Markus 10:13–16 - Datanglah Seperti Anak Kecil

Markus 10:13–16 - Datanglah Seperti Anak Kecil

Pendahuluan: Gambar Kerajaan yang Tak Terduga

Perikop Markus 10:13–16 merupakan salah satu teks yang paling lembut namun tegas dalam Injil Sinoptik. Dalam empat ayat ini, Yesus menampilkan potret kasih, keanggunan, dan kemuliaan Kerajaan Allah dengan cara yang mengejutkan dunia dewasa: melalui anak-anak.

Ketika orang membawa anak-anak kepada Yesus untuk diberkati, para murid menegur mereka—mungkin karena mereka menganggap anak-anak tidak penting atau tidak pantas mengganggu Sang Guru. Namun Yesus justru membalikkan pandangan dunia ini dengan berkata bahwa Kerajaan Allah dimiliki oleh orang-orang seperti anak-anak itu.

Dalam konteks budaya Yahudi abad pertama, pernyataan ini sangat radikal. Anak-anak tidak dianggap sebagai teladan rohani; mereka lemah, bergantung, tidak memiliki status hukum, dan sama sekali tidak berpengaruh. Namun Yesus mengangkat mereka menjadi model penerima kasih karunia Allah.

Struktur Naratif dan Konteks Injil Markus

Konteks Markus 10 memperlihatkan serangkaian pengajaran Yesus mengenai kerendahan hati, pelayanan, dan penyangkalan diri. Sebelumnya, dalam Markus 9:33–37, Yesus sudah mengajarkan murid-murid bahwa yang terbesar di antara mereka harus menjadi yang paling kecil. Sekarang, Ia menegaskan kembali pelajaran itu melalui tindakan nyata: menerima anak-anak.

John Calvin dalam komentarnya menulis:

“Kristus tidak hanya mengajarkan dengan kata-kata, tetapi juga dengan perbuatan. Ketika Ia memeluk anak-anak, Ia menunjukkan bahwa Kerajaan-Nya dibangun bukan atas kekuasaan duniawi, tetapi atas kelemahlembutan dan kasih karunia.” (Commentary on the Synoptic Gospels, 1555).

Dengan demikian, perikop ini bukan hanya tentang anak-anak secara biologis, melainkan juga tentang sifat rohani yang harus dimiliki setiap orang untuk menerima keselamatan.

Eksposisi Ayat demi Ayat

Markus 10:13 – Murid-murid yang Salah Mengerti

“Mereka membawa anak-anak kepada Yesus supaya Dia menyentuh anak-anak itu, tetapi murid-murid itu menegur mereka.”

Kata “membawa” (bahasa Yunani: prospherō) menandakan tindakan kasih—orang tua ingin membawa anak-anak mereka kepada Yesus untuk menerima berkat. Namun, murid-murid justru “menegur” (epetimēsan), sebuah kata yang kuat yang juga digunakan Markus untuk menggambarkan Yesus menegur setan (Mrk. 1:25).

Mengapa murid-murid menolak mereka?

Karena dalam pikiran mereka, Yesus adalah Mesias yang besar, dan anak-anak dianggap tidak pantas untuk berada di hadapan-Nya. Mereka memandang nilai seseorang dari segi kegunaan dan status sosial.

R.C. Sproul menulis:

“Para murid gagal memahami bahwa kasih karunia Allah tidak diberikan berdasarkan kelayakan, tetapi kepada mereka yang datang tanpa klaim—seperti anak-anak.” (Mark: St. Andrew’s Expositional Commentary, 2011).

Kesalahan para murid adalah cerminan dari hati manusia yang masih dikuasai logika prestasi: bahwa seseorang harus layak terlebih dahulu sebelum menerima perhatian Tuhan.

Markus 10:14 – Kemarahan Kudus dan Undangan Terbuka

“Namun, ketika Yesus melihatnya, Dia menjadi marah dan berkata kepada murid-murid-Nya, ‘Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku dan jangan menghalangi mereka karena orang-orang seperti itulah yang memiliki Kerajaan Allah.’”

Yesus menjadi marah (ēganaktēsen)—kata ini menggambarkan emosi yang dalam dan penuh semangat moral. Ini adalah satu-satunya catatan dalam Injil di mana Yesus marah terhadap tindakan menolak anak-anak.

Mengapa Ia marah?
Karena tindakan murid-murid itu bertentangan dengan karakter Injil. Mereka menghalangi orang yang paling membutuhkan anugerah.

John MacArthur berkomentar:

“Tidak ada yang lebih menyinggung hati Kristus daripada ketika manusia mencoba membatasi kasih karunia Allah.” (MacArthur New Testament Commentary: Mark, 2009).

Pernyataan “orang-orang seperti itulah yang memiliki Kerajaan Allah” menegaskan bahwa Kerajaan Allah bukan diperoleh oleh orang kuat, pintar, atau berkuasa, melainkan oleh mereka yang rendah hati dan bergantung sepenuhnya kepada Allah.

