Keluaran 4:29–31 - Iman yang Diperbarui oleh Pewahyuan Allah

I. Pendahuluan: Saat Anugerah Menyapa Umat yang Putus Asa
Keluaran 4:29–31 adalah salah satu momen penting dalam sejarah penebusan. Setelah Musa menerima panggilan dari Allah di semak yang menyala (Kel. 3–4), kini ia bersama Harun melangkah kembali ke tanah Mesir, tanah penderitaan bangsanya. Umat Israel telah lama hidup di bawah penindasan Firaun. Generasi mereka terbelenggu dalam kerja paksa, doa-doa mereka seolah tidak terdengar, dan janji-janji kepada Abraham tampak jauh dan samar. Namun, di tengah keputusasaan itu, Allah mengutus Musa dan Harun sebagai pembawa kabar bahwa Allah telah memperhatikan kesengsaraan umat-Nya.
Tiga ayat singkat ini memuat kebenaran teologis yang dalam:
bahwa iman umat Allah dibangkitkan oleh pewahyuan firman-Nya, bahwa harapan mereka berakar pada kesetiaan perjanjian Allah, dan bahwa respons sejati terhadap karya Allah adalah penyembahan yang rendah hati.
Dalam artikel ini, kita akan menggali makna teologis dari teks ini dalam terang teologi Reformed — melihat bagaimana kedaulatan Allah, anugerah-Nya yang berdaulat, dan kuasa firman-Nya membangkitkan iman di hati umat-Nya.
II. Konteks Historis dan Redemptif
Keluaran 4:29–31 berada pada tahap awal narasi besar keluaran Israel dari Mesir. Allah telah memanggil Musa, menyatakan nama-Nya “AKU ADALAH AKU” (Keluaran 3:14), dan menjanjikan bahwa Ia akan melepaskan umat-Nya dari perbudakan. Namun, misi Musa tidak dimulai dengan mukjizat spektakuler di hadapan Firaun, melainkan dengan pertemuan sederhana dengan tua-tua Israel.
Tindakan ini penting karena menunjukkan bahwa karya penebusan Allah dimulai dengan pewahyuan firman — bukan kekuatan militer atau strategi manusia. Firman Allah disampaikan kepada umat-Nya melalui nabi-nabi-Nya, dan melalui firman itu iman dibangkitkan.
Seperti dikatakan dalam Roma 10:17:
“Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.”
Dengan demikian, kisah ini bukan sekadar catatan sejarah, tetapi juga refleksi tentang cara Allah bekerja di sepanjang sejarah keselamatan — melalui pewahyuan, perjanjian, dan iman yang direspons oleh umat pilihan-Nya.
III. Eksposisi Ayat per Ayat
Keluaran 4:29: Musa dan Harun mengumpulkan tua-tua Israel
“Kemudian, Musa dan Harun pergi untuk mengumpulkan semua tua-tua keturunan Israel.”
Perhatikan bahwa langkah pertama Musa dan Harun bukan langsung berhadapan dengan Firaun, tetapi bertemu dengan umat Allah sendiri. Allah bekerja dalam tatanan yang rohani dan komunal: Ia membangkitkan iman umat-Nya melalui kepemimpinan yang diutus dan kebenaran firman yang disampaikan.
John Calvin dalam Commentaries on Exodus menulis:
“Sebelum Musa berhadapan dengan musuh Allah, ia terlebih dahulu harus memperkuat umat Allah dengan firman janji. Sebab tanpa iman mereka, seluruh misi akan runtuh.”
Di sini kita belajar bahwa pekerjaan Allah selalu dimulai dari dalam — dari hati umat-Nya. Allah bukan hanya ingin mengeluarkan Israel dari Mesir, tetapi juga mengeluarkan Mesir dari dalam hati Israel. Maka, pengumpulan tua-tua ini melambangkan dimulainya pembangunan kembali iman perjanjian.
Aplikasi teologis:
Dalam konteks gereja, setiap pembaruan rohani sejati dimulai bukan dengan strategi, tetapi dengan pemberitaan firman Allah yang hidup. Pemimpin rohani dipanggil bukan pertama-tama untuk mengubah struktur, tetapi untuk mengarahkan umat kepada janji-janji Allah yang kekal.
Keluaran 4:30: Firman dan Tanda sebagai Konfirmasi Pewahyuan
“Harun menyampaikan semua firman yang telah TUHAN katakan kepada Musa serta melakukan tanda-tanda itu di hadapan orang-orang itu.”
Di sini terdapat dua unsur penting: pewartaan firman dan tanda-tanda mujizat.
Firman adalah inti, sementara tanda-tanda berfungsi sebagai konfirmasi ilahi terhadap pewahyuan itu.
