Kisah Para Rasul 9:31 - Gereja yang Bertumbuh dalam Damai dan Kuasa Roh Kudus

Pendahuluan: Konteks Historis dan Naratif
Kisah Para Rasul 9:31 merupakan titik balik penting dalam narasi perkembangan gereja mula-mula setelah peristiwa pertobatan Saulus (Paulus). Ayat ini berfungsi sebagai semacam “penutup bagian” dalam struktur kitab Kisah Para Rasul, yang mencatat masa peralihan dari masa penganiayaan menjadi masa pertumbuhan dan kedamaian.
Konteks sebelumnya mencatat bagaimana Saulus menjadi alat pilihan Allah untuk memberitakan Injil (Kis. 9:15). Setelah Saulus bertobat, ancaman penganiayaan yang sebelumnya sangat keras terhadap jemaat di Yerusalem mulai mereda. Narasi ini menunjukkan bahwa Allah berdaulat dalam setiap musim gereja: baik dalam penderitaan maupun dalam kedamaian.
Ayat ini menggambarkan tiga wilayah utama: Yudea, Galilea, dan Samaria, yang menunjukkan penyebaran Injil sesuai dengan pola Kisah Para Rasul 1:8 — “kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, di seluruh Yudea dan Samaria, dan sampai ke ujung bumi.”
Dengan demikian, Kisah Para Rasul 9:31 adalah kesimpulan teologis sementara bahwa firman Kristus benar-benar sedang digenapi melalui pekerjaan Roh Kudus.
Teks dan Analisis Eksegetis
1. “Jemaat di seluruh Yudea, dan Galilea, dan Samaria memperoleh damai dan bertumbuh”
Frasa ini menunjukkan keadaan rohani dan sosial yang berubah drastis. Setelah masa penganiayaan yang intens (lihat Kis. 8:1), gereja kini menikmati masa shalom — bukan sekadar ketiadaan konflik, tetapi kedamaian yang berasal dari Allah.
Dalam bahasa Yunani, kata yang diterjemahkan sebagai “damai” berasal dari kata εἰρήνη (eirēnē), yang berarti harmoni, kesejahteraan, dan ketenangan batin yang diberikan oleh Allah. Eirēnē di sini bukan hanya keadaan eksternal, tetapi juga kondisi batin jemaat yang mengalami kesatuan dan ketenangan di bawah pimpinan Roh Kudus.
John Stott, seorang teolog Reformed Anglikan, menafsirkan bagian ini sebagai bukti bahwa “Allah memberikan jeda bagi gereja-Nya agar mereka dapat memperdalam akar iman, membangun fondasi pengajaran, dan memperkuat kesatuan tubuh Kristus sebelum badai pelayanan baru datang.” (The Message of Acts, 1990).
Stott menegaskan bahwa masa damai bukanlah tujuan akhir, tetapi sarana Allah untuk memperlengkapi umat-Nya. Dalam perspektif Reformed, masa damai harus dimanfaatkan untuk pertumbuhan dalam doktrin dan kesalehan.
2. “Dan, hidup dalam takut akan Tuhan”
Ungkapan ini mengandung dimensi spiritual yang mendalam. Frasa “takut akan Tuhan” (Yunani: φόβῳ τοῦ Κυρίου, phobō tou Kyriou) bukanlah rasa takut yang negatif, melainkan rasa hormat dan kagum yang kudus kepada Allah.
Dalam teologi Reformed, takut akan Tuhan merupakan inti dari kehidupan rohani sejati. John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menulis bahwa “takut akan Tuhan adalah pengikat sejati antara manusia dan Allah; karena melalui rasa takut yang kudus, hati kita tunduk dan diarahkan kepada ketaatan.”
Dengan demikian, gereja mula-mula bertumbuh bukan hanya karena keadaan eksternal yang damai, tetapi karena kehidupan batin mereka berakar dalam rasa hormat kepada Allah.
Matthew Henry, seorang komentator Puritan, menjelaskan bahwa “ketika gereja hidup dalam takut akan Tuhan, maka ia berada di jalan yang benar; sebab takut akan Tuhan adalah sumber kebijaksanaan, penghiburan, dan ketekunan.”
