PENGUDUSAN EMOSI

Pdt. DR. Stephen Tong.
PENGUDUSAN EMOSI
PENDAHULUAN: 

“Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus.” (Imamat 11:44a).Dalam filsafat Gerika (Yunani) dipahami bahwa kelakuan manusia selalu dikendalikan oleh kehendak, dan kehendak dikendalikan oleh emosi, sedangkan emosi dikendalikan oleh rasio. Jadi menurut pemikiran Gerika, dengan berdasarkan rasionya yang otonom, seorang manusia mampu menjalankan kehidupan yang baik. Tetapi kita melihat ada banyak kelemahan dalam teori ini; salah satunya ialah asumsi bahwa rasio manusia itu netral dan dapat dijadikan sebagai penuntun tertinggi seseorang dalam hidupnya. Jelas pemikiran ini tidak sesuai dengan kenyataan hidup yang menyaksikan cacat yang parah dalam aspek kehendak, emosi, maupun rasio manusia, sebagai akibat kejatuhan manusia dalam dosa.

Karena itu, jika tidak dipimpin oleh Roh Kudus, bukan saja kehendak dan emosi akan menyeleweng, tetapi rasionya pun akan menjadi dasar yang tidak memiliki standar, dan mengakibatkan kerusakan dalam seluruh tingkah laku dan kehidupan manusia. Di sinilah signifikasi theologi dan etika Kekristenan yang melampaui semua kebudayaan manusia, yang menegaskan kabar baik ini bagi kita, yaitu: Allah telah memberikan Roh Kudus untuk memimpin semua orang yang telah diperanakkan (dilahir-barukan) oleh-Nya.

Salah satu pekerjaan Roh Kudus yang terpenting selain mencerahkan kita, memperanakkan kita, dan bersaksi dalam hati kita bahwa kita anak-anak Allah, adalah memimpin dan menguduskan kita dalam seluruh perjalanan hidup kita mengikut Tuhan. 

Pengudusan ini mencakup membawa rasio kita kembali dalam kesetiaan pada firman Tuhan, membersihkan hati kita untuk senantiasa jujur dan murni di hadapan Tuhan, serta menguduskan emosi kita dalam setiap pergumulan dan pencobaan yang kita hadapi dalam hidup kita. Pengudusan emosi ini sangat krusial karena secara pasti akan mengakibatkan kesuksesan atau kegagalan hidup kita sebagai seorang Kristen.

Mengapa Kain membunuh Habel? Mengapa Abraham berbohong? Mengapa Saul berusaha membunuh Daud? Mengapa Daud berzinah? Mengapa Salomo jatuh dalamn dosa karena berpoligami? Semua ini disebabkan karena kerusakan dan kenajisan dalam emosi. Karena itulah, pengudusan emosi merupakan salah satu aspek kerohanian anak-anak Tuhan yang tidak boleh diabaikan. Inilah juga sebabnya buku ini diterbitkan.

Kiranya Tuhan berkenan memakai pembahasan dalam buku ini untuk menolong kita yang telah disebut sebagai orang kudus untuk benar-benar memiliki hidup yang kudus.

Bab 1 : PENGUDUSAN EMOSI.

DUKACITA YANG KUDUS

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” (Matius 5 : 3-4)

“Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa.” (1 Yohanes 1 : 7).

Apakah orang Kristen masih memiliki emosi kesedihan setelah menerima Tuhan Yesus? Bukankah kita sering kali mendengar orang mengatakan: “Mari kita percaya kepada Tuhan, maka kita akan senantiasa bersukacita, mendapatkan damai sejahtera, dan tidak akan mengalami dukacita lagi.” Di dalam banyak kesempatan, orang sering kali menekankan aspek yang sangat positif kepada orang lain dan melupakan aspek negatif yang juga tercantum dalam Alkitab. Di dalam Seminar Pembinaan Iman Kristen yang membahas tema “Dinamika Pimpinan Roh Kudus,” saya berkata bahwa banyak orang Kristen mengetahui pimpinan Tuhan yang bersifat positif, tetapi tidak pernah mengetahui adanya pimpinan Tuhan yang bersifat negatif.

Pada satu kesempatan di Amerika Serikat, dalam sebuah persekutuan yang terdiri dari 37 orang Doktor, sebelum berkhotbah saya meminta setiap peserta membagikan secara singkat kisah pengalaman hidupnya yang paling berkesan. Satu per satu peserta tersebut bercerita sekitar satu menit sampai semua mendapat giliran. Ada yang mengatakan bagaimana Tuhan memimpin dia ke Amerika Serikat, ada yang dipertemukan dan dipersatukan dengan isterinya, ada yang baru naik gaji, dan lain-lain. Lalu saya bertanya kepada mereka, bagaimana jika Tuhan memimpin dia ke Afrika, bukan ke Amerika? Bagaimana jika Tuhan tidak mempertemukan dia dengan isterinya? Bagaimana kalau gajinya diturunkan? Apakah masih tetap berseru: Puji Tuhan! Apakah masih bisa tetap bersyukur akan pimpinan Tuhan? Ketika mendengar berita bahwa orang tua kita meninggal, apakah kita masih bisa bersyukur? Bagaimana kita berespon terhadap kondisi dan situasi seperti ini? Apakah kita mengatakan bahwa semua itu bukan pimpinan Tuhan? Saat itu semua peserta menjadi tercengang, mereka tidak tahu apa yang mereka harus katakan. 

Inilah pola kerohanian orang Kristen pada umumnya. Kerohanian kita biasanya hanya memuji Tuhan dan bersyukur kepada Tuhan pada saat kita mendapatkan keuntungan, saat kita dalam keadaan lancar dan sukses, bertambah berkat dan bertambah karunia. Tanpa kita sadari, kita telah tercemar oleh ajaran Theologi Sukses. Tanpa kita sadari, kita telah tercemar oleh pengajaran yang hanya menekankan satu aspek dan mengabaikan aspek-aspek yang lain. Dari lebih dari 40 presiden Amerika Serikat, yang paling menonjol berasal dari keluarga yang paling miskin. Dari Puluhan komponis besar dunia dan semua ilmuwan yang sukses di dunia, beberapa diantara mereka yang paling menonjol justru berasal dari keluarga yang miskin dan hidupnya sangat susah. 

Sejarah membuktikan bahwa anugerah Allah tidak dapat diukur dengan uang. Anugerah Tuhan juga tidak boleh diukur dengan segala kesehatan atau berbagai ukuran keunggulan yang bisa dihitung dengan angka tabungan di bank. Berkat Tuhan terkadang diberikan melalui kesulitan-kesulitan dan kerelaan kita untuk bertemu dengan berbagai tantangan dan penderitaan. Kita memang tidak menginginkannya, tetapi justru ada berkat terselubung di balik penderitaan dan kesengsaraan yang kita alami, di mana semua kejadian tersebut menjadi suatu kuasa yang meledakkan kita keluar dari keterbatasan-keterbatasan sia-sia yang selama ini membelenggu kita. Dengan demikian kita boleh mengalami pimpinan Tuhan dan anugerah Tuhan yang melampaui hikmat manusia. Itulah sebabnya kita membutuhkan pengudusan emosi (sanctification of emotion).

APA ITU KEKUDUSAN

Dalam banyak filsafat Dunia, kekudusan sering kali dimengerti sebagai sesuatu yang tabu, sesuatu yang begitu besar, yang menakutkan dan misterius, seperti dalam filsafat agama Rudolf Otto. Jika dikatakan, “Ini Tempat Kudus,” apa itu berarti memiliki kekudusan moral? Belum tentu. Ada konsep pemikiran primitif di Afrika yang menganggap seorang gadis belum boleh dikatakan suci sebelum dia disetubuhi oleh dukun mereka. Kalau seorang gadis perawan belum ditiduri oleh pemimpin agamanya, maka dia dianggap belum suci. Inikah kesucian? Maka kita bisa mengerti bahwa di dunia konsep kesucian bisa sedemikian rusak. Kesucian manusia bisa sedemikian berbeda dari konsep Alkitab, sehingga manusia berjalan sekehendak hatinya, bagaikan domba yang tersesat.

Yang disebut “kedasyatan” (awfulness), yaitu sesuatu yang tidak kita mengerti, yang sedemikian kita kagumi, yang kita takuti, dikaitkan dan dimengerti sebagai kekudusan. Bagi penganut Hinduisme, dewa yang paling ditakuti justru adalah dewa yang membinasakan, yaitu dewa Syiwa, bukan dewa yang menyelamatkan. Dewa ini ditakuti karena memiliki kuasa membinasakan. Maka dewa yang sangat menakutkan itu digambarkan sebagai dewa kekudusan.

APA KATA ALKITAB TENTANG KEKUDUSAN ?

Konsep “Kekudusan” di dalam Alkitab sangat berbeda dari pemikiran dunia tentang kekudusan. Pertama kali Alkitab dalam Perjanjian Lama membicarakan kekudusan adalah ketika Tuhan bertemu dengan Musa dan berkata: “Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus” (Keluaran 3 : 5). Kata kudus inilah yang dimengerti sebagai suci, dan dalam bahasa Ibrani adalah “Qadosh”.

Kekudusan dimulai dengan mengenal dan berjumpa dengan Tuhan. Kekudusan dimulai dengan mengenalnya sebagai sifat Allah. Inilah permulaan dari konsep kekudusan. Kita memerlukan kekudusan, dan kekudusan itu dimulai dari Allah. Kita dikuduskan oleh Allah. Alkitab mencatat bahwa hanya ada tiga hal yang dapat menguduskan kita, yaitu: Darah Yesus, Firman Tuhan; dan Roh Kudus,

Tidak ada hal lain yang dapat menyucikan kita selain ketiga hal ini. Oleh darah Tuhan Yesus dosa kita dihapuskan; oleh Firman Yuhan kita dibersihkan dari semua konsep, semua pemikiran dan kelakuan yang salah, dan dibawa kembali kepada kebenaran; dan oleh Roh Kudus kita diberi suatu dorongan dan pengudusan dengan memberikan hidup yang baru. Selain ketiga hal ini, tidak ada sumber dan daya yang bisa menguduskan kita.

ORANG KRISTEN DAN PENGUDUSAN

Orang Kristen secara status dikuduskan oleh Tuhan. Kita dikuduskan secara status pada hari kita menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Tetapi secara kondisi setiap hari kita masih perlu menyesali dosa dan bertobat. Kita perlu setiap saat hidup dekat dengan Tuhan dan memohon Firman Tuhan mencerahkan hati kita. Kita perlu setiap hari memohon Yesus Kristus membersihkan jiwa kita. Pembersihan oleh Yesus Kristus dengan darah-Nya dalam 1 Yohanes 1:7 dituliskan dengan format present continuous tense, yang berarti suatu pembersihan yang terus menerus. Sebagaimana Tuhan ada di dalam terang, maka demikianlah darah-Nya menyucikan kita dari segala dosa. Proses penyucian itu terjadi terus menerus. Jika kita hidup dalam dosa, berada dalam kegelapan, lalu kita berpura-pura dan menjadi munafik, maka kita tidak mungkin dibersihkan dari dosa-dosa kita oleh Tuhan. Pembersihan ini bersifat present continuous tense, suatu tindakan aktif mau membersihkan terus menerus. 

Ilustrasi terbaik untuk menggambarkan pembersihan terus menerus ini adalah seperti kerja kedipan mata manusia. Mata kita selalu berkedip secara periodik untuk membersihkan lensa mata kita dari segala kotoran. Mata kita berkedip secara otomatis, tidak peduli apakah pada saat itu kita sedang memperhatikan sesuatu atau tidak. Kedipan itu bisa banyak 12 hingga 20 kali setiap menit. Kedipan ini sangat penting untuk memberikan suatu pelumasan pada mata. Mata kita perlu senantiasa bersih untuk bisa melihat dengan jelas. Dan pembersihan itu harus berjalan secara terus menerus dengan memberikan pelumasan pada mata. Lubrikasi (pelumasan) yang paling baik bukanlah pelumasan pada mesin, tetapi pelumasan pada mata manusia. Inilah pelumas yang diciptakan oleh Tuhan. Air mata manusia merupakan suatu komposisi cairan yang sedemikian istimewa dan sangat bernilai, oleh karena itu, janganlah sembarangan menangis. Kalau sampai mata kita rusak dan membutuhkan air mata buatan, kita baru sadar bahwa air mata buatan yang baik mutunya, ternyata harganya sangat mahal. Itu pun belum bisa mencapai kualitas air mata yang asli, air mata yang Tuhan ciptakan. Pada saat itu kita baru sadar, bahwa pada saat kita menangis kita sedang membuang-buang banyak anugerah air mata yang mahal sekali harganya. Pelumasan air mata ini merupakan suatu karya yang luar biasa untuk membersihkan sebuah lensa.

Tuhan memberikan air mata secara proporsional. Jumlahnya tepat untuk membersihkan mata, tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak. Bisa dibayangkan kalau terlalu banyak air mata dikeluarkan setiap kali kedipan, maka mata kita akan “kebanjiran.” Sering kali kita berfikir jika kita menerima sangat banyak anugerah, itu menguntungkan kita. Kita terkadang berpikir semua yang banyak itu baik. Kalau air mata Anda terlalu banyak dan mata Anda berlinang-linang setiap saat, tentu orang akan enggan menikah dengan anda. Kalau kita berfikir: ”Puji Tuhan, air mata itu mahal, dan saya diberi dua liter.” itu bukan Puji Tuhan, karena hal sedemikian tidaklah perlu dan justru tidak tepat. Melalui kedipan dengan air mata pembersih ini, dan bisa kita pergunakan sampai berpuluh-puluh tahun.

Seluruh proses kedipan ini pun berjalan secara otomatis. Jika kita setiap kali harus memerintahkan mata kita untuk berkedip, maka sangat mungkin mata kita akan kekurangan pembersih, dan kita tidak bisa bekerja apa-apa, demi untuk mengatur kedipan mata kita. Maka, Tuhan membuat mata kita berkedip terus menerus secara otomatis. Itulah yang disebut sebagai present continuous tense. Itulah pekerjaan yang dikerjakan terus menerus di dalam masa kini. Demikian pengertian kita tentang darah Kristus yang menyucikan kita.

KOMUNIKASI SALIB

Setelah kita menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan dibasuh dengan darah-Nya untuk menjadi orang yang berstatus kudus, maka sejak saat itu kita menjadi milik Kristus. Jika kita hidup dalam terang, hidup di dalam kejujuran, hidup di dalam ketulusan dan motivasi yang murni, tidak mungkin kita tidak diampuni pada saat kita terjatuh ke dalam dosa. Terkadang kita memiliki pikiran yang jahat dan motivasi yang mulai menyeleweng. Pada saat itu kita harus bertekad untuk tidak hidup di dalam kegelapan. Kita harus sesegera mungkin berdoa memohon Tuhan membersihkan dan mengampuni dosa kita. Jika kita bersalah terhadap istri atau suami, anak atau ayah, pegawai, atau siapapun, dan terus menerus kita tutup-tutupi dan sembunyikan, maka kita telah menipu diri sendiri, dan mulai membengkokkan diri dan memakai cara-cara untuk mengampuni diri. Tindakan dosa seperti ini tidak akan diampuni. Jikalau kita hidup di dalam terang sebagaimana Tuhan berada di dalam terang, maka kita bersekutu dengan Tuhan di dalam terang dan darah Yesus menyucikan kita dari segala dosa kita. Ini adalah suatu hubungan atau komunikasi yang bersifat salib (the communication of the cross).

Apa yang dimaksud dengan “Komunikasi yang bersifat salib”? 

Jika kita berada di dalam terang, maka “kami” dan “kami” bersekutu. Artinya, sesama anak-anak Tuhan, sesama manusia ini akan bisa bersekutu di dalam terang. Ini merupakan komunikasi horizontal. Jika kita berada di dalam terang, maka Allah, yang adalah terang, akan bersekutu dengan umat-Nya yang juga berada di dalam terang. Ini merupakan komunikasi vertikal. Gabungan kedua komunikasi horizontal dan vertikal ini membentuk format salib. Inilah komunikasi yang bersifat salib. Mengapa antara orang Kristen dan orang Kristen lain tidak bisa berdamai? Itu karena adanya dendam yang tidak disisihkan. Masih ada kegelapan yang terpelihara dan tidak dibersihkan. Dosa kita tidak akan diampuni jika kita masih menyembunyikan dalam kegelapan. 

Jika kita hidup di dalam terang, kita bersekutu satu terhadap yang lain. Di manakah terjadi batas dari gabungan cahaya lampu yang datang dari sebelah kiri saya dan cahaya lampu dari sebelah kanan saya? Jawabnya: Di mana-mana. Tidak ada titik khusus yang menggabungkan keduanya, dan tidak ada titik yang tidak menggabungkan pertemuan keduanya. Inilah persekutuan. Tanpa batas dan tanpa garis tepi. Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari segala dosa. Ini terjadi terus menerus dan secara otomatis membersihkan kita. Maka pengudusan kita harus meliputi; pengudusan pikiran, pengudusan emosi, dan pengudusan kemauan kita.

Tiga unsur di atas merupakan tiga unsur dasar pembentukan pribadi manusia. Ketiga unsur ini merupakan unsur pembentukan pribadi yang paling hakiki. Kita bisa berfikir, kita bisa mengasihi, dan kita bisa mengambil keputusan. Itulah tiga unsur yang paling dasar di dalam pribadi kita. Jikalau pikiran kita dipenuhi oleh Firman, emosi kita diselaraskan dengan emosi Tuhan (mencintai yang dicintai Tuhan, membenci yang dibenci Tuhan), dan kemauan kita pimpin oleh kehendak dan rencana Tuhan, maka kita berjalan di dalam pimpinan Roh Kudus. Inilah yang dituntut oleh Theologi Reformed. Kita harus berfikir menurut pikiran Allah, merasa menurut perasaan Allah, mengasihi apa yang Allah kasihi dan membenci apa yang Allah benci, dan bertindak menurut tindakan dan pimpinan Roh Kudus. Dengan demikian kita bisa hidup sesuai dengan rencana Tuhan. Inilah kehidupan Kristen yang diajarkan oleh Theologi Reformed.

Memang tidak mudah bagi seseorang untuk bisa mencapai hal ini. Tidak seorangpun yang dapat dengan mudah melaksanakan kehidupan seperti ini. Namun hal ini harus kita perjuangkan, apalagi bagi seorang pemimpin, karena sebagai pemimpin dia akan dituntut lebih berat, dia harus lebih berusaha mengoreksi diri, berusaha menjalankan apa yang diajarkan atau dikhotbahkan, supaya kuasa itu tetap berada dan mengalir dari mimbar kepada setiap orang yang menerimanya.

Saya selalu bertanya di dalam hati saya, “Adakah orang yang saya benci?” Pikiran-pikiran seperti ini menuntut koreksi diri. Saya tidak boleh membenci seorang pun. Jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari segala dosa. Secara otomatis darah itu membersihkan kita. Pembicaraan kita ini difokuskan pada pengudusan emosi kita, yang nanti akan dilanjutkan dengan dukacita Kristen, sukacita Kristen, dan tema-tema yang lain. Semuanya berada di bawah tema utama “Pengudusan Emosi.”

Manusia mempunyai emosi. Kita bisa mengasihi, kita bisa membenci, kita bisa iri hati, kita bisa dengki dan dendam. Kita bisa marah, kita bisa sabar. 

Ini adalah aspek emosi dan berbagai ekspresi yang ditimbulkannya. Tetapi bagaimana kita bisa menjaga emosi kita, supaya kita bisa tetap kudus? Sehingga ketika kita mencintai, kita mencintai dengan cinta yang kudus. Kalau kita sedih, kita bisa sedih yang kudus. Kalau kita senang, kita senang yang kudus. Jika kita benci, kita bisa benci yang kudus. Jika kita marah, kita bisa marah yang kudus. Memang sangat tidak mudah. Tetapi Tuhan kita telah menjadikan diri-Nya sebagai teladan bagi kita.

Tuhan kita adalah Tuhan yang memiliki emosi. Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh dengan kasih. Apakah artinya “penuh dengan kasih?” Jikalau kamu mencintai seseorang, kamu akan selalu mengingat dia, selalu ingin dekat dengan dia, selalu ingin berbicara dengan dia. Itulah cinta. Cinta yang kudus adalah cinta dari Tuhan. Cinta yang najis adalah cinta dari setan. Sama-sama cinta, tapi berbeda. Apa bedanya cinta dari seorang yang betul-betul mencintai kekasihnya dengan cinta seorang pelacur? Cinta pelacur adalah cinta yang najis, karena dia tidak murni di dalam cinta kasih yang kudus. Yang diinginkannya adalah imbalan, uang, dan berbagai hal lainnya, dan yang dipermainkan adalah seks dan cinta berahi. Dia bukan dikuasai oleh cinta yang kudus. Cinta yang kudus membangun pribadi, cinta yang najis merusak kerohanian. Cinta yang kudus membangkitkan gairah hidup, sementara cinta yang najis menghancurkan hari depan. 

Jika para pemuda pemudi tidak bisa membedakan hal ini, berbahayalah mereka. Jika keluarga-keluarga tidak bisa membedakan hal ini, berbahayalah mereka. Cinta yang kudus adalah cinta yang membangun, mempersatukan, mengutuhkan, menyempurnakan, membangkitkan iman, membangkitkan gairah, dan membangkitkan kekuatan pribadi yang masih terpendam. Dengan cinta yang kudus, kata-kata seseorang bisa membangun orang, mendorong orang untuk maju, menjadikan orang yang malas menjadi rajin, dan membangkitkan orang yang kecewa menjadi penuh pengharapan. Itulah sebabnya kita sangat memerlukan cinta yang kudus. Kita sangat perlu emosi yang dikuduskan. Dan di antara emosi yang dikuduskan, salah satunya adalah “Dukacita yang Kudus.” Inilah tema pertama yang akan dibahas dalam rangkaian tema besar “Pengudusan Emosi” ini.

DUKACITA YANG KUDUS

Dukacita yang kudus berarti kesedihan yang sesuai dengan kesedihan Tuhan. Jika seorang bertanya, Apakah di sorga masih ada kesedihan?” Jawabnya :”Ada.” Bahkan kesedihan itu ada selama-lamanya. Kesedihan sorgawi itu adalah kesedihan dari Tuhan Allah. Allah di sorga bersedih melihat manusia yang berdosa di dunia ini. Ketika kita sudah diselamatkan dan berada di sorga, apakah kita masih sedih? Ya, kita masih memiliki semacam kesedihan, yaitu sedih memikirkan mengapa ketika kita berada di dunia dulu, kita tidak sepenuhnya taat kepada Tuhan. Kesedihan yang Kudus atau kesedihan Tuhan ini merupakan kesedihan yang harus ada.

Alkitab mencatat ada empat macam kesedihan yang kudus yang harus ada pada orang Kristen.

1. DUKA CITA KARENA MEMBENCI DOSA

Kesedihan yang pertama-tama ada ketika manusia berdosa bertobat adalah kesedihan karena membenci dosa. Kesedihan ini muncul ketika Roh Kudus menanamkan perasaan yang baru di dalam hati seseorang. Memang konsep ordo salutis di dalam pemikiran Theologi Reformed berbeda dari pemikiran Injil pada umumnya. Orang injili biasa berkata :

”Bertobatlah kamu, maka kamu akan dilahirkan kembali.” Tetapi orang Reformed akan mengatakan: “Jika tidak ada kelahiran kembali yang terlebih dahulu diberi oleh Roh Kudus, bagaimana seseorang bisa sedih akan dosa dan bertobat?” Dengan demikian, kita mengerti bahwa Roh Kudus telah bekerja terus menerus di dalam hati manusia, sampai suatu saat Firman Tuhan mengakibatkan kesadaran di dalam hati manusia sehingga ia dapat menjadi sedih dan menangis karena dia telah berdosa. Itu terjadi karena kita sudah mendapatkan hidup yang baru, yang bisa sedih karena dosa. Itu berarti, dilahirkan kembali terlebih dahulu, baru bertobat.

