Penjelasan Katekismus Singkat dari Kitab Suci
.jpg)
Pendahuluan: Pentingnya Katekismus bagi Iman Kristen
Di zaman ini banyak orang Kristen mengetahui sedikit tentang apa yang mereka percayai dan mengapa mereka mempercayainya. Pengetahuan iman sering kali dangkal, tidak berakar kuat dalam firman Tuhan. Namun, di tengah situasi seperti itu, Gereja Reformed sejak masa Reformasi telah menekankan pentingnya pengajaran iman yang mendalam melalui Katekismus — yaitu pengajaran sistematis tentang dasar iman Kristen yang bersumber dari Kitab Suci.
Salah satu warisan terbesar dari tradisi Reformed adalah Westminster Shorter Catechism (Katekismus Singkat Westminster). Dokumen ini disusun pada abad ke-17 oleh para teolog besar di Inggris dan Skotlandia, dengan tujuan menolong jemaat, khususnya anak-anak dan keluarga Kristen, memahami dengan jelas isi iman mereka berdasarkan Alkitab.
Katekismus ini dimulai dengan pertanyaan yang sangat terkenal dan penuh makna teologis:
“Apakah tujuan utama manusia?”
Jawaban: “Tujuan utama manusia adalah memuliakan Allah dan menikmati Dia selamanya.”
Pernyataan ini, singkat namun dalam, merupakan fondasi dari seluruh teologi Kristen. Sebab dari sinilah kita belajar bahwa seluruh hidup manusia diarahkan untuk satu tujuan: kemuliaan Allah.
I. Tujuan Hidup Manusia: Memuliakan Allah dan Menikmati Dia Selamanya
Reformed theolog Charles Hodge menjelaskan bahwa kalimat pertama Katekismus ini merangkum seluruh isi Alkitab. Dari Kejadian sampai Wahyu, Allah menyingkapkan diri-Nya sebagai Tuhan yang menciptakan segala sesuatu untuk kemuliaan-Nya sendiri (Yesaya 43:7). Hidup manusia bukan untuk diri sendiri, bukan untuk kesenangan dunia, tetapi untuk memuliakan Allah.
John Piper, dalam semangat Reformed kontemporer, menafsirkan kalimat ini dengan ungkapan terkenal:
“Allah dimuliakan ketika kita menikmati Dia sepenuhnya.”
Artinya, kemuliaan Allah dan sukacita sejati manusia tidak pernah bertentangan. Ketika kita sungguh-sungguh menikmati persekutuan dengan Allah, kita sedang memuliakan Dia. Dan ketika kita memuliakan Dia dengan hidup kita, kita menemukan sukacita yang paling dalam.
Thomas Watson, seorang Puritan Reformed, menulis dalam A Body of Divinity:
“Memuliakan Allah berarti mengakui keagungan-Nya, tunduk kepada kehendak-Nya, dan menjalani hidup yang mencerminkan kebaikan-Nya.”
Dengan kata lain, manusia yang hidup tanpa kesadaran untuk memuliakan Allah sesungguhnya hidup di luar tujuan ciptaannya. Seperti alat musik yang tak dimainkan dengan benar, hidupnya kehilangan makna sejati.
II. Allah yang Dikenal melalui Wahyu-Nya
Katekismus Singkat menegaskan bahwa segala pengetahuan tentang Allah hanya mungkin melalui wahyu-Nya, yakni Firman Tuhan. Pertanyaan kedua menyatakan:
“Apa yang Allah berikan sebagai pedoman untuk menunjukkan kepada kita bagaimana kita harus memuliakan dan menikmati Dia?”
Jawaban: “Firman Allah yang terdapat dalam Kitab Suci, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, adalah satu-satunya pedoman untuk menunjukkan kepada kita bagaimana kita harus memuliakan dan menikmati Dia.”
Dengan ini, prinsip Sola Scriptura ditegaskan dengan kuat: hanya Alkitab yang menjadi otoritas tertinggi dalam iman dan kehidupan Kristen.
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menulis:
“Tanpa wahyu Allah, manusia berjalan dalam kegelapan. Tetapi melalui Kitab Suci, Allah menyingkapkan diri-Nya dengan cara yang cukup bagi keselamatan.”