Jadi, pertumbuhan gereja dalam ayat ini bukanlah hasil strategi manusia, tetapi buah dari kehidupan yang berpusat pada penyembahan dan kekudusan.
3. “Dalam penghiburan Roh Kudus”
Kata “penghiburan” di sini berasal dari kata Yunani παρακλήσει (paraklēsei), yang juga menjadi akar kata untuk nama Roh Kudus dalam Yohanes 14:26 — Paraklētos (“Penolong” atau “Penghibur”).
Artinya, Roh Kudus tidak hanya menghibur gereja dalam penderitaan, tetapi juga memperkuat dan memimpin mereka dalam masa damai. Dalam konteks ini, “penghiburan” mencakup bimbingan rohani, dorongan, dan peneguhan iman.
Martyn Lloyd-Jones, salah satu pengkhotbah Reformed paling berpengaruh abad ke-20, mengatakan:
“Gereja yang sejati selalu berjalan di dua rel: takut akan Tuhan dan penghiburan Roh Kudus. Keduanya tidak dapat dipisahkan — ketakutan tanpa penghiburan melahirkan legalisme; penghiburan tanpa ketakutan menghasilkan permisivisme.” (Studies in the Book of Acts).
Dengan demikian, keseimbangan antara takut akan Tuhan dan penghiburan Roh Kudus menjadi kunci kehidupan rohani yang sehat. Gereja yang hidup hanya pada satu sisi akan kehilangan keseimbangan: baik menjadi terlalu kaku atau terlalu longgar.
4. “Mereka terus bertambah banyak”
Bagian akhir ayat ini menegaskan hasil dari semua faktor sebelumnya: pertumbuhan gereja. Kata “bertambah banyak” berasal dari kata Yunani ἐπληθύνετο (eplēthyneto), bentuk pasif dari plēthunō, yang berarti “berlipat ganda.”
Menariknya, bentuk pasif ini menunjukkan bahwa subjek yang sebenarnya bukanlah gereja itu sendiri, melainkan Allah — Dialah yang membuat pertumbuhan terjadi. Ini sejalan dengan prinsip Reformed yang menekankan sovereign grace (anugerah yang berdaulat).
R.C. Sproul menulis bahwa “pertumbuhan gereja sejati tidak dapat dihasilkan oleh manusia. Gereja bertambah banyak ketika Allah berkenan melipatgandakan pekerjaan-Nya melalui firman dan Roh-Nya.” (The Church: Contours of Christian Theology, 1996).
Pertumbuhan dalam ayat ini mencakup dua aspek:
-
Kuantitatif – jumlah orang percaya bertambah.
-
Kualitatif – kedewasaan rohani umat semakin dalam.
Dalam tradisi Reformed, kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan. Pertumbuhan jumlah tanpa kedewasaan iman menghasilkan gereja yang rapuh; sebaliknya, kedewasaan tanpa ekspansi misi berarti gereja kehilangan visi pengutusan Kristus.
Konteks Redaksional dan Teologis
Kisah Para Rasul 9:31 berfungsi sebagai semacam transisi naratif. Setelah bagian ini, Lukas melanjutkan dengan kisah pelayanan Petrus (Kis. 9:32–43), lalu masuk ke misi kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi (Kis. 10–11).
Dengan demikian, ayat ini menandai bahwa Injil kini mulai melampaui batas etnis dan geografis Israel. Kedamaian yang disebutkan bukan hanya keadaan sosial, tetapi juga tanda penyertaan Allah yang membuka pintu bagi penginjilan lintas budaya.
F.F. Bruce, seorang sarjana Reformed terkemuka, menulis bahwa “Lukas menulis dengan maksud untuk menunjukkan kesinambungan antara karya Kristus di dunia dan karya Roh Kudus melalui gereja. Kisah 9:31 menandai saat Roh Kudus mempersiapkan gereja untuk tahap berikutnya dalam rencana Allah — yaitu misi kepada bangsa-bangsa.” (The Book of the Acts, NICNT).