Dalam pemahaman orang yang belum mengenal Firman Tuhan, pertobatan dimengerti : saya salah, saya menyesali dosa dan bertobat. Inilah yang dipikirkan manusia pada umumnya sebagai suatu pertobatan. Dia merasa berdosa, lalu dia datang kepada Tuhan dan menyesali dosanya. Maka dia dikatakan bertobat. Ini adalah pikiran manusia umum yang sudah dicemari oleh dosa. Tetapi Firman Tuhan menunjukkan bahwa banyak orang yang menjadi sedih, susah, karena takut akan hukuman. Orang yang tidak takut hukum pasti akan mencari pengacara untuk membela dosanya dengan menggunakan uangnya. Jika orang kaya memakai uang untuk membela dosanya, maka dosanya berlipat ganda dihadapan Tuhan. Jangan kira ketika kamu sudah menang di pengadilan, maka kamu sudah luput dari pengadilan Tuhan. Tuhan tidak menerima suap, dan tidak menghargai uangmu. Tuhan adalah Tuhan yang adil, yang menebusi hati sanubari manusia hingga tuntas, dan tidak ada seorangpun yang bisa menutup diri sedemikian rupa sampai bisa bersembunyi dari hadirat Tuhan.

Itu sebabnya, pengertian orang biasa tentang pertobatan berbeda dari pengertian orang Reformed. Orang biasa mengerti pertobatan sebagai suatu penyesalan. Penyesalan karena semua upaya untuk membela diri sudah gagal, pengacaranya sudah kalah dan sudah ketahuan kesalahannya. Jadi dia sedih karena dihukum. Tetapi ini bukanlah pertobatan. Ini hanya takut akan hukuman, takut kesusahan dan penderitaan akibat murka dari keadilan yang harus dijatuhkan kepada dia yang berdosa.

Pertobatan sejati adalah pekerjaan Roh Kudus di dalam hati manusia yang membuat kita sadar bahwa kita sudah melukai hati Tuhan. Pertobatan adalah karena Tuhan membuat kita sadar bahwa kita telah menyakiti dan menyedihkan hati Tuhan. Pertobatan sejati adalah akibat pekerjaan Roh Kudus, bukan suatu penyesalan karena harus menerima hukuman.

Jika kesalahan yang mendatangkan hukuman itu mendatangkan ketakutan, itu bukanlah pertobatan. Itu merupakan normalisasi fungsi hati nurani. Pada saat kedua anak Harun dihanguskan oleh api Tuhan, hari itu adalah hari di mana kedua anak itu baru saja dilantik sebagai iman untuk melayani bait Allah. Pada hari itu, mereka begitu ceroboh, menggunakan api biasa untuk mempersembahkan korban. Peristiwa itu telah membuat Tuhan Allah marah dan menghanguskan kedua anak laki-laki itu. Bayangkan jika kedua anak lelaki kita pada suatu hari ditahbiskan menjadi pendeta, dan pada hari pelantikan itu, Tuhan menurunkan api dari sorga untuk menghanguskan kedua anak tersebut, tentu kita bisa membayangkan perasaan hati kita saat itu. Itulah yang dirasakan oleh Harun. Itu suatu musibah dan aib besar, suatu perasaan malu yang luar biasa. Tetapi melalui Musa Tuhan berkata kepada Harun: ”Janganlah bersedih akan kematian mereka, tetapi bersedihlah karena dosa mereka.” (Im 10 :6 dst). inilah pertama kalinya Alkitab dengan tajam membedakan antara kesedihan yang kudus dan kesedihan yang tidak kudus.

Kita sangat sedih karena uang kita hilang, atau kita sedih karena kita ditipu atau dirugikan. Tetapi anehnya, hanya sedikit orang yang sedih ketika uang orang lain hilang, atau kita tidak sedih kalau kita merugikan orang lain. Jadi kita harus membedakan kesedihan karena kerugian, dan kesedihan karena dosa. Jadi, pertobatan yang sejati dari Tuhan adalah kesedihan bukan karena kita takut dihukum, tetapi karena kita tahu bahwa kita telah berbuat salah melanggar hukum Tuhan Allah, dan telah mempermalukan nama Tuhan. Pada saat itu, Roh Kudus menyadarkan kita bahwa kita tidak boleh mempermalukan nama Tuhan dan Roh Kudus menegur kita, sehingga kita bertobat. Inilah kesedihan yang kudus. Kesedihan yang kudus membawa manusia kepada pertobatan.

Itu sebabnya Theologi Reformed begitu mendalam mengungkap sesuatu, karena mereka telah melihat sampai ke inti Firman Tuhan sedalam-dalamnya. 

Tanpa kelahiran kembali, tanpa emosi yang dikuduskan oleh Tuhan, tidak ada orang yang mengerti apa itu pertobatan. Jangan kamu menerima Theologi Reformed hanya ikut-ikutan, apalagi ikut-ikut saya, tanpa mengerti apa itu Theologi Reformed yang sesungguhnya. Kita perlu belajar dan mengerti dengan mendalam, sehingga iman dan pengertian kita akan Firman Tuhan dipertumbuhkan.

Ada orang mengatakan bahwa dia sudah mempunyai kartu baptisan dari Gereja Reformed, dan sekarang tidak merasa perlu untuk datang berbakti secara rutin. Dia merasa sudah mahir, sudah mengerti Firman Tuhan, sehingga tidak merasa perlu untuk mengikuti kebaktian setiap minggu. Saya memberitakan Injil, melayani Firman berpuluh-puluh tahun, tetapi sampai sekarang saya masih merasa kurang dan dangkal dalam mendalami Firman Tuhan. Biarlah kita selalu rendah hati, sadar bahwa pengertian Firman Tuhan begitu mendalam, yang masih belum mampu kita gali sepenuhnya. Biarlah kita senantiasa mau belajar. Celakalah orang yang baru tahu dan mengerti sedikit sudah merasa dirinya hebat dan mengetahui segala hal, lalu mau melayani. Saya senang kalau orang mau giat melayani, tetapi perlu sambil melayani, mau rendah hati belajar, bukan melayani dengan merasa sudah hebat dan tidak perlu belajar lagi.

Kekudusan emosi merupakan hal yang sangat penting, karena mempengaruhi semua aspek hidup kita. Setiap hari kita menggunakan fungsi emosi kita, sebagai salah satu elemen mendasar yang Tuhan tanam dalam hati kita. Pertobatan adalah akibat pekerjaan Roh Kudus. Pertobatan merupakan suatu fenomena bahwa kamu sudah menerima kelahiran baru. Pertobatan juga adalah hasil dari Firman Tuhan yang telah ditanam di dalam hatimu, sehingga sekarang mulai tumbuh tunasnya.

Mengapa Yesus berkata:”Berbahagialah orang yang berdukacita”? Mengapa Tuhan Yesus mengatalan “Berbahagialah orang yang miskin dihadapan Tuhan” (Ing : poor in spirit)? Jika kamu merasa miskin secara rohani berbahagialah. Jika kamu merasa kaya secara rohani, celakalah kamu. Orang yang merasa sudah kaya dan cukup, adalah orang miskin; orang yang merasa diri miskin secara rohani mungkin bisa diberikan kekayaan rohani oleh Tuhan. Tuhan selalu memberikan kalimat-kalimat yang berbeda dari apa yang dipikirkan manusia.

Saya terkadang heran sekali. Ada orang-orang yang telah lulus sekolah theologi, tidak lagi mau membaca buku, tidak mau mendengar khotbah, karena dia merasa sudah lulus sekolah theologi. Sebaliknya, ada orang-orang Kristen biasa tau belum sekolah theologi, tetapi semangat belajarnya begitu luar biasa, melebihi mahasiswa atau lulusan sekolah theologi. Yang satu merasa dia sudah hebat, sementara yang lain merasa dia begitu miskin.

Saya mengundang Ev. Michael Hsu menjadi asisten saya untuk kebaktian bahasa Mandarin di Indonesia. Saya melihat dia setelah selesai sekolah theologi, sudah dapat gelar, tetapi tiap minggu dia masih begitu tekun belajar, mengikuti kebaktian yang saya pimpin, secara rutin selama dua tahun. Dia menjadi hamba Tuhan, dia sudah mengembalakan gereja. Sekalipun saya tidak pernah mendengar khotbahnya, tetapi saya terus melihat semangatnya untuk mau belajar, ada kerendahan hati dan kehausan yang sungguh akan kebenaran Firman Tuhan. Maka saya merasa bahwa orang ini adalah orang yang masih punya harapan dan bisa dipakai Tuhan. Saya mengundang suami istri Hsu datang ke Indonesia untuk melihat pelayanan di Indonesia. Ketika pulang, saya meminta mereka berdoa, kalau Tuhan gerakkan untuk melayani di Indonesia. Dua bulan kemudian Ev. Hsu mulai bergabung, dan sekarang terbukti bahwa dia boleh menjadi hamba Tuhan yang pelayanannya sangat diberkati Tuhan. Kekristenan membutuhkan orang-orang yang sungguh-sungguh. Jika tidak ada pertobatan yang sejati, hati yang mau dibentuk dan kesungguhan untuk belajar, lalu melayani Tuhan, maka hanya akan ada khotbah yang muluk-muluk dan terkenal, tetapi Gereja tidak akan maju.

Kita perlu terus peka akan apa yang Tuhan mau kita kerjakan. Kalau gereja hanya berisi mulut-mulut yang pandai berkhotbah, tetapi tidak ada tangan yang mau bekerja dan kaki yang mau melangkah, dan jiwa yang penuh cinta kasih dan emosi yang dikuduskan, maka gereja itu tidak mempunyai harapan dan akan lumpuh.

Tuhan Yesus berkata: ” Berbahagialah orang yang berdukacita.” Orang-orang penganut Injil Sosial (Social Gospel) menafsirkan hal ini sebagai suatu kesedihan karena miskin dan kekurangan uang atau makan, atau kesedihan karena terbuang dari masyarakat, tidak mempunyai pekerjaan dan berbagai penderitaan lainnya. Memang keadaan-keadaan sedemikian cukup menyedihkan dan butuh dikasihani, tetapi lebih jauh daripada itu, dukacita sejati adalah dukacita yang sesuai dengan kehendak Tuhan Allah melalui pimpinan Roh Kudus akibat mengerti emosi yang dikuduskan oleh Tuhan Allah.

Ada satu kalimat yang terus menggerakkan saya semenjak pertama kali saya membacanya. “Arsitek dunia selalu memakai bahan-bahan yang paling indah untuk membangun bangunan yang megah di dunia ini. Hanya Tuhan Allah yang memakai manusia-manusia yang hancur hatinya untuk membangun kerajaan-Nya.” Bahan dari Kerajaan Allah adalah hati-hati yang hancur, jiwa-jiwa yang berduka. Hati yang hancur, karena tahu dia sudah berdosa, tidaklah dihina oleh Tuhan. Orang yang sedih dan hatinya hancur, tidak ada seorangpun yang dihina oleh Tuhan, karena hati yang hancur dan berduka karena dosa ini bisa dipakai menjadi batu-batu hidup bagi pembangunan kerajaan Sorga.

Pernahkah kamu menangisi dosa yang telah kamu lakukan? Dalam khotbah saya di Sumatera Utara, saya pernah mengajukan pertanyaan ini. “Berapa kalikah dalam hidupmu, kamu telah mengalami hati yang hancur, menangis bagi dosa-dosamu, dan berlutut memohon Tuhan mengampunimu?” Setelah saya mengatakan kalimat itu. Walikota Medan saat itu mengatakan kepada saya, “Saya sangat tersentuh oleh kalimat itu, karena saya pikir selama hidup saya, sangat sedikit pengalaman saya berlutut dihadapan Tuhan menangisi dosa saya dan memohon pengampunan Tuhan.” Apakah di sorga ada orang yang bisa masuk ke dalamnya tanpa menangisi dosanya? Tidak ada! Masuk sorga bukan memakai karcis yang bisa engkau beli dengan harga yang mahal. Ke sorga hanya karena Tuhan melihat hatimu pernah menangisi dosa, pernah bertobat karena pekerjaan Roh Kudus, pernah merendahkan diri dan minta pengampunan dari Tuhan. Itulah tiket masuk sorga, hati yang penuh kesedihan karena Tuhan menegur engkau karena dosa-dosamu. Roh Kudus datang bukan untuk memuliakan manusia, tetapi memuliakan Tuhan Yesus dan menjadikan manusia sedih, karena telah menegur dosanya, dan menyadarkannya akan keadilan dan penghakiman Tuhan.

Demikianlah Firman Tuhan Yesus: ”Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu; Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi. Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi. Aku mengutus Dia kepadamu. Dan kalau Dia datang. Dia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” (Yoh 16 :8). Manusia akan diinsafkan, akan sedih dan sadar akan dosanya. Inilah kesedihan yang pertama.

2. DUKACITA KARENA (MENURUT) KEHENDAK ALLAH

Alkitab berkata kepada kita mengenai adanya dukacita menurut kehendak Allah. 2 Korintus 7 : 10 – 11 mengatakan: ”Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian. Sebab perhatikanlah betapa justru dukacita yang menurut kehendak Allah itu mengerjakan pada kamu kesungguhan yang besar, bahkan pembelaan diri, kejengkelan, ketakutan, kerinduan, kegiatan, penghukuman! Di dalam semuanya itu kamu telah membuktikan bahwa kamu tidak bersalah di dalam perkara itu.”

Paulus dalam ayat ini (ayat 8 – 11) menunjukan bahwa sebelumnya dia telah menulis suatu surat kepada jemaat Korintus yang isinya begitu keras sehingga membuat mereka berdukacita. Surat itu berisi teguran yang sedemikian keras, dan setelah dikirim, Paulus sendiri menyesal dia telah menegur begitu keras, yang pasti akan membuat mereka berdukacita. Dia berdoa, dan mempertanyakan, apakah mereka memang perlu bersedih dengan teguran itu. Dan kesimpulannya adalah mereka memang memerlukannya. Mereka perlu ditegur sedemikian, karena jika mereka tidak bersedih, mereka akan terus berbuat dosa. Sehingga setelah mereka menerima surat itu, mereka bisa bertobat dan tidak berbuat dosa lagi.

Di sini, Paulus mengalami penyesalan karena telah membuat orang sedih. Tetapi kemudian, dia sadar bahwa dia tidak perlu menyesal karena dia pernah membuat orang menyesal. Paulus kini tidak menyesali penyesalannya. Perlu sekali kesedihan itu diterima oleh jemaat Korintus, karena dukacita itu telah menyebabkan pertobatan. Maka kesimpulan Paulus bahwa dukacita itu terjadi oleh karena kehendak Allah.

Ayat ini merupakan satu-satunya perikop yang membicarakan tentang dukacita karena kehendak Allah. Ada ayat Firman Tuhan tentang menderita menurut kehendak Allah (1 Petrus 4 :19), tetapi hanya di sini tertulis tentang “berdukacita menurut kehendak Allah.” Sekalipun mereka berdukacita, tetapi mereka tidak rugi. Paulus memang membuat mereka berdukacita, tetapi Paulus tidak merugikan mereka dengan membuat mereka berduka, karena dukacita itu telah membawa mereka pada pertobatan. Dukacita itu terjadi menurut kehendak Allah akan menghasilkan kebaikan, dan pada akhirnya, itu membawa sukacita. Ini bukan mendatangkan kerugian, melainkan suatu keuntungan.

Dukacita menurut kehendak Allah akan membawa pertobatan dan keselamatan. Tetapi hal ini dikontraskan dengan dukacita dari dunia, karena dukacita dari dunia ini membawa kematian. Jika dukacitamu berasal dari kehendak Allah, maka kamu tidak akan pernah menyesal karena kamu sudah berduka. Inilah dukacita yang sehat. Ini merupakan dukacita sorgawi.

Jika kita, sebagai orang tua, melihat anak kita tidak beres, maka kita akan sangat susah hati. Kita berharap dia sendiri menyadari bahwa dirinya tidak beres, lalu dia sendiri juga susah hati, seperti kita susah hati. Apa gunanya orangtua susah hati untuk anaknya padahal anaknya itu sedang bersenang-senang dan tidak merasa susah? Apa gunanya orangtua sadar bahaya yang segera akan menimpa anaknya, sementara anaknya itu sendiri tidak sadar bahwa dia dalam bahaya? Apa gunanya kita kuatir kalau-kalau dia berada di pinggir kehancuran, sementara dia sendiri tidak sadar kalau dia sedang hancur? Kalau kesedihan orangtua bisa timbul dalam hati anak yang sedang hancur itu, sehingga dia sadar dan kembali, itulah pendidikan yang sukses. 

Guru yang gagal adalah guru yang hanya pandai marah-marah kepada anak-anak didiknya, tetapi semakin dimarahi anak-anak didiknya itu menjadi semakin jahat. Guru yang hebat adalah guru yang bisa membuat anak didiknya itu marah kepada dirinya sendiri dan menegur dosanya sendiri. Itulah pendidikan yang sukses. Sebagai seorang pimpinan agama dan seorang guru, saya telah mengajar sejak usia 15 tahun. Saya sadar satu hal, yaitu jika saya menyadari suatu kebahayaan yang akan terjadi pada murid saya, tetapi murid itu sendiri tidak sadar akan bahaya itu, maka itu berarti dia belum dididik. Demikian juga saya mendidik anak-anak saya sendiri. Saya berdoa dan meminta kepada Tuhan agar jangan sampai anak pendeta merusak nama Tuhan. Biarlah mereka satu per satu dididik dengan ketat dan dengan baik, sehingga akhirnya kesadaran yang Tuhan berikan kepada saya turun kepada mereka, sehingga mereka sadar sendiri. Inilah maksudnya dukacita Tuhan itu kini sudah menjadi dukacita orang kristen.

Paulus menulis bahwa dia sempat menyesal dan berduka ketika menulis surat yang sedemikian keras. Dia merasa tidak perlu membuat orang lain menjadi susah, Itu membuat dia sendiri menjadi susah. Tetapi kemudian dia sadar bahwa kesusahan itu telah mengakibatkan penyesalan dan pertobatan. Berarti kedukacitaannya itu telah berpindah dan menjadi dukacita mereka. Dukacita yang mereka alami adalah dukacita yang berasal dari dukacita Paulus yang melihat mereka telah berdosa. Dan dukacita seperti ini berasal dari dukacita Tuhan sendiri. Maka inilah dukacita menurut kehendak Allah.

Dukacita menurut kehendak Tuhan tidak perlu mengakibatkan penyesalan atas penyesalan. Kita tidak perlu menyesal karena telah membuat orang berdukacita. Sampai kapan pun, bahkan sampai di sorga nanti, kita tidak akan pernah menyesali bahwa kita pernah menyesali dosa kita dan bertobat. Penyesalan yang menyebabkan kita tidak perlu menyesal lagi, adalah penyesalan yang baik. Itu dukacitanya Tuhan.

Kini Paulus bersukacita karena telah mengerti dukacita menurut kehendak Allah. Dukacita seperti ini adalah dukacita yang kudus. Dukacita seperti ini menyebabkan engkau menegur diri dan menyucikan diri. Akhirnya engkau berubah dan menjadi semakin kudus. Inilah progressive sanctification (pengudusan progresif). Pengudusan adalah prosedur membersihkan diri melalui menegur diri, mengoreksi diri, dan membersihkan diri. Orang yang perlu terus dimarahi orang lain bagaikan seekor babi, tetapi orang yang bisa memarahi dirinya sendiri adalah manusia. Orang yang perlu dipukul dan dipecut adalah kuda malas. Orang yang perlu terus dimarahi dan dihukum tanpa pernah mau bertobat bagaikan binatang yang dibawa ke pembantaian. Orang yang bisa sadar sendiri adalah orang yang menjalankan peta dan teladan Allah. 

Di dalam Alkitab, beberapa kali Tuhan Allah mengumpamakan manusia seperti binatang. Manusia itu diciptakan dengan begitu hormat, tetapi manusia tidak sadar, akhirnya mereka dikatakan bagaikan binatang yang dibawa ke pembantaian (Mazmur 49 : 20).

Manusia yang diciptakan di dalam kehormatan, tetapi tidak mempunyai kesadaran dan pengertian, bagaikan hewan yang harus dibinasakan. Tetapi manusia yang sadar sendiri dan tahu akan hal-hal yang tidak benar dan tidak baik, yang tahu akan dosa, tahu akan hal yang melanggar, dan menjadi sedih dengan dukacita menurut kehendak Tuhan, adalah orang yang akan mengalami proses pengudusan dan pertobatan yang sungguh.

Jangan menunggu hari penghakiman yang terakhir, sekarang adililah dirimu, sekarang bertobatlah dan sekarang sadarlah dan keluarlah dari dosamu. Selama masih ada kesempatan, janganlah kita menghina dan mengabaikan anugerah Tuhan.

3. DUKACITA KARENA MELIHAT DUNIA YANG IMMORAL

Di dalam 2 Petrus 2 : 7 – 8. Firman Tuhan mengatakan, “tetapi Ia menyelamatkan Lot, orang yang benar, yang terus menerus menderita oleh cara hidup orang-orang yang tak mengenal hukum dan yang hanya mengikuti hawa nafsu mereka saja, sebab orang benar ini tinggal di tengah-tengah mereka dan setiap hari melihat dan mendengar perbuatan-perbuatan mereka yang jahat itu, sehingga jiwanya yang benar itu tersiksa.”

Setelah membaca ayat ini, saya sangat tercengang, karena sepanjang saya diajar Firman Tuhan, mulai dari sekolah minggu sampai mendengar khotbah pendeta, selalu dikatakan bahwa Abraham adalah orang benar, sementara Lot digambarkan sebagai orang yang jahat, yang selalu berdosa dan melanggar firman dan hidup imoral. Tetapi di dalam ayat ini dikatakan bahwa Lot adalah orang benar di tengah lingkungan yang fasik. Sekalipun Lot gagal mendidik kedua anak perempuannya, tetapi dia sendiri sampai mati tetap bertahan sebagai orang benar. Dia memang mempunyai kelemahan bercekcok dan berselisih dengan pamannya, Abraham, tetapi dia tetap menjaga kekudusan hidupnya, dan jiwanya sangat tersiksa. Hatinya sedih karena dia harus melihat kehidupan Imoral di Sodom dan Gomora. Dia melihat orang-orang homoseks, melihat orang-orang berdosa, dan semua tindakan imoral di sana. Orang-orang di sana hidup begitu biadab, begitu fasik, begitu menjijikan. Dia sangat sangat sedih dan hatinya merasa sangat tersiksa.

Apakah kamu senang melihat pemuda-pemudi yang pergi ke kelab malam? Apakah kamu bisa tidak peduli melihat segala penyelewengan seksual dan hubungan seks di luar nikah? Ataukah jiwamu merasa sedih dan tersiksa? Apakah kamu merasa sedih dan tersiksa melihat kotamu penuh dengan berbagai tempat perbuatan mesum? Jika kamu sedih, kamu adalah seorang Kristen yang sejati. Jika kamu tidak sedih, maka kerohanianmu sudah tidak beres. Lot hidup di tengah-tengah orang-orang yang hidupnya sedemikian. Setiap hari dia melihat orang-orang yang hidupnya begitu rusak, maka hatinya menjadi sangat tersiksa. Dia begitu sedih. Dalam Alkitab terjemahan bahasa Mandarin dikatakan, hatinya sangat luka, begitu sedih sekali.

Melihat zaman yang rusak, melihat pemuda-pemudi yang hidupnya rusak – mereka bukan hanya rusak, tetapi juga membanggakan kerusakan mereka- hati saya sangat sedih. Tahun lalu ketika berada di New York, saya melihat begitu banyak orang berpawai keliling Manhattan. Saya bertanya kepada orang di sana, perayaan apakah itu? Mereka menjawab bahwa itu adalah pawai yang merayakan hari kebebasan Homoseks (gay pride parade). Hari itu mereka berpawai dan begitu gembira, pria dengan pria, wanita dengan wanita. Sungguh tidak tahu malu, setengah telanjang berjalan-jalan di jalan raya. Meraka mengumumkan bahwa mereka bebas, bebas berbuat dosa. Ketika hidup moral sudah rusak, ketika keluarga sudah berantakan, tetapi manusia masih membanggakan dirinya, berarti dunia ini sudah rusak. 

Manusia ingin menuntut kebebasan yang liar, bukan kebebasan yang diikat oleh kebenaran. Manusia menginginkan seks yang tidak mau dikendalikan oleh kebenaran dan kekudusan. Tetapi akhirnya hal ini malah menimbulkan berbagai penyakit yang menakutkan seperti AIDS dan berbagai penyakit lainnya. Selain itu, hal ini juga menghasilkan anak-anak yang hidupnya biadab dan liar, menghasilkan generasi muda yang tidak takut kepada Tuhan, dan menimbulkan berbagai perbuatan yang keji dan menakutkan. Inilah dunia yang dilihat oleh Lot. Lot sangat sedih, hatinya susah luar biasa, jiwanya tersiksa. Inilah dukacita yang ketiga.

