Pentakosta: Injil bagi Segala Bangsa - Kisah Para Rasul 2:5-13

Pendahuluan
Kisah Para Rasul 2:5-13 adalah bagian dari narasi penting dalam sejarah Gereja: pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta. Ayat-ayat ini mendeskripsikan reaksi orang banyak terhadap fenomena luar biasa yang terjadi ketika para rasul mulai berbicara dalam berbagai bahasa setelah dipenuhi oleh Roh Kudus. Bagian ini menjadi kunci bagi pemahaman tentang misi universal Injil dan pekerjaan Roh Kudus dalam penyebaran Kabar Baik ke seluruh bangsa.
1. Konteks Historis dan Teologis Pentakosta
Pentakosta merupakan perayaan Yahudi yang juga dikenal sebagai Hari Raya Tujuh Minggu (Shavuot), dirayakan lima puluh hari setelah Paskah. Dalam Perjanjian Lama, ini adalah hari panen pertama dan pengingatan akan pemberian hukum Taurat di Gunung Sinai. Dalam Perjanjian Baru, peristiwa ini memperoleh makna baru: sebagai awal dari Gereja dan penggenapan janji Yesus mengenai pengutusan Roh Kudus (Yohanes 14:26; Kisah 1:8).
Pentingnya Yerusalem dan Keberagaman Etnis
Kisah Para Rasul 2:5 menunjukkan bahwa Yerusalem menjadi pusat berkumpulnya "orang-orang saleh dari tiap-tiap bangsa." Ini penting untuk menunjukkan cakupan global dari rencana penebusan Allah. Keberagaman ini bukan kebetulan; Allah merancangnya agar Injil pertama kali diberitakan kepada banyak bangsa sekaligus, melalui satu peristiwa.
John Calvin mencatat dalam Commentary on Acts bahwa keberagaman bangsa yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul 2 adalah simbol dari penyatuan umat manusia dalam Kristus. “Allah dengan bijak mengatur agar peristiwa pertama Injil ini menyentuh banyak bangsa sekaligus."
2. Mukjizat Bahasa: Bukan Kacauan Babel, Tapi Penyatuan
Kisah Para Rasul 2:6-8 mencatat sebuah mukjizat penting: para rasul berbicara dalam bahasa-bahasa asing yang dipahami oleh orang-orang dari berbagai wilayah. Ini kontras dengan peristiwa Menara Babel (Kejadian 11), di mana bahasa menjadi alat perpecahan. Di Pentakosta, bahasa menjadi sarana penyatuan di dalam Kristus.
Eksposisi Bahasa Asing
Frasa "setiap orang sedang mendengar mereka itu berbicara dalam bahasa mereka sendiri" (ayat 6) mengandung makna mendalam bahwa Injil tidak lagi terbatas pada bahasa Ibrani atau Aram, tetapi dapat menjangkau segala bahasa, budaya, dan bangsa.
Herman Bavinck menulis: “Pekerjaan Roh Kudus bersifat kosmopolit. Ia tidak meniadakan keberagaman, melainkan menguduskannya bagi kemuliaan Allah.”
3. Daftar Bangsa-Bangsa: Simbol Gereja Universal
Dalam Kisah Para Rasul 2:9-11, Lukas secara eksplisit menyebut 15 wilayah atau kelompok etnis yang hadir, mulai dari Partia hingga Arab. Daftar ini bukan hanya geografis, tetapi bersifat teologis: ini adalah cikal bakal Gereja yang bersifat universal dan lintas budaya.
Makna Spiritual dari Daftar Ini
Berbagai ahli menafsirkan daftar bangsa-bangsa ini sebagai cerminan dari misi gereja yang disebutkan dalam Kisah 1:8 — “Yerusalem, Yudea, Samaria, dan sampai ke ujung bumi.” Bahwa penyebaran Injil tidak mengenal batas.
Sinclair Ferguson mengatakan bahwa "Kisah Para Rasul 2 adalah pratayang dari Wahyu 7, di mana segala bangsa dan bahasa akan bersatu di hadapan takhta Anak Domba."
4. Reaksi Beragam: Kekaguman dan Cemoohan
Kisah Para Rasul 2:12-13 menunjukkan dua jenis reaksi terhadap pekerjaan Roh Kudus: kekaguman (“Apa arti semua ini?”) dan cemoohan (“Mereka dimabukkan oleh anggur baru.”). Ini adalah respons yang selalu ada terhadap karya Roh Kudus: sebagian tertarik dan ingin memahami lebih lanjut, sementara sebagian lain menolak dengan sinis.