Implikasi Teologis dalam Tradisi Reformed
1. Gereja adalah karya Allah, bukan manusia
Pertumbuhan gereja dalam Kis. 9:31 adalah hasil karya Roh Kudus. Ini menegaskan prinsip Soli Deo Gloria — segala kemuliaan hanya bagi Allah. Gereja tidak dapat menumbuhkan dirinya sendiri tanpa campur tangan Allah yang berdaulat.
Calvin menulis, “Setiap kali Alkitab berbicara tentang pertumbuhan gereja, itu selalu dikaitkan dengan kuasa Allah, bukan strategi manusia.”
2. Masa damai adalah kesempatan untuk kedewasaan rohani
Bagi teologi Reformed, masa damai adalah waktu bagi umat Allah untuk memperdalam doktrin, memperkuat disiplin rohani, dan memperteguh iman dalam kasih karunia.
Sinclair Ferguson mengingatkan, “Kedamaian yang sejati bukan berarti ketiadaan masalah, melainkan kehadiran Kristus yang memerintah dalam hati orang percaya.”
3. Keseimbangan antara takut akan Tuhan dan penghiburan Roh Kudus
Gereja yang sehat harus memiliki keseimbangan antara ketundukan dan penghiburan. Takut akan Tuhan menjaga gereja dari penyimpangan moral, sementara penghiburan Roh Kudus menjaga dari keputusasaan.
Herman Bavinck menyebut ini sebagai “ritme ilahi kehidupan gereja: ketundukan dan sukacita, kekudusan dan kasih karunia, hukum dan Injil, yang terus berdampingan.”
4. Pertumbuhan sejati adalah hasil kehidupan yang kudus
Pertumbuhan gereja yang disebut dalam Kisah Para Rasul 9:31 bukan hasil program, melainkan hasil hidup kudus yang diarahkan oleh Roh Kudus.
Jonathan Edwards menegaskan bahwa “kebangunan rohani sejati adalah pekerjaan Roh Kudus yang menumbuhkan kasih kepada Allah dan kebencian terhadap dosa, bukan sekadar peningkatan kegiatan keagamaan.”
Dengan demikian, gereja mula-mula bertumbuh karena mereka hidup dalam kesalehan, bukan karena daya tarik duniawi.
Aplikasi untuk Gereja Masa Kini
-
Mengutamakan pengajaran firman dan doa
Seperti gereja mula-mula, gereja modern harus menempatkan Firman sebagai pusat kehidupan komunitas. Pertumbuhan yang sejati tidak datang dari hiburan, melainkan dari pengajaran yang menumbuhkan rasa takut akan Tuhan. -
Membangun kehidupan yang seimbang
Gereja harus menjaga keseimbangan antara rasa hormat kepada Tuhan dan menikmati penghiburan Roh Kudus. Kehidupan rohani yang sehat memerlukan keduanya. -
Menghargai masa damai sebagai anugerah
Masa tanpa penganiayaan harus dimanfaatkan untuk memperkuat pelayanan dan memperlengkapi jemaat, bukan untuk berpuas diri. -
Menyerahkan pertumbuhan kepada kedaulatan Allah
Tugas gereja adalah setia, bukan berhasil menurut ukuran dunia. Allah yang berdaulatlah yang memberikan pertumbuhan.
Kesimpulan
Kisah Para Rasul 9:31 menggambarkan masa keemasan singkat dalam perjalanan gereja mula-mula — masa di mana damai, rasa takut akan Tuhan, dan penghiburan Roh Kudus bekerja bersama-sama menghasilkan pertumbuhan yang sejati.
Ayat ini menegaskan bahwa gereja sejati adalah karya Roh Kudus, yang menumbuhkan umat melalui kesucian dan ketundukan kepada Allah.
Dalam terang teologi Reformed, kita belajar bahwa:
-
Damai sejati berasal dari kedaulatan Allah.
-
Pertumbuhan sejati bersumber dari Firman dan Roh Kudus.
-
Gereja yang hidup dalam takut akan Tuhan dan penghiburan Roh Kudus akan menjadi gereja yang bertumbuh secara sehat, kudus, dan berbuah dalam misi Allah.