Kejadian 9:13–17 - Busur di Awan

I. Pendahuluan: Tanda Anugerah Setelah Badai Penghakiman
Perikop Kejadian 9:13–17 menempati posisi yang sangat penting dalam kisah Alkitab. Ini adalah bagian dari perjanjian Allah dengan Nuh setelah air bah yang menghancurkan seluruh bumi. Dalam konteks ini, Allah menetapkan busur di awan (pelangi) sebagai tanda visual perjanjian kekal-Nya dengan seluruh ciptaan.
Mari kita baca teksnya terlebih dahulu menurut Alkitab Yang Terbuka (AYT):
Kejadian 9:13–17 (AYT)
13 Aku akan menaruh busur-Ku di awan dan itu akan menjadi bukti perjanjian antara Aku dan bumi.
14 Apabila Aku mendatangkan awan-awan ke atas bumi dan busur itu tampak di awan,
15 Aku akan mengingat perjanjian antara Aku dan kamu dan setiap makhluk hidup sehingga air tidak akan lagi menjadi air bah yang membinasakan semua yang hidup.
16 Kapan pun busur itu ada di awan, Aku akan melihatnya dan akan mengingat perjanjian kekal antara Allah dan setiap makhluk hidup yang ada di atas bumi.
17 Kemudian, Allah berfirman kepada Nuh, “Itulah tanda dari perjanjian yang telah Aku tetapkan antara Aku dengan segala makhluk hidup di bumi.”
Ayat-ayat ini menegaskan bahwa Allah sendiri yang menginisiasi perjanjian, menetapkan tandanya, dan berkomitmen untuk mengingat perjanjian itu selamanya.
Di sinilah kita menemukan tema besar teologi Reformed tentang kedaulatan Allah dalam anugerah dan perjanjian.
II. Latar Belakang: Dari Air Bah Menuju Pemulihan Kosmik
Sebelum air bah, bumi telah menjadi begitu jahat sehingga Allah “menyesal” menjadikannya (Kejadian 6:6). Namun di tengah kebobrokan itu, Nuh mendapat kasih karunia di mata Tuhan (Kejadian 6:8).
Air bah adalah tindakan penghakiman Allah terhadap dosa, tetapi setelahnya, Allah menyatakan anugerah pemulihan universal. Ia berjanji untuk tidak lagi memusnahkan bumi dengan air.
Dalam teologi Reformed, perjanjian Nuh disebut “Perjanjian Umum” (Covenant of Preservation) — bukan perjanjian keselamatan, tetapi perjanjian pemeliharaan ciptaan.
Herman Bavinck menulis:
“Perjanjian dengan Nuh adalah fondasi bagi seluruh sejarah dunia. Ini adalah perjanjian antara Allah dan ciptaan yang menjamin keberlangsungan dunia sebagai panggung bagi sejarah keselamatan.”
(Reformed Dogmatics, Vol. 3)
Jadi, pelangi bukan hanya fenomena alam yang indah; ia adalah simbol teologis dari janji Allah untuk menjaga ciptaan dalam keteraturan-Nya sampai rencana keselamatan tergenapi di dalam Kristus.
III. Eksposisi Kejadian 9:13: “Aku akan menaruh busur-Ku di awan”
1. “Busur-Ku” — Simbol Senjata yang Ditaruh
Kata Ibrani untuk “busur” (qešet) biasa digunakan untuk busur perang. Dengan demikian, gambaran ini sangat kuat: Allah menaruh busur-Nya di awan, seakan-akan Ia menggantung senjata perang-Nya setelah murka penghakiman air bah.
John Calvin menulis dalam tafsirnya:
“Allah, dengan menaruh busur-Nya di awan, menunjukkan bahwa Ia telah berhenti memerangi ciptaan-Nya. Busur yang tadinya diarahkan ke bumi kini digantung di langit sebagai tanda damai.”
(Commentary on Genesis 9:13)
Pelangi, dengan lengkungan mengarah ke atas, menegaskan bahwa arah murka kini tidak lagi menuju bumi.
Inilah tanda anugerah yang menahan murka Allah.
2. “Di Awan” — Tempat Pertemuan antara Murka dan Kasih
Awan sering melambangkan hadirat Allah (Keluaran 13:21; Matius 17:5).
Namun, di sini awan juga melambangkan ancaman akan hujan dan badai.
Dengan menempatkan busur di awan, Allah menyatukan simbol penghakiman dan kasih karunia.
Ketika badai datang dan awan menggulung, pelangi muncul — tanda bahwa kasih karunia selalu berdiri di atas murka.
Dalam Kristus, konsep ini mencapai puncaknya: di salib, murka dan kasih Allah bertemu.
Pelangi menunjuk pada salib — tanda damai antara Allah dan manusia.
R.C. Sproul menulis:
“Pelangi mengingatkan kita bahwa Allah adalah Allah yang murka terhadap dosa, tetapi juga penuh kasih terhadap ciptaan-Nya. Di dalam Kristus, murka itu dipuaskan dan kasih itu dimanifestasikan.”
