Ibrani 13:4 Kemuliaan Perkawinan dan Kecaman atas Kenajisan
I. Pendahuluan: Perkawinan di Tengah Dunia yang Rusak
Di zaman modern ini, nilai-nilai perkawinan sedang digerogoti oleh relativisme moral, pornografi, hubungan di luar nikah, dan redefinisi makna pernikahan itu sendiri. Dalam konteks seperti inilah Ibrani 13:4 berbicara dengan kekuatan profetis dan relevansi abadi.
Ibrani 13:4 menyatakan:
“Hendaklah kamu semua menghormati perkawinan dan menjaga kesucian hubungan suami isteri, sebab orang-orang cabul dan pezinah akan dihakimi Allah.”
Ayat ini menjadi fondasi bagi pemahaman Reformed tentang kehormatan pernikahan dan kecaman terhadap penyalahgunaan anugerah seksual.
II. Latar Belakang Kitab Ibrani dan Pasal 13
Kitab Ibrani ditulis kepada jemaat Kristen Yahudi yang sedang mengalami tekanan dan penganiayaan. Pasal 13 berisi nasihat praktis tentang bagaimana kehidupan Kristen harus dijalani dalam terang Injil. Ayat 4 muncul dalam konteks seruan untuk hidup kudus, menunjukkan bahwa doktrin tidak dapat dipisahkan dari etika Kristen.
John Owen, seorang teolog Reformed terkenal, menekankan bahwa penulis Ibrani dengan sengaja menyisipkan ayat ini untuk menunjukkan pentingnya etika seksual sebagai bagian dari kekudusan orang percaya.
III. Eksposisi Ibrani 13:4
A. "Hendaklah kamu semua menghormati perkawinan"
1. Kata “menghormati” (Yunani: τίμιος / timios)
Kata ini memiliki arti “berharga,” “bernilai,” atau “mulia.” Dalam konteks ini, pernikahan harus dipandang sebagai sesuatu yang sangat bernilai dan layak dihormati oleh semua orang — bukan hanya oleh pasangan suami-istri, tetapi juga oleh orang lajang, pemimpin rohani, dan seluruh jemaat.
John Calvin menulis:
“God instituted marriage not only for procreation but for the mutual support and sanctification of man and woman. Therefore, it is to be held in high honor, not despised.”
Dalam teologi Reformed, pernikahan adalah institusi ilahi yang ditetapkan sebelum kejatuhan manusia (Kejadian 2:24). Maka, penghormatan terhadap pernikahan adalah bagian dari ketaatan terhadap tatanan penciptaan Allah.
2. Melawan Pandangan Askese
Pada zaman penulisan Ibrani, ada kelompok-kelompok (seperti kaum Gnostik dan Essene) yang menganggap pernikahan sebagai hal duniawi dan tidak rohani. Ayat ini menolak pandangan itu secara eksplisit.
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menegaskan bahwa pernikahan, jauh dari dosa, justru adalah sarana anugerah Allah dalam pengudusan umat-Nya.
B. "Menjaga kesucian hubungan suami isteri"
1. Kesucian Seksual
Frasa ini dalam bahasa Yunani menunjuk pada kehidupan pernikahan yang murni secara seksual. Dalam pernikahan Kristen, hubungan suami-istri adalah sah dan suci, tetapi segala hubungan seksual di luar ikatan pernikahan adalah dosa.
Matthew Henry menjelaskan:
“The bed is undefiled when confined to the married state, but otherwise it is polluted.”
Kesucian ini bukan hanya soal tindakan, tetapi juga mencakup pikiran dan motivasi hati (Matius 5:28). Maka, perintah ini juga menentang pornografi, fantasi seksual berdosa, dan hubungan seksual pra-nikah.
2. Makna "tempat tidur tidak dicemarkan"
Frasa ini adalah eufemisme untuk hubungan seksual dalam pernikahan. Pernyataan ini menegaskan bahwa seks bukanlah hal kotor bila dilakukan dalam kerangka pernikahan yang kudus.
R.C. Sproul mengatakan:
“The Reformed tradition upholds the sanctity of sex within marriage and rejects both asceticism and licentiousness.”
C. "Sebab orang-orang cabul dan pezinah akan dihakimi Allah"
1. Dua Jenis Dosa Seksual
-
Orang cabul (pornos): menunjuk pada mereka yang terlibat dalam hubungan seksual di luar nikah, termasuk perzinahan, zina, dan bentuk imoralitas lainnya.
-
Pezinah (moichos): lebih spesifik, menunjuk pada mereka yang tidak setia dalam ikatan pernikahan.
