Kisah Para Rasul 9:26–28 - Transformasi dan Penerimaan

I. Pendahuluan: Dari Musuh Menjadi Rekan Seiman
Kisah Para Rasul 9:26–28 menggambarkan salah satu momen paling penting dalam sejarah gereja mula-mula: penerimaan Saulus dari Tarsus (kemudian dikenal sebagai Rasul Paulus) ke dalam komunitas para murid Kristus di Yerusalem.
Teks ini berbunyi:
Kisah Para Rasul 9:26–28 (AYT)
26 Ketika Saulus tiba di Yerusalem, ia mencoba untuk bergabung dengan para murid. Akan tetapi, mereka semua takut kepadanya karena tidak percaya bahwa ia adalah murid.
27 Namun, Barnabas menggandeng Saulus dan membawanya kepada para rasul, lalu menceritakan kepada mereka bagaimana ia telah melihat Tuhan di dalam perjalanan, dan bahwa Tuhan telah berbicara kepadanya, serta bagaimana ia dengan berani telah berbicara dalam nama Yesus di Damsyik.
28 Dan, Saulus bersama-sama dengan mereka ketika mereka masuk dan keluar dari Yerusalem sambil berbicara dengan berani dalam nama Tuhan.
Bagian ini bukan sekadar catatan historis, tetapi sebuah gambaran teologis mendalam tentang transformasi anugerah, persekutuan iman, dan keberanian dalam pelayanan.
II. Latar Belakang: Saulus Sang Penganiaya yang Berubah
Sebelum peristiwa ini, Saulus dikenal sebagai musuh terbesar gereja.
Ia hadir saat Stefanus dirajam (Kis. 7:58) dan “menghembuskan ancaman dan pembunuhan terhadap murid-murid Tuhan” (Kis. 9:1).
Namun, dalam perjalanan ke Damsyik, Saulus berjumpa langsung dengan Kristus yang bangkit, dan hidupnya berubah total.
Dari penganiaya, ia menjadi penginjil; dari pembenci Kristus, menjadi pengasih umat-Nya.
Teologi Reformed menekankan bahwa pertobatan Saulus adalah contoh klasik dari anugerah efektif (efficacious grace) — di mana Allah dengan kuasa-Nya yang berdaulat memanggil seorang berdosa kepada keselamatan.
John Calvin menulis:
“Dalam pertobatan Paulus, kita melihat bukti nyata bahwa keselamatan tidak berasal dari kehendak manusia, tetapi dari panggilan efektif Allah.”
(Institutes, II.3.6)
Saulus tidak mencari Allah, tetapi Allah mencari Saulus.
Hal ini menegaskan doktrin Reformed tentang total depravity dan irresistible grace — bahwa manusia berdosa tidak mampu datang kepada Allah kecuali ditarik oleh kasih karunia.
III. Eksposisi Kisah Para Rasul 9:26: Penolakan Awal dan Ketakutan yang Manusiawi
“Ketika Saulus tiba di Yerusalem, ia mencoba untuk bergabung dengan para murid. Akan tetapi, mereka semua takut kepadanya karena tidak percaya bahwa ia adalah murid.”
Ketika Saulus kembali ke Yerusalem setelah pelariannya dari Damsyik, ia berusaha bergabung dengan jemaat. Namun, respons pertama para murid adalah ketakutan.
Mereka mengenalnya sebagai penganiaya yang ganas.
Rasa curiga itu sangat manusiawi — mereka takut bahwa pertobatan Saulus hanyalah taktik.
R.C. Sproul menjelaskan:
“Gereja mula-mula, meskipun dipenuhi Roh Kudus, tetaplah komunitas manusia yang rentan terhadap ketakutan. Namun di tengah ketakutan itu, Allah bekerja untuk meneguhkan iman melalui bukti kasih karunia.”
(Acts: In the Power of the Spirit)
Di sini, kita melihat dinamika iman dan keraguan dalam komunitas Kristen.
Kadang, bahkan orang-orang percaya sulit menerima kenyataan bahwa anugerah Allah benar-benar dapat mengubah orang yang paling jahat sekalipun.
Namun justru di sinilah Injil menantang kita — bahwa kasih karunia lebih besar dari reputasi masa lalu.
Paulus bukan hanya diampuni, tetapi diterima sepenuhnya sebagai saudara dalam Kristus.
IV. Eksposisi Kisah Para Rasul 9:27: Barnabas, Pengantara Kasih Karunia
“Namun, Barnabas menggandeng Saulus dan membawanya kepada para rasul...”
