pengajaran Yesus tentang kehidupan sebagai warga Kerajaan Allah, yang berfokus pada motivasi hati, bukan sekadar perilaku lahiriah.
Carson menjelaskan bahwa ayat ini muncul dalam rangkaian pengajaran tentang harta dan kekhawatiran (Matius 6:19–34). Di sini Yesus menantang para pendengar untuk memeriksa ke mana arah hati mereka: apakah mereka menyimpan harta di bumi atau di surga, dan kepada siapa mereka sungguh setia.
2. Eksposisi Frasa “Tidak ada orang yang dapat melayani dua tuan”
John Calvin dalam komentarnya menjelaskan bahwa Yesus memakai ilustrasi budak (doulos) yang dimiliki oleh seorang tuan. Dalam budaya kuno, budak tidak memiliki hak atau agenda sendiri, seluruh hidupnya dipersembahkan kepada tuannya. Menurut Calvin, Yesus mengajarkan bahwa hati manusia diciptakan untuk memiliki satu pusat kesetiaan — dan hanya Allah yang layak menempati posisi itu.
Calvin menulis:
“Hati manusia tidak dapat dibagi; jika seseorang mencoba menyenangkan Allah sambil mencintai dunia, akhirnya salah satu akan menang.”
Dengan kata lain, Calvin menekankan eksklusivitas panggilan iman: Allah menuntut kesetiaan penuh, bukan setengah hati.
3. Siapakah “mamon” itu?
Dr. Michael Horton mengulas bahwa “mamon” bukan sekadar uang, tetapi keseluruhan sistem nilai yang terkait dengan kekayaan, kekuasaan, dan kenyamanan duniawi. Kata ini berasal dari bahasa Aram mamona, yang berarti harta kekayaan, tetapi dalam konteks Yesus, mamon dipersonifikasikan sebagai semacam tuan atau allah palsu.
Horton menyebutkan bahwa ini mencerminkan konflik besar dalam Alkitab: siapa yang kita sembah? Apakah kita mempercayai Allah sebagai penyedia ataukah kita menaruh kepercayaan pada kekayaan sebagai sumber keamanan?
4. Penafsiran John Stott: Fokus pada Kesetiaan Hati
Walaupun John Stott sering dikaitkan dengan evangelical, banyak prinsipnya selaras dengan teologi Reformed. Dalam bukunya The Message of the Sermon on the Mount, Stott menekankan bahwa Yesus berbicara bukan hanya soal manajemen uang, tetapi soal siapa yang menguasai hati kita.
Stott menulis:
“Bukan berarti kita tidak boleh memiliki uang, tetapi kita tidak boleh diperhamba olehnya.”
Ia menekankan pentingnya memeriksa motivasi terdalam: apakah kita menggunakan uang untuk kemuliaan Allah, ataukah uang menjadi pusat penyembahan kita?
5. R.C. Sproul: Tuhan sebagai Raja Tunggal
R.C. Sproul, dalam seri pengajaran “The Holiness of God,” menjelaskan bahwa Yesus berbicara tentang loyalitas kepada Raja. Dalam teologi Reformed, konsep kedaulatan Allah adalah pusat. Sproul menekankan bahwa jika Allah adalah Raja atas hidup kita, maka tidak ada ruang untuk “raja kecil” lain seperti mamon.
Sproul juga mengingatkan bahwa sering kali kita mencoba mengakali ini dengan membagi waktu atau energi: sebagian untuk Allah, sebagian untuk dunia. Namun Yesus berkata tegas: itu mustahil. Hanya ada satu Raja yang benar.
6. Abraham Kuyper: Tidak Ada Satu Inci yang Bebas dari Kristus
Abraham Kuyper, teolog Reformed Belanda, terkenal dengan pernyataannya:
“Tidak ada satu inci pun dari seluruh eksistensi manusia di mana Kristus tidak berkata: Itu milik-Ku!”
Kuyper akan membaca Matius 6:24 sebagai panggilan untuk hidup sepenuhnya di bawah otoritas Kristus. Dalam kerangka pemikiran Kuyper, mamon bukan sekadar masalah pribadi, tetapi juga masalah sosial: bagaimana kekayaan memengaruhi budaya, politik, dan kehidupan publik.
