Kejadian 4:9-10: Suara Darah Habel dan Kepekaan Tuhan Akan Keadilan
Pendahuluan
Kejadian 4:9-10 adalah bagian yang menggambarkan momen mengerikan dalam sejarah umat manusia—pembunuhan pertama yang tercatat dalam Alkitab. Dalam dua ayat ini, kita menemukan Allah sebagai Hakim yang adil dan mahatahu, yang tidak membiarkan kejahatan tersembunyi. Eksposisi ini akan membahas isi teologis Kejadian 4:9-10, dengan pendekatan Reformed berdasarkan penafsiran para teolog seperti John Calvin, Herman Bavinck, dan beberapa ahli tafsir kontemporer.
“Firman TUHAN kepada Kain: ‘Di manakah Habel, adikmu itu?’ Jawabnya: ‘Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?’ Firman-Nya: ‘Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah.’”(Kejadian 4:9-10, LAI TB)
I. Latar Belakang Naratif: Dosa yang Meningkat
Setelah kejatuhan manusia dalam Kejadian 3, narasi Kejadian 4 menunjukkan progresi dari dosa pribadi (pelanggaran terhadap perintah Tuhan) menjadi dosa sosial (pembunuhan sesama manusia). Pembunuhan Habel oleh Kain bukan hanya tragedi moral, melainkan perwujudan nyata dari kebobrokan hati manusia pasca-kejatuhan. Dalam teologi Reformed, ini disebut sebagai total depravity—kerusakan menyeluruh dalam natur manusia yang berdosa.
John Calvin menulis dalam Commentaries on the First Book of Moses bahwa dosa Kain mencerminkan sikap penolakan terhadap Tuhan dan otoritas-Nya. Ketika persembahannya tidak diterima (Kejadian 4:4-5), Kain menunjukkan kemarahan, bukan pertobatan. Ini merupakan tanda bahwa dosa bukan hanya tindakan, tapi kondisi hati.
II. Pertanyaan Allah: Panggilan Ilahi yang Mengungkap Hati
"Di manakah Habel, adikmu itu?"
Allah bertanya, bukan karena Dia tidak tahu, melainkan karena Dia mengundang Kain untuk mengakui dosanya. Ini adalah pola yang sama ketika Allah bertanya kepada Adam, “Di manakah engkau?” (Kejadian 3:9). Dalam pendekatan Reformed, ini disebut interogatif ilahi—pertanyaan yang menyatakan relasi Allah yang penuh anugerah namun juga adil.
Teolog Reformed seperti R.C. Sproul melihat ini sebagai momen covenantal confrontation. Allah sebagai Pribadi perjanjian, sedang memanggil Kain untuk masuk dalam kesadaran akan pelanggarannya dan bertobat. Namun, respons Kain justru menunjukkan pembangkangan dan sinisme:
“Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?”
Respons ini adalah bentuk pengingkaran tanggung jawab moral. Dalam teologi Reformed, hal ini memperlihatkan akibat dosa yang merusak relasi vertikal (dengan Allah) dan horizontal (dengan sesama). Herman Bavinck menyebutnya sebagai hilangnya kepekaan moral yang merupakan akibat dari hati yang telah dikacaukan oleh dosa.
III. Suara Darah Habel: Simbol Keadilan Ilahi
“Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah.”
Ungkapan ini sangat kuat dan menggambarkan bahwa tidak ada kejahatan yang tersembunyi dari hadapan Allah. Darah Habel “berteriak”—sebuah metafora bahwa ketidakadilan berseru minta keadilan. Dalam bahasa Ibrani, kata kerja ṣāʿaq (צָעַק) digunakan untuk menggambarkan seruan yang menyayat, sering kali dalam konteks penindasan atau penderitaan (lihat Keluaran 3:7 tentang seruan orang Israel di Mesir).
Menurut teolog Reformed seperti John Owen, darah Habel bukan hanya menunjuk pada kematian jasmani, tetapi menjadi lambang ketidakadilan yang menuntut tindakan dari Allah yang kudus dan adil. Allah tidak akan membiarkan darah yang tertumpah itu tidak diresponi.
IV. Tanah Sebagai Saksi: Teologi Lingkungan dan Relasi Alam
Menarik bahwa Allah menyebut tanah sebagai tempat dari mana suara darah Habel berasal. Dalam teologi Reformed, ciptaan memiliki fungsi sakramental: menjadi saksi atas tindakan manusia. Abraham Kuyper menekankan pentingnya ciptaan sebagai bagian dari penebusan kosmik yang akan digenapi dalam Kristus.