Matthew Henry menulis:

“Anak-anak menjadi contoh karena mereka tidak membawa apa-apa untuk ditukar, tidak memiliki alasan untuk menyombongkan diri, dan datang hanya dengan kepercayaan penuh.”

Markus 10:15 – Penerimaan Seperti Anak

“Sesungguhnya, Aku berkata kepadamu, siapa yang tidak menerima Kerajaan Allah seperti seorang anak, tidak akan masuk ke dalamnya.”

Ayat ini adalah kunci teologis seluruh perikop. Yesus mengajarkan prinsip esensial tentang cara masuk ke dalam Kerajaan Allah — yaitu dengan menerima seperti anak kecil.

Apa artinya ‘seperti anak kecil’?

  1. Bukan kekanak-kanakan dalam pikiran, tetapi hati yang rendah dan percaya.
    Rasul Paulus mengingatkan, “Jadilah anak-anak dalam hal kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiran” (1 Korintus 14:20).

  2. Kepercayaan tanpa syarat.
    Anak-anak percaya pada orang tuanya tanpa menghitung risiko; mereka bergantung total. Begitu juga orang percaya harus bergantung penuh pada kasih karunia Allah.

  3. Ketiadaan prestasi.
    Anak-anak tidak punya jasa; mereka hanya menerima. Inilah gambaran teologis dari sola gratia — keselamatan hanya oleh kasih karunia.

John Piper menulis:

“Anak kecil tidak membawa apa-apa kecuali kebutuhan. Inilah cara kita datang kepada Kristus—tidak membawa prestasi, hanya tangan kosong yang siap menerima kasih karunia.” (Desiring God, 1986).

Markus 10:16 – Sentuhan dan Berkat Sang Juruselamat

“Kemudian, Yesus memeluk anak-anak itu, memberkati mereka, dan meletakkan tangan-Nya atas mereka.”

Tindakan Yesus ini bersifat sangat personal. Tiga kata penting digunakan Markus:

  • Embraced (enagkalizeto) — memeluk dengan kasih;

  • Blessed (kateulogei) — memberkati dengan penuh kuasa;

  • Laid hands (tithemi tas cheiras) — tindakan simbolik pengalihan berkat ilahi.

Yesus tidak hanya memberkati dari jauh, tetapi Ia menyentuh mereka — tanda bahwa kasih Allah turun ke dunia manusia yang hina.

B.B. Warfield menulis:

“Tidak ada yang lebih memperlihatkan kemanusiaan sejati Kristus selain kasih-Nya yang penuh belas kasihan kepada yang lemah dan kecil.” (The Person and Work of Christ, 1918).

Yesus, Sang Raja segala raja, menundukkan diri untuk memeluk anak-anak kecil. Tindakan ini menggambarkan Injil dalam bentuk paling konkret: Allah yang transenden menjadi dekat dan penuh kasih.

Makna Teologis dalam Kerangka Reformed

1. Kasih Karunia Mendahului Segala Sesuatu

Dalam teologi Reformed, Markus 10:13–16 menggambarkan dengan indah prinsip anugerah mendahului iman.

Anak-anak tidak mencari Yesus; orang lain membawa mereka. Begitu pula kita datang kepada Allah bukan karena inisiatif kita, tetapi karena panggilan kasih karunia-Nya.

Louis Berkhof menulis:

“Manusia tidak dapat datang kepada Kristus kecuali Allah lebih dahulu menariknya; dan tindakan menarik itu adalah kasih karunia yang efektif.” (Systematic Theology, 1938).

Ini sejalan dengan Yohanes 6:44 dan Efesus 2:8–9 — keselamatan adalah pemberian, bukan hasil usaha manusia.

2. Kerajaan Allah Diterima, Bukan Dicapai

Yesus berkata, “siapa yang tidak menerima Kerajaan Allah seperti seorang anak, tidak akan masuk ke dalamnya.”

Kata menerima (dechomai) menunjukkan tindakan pasif — menerima sesuatu yang diberikan, bukan diperjuangkan. Ini menegaskan ajaran sola fide: kita tidak masuk Kerajaan Allah karena perbuatan, melainkan karena menerima dengan iman seperti anak kecil.

John Calvin menulis:

“Anak kecil tidak memiliki apa pun untuk mempersembahkan, dan justru karena itulah ia layak menjadi simbol orang percaya yang hanya hidup dari kasih karunia.”

3. Kedaulatan Kristus atas Jiwa Anak-Anak

Perikop ini juga menunjukkan bahwa anak-anak termasuk dalam perhatian kasih Allah. Banyak teolog Reformed mengaitkan teks ini dengan doktrin perjanjian anugerah (covenant of grace).

Herman Bavinck menulis:

“Dalam perjanjian, anak-anak umat percaya tidak dikeluarkan, melainkan diterima sebagai bagian dari umat Allah. Kasih Yesus kepada anak-anak menguatkan dasar teologis baptisan anak.” (Reformed Dogmatics, Vol. 4).

