Markus 9:42 - Kekudusan yang Melindungi Sesama

Eksposisi Markus 9:42
“Siapa yang menyebabkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya kepada-Ku itu berbuat dosa, akan lebih baik bagi dirinya jika sebuah batu kilangan yang besar digantungkan pada lehernya dan dia dilemparkan ke dalam laut.”
(Markus 9:42, AYT)
1. Pendahuluan: Ketegasan Yesus terhadap Dosa
Ayat ini adalah salah satu pernyataan Yesus yang paling keras dalam Injil. Gambaran “batu kilangan di leher dan dilemparkan ke laut” mengguncang batin setiap pendengar-Nya. Namun di balik bahasa yang keras ini, terdapat kasih yang mendalam—kasih yang melindungi mereka yang lemah dan memperingatkan mereka yang lalai.
Yesus berbicara di sini bukan tentang ancaman kematian fisik semata, tetapi tentang seriusnya dosa dan tanggung jawab moral orang percaya terhadap sesamanya. Dalam teologi Reformed, ayat ini menyoroti pentingnya kekudusan, disiplin rohani, dan tanggung jawab perjanjian di dalam komunitas iman.
2. Konteks Markus 9
Markus 9 mencatat momen penting dalam pelayanan Yesus: Transfigurasi (Yesus dimuliakan di gunung), pengusiran roh jahat, dan pengajaran tentang kerendahan hati serta pelayanan.
Dalam pasal ini, murid-murid berdebat tentang siapa yang terbesar (ay. 33–34). Sebagai tanggapan, Yesus memeluk seorang anak kecil dan berkata:
“Barang siapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.” (Markus 9:37)
Setelah itu, Yesus memperingatkan mereka agar tidak menjadi batu sandungan bagi “anak-anak kecil yang percaya kepada-Nya” (ay. 42).
Jadi, konteks Markus 9:42 bukan sekadar tentang anak-anak secara biologis, melainkan orang-orang percaya yang lemah dalam iman, yang bergantung pada pemimpin atau sesama untuk dituntun dalam kebenaran.
3. Analisis Teks dan Bahasa Asli
Mari kita lihat beberapa istilah penting dalam ayat ini:
a. “Siapa yang menyebabkan salah satu dari anak-anak kecil… berbuat dosa”
Kata “menyebabkan berbuat dosa” dalam bahasa Yunani adalah σκανδαλίσῃ (skandalisē), dari akar kata skandalon, yang berarti “jerat” atau “batu sandungan.”
Maknanya bukan sekadar “membuat seseorang jatuh dalam dosa,” tetapi menjadi penyebab moral atau teladan buruk yang menjerumuskan orang lain.
Dalam konteks gereja, ini bisa berarti:
-
Mengajarkan doktrin palsu,
-
Memberikan teladan hidup yang munafik,
-
Menyalahgunakan otoritas rohani, atau
-
Mendorong orang percaya lemah untuk berkompromi dengan dosa.
John Calvin, dalam Commentary on the Synoptic Gospels, menulis:
“Ketika Kristus berbicara tentang anak-anak kecil, Ia tidak hanya berbicara tentang usia, tetapi tentang mereka yang lemah dalam iman. Barang siapa membuat mereka tersandung, ia melakukan kejahatan yang melawan kasih Kristus sendiri.”
b. “Anak-anak kecil yang percaya kepada-Ku”
Kata “anak-anak kecil” (mikron) digunakan oleh Yesus untuk menggambarkan mereka yang sederhana, rendah hati, dan masih bertumbuh dalam iman.
Dalam teologi Reformed, ini mengingatkan pada konsep komunitas perjanjian (covenantal community) — di mana Allah memelihara baik yang kuat maupun yang lemah dalam iman-Nya.
Matthew Henry menafsirkan:
“Anak-anak kecil yang percaya adalah mereka yang baru memulai dalam perjalanan iman. Jika kita mencintai Kristus, kita akan berhati-hati agar tidak menyakiti mereka yang dikasihi-Nya.”
c. “Akan lebih baik bagi dirinya jika sebuah batu kilangan yang besar digantungkan pada lehernya dan dia dilemparkan ke dalam laut.”
Gambaran ini sangat mengerikan. Batu kilangan (mulos onikos) adalah batu besar yang digunakan untuk menggiling gandum, biasanya digerakkan oleh keledai. Beratnya bisa mencapai ratusan kilogram.
Ungkapan ini bukan hiperbola kosong, tetapi ilustrasi dari hukuman yang lebih ringan dibandingkan akibat spiritual dari menyesatkan orang lain.