Dalam teologi Reformed, mujizat bukanlah hal yang berdiri sendiri, melainkan alat untuk meneguhkan kebenaran firman Allah. Herman Bavinck menegaskan:
“Mujizat adalah bahasa simbolik dari Allah untuk menyatakan kebenaran rohani yang lebih dalam. Ia tidak bertentangan dengan firman, melainkan melayaninya.”
(Reformed Dogmatics, vol. 1)
Dengan kata lain, tanda-tanda yang dilakukan Harun bukan sekadar pertunjukan kuasa, tetapi pengesahan bahwa Allah benar-benar hadir dan berbicara melalui Musa dan Harun. Ini menggemakan prinsip sola Scriptura — bahwa firman Allah adalah dasar iman, dan setiap tanda yang sejati tidak pernah bertentangan dengannya.
Keluaran 4:31: Iman yang Diperbarui dan Respons Penyembahan
“Sebab itu, orang-orang itu percaya. Ketika mereka mendengar bahwa TUHAN telah memperhatikan keturunan Israel dan Dia telah melihat kesengsaraan mereka, mereka menundukkan kepala mereka dan menyembah.”
Inilah puncak dari bagian ini: iman yang diperbarui dan penyembahan yang sejati.
Perhatikan urutannya:
-
Mereka mendengar firman Allah.
-
Mereka percaya pada janji-Nya.
-
Mereka menyembah dalam kerendahan hati.
Iman bukan muncul dari kekuatan manusia, tetapi sebagai respons terhadap pewahyuan anugerah Allah. Allah terlebih dahulu “melihat” dan “memperhatikan” kesengsaraan mereka (Kel. 2:25; 3:7). Iman Israel lahir karena mereka disadarkan bahwa Allah masih mengingat perjanjian-Nya.
Louis Berkhof menulis:
“Iman sejati selalu berakar pada pengetahuan akan karakter Allah yang setia pada perjanjian-Nya. Ia bukan sekadar emosi, tetapi pengenalan yang penuh kepercayaan kepada Allah yang beranugerah.”
(Systematic Theology)
Ketika umat mendengar firman dan mengenali kasih setia Allah, hati mereka diremukkan — bukan oleh rasa takut, melainkan oleh kasih yang menghibur. Mereka menundukkan kepala dan menyembah, tanda penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah.
IV. Analisis Teologis: Allah yang Mengingat, Manusia yang Diperbarui
1. Allah yang Setia pada Perjanjian-Nya
Teks ini menegaskan salah satu tema utama dalam seluruh Kitab Keluaran: kesetiaan Allah terhadap perjanjian Abraham, Ishak, dan Yakub.
Allah “melihat” dan “memperhatikan” bukan karena Ia baru sadar akan penderitaan mereka, melainkan karena Ia memilih untuk bertindak dalam waktu yang telah ditetapkan oleh hikmat-Nya.
John Calvin menulis:
“Ketika Alkitab mengatakan bahwa Allah ‘mengingat’ perjanjian-Nya, itu bukan karena Ia lupa, tetapi untuk menunjukkan bahwa Ia kini menyatakan secara nyata apa yang telah Ia tetapkan sejak kekekalan.”
Bagi teologi Reformed, ini adalah bukti nyata providence (pemeliharaan Allah) yang berjalan dalam harmoni dengan decree (ketetapan kekal Allah).
Apa yang tampak tertunda di mata manusia bukanlah kelalaian, tetapi bagian dari waktu Allah yang sempurna.
2. Pewahyuan sebagai Sumber Iman
Ayat 30–31 memperlihatkan prinsip utama teologi Reformed: iman lahir dari pewahyuan Allah, bukan dari pengalaman subjektif manusia.
Israel tidak menciptakan pengharapan baru dengan kekuatan psikologis; mereka mendengar firman Allah yang hidup, dan Roh Kudus menanamkan iman di hati mereka.
R.C. Sproul menjelaskan:
“Dalam setiap kebangunan rohani sejati, Allah berbicara terlebih dahulu. Pewahyuan mendahului respons manusia. Kita tidak menemukan Allah, Ia yang menemukan kita.”
(Essential Truths of the Christian Faith)
Dengan demikian, iman Israel adalah buah dari kasih karunia yang mendahului — gratia praeveniens dalam istilah teologis.
Allah yang memulai, Allah yang memelihara, dan Allah yang menuntun iman umat-Nya sampai akhir.
3. Penyembahan sebagai Respons terhadap Kasih Karunia
Tindakan umat Israel menundukkan kepala dan menyembah adalah respons yang alamiah terhadap kasih karunia.
Dalam teologi Reformed, penyembahan sejati selalu dimulai dari pengertian akan karya Allah, bukan dari usaha manusia untuk mencari perasaan religius.