Apakah orang kristen harus berdukacita? Ya dan harus. Dukacita akan membawa kamu pada pertobatan yang sungguh dari dosa-dosamu. Dukacita menurut kehendak Allah akan membawa kamu pada sukacita karena hidup yang dikoreksi. Berdukacita melihat dunia yang rusak karena hancurnya moralitas manusia.

4. DUKACITA KARENA ORANG YANG BELUM MENGENAL KRISTUS

Di dalam Roma 9 : 1-3 dikatakan, “Aku mengatakan kebenaran Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani.” 

Di dalam ayat ini dikatakan bahwa Paulus mau berbicara sejujur-jujurnya, dari dalam hatinya yang terdalam. Inilah ungkapan isi hati yang dalam. Kesedihan apakah ini? Inilah kesedihan karena bangsanya belum mengenal Kristus. Pada tahun 2003, sebelum pelaksanaan Kebaktian Kebangunan Rohani di Istora Senayan, saya merasakan desakan yang begitu kuat untuk mengkhotbahkan tema utama: ”Yesus Kristus Juruselamat Dunia.” Namun, beberapa orang memperingatkan saya bahwa saya bisa dibunuh karena mengkhotbahkan tema tersebut. Tetapi saat itu saya sudah bertekad, dan jika dibunuh pun saya rela, karena saya harus menyerukan berita ini kepada bangsaku, bangsa Indonesia. Mereka perlu mendengar bahwa satu-satunya Juruselamat yang bisa menyelamatkan manusia bukanlah berbagai pendiri agama, melainkan Yesus Kristus, Anak Allah yang berinkarnasi. Bukan agama yang bisa menyelamatkan, tetapi penebusan Kristus di kayu salib, dengan darah-Nya yang kudus. Kristus bukanlah tokoh revolusioner. Dia turun dari sorga untuk mempersembahkan diri-Nya untuk penebusan dosa manusia. Ia merelakan diri-Nya untuk dibunuh dan melalui darah-Nya Dia memperdamaikan manusia dengan Allah. Itulah Injil. Saat ini begitu banyak orang belum mengenal Injil. Bahkan banyak orang Kristen yang hanya menjadi Kristen secara formalitas tetapi tidak mempunyai pengalaman pribadi dengan Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka.

Paulus mengatakan bahwa dia memikirkan orang-orang Yahudi. Dia memikirkan saudara-saudara sebangsanya, dan dia menjadi begitu sedih, karena bangsanya telah menolak Kristus. Paulus sampai mengataklan bahwa ungkapan itu merupakan ungkapan jujur, yang disaksikan oleh hati nuraninya, dan juga oleh Roh Kudus. Ini berarti dua saksi merupakan ungkapan bahwa kesaksian itu sah secara hukum. Paulus mau menyatakan bahwa dia sedih dan benar-benar sedih. Inilah kesedihan yang kudus. Saya sedih banyak orang yang berbicara begitu banyak hal-hal yang indah di mimbar, tetapi hatinya tidak jujur, hatinya tidak bersih.

Paulus sedih melihat bangsanya belum mengenal Kristus, sampai-sampai dia rela binasa, terpisah dari Kristus, asal bangsanya boleh bertobat dan kembali kepada Kristus. Hati seperti ini, yaitu hati yang terkoyak-koyak oleh kesedihan yang kudus, membuat dia harus pergi kesana sini, melupakan dirinya, kesenangan dirinya, agar bangsanya boleh mengenal Kristus. Dia tidak menghiraukan mati hidupnya dirinya, tidak menghiraukan keuntungan atau kerugian sendiri, tidak menghiraukan sehat atau sakit dirinya, sampai akhirnya dipenggal kepalanya. Dia rela menanggung semua itu demi melihat dunia dapat mengenal Kristus. Pendeta-pendeta yang mencari kelancaran, mencari keamanan hidup, mencari kenikmatan diri, banyak. Orang Kristen yang hanya mau untung, hidup nyaman, juga banyak. Tetapi yang mau berkhotbah bagi Tuhan dan ingin supaya orang lain mengenal Kristus, sangat sedikit.

Saya kagum pada seorang pendeta, yang secara usia relatif masih muda. Dia seorang biasa. Tetapi hatinya begitu polos dan murni. Dia seorang pendeta yang sungguh sungguh giat memberitakan Injil. Setiap hari dia pergi menginjili orang, mendekati satu per saru orang yang bisa dia temui untuk berbagi injil. Segala upaya mau dia lakukan. Dia pergi ke pusat perbelanjaan, ke rumah sakit, ke mana saja dia bisa memberitakan Injil. Kalimatnya yang begitu paling menggerakkan saya adalah : “Jikalau satu hari saya tidak pergi memberitakan Injil, saya merasa hidup saya hari itu tidak ada arti. Jikalau saya mau tidur di malam hari dan belum menginjili seorang pun, saya tidak bisa tidur.” Jiwa seperti inilah yang membuat gereja berkembang. Jiwa seperti inilah yang membuat orang mengenal Tuhan Yesus. Jiwa yang sedih melihat orang belum percaya dan belum diselamatkan. Tetapi mengapa di dalam gereja begitu sedikit orang seperti ini? Bukankah seharusnya setiap orang percaya mempunyai hati seperti ini? Saya tidak menanyakan berapa banyak hasilnya, dan bagaimana tekniknya, tetapi saya bertanya, apakah ada hati seperti ini? 

Hati yang sedih melihat jiwa-jiwa yang belum diselamatkan seharusnya merupakan hati setiap orang percaya. Sedihkah kita melihat ada keluarga kita, saudara kita, yang belum percaya? Sedihkah kita melihat suku kita, bangsa kita yang belum percaya? Bolehkah kita hidup nyaman tanpa memberitakan Injil? Kesedihan seperti ini harus senantiasa mengikuti kita, selama kita masih diberi kesempatan hidup di dunia ini. Biarlah kita mengingat, inilah dukacita yang kudus. Inilah dukacita orang Kristen yang akan diingat dan dilihat oleh Tuhan selama-lamanya.

Menangisi diri yang kurang cantik tidak mempunyai arti apa-apa, menangisi diri yang kurang kaya tidaklah berarti banyak, menangisi berbagai kesulitan kita tidak mempunyai banyak makna. Tetapi menangisi dosamu, menangisi rencana Tuhan yang belum engkau jalankan, menangisi masyarakat yang imoral, menangisi orang sezaman kita yang belum percaya kepada Tuhan Yesus, itulah tangisan yang berarti. Biarlah kekudusan Tuhan melanda emosi kita di dalam kesedihan yang sesuai dengan kehendak-Nya.

BAB II : PENGUDUSAN EMOSI.

SUKACITA YANG KUDUS

“Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” (1 Tesalomika 5 : 16 – 18)

Tuhan ingin emosi orang-orang Kristen disucikan. Disucikan bukan sekedar bagaikan orang mandi. Banyak orang yang tubuhnya bersih sekali, tetapi rohaninya kotor sekali. Saya menemukan beberapa orang yang suka berzinah, hidupnya sangat keji dan najis, tetapi pakaiannya rapi dan wangi sekali. Tubuhnya bersih sekali, tetapi hatinya kotor sekali. Paulus berkata, ”Marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah” (2 Kor 7:1).

Tuhan memang menginginkan kita membersihkan tubuh kita dari seluruh pencemaran jasmaniah, tetapi Dia juga menginginkan penyucian secara rohaniah, atau dalam terjemahan lain, pembersihan dari pencemaran jiwa dan pencemaran hati. Bukan bersih secara fisik, bukan sekedar berpakaian yang rapi dan wangi. Yang Tuhan minta adalah kebersihan jiwa, kebersihan emosi, kebersihan pikiran dan kebersihan rohani kita. Konsep iman kepercayaan, sikap dan motivasi haruslah senantiasa dibersihkan.

Kebersihan, kesucian yang sesuai dengan rencana Allah berarti kita berada di dalam sifat ilahi secara moral. Sebagai manusia, memang kita tidak bisa memiliki sifat ilahi secara esensi. Tetapi sebagai ciptaan yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah, kita bisa memiliki sifat ilahi secara moral. Kita diselamatkan, dikeluarkan dari kerusakan dunia ini supaya kita berbagian di dalam Allah. Kita disucikan agar berbagian di dalam natur ilahi. Tetapi berbagian dalam sifat yang mana? Di dalam sifat-sifat moral-Nya. Itu berarti, Allah yang suci ingin kita berbagian di dalam kesuciannya. Allah yang adil ingin kita bertindak sesuai dengan keadilan-Nya. Allah kita yang penuh dengan kasih ingin kita berbagian di dalam Kasih-Nya. Allah kita yang penuh kemurahan ingin kita berbagian dalam kemurahan-Nya. Itulah maksudnya bahwa kita berbagian dalam sifat ilahi-Nya.

Kita menjadi serupa dengan Tuhan kita ketika kita berbagian di dalam kekudusan-Nya. Kita menjadi semakin serupa dengan Allah ketika kekudusan Allah melanda dan memenuhi kehidupan kita. Ketika itu terjadi maka setiap aspek dari karakter atau watak pribadi kita akan terpengaruh. Abraham Kuyper berkata bahwa “tidak ada satu inci pun dari hidupku di mana Allahku tidak bertaktha di atasnya.” Maka sangat perlu bagi kita untuk membahas tema penting ini, yaitu Pengudusan Emosi. Kita telah membahas topik yang pertama, yaitu kesedihan atau dukacita yang kudus. Telah kita bicarakan bahwa sering kali kita menangis untuk hal-hal yang tidak Tuhan tangisi, dan kita tidak bersedih untuk hal-hal yang Tuhan sedihkan. Tangisan kita yang tidak pernah berubah membuktikan kerohanian kita tidak maju dan bertumbuh. Kesedihan yang kudus adalah kesedihan yang sesuai dengan kesedihan Tuhan.

Kini kita masuk dalam tema kedua, yaitu : Sukacita di dalam kehendak Tuhan. Ini adalah sukacita yang dikuduskan. 1 Tesalonika 5:16-18, adalah perikop pertama yang mencatat beberapa sikap hidup Kristen yang digabungkan menjadi satu di dalam ikatan “kehendak Allah.” Pertama, Allah menghendaki kita menjadi orang yang bersukacita; Kedua, Allah menghendaki kita menjadi orang yang tetap berdoa, dan Ketiga, Allah juga menghendaki kita menjadi orang yang senantiasa bersyukur di dalam segala keadaan. Dalam Surat 1 Tesalonika ini topik yang penting mengenai kehendak Allah dibicarakan 2 kali. Pertama, orang percaya harus hidup dalam pengudusan dan menjauhkan diri dari kenajisan nafsu birahi, karena inilah kehendak Allah (1 Tesalonika 4 : 3). Kedua, dalam kehidupan kita sehari-hari kehendak Allah harus diungkapkan dalam tiga unsur, yaitu kita harus menjadi orang yang senantiasa bersukacita, selalu berdoa, dan bersyukur dalam segala keadaan.

BERDOA TIADA HENTI

Mungkinkah seorang Kristen berdoa tiada henti? Kalau benar, apakah itu berarti kita tidak tidur atau tidak makan? Bukan demikian. Justru doa itu bukan berarti kita tutup mata, lipat tangan, lalu berlutut. Itu hanyalah salah satu cara atau postur atau sikap berdoa. Yang disebut doa sebenarnya adalah sinkronisasi kehendak kita dengan kehendak Tuhan. Sinkronisasi kehendak kita dengan kehendak Tuhan berarti apa yang kita kehendaki harus disesuaikan dengan apa yang menjadi kehendak Allah. 

Pada saat kita menghendaki sesuatu yang sesuai dengan kehendak Allah yang kekal, itulah saat kita berdoa. Yang disebut sebagai doa yang terus menerus (unceasing prayer) adalah sikap di mana jiwa kita berusaha untuk terus sinkron dengan kehendak Allah yang kekal. Apa yang Allah tetapkan di dalam kekekalan, apa yang Tuhan kehendaki di dalam sifat ilahi-Nya, itu juga menjadi keinginan dan tekad kerinduan kita. Itulah sinkronisasi kehendak kita dengan kehendak Allah. Itulah doa yang terus menerus. Di dalam doa kita menaklukkan diri ke dalam kedaulatan Allah. Di dalam doa kita mensinkronisasikan rencana kita dengan rencana Allah. Di dalam doa kita membicarakan apa yang kita inginkan di hadapan Tuhan yang maha kuasa. Doa adalah pengakuan akan kerendahan kita dan kedaulatan Allah. 

Doa merupakan pengakuan bahwa kita membutuhkan Dia sebagai Pemberi Anugerah. Doa juga mengaku bahwa kita tidak mungkin menjadi sempurna tanpa pertolongan dari atas. Semua ini merupakan prinsip-prinsip theologi doa yang harus kita pahami. Doa yang tidak henti-hentinya, dikatakan oleh Billy Graham sebagai “The Prayer In The Subconscious” (doa di dalam bawah sadar kita). Itu berarti secara sadar kita sedang mengerjakan segala sesuatu, tetapi dibawah sadar, di dalam hati kita yang terdalam, kita terus menerus minta pertolongan Tuhan.

Mungkinkah seorang yang sedang berkhotbah sekaligus juga sedang berdoa? Mungkin, dan itulah yang saya jalankan. Sambil saya berkhotbah, hati saya terus bersandar dan menantikan anugerah dan pertolongan Tuhan. Saya mohon pertolongan agar setiap kalimat tidak salah, baik secara doktrin dan secara bahasa. Tuhan kiranya tolong juga dalam cara menyampaikan dan juga seluruh sikap hidupku. Dan hal ini menjadi kebiasaan, sehingga tanpa sadar hal itu dilakukan terus menerus. Sambil melayani sambil terus berdoa minta pertolongan Tuhan.

Apakah ketika kita bekerja kita juga bisa berdoa? Bisa. Jika kita bekerja sambil mengomel, maka kita tidak sedang berdoa. Kita harus bekerja dengan rela sambil meminta kekuatan dari Tuhan untuk bisa mengerjakan bagian pekerjaan yang Tuhan percayakan kepada kita. Kerelaan yang berkesinambungan terus menerus, itulah yang disebut sebagai bawah sadar (prayer in the subconscious). Terkadang saya berfikir, orang yang bekerja dengan tidak rela lebih baik dia tidak usah bekerja. Apa gunanya dia bekerja sambil mengomel atau marah-marah. Akhirnya, pada suatu saat dia akan meledak karena dia sudah mengerjakan banyak dengan tidak rela. Orang seperti ini lebih baik tidak usah bekerja. Tuhan juga tidak mau kita melayani Dia dengan cara seperti itu. Marilah kita belajar sambil bekerja keras, sambil melayani dengan rela, sambil bertumbuh dalam berbagai tugas, kita bisa tetap berdoa secara bawah sadar.

Doa yang tidak henti-henti dilukiskan dengan perkataan seseorang: “Ketika aku menyapu rumah, aku berdoa, “Tuhan, bersihkan hatiku seperti aku sedang membersihkan lantai ini”; ketika mencuci pakaian aku berdoa,’ Tuhan, cucilah hatiku dengan darah-Mu, seperti aku mencuci pakaian-pakaian ini’; ketika aku melayani orang, aku berdoa, ‘Tuhan, ajarlah aku mengerti Engkau datang ke dunia melayani orang lain.” Di dalam setiap tindakannya dia belajar berdoa, sehingga ada doa yang tidak habis-habis di dalam bawah sadar-nya, menghubungkannya dengan semua yang dilakukannya di dalam kesadarannya.

SUKACITA DAN KERELAAN

Berdoa dan bersukacita seperti ini merupakan aspek rohani yang sangat penting bagi kehidupan iman kita. Jika kita telah belajar untuk bisa terus berdoa secara bawah sadar seperti ini, dan menghubungkan semua tindakan kita yang sadar dengan doa yang bergumul untuk mengerti kehendak Tuhan yang kekal, maka hidup kita akan menjadi ringan, walaupun kita dalam pekerjaan yang berat. Bekerja berat tidak menjadi masalah, karena yang terpenting adalah kerelaan. Bekerja berat atau bekerja ringan tidak terlalu berdampak banyak bagi tubuh kita. Tetapi di mana ada kerelaan, di situ ada keringanan, dan di mana ada ketidak relaan, di situ ada beban yang berat sekali. Jikalau kerelaan itu bisa terus bertambah dan bertumbuh, maka tugas yang berat akan menjadi ringan. Jikalau tidak rela, tugas seringan apapun akan menjadi berat. Jikalau kita mengerjakan apapun dengan sukacita, maka kita akan mengerjakan dengan sungguh-sungguh dan melakukannya dengan lancar dan menikmatinya. Maka ada perkataan: suffering plus willingness is enjoyment (kesusahan ditambah kerelaan adalah kenikamatan). Beban berat jika disertai kerelaan akan mendatangkan kenikmatan.

Didalam suatu tayangan TV di Cina dibicarakan tentang dua wanita lulusan Shanghai University yang masuk ke pedesaan lalu membantu orang-orang miskin di pedesaan tersebut. Mereka mencoba mengajar anak-anak dari orang-orang miskin ini, yang harus berjalan berkilo-kilometer untuk belajar dan harus datang dari dusun-dusun yang berbeda. Setelah delapan tahun mereka menjalankan tugas pekerjaan ini, melihat anak-anak yang mereka bantu kini telah menjadi remaja dan bisa maju, mereka sangat bersukacita. Mereka merasakan sukacita yang tak terkira karena mereka pernah menolong orang-orang ini, yang dahulunya begitu miskin. Memberikan pertolongan dengan membagi-bagikan hidup, membagikan waktu, dan talenta, dan akhirnya melihat pertumbuhan orang lain, itu memberikan sukacita besar bagi diri sendiri. Itu karena mereka rela.

Inginkah kamu berbahagia dan bersukacita di masa tuamu? Biarlah kamu banyak membantu orang lain pada saat mudamu. Dengan demikian kamu akan mendapatkan banyak sukacita karena melihat orang-orang yang dahulu kamu bantu sukses dan bisa hidup bahagia. Maukah kamu dikenang banyak orang pada masa tuamu? Biarlah pada saat mudamu kamu rela membagi-bagikan hidupmu kepada banyak orang.

Dalam pelayanan akhir tahun saya berkeliling ke Kuala Lumpur, Hong Kong, dan Taiwan, saya menerima banyak sekali kartu Natal yang diberikan langsung kepada saya, karena saya tidak pernah memberitahukan alamat saya. Ketika saya membaca kartu-kartu Natal itu, saya sangat bersuka cita. Ada yang mengatakan bahwa selama dua tahun dia mendengarkan khotbah saya, dia baru menyadari bahwa Kekristenan itu sedemikian indah dan mendalam. Ada yang mengatakan bahwa dia hampir saja hanyut dari iman sejati dan menyeleweng secara doktrin, tetapi kini dia kembali lagi dan mau setia kepada Alkitab. Ada yang mengatakan, “Saya adalah seorang yang tidak mempunyai ayah, tetapi setelah mendengarkan firman, saya menyadari ada Bapa di sorga yang memelihara saya di dalam kebenaran Firman Tuhan. Sunguh betapa besar pertolongan yang saya dapatkan.” Ada yang mengatakan bahwa selama dua tahun mendengar khotbah, dia sudah membawa beberapa teman, dua diantaranya boleh menerima Tuhan dan satu diantaranya minggu depan akan dibaptiskan. 

Sungguh berita-berita seperti ini membawa sukacita yang sangat besar dalam hati saya. Ketika kita membagikan hidup, menolong orang lain, dan dengan sukarela mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Tuhan, semuanya akan menuai sukacita yang luar biasa.

Bersukacitalah senantiasa, berdoalah dengan tiada henti dan bersyukurlah dalam segala hal. Inilah kehendak Allah yang ditetapkan bagi setiap kita di dalam Kristus. Karena bersukacita adalah kehendak Allah, maka kita harus bersukacita senantiasa. Siapa yang tidak suka bersukacita? Orang Kristen harus bisa membedakan sukacita dengan bersenang-senang.

Bersenang-senang bukan bersukacita, dan bersukacita bukan bersenang-senang. Berdansa itu menyenangkan, berjudi itu menyenangkan, melacur itu menyenangkan, mendapatkan uang yang banyak itu menyenangkan. Mendapatkan apa yang kita inginkan itu menyenangkan, tetapi itu bukan bersukacita seperti yang dinyatakan di dalam Alkitab. Setiap orang boleh mempunyai kegemaran tertentu, boleh mempunyai kesenangan tertentu. Itu tidak salah. Tetapi jika kesenangan atau kegemaran itu sudah dicampuri dengan cara yang salah, itu menjadi dosa. Dan pada saat kita bersenang-senang di dalam dosa, maka kita tidak melakukan kehendak Allah. Yang Alkitab inginkan adalah supaya kita bersukacita menurut kehendak Allah, seperti yang ditetapkan bagi kita di dalam Kristus Yesus. Itu berarti ada batasan di dalam kita mengerti sukacita yang Alkitab inginkan. Ada ikatan yang tidak boleh kita lewati. Jika kita mendapatkan banyak uang dan kita senang sekali, tetapi uang itu didapat dari penipuan, maka kita tidak mungkin mengalami sukacita. Semua tipuan hanya akan membawa lebih banyak dosa dan racun yang akan menghilangkan sukacita sejati dalam hidupmu dan keluargamu. Kekayaan yang diterima melalui kejahatan akan menjadi pisau yang saling membunuh di antara anak-anakmu setelah kamu meninggal.

Jikalau kita bersenang-senang tetapi tidak bersukacita, maka kita tidak berbeda dari orang dunia. Jikalau kita bersukacita menurut kehendak Tuhan, maka kualitas sukacita kita sangatlah berbeda dari kesenangan orang dunia. Inilah yang perlu kita pelajari dan alami dalam kehidupan kita. Sukacita merupakan suatu emosi kesukaan yang sudah dikuduskan oleh Tuhan. Sukacita Kristen adalah sukacita yang kudus (The Sanctified Happiness). Alkitab menyerukan: ”Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan : Bersukacitalah.” Istilah rejoice berbeda dari istilah happiness. Ini berbeda dari istilah “Bersenang-senang.” Di dunia ada om senang, ada tante girang, tetapi hanya ada satu sukacita, yaitu : sukacita dari orang Kristen sejati.

SUKACITA YANG BERBEDA DARI DUNIA

Sukacita orang Kristen adalah sukacita yang sama sekali berbeda. Paulus menulis satu surat yang disebut sebagai : Kitab Sukacita, karena di dalamnya ada begitu banyak ungkapan tentang sukacita. Surat ini adalah Surat Filipi. Mengapa Surat Filipi ini bisa menjadi surat yang penuh sukacita padahal surat ini ditulis ketika Paulus sedang berada di dalam penjara. Aneh? Tidak! Sukacita sejati yang dikuduskan oleh Tuhan terjadi tanpa bisa dipengaruhi oleh lingkungan. Paulus banyak mendirikan gereja, dan penegakan gereja itu telah mengakibatkan Paulus harus masuk penjara. Ketika Paulus menulis Surat Filipi, dia menulisnya dari dalam penjara. Bahkan ketika dia mulai memberitakan Injil dan mendirikan gereja Filipi, dia pun harus masuk penjara di kota Filipi. Jadi istilah “Filipi” tidaklah terlepas dari konotasi “Penjara”.

Gereja Filipi merupakan gereja yang pertama kali didirikan di Eropa. Gereja yang pertama di Eropa bukan di Jerman atau Inggris, melainkan di jazirah Balkan, yaitu di kota Filipi. Ini merupakan gereja yang pertama kali didirikan oleh Paulus ketika dia mulai menerobos ke Eropa karena panggilan Makedonia.

