Kisah Para Rasul 4:4 Kuasa Injil dalam Penganiayaan
Pendahuluan
Kisah Para Rasul 4:4 mencatat perkembangan yang luar biasa dalam sejarah gereja mula-mula:
“Tetapi banyak di antara orang yang mendengar pemberitaan itu menjadi percaya, jumlah mereka menjadi kira-kira lima ribu orang laki-laki.” (Kis. 4:4, TB)
Ayat ini muncul dalam konteks konflik yang tajam antara para rasul dan otoritas keagamaan Yahudi. Meski mengalami intimidasi, Petrus dan Yohanes memberitakan kebangkitan Kristus dengan kuasa. Lalu muncul respon yang tidak terduga—bukan penurunan, tetapi pertumbuhan gereja yang drastis.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi Kisah Para Rasul 4:4 secara mendalam dari perspektif teologi Reformed. Kita akan menelusuri konteks historis dan teologis, makna kata per kata, serta bagaimana para teolog Reformed seperti John Calvin, Matthew Henry, Herman Ridderbos, dan Martyn Lloyd-Jones memahaminya. Fokus kita adalah melihat bagaimana anugerah Allah bekerja melalui pemberitaan Injil, bahkan di tengah ancaman dan penganiayaan.
1. Konteks Historis Kisah Para Rasul 4:4
Untuk memahami Kisah 4:4 dengan tepat, kita harus memperhatikan konteks pasalnya. Peristiwa ini terjadi setelah Petrus dan Yohanes menyembuhkan orang lumpuh di pintu gerbang Bait Allah (Kisah 3). Mereka memanfaatkan kesempatan itu untuk memberitakan Injil secara terbuka kepada orang banyak.
Namun, tindakan ini memicu kemarahan para imam, kepala Bait Allah, dan orang Saduki. Mereka menahan Petrus dan Yohanes karena memberitakan kebangkitan Yesus (Kis. 4:1–3). Lalu, dalam ayat 4, Lukas menyisipkan catatan bahwa meskipun para rasul dipenjarakan, banyak orang justru menjadi percaya—dan jumlah orang percaya bertambah drastis.
Teolog Reformed John Stott menyatakan bahwa catatan ini menunjukkan "kemustahilan menghalangi kemajuan Injil oleh kuasa manusia." Dalam terang kedaulatan Allah, penganiayaan justru menjadi sarana pertumbuhan gereja.
2. Eksposisi Kata per Kata: Kisah Para Rasul 4:4
Mari kita bedah ayat ini secara rinci:
“Tetapi banyak di antara orang yang mendengar pemberitaan itu menjadi percaya…”
-
“Tetapi” (Yunani: δέ): Menandai kontras antara pemenjaraan rasul dan hasilnya. Lukas ingin menunjukkan bahwa usaha manusia untuk membungkam Injil justru gagal.
-
“banyak di antara orang yang mendengar”: Ini menyiratkan bahwa iman timbul dari pendengaran (bdk. Roma 10:17). Reaksi iman datang bukan karena mukjizat fisik, tetapi dari pemberitaan Injil yang berpusat pada Yesus.
-
“menjadi percaya” (Yunani: ἐπίστευσαν): Kata kerja bentuk aorist, menunjukkan tindakan yang terjadi secara tegas. Ini menunjuk pada pertobatan sejati.
“…jumlah mereka menjadi kira-kira lima ribu orang laki-laki.”
-
“jumlah mereka menjadi…”: Ini mengacu pada perkembangan pesat gereja. Dari 3.000 jiwa di Kisah 2, kini bertambah sekitar 2.000 lagi.
-
“kira-kira lima ribu orang laki-laki”: Istilah “laki-laki” (Yunani: ἀνδρῶν) mengindikasikan pria dewasa. Ini berarti, jika termasuk wanita dan anak-anak, jumlah total jemaat jauh lebih besar.
Matthew Henry menekankan bahwa mukjizat yang terjadi bukan hanya penyembuhan orang lumpuh, tetapi lahirnya jiwa-jiwa baru yang percaya kepada Kristus. Ini adalah mukjizat regenerasi.
3. Teologi Reformed tentang Pertobatan dan Pertumbuhan Gereja
a. Pertobatan sebagai Pekerjaan Allah
Dalam teologi Reformed, pertobatan bukanlah hasil keputusan manusia belaka, tetapi karya Roh Kudus yang memperbarui hati. Kisah 4:4 menekankan bahwa banyak orang menjadi percaya karena mereka mendengar Injil, dan Allah mengaruniakan iman kepada mereka.
John Calvin dalam Commentary on Acts menulis:
“Iman tidak berasal dari manusia itu sendiri, tetapi merupakan pemberian dari surga. Injil diberitakan kepada banyak orang, namun hanya mereka yang Allah panggil secara efektif yang percaya.”