7. Aplikasi Praktis: Bagaimana Menghadapi Godaan Mamon?
Mengacu pada pandangan para pakar Reformed, ada beberapa aplikasi praktis yang dapat kita tarik:
✅ Periksa motivasi hati: Apakah kita bekerja, menabung, dan mengelola uang demi kemuliaan Allah atau demi ego kita?
✅ Latih kemurahan hati: Salah satu cara paling praktis memerangi kekuasaan mamon adalah dengan memberi — berkorban untuk sesama, gereja, dan pekerjaan Tuhan.
✅ Latih ketergantungan kepada Allah: Jangan menggantungkan rasa aman pada tabungan atau investasi, tetapi pada pemeliharaan Allah.
✅ Hidup sederhana: Dalam tradisi Reformed, banyak pemimpin mendorong pola hidup sederhana, sebagai bentuk kesaksian bahwa kekayaan bukanlah tujuan utama hidup.
8. Aspek Kristologis: Kristus sebagai Teladan Kesetiaan
Sinclair Ferguson menunjukkan bahwa Yesus sendiri adalah teladan tertinggi dalam kesetiaan kepada Bapa. Sepanjang hidup-Nya, Yesus tidak pernah goyah dalam setia kepada kehendak Allah, bahkan ketika ditawari semua kerajaan dunia oleh Iblis (Matius 4:8-10).
Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk mengikuti jejak-Nya: setia kepada Allah meskipun godaan kekayaan dan kekuasaan datang bertubi-tubi.
9. Eskatologi: Kekayaan yang Kekal
Cornelis Venema mengingatkan kita bahwa dalam perspektif Reformed, hidup di dunia ini hanyalah sementara. Kekayaan sejati adalah yang menanti di langit baru dan bumi baru, bukan yang bisa kita kumpulkan di dunia sekarang.
Matius 6:24 mengundang kita untuk memandang ke depan, mengarahkan hidup pada kekekalan. Segala harta duniawi akan lenyap, tetapi apa yang dilakukan untuk kemuliaan Allah akan bertahan.
10. Bahaya Spiritualitas Palsu
Michael Horton memperingatkan tentang bahaya “spiritualitas palsu,” yaitu hidup yang tampak rohani tetapi di baliknya tetap mengabdi pada mamon. Kita mungkin aktif di gereja, terlibat pelayanan, tetapi di dalam hati tetap menaruh kepercayaan pada uang.
Ini menggarisbawahi pentingnya membiarkan Injil membentuk ulang hati kita — bukan sekadar perilaku lahiriah, tetapi pusat penyembahan kita.
11. Reformasi Hati: Karya Roh Kudus
Dalam teologi Reformed, pembaruan hati bukanlah hasil usaha manusia semata, tetapi karya Roh Kudus. Calvin menekankan bahwa Roh Kudus-lah yang mematahkan kuasa mamon dalam hati kita dan memampukan kita untuk hidup setia kepada Allah.
Ini berarti kita harus terus-menerus memohon agar Roh Kudus bekerja, menyadari kelemahan kita, dan bersandar penuh kepada anugerah Allah.
12. Pengakuan Iman Reformed
Pengakuan Iman Westminster menyatakan bahwa tujuan utama manusia adalah memuliakan Allah dan menikmati Dia selamanya. Matius 6:24 mengingatkan bahwa jika kita melayani mamon, kita kehilangan tujuan utama itu.
Kita tidak bisa menggabungkan dua tujuan hidup yang saling bertentangan. Hidup untuk Allah berarti melepaskan kendali mamon atas hati.
Kesimpulan
Eksposisi Matius 6:24 berdasarkan teologi Reformed memberi kita wawasan mendalam tentang siapa yang menjadi tuan dalam hidup kita. Kita belajar:
✅ Hati manusia hanya dapat memiliki satu pusat kesetiaan.
✅ Mamon bukan sekadar uang, tetapi tuhan palsu yang menuntut penyembahan.
✅ Kesetiaan kepada Allah berarti hidup dalam ketergantungan penuh kepada-Nya.
✅ Roh Kuduslah yang memampukan kita untuk melepaskan kuasa mamon.
✅ Kristus adalah teladan dan kekuatan kita dalam kesetiaan sejati.