Suatu malam, ketika Paulus masih berada di daerah Asia Kecil, dia bermimpi melihat seseorang di seberang lautan, di daerah Makedonia, yang melambai-lambaikan tangan dan meminta Paulus menyeberang ke sana untuk menolong mereka. Ketika dia bangun dia segera berangkat menyeberang ke benua yang lain, yaitu benua Eropa. Sesampainya di sana, dia terkejut melihat kehidupan masyarakat di sana. Ketika dia mengumpulkan orang dia melihat bahwa orang-orang disana adalah penyembah dewa-dewa, penyembah berhala yang kuat sekali. Mereka menyembah dewa Zeus, Athena, Artemis, dan lain-lain. Patung-patung dewa itu dijual dikuil-kuil dan di pasar-pasar. Meskipun demikian, ternyata di situ ada umat pilihan Tuhan, yang kemudian bertobat setelah mendengarkan Firman Tuhan. Diantara mereka yang bertobat, ada seorang perempuan penjual kain ungu yang bernama Lidia (Kisah 16 : 14).

Di Filipi Paulus berkhotbah dan memberitakan Injil dengan berani. Namun pada malam harinya, orang-orang Filipi yang tidak suka dengan tindakan Paulus mengadukan dia ke pengadilan dan Paulus ditangkap, lalu dipenjarakan. Inilah penginjilan pertama di kota Filipi, dan penginjilan ini telah membentur kultur (Kebudayaan) setempat, membentur kepercayaan yang mereka anut selama ini. Paulus dianggap sebagai pengacau. Itu karena setelah dia memberitakan tentang Tuhan Yesus, dia mengajar mereka untuk tidak berbakti kepada berhala dan tidak lagi pergi ke kuil-kuil penyembahan mereka. Maka pengajaran Paulus menjadi serangan yang merugikan para pedagang patung dan juga pengelola kuil-kuil.

Di mana penginjilan sejati dilakukan, itu akan mengganggu kelompok tertentu. Jangan kita berharap bahwa ketika kita menginjili, maka orang-orang akan menyambut kita dengan gembira karena ada berita Injil. Tidak demikian fakta yang akan kita alami. Kalau kita memberitakan Injil dengan sungguh, pasti ada orang yang terganggu, karena setelah ekonominya mulai merosot mereka akan bersatu untuk menghancurkan kita. Itulah penginjilan sejati.

Saat ini, penginjilan-penginjilan yang dilakukan oleh gerakan karismatik justru berpola sebaliknya. Penginjilan membuat semua orang senang, membuat merasa untung. Berita yang mereka sampaikan adalah Tuhan akan memberkati siapa saja, dan semua orang akan menjadi senang. Ini bukan ajaran Firman Tuhan. Jika kita betul-betul menjalankan Firman Tuhan, mungkin perdagangan kita akan berkurang dan merosot, karena banyak hal yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.

Pada saat Paulus di penjara, dia mengalami banyak penderitaan, didera dan dijebloskan ke sel yang paling dalam. namun dia tetap memberitakan Injil kepada orang-orang dipenjara, termasuk kepada kepala penjara. Dia menyampaikan undangan Injil kepada kepala penjara itu:”Percayalah kepada Tuhan yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu” (Kisah Para Rasul 16 : 31). Kota Filipi merupakan kota yang menuntut pengorbanan Paulus yang sangat berat baru setelah itu Injil berkembang di kota itu. Inilah pertama kali Paulus memberitakan Injil lalu dianiaya dan dipenjarakan. Dia mengerti bahwa inilah arti memberitakan Injil lalu dianiaya dan dipenjarakan. Dia mengerti bahwa inilah arti memberitakan Injil, menjalankan kehendak Allah. Mimpi yang Tuhan berikan kepada Paulus dalam bentuk panggilan Makedonia itu langsung membawa Paulus ke penjara dan penganiayaan. Inilah menaati kehendak Allah. Inilah pimpinan Tuhan.

Banyak orang berfikir kalau ada “suara Makedonia” maka semua akan menjadi lancar, enak, dan sukses secara duniawi. Tidak demikian. Orang yang menyerahkan diri untuk menjawab panggilan Tuhan, menggenapi pimpinan Tuhan dan memberitakan Injil, harus rela mengalami penganiayaan dan penyiksaan. Semua murid sekolah theologi harus belajar hal ini. Kalau kamu mau melayani Tuhan, kamu harus belajar untuk rela dipenjarakan karena Injil. Belajar untuk berani mengalami penganiayaan, bahkan dibunuh. Itulah penganiayaan dengan motivasi yang sungguh-sungguh murni.

Saya rasa sekarang ini banyak sekolah theologi yang memiliki dosen-dosen theologi dan juga meluluskan mahasiswa-mahasiswa theologi pengecut dan takut menderita, Mereka yang seperti ini bahkan tidak mau mengikuti kebaktian doa. Maunya hanya mengajar dan berkhotbah dan hidup mewah. Bagaimana orang-orang seperti ini bisa siap untuk menghadapi penganiayaan? Bagaimana orang-orang seperti ini bisa menjalankan kehendak Tuhan seperti yang dikatakan oleh Alkitab? Paulus harus berulang kali masuk penjara karena memberitakan Injil.

A. INTERNAL Vs EKSTERNAL

Di dalam penjara di Roma, Paulus menulis surat untuk jemaat di Filipi ini. Isi suratnya penuh dengan berita suka cita. Dia mengajak pembacanya untuk bersukacita dan mengerti sukacita yang benar. Inilah emosi yang suci. Sukacita yang dikuduskan berbeda dengan senang-senang secara duniawi. Emosi yang dikuduskan adalah emosi yang mengetahui bahwa jiwa yang dipenuhi dengan pengharapan tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan penindasan yang kita alami.

Dalam bahasa Ibrani terdapat lebih dari 13 istilah yang dipakai untuk melukiskan tentang sukacita, dan di dalam bahasa Yunani ada lebih dari 7 istilah yang dipakai untuk menggambarkan tentang sukacita. Di dalam bahasa Indonesia kita juga menemukan beberapa istilah seperti sukaria, gembira, senang, sukacita, dll. Ini adalah aspek bahagia. tetapi apa yang Alkitab katakan sebagai “sukacita” berbeda dari konsep kesenangan duniawi. Kebahagian bukanlah kesukacitaan duniawi. Sukacita yang sesungguhnya adalah sukacita yang berasal dari dalam.

Manusia memerlukan parfum, tetapi bunga yang harum tidak membutuhkan farfum, karena bunga itu menghasilkan parfum dari dalam dirinya sendiri. tubuh kita mengeluarkan keringat yang berbau kurang sedap, sementara bunga memancarkan harum yang begitu menyegarkan terus menerus. manusia bukan bunga dan bunga bukan manusia. Inilah perbedaan antara senang-senang dengan sukacita. “senang-senang” itu seperti tubuh yang diberi minyak wangi, sehingga kalau lupa diberi, akan keluar bau aslinya. Sukacita tidaklah demikian. Itu bagaikan bunga yang terus mengeluarkan keharumannya. Semakin dihancurkan atau diperas semakin mengeluarkan keharumannya, karena keharumannya itu berasal dari dalam. Keharuman itu tidak perlu dituang dari luar, karena merupakan produksi sendiri dari dalam, yang senantiasa memancar keluar. Inilah sukacita yang kudus.

Orang Kristen mempunyai sukacita yang suci, dan itu bagaikan keharuman yang memancar keluar dari dalam dirinya. Seperti yang dikatakan Paulus, “aku mengeluarkan bau harum iman, bau haru ke Kristenan” (2 Kor 2: 15-16). Keharuman itu berada di dalam Kristus, yang mengakibatkan orang mati atau orang hidup. Keharuman Kristus bisa menghidupkan ataupun mematikan seseorang, itulah sukacita suci di dalam kristus, karena bersumber dari dalam. Pada saat angin bertiup, tidak perlu takut harumnya hilang, justru akan semakin tersebar kemana-mana. ketika angin bertiup keras, bunga-bunga di padang justru memancarkan keharuman kesekelilingnya, dan mereka sendiri tidak akan pernah ketakutan kehabisan bau harum mereka. “Silahkan tiupkan anginmu menerpaku, maka engkau akan menyebarkan harumku ke tempat lain.” Itulah sukacita.

B. KEKAL Vs SEMENTARA

Sukacita suci bersifat kekal, sementara senang-senang itu bersifat sementara. Sukacita suci akan terus menerus diingat dan akan terus menerus menghibur orang percaya. Bahkan setelah bumi ini tamat riwayatnya, bahkan setelah sejarah tutup usia dan proses waktu berhenti, sukacita itu akan terus berlanjut ke dalam kekkekalan. Bersykurlah jika kita boleh menikmati sukacita seperti ini. Sebelumnya kita telah membicarakan tentang “penyesalan yang tidak mendatangkan penyesalan” (unregretable regret). Misalnya, di sorga nanti kita tidak akan pernah menyesal bahwa kita pernah bertobat. Pertobatan adalah penyesalan akan dosa yang telah kita lakukan. Menyesali dosa, bertobat, akan membawa kita kepada kondisi “tidak akan pernah menyesal” lagi. Kini kita berbicara tentang sukacita yang tiada henti, sampai pada kekekalan. Mengapa? Karena sukacita ini terkait pada dan mengandung kehendak Allah yang kekal, yang kita tambahkan ke dalam emosi kita di dalam kesementaraan, sehingga emosi kita boleh dikuduskan. Dengan demikian, di dalam kehidupan kita yang sementara ini, ada suatu isi emosi yang bersifat kekekalan.

Orang yang bersukacita tidak tentu harus kaya, dan sebaliknya, orang kaya tidak tentu bersukacita. Orang yang bersukacita tidak tentu harus lancar, dan sebalinya, orang yang hidupnya senantiasa lancar tidak tentu sukacita. Jika kamu mempunyai kekayaan yang berlimpah dan hidup yang lancar, tetapi ada dosa di dalam hatimu, maka sambil kamu menikmati semua kekayaanmu, sambil menegur diri yang berdosa; sambil menikmati kelancaran hidupmu, hati nuranimu mengingatkan akan dosa-dosa yang sudah kamu lakukan. Tuduhan dan kepahitan dosa akan terus menuduh dan menyiksa kerohanianmu, sehingga kerohanianmu tidak mungkin bisa bertumbuh baik.

Jadi, apakah sukacita orang kristen? Sukacita orang Kristen adalah kesadaran bahwa kita mulai diubah oleh Tuhan tentang apa yang kita suka dan tidak kita suka. Anak kecil yang digigit nyamuk menangis keras sekali, tetapi orangtua yang terluka tidak menangis, dia hanya menahan sakit sekuat tenaga. Orang semakin dewasa semakin mengerti untuk hal apa dia harus mengeluarkan air mata dan untuk hal apa dia harus menahan diri. Sementara anak kecil, segala hal yang mengganggu sudah membuat dia menangis dan susah hati. Emosi manusia berposes dari kedangkalan menuju ke kedalaman pengertian yang mahir, yang menggambarkan kedewasaan seseorang. Dia mulai mengetahui apa yang patut membuat dia susah dan apa yang tidak. Dia juga mulai mengetahui apa yang membuat dia senang dan apa yang tidak. Inilah kemahiran kedewasaan.

Ada seorang penjudi di Semarang yang begitu “sukses.” Setiap kali berjudi dia selalu mendapatkan kemenangan. Juga setiap kali terjadi penggrebekan polisi, dia selalu lolos dan tidak tertangkap. Orang mengatakan bahwa dia seorang yang “hoki,” penuh keberuntungan. Akhirnya, pada usia 40-an dia betul-betul bertobat, menangis luar biasa dan mengakui dosa-dosanya, dan akhirnya menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan. Dia berkata kepada saya, “Saya bersyukur kepada Tuhan, saya mempunyai istri yang sangat baik. Itulah salah satu alasan yang membuat saya bisa bertobat.” Saya bertanya kepada dia apa maksudnya ketika ia berkata bahwa dia mempunyai istri yang baik. Dia menjelaskan bahwa istrinya tidak pernah mau memakai uang yang dia dapatkan dari hasil berjudi. Satu sen pun dia tidak pernah mau memakainya. Dia tetap menjahit dan bekerja berat, di mana melalui usaha itu dia mendapat sedikit uang dan bisa hidup dan membesarkan anak-anaknya dengan uang yang dia peroleh dengan kerja berat itu. Itu terjadi bertahun-tahun, sampai uang hasil judi si suami bertumpuk sangat banyak, namun istrinya tetap tidak mau memakainya. Suaminya mulai merasa tidak berarti. Istrinya mengatakan bahwa lebih baik dia bekerja keras menjahit, sampai terkadang jarinya berdarah tertusuk jarum dan mendapat sedikit uang untuk membesarkan anak-anaknya, sehingga anak-anaknya boleh dibesarkan dengan karakter yang bagaikan beton, yang bermutu dan berkualitas tinggi. kalau dia memakai uang yang begitu banyak dari hasil judi, dia merasa jiwanya disiksa. istrinya itu mengerti apa artinya sukacita dan apa artinya bersenang-senang.

Banyak istri atau pemudi yang hanya mau tahu senang, merasa aman jika mempunyai suami yang bisa mendapat uang banyak, sekalipun dengan cara-cara yang tidak benar. Dia senang menjadi istri dengan cara-cara yang tidak benar. Dia senang menjadi istri orang kaya, walaupun bermoral bobrok. Bob Jones berkata: “Menikahlah dengan pria yang bekerja berat sampai malam dan tidak menghina mereka, itu lebih baik daripada menikah dengan orang kaya yang tidak tahu dari mana uangnya berasal.” Jika seorang pria mau melamarmu datang dengan mobil mewah, lebih baik kamu mempertimbangkan sungguh-sungguh apakah aman kamu menerima lamarannya. tetapi ketika pria lain datang bersepeda, seorang yang berani berkeringat, dan hidup penuh perjuangan, mungkin sebaiknya kamu menikah dengannya, karena kamu tahu uangnya datang dari mana.

Istri yang tidak mau uang hasil perjudian itu adalah seorang yang mempunyai karakter yang sangat serius. Saya mengenal pribadi wanita ini. Dia memang tidak banyak bergurau, rela bekerja berat, tetapi kalau berbicara, anggun sekali. Ketika berbicara dengan anak-anaknya, dia teliti sekali menggunakan kata-kata, karena dia menganggap itu sebagai pelajaran yang penting. Dia tidak mendisiplinkan anaknya kalau dia merasa hal itu karena dirinya dirisaukan atau merasa diganggu. Prinsipnya, mendidik adalah menyelesaikan persoalan anak, bukan menyelesaikan persoalan kemarahan sendiri. Anak-anaknya sangat menghormati ibunya, karena mereka tahu setiap kalimat yang dikeluarkan oleh ibunya bukan karena kemarahan atau kejengkelan, tetapi demi mendidik mereka dan demi kebutuhan mereka.

Seorang anaknya menjadi penginjil di Campus Crusade yang semikian baik pelayanannya. Kini si suami sudah meninggal, istrinya sudah berusia 75 tahun (Pada tahun 2003 – ed) dan saya sudah mengenal keluarga ini sejak 42 tahun yang lalu. Keluarga ini menjadi keluarga yang baik. Suaminya berkata, ketika dia bertobat, anaknya berusia 12 tahun (perempuan), 10 tahun dan 7 tahun (laki-laki). Dia bersyukur karena pada saat itu anak-anaknya belum terlalu besar. Dia membayangkan, kalau dia baru bertobat ketika anak-anaknya sudah dewasa, pasti akan memberikan pengaruh yang sangat merusak. Sering kali kita berfikir kapan saja kita bertobat itu sama saja dan tidak ada pengaruhnya. Tetapi si suami ini sadar, kalau dia terlambat bertobat, anak-anaknya mungkin dipengaruhi oleh kebiasaannya yang buruk. Pada saat mereka sudah beranjak dewasa, mereka melihat hidup orang tua mereka yang sudah beres, sehati dalam membesarkan anak. Akhirnya mereka menikmati suatu sukacita yang luar biasa. Ini bukan senang-senang, tetapi sungguh-sungguh suatu sukacita yang kudus.

Sukacita bukan bersenang-senang. Kita sering kali menghitung kesenangan kita dari beberapa banyak uang yang kita miliki. Kita menganggap kesenangan kita tergantung pada beberapa banyak uang yang kita miliki di bank, berapa banyak materi yang kita miliki. Mari sekarang kita menghitung aset kita bukan dari uang, tetapi dari waktu, dari kesempatan, dan dari kesucian Tuhan yang mempengaruhi emosi kita, dan dari kerohanian kita yang mencatat sejarah.

MENDAPAT SUKACITA KUDUS

Sukacita yang suci, adalah emosi yang dikuduskan. Dari manakah kita bisa mendapatkan sukacita seperti ini?

1. Kedudukan Yang Baru di dalam Tuhan

Sukacita yang suci kita peroleh dari status atau kedudukan kita yang baru di dalam Tuhan. Alkitab mengatakan dalam Filipi 4 : 4 “Bersukacitalah di dalam Tuhan!” Bukan sembarang sukacita, tetapi sukacita “di dalam Tuhan.” Kata ini diulang sampai tiga kali di dalam Filipi 4 ini. Bersukacitalah di dalam Tuhan berarti sukacita yang benar hanya mungkin terjadi jika itu berada di dalam Tuhan. Di luar Tuhan tidak ada sukacita yang sejati, yang kudus, yang suci. Bagi Allah hanya ada dua eksitensi, yaitu : 1). Di dalam Adam; atau 2) di dalam Kristus Tuhan. Di dalam Adam, manusia akan binasa; di dalam Kristus, manusia mengalami kebangkitan. Di dalam Adam ada ketidaktaatan, di dalam Kristus ada ketaatan, di dalam Adam hidup berdosa, dan di dalam Kristus hidup benar, di dalam Adam kita adalah anak-anak berontak, di dalam kristus kita adalah anak-anak yang diperdamaikan dengan Bapa di sorga. Di dalam Adam kita adalah anak-anak setan, anak-anak dunia yang berdosa, sedangkan di dalam kristus kita menjadi anak-anak Allah. Hanya ada dua jenis eksistensi ini dihadapan Tuhan Allah.

Penginjilan berarti membawa orang berpindah dari status di dalam Adam menuju status di dalam Kristus. Penginjilan bukan membawa orang dari luar gereja masuk ke dalam gereja. Penginjilan berarti membawa orang keluar dari status menuju kebinasaan menjadi orang yang berstatus menuju sorga yang kekal di dalam Kristus. Itulah sebabnya, sukacita sejati adalah sukacita di dalam Tuhan (Yesus). Di saat itu kita sudah memiliki status yang baru, dosa kita sudah diampuni, dan kita sudah diperdamaikan kembali dengan Allah. Sekalipun kita masih hidup di dalam dunia yang penuh dengan kesulitan, tetapi kita sudah berada di dalam Tuhan. Sekalipun lingkungan kita sangat berbeda dengan status kita, sekalipun banyak kesulitan yang menghadang di depan, sekalipun kita harus menempuh bahaya, semua itu terjadi dalam kondisi kita tetap bersukacita, yaitu status baru di dalam Tuhan.

2. Menyimpan Firman di dalam hati

Kita bersukacita karena menyimpan Firman Tuhan di dalam hati kita (Yoh 15:11). Kaitan antara sukacita dan menyimpan firman dalam hati ini sudah diungkapkan oleh Kristus. Jika perintah Tuhan kita simpan di dalam hati kita, maka kita akan bersukacita. Saya percaya bahwa inilah perbedaan orang Kristen yang sungguh-sungguh dengan orang bukan Kristen. Orang Kristen yang sungguh, karena begitu rindu terus menerus menyimpan Firman Tuhan di dalam hatinya, sehingga setiap kali dia mendapatkan Firman Tuhan, dia akan penuh dengan sukacita.

Adakah kamu juga mendapatkan sukacita ketika mendengarkan Firman Tuhan? Adakah kamu mendapatkan sukacita ketika menyimpan Firman Tuhan dalam hatimu? Saya baru menerima sepucuk surat empat lembar dari seseorang perwakilan kedutaan besar Taiwan di Denmark. Dia mencari alamat saya dengan begitu susah dan mengirimkan ke saya. Dia mengungkapkan bahwa orang-orang Kristen di Denmark dalam statistik berpuluh-puluh persen, tetapi kebanyakan hanya datang tiga kali seumur hidup, yaitu pertama kali ketika baru lahir, di mana dia dibaptiskan oleh orangtuanya. Kedua kali adalah ketika menikah, mengharapkan berkat dari Tuhan, dan ketiga kalinya setelah dia mati, jenazahnya dibawa ke gereja untuk disemayamkan sebentar. Itu yang disebut sebagai four-wheel christian (orang Kristen empat roda). Ketika di Baptis, dia masih memakai kereta bayi dengan empat roda; ketika menikah memakai kereta kencana datang untuk diberkati; dan ketika meninggal memakai kereta jenazah yang juga memiliki empat roda. Dan dalam tiga kesempatan ini dia tidak ingin mendengarkan khotbah. Orang baru lahir belum bisa mendegar khotbah, ketika menikah tidak ingin mendengarkan khotbah, bahkan ingin agar khotbah cepat-cepat selesai, dan ketika mati sudah tidak bisa lagi mendengarkan khotbah. Inilah orang Kristen binasa. Saya sangat menghargai orang-orang yang begitu menghargai firman dan mau terus menerus mendengar berita firman yang baik. Dia memohon kalau bisa saya datang ke Denmark untuk memberitakan firman, sekalipun dia sadar orang di sana tidak merespon dengan baik. Saya belum menjawab undangan itu.

Seberapa sungguhkah orang Kristen mau mendengar firman? Dan jikalau ada orang-orang yang sungguh-sungguh mau mendengar firman, perlu ada orang yang sungguh-sungguh memberitakan firman dengan setia. Berbahagialah gereja yang di dalamnya masih ada orang-orang yang sungguh-sungguh memberitakan firman dengan akurat, baik, dan setia. Hargailah pendeta-pendeta yang berani menegurmu dan berani menyatakan kebenaran firman dengan setia, mau taat pada pimpinan dan perintah Tuhan, walaupun hal itu sangat tidak disukai oleh masyarakat. Saat ini, banyak gereja dan pengkhotbah yang hanya mau berita yang lucu, yang penuh canda, dan tidak berisi. Untuk apa cerita-cerita seperti ini? Apakah hanya agar kita mendapatkan kesenangan? Apa gunanya ke gereja dan menjadi orang Kristen jika kita tidak mau serius mendengarkan, mempelajari, dan merenungkan Firman Tuhan di dalam hidup kita. Apa gunanya tahu kebenaran firman jika kita tidak memegangnya dan menjalankannya dalam hidup kita? Bagaimana kita akan bertemu dengan Tuhan kelak?

Tuhan berkata: “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh” (Yoh 15 :11). Yang dimaksudkan dengan “semua itu Kukatakan…” adalah Firman Tuhan. Jika kita menyimpan Firman Tuhan dalam hati, dan betul-betul mentaatinya, maka kita akan dipenuhi dengan sukacita Kristus. Sukacita Kristus akan memenuhi hati kita dan melimpah dalam hidup kita. Firman itu sudah diberitakan, dan ketika kita menerima Firman, kita akan sekaligus menerima sukacita Kristus di dalam hati kita.

Kiranya di dalam hidup kita, kita boleh senantiasa memiliki sukacita Kristus, Ketika Tuhan Yesus mau ditangkap. Dia begitu tenang. Dia tetap bersukacita. Firman Tuhan mengatakan : “Hari ini adalah harinya Tuhan, mari kita bersukacita” (Mazmur 118 : 24). Ayat ini telah dijadikan lagu Sekolah Minggu. Lalu dengan semaunya dan tanpa pengertian yang beres, mengganti kata “hari ini” dengan hari Senin, hari Selasa, dan seterusnya. Ini bukan sembarangan hari. Ayat itu merupakan nubuat yang menunjuk kepada satu hari yang sangat khusus, yaitu hari dimana Kristus dihakimi. Itu adalah satu-satunya hari di sepanjang sejarah, di dalam seluruh alam semesta, yaitu hari Anak Domba Allah disembelih, dipaku di kayu salib. Dan sebelum hari itu selesai, Dia harus sudah diturunkan dan dikuburkan. Dan itu boleh membawa sukacita besar bagi manusia. Betapa dasyatnya sukacita Kristus yang diberikan kepada kita.

Ketika Firman Tuhan ada di dalam hati kita dan memberikan sukacita kepada kita, maka sukacita itu menjadikan sukacita yang suci, karena Firman Tuhan itu adalah firman yang suci. 