Bagi Calvin, Alkitab adalah “kacamata iman” yang menolong manusia melihat kebenaran Allah. Oleh sebab itu, setiap kebenaran teologis, setiap ajaran iman, dan setiap tindakan moral harus diuji oleh Firman Allah.
Dalam konteks pastoral, ini berarti setiap khotbah, pengajaran, dan bahkan ibadah harus berpusat pada Kitab Suci. Gereja tidak boleh berdiri di atas tradisi manusia, melainkan di atas kebenaran yang diwahyukan Allah.
III. Siapakah Allah yang Kita Sembah?
Katekismus menjelaskan bahwa Allah adalah Roh, tak terbatas, kekal, dan tidak berubah dalam keberadaan, hikmat, kuasa, kekudusan, keadilan, kebaikan, dan kebenaran-Nya.
A.A. Hodge, dalam penjelasan katekismusnya, berkata:
“Katekismus tidak mencoba menjelaskan Allah secara penuh, karena itu mustahil. Ia hanya menunjukkan kepada kita apa yang telah Allah nyatakan tentang diri-Nya — cukup untuk disembah, bukan untuk dipahami sepenuhnya.”
Allah bukan sekadar konsep teologis, tetapi Pribadi yang hidup, berdaulat, dan berelasi dengan umat-Nya. Dia bukan ciptaan imajinasi manusia, tetapi Allah yang menyatakan diri dalam sejarah penebusan melalui Yesus Kristus.
Ketika kita menyadari sifat-sifat Allah yang agung ini, hati kita terdorong untuk menyembah dan takut akan Dia. Sebab, sebagaimana dikatakan oleh Jonathan Edwards,
“Pengetahuan sejati tentang Allah selalu menghasilkan penyembahan yang benar.”
IV. Dosa dan Kejatuhan Manusia
Katekismus selanjutnya mengajarkan bahwa manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah, dalam kebenaran dan kekudusan. Namun manusia jatuh ke dalam dosa melalui ketidaktaatan Adam.
Pertanyaan 16:
“Apakah seluruh umat manusia jatuh dalam dosa pertama Adam?”
Jawaban: “Ya, seluruh umat manusia yang diturunkan dari Adam dengan kelahiran biasa telah berdosa di dalam dia dan jatuh bersamanya dalam dosa pertamanya.”
Ini menegaskan doktrin dosa asal (original sin), sebagaimana ditegaskan oleh Paulus dalam Roma 5:12. Doktrin ini menegaskan bahwa manusia tidak sekadar berdosa karena perbuatan, tetapi karena natur yang sudah rusak.
R.C. Sproul menjelaskan:
“Kita bukanlah orang berdosa karena berbuat dosa; kita berbuat dosa karena kita berdosa secara alami.”
Pandangan ini menegaskan totalitas kejatuhan manusia — total depravity — yang berarti tidak ada bagian dari manusia yang tidak terpengaruh oleh dosa. Pikiran, kehendak, dan perasaan semua telah rusak. Inilah sebabnya manusia membutuhkan penebusan ilahi.
V. Kristus: Pengantara dan Juruselamat
Di sinilah bagian tengah Katekismus menampilkan keindahan Injil.
Pertanyaan 21:
“Siapakah Penebus umat Allah yang terpilih?”
Jawaban: “Satu-satunya Penebus umat Allah yang terpilih adalah Tuhan Yesus Kristus, yang adalah Anak Allah kekal, yang menjadi manusia, dan dengan demikian memiliki dua natur yang berbeda, yaitu ilahi dan manusia, dalam satu pribadi selamanya.”
Di sini kita menemukan inti dari Of Christ the Mediator dalam teologi Reformed: Yesus adalah satu-satunya Pengantara antara Allah dan manusia (1 Timotius 2:5).
John Owen menegaskan bahwa Kristus adalah “tulang punggung seluruh teologi,” karena tanpa Kristus, tidak ada keselamatan, pengampunan, maupun pengharapan kekal.
Owen menulis:
“Semua berkat anugerah mengalir dari satu sumber yang sama — pribadi dan karya Kristus yang mulia.”