Dengan kata lain, walau banyak orang mendengar, hanya mereka yang dipilih oleh Allah (Ef. 1:4–5) yang benar-benar percaya. Ini mencerminkan doktrin panggilan efektif dan regenerasi.
b. Penganiayaan Tidak Menghambat Injil
Kisah ini juga menunjukkan prinsip penting dalam teologi Reformed: kedaulatan Allah dalam kemajuan Injil. Ketika otoritas agama mencoba membungkam kebenaran, Allah justru memakai keadaan itu untuk mendemonstrasikan kuasa-Nya.
Herman Ridderbos menyatakan bahwa tindakan Allah tidak terikat pada kondisi politik atau sosial. Ia menulis:
“Gereja bertumbuh bukan karena kondisi yang mendukung, tetapi karena Allah menyertai Firman-Nya dan menjadikannya efektif.”
4. Kesaksian Gereja Mula-Mula di Tengah Dunia yang Bermusuhan
Pengalaman gereja mula-mula adalah pengalaman penganiayaan sejak awal. Namun, Kisah Para Rasul 4:4 menampilkan pola yang akan terus muncul sepanjang sejarah gereja:
Penderitaan + Pemberitaan = Pertumbuhan.
Gereja tidak tumbuh melalui kompromi, tetapi melalui kesetiaan pada Injil. Di sinilah prinsip Reformed tentang Sola Scriptura dan Soli Deo Gloria tampak nyata—penginjilan bukan untuk kemuliaan manusia, tetapi untuk kemuliaan Allah.
Martyn Lloyd-Jones, dalam khotbahnya tentang Kisah Para Rasul, mengungkapkan bahwa:
“Setiap kali gereja memegang teguh Injil di bawah tekanan, itulah saat Roh Kudus bekerja paling kuat.”
5. Aplikasi Reformed bagi Gereja Masa Kini
a. Teguh Memberitakan Injil dalam Tekanan
Gereja tidak boleh takut kepada dunia. Kisah 4:4 adalah bukti bahwa sekalipun rasul-rasul menghadapi bahaya, kuasa Injil tetap bekerja.
William Gurnall, seorang Puritan Reformed, mengatakan:
“Kegelapan tidak memadamkan terang Injil, tetapi malah membuatnya lebih terang.”
Maka, kita dipanggil untuk terus bersaksi, baik dalam kebebasan maupun dalam tekanan.
b. Mengandalkan Kuasa Roh Kudus, Bukan Strategi Manusia
Kisah ini tidak menunjukkan penggunaan metode pemasaran modern atau daya tarik duniawi. Sebaliknya, yang ditampilkan adalah pemberitaan Yesus yang disalibkan dan dibangkitkan. Pertumbuhan datang karena Roh Kudus menggerakkan hati orang.
Charles Hodge, teolog Princeton, menegaskan bahwa:
“Tidak ada kekuatan dalam gereja yang dapat menggantikan pekerjaan Roh Kudus. Gereja yang bergantung pada metode, bukan pada doa dan Firman, sedang menuju kekosongan rohani.”
6. Kesaksian Sejarah Reformed: Penganiayaan dan Pertumbuhan
Garis besar Kisah 4:4 terbukti sepanjang sejarah gereja. Dalam konteks Reformasi, misalnya, pemberitaan Injil murni seringkali mendatangkan perlawanan. Namun, sebagaimana di abad pertama, Injil tetap menghasilkan buah.
-
John Knox di Skotlandia menghadapi perlawanan tajam, namun Injil merubah bangsa.
-
Reformasi di Prancis melahirkan ribuan Huguenot yang berani, meski dibantai.
-
Gereja Reformed bawah tanah di Belanda bertahan di tengah kekejaman Spanyol dan akhirnya menghasilkan kebangkitan iman.
Semua ini menunjukkan bahwa Kisah Para Rasul 4:4 bukan hanya sejarah, tetapi pola yang terus berulang.
7. Kesimpulan: Allah yang Menumbuhkan Gereja-Nya
Kisah Para Rasul 4:4 adalah bukti bahwa tidak ada kuasa yang dapat menghalangi pekerjaan Allah. Meskipun para rasul dipenjarakan, Injil tidak bisa dipenjarakan (bdk. 2 Timotius 2:9). Allah menggunakan pemberitaan Injil sebagai sarana untuk membawa orang kepada iman.
Menurut para teolog Reformed, ayat ini memperlihatkan:
-
Kedaulatan Allah dalam pertobatan,
-
Kuasa pemberitaan Injil,
-
Ketidakberdayaan musuh Injil,
-
Kekuatan Roh Kudus di tengah penganiayaan,
-
Dan keharusan gereja untuk tetap setia dalam pemberitaan.
Sebagaimana Rasul Paulus berkata dalam 1 Korintus 3:6:
“Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan.”
Maka, tugas gereja hari ini bukanlah mencari hasil, tetapi setia menabur Firman. Karena pertumbuhan sejati adalah milik Allah, dan Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan (Roma 1:16).