Dengan kata lain, bukan hanya relasi manusia yang rusak karena dosa, tapi seluruh ciptaan ikut menderita. Ini paralel dengan Roma 8:22, bahwa ciptaan "mengeluh bersama-sama."
V. Aplikasi Teologis: Kepekaan Allah dan Tanggung Jawab Moral
1. Allah Peduli dan Menegakkan Keadilan
Allah tidak tinggal diam terhadap ketidakadilan. Dia adalah Allah yang memperhatikan korban dan menuntut pertanggungjawaban. Dalam era kita yang penuh ketidakadilan dan kekerasan, Kejadian 4:9-10 meneguhkan bahwa Allah tetap Hakim yang adil dan benar.
2. Dosa Bersifat Sosial dan Komunal
Respons Kain yang berkata “Apakah aku penjaga adikku?” bertentangan dengan prinsip komunitas yang Tuhan kehendaki. Dalam tubuh Kristus, setiap orang percaya adalah penjaga bagi sesama. Ini menjadi dasar penting dalam teologi Reformed tentang gereja sebagai komunitas perjanjian—covenantal community.
3. Seruan Darah dan Kristus Sebagai Pendamaian
Penulis surat Ibrani menyatakan:
“Tetapi kamu sudah datang... kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel.”
(Ibrani 12:24)
Darah Kristus "berbicara lebih kuat" karena bukan menyerukan penghukuman, tetapi pengampunan. Ini inti dari Injil: bahwa di dalam Kristus, keadilan dan kasih Allah bertemu. Dalam pandangan Reformed, pengorbanan Kristus adalah puncak penyataan keadilan dan belas kasih Allah.
VI. Eksposisi Reformed dari Para Teolog
A. John Calvin
Calvin menekankan bahwa darah Habel adalah peringatan bagi setiap orang yang berlaku tidak adil. Ia menulis bahwa “jika darah seorang benar berseru dari tanah, maka Allah tidak akan membiarkannya tidak dijawab.” Calvin menyoroti aspek keadilan ilahi dan juga tanggung jawab moral manusia di hadapan Allah.
B. Matthew Henry
Walaupun bukan eksklusif Reformed, tafsiran Henry dipakai luas di kalangan Reformed. Ia menyatakan bahwa Allah mengajukan pertanyaan bukan untuk mencari tahu, tapi untuk membangkitkan hati nurani Kain yang bebal.
C. Herman Bavinck
Dalam Reformed Dogmatics, Bavinck menjelaskan bahwa narasi ini membuktikan bahwa Allah terlibat secara aktif dalam sejarah manusia. Tidak ada peristiwa yang luput dari perhatian Allah, dan setiap tindakan manusia akan diadili secara adil dan kudus.
D. Ligon Duncan
Dalam kotbah ekspositorisnya, Duncan menekankan bahwa Kejadian 4 adalah peringatan dan janji. Peringatan bahwa dosa selalu membawa konsekuensi, namun janji bahwa Allah tetap memelihara umat-Nya dan bertindak demi kebenaran.
VII. Relevansi Kontekstual
Dalam dunia modern, suara "darah Habel" bisa dilihat sebagai simbol dari semua korban ketidakadilan, kekerasan, dan penindasan. Gereja dipanggil untuk menjadi suara bagi yang tidak bersuara, seperti Kristus yang datang untuk membela yang tertindas.
Sebagai orang percaya, kita juga dipanggil untuk menjaga sesama—menjadi "penjaga saudara kita." Tidak ada ruang untuk ketidakpedulian dalam komunitas orang percaya.
VIII. Kesimpulan
Kejadian 4:9-10 memberikan wawasan mendalam tentang karakter Allah sebagai Allah yang adil dan memperhatikan penderitaan. Darah Habel yang berseru dari tanah menjadi gambaran betapa seriusnya Allah memandang dosa dan ketidakadilan. Namun, di dalam Kristus, kita melihat suara darah yang lain—yang bukan menuntut hukuman, tetapi memberi pengampunan.
Eksposisi Reformed terhadap ayat ini menuntun kita untuk melihat bahwa dosa tidak pernah tersembunyi, bahwa Allah adalah Hakim yang adil, dan bahwa hanya di dalam darah Kristus kita menemukan damai dan pengharapan. Oleh karena itu, marilah kita hidup dengan takut akan Tuhan, menjaga sesama kita, dan menantikan kedatangan Kristus, Hakim yang adil, yang akan memulihkan segala sesuatu.