Zakharia 1:2–6 - Panggilan untuk Kembali kepada Allah

I. Pendahuluan: Panggilan yang Bergema dari Masa ke Masa
Kitab Zakharia dibuka dengan seruan yang tegas dan menggugah hati. Setelah masa pembuangan di Babel, umat Israel telah kembali ke Yerusalem, tetapi hati mereka belum sepenuhnya kembali kepada Tuhan. Di tengah upaya membangun kembali Bait Allah, Allah memanggil umat-Nya untuk lebih dulu membangun kembali hubungan dengan Dia.
Zakharia 1:2–6 menjadi fondasi rohani dari seluruh kitab ini. Allah tidak hanya berbicara tentang pembangunan fisik, tetapi tentang pertobatan sejati. Seruan itu adalah panggilan kasih yang sama yang bergema kepada gereja masa kini:
“Kembalilah kepada-Ku, maka Aku akan kembali kepadamu.” (Zakharia 1:3, AYT)
II. Teks dan Terjemahan (Zakharia 1:2–6, AYT)
2 “TUHAN sangat murka kepada nenek moyangmu.
3 Oleh sebab itu, katakan kepada mereka, ‘Beginilah TUHAN semesta alam berfirman: Kembalilah kepada-Ku, firman TUHAN semesta alam, maka Aku akan kembali kepadamu, firman TUHAN semesta alam.
4 Janganlah seperti nenek moyangmu, yang kepada mereka, para nabi sebelumnya telah berseru, katanya, “Inilah firman TUHAN semesta alam, ‘Berbaliklah sekarang dari jalan-jalanmu yang jahat dan dari perbuatan-perbuatanmu yang jahat!’ Namun, mereka tidak mendengarkan dan tidak memperhatikan Aku, firman TUHAN.”
5 Nenek moyangmu itu, di manakah mereka? Dan, para nabi itu, apakah mereka hidup selama-lamanya?
6 Bukankah firman-Ku dan ketetapan-ketetapan-Ku yang telah Aku perintahkan kepada hamba-hamba-Ku, yaitu para nabi, sudah sampai kepada nenek moyangmu? Lalu, mereka bertobat dan berkata, ‘Seperti yang TUHAN semesta alam rencanakan untuk melakukannya kepada kita sesuai dengan jalan-jalan dan perbuatan-perbuatan kami, demikianlah Dia melakukannya kepada kami!’”
III. Latar Belakang Historis: Masa Setelah Pembuangan
Zakharia melayani bersama nabi Hagai sekitar tahun 520 SM, di masa pemerintahan Darius I. Umat Israel baru saja kembali dari pembuangan di Babel, tetapi hidup rohani mereka kering.
Mereka mengalami kelelahan, kekecewaan, dan kebingungan. Bait Allah belum selesai dibangun, dan keadaan ekonomi masih sulit. Dalam konteks inilah, Allah mengutus Zakharia untuk memanggil umat kepada pertobatan sejati, bukan hanya aktivitas religius.
Menurut John Calvin,
“Zakharia memulai pelayanannya dengan menunjukkan bahwa penderitaan bangsa itu bukan kebetulan, tetapi akibat dari dosa yang diwariskan. Maka, pengharapan sejati dimulai dengan pertobatan sejati.”
(Commentary on Zechariah 1:2–6)
IV. Eksposisi Ayat demi Ayat
1. Zakharia 1:2: “TUHAN sangat murka kepada nenek moyangmu.”
Kalimat pembuka ini menempatkan dosa umat dalam terang kekudusan Allah. Murka Allah bukanlah kemarahan tanpa kendali, melainkan respons kudus terhadap dosa dan pemberontakan.
Louis Berkhof menulis:
“Kekudusan Allah menuntut bahwa dosa tidak dapat dibiarkan tanpa penghukuman. Murka-Nya adalah aspek keadilan moral-Nya.”
(Systematic Theology, 71)
Zakharia mengingatkan generasi baru bahwa dosa nenek moyang mereka telah membawa mereka ke pembuangan. Dengan demikian, sejarah menjadi cermin rohani — bukan sekadar kisah masa lalu, tetapi peringatan bagi hati yang keras.
2. Zakharia 1:3: “Kembalilah kepada-Ku... maka Aku akan kembali kepadamu.”
Inilah inti dari seluruh pesan kitab Zakharia — panggilan kasih karunia untuk kembali kepada Allah.
Ungkapan ini mencerminkan inisiatif ilahi dan tanggapan manusia.
Pertobatan sejati dimulai dengan panggilan dari Allah, namun menuntut respons nyata dari umat.
Dalam teologi Reformed, hal ini sejalan dengan doktrin efikasi anugerah (effectual calling) — bahwa Allah yang memanggil juga memberi kemampuan untuk merespons.
John Owen menjelaskan:
“Ketika Allah berkata, ‘Kembalilah,’ itu bukan sekadar perintah, tetapi juga anugerah yang menolong hati untuk benar-benar kembali.”