Reaksi Ini Masih Relevan Hari Ini
Banyak penginjilan dan gerakan Roh Kudus zaman sekarang juga mendapatkan respons serupa: sebagian merespons dengan iman, sebagian lain mengejek atau menyangsikan. Ini menunjukkan bahwa karya Allah selalu menuntut respon.
R.C. Sproul menjelaskan bahwa Roh Kudus bukan hanya memberi kuasa untuk bersaksi, tetapi juga menjadi batu ujian yang memisahkan respons iman dan ketidakpercayaan.
5. Implikasi Teologis dan Aplikasi Praktis
a. Misi Global dan Inkulturasi Injil
Pentakosta menegaskan bahwa misi Gereja bersifat global dan inkulturatif. Allah tidak menuntut bangsa-bangsa lain menjadi “Yahudi secara budaya”, melainkan Ia berbicara dalam bahasa mereka masing-masing.
Tim Keller menulis bahwa “Injil bukan budaya. Injil menembus budaya dan memperbaharuinya dari dalam.”
b. Roh Kudus Memberi Kuasa dan Bahasa
Bahasa di sini bukan hanya literal, tetapi juga simbolik: Allah memberi umat-Nya bahasa yang dipahami oleh dunia. Ini adalah prinsip pelayanan yang penting: Gereja harus mengkomunikasikan Injil dalam ‘bahasa zaman dan budaya’ agar dapat dimengerti.
c. Realitas Keragaman dalam Tubuh Kristus
Ayat ini menantang gereja modern untuk menjadi inklusif terhadap berbagai suku, bahasa, dan latar belakang. Gereja lokal harus mencerminkan Gereja global.
6. Pandangan Para Teolog Reformed Mengenai Kisah Para Rasul 2:5-13
a. John Calvin
Calvin dalam tafsirannya menyebut peristiwa ini sebagai "cara Allah memulihkan apa yang telah dirusak di Babel." Ia juga menekankan pentingnya “mendengar Firman dalam bahasa sendiri” sebagai cara Allah menyentuh hati umat manusia.
b. Martyn Lloyd-Jones
Dalam kotbahnya tentang Kisah Para Rasul, Lloyd-Jones mengatakan bahwa mukjizat terbesar dari Pentakosta bukan hanya bahasa asing, tetapi bahwa orang-orang tersebut mendengar tentang “perbuatan-perbuatan besar Allah.” Fokusnya bukan pada fenomena, tapi pada isi berita.
c. John Stott
Dalam bukunya The Message of Acts, John Stott menegaskan bahwa fenomena lidah bukan tujuan, melainkan sarana agar berita tentang Yesus disebarkan ke semua bangsa. Ia menyebut peristiwa ini sebagai "evangelisasi internasional pertama."
7. Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Penggenapan Nubuat
Peristiwa Pentakosta juga merupakan penggenapan nubuat dalam Yoel 2:28-32, yang akan dikutip oleh Petrus sesudah ayat ini. Hal ini menunjukkan kesinambungan antara pekerjaan Allah dalam Perjanjian Lama dan Baru.
“Akan terjadi kemudian bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia” (Yoel 2:28).
Pentakosta adalah awal penggenapan janji Allah melalui para nabi bahwa suatu hari kelak Roh Allah akan tinggal dalam setiap orang percaya.
8. Apologetika: Menjawab Cemoohan
Ketika beberapa orang menuduh para rasul "mabuk oleh anggur baru" (ayat 13), ini adalah pola umum dari penolakan terhadap pekerjaan Allah. Sama seperti Yesus disebut kerasukan (Markus 3:22), murid-murid juga dicemooh saat melakukan karya Roh Kudus.
Teologi Reformed mengajarkan bahwa pekerjaan Allah selalu akan menimbulkan konflik dengan dunia yang berdosa, dan ini adalah bagian dari penderitaan yang menyertai pelayanan.
Kesimpulan
Kisah Para Rasul 2:5-13 adalah salah satu bagian paling penting dalam Perjanjian Baru yang menggambarkan kelahiran gereja yang bersifat universal, lintas budaya, dan penuh kuasa. Melalui eksposisi ini, kita memahami bahwa:
-
Allah tidak membatasi Injil pada satu bangsa atau bahasa.
-
Roh Kudus bekerja dengan cara yang membangun komunikasi lintas budaya.
-
Pekerjaan Roh selalu memunculkan dua reaksi: penerimaan dan penolakan.
-
Gereja hari ini dipanggil untuk menjadi perpanjangan dari peristiwa Pentakosta — membawa Injil kepada segala bangsa, dalam bahasa yang mereka pahami.