Orang yang hatinya dipenuhi dengan firman, pikirannya terus memikirkan firman, maka dia akan mengalami suatu sukacita yang berlainan dari sukacita orang dunia. Saya rasa itu adalah satu kebahagiaan hamba Tuhan yang betul-betul hidup bergaul dengan firman dan mencintai firman. Sukacita itu akan memenuhi dirinya sebelum dia kabarkan kepada orang lain. Seorang hamba Tuhan yang senantiasa mempelajari firman, merenungkan firman, lalu menyimpannya dalam hatinya, maka sukacita itu akan terus memenuhi hatinya.

3. Meninggikan dan Mengutamakan Tuhan

Bukan saja demikian, ketika kita membesarkan dan mengutamakan Tuhan, maka kita akan menikmati sukacita yang luar biasa dari Tuhan. Dimanakan Tuhan di dalam hidup kita. Dimanakah kita memposisikan Tuhan Allah di dalam hidup dan hati kita? Kalau kita menempatkan Tuhan Allah pada posisi utama dan tertinggi dalam hidup kita, itulah posisi Tuhan yang sebenarnya. Tuhan harus mendapatkan posisi terpenting, terutama dalam hidup kita masing-masing.

Orang yang mengutamakan Tuhan hidupnya tidak akan ditinggalkan oleh Tuhan. Orang yang mengutamakan Tuhan, seluruh aspek hidup, sampai yang terkecil sekalipun, pasti akan ditolong oleh Tuhan. Ungkapan ini keluar dari mulut seorang wanita, yaitu Maria, seorang perawan yang dipakai Allah unttuk mengandung Yesus Kristus. Maria adalah seorang gadis yang menderita begitu berat, karena harus menanggung beban dan penderitaan tanpa bisa membela diri. Dia harus mengandung tanpa menikah. Kondisi ini merupakan penyiksaan keperawanan yang paling besar. Penderitaan ini merupakan penderitaan batin yang sangat berat yang harus ditanggung oleh seorang perawan. Dan inilah yang Tuhan perkenankan untuk dialami oleh Maria.

Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabetpun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah dia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.“ Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah. Juruselamatku sebab Dia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun temurun atas orang yang takut akan Dia” (Lukas 1 :41-50).

Kalimat yang diungkapkan oleh Maria di atas ini disebut The Magnificat, yaitu suatu ungkapan hati yang membesarkan Tuhan Allah. Di dalam seluruh Alkitab hanya ada satu ungkapan Magnificat ini. Maria mengatakan “Jiwaku memuliakan (membesarkan) Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah.” Memuliakan Allah terkait erat dengan hati yang bersukacita. Hati Maria membesarkan Allah, mengagungkan Allah, dan jiwanya penuh dengan sukacita.

Mengapa hati kita sulit bersukacita dan sering kali kehilangan sukacita? Itu karena kita terlalu banyak memperhatikan hal-hal yang rendah dan remeh; kita tidak mengutamakan Tuhan yang agung. Jikalau kita mengagungkan Tuhan, maka sukacita itu tidak akan hilang dari hidup kita. Ini suatu rahasia kehidupan. Diseluruh Alkitab hanya ada satu wanita yang boleh mengatakan kalimat yang sedemikian agung “hatiku mengagungkan Tuhan, maka jiwaku penuh dengan sukacita.” Barang siapa mengutamakan Tuhan, pasti Tuhan akan memberikan sukacita di dalam hatinya, sekalipun lingkungannya sama sekali tidak mendukung. Barang siapa hanya bisa mengagungkan uang, uang, dan uang, atau hanya mengagungkan manusia saja, dia bukan orang yang agung, dan tidak akan mempunyai sukacita yang sejati.

Katika saya berkhotbah di Manila beberapa tahun yang lalu, saya mengatakan: “Celakalah kamu hai orang-orang kaya, jika kamu hidup tidak jujur, tidak suci, dan tidak benar di hadapan Tuhan, kamu akan kehilangan sukacita di dalam hidupmu.” Saat itu saya tidak tahu kalau yang mengundang saya tinggal kerumahnya adalah seorang yang sangat kaya. Dan saya menduga bahwa dia akan marah ketika mendengar khotbah yang begitu keras. Tetapi saya terkejut, karena dia mengatakan: “Pak Tong, saya sungguh sangat bersyukur khotbahmu tadi, karena kita di Manila selalu mendengar khotbah pendeta yang hanya menyenangkan orang kaya. Akhirnya kami, orang-orang kaya, sangat menghina hamba-hamba Tuhan itu. Mereka bagaikan anjing yang ekornya digoyang-goyang dihadapan tuannya. Akibatnya, kami tidak pernah mendengar teguran, apa yang Tuhan ingin kami kerjakan. Mereka datang kepada kami hanya untuk mencari uang, minta dukungan untuk sekolah ke Hong Kong atau tempat lain. Tetapi malam ini khotbahmu menggugah kami, bagaimana kami harus hidup takut akan Tuhan.”

Manusia mengagungkan Tuhan bukan karena Tuhan memerlukan keagungan. Bukan juga karena Tuhan Allah kekurangan keagungan sehingga mencari keagungan dari manusia. Tetapi justru karena Allah adalah Allah yang agung, sehingga kita wajib dan harus mengagungkan-Nya. Kita memberikan keagungan yang sepatutnya dan harus setara dengan keagungan Tuhan itu sendiri. Mengagungkan yang tidak mencapai keagungan Tuhan adalah suatu sikap yang belum sungguh-sungguh mengagungkan Tuhan. Kita harus menghormati Tuhan karena memang Dia adalah Allah yang harus dihormati. Marilah kita berjanji dihadapan Tuhan, bahwa sejak saat ini kita mau belajar untuk menghormati dan mengagungkan Tuhan sesuai dengan kehormatan dan keagungan-Nya. Dan dengan demikian kita akan merasakan sukacita karena kita telah mengutamakan Tuhan.

Dalam Yohanes 3:29-30 dikatakan: “Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. Dia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.” Yohanes menekankan bahwa dia sendiri harus semakin kecil, sementara Tuhan Yesus harus semakin besar. Dan itulah sukacita yang dia alami. Orang seperti Maria dan Yohanes adalah teladan bahwa orang percaya harus memuliakan dan membesarkan Kristus. Yohanes melihat bahwa Kristus adalah mempelai laki-laki yang senantiasa dinantikan oleh mempelai wanita.

Ketika Yohanes mengajak murid-muridnya untuk memandang dan membesarkan Kristus, hal itu tidak menguntungkan dirinya. Dia akan menjadi semakin kurang populer dan murid-muridnya akan beralih kepada Kristus. Itulah alasan mengapa Yohanes dipanggil. Ini konsep panggilan sejati. Yohanes dipanggil bukan untuk membesarkan dirinya sendiri, menarik semua orang datang kepadanya, lalu memberikan keuntungan dan popularitas bagi diri dan namanya, sehingga namanya semakin terkenal dan semakin dicari orang. Tidak! Yohanes justru dipanggil untuk memperkenalkan Kristus.

Hamba Tuhan yang baik tidak membawa orang datang kepada dirinya sendiri, tetapi membawa orang kepada Kristus, untuk memuliakan dan membesarkan Kristus. Hamba Tuhan yang baik tidak banyak menonjolkan diri sendiri, atau bercerita tentang riwayat diri sendiri. Hamba Tuhan yang baik selalu memperkenalkan Kristus dan membesarkan nama-Nya. Hamba Tuhan yang baik ingin orang-orang dunia boleh mengenal Kristus, dan datang kepada Kristus, menjadi murid Kristus, dan menjalankan kehendak dan perintah Kristus. Biarlah pada saat itu nama kita semakin kecil dan nama Kristus semakin besar. Saat itu sukacita kita menjadi penuh. Itulah sukacita Yohanes, dan juga sukacita setiap kita yang memandang kepada Kristus.

Ketika seorang pendamping mempelai mendengar suara mempelai, dia begitu bersukacita. Itu berarti dia bersukacita jika yang memang harus diutamakan itu diutamakan, bukan diri kita. Ada orang yang mengatakan bahwa ketika dia sedang memerankan seorang tokoh dalam sebuah cerita itu, dan bukan dirinya. Dia bisa menjadi seorang pemain lakon yang sungguh-sungguh menampilkan gambaran dari lakon tersebut. Dan itu membuat dia sangat bersukacita. Itu berarti dia telah sukses memerankan peran dalam cerita itu. Kalau orang masih melihat dirinya, itu berarti dia gagal memerankan itu.

Di dalam sastra Tionghoa ada sebuah cerita. Jin Kuei adalah seorang penghianat di dalam dinasti Sung. Karena dia ingin menyenangkan raja, dia mencari cara untuk mencelakakan seorang jenderal yang begitu hebat dan patriotik. Jenderal itu bernama Ie Phei. Jin Kuei sangat iri kepadanya, maka dia melontarkan fitnah yang sangat merusak nam Ie Phei di hadapan raja, sampai Ie Phei dipanggil pulang dan dihukum mati. Ie Phei dihukum mati dengan cara yang kejam sekali, yaitu tubuhnya dibalur dengan perekat yang kuat lalu diikat dengan tali. Setelah perekat itu mengering dengan tali dan kulitnya, maka tali itu kemudian dibuka, dan dengan demikian kulitnya tercabik, seperti manusia yang dikuliti hidup-hidup. Orang banyak menangis melihat kekejian seperti itu. Karena jenderalnya pulang, maka tentara akhirnya tidak bisa bertahan melawan musuh dan negara itu akhirnya hancur. Rakyat benci sekali kepada Jin Kuei dan bertekad menjadikan dia musuh bangsa sampai selama-lamanya. Maka di Tiongkok, kalau ada cerita sejarah dimainkan, maka siapapun yang memerankan Jin Kuei, sekalipun sudah di luar pentas, orang itu tetap dibenci orang, karena dia memerankan Jin Kuei. Saat pementasan, ketika Jin Kuei sedang melontarkan fitnah dihadapan raja, penonton begitu marah, mengambil pisau, dan mau melempar serta membunuh Jin Kuei, padahal bukan Jin Kuei yang sesungguhnya. Itu berarti si aktor sudah berperan sebagai pemain lakon yang sukses.

Semua pelayan harus demikian, semua pendeta juga harus demikian. Bukan diri kita yang ditonjolkan, tetapi Kristus yang harus diutamakan. Dengan demikian, orang yang melihat pelayanan kita akan datang kepada Kristus. Orang-orang yang mendengar pelayananmu dan khotbahmu akan menangisi dosanya dan kembali kepada Kristus untuk memohon pengampunan dosa. Bukan kesuksesan kita sebagai pendeta, bukan kesuksesan kita melayani, sebaliknya biarlah nama Tuhan Yesus saja ditinggikan dan dibesarkan. Let Him be Magnified. Inilah mental pelayanan Yohanes Pembaptis.

Jikalau pada suatu hari saya melihat ada murid-murid saya yang lebih besar, lebih dipakai Tuhan, lebih berkuasa daripada saya, maka saya akan bersyukur kepada Tuhan. Sayang sampai sekarang saya belum melihat hal itu. Yang ada adalah orang yang baru belajar sedikit sudah sombong, baru sukses sedikit sudah merasa sangat hebat. Kalau suatu saat saya melihat ada bala tentara sorga yang bekerja bagi kemuliaan Tuhan, saya akan sangat bersyukur kepada Tuhan. Biarlah kita bersama-sama membesarkan dan mengutamakan Kristus. Orang-orang seperti ini sukacitanya tidak pernah habis sepanjang hidup.

Sukacita ada pada orang yang tidak mempunyai musuh, orang yang tidak mengutamakan diri, dan orang yang tidak merebut kemuliaan Tuhan. Biarlah Tuhan saya yang dipermuliakan. Soli Deo Gloria. Orang seperti ini tidak mungkin tidak ada sukacita, karena dia tidak memiliki ambisi apa-apa yang ingin dia rebut untuk kemuliaan dirinya. Yang ada hanyalah keinginan untuk memuliakan dan membesarkan Kristus. Salah satu ciri khas gereja yang diberkati adalah jika orang-orang yang melayani, termasuk yang menjadi majelis atau tidak menjadi majelis, tidak memperebutkan apa-apa. Tidak ada keuntungan yang direbut untuk kepentingan diri, sebaliknya semuanya memperjuangkan kepentingan pekerjaan Tuhan semata. Kalau di dalam pelayanan gereja, orang-orang yang melayani tidak mendapatkan keuntungan apapun untuk kepentingan sendiri, hanya untuk membesarkan nama Tuhan, maka gereja itu akan sangat diberkati oleh Tuhan. Dan gereja seperti itu akan disucikan dan menikmati sukacita. Orang yang mau melayani seperti ini, di dalam hatinya akan dipenuhi sukacita yang tidak dimengerti oleh orang lain. 

Hanya orang-orang yang sama-sama melayani seperti ini yang mengerti sukacita penuh yang Tuhan sediakan bagi mereka yang mengutamakan Dia. Orang yang hanya mau mencari pamrih, mau menonjol di depan, mau naik mimbar, mau mendapatkan keuntungan keuangan atau posisi, tidak akan mendapatkan sukacita. Orang-orang seperti ini tidak akan mengalami sukacita.

Maria berkata: “Aku mengutamakan Dia, maka jiwaku bersukacita karenanya.” Yohanes berkata: ”Aku mendengar suara mempelai laki-laki… dan aku bersukacita dan sukacitaku penuh.” Inilah teladan orang-orang yang mau membesarkan Kristus.

4. Menjalankan Kehendak Tuhan

Ketika kita menjalankan kehendak Tuhan, maka kehendak dan pimpinan Tuhan akan memenuhi hati kita. Jika engkau memegang perintah-Ku dan menjalankan firman-Ku, maka sukacitaku akan semakin berlimpah. Itulah perkataan Yesus. Dan itu diikat dengan satu pernyataan, “saling mengasihi.” Kita sering kali lebih suka mendendam, iri hati, juga lebih senang mencari kesalahan dan kekurangan orang lain, lalu memberikan topeng kepada diri seolah-olah kita mewakili keadilan Tuhan Allah.

Mengapa kita tidak lebih suka menjadi wakil kemurahan dan cinta kasih Allah? Karena kita lebih suka menjadi wakil keadilan Allah untuk mengorek-ngorek dan mencari-cari kesalahan orang lain., bagaikan dokter yang pandai mendiagnosis penyakit, tetapi tidak mampu menyembuhkan. Orang yang bisa mengasihi dan mengampuni orang lain lebih agung daripada orang yang hanya bisa melihat kesalahan orang lain. Dunia ini memerlukan jaksa, memerlukan hakim, tetapi juga memerlukan pengampunan dari Juruselamat. Orang pandai mengetahui di mana letak kesalahannya, tetapi orang agung tahu bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Orang pandai mengetahui dosa ada di mana, tetapi orang agung mengetahui pengampunan ada di mana. Jikalau dunia penuh dengan orang pandai, maka dunia akan sedikit berkurang akan dosa, tetapi jika di dunia tidak ada orang agung, maka tidak ada yang mengetahui bagaimana pengampunan boleh mengampuni dosa, sehingga dunia tidak punya pengharapan. 

Yesus adalah Hakim terbesar, tetapi Yesus juga adalah Juruselamat bagi manusia yang berdosa. Urutannya menunjukkan bijaksana Allah. Mulai dari Juruselamat, baru Hakim, bukan sebaliknya. Yesus berkata: “Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya.” (Yohanes 12 : 47). Hanya mereka yang tidak menerima pengasihan Tuhan Yesus, akan mengalami penghakiman Tuhan Yesus di hari kiamat nanti. Urutan ini jelas. Perlu menyatakan keadilan dahulu baru kasih, tetapi pemberian pengampunan dulu baru penghakiman (to reveal the righteous first than love, but to give redemtion first than condemnation). Salah dalam urutan ini akan menimbulkan kekacauan. Cara Tuhan menyatakan diri adalah menyatakan keadilan-Nya terlebih dahulu, baru kemudian menyatakan kasih. Karena tanpa mengerti keadilan Allah terlebih dahulu, manusia tidak akan bisa mengerti dan menghargai kasih dan kemurahan Allah. Tetapi di dalam menjalankan keadilan, Allah terlebih dahulu menawarkan pengampunan-Nya, baru menjalankan penghakiman dan penghukuman-Nya. Inilah cara Tuhan bekerja.

Marilah kita belajar mengasihi, saling mengasihi. Karena inilah yang Allah ajarkan kepada kita. Allah mengasihi Kristus, dan Kristus mengasihi kita. Sebagaimana Allah menyediakan Kristus sebagai Juruselamat, maka kita harus mengampuni orang lain terlebih dahulu (Mat 6 : 12). Maka sukacita itu akan penuh di dalam hati kita.

Sukacita akan penuh dalam hati orang-orang yang mengasihi orang lain. Orang yang membenci orang lain tidak akan mempunyai sukacita. Semakin membenci, dia akan semakin kehilangan sukacita. Semakin seseorang membenci orang lain, dia akan semakin menjerumuskan dirinya sendiri. Dia akan terikat oleh kebencian, kepedihan dan kepahitan, dan akhirnya tidak tertolong lagi. Sebaliknya, ketika kita mengasihi orang, kita akan merasakan sukacita, karena mengasihi adalah suatu pemberian, suatu pembagian hidup (share of life). Ketika kita memberi kepada orang lain, kita akan mendapatkan sukacita yang lebih besar. Mengapa manusia tidak suka memberi? Dan mengapa manusia lebih suka menerima? Jikalau kita menerima uang ratusan juta rupiah, kita menjadi sangat bersukacita. Tetapi kalau memberikan seribu rupiah kepada orang lain, kita sudah merasa sakit. Bersukacitalah jika kita boleh mengasihi orang lain. Ketika kita menjalankan perintah ini, maka Tuhan Yesus akan beserta dengan kita.

5. Berbuah Injil

Bersukacita karena kita boleh berbuahkan injil. Membawa orang bisa mengenal Tuhan, membawa orang kembali kepada Tuhan, adalah suatu sukacita yang tak terkira. Ketika kita melihat seseorang diperanakkan pula dan mendapatkan hidup yang baru di dalam Kristus, itu adalah suatu sukacita yang kekal. Itu berarti kita sudah berbuah. Paulus berkata bahwa dia berkali-kali ingin ke Roma supaya mendapatkan buah di antara orang-orang di Roma, seperti juga di kota-kota yang lain (Roma 1 : 13). Dan Paulus mengatakan bahwa setiap kali dia melihat buah-buah Injil yang ada, dia bersukacita, dia mencucurkan air mata sukacita. Paulus senantiasa mengingat rekan kerjanya. Timotius, yang bagaikan anaknya sendiri. Paulus berbuah di dalam pelayanannya. Dia mendapatkan orang-orang yang dia injili sampai mereka menjadi orang Kristen yang bisa melayani dengan sungguh. Kemudian Paulus mengingat mereka, dan setiap kali mengingat mereka, dia mendoakan mereka dengan penuh sukacita. Itulah sukacita abadi, karena berbuah di dalam Kerajaan Sorga. Siapakah di antara kamu yang selama ini telah membawa orang-orang lain untuk mengenal Tuhan, sampai dia menjadi orang Kristen? Orang-orang seperti ini pasti menikmati sukacita yang tidak bisa dirasakan oleh orang-orang yang belum pernah berbuah.

Ketika seorang gadis yang belum menikah melihat rekannya yang akan menjadi ibu sedang kesakitan karena melahirkan, dia menjadi ketakutan. Dia merasa beruntung karena belum menikah dan belum mempunyai anak. Perempuan yang tidak menikah dan tidak melahirkan anak mungkin bisa menghina mereka yang menikah dan melahirkan anak. Tetapi mereka tidak pernah memahami besarnya sukacita setelah melewati kesulitan dan kesakitan melahirkan, melihat lahirnya anak itu. Tuhan Yesus mengatakan bahwa sebelum melahirkan seorang perempuan mengalami sakit bersalin, tetapi setelah melahirkan, dan melihat wajah anaknya, dia segera melupakan penderitaan dan kesakitannya, dan digantikan dengan sukacita besar (Yohanes 16 : 21). 

Yesus bukan perempuan, mengapa Dia tahu hal ini? Yesus belum pernah melahirkan, mengapa Dia bisa mengungkapkan sedemikian? Itu karena Dia adalah Pencipta semua perempuan. Dia adalah Pencipta semua manusia. Seorang wanita telah melihat wajah anaknya yang baru dilahirkan, segera melupakan semua ketakutan, kesakitan, dan penderitaan selama melahirkan. Demikianlah orang yang memberitakan Injil, mungkin dia dihina, ditentang, dilawan oleh orang yang mendengar berita injil. Tetapi jika kemudian orang tersebut menerima, menyadari dosanya, bertobat, dan dilahirkan kembali, kita akan merasakan sukacita luar biasa, yang tidak mungkin dimengerti oleh orang yang tidak pernah memberitakan Injil. 

Charles Spurgeon mengatakan: “Seandainya saya adalah seorang yang paling egois di dunia, saya tetap akan memilih untuk memberitakan Injil kepada orang lain di dunia ini.” Kamu tidak akan pernah merasakan sukacita orang yang menerima Injil jika kamu tidak pernah memberitakan Injil. Kamu tidak akan pernah mendengar orang berkata kepadamu : “Aku bersyukur kepada Tuhan, karena kamu telah memberitakan Injil kepadaku, sehingga sekarang aku boleh menerima Tuhan Yesus.” Ketika kamu mendengar orang berkata sedemikian, betapa sukacitanya kamu. Apalagi kalau orang itu dulu pernah menyiksa kamu karena Injil yang kamu beritakan. Pada saat kita mendengar kesaksian dari buah Injil yang kita beritakan, maka sukacita itu tidak mungkin bisa diganti dengan apa pun juga. Jika saya seorang egois, demi mendapatkan sukacita dasyat seperti itu, saya tetap akan memberitakan Injil.

Di dalam sebuah buku tentang penginjilan, diceritakan tentang seseorang yang akan dihukum mati. Sebelum dihukum mati dia mengatakan: “Saya tidak tahu apa sebabnya orang Kristen tidak mau mengabarkan Injil. Saya sekarang tidak mempunyai kesempatan hidup lagi, karena saya harus dihukum mati akibat dosaku yang begitu berat. Saya bersyukur bahwa sebelum saya dihukum mati, saya telah menerima Tuhan Yesus. Saya sekarang tahu apa bedanya menerima dan menolak Tuhan Yesus. Saya sekarang tahu apa artinya sudah diampuni dosanya ataupun tidak diampuni. Jikalau saya mempunyai kesempatan hidup, sekalipun saya harus berlutut di atas pecahan kaca untuk memberitakan Injil, saya mau melakukannya, karena itu memberikan suatu kebahagiaan besar saat seorang berdosa boleh diselamatkan.” Inilah sukacita yang saya lihat dari Alkitab. Memang masih banyak pengungkapan Alkitab tentang sukacita, tetapi kita telah melihat lima hal berkaitan dengan sukacita sejati yang kudus. Kiranya pengertian sukacita ini bisa mendorong kita menjadi orang Kristen yang lebih baik.

Kiranya Tuhan memberkati kita, menegur dan menguatkan kita, memberikan inspirasi dari firman-Nya, sehingga kita boleh semakin bertumbuh, memiliki emosi yang disucikan, sehingga berkenan dihadapan Tuhan. 

BAB III : PENGUDUSAN EMOSI.

KEMARAHAN DALAM KESUCIAN

“Sesungguhnya panas hati manusia akan menjadi syukur bagi-Mu, dan sisa panas hati itu akan Kau perikat-pinggangkan.” (Mazmur 76 : 11)

Sepertinya ayat yang kita baca di atas merupakan ayat yang tidak terlalu jelas pengertiannya, tetapi ayat ini mempunyai signifikansi yang tidak ada pada ayat lain manapun dalam Alkitab, karena hanya satu kali muncul di dalam Alkitab. Ayat ini mempunyai pengertian: ”Kemarahan manusia akan menggenapkan dan menyempurnakan kemuliaan Allah; tetapi kelebihan kemarahan akandihentikan oleh Allah.” Kemarahan manusia akan menggenapkan dan menyempurnakan kemuliaan Allah. Namun, sisa-sisa dan kelebihan kemarahan yang tidak perlu akan dihentikan oleh Allah.