Tokoh Barnabas (nama yang berarti “anak penghiburan”) muncul sebagai jembatan antara Saulus dan jemaat Yerusalem.
Ia mempercayai pekerjaan Allah dalam diri Saulus dan menggunakan pengaruhnya untuk membela Saulus.
Barnabas tidak hanya membela dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan nyata — ia membawa Saulus langsung kepada para rasul.
Menurut John Stott:
“Barnabas adalah contoh nyata kasih Kristen yang berani mempercayai pekerjaan Roh Kudus dalam hidup orang lain, bahkan ketika yang lain masih ragu.”
(The Spirit, the Church, and the World)
Peran Barnabas mengajarkan kita bahwa pengudusan komunitas Kristen mencakup keberanian untuk mempercayai karya anugerah Allah dalam sesama.
Ia adalah mediator kasih karunia — sebagaimana Kristus adalah pengantara bagi kita di hadapan Allah.
Aplikasi teologisnya jelas:
Setiap gereja membutuhkan figur seperti Barnabas — orang yang dengan iman dan kasih menghubungkan orang yang terasing dengan tubuh Kristus.
V. Eksposisi Kisah Para Rasul 9:27b–28: Kesaksian dan Keberanian Injil
“...lalu menceritakan kepada mereka bagaimana ia telah melihat Tuhan di dalam perjalanan, dan bahwa Tuhan telah berbicara kepadanya, serta bagaimana ia dengan berani telah berbicara dalam nama Yesus di Damsyik.”
Barnabas tidak hanya membawa Saulus, ia juga menyaksikan bukti rohani pertobatan Saulus:
-
Ia telah melihat Tuhan (pengalaman pribadi dengan Kristus).
-
Tuhan telah berbicara kepadanya (panggilan kerasulan).
-
Ia telah memberitakan Injil dengan berani di Damsyik (buah iman yang nyata).
Tiga bukti ini merupakan kriteria Reformed klasik tentang iman yang sejati:
-
Notitia – pengetahuan akan kebenaran,
-
Assensus – persetujuan hati terhadapnya,
-
Fiducia – kepercayaan dan tindakan berdasarkan iman itu.
John Calvin menulis:
“Iman sejati tidak hanya mengetahui Kristus, tetapi juga mengasihi dan menaati Dia dengan keberanian, sekalipun harus menderita.”
(Commentary on Acts 9)
Dengan demikian, keberanian Paulus dalam bersaksi menjadi tanda bahwa Roh Kudus telah bekerja secara nyata dalam dirinya.
VI. Keberanian dalam Nama Tuhan (Kisah Para Rasul 9:28)
“Dan, Saulus bersama-sama dengan mereka ketika mereka masuk dan keluar dari Yerusalem sambil berbicara dengan berani dalam nama Tuhan.”
Kata “berbicara dengan berani” diterjemahkan dari Yunani parrēsiazomai — yang berarti “berkata dengan keberanian penuh, tanpa takut konsekuensi.”
Ini adalah tema penting dalam kitab Kisah Para Rasul (lihat Kis. 4:13, 4:31, 13:46, 14:3).
Keberanian ini bukan berasal dari karakter pribadi Saulus, melainkan dari pekerjaan Roh Kudus.
Roh yang sama yang memenuhi Petrus di Pentakosta kini juga memenuhi Saulus.
John Owen menjelaskan:
“Keberanian Kristen adalah hasil dari keyakinan mendalam akan kebenaran Allah dan kehadiran Roh Kudus dalam hati orang percaya.”
(Communion with God)
Paulus yang dulu takut kepada Sanhedrin kini berbicara dengan berani di tengah mereka.
Transformasi ini adalah buah dari pengudusan yang sejati.
VII. Dimensi Teologis: Transformasi Anugerah
Kisah ini adalah miniatur dari keseluruhan doktrin Reformed tentang ordo salutis (urutan keselamatan):
-
Panggilan Efektif (Effectual Calling) – Saulus dipanggil secara pribadi oleh Kristus.
-
Pertobatan dan Iman (Conversion) – Ia berbalik dari dosa menuju Kristus.
-
Pembenaran (Justification) – Ia diterima oleh Allah melalui iman.
-
Pengudusan (Sanctification) – Ia berubah dan berani bersaksi.
-
Persekutuan (Communion) – Ia diterima dalam tubuh Kristus.
Perhatikan bahwa semuanya dimulai dengan inisiatif Allah, bukan manusia.
Anugerah mendahului semua perubahan.