Yesus berkata: lebih baik mati secara tragis daripada menanggung hukuman rohani karena menyesatkan orang percaya lemah.
R.C. Sproul menjelaskan:
“Yesus menggunakan bahasa hiperbolik untuk menekankan kengerian dosa. Lebih baik mati secara tragis daripada menjadi alat yang menyebabkan orang lain jatuh dari kasih karunia.”
(The Holiness of God)
4. Tema Utama: Tanggung Jawab dalam Kekudusan
Markus 9:42 menegaskan prinsip yang dalam: dosa tidak pernah bersifat pribadi.
Dosa kita selalu berdampak pada komunitas iman.
Dalam sistem teologi Reformed, manusia tidak hidup sebagai individu otonom, melainkan dalam konteks perjanjian (covenant). Setiap tindakan moral memengaruhi tubuh Kristus secara keseluruhan.
John Owen, dalam Of the Mortification of Sin, menulis:
“Tidak ada dosa yang tidak membawa luka pada tubuh Kristus. Dosa pribadi adalah penghinaan terhadap kasih Allah dan racun bagi sesama.”
Karena itu, kekudusan bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga bentuk kasih terhadap komunitas perjanjian.
5. Eksposisi Teologis
a. Keseriusan Dosa dalam Pandangan Allah
Yesus mengajar dengan sangat tegas: menyesatkan orang lain adalah salah satu dosa yang paling serius.
Dalam teologi Reformed, hal ini menunjukkan dua hal:
-
Kekudusan Allah tidak bisa ditawar-tawar.
-
Dosa terhadap sesama adalah dosa terhadap Allah sendiri.
Jonathan Edwards menulis dalam The Justice of God in the Damnation of Sinners:
“Dosa sekecil apa pun terhadap ciptaan Allah adalah pemberontakan terhadap otoritas Allah yang tak terbatas.”
Maka, membuat seseorang berdosa bukan hanya pelanggaran horizontal (terhadap manusia), tetapi vertikal (terhadap Allah).
b. Perlindungan Allah atas yang Lemah
Yesus menegaskan kasih-Nya kepada “anak-anak kecil” — simbol kasih Allah terhadap yang lemah, yang tidak berdaya, dan yang baru bertumbuh.
Dalam teologi perjanjian, ini mencerminkan hati Allah yang memelihara umat-Nya secara berjenjang: dari yang kuat sampai yang paling lemah.
Herman Bavinck menulis:
“Kasih Allah tidak hanya dinyatakan dalam kekuatan-Nya, tetapi terutama dalam kesabaran-Nya terhadap mereka yang lemah. Gereja yang sejati meniru kasih ini.”
Karena itu, setiap orang percaya dipanggil menjadi penjaga spiritual bagi sesamanya — bukan batu sandungan.
c. Keadilan Ilahi
Yesus menegaskan bahwa ada konsekuensi ilahi bagi yang menyesatkan. Hukuman yang digambarkan bukan simbolis, tetapi menunjukkan realitas penghakiman Allah yang adil.
Dalam teologi Reformed, ini berkaitan dengan atribut keadilan Allah (justitia Dei) — Allah tidak akan membiarkan dosa tanpa hukuman.
Louis Berkhof menulis:
“Keadilan Allah menuntut bahwa setiap dosa dibalas secara setimpal. Salib Kristus adalah bukti bahwa Allah tidak pernah menurunkan standar kekudusan-Nya.”
6. Aplikasi dalam Gereja dan Pelayanan
a. Pemimpin Rohani dan Tanggung Jawab Gembala
Ayat ini berbicara keras kepada para pemimpin rohani, guru, dan hamba Tuhan.
Mereka memiliki pengaruh besar atas kehidupan rohani orang lain.
Jika mereka menyeleweng, menipu, atau memberi teladan buruk, mereka bukan hanya mencemari diri sendiri, tetapi juga merusak iman banyak orang.
Jakobus 3:1 memperingatkan:
“Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru, sebab kita tahu bahwa sebagai guru kita akan dihakimi lebih berat.”
Charles Spurgeon berkata:
“Lebih baik menjadi orang biasa yang sederhana dalam iman, daripada guru yang menyesatkan banyak jiwa.”
b. Kehidupan Kristen Sehari-hari
Setiap orang percaya adalah teladan bagi sesamanya — baik sadar maupun tidak.
Gaya bicara, perilaku, media sosial, dan keputusan moral semuanya bisa menjadi kesaksian atau batu sandungan.
Paulus menulis:
“Hendaklah kamu tidak menjadi batu sandungan bagi orang Yahudi atau orang Yunani atau jemaat Allah.” (1 Korintus 10:32)
Kasih sejati menuntun kita untuk menjaga hati dan tindakan agar tidak menjadi jerat bagi iman orang lain.