Kita masih terus masuk ke dalam tema utama Pengudusan Emosi, yaitu emosi yang kudus. Jika emosi tidak diberikan jalur atau memiliki rel yang merupakan koridor geraknya, orang itu akan bisa menyeleweng dan bisa masuk ke dalam tindakan yang berkelebihan, bisa merusak harmoni masyarakat, bisa melakukan hal-hal yang merugikan, bahkan dia sendiri bisa gila. Emosi harus mempunyai prinsip, mempunyai rel, mempunyai standar dan pimpinan Tuhan yang membatasinya. Dengan demikian, Tuhan yang suci akan menguduskan kita, Tuhan yang suci akan membersihkan kita dari segala kejahatan, termasuk kejahatan emosi.

Salah satu penyebab yang membuat seseorang menjadi gila adalah karena emosinya tidak terkontrol. Emosi perlu dikontrol, tetapi dikontrol oleh apa? Orang Gerika (Yunani Kuno) mengatakan bahwa emosi harus dikontrol oleh rasio. Kebenaran rasio mengatur bilamana kita marah, atau kita sedih, atau kita kuatir, atau kita susah, atau senang. Apakah cukup emosi dikontrol oleh rasio? Kalau emosi dikontrol oleh rasio, pertanyaan yang mengikutinya adalah : Apakah rasio merupakan kemutlakan tertinggi? Jika bukan, siapa yang mengontrol rasio? Ini tidak pernah terpikirkan oleh orang-orang Gerika: ataupun seandainya mereka memikirkan, mereka tidak mempunyai jawaban yang memuaskan.

Mereka hanya mengetahui bahwa filsuf adalah orang yang mempunyai posisi tertinggi dan memeiliki kebijaksanaan. Orang sedemikian dianggap sebagai orang yang bisa mengendalikan seluruh hidupnya sendiri. Alkitab mengatakan tidak demikian. Manusia tidak memiliki pikiran yang sempurna. Bahkan pikiran manusia sudah kacau. Pikiran manusia sudah menyeleweng dan tidak dipimpin oleh kebenaran. Pikiran bukan posisi tertinggi. Itu alasan Alkitab menuntut agar pikiran kita perlu ditundukkan ke bawah wahyu Tuhan Allah, yaitu kebenaran yang diwahyukan oleh Tuhan Allah sendiri. Selain itu, kita memerlukan Roh Kudus yang memimpin pikiran kita sehingga kita dapat mengerti apa yang dinyatakan di dalam Firman Tuhan. Inilah kelebihan Firman Tuhan tentang ajarannya dibandingkan dengan semua filsafat yang ada di dunia.

Tidak ada satupun filsafat dunia yang bisa disetarakan dengan pengajaran Firman. Alkitab lebih tinggi dari pada semua itu. Dan sebagaimana Roh Allah telah mewahyukan kebenaran, demikian juga Roh Allah memimpin kita masuk ke dalam seluruh kebenaran. Ketika kita hidup dipimpin oleh Roh Kudus maka Dia mengontrol seluruh pikiran kita dan emosi kita. Inilah yang disebut sebagai Pengudusan Emosi. Kita telah membicarakan Dukacita yang Kudus dan Sukacita Yang Kudus, yaitu dukacita dan sukacita yang sesuai dengan kehendak Allah. Sekarang kita akan membicarakan bagaimana seharusnya orang Kristen marah sesuai dengan kehendak Allah.

KEMARAHAN SEBAGAI SIFAT DASAR MANUSIA

Siapa orang yang tidak bisa marah? Seorang anak yang masih sangat kecil pun sudah bisa marah. Orang yang tidak belajar apa-apa juga bisa marah. Marah bukan sesuatu yang memerlukan keahlian atau kemampuan khusus untuk melakukannya. Setiap orang bisa marah. Marah adalah suatu naluri atau insting atau pembawaan yang bersifat alamiah (natural). Kemarahan adalah sifat yang begitu mendasar, yang terkadang begitu cepat kita lakukan. Kalau kita tidak suka, kita segera marah. Sejak kecil kita biasa marah-marah. Anak kecil dengan kemarahannya bisa menaklukan orang tua, dan terkadang bisa membuat orang tua menjadi kehabisan akal. Kalau anak menginginkan sesuatu dan tidak diizinkan oleh orang tuanya, maka dia marah, menangis berteriak-teriak, lalu berguling-guling di toko, sampai orang tuanya menjadi malu, dan akhirnya menuruti kemauannya. Ini adalah gambaran anak yang gila dan ayah yang bodoh.

Anak saya pernah satu kali marah-marah seperti itu di sebuah toko serba ada di Singapura. Saat itu usianya baru dua tahun. Dia tidak mau diajak pulang. Maka saya langsung masuk ke taksi dan tinggalkan dia di muka pintu toko itu. Maka terjadilah adu marah. Dia pikir hanya dia yang bisa marah, dan orang tuanya tidak bisa marah. Kalau tidak mau pulang maka saya tinggalkan dia. Setelah saya tinggalkan dia, maka dia pun menangis. Menangis dan marah adalah saudara sepupu. Lalu saya minta taksi berputar dan jemput dia. Ini namanya marah dan kasih. 

Saya tidak akan tinggalkan anak di situ, apalagi usianya baru dua tahun. Tetapi dia sekarang sudah takut sekali saya tinggal. Kalau dia tidak saya tinggalkan, lalu menang dengan kemarahannya, bagaimana nanti posisi saya? Setiap posisi yang sudah dilampaui, apalagi dikuasai oleh emosi yang tidak benar akan menjadi kacau, karena itulah kita harus memegang prinsip, agar tidak menjadi kacau. Posisi yang ditetapkan oleh Tuhan tidak boleh diganggu. Posisi orangtua tidak boleh dilampaui anak, apalagi yang masih kecil. Jikalau anakmu marah, lalau kamu takluk kepada anakmu yang marah, maka sesudah itu, kamu tidak mungkin lagi menjadi orangtua yang bisa mendidik dia. Banyak orangtua gagal karena takluk kepada kemarahan anak. Banyak orangtua berbuat salah karena mengira dengan demikian mereka telah mencintai anak-anak mereka. Tetapi yang terjadi bukanlah mengasihi, melainkan perubahan garis otoritas (chain of authority). Perubahan garis otoritas adalah perubahan status. Ini bukan hal yang sederhana. Suami, istri, ayah, anak, dan seterusnya, masing-masing memiliki posisi dan status yang tidak boleh digeser. Kalau semua ini dikacaukan, maka hari depan akan rusak. 

Ketika saya kembali, anak saya sedang menangis keras sekali. Saat itu orang mulai banyak mendekati dan mau mengajak dia, tetapi dia tidak mau. Dia hanya mau papa dan mamanya, tetapi dia juga mau papa mamanya takluk kepada dia. Ini yang tidak boleh. Saya berhenti, lalu tanya sekali lagi, apakah dia mau pulang. Dia sekarang mau pulang. Saya ajak masuk ke taksi. Apakah langsung disayang? Tidak. Saya diamkan sebentar, lalu sampai dirumah saya mulai menanyakan kesalahannya, lalu dianalisis kesalahannya. Maka setelah emosinya berhenti, sekarang diajak berfikir menganalisis dengan rasio. Ini membuat dia mengerti kesalahannya, sehingga lain kali dia tahu bagaimana harus taat kepada orang tua. Mendidik anak bukanlah hal yang mudah. Setiap orang menganggap bahwa anak itu mutiara, tapi orang bisa merusak mutiara itu hanya karena terlalu sayang tanpa prinsip.

TERGANGGUNYA HAK PRIBADI

Siapa yang tidak bisa marah? Sejak usia dua tahun anak sudah bisa marah. Kalau seseorang berteriak-teriak dan marah-marah, apa yang menjadi penyebabnya? Saya terus memikirkan apa sebenarnya pemicu atau alasan untuk seorang bisa dan boleh marah. Saya merasa hal ini perlu secara serius dicari. Kemarahan itu muncul terutama karena kita merasa terganggu. Hampir semua kemarahan muncul dari prinsip dasar ini. Kita tidak mau diganggu, maka kalau kita diganggu, kita akan marah. Semua kemarahan berasal dari sini. Tetapi apa yang membuat kita merasa terganggu? Apakah perasaan diganggu ini merupakan sesuatu yang harus kita junjung tinggi dan mutlak kita pertahankan, atau tidak? Jikalau sesuatu yang tidak mutlak kamu mutlakkan, maka kamu telah menjadikan hal-hal lain itu sebagai Tuhan Allah. Dan ketika yang kau anggap mutlak itu diganggu, maka kamu menjadi marah. Ini tidak benar. Saya percaya tema ini merupakan tema yang begitu penting dan serius, sehingga kita perlu membicarakannya.

Kita merasa ada “sesuatu” di dalam diri kita yang diganggu. Tetapi “sesuatu” itu apa? Itu adalah “Hak”-ku. Ketika hakku diganggu, maka saya akan marah sekali. Dan kalau begitu, apa kaitan masalah ini dengan pengajaran Yesus tentang penyangkalan diri? Tidak ada orang yang lebih diganggu haknya daripada Yesus. Dia adalah Allah. Ketika Dia menaati perintah Bapa untuk menjadi manusia, hak-Nya sebagai Allah telah dilanggar. Kini Kristus harus menjadi terbatas. Bagaimana manusia bisa membayangkan , Allah yang tak terbatas, Pemilik alam semesta, kini ditetapkan untuk menjadi manusia, menjadi daging yang hanya beberapa puluh kilogram, dan harus berjalan kaki di sekitar danau Galilea. Dia Pencipta semua itu, Dia Pencipta seluruh tata surya, pengatur semesta, tetapi kini harus menjadi begitu terbatas. Betapa hak-hak utamanya telah diambil. Dia harus merasakan lelah, merasakan haus, hingga manusia meminta air kepada seorang perempuan di tepi sumur Samaria. Dia juga harus tidur diperahu karena terlalu letih. Siapakah Dia? Dia adalah Allah yang menjadi manusia. Hak dan status-Nya bukanlah manusia, karena Dia adalah Allah. Tetapi dalam hal ini, Dia tidak merasa terganggu dengan keadaan itu. Namun, mengapa kita merasa terganggu ketika Kristus tidak terganggu?

Mengapa manusia merasa terganggu? Karena manusia telah memutlakkan hak relatif dirinya, sementara Kristus telah merelakan untuk tidak memutlakkan hak mutlak-Nya. Di sini letak perbedaannya. Inilah kerohanian sejati. Orang yang terus merasa terganggu, orang yang selalu merasa dirugikan, dan terus marah-marah karena merasa diganggu, adalah orang yang kerohaniannya belum matang. Apalagi jika kita menyadari bahwa “sesuatu” yang terganggu itu sebenarnya bukanlah hal yang mutlak, tetapi kini telah kita mutlakkan. Kalau kita memutlakkan yang tidak mutlak, maka kita secara pura-pura atau terselubung mau menjadi Tuhan Allah. Justru Tuhan Allah, yang adalah Tuhan Allah yang mutlak, merelakan diri untuk memutlakkan kemutlakkan hak-Nya dengan cara berinkarnasi turun ke dalam dunia. Dia rela meninggalkan hak-Nya. Hak terbesar adalah hak untuk menyerahkan hak. Pernyataan ini merupakan intisari dari buku “Tidakkah Kami mempunyai Hak?” yang ditulis oleh Mabel Williamson, seorang misionaris dari China Inland Mission (sekarang Overseas Mission Felowship). Konsep dasar buku ini sendirinya bersumber dari ucapan Rasul Paulus di dalam 1 Korintus 9. Dalam buku tersebut Williamson mengatakan: ”Hak terbesar seorang manusia adalah haknya untuk melepaskan haknya sendiri.” (The greatest priviledge and the greatest right of a man is the right to give up his own right). Ini hak yang rela menyerahkan hak.

Semua percecokan dan perselisihan, hingga perkelahian dan peperangan, terjadi karena setiap orang ingin mempertahankan hak masing-masing. Kita bersikeras untuk tidak mau diganggu hak pribadinya. Ketika kita diganggu, kita menjadi marah. Marah adalah suatu naluri atau daya dasarnya, suatu sifat alamiah, emosi yang ada pada setiap makhluk yang ada di dalam dunia ini. Siapapun bisa marah. Jangan kamu pikir hanya kamu yang bisa marah, karena ketika kamu marah, orang lain bisa marah lebih hebat lagi. Maka dibutuhkan suatu pengatur untuk mengontrol kemarahan kita. Untuk ini kita perlu belajar dari contoh yang Tuhan Allah sendiri berikan.

ALLAH TIDAK MUDAH MARAH

Allah adalah Tuhan yang tidak mudah marah. Jika Allah, sebagai Pribadi tertinggi, tidak mudah marah, mengapa kita boleh mudah marah? Mengapa Tuhan Allah tidak murah marah? Itu berarti Dia bisa marah, tetapi Dia Tidak mau sembarangan menyatakan emosi kemarahan-Nya. Jika Tuhan Allah Tidak mudah marah, bagaimana mungkin kita yang merupakan ciptaan yang kecil ini boleh sembarangan marah?

Suatu kali, di bandara Malang, satu penerbangan tidak bisa berangkat, sehingga jadwal ditunda satu setengah jam kemudian. Seorang pengusaha marah luar biasa. Semua orang menjadi takut, karena dia marah begitu keras dan dia marah kepada setiap orang yang ada di bandara tersebut. Itu karena jadwal keberangkatan pesawatnya ditunda. Mungkin karena dia merasa kedudukan atau pangkatnya tinggi sehingga dia tidak suka ditunda seperti itu. Tetapi sebenarnya, kalau seseorang pangkatnya sudah sangat tinggi, dia seharusnya tidak mudah marah, sebagaimana Tuhan yang pangkatnya paling tinggi tidak mudah marah. Orang yang mudah marah pasti pangkatnya rendah.

Orang yang semakin tinggi posisinya tidak mudah marah, karena dia akan sadar bahwa dengan posisinya yang tinggi, dia tidak boleh sembarangan marah. Allah kita tidak mudah marah dan tidak sembarangan marah. Ini merupakan contoh teladan dan sekaligus merupakan tujuan yang kita tuntut di dalam diri kita untuk Tuhan ajarkan kepada kita. Kalau kita adalah anak Tuhan yang sudah diselamatkan dan sudah lahir kembali, kiranya kita boleh belajar dari Tuhan.

Saya sering dijuluki orang-orang sebagai “Stephen Tong yang tidak ada Roh Kudus di dalamnya.” James Riady, ketika ditanya dengan pernyataan di atas, menjawab: ”Jika dia tidak ada Roh Kudus di dalamnya bagaimana dia bisa melayani berpuluh tahun dengan setia seperti itu? Pasti dia adalah orang yang dipimpin oleh Roh Kudus.” Ada atau tidaknya Roh Kudus dalam diri seseorang, salah satunya adalah bagaimana dia merespon dengan kemarahan. Ada orang yang menuduh: “Kalau Stephen Tong ada Roh Kudus, mengapa dia suka marah-marah seperti itu?” Maka kini kita perlu kembali ke tema kita, yaitu “Kemarahan dalam Kesucian.”

1. Kemarahan yang Suci adalah Kemarahan Allah

Kemarahan yang suci adalah kemarahan Tuhan Allah sendiri. Kemarahan yang suci itu diperlukan. Allah tidak mudah marah bukan berarti Allah tidak bisa dan tidak boleh marah. Itu juga bukan berarti Allah tidak pernah marah. Allah marah, tetapi Allah tidak sembarangan marah. Kemarahan Allah merupakan hak dari otoritas tertinggi. Allah adalah otoritas itu sendiri dan prinsip itu sendiri. Tetapi apa prinsip tentang sesuatu itu? “Sesuatu” itu seharusnya merupakan hal yang tidak boleh salah, merupakan suatu prinsip mendasar yang tidak boleh dikorbankan atau dikompromikan. Justru prinsip itu adalah prinsip dari Tuhan Allah sendiri. Allah sendiri memiliki prinsip yang tertinggi, sehingga yang mengganggu prinsip tersebut berarti mengganggu kebenaran. Jika kebenaran itu diganggu, maka kebenaran itu akan marah karena dengan demikian kebenaran itu akan kacau. Kebenaran sejati tidak boleh dikacaukan. Otoritas tertinggi yang juga merupakan prinsip yang tertinggi adalah Kebenaran per se (sesuatu pada dirinya sendiri, tidak bergantung atau terkait dengan hal lain). Kebenaran itu sendiri adalah dirinya Allah itu sendiri. Allah marah jika kebenaran Allah digeser.

2. Ilah Agama dan Kemarahan

Di dalam agama-agama ada dua macam ekstrem dalam kaitan dengan kemarahan. Ada agama-agama yang menggunakan kemarahan ilah sebagai sesuatu untuk menakut-nakuti penganut-penganutnya. Di sini kemarahan dipakai untuk menimbulkan perasaan ketakutan yang sangat besar pada pengikutnya. Jika kamu pergi ke kuil-kuil tertentu, kamu akan melihat patung-patung yang terlihat begitu menakutkan dengan mata yang besar dan melotot marah, dengan tangan yang mengancam, sehingga ketika masuk ke tempat itu, kamu akan merasa takut lalu tidak berani berbuat dosa. Tetapi jika kamu masuk ke dalam kelenteng-kelenteng tertentu, kamu juga akan menemukan patung dengan figur yang begitu baik, tersenyum ramah dan terlihat penuh kemurahan. Di sini kita melihat konsep kemurahan yang luar biasa. 

Kemarahan berlawanan dengan kemurahan hati. Jika kamu bertemu dengan patung-patung Sidharta Gautama (Buddha), patung itu selalu dilukiskan dengan senyum yang ramah. Juga jika kamu melihat patung dewi Kwan Im, patung itu dibuat senantiasa tersenyum. Kwan Im adalah proyeksi atau bayang-bayang dari dewa yang penuh dengan pengertian, yang mau memeluk dan memberkati kita. Konsep ini mirip dengan konsep Maria dalam gereja Roma Katolik. Maria digambarkan sebagai wanita yang begitu lembut, begitu baik, begitu ramah, dan cenderung diperdewakan oleh pengaggumnya. Di dalam Alkitab tidak ada ide manusia berdoa kepada Maria. Itu bukan ajaran Firman Tuhan. Kalimat terakhir tentang Maria adalah Kisah Para Rasul 1:14-15, di situ rasul-rasul tidak berdoa kepada Maria, tetapi Maria bersama dengan rasul-rasul berdoa kepada Yesus Kristus. 

Itu catatan terakhir Alkitab tentang Maria. Maka baik gambaran dewi Kwan Im yang begitu murah dan penuh kasih, maupun konsep Roma Katolik tentang Maria, dilukiskan tanpa kemarahan sama sekali. Tetapi di lain pihak, dewa-dewa seperti Syiwa dalam agama Hindu dilukiskan sebagai dewa yang penuh kemarahan, dan kemarahan itu begitu dasyat dan menakutkan di seluruh dunia. Syiwa adalah ilah perusak atau pembinasa. Syiwa bagi sebagian orang Hindu dianggap sebagai dewa yang paling berkuasa dan paling tinggi derajatnya, melampaui Brahma dan Wisnu. Jadi, pencipta tidak memiliki kuasa sebesar perusak, dan pemelihara masih kalah kuasa dibanding dengan perusak. Kuasa perusak dianggap lebih besar daripada kuasa pencipta dan kuasa pemelihara, dan karena itu manusia takut kepada kekuatan perusak dan pembinasaan yang dimiliki oleh Syiwa.

Kwan Im sebenarnya bukanlah dewi. Sebenarnya, Kwan Im itu laki-laki, kemudian dijadikan wanita di dalam tradisi Tionghoa. Aslinya dewa ini dari India. Sampai saat ini masih ada tiga kuil Kwan Im di India, dan semuanya menggambarkan Kwan Im dengan figur laki-laki. Ketika gambaran ini dibawa ke Tiongkok, orang tiongkok membutuhkan figur yang lebih murah hati dan lebih lembut untuk melukiskan cinta kasih. Karena figur laki-laki dianggap kurang murah hati dan kurang lembut dan penuh kasih, maka diubah menjadi figur perempuan.

3. Allah Kristen dan Kemarahan

Di dalam agama ada dua ekstrem, yaitu dewa yang marah dan dewa yang murah. Alkitab mengatakan bahwa Allah Kristen adalah Allah yang penuh rahmat, dan tidak mudah marah. Di dalam Mazmur 103:8, diungkapkan tiga hal tentang Allah, yaitu bahwa Allah adalah Allah yang rahmaniah, Allah yang rahimiah dan Allah yang tidak murah marah. Tetapi tidak ada satu ayat Alkitab mengatakan bahwa Allah tidak pernah marah, atau tidak boleh marah, atau tidak bisa marah.

Alkitab berulang kali mencatat bahwa Allah marah. Itu berarti kalau orang Kristen marah, bukan berarti itu pasti selalu berdosa. Kalau marah itu dosa, maka ketika Allah marah, Dia telah berbuat dosa. Justru tidak, karena Allah yang suci adalah Allah yang marah. Maka dengan ini, kita melihat adanya suatu kemarahan yang disebut sebagai “Kemarahan yang suci.”

Ketika orangtua melihat anaknya berbuat dosa, hidupnya rusak, melacur, berjudi, dan berbuat hal yang jahat, dia seharusnya marah. Orangtua berhak marah karena anak itu adalah anaknya. Apakah kemarahan ayah itu sama berdosa seperti dosa anak yang melacur? Tidak! Kita bisa melihat contoh ini dari hidup seorang perancang desain mobil BMW. Mobil BMW sekarang ini semakin hari semakin baik kualitasnya, semakin mampu bersaing dengan Mercedes Benz. Pada tahun 1985 BMW diperintah oleh pemerintah Jerman untuk membuat mobil yang lebih kecil, sementara Mercedes membuat yang lebih besar. Bukan berarti BMW tidak boleh membuat seri yang besar. BMW mempunyai seri 3, 5, 6, 7, 8. Seri 6 dan 8 tidak masuk ke Indonesia. Tetapi sekitar tahun 90-an, BMW berhasil menjual seri 3 sebanyak 65 persen dan semua seri lainnya dijumlahkan hanya mencapai 35 persen. Pada saat itu, karena ekonomi mulai tidak selancar dan sekaya sebelumnya, apalagi setelah krisis keuangan di tahun 1997 ke belakang, maka seri yang besar semakin tidak laku. Orang semakin beralih menuju ke mobil yang lebih kecil. Maka sekitar tahun itu, Mercedes mulai rugi, dan untuk pertama kalinya dalam tahun itu tidak mengumumkan labanya secara publik. Maka Mercedes kemudian beralih dan mencoba masuk ke percaturan mobil kecil. Pemerintah mengizinkan hal ini, dan mulailah dibuat Mercedes kelas A. Setelah itu, situasi Mercedes mulai membaik. 

Saya ingin mengungkapkan dalam cerita ini, bahwa para pembuat desiain BMW mempunyai peran yang sangat besar dalam hal ini. Karena desain memakai otak sedemikian berat. Sebab jika salah desain, akan menimbulkan kerugian besar. Maka pembuat desain harus dibayar tinggi sangat tinggi, karena dia menentukan nasib seluruh pabrik. Jika desainnya gagal, maka bisa-bisa seluruh pabrik akan bangkrut. Jika desainnya bagus, maka penggunanya akan sangat nyaman dan baik sekali. Tetapi kalau desainnya buruk, maka penggunaannya sangat tidak nyaman dan sangat mudah rusak. Apalagi di dalam desain masih terkandung unsur estetika, unsur fungsi, unsur ekonomis, dan berbagai unsur lain yang tergabung menjadi satu, yang membutuhkan keterampilan otak yang luar biasa tajam. Mercedes dan BMW sama-sama memiliki kebijaksanaan untuk mengganti model setiap lima tahun sekali. Mobil Amerika berusaha mengganti model setiap tahun, sehingga akhirnya kehabisan model dan semakin lama menjadi semakin jelek bentuknya. Jepang, seperti Honda, meniru Jerman bukan meniru Amerika, sehingga mereka juga merubah model setiap lima tahun sekali.