Thomas Watson, seorang Puritan, menyebut dosa seksual sebagai: “poisoned sweet” — manis sesaat, tapi meracuni jiwa selamanya.
2. Hukuman Allah yang Kekal
Pernyataan bahwa Allah akan menghakimi menegaskan bahwa dosa seksual bukan sekadar pelanggaran sosial, tetapi pelanggaran terhadap hukum Allah. Dan Allah yang kudus akan membawa penghakiman atas mereka yang tidak bertobat.
Jonathan Edwards, dalam khotbah terkenalnya “Sinners in the Hands of an Angry God,” memperingatkan bahwa dosa seksual mendatangkan murka Allah yang adil, kecuali seseorang berlindung dalam anugerah Kristus.
IV. Pandangan Teologi Reformed tentang Pernikahan
A. Institusi Ilahi dan Sakral
Pernikahan bukan sekadar kontrak sosial, melainkan perjanjian kudus (holy covenant) antara pria dan wanita di hadapan Allah. Reformed menekankan bahwa:
-
Allah adalah saksi atas janji nikah (Maleakhi 2:14)
-
Tujuan pernikahan: kesatuan, kenikmatan sah, keturunan ilahi, dan penggambaran kasih Kristus terhadap jemaat (Efesus 5:22-33)
B. Pernikahan sebagai Sarana Anugerah
Westminster Confession of Faith (24.1):
“Marriage is to be between one man and one woman, and is designed for the mutual help of husband and wife, the increase of mankind with legitimate offspring, and the prevention of immorality.”
Pernikahan mencegah dosa seksual, menyediakan dukungan emosional dan rohani, serta memperluas umat Allah secara generasi.
V. Tantangan Kontekstual Masa Kini
A. Relativisme Seksual
Budaya modern menolak standar absolut dan mengangkat kebebasan seksual tanpa batas. Namun Ibrani 13:4 berdiri sebagai pernyataan ilahi yang menolak semua bentuk kenajisan.
Carl Trueman, dalam buku The Rise and Triumph of the Modern Self, menunjukkan bahwa pergeseran budaya seksual berasal dari kejatuhan teologis — menolak Allah sebagai otoritas moral.
B. Perzinahan Emosional dan Digital
Dalam era digital, dosa seksual tidak hanya terjadi secara fisik, tapi juga melalui pornografi, sexting, dan hubungan virtual. Teologi Reformed mengajarkan bahwa dosa berasal dari hati, sehingga bentuk-bentuk modern ini tetap merupakan pelanggaran serius.
VI. Aplikasi Praktis untuk Orang Percaya
A. Bagi yang Belum Menikah
-
Hormatilah pernikahan, meski Anda belum menikah.
-
Jagalah kekudusan pribadi dalam pikiran, tubuh, dan hati.
-
Pandang pernikahan sebagai anugerah, bukan beban.
B. Bagi Pasangan Menikah
-
Rawatlah hubungan dengan kasih, komunikasi, dan kesetiaan.
-
Hormatilah pasangan Anda sebagai ciptaan Allah.
-
Jangan biarkan hubungan seksual terabaikan atau digunakan sebagai alat manipulasi.
C. Bagi Pemimpin Gereja
1 Timotius 3 menetapkan standar tinggi bagi pemimpin rohani, termasuk dalam kesucian perkawinan. Pemimpin harus menjadi teladan dalam menghormati pernikahan dan hidup kudus.
VII. Kasih Karunia bagi yang Bertobat
Berita penghakiman dalam Ibrani 13:4 bukan berarti tidak ada harapan. Dalam Kristus, bahkan dosa seksual yang paling gelap sekalipun dapat diampuni.
1 Korintus 6:11:
“Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu; tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita.”
Martyn Lloyd-Jones berkata:
“There is no sin too great for the blood of Christ. But do not deceive yourself: you must repent and flee to Christ for mercy.”
VIII. Kesimpulan: Menjunjung Tinggi Kehormatan Pernikahan
Ibrani 13:4 adalah seruan ilahi kepada semua umat Allah, di segala zaman dan konteks, untuk:
-
Menghormati pernikahan sebagai ciptaan Allah
-
Menjaga kekudusan seksual sebagai bentuk ibadah
-
Menolak semua bentuk kenajisan
-
Menyadari realitas penghakiman ilahi
-
Menemukan pengampunan sejati di dalam Yesus Kristus
Sebagai orang percaya yang memegang teologi Reformed, kita dipanggil untuk tidak kompromi dalam hal kebenaran dan kekudusan. Dalam dunia yang semakin kabur batas moralnya, biarlah gereja berdiri teguh di atas firman, hidup dalam kekudusan, dan menampilkan kemuliaan Kristus lewat kesetiaan dalam pernikahan.