Herman Bavinck menulis:
“Penyembahan sejati bukanlah usaha manusia mendekati Allah, tetapi tanggapan ciptaan terhadap Allah yang telah datang mendekat melalui kasih karunia.”
(The Wonderful Works of God)
Ketika umat menyadari bahwa Allah tidak melupakan mereka, mereka tersungkur dalam kekaguman. Penyembahan menjadi ekspresi iman yang hidup — bukan ritual, tetapi relasi.
V. Implikasi Dogmatis dan Pastoral
1. Firman Allah adalah Sumber Kebangkitan Iman
Dalam dunia modern yang sering mencari pengalaman supranatural, teks ini menegaskan kembali bahwa iman sejati dibangun melalui firman.
Bahkan tanda-tanda mujizat tidak memiliki makna tanpa pewartaan firman.
Seperti Israel, gereja masa kini hanya dapat diperbarui ketika ia kembali kepada otoritas Alkitab. Reformasi rohani sejati lahir dari Reformasi firman.
2. Allah Bekerja di Tengah Penderitaan
Keluaran 4:31 meneguhkan bahwa Allah melihat kesengsaraan umat-Nya.
Penderitaan bukan tanda ketidakhadiran Allah, melainkan tempat di mana kasih dan kuasa-Nya dinyatakan.
Yesus sendiri adalah Musa yang sejati — yang melihat penderitaan umat dan datang untuk membebaskan mereka dari dosa dan maut.
John Owen berkata:
“Setiap penderitaan umat Allah adalah ladang di mana kasih karunia ditanam dan kemuliaan Allah dituai.”
3. Iman Sejati Menghasilkan Penyembahan
Respons umat Israel menunjukkan bahwa iman sejati tidak berhenti pada pengakuan intelektual, tetapi berbuah dalam penyembahan.
Ketaatan dan penyembahan adalah ekspresi hidup dari iman yang dipulihkan.
Dalam gereja Reformed, liturgi penyembahan didasarkan pada pola ini:
-
Allah memanggil umat-Nya melalui firman.
-
Umat merespons dengan iman dan penyembahan.
-
Allah memperbarui perjanjian-Nya dengan berkat dan pengutusan.
Inilah ritme Injil yang tercermin sejak zaman Musa hingga zaman gereja.
VI. Kristus sebagai Penggenapan: Musa yang Lebih Besar
Keluaran 4:29–31 menunjuk pada Kristus, Musa yang sejati, yang datang untuk membebaskan umat Allah dari perbudakan dosa.
Seperti Musa membawa firman dan tanda-tanda Allah, demikian juga Yesus datang membawa firman kehidupan dan mujizat yang menegaskan otoritas-Nya.
Namun, Yesus bukan hanya utusan — Ia adalah Firman itu sendiri.
Geerhardus Vos menulis:
“Setiap tindakan penyelamatan dalam Perjanjian Lama adalah bayangan dari Kristus yang akan datang. Musa mengumumkan pembebasan dari Mesir, tetapi Kristus membawa pembebasan dari dosa.”
Ketika Israel percaya dan menyembah karena mendengar bahwa Allah memperhatikan mereka, hal itu menjadi gambaran tentang Injil.
Di salib, Allah memperhatikan penderitaan dunia, dan melalui kebangkitan Kristus, Ia mengumumkan bahwa penebusan telah digenapi.
VII. Kesimpulan: Allah yang Melihat, Umat yang Menyembah
Keluaran 4:29–31 mengajarkan kepada kita tiga kebenaran Reformed yang abadi:
-
Kedaulatan Allah dalam pewahyuan dan keselamatan.
Allah-lah yang memulai pekerjaan keselamatan melalui firman dan Roh-Nya. -
Kesetiaan Allah terhadap perjanjian-Nya.
Ia tidak melupakan umat-Nya; Ia bertindak pada waktu yang ditetapkan-Nya. -
Respons iman yang sejati adalah penyembahan.
Ketika Allah menyatakan kasih karunia-Nya, respons yang benar bukanlah ketakutan, tetapi penyembahan yang penuh syukur.
Kisah ini dimulai dengan bangsa yang tertindas, namun berakhir dengan umat yang berlutut menyembah.
Begitu pula kehidupan orang percaya: kita mungkin dimulai dalam penderitaan dan kebingungan, tetapi ketika firman Allah berbicara, iman kita diperbarui, dan hati kita tunduk dalam penyembahan.
Seperti dikatakan oleh R.C. Sproul:
“Penyembahan sejati terjadi ketika kita sadar bahwa Allah telah lebih dahulu memperhatikan kita dalam Kristus, sebelum kita bahkan berpikir untuk mencari Dia.”