Perancang (desainer) BMW bekerja luar biasa untuk memikirkan pergantian model selama lima tahun. Dia bekerja begitu berat untuk menghasilkan suatu rancangan yang bisa membawa pabriknya sukses. Dia memang pekerja yang baik. Tetapi anaknya tidak. Anaknya melacur, minum minuman keras, narkotik, lalu setiap pulang ke rumah meminta uang dari ayahnya. Akhirnya suatu saat, ayah itu marah sekali, lalu mengambil pistol dan menembak mati anaknya sendiri. Itu adalah anak satu-satunya. Dia mau mendidik anaknya, tetapi akhirnya malah membunuh dia. Setelah kemarahan yang begitu keras, kini berganti dengan kepedihan yang luar biasa. Dia seorang penting di Jerman, yang turut menentukan pergerakan ekonomi, perdagangan, industri, dan lain-lain. Reputasi dan gengsi dari negara Jerman yang begitu tinggi di dunia sangat bergantung pada karyanya. Kini orang ini telah membunuh anak sendiri. Polisi menangkapnya dan harus menghukum dia. Akhirnya pemerintah Jerman memberikan kelonggaran ketika menghadapi dia, dengan dua alasan : pertama, karena dia tidak sembarangan marah. Dia bukan pemarah, bahkan jarang sekali marah. Tidak ada catatan apa pun bahwa dia pernah marah-marah atau sembarangan marah, kedua, karena anak itu terlalu kurang ajar, sementara tindakan ayah itu tidak sengaja. Mau mendidik tetapi akhirnya menimbulkan kematian. Orang ini mendapat keringanan karena kemarahannya itu tidak sembarangan, dan dianggap sebagai kemarahan yang wajar kepada anak yang terlalu kurang ajar. Maka anak itulah yang dianggap telah mengganggu prinsip kebenaran.

4. Perjanjian Lama dan Kemarahan Allah

Semoga kita bisa membedakan berbagai macam kemarahan. Ada kemarahan-kemarahan yang tidak ada artinya; tetapi juga ada kemarahan-kemarahan yang sangat bermutu tinggi. Seperti apakah kemarahan Tuhan Allah? Jika Alkitab menyatakan bahwa Allah marah atau Allah murka, kemarahan seperti apakah itu?

Di manakah dicatat dalam Alkitab bahwa Allah marah? Alkitab mencatat dengan paling jelas tentang kemarahan Allah di dalam Mazmur 2. Alkitab mencatat: “Maka berkatalah Dia kepada mereka dalam murka-Nya dan mengejutkan mereka dalam kehangatan amarah-Nya” (Mazmur 2:5). Allah murka karena musuh-musuh-Nya telah bersepakat untuk melawan Allah dan Anak-Nya. Inilah kemarahan yang besar. Allah menertawakan mereka, mengolok-ngolok mereka, raja-raja di bumi yang mau melawan Dia dan Yang Diurapi-Nya. Di dalam ayat ini diungkapkan dua macam emosi Tuhan Allah, yaitu 1). Allah tertawa dan mengolok-ngolok mereka; dan 2). Allah marah dengan murka yang besar. Mengapa tertawa? Karena Tuhan tahu bahwa semua yang sedang dipikirkan dan dikerjakan manusia adalah hal yang tidak benar. Allah perlu tertawa dan mengejek mereka. Tertawa itu menyatakan suatu kemenangan Allah yang tidak mungkin diganggu atau dikalahkan. Tertawa ini merupakan suatu kemenangan dan kepastian dari diri Tuhan Allah sendiri, yang tidak mungkin digoyahkan. Tetapi, Dia juga telah marah dengan keras kepada mereka, karena mereka telah berusaha untuk merusak prinsip dan rencana Allah yang kekal. Allah telah menetapkan Yesus Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat, yang akan mengeluarkan manusia dari dosanya. Yesus Kristus, Dia “Yang diurapi Allah” ini, kini sedang diolok-olok dan mau dihancurkan oleh raja-raja dan bangsa-bangsa, Allah marah kepada mereka.

Pada saat Allah marah, maka tidak seorangpun dapat menolong orang yang sedang di bawah murka Allah. Tidak seorang pun sanggup melepaskan diri atau menolong orang lain yang sedang berada di bawah murka Allah. Satu kali Allah marah, maka semua dunia ini harus binasa, kecuali sekelompok kaum pilihan yang disisakan di dalam beberapa kasus. Misalnya di dalam kasus Nuh dan air bah, hanya Nuh sekeluarga (delapan orang) yang diselamatkan, sementara semua orng lain dihanyutkan Allah yang terbesar dalam sejarah, yang bisa kita lihat. Tidak ada suku, tidak ada negara, yang terluput dari kemarahan Allah. Allah membasmi seluruh umat manusia. Seberapa besar kemarahan Allah? sampai di mana ada manusia, sampai di sana air bah itu melanda. Tuhan membasmi semua manusia.

Air bah yang begitu dasyat adalah air bah yang menghabiskan seluruh umat manusia dan hanya menyisakan Nuh, istrinya, tiga anaknya dan tiga menantunya. Ketiga anaknya yaitu Sem, Ham dan Jafet, menjadi tiga pokok keturunan yang baru bagi seluruh umat manusia. Orang-orang kulit hitam merupakan keturunan Ham, orang-orang semitik dari Sem, dan orang kulit putih dari Jafet.

Allah juga menyatakan kemarahan-Nya dengan mendatangkan api ke Sodom dan Gomora. Allah marah dan tanpa ampun menghabiskan seluruh wilayah Sodom dan Gomora. Api menghanguskan apa saja yang ada di sana. Allah kita adalah api yang menghanguskan. Dan cerita ini terus berlanjut sampai Kitab Wahyu, di mana Allah marah dan menghukum manusia di neraka. Neraka merupakan api yang menyala-nyala untuk menghukum mereka yang dihukum Tuhan Allah dan dibinasakan di sana. Dari kejadian hingga Wahyu kita melihat adanya kemarahan-kemarahan Allah yang tidak terlalu besar. Memang tidak selalu Allah marah, karena Allah memang tidak mudah marah.

Ketika Allah menunggu manusia bertobat, Dia memberikan pengajaran-pengajaran agar manusia bertobat. Allah mengirimkan nabi-nabi, memberikan berita-berita, agar manusia bertobat dan bertobat. Jika manusia tidak bertobat, maka kemarahan itu akan tiba kepadanya. Namun kalau manusia itu bertobat maka kemarahan itu tidak perlu tiba padanya. Manusia mendengar Firman Tuhan, lalu takluk dan taat, dengan rendah hati mengoyakkan pakaian, menaruh abu di kepala, mengaku dosa, maka Tuhan menyingkirkan kemarahan itu dari manusia. Seperti pada zaman Nabi Yunus, Yunus dikirim ke Niniwe untuk memberitakan berita pertobatan, dan seluruh penduduk Niniwe, dari raja hingga rakyat jelata bertobat dan Allah tidak jadi menurunkan bencana kepada mereka. Allah tidak jadi menghukum mati kota itu dan membinasakan semua makhluk di situ. 

Tetapi jangan berfikir bahwa kalau Allah telah mengampuni dan tidak jadi menghukum, maka kita boleh hidup sembarangan. Sekitar 150 tahun kemudian, kota Niniwe tetap dihancurkan dan dibinasakan, karena mereka mengulangi dosa yang sama. Itulah sebabnya, ketika membaca Kitab Yunus, kita mendapat berita bahwa Allah tidak jadi menghukum Niniwe (Yunus 3 : 10); tetapi ketika kita membaca Kitab Nahum, maka dikatakan bahwa Niniwe akan dilupakan orang untuk selama-lamanya (Nahum 1 : 15). Hanya seratus luma puluh tahun diperpanjang hidupnya, lalu dihancurkan, karena Allah marah. Di dalam Perjanjian Lama, kita melihat Allah Bapa yang marah.

5. Perjanjian Baru Dan Allah yang Marah

Di dalam Perjanjian Lama kita melihat bahwa Allah Bapa marah. Dan kini di Perjanjian Baru kita melihat Yesus Kristus marah. Jika kita mengenal Perjanjian Lama sebagai pernyataan keadilan Allah, sehingga memang wajar jika dinyatakan bahwa Allah adalah Allah yang marah dan menegakkan keadilan-Nya, maka bagaimana dengan Perjanjian Baru? Bukankah kita mengenal Perjanjian Baru sebagai pernyataan cinta kasih Allah? Bukankah Yesus Kristus adalah Allah Putra yang menyatakan cinta kasih Allah? Bukankah tema Perjanjian Baru adalah pengampunan, kemurahan, dan cinta kasih Allah kepada manusia?

Kita tidak bisa dan tidak boleh melihat secara sangat ekstrem sedemikian. Didalam Perjanjian Lama ada kemarahan, tetapi juga ada cinta kasih; sebaliknya dia didalam Perjanjian Baru ada cinta kasih, tetapi juga ada kemarahan Allah. Di dalam kemarahan Tuhan disisakan cinta kasih bagi kaum pilihan, dan di dalam cinta kasih Allah disisakan kemarahan bagi mereka yang tidak mau bertobat. Yesus Kristus dua kali marah. Alkitab menyatakan bahwa dua kali Tuhan Yesus marah sekali dengan mata yang memandang tajam kepada orang yang dimarahi-Nya. Dua kali Tuhan Yesus marah ditempat yang sama yaitu Bait Allah.

Sebelum Tuhan Yesus melakukan karya Mesianik yang agung, Dia masuk ke dalam Bait Allah dan melihat orang-orang menjadikan tempat itu sebagai tempat berjualan. Bait Allah dijadikan bagai sarang penyamun. Yesus sangat marah melihat semua itu. Dia mengusir semua pedagang di Bait Allah. Dia juga mengusir semua penukar uang, dan juga berbagai orang lain yang terlibat dalam perdagangan korban itu. Dia marah dan mengatakan : “Jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan” (Yohanes 2:16). Yesus Kristus bukanlah Allah yang tidak bisa marah. Dia marah dengan sangat keras. 

Tetapi perhatikanlah baik-baik, bahwa ketika Kristus marah, Dia tidak marah tanpa akal atau sekedar meluapkan emosi yang tak terkontrol. Dia marah dengan pengertian yang jelas dan pemikiran yang jernih. Dia marah di dalam Kebenaran. Dia marah dengan prinsip dan cara yang terkontrol. Dari mana kita mengetahui hal ini? Kita bisa melihat bagaimana ketika Dia marah dan menunggangbalikan semua meja penukar uang, sehingga uang mereka berhamburan. Tetapi ketika Dia marah terhadap para penjual binatang, Dia tidak melepaskan semua burung-burung dari kandang, karena burung yang dilepaskan tidak bisa kembali, sementara uang yang dihamburkan masih bisa dipungut lagi (Yohanes 2:14-16) Dia memang marah, tetapi Dia tidak menghancurkan nafkah hidup seseorang. Ini bijaksana di dalam kemarahan yang suci.

Terkadang seorang wanita marah, piring dibanting, kursi dirusak, itu semua tidak bisa dikembalikan lagi. Jangan marah seperti itu. Itu adalah kemarahan yang tidak suci. Jangan marah yang bersifat merusak. Kalau mau membanting, banting bantal saja, karena tidak akan rusak. Jika membanting piring, maka akan menjadi puing. Kalau engkau mau membanting, bantinglah cincin emas, dia tidak akan berubah; tetapi jangan membanting radio, membanting televisi, membanting barang-barang yang bisa pecah dan rusak. Akhirnya setelah semua hancur, kemudian menyesal dan menangis. Tuhan Yesus di dalam kemarahan tetap mengendalikan emosi. Dia sadar sepenuhnya di dalam kemarahan-Nya sehingga semuanya terkendali dan tetap di dalam hikmat sejati.

Siapa yang mengatakan orang Kristen tidak boleh marah? Siapa yang mengatakan bahwa seseorang yang marah berarti tidak ada Roh Kudus? Siapa yang mengatakan bahwa marah itu berdosa? Jika marah berdosa, berarti Allah dan Kristus juga berdosa. Yesus Kristus tidak berdosa. Allah Bapa tidak berdosa, Roh Kudus tidak berdosa, dan Allah Tritunggal adalah satu-satunya yang sanggup dan berhak menghakimi dosa. Marah tidak selalu berdosa. Namun, marah seperti apa yang tidak berdosa?

Roh Kudus juga marah. Dari mana kita mengetahui hal ini? Ketika Ananias dan Safira menjual tanah mereka, mereka bermaksud memberikan hasil penjualannya sebagai persembahan. Mereka tidak mau memberikan semua, tetapi mereka mengatakan bahwa mereka telah memberikan semuanya. Petrus menegaskan kepada mereka bahwa uang hasil penjualan tanah mereka itu adalah uang mereka, milik mereka. Tetapi apa yang menjadi kesalahan mereka ialah mereka telah menipu dan mengatakan yang tidak sebenarnya. Petrus menegaskan bahwa mereka bukan menipu manusia, tetapi telah menipu Allah. Penipuan itu adalah penipuan kepada Roh Kudus. Dan saat itu, kemarahan Roh Kudus tiba atas kedua orang itu, dan mereka langsung jatuh dan mati. Di sini kita melihat bahwa penipuan terhadap Allah adalah penipuan terhadap Roh Kudus. Ini merupakan penunjukan identitas bahwa Roh Kudus adalah Allah. Ketika Roh Kudus marah, maka tidak ada ampun lagi bagi manusia. Ananias dan Safira mati saat itu juga.

Melalui hal-hal di atas, kita melihat bagaimana Allah marah. Allah bukan Allah yang tidak boleh dan tidak bisa marah. Ini Allah yangdinyatakan oleh Alkitab, Bagaimana Manusia?

6. Manusia dan Kemarahan

Apakah benar konsep yang mengatakan, “Dulu sebelum saya menjadi Kristen saya adalah orang yang pemarah. Saya sering kali marah-marah. Tetapi sekarang, setelah saya menjadi Kristen, saya tidak pernah marah lagi. Kemana-mana tersenyum dan bersukacita.” Apakah orang Kristen pergi kemana-mana terus tersenyum? Itu mirip orang gila. Itu bukan konsep Alkitab. Orang Kristen pada saat tertentu bukan hanya bisa marah, tetapi harus marah. Orang Kristen pada saat tertentu bukan saja bisa marah, tetapi perlu marah. Pada saat kita perlu dan harus marah, namun tidak marah, maka kita telah berdosa. Ini ajaran Alkitab.

Dimana nas Alkitab yang mengajarkan kita boleh marah? Mazmur 76 : 11 – Kemarahan manusia akan menggenapi kemuliaan Allah dan kelebihan marah yang tidak perlu akan dihentikan oleh Allah sendiri. Ayat ini tidak pernah diulangi lagi di sepanjang Kita Suci. Ketika pertama kali saya membaca ayat ini di usia belasan tahun, saya sangat kagum akan Firman Tuhan. Di sini Alkitab membicarakan tentang kemarahan manusia.

Martin Luther pernah mengatakan satu kalimat yang sangat mengejutkan saya: “Saya tidak pernah bekerja lebih baik, kecuali pada saat-saat saya diilhami oleh kemarahan yang suci.” (I never work better unless when I was inspired by holy anger). Ketika saya sedang marah, maka pekerjaan saya menjadi sangat bagus dan produkif. Kemarahan itu bukan sembarang kemarahan, tetapi kemarahan suci. Kita terkadang “terlalu” banyak cinta kasih. Terlalu banyak cinta kasih membuat kita berbuat sembarangan. Karena kita menganggap Allah penuh cinta kasih, maka kita boleh berbuat segala kesalahan, boleh melakukan segala kecerobohan dan boleh malas, maka semuanya akan menjadi tidak beres. Inilah semangat yang merusak gereja. Sering kali kantor dunia bekerja lebih produktif, lebih efesien daripada kantor gereja. Para manajer dan usahawan di dunia lebih ketat daripada orang Kristen, karena orang Kristen hanya tahu Allah yang mengasihi dan penuh pengampunan. Bukan berarti Allah bukan maha pengampun, tetapi harus ada prinsip yang melandasinya. Justru karena itu Martin Luther marah melihat Gereja Katolik begitu rusak, menjual keselamatan untuk mendapatkan uang. Bukan uang yang membuat manusia bisa mendapat pengampunan dosa. Hanya darah Tuhan Yesus yang bisa mengampuni dosa. Martin Luther sangat marah dengan penyelewengan ajaran yang sedemikian. Martin Luther marah karena makna darah Kristus tidak dihargai sepatutnya. Setelah Martin Luther marah, dia melaksanakan Reformasi, dan api itu menghanguskan kesalahan-kesalahan dalam gereja. Api itu menghakimi apa yang melawan kehendak dan kebenaran Allah. Kemarahan suci itu telah membangkitkan api yang suci. Kemarahan suci itu telah membangkitkan api yang suci. Kemarahan suci mendorong, menstimulasi, membakar kita untuk melayani dan bekerja lebih baik. Mengapa banyak pelayanan Kristen tidak beres? Karena terlalu banyak bicara cinta kasih dan melupakan kemarahan Tuhan Allah.

Di dalam Jakarta Oratorio Society, saya berusaha untuk selalu sabar dan selalu senyum, supaya para anggota bisa menyanyi dengan lebih baik. tetapi ada satu orang yang meneliti. Satu kali karena konser itu Konser Sakral (Sacred Concert), maka lagu-lagu yang dikumandangkan semuanya adalah lagu-lagu Kristen dan pujian kepada Allah. Di dalam konser saat itu, banyak lagu tentang Holy, Holy, Holy, dan juga Sanctus. Lagu lagu itu kebanyakan diambil dari Requiem dari Mozart atau Mass (misa Katolik). Ternyata dalam konser itu banyak orang Katolik yang menghadirinya. Mereka terkejut mengapa lagu-lagu Katolik ini sekarang dinyanyikan orang-orang Protestan? Maka orang-orang Katolik di Jakarta tergugah oleh konser itu. Pemimpin mereka, yang belajar ke Amerika, saat itu memperketat paduan suara mereka, dan juga cara memimpin paduan suara. Mereka juga mau menjadi lebih baik dan tidak mau kalah. Dan memang inilah yang saya harapkan, yaitu merangsang dan mendorong orang-orang Kristen untuk mengembalikan orang-orang Kristen kepada musik-musik yang agung, dan juga theologi yang ketat, dengan berbagai sarana seperti sekolah theologi awam, Seminar Pendidikan Iman Kristen, dan lain-lain. Saya mengerjakan semua ini supaya orang-orang Kristen kembali kepada kebenaran Tuhan dengan ketat, latihan ketat sekali dengan disiplin yang serius. Masalah disiplin ini sering kali dilupakan oleh gereja. Kita terlalu banyak mendengungkan cinta kasih, yang akhirnya malah melumpuhkan gereja. Gereja sering kali ketakutan kehilangan anggota, takut mendisiplin. Kita perlu sadar bahwa orang yang tidak mau disiplin sering kali mengejutkan atau menakut-nakuti orang baik. Kita perlu menegakkan disiplin.

Mari kita belajar mengerti kemarahan Tuhan. Saya harap semua majelis gereja, para aktivis dan pengurus gereja, benar-benar menjadi teladan di dalam perpuluhan, di dalam kebaktian doa, di dalam semangat melayani, di dalam menjadi contoh hidup dalam ibadah, bagi orang percaya lainnya. Kemarahan suci sangat dibutuhkan. Kemarahan yang suci menyempurnakan kehendak Allah. Inilah kebenaran yang diungkapkan oleh Firman Tuhan.

Tetapi kemarahan yang kelebihan akan dihentikan Tuhan. Kemarahan diperlukan, tetapi kemarahan yang berlebihan menjadi kemarahan yang tidak tepat. Kalau seorang anak nakal dan kita memukul dia dengan tepat, itu akan membangunkan dia, tetapi kalau kelebihan akan merusak dia. Kalau kita pukul anak kita di pantatnya, itu tidak apa-apa, karena disitu ada banyak daging yang memang dicipta untuk kita pukul (“pukul” disini dimengerti sebagai dipukul dengan tangan biasa dan dengan tenaga yang sepantasnya), tetapi kita pukul telinganya, sehingga dia tuli, itu merusak dan tidak pada tempatnya, maka Tuhan akan menghentikannya. Kemarahan itu memang penting dan baik, karena kemarahan yang benar akan menyempurnakan kemuliaan Allah; tetapi tidak boleh berlebihan. Kemarahan yang berlebihan tidak diperkenankan oleh Tuhan.

7. Teladan Kemarahan dalam Alkitab

Kini kita akan melihat dua tokoh Alkitab yang penting di dalam kita mempelajari tentang kemarahan. Yang pertama adalah Musa, tokoh di dalam Perjanjian Lama. Yang kedua adalah Paulus, tokoh dalam Perjanjian Baru.

Musa marah dan dia membanting dua loh batu yang berisi tulisan Sepuluh Hukum, yang ditulis oleh Tuhan Allah sendiri (Kel. 32 : 15-35). Beranikah engkau merobek tulisan tangan presiden? Tentu kita enggan melakukannya. Tetapi ini tulisan Allah sendiri, bolehkah dibanting? Tetapi saat itu kemarahan Musa begitu dasyat. Musa mengajak bangsa ini keluar dari Mesir untuk kembali kepada Allah yang sejati, agar mereka bisa meninggalkan semua berhala-berhala, dewa-dewa di Mesir. Musa ingin bangsa ini sungguh-sungguh percaya kepada Allah. Tetapi kini, dihadapan Musa, bangsa itu telah membuat patung lembu emas, lalu menyembah patung itu sebagai Yahweh yang mengeluarkan mereka dari mesir. Musa marah luar biasa dan membanting dua loh batu itu sampai hancur. Apakah kemudian Allah marah sekali kepada Musa yang telah marah begitu luar biasa? Tidak.

Justru Allah tidak marah ketika Musa marah sedemikian luar biasa. Allah tidak marah kepada Musa, karena di dalam kemarahannya yang luar biasa itu, Musa sinkron dengan kemarahan Allah. Pada saat Allah marah, Musa juga marah. Maka di sini kemarahan Musa menjadi kemarahan yang menyempurnakan kemuliaan Allah. Marah pada saat Tuhan marah adalah marah yang sesuai dengan kemarahan Tuhan Allah. Marah yang sejati adalah kemarahan yang sesuai dengan prinsip Tuhan, yang sesuai dengan standar Tuhan dan yang sejalan dengan arah kemarahan Tuhan.

Ketika Tuhan Allah marah kepada umat Israel, Musa juga marah kepada umat Israel. Maka di sini Musa telah menjadi teman pelayanan Allah yang paling baik. Inilah rahasia pelayanan yang sejati dan diperkenan Tuhan Allah. Mengapa pelayanan yang kita lakukan untuk melayani Allah sering kali diperkenan Tuhan? Pada suatu hari, saya berkhotbah dengan sangat serius. Muka saya sampai merah dan sangat keras bicara. Penerjemah saya menterjemahkan sambil tertawa-tawa. Saya jengkel sekali. Ketika saya tanyakan mengapa dia tertawa, dia mengatakan tidak ada apa-apa. Dia menerjemahkan konsep kemarahan Allah sebagai sesuatu yang lucu. Saya berhenti, saya perintahkan dia untuk turun dan tidak perlu menjadi penterjemah. Lalu dia digantikan dengan penerjemah lain yang betul-betul mengerti apa itu kemarahan Tuhan Allah dan dia menerjemahkan dengan sangat serius. Inilah yang Tuhan inginkan. Tuhan tidak mau bekerja dengan orang yang main-main. Jika kita sedang memberitakan sesuatu yang serius, maka kita juga harus bersikap serius, sama seperti perintah itu.

Jika ada sebuah rumah yang terbakar, dan apinya sudah menjalar cukup besar dan ada orang di dalam rumah itu, maka kita pasti akan berteriak dengan serius sekali memerintahkan orang-orang di dalam rumah itu untuk keluar. Ini adalah permintaan yang serius. Tentu kita akan pakai suara keras. Kita tentu tidak mengatakan dengan lembut : “Halo, apakah ada orang di dalam? Apakah kamu sedang sibuk? Maukah kamu keluar sebentar, karena rumahmu sedang terbakar? Tetapi itu terserah kebebasanmu, boleh menemui saya atau tidak.” tentu tidak demikian, bukan?

Ketika Tuhan memberitakan sesuatu yang serius, Dia ingin hamba-Nya juga memberitakan suatu berita, Dia berharap kita sungguh-sungguh setia membawakan berita itu. Kalau Tuhan ingin memberikan peringatan, Dia berharap kita juga mempunyai emosi yang menunjukkan peringatan itu. Ini suatu dalil yang sangat mudah kita mengerti.

