Salib Yesus: Rencana Allah atau Kejahatan Manusia?

Salib Yesus: Rencana Allah atau Kejahatan Manusia?

Pendahuluan:

Topik penyaliban Yesus Kristus telah menjadi pusat pembahasan teologi Kristen selama ribuan tahun. Salah satu pertanyaan besar yang muncul adalah: Apakah penyaliban Yesus merupakan bagian dari rencana Allah yang kekal, atau hanya hasil kejahatan manusia?

Bagi teologi Reformed, yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti John Calvin, R.C. Sproul, J.I. Packer, dan Tim Keller, pertanyaan ini tidak hanya penting secara historis, tetapi juga teologis karena menyentuh sifat Allah, kebebasan manusia, serta makna penebusan. Artikel ini akan membahas pandangan beberapa pakar teologi Reformed mengenai hal ini, lengkap dengan dasar Alkitabiah, penafsiran historis, dan implikasi praktisnya.

1. Rencana Allah yang Kekal

Salah satu prinsip utama dalam teologi Reformed adalah kemahakuasaan Allah. Allah bukan hanya Mahakuasa dalam kekuatan, tetapi juga Mahakuasa dalam pengaturan sejarah. Menurut John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion, Allah tidak hanya mengetahui segala sesuatu sebelumnya, tetapi juga menetapkan segala sesuatu yang terjadi (Providensi Allah).

Ayat-ayat seperti:

  • Yesaya 53:10“Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan.”

  • Kisah Para Rasul 2:23“Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya...”

menunjukkan bahwa kematian Kristus bukan kebetulan, tetapi telah ditetapkan Allah sejak semula.

R.C. Sproul mengatakan dalam bukunya Chosen by God:

“Salib bukanlah rencana cadangan Allah. Salib adalah rencana Allah bahkan sebelum dunia diciptakan.”

Dengan kata lain, sejak kekekalan, Allah telah merencanakan keselamatan melalui penderitaan Anak-Nya. Tidak ada satu momen pun dalam perjalanan Yesus yang di luar kendali atau pengawasan Allah.

2. Kejahatan Manusia dalam Rencana Allah

Namun, bagaimana dengan pihak manusia? Apakah manusia hanya “robot” yang dikendalikan Allah untuk menyalibkan Yesus?

Teologi Reformed menegaskan dua hal sekaligus:

  1. Allah berdaulat penuh.

  2. Manusia bertanggung jawab penuh atas dosa-dosanya.

J.I. Packer dalam Evangelism and the Sovereignty of God menjelaskan bahwa kebebasan manusia bukanlah kebebasan absolut yang berdiri di luar Allah, tetapi kebebasan yang beroperasi dalam batas rencana Allah. Saat imam-imam Yahudi memutuskan untuk membunuh Yesus, mereka sepenuhnya bertanggung jawab atas kejahatan mereka. Mereka bukan dipaksa Allah untuk berdosa, tetapi dalam kebebasan mereka, mereka memilih untuk melawan Allah.

Ayat pendukung:

  • Lukas 22:22“Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang telah ditentukan, tetapi celakalah orang yang menyerahkan Dia!”

  • Kisah Para Rasul 4:27-28“Sungguh, Herodes dan Pontius Pilatus bersama bangsa-bangsa dan suku-suku Israel berkumpul di kota ini melawan Yesus... untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan sebelumnya dengan kuasa dan kehendak-Mu.”

Artinya, kejahatan manusia itu nyata, tetapi Allah tidak berdosa karena Ia tidak memaksakan dosa itu. Ia mengizinkan, bahkan menggunakan, dosa manusia untuk mencapai tujuan penebusan-Nya.

3. Misteri Ketegangan antara Kedaulatan Allah dan Tanggung Jawab Manusia

Banyak teolog mengakui bahwa di sinilah terletak misteri besar iman Kristen. Tim Keller dalam salah satu khotbahnya berkata:

“Salib adalah tempat di mana kejahatan terbesar yang pernah dilakukan manusia justru menjadi momen anugerah terbesar dari Allah.”

Dalam teologi Reformed, misteri ini disebut compatibilism:
Allah berdaulat, manusia tetap bertanggung jawab. Keduanya tidak saling meniadakan. Ketika Yudas mengkhianati Yesus, ia mengikuti kehendaknya sendiri, tetapi tetap dalam batas rencana Allah.

Kita tidak bisa berkata, “Karena Allah sudah menetapkan, maka manusia tidak salah.” Sebaliknya, kita harus berkata, “Karena Allah sudah menetapkan, bahkan dosa manusia pun akan dipakai untuk mendatangkan kebaikan, tetapi manusia tetap berdosa.”