(The Holiness of God)
IV. Eksposisi Kejadian 9:14–15: “Aku akan mengingat perjanjian antara Aku dan kamu”
1. Allah yang Mengingat
Ungkapan “Aku akan mengingat” bukan berarti Allah bisa lupa, melainkan bahasa perjanjian yang menandakan bahwa Allah akan bertindak sesuai dengan janji-Nya.
Ketika pelangi muncul, itu bukan pengingat bagi manusia semata, tetapi pengingat bagi Allah sendiri — suatu simbol liturgis bahwa Allah setia kepada firman-Nya.
Louis Berkhof menulis:
“Ketika Alkitab mengatakan bahwa Allah mengingat, itu menunjukkan kesetiaan aktif-Nya terhadap perjanjian, bukan sekadar ingatan pasif.”
(Systematic Theology, p. 285)
Jadi, setiap kali pelangi muncul, itu bukan hanya pemandangan alam; itu adalah liturgi kosmik di mana Allah mengingat janji-Nya untuk menahan murka-Nya.
2. Perjanjian Universal
Ayat ini menyebut “setiap makhluk hidup,” bukan hanya manusia.
Perjanjian ini bersifat universal, mencakup seluruh ciptaan.
Hal ini menegaskan anugerah umum (common grace) — kasih Allah yang menopang dunia, bahkan terhadap orang berdosa.
Abraham Kuyper menulis:
“Anugerah umum adalah dasar bagi semua kehidupan manusia dan ciptaan. Tanpanya, dunia akan kembali ke dalam kekacauan.”
(Lectures on Calvinism)
Dengan kata lain, pelangi adalah simbol visual anugerah umum Allah yang membuat dunia tetap eksis, memberi ruang bagi sejarah penebusan berlangsung.
V. Eksposisi Kejadian 9:16: “Aku akan melihatnya dan mengingat perjanjian kekal”
1. “Perjanjian Kekal” — Istilah Teologis yang Penting
Perjanjian ini disebut kekal, bukan karena tanpa akhir secara absolut, tetapi karena ia berlaku sepanjang zaman dunia ini, sampai ciptaan diperbarui.
Dalam teologi perjanjian Reformed, perjanjian Nuh menunjuk pada kesetiaan Allah yang menjadi dasar perjanjian keselamatan.
Geerhardus Vos menulis:
“Perjanjian Nuh bukan perjanjian keselamatan, tetapi fondasi historis bagi perjanjian anugerah. Dunia dijaga agar janji penebusan dapat digenapi.”
(Biblical Theology, p. 59)
Jadi, tanpa pelangi, tidak akan ada ruang sejarah bagi salib.
Perjanjian Nuh adalah panggung tempat Allah akan menampilkan karya keselamatan dalam Kristus.
2. Allah yang Melihat dan Mengingat
Ungkapan “Aku akan melihatnya” menunjukkan relasi pribadi Allah terhadap ciptaan.
Allah bukan Allah yang jauh atau dingin terhadap dunia; Ia memperhatikan, mengingat, dan memelihara.
Teologi Reformed menolak pandangan deistik (bahwa Allah menciptakan dunia lalu membiarkannya berjalan sendiri).
Sebaliknya, Allah terus aktif menopang dunia melalui pemeliharaan-Nya.
Bavinck kembali menegaskan:
“Allah tidak hanya menciptakan dunia, tetapi juga terus-menerus melibatkan diri di dalamnya; Ia adalah Tuhan perjanjian yang setia.”
(Reformed Dogmatics, Vol. 2)
VI. Eksposisi Kejadian 9:17: “Itulah tanda dari perjanjian yang telah Aku tetapkan”
Ayat ini adalah penegasan ulang (ratifikasi) dari keseluruhan perjanjian.
Allah berbicara langsung kepada Nuh — bukan hanya memberi tanda, tetapi menjelaskan makna tanda itu.
Dalam struktur biblika, perjanjian ini memiliki elemen-elemen khas perjanjian dalam Alkitab:
-
Inisiator: Allah sendiri (“Aku menetapkan”).
-
Pihak penerima: Nuh dan seluruh makhluk hidup.
-
Tanda perjanjian: Busur di awan.
-
Isi perjanjian: Tidak akan ada lagi air bah untuk membinasakan bumi.
-
Sifat perjanjian: Kekal dan universal.
Dengan demikian, Kejadian 9:13–17 memperlihatkan pola perjanjian anugerah yang digenapi di dalam Kristus.
John Frame menulis:
“Setiap perjanjian Allah selalu mengarah kepada Kristus, karena Dialah pemenuhan dari semua janji Allah.”
(Systematic Theology: An Introduction to Christian Belief)
VII. Implikasi Teologis: Busur di Awan dan Kristus di Salib
1. Pelangi sebagai Bayangan dari Salib
Pelangi adalah tanda bahwa murka Allah telah berhenti.
Demikian juga salib adalah tanda bahwa murka Allah telah ditanggung.