(The Doctrine of the Holy Spirit)
Pesan ini menegaskan keseimbangan antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia.
Allah yang berdaulat memanggil, tetapi manusia dipanggil untuk taat.
3. Zakharia 1:4: “Janganlah seperti nenek moyangmu...”
Zakharia memperingatkan agar generasi ini tidak mengulangi kesalahan leluhur mereka yang menolak suara para nabi.
Mereka telah mendengar firman Allah, tetapi menutup telinga.
Ini adalah gambaran keras kepala rohani — dosa yang tidak tampak secara lahiriah, tetapi sangat serius.
Menurut Herman Bavinck,
“Dosa terbesar Israel bukanlah penyembahan berhala, melainkan penolakan terhadap firman Allah. Dalam menolak firman, mereka menolak Allah sendiri.”
(Reformed Dogmatics, Vol. 3)
Zakharia menegaskan bahwa ketaatan bukan sekadar ritual, melainkan sikap hati.
Pertobatan sejati harus melibatkan perubahan arah — bukan hanya dari perbuatan jahat, tetapi dari pemberontakan hati terhadap Allah.
4. Zakharia 1:5: “Nenek moyangmu itu, di manakah mereka? Dan para nabi itu, apakah mereka hidup selama-lamanya?”
Pertanyaan retoris ini menunjukkan kefanaan manusia.
Para nabi dan leluhur telah mati, tetapi firman Allah tetap hidup.
Yesaya 40:8 menegaskan hal yang sama:
“Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita tetap untuk selama-lamanya.”
Calvin berkomentar:
“Zakharia ingin menunjukkan bahwa waktu tidak melemahkan kuasa firman Allah. Walau nabi-nabi dan manusia berlalu, firman itu terus mengejar sampai kehendak Allah terlaksana.”
(Commentary on Zechariah 1:5)
Artinya, firman Allah tidak pernah gagal. Ia tidak hanya memberi peringatan, tetapi juga menggenapi janji dan hukuman-Nya.
5. Zakharia 1:6: “Bukankah firman-Ku dan ketetapan-Ku sudah sampai kepada nenek moyangmu?”
Akhir bagian ini menegaskan kesetiaan Allah terhadap firman-Nya.
Semua yang difirmankan-Nya melalui para nabi telah terjadi.
Nenek moyang Israel akhirnya mengakui kebenaran firman itu melalui penderitaan mereka.
Mereka berkata:
“Seperti yang TUHAN rencanakan... demikianlah Dia melakukannya kepada kami!”
Itu adalah pengakuan pahit bahwa firman Allah tidak dapat diabaikan tanpa konsekuensi.
Charles Hodge menulis:
“Firman Allah bukan hanya pernyataan kehendak-Nya, melainkan kekuatan efektif yang pasti menghasilkan apa yang dikatakannya.”
(Systematic Theology, Vol. 1)
V. Tema Teologis Utama
1. Allah yang Murka dan Berbelas Kasih
Zakharia menunjukkan dua sisi karakter Allah yang sejati — murka terhadap dosa dan kasih dalam panggilan pertobatan.
Keduanya tidak bertentangan, tetapi saling melengkapi.
Dalam teologi Reformed, kasih karunia tidak meniadakan keadilan, tetapi menggenapinya di dalam Kristus.
R.C. Sproul menulis:
“Kasih karunia tidak berarti Allah menutup mata terhadap dosa, tetapi bahwa Allah sendiri menanggung murka itu di dalam Kristus.”
(The Holiness of God)
2. Pertobatan sebagai Respons terhadap Anugerah
Zakharia tidak memulai dengan perintah membangun Bait Allah, tetapi dengan panggilan untuk bertobat.
Bait Allah hanya bisa berdiri teguh jika hati umat kembali kepada Allah.
Dalam teologi Reformed, pertobatan bukan syarat keselamatan, tetapi buah dari anugerah yang menyelamatkan.
Louis Berkhof menulis:
“Pertobatan sejati mencakup dua aspek: perubahan pikiran tentang dosa dan perubahan arah hidup kepada Allah.”
(Systematic Theology, 493)
3. Ketetapan Allah yang Kekal
Ayat 6 menegaskan bahwa firman dan ketetapan Allah tidak pernah gagal.
Baik janji maupun hukuman-Nya pasti terlaksana.
Bagi umat Allah, ini menjadi penghiburan sekaligus peringatan.
Allah yang setia menepati janji keselamatan juga akan setia menegakkan keadilan.
Herman Bavinck menulis:
“Ketetapan Allah bukanlah takdir buta, melainkan ungkapan kasih dan keadilan yang sempurna.”