4. Penyaliban Yesus Sebagai Pemenuhan Nubuat

Para teolog Reformed juga menunjuk kepada nubuatan-nubuatan Perjanjian Lama yang digenapi dalam salib Kristus:

  • Mazmur 22 → gambaran penderitaan Mesias.

  • Yesaya 53 → Hamba TUHAN yang menderita.

  • Zakaria 12:10 → Mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam.

Semua nubuatan ini memperlihatkan bahwa sejak awal, rencana Allah adalah menyelamatkan umat-Nya melalui penderitaan Anak-Nya.

John Piper dalam bukunya The Passion of Jesus Christ menulis:

“Salib bukan hanya akibat kebencian manusia, tetapi terutama adalah rancangan kasih Allah.”

Tanpa rencana Allah, salib hanya akan menjadi eksekusi brutal. Dengan rencana Allah, salib menjadi altar penebusan.

5. Mengapa Allah Merencanakan Penyaliban?

Pertanyaan selanjutnya adalah: Mengapa Allah menetapkan penyaliban sebagai jalan keselamatan?

Teologi Reformed menekankan tiga jawaban utama:

  1. Untuk memuliakan Allah.
    Keselamatan manusia bukan terutama demi manusia, tetapi untuk menyatakan kemuliaan kasih, keadilan, dan kekudusan Allah.

  2. Untuk memenuhi keadilan.
    Dosa tidak bisa dihapuskan begitu saja tanpa pembayaran. Yesus menjadi korban penebusan, menggantikan kita di bawah murka Allah.

  3. Untuk menunjukkan kasih.
    Roma 5:8 → “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa.”

Salib adalah tempat di mana kasih dan keadilan Allah bertemu.

6. Penyaliban dalam Perspektif Reformasi

Pada masa Reformasi, teolog seperti Martin Luther dan John Calvin menekankan bahwa salib adalah inti Injil. Luther bahkan menyebutkan teologi salib sebagai pusat pemahaman iman Kristen.

Calvin berkata:

“Kristus bukan hanya mati karena kebetulan atau nasib buruk, tetapi sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan Allah sejak kekekalan.”

Teologi Reformed menolak pandangan yang melihat salib hanya sebagai contoh moral (seperti pandangan Abelard) atau hanya sebagai kemenangan atas Iblis (seperti teori kemenangan kosmik). Salib adalah penebusan, penggantian, dan pemenuhan rencana Allah.

7. Implikasi Praktis bagi Kita

Jika penyaliban Yesus adalah rencana Allah, apa artinya bagi kita?

Kita memiliki kepastian keselamatan.
Karena Allah yang merencanakan, bukan usaha manusia.

Kita bisa memercayai Allah dalam penderitaan.
Jika Allah sanggup memakai kejahatan terbesar (salib) untuk mendatangkan kebaikan terbesar (keselamatan), Ia juga bisa memakai penderitaan kita untuk mendatangkan maksud yang baik.

Kita dipanggil untuk bertobat.
Mengetahui bahwa dosa-dosa kita lah yang membawa Yesus ke salib, kita seharusnya hidup dalam pertobatan dan kesalehan.

Kita dipanggil untuk bersyukur.
Salib bukan sekadar sejarah, tetapi anugerah yang hidup untuk kita hari ini.

8. Pandangan Akhir: Bukan Salah Satu, tetapi Keduanya

Kesimpulan dari para pakar teologi Reformed adalah: penyaliban Yesus adalah rencana Allah sekaligus kejahatan manusia. Tidak bisa dipisahkan. Tidak bisa dikurangi salah satunya.

Kita tidak boleh menyalahkan Allah atas dosa manusia, tetapi kita juga tidak boleh membayangkan bahwa Allah hanya “bereaksi” terhadap dosa manusia. Ia adalah Allah yang berdaulat, penuh kasih, penuh keadilan.

Seperti dikatakan dalam Pengakuan Iman Westminster:

“Allah dari kekekalan telah menetapkan, sesuai dengan kehendak-Nya yang bijaksana dan kudus, segala sesuatu yang terjadi.”

Kesimpulan

Pertanyaan “Apakah penyaliban Yesus itu rencana Allah atau kejahatan manusia?” tidak memiliki jawaban sederhana. Dalam terang teologi Reformed, jawabannya adalah keduanya secara bersamaan. Allah berdaulat penuh, tetapi manusia tetap bertanggung jawab.

Salib Kristus adalah puncak dari rencana keselamatan Allah, yang telah dirancang sejak kekekalan, digenapi di tengah sejarah, dan berdampak hingga kekekalan. Setiap orang yang percaya kepada Kristus mendapat bagian dalam karya penebusan yang agung ini.

Next Post Previous Post