Katekismus mengajarkan bahwa Kristus menjalankan tiga jabatan utama: Nabi, Imam, dan Raja. Sebagai Nabi, Ia menyatakan kehendak Allah; sebagai Imam, Ia mempersembahkan diri-Nya sebagai korban bagi dosa; dan sebagai Raja, Ia memerintah umat-Nya dengan kasih dan kebenaran.
Ini adalah gambaran utuh dari pelayanan Kristus bagi Gereja-Nya — dan menjadi dasar bagi pengharapan orang percaya.
VI. Keselamatan oleh Anugerah, Melalui Iman
Sesuai dengan ajaran Sola Gratia dan Sola Fide, Katekismus mengajarkan bahwa keselamatan adalah anugerah murni dari Allah, diterima melalui iman kepada Kristus.
Pertanyaan 86:
“Apakah iman kepada Yesus Kristus?”
Jawaban: “Iman kepada Yesus Kristus adalah suatu anugerah penyelamatan, di mana kita menerima dan mengandalkan Kristus saja untuk keselamatan, sebagaimana yang ditawarkan dalam Injil.”
Menurut Louis Berkhof, iman bukanlah perbuatan manusia yang menghasilkan keselamatan, melainkan sarana yang dengannya kita menerima anugerah Allah. Dengan kata lain, iman adalah tangan kosong yang menerima karya Kristus.
R.C. Sproul menambahkan:
“Keselamatan oleh iman tidak berarti bahwa iman memiliki kekuatan menyelamatkan, tetapi karena iman menghubungkan kita kepada Kristus yang menyelamatkan.”
Inilah jantung Injil Reformed: kita diselamatkan bukan karena apa yang kita lakukan, melainkan karena apa yang Kristus telah lakukan bagi kita. Maka seluruh kemuliaan kembali kepada Allah.
VII. Hidup Kristen: Syukur dan Ketaatan
Katekismus tidak berhenti pada keselamatan; ia menuntun kita kepada hidup yang kudus sebagai respons terhadap anugerah Allah. Pertanyaan 39 menegaskan:
“Kewajiban utama manusia kepada Allah adalah menaati kehendak-Nya sebagaimana dinyatakan dalam Firman-Nya.”
Ketaatan bukanlah cara untuk diselamatkan, tetapi buah dari keselamatan. Seperti yang diajarkan oleh John Calvin,
“Keselamatan bukan oleh perbuatan, tetapi keselamatan sejati selalu menghasilkan perbuatan baik.”
Katekismus menuntun kita melalui Sepuluh Hukum Allah, Doa Bapa Kami, dan prinsip kehidupan kudus sebagai wujud kasih kepada Allah dan sesama. Di sini iman diterjemahkan ke dalam kehidupan praktis: ibadah, doa, pelayanan, dan pengudusan diri.
VIII. Kesimpulan: Hidup Berdasarkan Kebenaran yang Diajarkan
Saudara-saudari yang terkasih,
Katekismus Singkat bukan sekadar dokumen tua, melainkan peta rohani yang menuntun orang percaya untuk mengenal Allah dengan benar, memahami Injil dengan mendalam, dan hidup dalam ketaatan.
Para teolog Reformed seperti Hodge, Berkhof, Watson, dan Sproul sepakat bahwa doktrin yang sehat adalah bahan bakar bagi kehidupan Kristen yang sejati. Tanpa kebenaran, semangat rohani akan cepat padam; tanpa pengajaran yang benar, kasih kepada Allah mudah menyimpang.
Maka marilah kita, seperti jemaat mula-mula, bertekun dalam pengajaran Firman, menggali kebenaran dengan rendah hati, dan menerapkannya dalam hidup sehari-hari. Sebab pengajaran yang sejati bukan hanya untuk diketahui, tetapi untuk dihidupi.
Sebagaimana dikatakan oleh Thomas Watson:
“Katekismus adalah tangga menuju surga — tetapi kita harus menaikinya, langkah demi langkah, dengan iman dan ketaatan.”
Kiranya Tuhan menolong kita menjadi umat yang bukan hanya tahu tentang Allah, tetapi juga hidup bagi kemuliaan-Nya, menikmati Dia selamanya, sebagaimana tujuan utama hidup manusia.
.jpg)