Busur di awan menunjuk ke atas; salib menunjuk ke surga.
Keduanya menegaskan bahwa damai datang dari Allah, bukan dari manusia.
John Owen berkata:
“Setiap tanda perjanjian adalah saksi dari kasih Allah yang menahan murka-Nya sampai Kristus menanggungnya di kayu salib.”
(The Death of Death in the Death of Christ)
2. Perjanjian Nuh dan Anugerah Umum
Teologi Reformed memandang perjanjian Nuh sebagai dasar bagi anugerah umum — yaitu kasih Allah yang berlaku bagi semua ciptaan, bukan hanya umat pilihan.
Anugerah umum:
-
Menjaga tatanan moral masyarakat,
-
Memungkinkan budaya dan peradaban berkembang,
-
Menahan kuasa dosa total.
Pelangi adalah lambang dari anugerah umum ini.
Tanpanya, dunia akan lenyap dalam murka ilahi sebelum rencana penebusan digenapi.
3. Kesetiaan Allah di Tengah Ketidaksetiaan Manusia
Setelah air bah, manusia kembali berdosa (lihat kisah Nuh dan Ham di ayat berikutnya). Namun, Allah tetap setia pada perjanjian-Nya.
Inilah inti teologi perjanjian Reformed: kesetiaan Allah tidak bergantung pada ketaatan manusia.
Perjanjian Nuh adalah unilateral — berasal dari kasih karunia Allah semata.
VIII. Refleksi Etis: Hidup dalam Terang Pelangi
1. Panggilan untuk Mengingat Kesetiaan Allah
Setiap kali kita melihat pelangi, kita diingatkan akan kesetiaan Allah.
Gereja dipanggil untuk meneladani kesetiaan itu — menjaga bumi, mengasihi ciptaan, dan hidup dalam damai.
2. Pelangi dan Pemeliharaan Dunia
Allah tidak akan lagi memusnahkan bumi dengan air, tetapi dunia tetap akan dihakimi oleh api (2 Petrus 3:7).
Artinya, pelangi bukan jaminan bahwa tidak ada penghakiman, tetapi tanda bahwa penghakiman berikutnya akan datang melalui karya Kristus.
3. Pelangi dan Mandat Budaya
Setelah perjanjian Nuh, manusia dipanggil kembali untuk “beranakcucu dan memenuhi bumi” (Kejadian 9:1).
Artinya, anugerah umum Allah memberi ruang bagi manusia untuk bekerja, membangun, dan memuliakan Allah dalam ciptaan.
IX. Pandangan Beberapa Teolog Reformed
1. John Calvin
“Pelangi bukan hanya tanda fisik, melainkan sakramen alamiah dari janji rohani — bahwa Allah mengampuni dan memelihara dunia ini.”
(Commentary on Genesis)
2. Herman Bavinck
“Busur di awan adalah jaminan bahwa dunia tidak akan berakhir dalam kekacauan. Itu adalah dasar bagi sejarah keselamatan yang akan berakhir dalam langit dan bumi baru.”
(Reformed Dogmatics)
3. R.C. Sproul
“Ketika kita melihat pelangi, kita melihat simbol kasih Allah yang kudus — kasih yang tidak meniadakan murka, tetapi menaklukkannya.”
(The Holiness of God)
4. Geerhardus Vos
“Perjanjian Nuh adalah fondasi bagi ekonomi keselamatan; tanpa pemeliharaan dunia, tidak akan ada salib.”
(Biblical Theology)
5. Cornelius Van Til
“Pelangi adalah tanda objektif dari Allah yang berpribadi; itu menolak pandangan naturalistik terhadap dunia.”
(The Defense of the Faith)
X. Kristus: Pelangi Sejati dari Perjanjian Baru
Dalam Wahyu 4:3, Yohanes melihat pelangi di sekitar takhta Allah — tanda bahwa perjanjian Nuh menemukan pemenuhannya dalam kemuliaan Kristus.
Kristus adalah mediator perjanjian kekal, yang menghubungkan langit dan bumi.
Pelangi menunjuk pada:
-
Kasih Allah (merah) yang berkorban,
-
Kesetiaan Allah (biru) yang tetap,
-
Kehidupan baru (hijau) yang diberikan oleh Roh Kudus.
Seluruh spektrum warna pelangi mencerminkan kekayaan kasih karunia Allah dalam Kristus.
XI. Kesimpulan: Allah yang Menahan Murka dan Menegakkan Kasih
Kejadian 9:13–17 adalah liturgi kosmik dari kasih karunia Allah.
Pelangi menjadi saksi bahwa:
-
Allah menahan murka-Nya,
-
Allah mengingat janji-Nya,
-
Allah memelihara ciptaan-Nya,
-
Allah mempersiapkan jalan bagi penebusan di dalam Kristus.
Teologi Reformed mengajarkan bahwa setiap perjanjian Allah berakar dalam kasih karunia.
Dan pelangi adalah lambang kasih karunia yang universal — sebuah janji yang masih berlaku hari ini.