Herman Bavinck menulis:
“Anugerah tidak hanya mengampuni dosa, tetapi juga membarui ciptaan, memulihkan persekutuan antara Allah dan manusia.”
(Reformed Dogmatics, Vol. 4)
VIII. Barnabas dan Doktrin Gereja: Komunitas yang Menguji dan Menerima
Gereja Yerusalem awalnya curiga, tetapi akhirnya menerima Saulus setelah Barnabas menjadi saksi.
Ini mencerminkan prinsip penting dalam eklesiologi Reformed:
-
Gereja adalah komunitas yang menguji dan meneguhkan iman.
-
Penerimaan ke dalam persekutuan bukan berdasarkan emosi, tetapi berdasarkan bukti karya Allah.
Louis Berkhof menulis:
“Gereja yang sejati adalah persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus dan menampakkan tanda-tanda rohani yang nyata.”
(Systematic Theology, 563)
Barnabas membantu gereja melihat tanda-tanda itu dalam diri Saulus.
Gereja sejati selalu membuka diri untuk orang yang telah diperbarui oleh anugerah, meski masa lalunya kelam.
IX. Implikasi Kristologis: Kristus yang Mengubah dan Menerima
Kisah Saulus adalah gambaran Injil itu sendiri:
-
Kristus mencari yang hilang.
-
Kristus mengubah hati batu menjadi hati daging.
-
Kristus membangun gereja dengan orang-orang yang dahulu menentang-Nya.
Dalam diri Saulus, kita melihat refleksi dari kasih Kristus yang mengampuni dan memakai orang berdosa untuk kemuliaan-Nya.
Tim Keller menulis:
“Kasih karunia tidak hanya mengampuni masa lalu, tetapi juga menebusnya untuk tujuan baru.”
(The Prodigal God)
Paulus menjadi bukti bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar untuk dikalahkan oleh kasih Kristus.
X. Aplikasi Bagi Gereja Masa Kini
1. Belajarlah mempercayai pekerjaan anugerah
Sering kali gereja modern masih menilai berdasarkan reputasi, bukan transformasi.
Namun Injil memanggil kita untuk percaya bahwa Allah mampu mengubah siapa pun.
2. Jadilah Barnabas
Kita dipanggil menjadi penghubung kasih antara orang yang terasing dengan komunitas iman.
Dunia membutuhkan “Barnabas” yang membela, menghibur, dan menguatkan.
3. Berani Bersaksi
Keberanian Paulus adalah teladan bagi gereja di zaman pascamodern ini.
Kita tidak hanya dipanggil untuk percaya, tetapi juga bersaksi dengan keberanian dalam nama Tuhan.
XI. Dimensi Pastoral: Ketika Gereja Takut untuk Menerima
Bagian ini juga berbicara kepada hati para pemimpin rohani.
Sering kali kita ragu membuka pintu bagi orang yang dulunya jauh dari Tuhan.
Namun kasih karunia menuntut kita untuk menyambut mereka sebagaimana Allah telah menyambut kita.
Dietrich Bonhoeffer menulis:
“Kasih karunia yang mahal memanggil kita untuk hidup dalam komunitas yang menerima satu sama lain, bukan berdasarkan kesempurnaan, tetapi karena Kristus telah menerima kita.”
(The Cost of Discipleship)
XII. Kesimpulan Teologis: Gereja Sebagai Ruang Anugerah
Kisah Para Rasul 9:26–28 menunjukkan bahwa:
-
Allah berdaulat memanggil siapa pun kepada keselamatan.
-
Gereja dipanggil untuk menjadi wadah penerimaan dan pertumbuhan iman.
-
Setiap orang yang telah dijamah Kristus dipanggil untuk bersaksi dengan keberanian.
John Piper menyimpulkan:
“Kehidupan Paulus membuktikan bahwa anugerah Allah bukan hanya menyelamatkan, tetapi juga memampukan kita untuk melayani di tengah ketakutan.”
(Desiring God)
XIII. Penutup: Dari Ketakutan Menuju Persekutuan Kudus
Perjalanan Saulus dari Damsyik ke Yerusalem adalah perjalanan dari pengasingan menuju penerimaan.
Dari ketakutan menuju keberanian.
Dari manusia lama menuju ciptaan baru.
Kisah ini meneguhkan kita bahwa Allah berdaulat dalam mengubah hidup manusia, dan gereja dipanggil menjadi alat kasih karunia untuk menyambut, meneguhkan, dan memperlengkapi mereka bagi pelayanan.