(Reformed Dogmatics, Vol. 2)
VI. Relevansi Eksposisi Zakharia 1:2–6 bagi Gereja Masa Kini
1. Gereja Dipanggil untuk Kembali kepada Allah
Zakharia 1:3 tetap menjadi panggilan utama bagi gereja sepanjang zaman:
“Kembalilah kepada-Ku, maka Aku akan kembali kepadamu.”
Sering kali gereja sibuk dengan program, tradisi, atau aktivitas, tetapi kehilangan hati yang sungguh kembali kepada Tuhan.
Gereja perlu menyadari bahwa pembaruan rohani sejati dimulai dari pertobatan.
John Piper menulis:
“Reformasi sejati terjadi bukan karena strategi manusia, tetapi karena umat Allah kembali kepada kemuliaan-Nya.”
(Desiring God)
2. Firman Allah Tetap Hidup dan Berkuasa
Meskipun zaman berubah, firman Allah tidak kehilangan relevansinya.
Di tengah relativisme dan postmodernisme, Zakharia mengingatkan kita bahwa firman Allah tetap efektif dan mengikat.
Francis Schaeffer menulis:
“Setiap generasi harus menjawab pertanyaan yang sama: apakah kita akan tunduk kepada firman Allah yang hidup atau mengikuti suara zaman?”
(He Is There and He Is Not Silent)
3. Pertobatan Kolektif, Bukan Individual Saja
Panggilan Zakharia tidak ditujukan kepada individu, tetapi kepada seluruh umat.
Ini menekankan dimensi komunitas dari iman.
Gereja masa kini perlu bertobat bukan hanya secara pribadi, tetapi juga secara korporat — mengakui dosa sistemik seperti ketidakadilan, keserakahan, atau penyimpangan doktrin.
Timothy Keller menulis:
“Pertobatan komunitas adalah tanda kebangunan rohani sejati. Gereja yang bertobat adalah gereja yang dipakai Allah.”
(Center Church)
4. Allah yang Sama, Kasih yang Sama
Pesan Zakharia menegaskan bahwa Allah yang memanggil Israel untuk bertobat adalah Allah yang sama yang memanggil kita hari ini.
Ia tidak berubah.
Seperti dalam Maleakhi 3:6,
“Aku, TUHAN, tidak berubah; sebab itu kamu, keturunan Yakub, tidak lenyap.”
Herman Bavinck menyebut sifat Allah yang tak berubah sebagai “fondasi penghiburan umat pilihan.”
Artinya, panggilan Allah untuk kembali selalu terbuka bagi mereka yang mau merendahkan diri.
VII. Kristus dalam Zakharia 1:2–6
Dalam terang Perjanjian Baru, seruan “Kembalilah kepada-Ku” menemukan puncaknya dalam Kristus Yesus.
-
Kristus adalah Pribadi yang memanggil:
Ia datang bukan hanya membawa panggilan pertobatan, tetapi juga kuasa untuk memulihkan hati yang keras.“Datanglah kepada-Ku, semua yang letih lesu...” (Matius 11:28) adalah gema dari Zakharia 1:3 dalam kasih yang sempurna.
-
Kristus adalah jawaban terhadap murka Allah:
Murka yang ditimpakan atas nenek moyang Israel ditanggung-Nya di salib.
Di sana, keadilan dan kasih bertemu.John Murray menulis:
“Di salib, panggilan Allah untuk kembali dan janji bahwa Ia akan kembali kepada kita bersatu dalam Kristus.”
(Redemption Accomplished and Applied) -
Kristus menjamin kembalinya Allah kepada umat-Nya:
Melalui Roh Kudus, Allah kini berdiam di dalam hati umat-Nya.
Ini adalah penggenapan sempurna dari janji “Aku akan kembali kepadamu.”
VIII. Aplikasi Rohani
-
Ingatlah murka Allah terhadap dosa.
Murka Allah bukan mitos teologis, tetapi realitas moral yang menegaskan bahwa dosa itu serius. -
Responilah panggilan untuk kembali.
Jangan tunda pertobatan. Setiap hari adalah kesempatan baru untuk kembali kepada Allah. -
Percayalah pada firman yang tetap.
Firman Allah tidak gagal, bahkan ketika dunia berubah. -
Hiduplah dalam pertobatan yang berkelanjutan.
Pertobatan bukan peristiwa sekali jadi, tetapi gaya hidup.
Martin Luther berkata:
“Seluruh kehidupan orang Kristen adalah pertobatan.”
IX. Penutup: Firman yang Tetap dan Kasih yang Tak Berubah
Zakharia 1:2–6 adalah seruan abadi kepada umat Allah di setiap zaman:
Kembalilah. Jangan ulangi kesalahan masa lalu. Dengarlah firman yang hidup.
Allah yang murka terhadap dosa adalah juga Allah yang memanggil dengan kasih.
Ia menunggu dengan tangan terbuka bagi setiap orang yang mau kembali.
Dalam Kristus, janji itu telah digenapi — Allah telah datang kembali kepada umat-Nya.