Namun, penekanannya bukan semata-mata pada ritus, melainkan pada realitas bahwa Kerajaan Allah menyentuh generasi yang paling lemah sekalipun.

4. Kelemahan Sebagai Jalan Menuju Kasih Karunia

Dunia menghormati kekuatan dan kemandirian, tetapi Yesus memuji ketergantungan dan kerendahan hati.

Martyn Lloyd-Jones berkata:

“Kerajaan Allah adalah kerajaan bagi mereka yang tahu bahwa mereka tidak bisa menolong diri mereka sendiri.” (Studies in the Sermon on the Mount, 1959).

Dengan demikian, anak kecil menjadi simbol teologis bagi setiap orang berdosa yang datang kepada Allah dengan tangan kosong.

5. Kristus Sebagai Gembala yang Lembut

Dalam tindakan memeluk anak-anak, kita melihat karakter Yesus sebagai Gembala yang penuh kasih (Yohanes 10:11). Ia bukan hanya Raja yang berkuasa, tetapi juga Sahabat yang lemah lembut bagi yang tak berdaya.

J.C. Ryle, uskup dan teolog Anglikan Reformed, menulis:

“Tidak ada orang yang terlalu kecil untuk perhatian Yesus; Ia memiliki waktu bagi anak-anak dan ruang bagi jiwa yang paling sederhana.” (Expository Thoughts on the Gospels, 1879).

Aplikasi Praktis untuk Gereja dan Kehidupan Kristen

1. Iman yang Murni dan Bergantung

Teks ini menantang setiap orang percaya untuk datang kepada Allah dengan iman yang sederhana dan bergantung penuh, bukan dengan kesombongan rohani.

Kita sering kali datang kepada Allah dengan daftar prestasi atau harapan upah. Namun Yesus mengingatkan bahwa satu-satunya cara masuk Kerajaan-Nya adalah dengan tangan kosong.

2. Pelayanan kepada Anak-Anak sebagai Prioritas Gereja

Jika Yesus begitu menghargai anak-anak, maka gereja harus meneladani sikap itu. Pelayanan anak bukanlah sekadar program pendamping, melainkan bagian dari mandat Kerajaan Allah.

Gereja Reformed seperti Geneva Reformers menekankan pentingnya pendidikan iman sejak dini. Calvin bahkan menulis katekismus khusus untuk anak-anak.

“Anak-anak harus dibesarkan di dalam kasih dan disiplin Tuhan, karena mereka juga adalah pewaris janji.” (Calvin, Catechism of the Church of Geneva, 1545).

3. Kasih Karunia yang Menghapus Kasta Rohani

Perikop ini menembus semua bentuk diskriminasi rohani. Tidak ada “kelas elit” dalam Kerajaan Allah. Semua diterima bukan karena status, tetapi karena kasih Kristus.

Ketika kita menolak orang yang lemah, miskin, atau sederhana, kita sedang mengulangi kesalahan murid-murid di ayat 13.

4. Penghiburan Bagi Orang Tua

Bagi orang tua percaya, Markus 10:13–16 memberikan penghiburan besar. Yesus yang memeluk anak-anak itu adalah Tuhan yang sama yang memelihara anak-anak kita di bawah kasih karunia-Nya.

Charles Spurgeon pernah berkata dalam khotbahnya “Come Unto Me, O Children”:

“Saya percaya banyak anak kecil telah disambut di surga, bukan karena mereka tidak berdosa, tetapi karena Kristus mengasihi mereka.”

5. Panggilan untuk Menjadi Gereja yang Rendah Hati

Gereja sering kali tergoda menjadi institusi yang berorientasi pada kekuatan, pengaruh, dan prestasi. Namun Kristus berkata bahwa yang terbesar adalah yang paling rendah.

Kerendahan hati anak-anak harus menjadi ciri khas gereja yang sejati. Dalam dunia yang menghargai prestasi, gereja dipanggil untuk menunjukkan kerendahan dan ketulusan.

Kesimpulan: Pelukan Kristus bagi Dunia yang Lemah

Markus 10:13–16 adalah miniatur Injil.
Anak-anak datang tanpa kuasa; murid-murid menghalangi; Kristus membuka tangan dan memeluk.

Itulah Injil. Kita datang tanpa jasa, dunia menolak, Kristus menerima.

Theolog Reformed R.C. Sproul menulis dengan indah:

“Kita semua adalah anak kecil di hadapan Allah yang kudus. Satu-satunya cara untuk diselamatkan adalah dengan datang kepada-Nya tanpa klaim, tanpa pembelaan, hanya dengan iman kepada kasih karunia-Nya.”

Ketika Yesus meletakkan tangan-Nya atas anak-anak, Ia bukan hanya memberkati mereka, tetapi juga menunjukkan kasih-Nya kepada setiap jiwa yang berserah kepada-Nya.

Kiranya kita belajar datang kepada Kristus dengan hati seorang anak — sederhana, percaya, dan penuh kasih. Karena hanya mereka yang demikianlah yang memiliki Kerajaan Allah.

Next Post Previous Post