7. Tafsiran dari Teolog Reformed
a. John Calvin
“Kristus menekankan bahwa orang yang menyesatkan mereka yang lemah adalah pengkhianat terhadap kasih Allah. Lebih baik mati dengan cara mengerikan daripada merusak satu jiwa yang dikasihi-Nya.”
b. Matthew Henry
“Kehidupan Kristen sejati bukan hanya menghindari dosa pribadi, tetapi juga memastikan bahwa kita tidak menjadi alat setan untuk menjerumuskan orang lain.”
c. R.C. Sproul
“Bahasa Yesus tentang batu kilangan bukan hiperbola kosong. Itu menandakan seberapa serius Allah menanggapi dosa yang menghancurkan iman orang lain. Allah begitu mengasihi umat-Nya, sehingga Ia melindungi mereka dengan kecemburuan yang kudus.”
d. John Owen
“Kekudusan sejati selalu berdampak sosial. Siapa yang hidup dalam dosa rahasia tanpa bertobat, lambat laun akan menjadi batu sandungan bagi gereja.”
e. J.I. Packer
“Markus 9:42 mengingatkan bahwa kasih dan kebenaran tidak bisa dipisahkan. Melindungi iman orang lain adalah bentuk tertinggi dari kasih Kristen.”
8. Eksposisi Praktis: Kasih yang Disertai Ketaatan
Markus 9:42 mengajak kita menyeimbangkan kasih dan kekudusan.
Kasih tanpa kekudusan berubah menjadi kompromi; kekudusan tanpa kasih menjadi legalisme.
Yesus tidak hanya memperingatkan kita dari menjadi batu sandungan, tetapi juga memanggil kita untuk menjadi batu penjuru — tempat iman orang lain dibangun, bukan runtuh.
Dalam kehidupan jemaat:
-
Orang tua harus berhati-hati dalam mendidik anak agar mengenal Kristus, bukan hanya tradisi agama.
-
Pemimpin gereja harus menjaga integritas pelayanan.
-
Orang muda harus berhati-hati agar tidak menyesatkan teman sebaya melalui gaya hidup yang kompromis.
Roh Kudus bekerja bukan hanya untuk mengampuni dosa, tetapi juga memampukan kita menjaga sesama.
9. Implikasi Eskatologis
Peringatan Yesus juga bernada eskatologis — mengingatkan akan penghakiman terakhir.
Orang yang menyesatkan orang percaya akan menanggung konsekuensi kekal.
Jonathan Edwards menggambarkan hal ini dalam Sinners in the Hands of an Angry God:
“Dosa yang menyesatkan orang lain adalah dosa berlipat ganda. Ia tidak hanya menghancurkan dirinya sendiri, tetapi juga mencuri keselamatan dari orang lain.”
Ini bukan berarti kehilangan keselamatan bagi yang sungguh percaya, tetapi menunjukkan bahwa iman yang sejati tidak akan tega menyesatkan sesama.
10. Kasih dan Kekudusan di Salib Kristus
Markus 9:42 hanya bisa dimengerti secara penuh di bawah bayangan salib.
Di sana kita melihat kasih Allah yang begitu besar kepada umat-Nya yang lemah, dan keadilan Allah yang begitu keras terhadap dosa.
Kasih Allah tidak meniadakan penghakiman — justru penghakiman Allah ditanggung oleh Kristus bagi kita.
Salib adalah bukti bahwa Allah lebih memilih menanggung hukuman daripada membiarkan umat-Nya binasa.
John Stott menulis:
“Salib menunjukkan betapa seriusnya Allah terhadap dosa, dan betapa dalamnya kasih-Nya terhadap orang berdosa.”
(The Cross of Christ)
11. Kesimpulan: Kekudusan yang Menyelamatkan
Markus 9:42 bukan sekadar peringatan moral, tetapi panggilan kasih bagi komunitas iman untuk hidup dalam tanggung jawab dan kekudusan.
Yesus menuntut agar setiap pengikut-Nya:
-
Tidak menjadi batu sandungan,
-
Melindungi iman yang lemah, dan
-
Hidup dalam kekudusan yang aktif.
R.C. Sproul menyimpulkan dengan tepat:
“Kekudusan bukan pilihan opsional bagi orang percaya; itu adalah panggilan ilahi untuk mencerminkan karakter Allah sendiri.”
Kiranya setiap kita memandang ayat ini bukan dengan ketakutan legalistik, tetapi dengan rasa hormat yang kudus terhadap kasih Allah yang melindungi umat-Nya.