Bolehkah kita menyatakan cinta Tuhan dengan marah-marah? Tentu tidak boleh. Bolehkah kita memberitakan tentang neraka sambil tersenyum-senyum? Tidak bisa. Bolehkah kita membicarakan penghiburan Tuhan sambil marah-marah? itu sama sekali tidak sesuai.

Ketika berusia 20 tahun lebih, saya mendengar Pdt. Dr. Andrew Gih berkhotbah. Setelah selesai, saya masuk ke kamar saya berlutut dan berdoa: ”Tuhan, jadikanlah aku hamba-Mu. Ketika Engkau marah, aku marah; ketika Engkau sedih, aku sedih; ketika Engkau memberitakan kesukaan, aku bersukacita, ketika Engkau menyatakan jejak kaki-Mu, aku sabar mengikuti emosi-Mu. Sehingga ketika aku menghibur, orang mendapat penghiburan; ketika aku menegur, orang mendapatkan teguran; ketika aku menghakimi, orang merasakan penghaiman Tuhan itu tiba; ketika aku menyatakan panggilan Tuhan, orang merasakan panggilan Tuhan itu tiba pada dirinya.” inilah suatu sinkronisasi emosi kita dengan emosi Allah.

Suatu gerakan sukses jika ada sinkronisasi. Waktu Allah marah, kita marah, hamba Tuhan marah, maka yang lain juga sama-sama marah. Itu sinkron. Tapi jika Allah marah, lalu saya memberitakan kemarahan Allah dan saya marah, tetapi hamba Tuhan yang lain mengatakan tidak apa-apa, dan tetap tersenyum-senyum, maka itu menjadi tidak sinkron, dan akhirnya merusak seluruh gerakan. Saya minta semua hamba Tuhan sinkron dalam pelayanan ini. Marilah kita sehati melihat emosi Tuhan. Emosi Tuhan yang menjadi patokan dari emosi kita. Ketika Tuhan marah, marilah kita marah; ketika Tuhan sedih, marilah kita sedih; ketika Tuhan senang, marilah kita senang. Inilah hamba Tuhan yang asli. Ketika Tuhan marah, jangan kita menghibur. Itu suatu perlawanan terhadap emosi Allah. Kemarahan manusia akan menyatakan kemuliaan Allah, dan kelebihan kemarahan manusia akan dihancurkan oleh Tuhan Allah. Jangan kita bermain-main.

Beberapa waktu ini saya memikirkan bagaimana keadaan orang Indonesia, yang suatu saat mengelu-elukan satu pemimpin, begitu bersemangat menaikkan dia menjadi presiden, lalu tidak lama kemudian, begitu bersemangat untuk menjatuhkan dia dan menolak dia menjadi pemimpin. Jadi, sebenarnya rakyat ini mengerti sampai di mana, dan siapa sebenarnya yang mereka inginkan untuk menjadi pemimpin mereka? Jadi, apakah mereka mencintai pemimpin bangsa? Tidak, mereka hanya menginginkan kesejahteraan sendiri. Rakyat belum terlatih memikirkan kepentingan negara. Sayang sekali. Mereka dididik di dalam agama-agama yang sangat bias atau membelot dari kebenaran, mereka hanya berusaha membela kepentingan diri sendiri atau kelompok. Para pemimpin dan rakyat juga marah ketika uang orang Indonesia diinvestasikan di luar negeri, tetapi berusaha keras agar orang luar negeri mau berinvestasi di Indoneisa. Ini sungguh suatu ketidak adilan internasional. Coba berfikir yang sangat bias. Kita tidak suka kalau uang kita ke negara lain, tetapi ingin uang negara lain ke negara kita. Negara Indonesia adalah negara yang kaya, tetapi masyarakatnya miskin. Mengapa? Karena semangat perjuangan untuk maju sangat lemah. Manusia hanya mau kenikmatan tetapi tidak mau bekerja keras dengan kualitas yang baik. Mau hidup enak, tetapi tidak mau bertumbuh, belajar, dan maju dengan usaha yang sangat keras dan membanting tulang. Saat ini Indonesia banyak orang miskin yang membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Kita perlu memperhatikan dan mengasihi mereka, tetapi mereka juga perlu dididik untuk membanting tulang dan berani bekerja berat untuk maju.

Orang yang membeli dan membayar tentunya lebih kaya daripada yang bekerja keras untuk memproduksi dan menjualnya. Orang Jerman bekerja keras membuat mobil, lalu orang Indonesia tinggal membayar dan membeli mobilnya. Bukankah ini berarti orang Indonesia lebih kaya dari pada orang Jerman? Tetapi mengapa orang Jerman yang lebih kaya dari orang indonesia? Karena sejak Reformasi, ada semangat yang turun dari kebenaran Firman Tuhan untuk bekerja keras. Mengapa orang di Indonesia tidak mau berfikir keras, bekerja keras lalu memproduksi barang-barang yang bermutu tinggi dan sangat dibutuhkan, sehingga produk-produknya dibeli di Jerman? Ini karena mentalitas bangsa kita belum dididik dengan keras untuk mencapai kualitas yang Tuhan inginkan. Di sini kemarahan yang suci dibutuhkan untuk membangun bangsa.

Sebaliknya, kemarahan yang berlebihan adalah kemarahan yang merusak. Kemarahan itu adalah kemarahan yang dipenuhi kebencian. Kemarahan itu dipicu oleh karena perasaan tergangu, kita marah besar. Ada tiga macam gangguan yang memicu kita untuk marah : (1) Hak diganggu. Hak saya diganggu sehingga saya marah; (2) Prinsip kebenaran diganggu. Ketika prinsip-prinsip kebenaran diganggu, saya marah; (3) Allah dan rencana-Nya diganggu. Ketika Allah dan rencana-Nya diganggu, saya marah demi Allah.

Dari ketiga macam gangguan ini, maka saya meilihat bahwa posisi yang pertama adalah posisi yang terendah. Kalau hak kita diganggu sehingga kita merasa dirugikan lalu kita marah. Itu merupakan kemarahan anak-anak.

Ketika prinsip kebenaran, prinsip keadilan, prinsip kehidupan yang objektif diganggu, dan membuat saya marah, maka itu berarti saya sudah berhasil melepaskan diri dari kepentingan diri kita sendiri. Di sini kita mulai memikirkan kepentingan seluruh kemanusiaan yang perlu dijaga. Ini merupakan tahapan yang lebih tinggi daripada sekedar marah karena diri terganggu. Ini berarti sudah masuk dalam kriteria orang agung. Baik Musa maupun Paulus dalam Alkitab adalah orang-orang yang bukan marah karena dirinya terganggu. mereka marah karena prinsip Alkitab diganggu dan karena Allah diganggu.

Paulus berkata dalam 2 Korintus 11: 2 – “Aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi.” Paulus cemburu sama seperti kecemburuan yang ada pada Allah. Di sini dia sinkron dengan Tuhan Allah. Ketika Tuhan Allah melihat anak-anak-Nya kurang ajar, maka Dia marah, dan Paulus juga marah. Paulus berkata: “Aku telah mempertunangkan kamu dengan Kristus, sama seperti mempelai perempuan yang dijodohkan kepada mempelai laki-laki, sehingga seharusnya kamu setia.” Umat Allah seharusnya setia kepada Kristus sebagai mempelai laki-laki, dengan sepenuh hati mencintai Kristus. Jangan menjadi seperti ular yang menyelewengkan hati Hawa dari hati yang jujur menjadi hati yang berdosa. Tuhan marah karena orang Kristen tidak setia kepada Tuhan, maka kemarahan itu merupakan kemarahan yang bermutu, karena kemarahannya sesuai dengan kemarahan Tuhan Allah.

Kini mari kita terapkan prinsip kemarahan seperti ini ke dalam kehidupan kita masing-masing. Kita perlu menerapkan prinsip ini saat kita berelasi dengan sesama kita. Kita juga perlu menerapkan prinsip ini dalam berdagang, dan khususnya dalam kehidupan gerejawi, kehidupan pelayanan kita. Kita perlu belajar bagaimana marah yang suci, marah yang adil, marah yang benar, yang sesuai dengan emosi Allah.

Bangsa ini harus dididik bagaimana harus marah. Bukan marah karena diri terganggu, tetapi marah karena kebenaran dan kesucian. Mengapa kita tidak marah pada saat prinsip hukum diinjak-injak oleh orang-orang yang melawan hukum? Tetapi pada saat kita menjadi miskin, kita menjadi marah? Mengapa pada saat menikmati hasil korupsi atau melakukan kecurangan kita tidak marah, tetapi ketika kita susah, harga barang mahal dan kita dicurangi, kita marah-marah luar biasa? Itu karena bangsa ini belum dididik untuk mensinkronisasikan diri dengan kemarahan Tuhan yang suci, kemarahan Tuhan yang agung, dan kemarahan Tuhan yang adil. 

Kiranya Tuhan mendidik kita menjadi orang yang mengetahui dengan lebih baik bagaimana harus marah sesuai kebenaran Tuhan. 

BAB IV : PENGUDUSAN EMOSI.

KETAKUTAN YANG BENAR

“Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya.” (Ibrani 10:35)

“Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” (Yohanes 16:33)

Perasaan takut adalah suatu emosi. Setiap orang bisa takut, karena ketakutan adalah emosi yang memang ada pada diri manusia. Perasaan atau emosi takut adalah lawan dari dua hal, yaitu Kasih dan Kebenaran. Di dalam kasih tidak ada ketakutan. Orang yang berani juga tidak perlu takut. Sekarang kita akan membicarakan masalah “takut” ini. Ibrani 10 : 35 juga bisa diterjemahkan sebagai “Janganlah kamu kehilangan keberanianmu, karena orang yang mempunyainya akan mendapatkan upah yang besar.” Juga di dalam Yohanes 16 :33, frasa “kuatkanlah hatimu” juga bisa diterjemahkan “janganlah takut di dalam hatimu, karena Aku telah mengalahkan dunia.”

APAKAH KETAKUTAN ITU?

Pernahkah Tuhan Yesus menangis di dunia? Pernah. Pernahkah Alkitab mencatat Tuhan Yesus menyanyi? Pernah, hanya satu kali dicatat. Alkitab pernah mencatat Tuhan sedih, Alkitab pernah mencatat Tuhan marah, tetapi pernahkah Alkitab mencatat Tuhan takut?

Saya pribadi berulang kali takut, takut sekali kalau setelah saya mengerjakan semua, saya akhirnya ditolak oleh Tuhan. Mungkin anda mengatakan: “Mengapa Pdt Stephen Tong bisa takut?” Ada ayat yang sangat berbeda dengan pengertian kita, yaitu dalam Markus 14 :33 “Dan Ia membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes sertaNya. Dia sangat takut dan gentar.” Siapakah “Dia” yang disebutkan disini? Tuhan Yesus. Ini adalah satu-satunya ayat dimana diungkapkan bahwa Yesus takut. Tidak pernah lagi dalam ayat lain atau kitab lain. Hal ini sangat berbeda dengan konsep yang ada di dalam diri banyak orang. Hampir tidak ada pendeta yang mengupas ayat ini. Karena seolah-oleh akan merusak citra kita tentang Tuhan.

Mengapa Yesus bisa sangat takut? Mengapa Allah bisa takut? Kalau Yesus juga dilanda oleh ketakutan yang sangat besar, bagaimana Dia bisa mengatakan kepada murid-murid-Nya “Jangan takut, percaya saja”? Apakah itu berarti, Tuhan Yesus hanya bisa memberi perintah yang Dia sendiri tidak bisa melakukannya? Dan Tuhan Yesus memaksakan perintah itu kepada orang lain yang mengikut Dia? Maka ada orang-orang yang berasumsi bahwa tidak aneh jika pendeta-pendeta ketakutan, karena Tuhan sendiri takut dan gentar. Jika Tuhan Yesus ketakutan, bagaimana pendeta-pendeta harus berani? Ketika di Indonesia terjadi penganiayaan, ada pendeta yang lari ke Amerika Serikat, meninggalkan domba-dombanya di Indonesia. Ketika kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, banyak gereja-gereja di Jakarta yang mengumumkan bahwa hari Minggu itu tidak ada kebaktian, karena kebaktian diliburkan. Jikalau demikian, apa yang bisa dicela dari mereka, karena Yesus sendiri sedemikian ketakutan. Begitu Tuhan Yesus masuk ke Getsemani bersama murid-murid-Nya, Dia menjadi sedemikian takut dan gentar. Jika Yesus mempunyai emosi ketakutan seperti ini, ada hak apa sehingga kita harus tunduk untuk “tidak takut.”

Saya berharap kita sebagai orang Kristen tidak hanya sekedar membaca Alkitab untuk menghafalkannya saja, lalu menjadikan kita sombong karena menghafal lebih banyak ayat Alkitab. Kita juga perlu mencoba mengerti secara kritis, membandingkan dan menggumulkan semua prinsip kebenaran Firman Tuhan dengan cermat dan baik. Kita perlu mempelajari apa yang Alkitab nyatakan, apa yang sulit kita mengerti, dan apa yang berbeda dari konsep normal kita di dalam beragama.

Yesus takut karena Dia betul-betul memiliki sifat manusia. Yesus takut bukan seperti ketakutan yang manusia katakan dan pikirkan. Yesus takut, tetapi Dia berjalan terus masuk ke taman getsemani. Di dalam tempat yang paling berbahaya, Yesus sama sekali tidak melarikan diri. Perasaan takut merupakan reaksi dari susunan saraf kita ketika menghadapi bahaya. Perasaan takut sedemikian adalah yang normal. Ketakutan sedemikian adalah hal yang normal. Ketakutan sedemikian bukanlah ketakutan yang abnormal atau ketakutan yang aneh. Itu merupakan sifat manusia yang sadar. Di dalam keadaan tertentu, manusia normal pasti memiliki refleksi saraf sedemikian, yang menyebabkan dia merasa takut.

Tuhan Yesus memang takut dan gentar. Dia begitu takut menghadapi keadaan yang akan terjadi dihadapan-Nya. Tetapi Dia tidak mundur, Dia tidak berhenti, Dia tetap maju, Dia masuk ke dalam taman, dan menanti orang-orang yang akan menangkapnya. Refleksi ketakutan sedemikian adalah ketakutan normal.

Ketakutan yang terdapat dalam diri manusia itu normal, hanya setelah takut, apa reaksi berikutnya? Inilah yang sangat menentukan isi dan bentuk ketakutan itu. Ketika emosi atau perasaan takut itu muncul secara mendadak, apa yang akan kita kerjakan. Jikalau Yesus tidak merasakan ketakutan apapun di Getsemani, itu berarti Dia tidak sungguh-sungguh inkarnasi. Kalau Yesus tidak memiliki ketakutan, berarti Dia hanya memiliki sifat kesempurnaan ilahi yang tidak terganggu oleh aspek kehidupan fisik di dunia ini. Ketika emosi ketakutan itu muncul, berarti Yesus adalah manusia sejati.

Kristus takut, tetapi Dia terus maju menggenapkan rencana Bapa-Nya di atas kayu salib. Ini bukanlah ketakutan yang melarikan diri, melainkan suatu refleks saraf yang natural. Ini hanya membuktikan bahwa Yesus betul-betul manusia sejati yang berinkarnasi dari Allah. Inilah tema yang penting. Setiap tema saya bahas secara serius, karena saya ingin kita mendalami suatu tema dengan benar. Apa yang sedang kita pelajari akan terus mendorong dan merangsang pikiran kita untuk semakin mengerti Firman Tuhan. Harap kita bisa dikoreksi untuk menuju kepada kesempurnaan yang dituntut oleh Tuhan.

HAK ISTIMEWA

Di dalam pelayanan kita, sering kali kita harus menghadapi situasi yang sama atau mirip dengan situasi yang dihadapi oleh para nabi, oleh para rasul, bahkan berbagai ancaman dan kesulitan yang mirip seperti yang alami oleh Yesus Kristus. Di dalam pelayanan sering kali kita mengalami umpatan, ejekan, bahkan difitnah, dan ditimpa hal-hal lain yang mungkin dialami seorang manusia yang hidup di dalam dunia. Pernah hidup di dunia merupakan hak istimewa. Pernah hidup sebagai manusia adalah suatu hak yang sangat istimewa. Kita memerlukan keberanian untuk hidup miskin. Kita memerlukan keberanian untuk hidup dalam bahaya. Kita memerlukan keberanian ketika harus menghadapi penyakit atau bahkan kematian.

Kita adalah manusia yang pernah hidup di dunia. Hidup di dunia berarti hidup sebagai suatu proses. Kita hidup sebagai suatu pengalaman, harus dimengerti secara mendasar, Yaitu sebagai hak yang Tuhan berikan kepada kita, untuk pernah hidup sebagai manusia. Puji Tuhan, ketika dilahirkan, kita bukan dilahirkan sebagai kucing, atau anjing, atau sapi, tetapi manusia. Pernahkah kita bersyukur kepada Tuhan karena dilahirkan sebagai manusia. Ini adalah suatu hak istimewa. Tetapi dilahirkan sebagi manusia jauh lebih sulit daripada dilahirkan sebagai sapi. Dalam hal perasaan sakit, manusia mengalami rasa sakit jauh lebih hebat dan panjang dibandingkan binatang. Sakit sedemikian lebih menderita daripada sakit yang diderita binatang. Menjadi manusia itu sangat berbahaya, tetapi sangat berbahagia. Menjadi manusia itu sangat sakit, tetapi juga menikmati banyak hak istimewa. 

Sungguh suatu anugerah dan hak istimewa bagi kita untuk menjadi manusia. Sebagai manusia kita dimungkinkan untuk memiliki moral yang sedemikian besar, dan akhirnya mempengaruhi berjuta-juta manusia. Tetapi kita juga bisa menjadi rusak, merusak moral banyak orang sampai dikutuki oleh bergenerasi manusia selama beratus tahun. Itu hanya bisa terjadi karena kita adalah manusia. Binatang tidak mungkin bermoral, mempesona, mempengaruhi, memberikan inspirasi kepada bangsa-bangsa, dan memberikan teladan hidup. Atau, bermain-main dengan kehidupan dan menjadi tidak jujur dan merusak. Manusia yang hanya mempermainkan diri, mencari keuntungan diri sendiri, dan merugikan orang lain, akan dikutuk oleh berjuta-juta manusia selama beratus-ratus tahun.

Apa arti menjadi manusia? Dan bagaimana menjadi manusia? Konfusius berkata, bahwa setelah dia berusia tujuh puluh tahun, barulah dia tahu bagaimana caranya tidak melanggar peraturan. Itu berarti sampai enam puluh tahun dia masih melanggar peraturan. Dia mau terus belajar bagaimana hidup menjadi manusia yang baik. Sampai usia tujuh puluh tahun dia baru tahu bagaimana menjadi manusia yang baik, lalu dua tahun kemudian dia meninggal. Konfusius baru betul-betul mengerti menjadi manusia selama dua tahun. Itulah manusia. Manusia yang paling agung dan yang diakui sebagai orang paling saleh oleh orang Tionghoa, mengakui keterbatasannya. Dia mengaku bahwa pada usia lima belas tahun, dia baru menetapkan untuk sungguh-sungguh mau belajar; pada usia tiga puluh tahun baru betul-betul bisa mempunyai pendirian dan bisa berdiri sendiri di dalam hidup; pada usia empat puluh tahun mulai tidak mungkin bisa diganggu oleh hal-hal yang sesat atau ajaran yang tidak beres; pada usia lima puluh tahun dia sudah mulai bisa mengerti mandat sorga, sehingga tidak sembarangan mengerjakan hal-hal duniawi; pada usia enam puluh tahun, telinganya sudah tidak lagi dipengaruhi oleh kritik dari berbagai orang; dan pada usia tujuh puluh tahun dia mengerti bagaimana tidak melanggar aturan dan hidup secara benar. Lalu meninggal pada usia tujuh puluh dua tahun.

Berbeda total dengan Tuhan Yesus Kristus, Seumur hidup Dia tidak bercacat cela. Dari lahir sampai mati Dia hidup suci mutlak, sampai Dia bisa menantang para musuh-Nya, “Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?” (Yohanes 8 : 46). Tidak ada yang seperti Tuhan Yesus. Tetapi Yesus Kristus yang hidup sedemikian suci, di dalam markus 14 : 33 dicatat, “Ia sangat takut dan gentar.” Kita perlu mengerti apa itu ketakutan Kristen dan bagaimana hidup sebagai seorang kristen dalam kaitannya dengan perasaan takut. Ketakutan adalah suatu perasaan yang muncul secara impuls, lalu disimpan di bawah sadar manusia. Dan pada saat-saat tertentu, perasaan itu bisa kembali muncul, dan memberikan kesadaran ketakutan kepada orang tersebut.

Apakah itu ketakutan? Alkitab mengatakan jangan takut. Kalau kita beriman, kita tidak takut. Di dalam seluruh Kitab Suci, kata-kata “jangan takut,” kuatkanlah hatimu,”berulang kali muncul, seluruhnya 365 kali. Itu berarti cukup sepanjang tahun, setiap hari kita boleh mendapat satu kali pernyataan “jangan takut.” Kita harus bersyukur kepada Tuhan, karena firman-Nya cukup untuk mempertumbuhkan kita, dan menjadikan kita hidup baik. Tetapi banyak orang, setelah mendegar Firman Tuhan, kemudia segera melupakannya. Jika firman yang sedemikian baik dan menjadi patokan kebenaran bagi manusia, dengan mudah dilupakan, bagaimana dia bisa hidup baik?

Ada sebuah kisah yang diceritakan oleh Pdt. Dr. Andrew Gih. Seekor monyet naik ke atas pohon dan memetik buah apel. Lalu monyet ini bingung apelnya mau diletakan di mana, karena monyet tidak mengenakan baju yang ada kantongnya. Setelah monyet ini berfikir beberapa lama, maka dijepitnya buah itu dengan ketiaknya. Monyet ini berfikir itulah cara menyimpan yang paling aman. Lalu monyet ini mencari buah lagi. Ketika mengambil buah itu, buah yang ada diketiaknya jatuh. Lalu buah berikutnya itu diletakan lagi di ketiaknya. Begitu seterusnya. Dan ketika monyet ini mau pulang, dia tidak mempunyai satu buah pun, karena semua buah yang dikumpulkannya telah dijatuhkannya. Demikianlah orang yang mendengarkan khotbah, lalu segera melupakannya. Ingatlah akan Firman Tuhan, dan simpanlah baik-baik, sehingga selama hidupmu memiliki kekayaan sorgawi yang tidak habis-habis.

KETAKUTAN Vs IMAN-PENGHARAPAN-KASIH

Ada beberapa hal penting di dalam mengerti tentang ketakutan. Ketakutan adalah perlawanan terhadap cinta kasih. Ketakutan adalah perlawanan terhadap iman percaya. Ketakutan adalah perlawanan terhadap pengharapan. Orang yang beriman, semakin besar imannya, secara otomatis akan semakin kecil ketakutannya. Orang yang berpengharapan, semakin sungguh-sungguh berpegang pada pengharapan tersebut, semakin tidak perlu merasa takut. Orang yang memiliki cinta kasih yang murni akan terhindar dari perasaan takut, karena cinta kasih mengalahkan ketakutan. 

Di Scotlandia pernah satu kali seorang anak kecil di bawa oleh seekor elang yang sangat besar. Elang besar itu menukik turun, bukan menyambar ayam atau binatang lain, tetapi seorang bayi yang sedang dibaringkan dipinggir sawah, karena ibunya sedang bekerja di sawah tersebut. Bayi itu diambilnya, lalu dibawa ke atas gunung. Maka seluruh penduduk itu panik sekali. Elang itu punya cakar yang kuat dan membawa anak itu kesarangnya, lalu meletakannya di sana. Elang itu belum memakan bayi itu, mungkin karena merasa bahwa “yang satu” ini lain. Orang berusaha untuk mendaki ke puncak gunung, tetapi tebing itu sangat terjal dan sulit sekali untuk bisa mencapai sarang itu. Ada prajurit yang berusaha naik, karena dia merasa cukup perkasa, tetapi akhirnya gagal. Dia turun dan menganggap anak itu pasti sudah mati dimakan elang. Beberapa pria lain juga berusaha menolong, tetapi tidak mampu. 

Tetapi sungguh aneh, ada seorang wanita yang sama sekali tidak menyerah dan terus berjuang untuk naik ke sarang elang tersebut. Badannya berdarah-darah terkena bebatuan di gunung itu. Akhirnya wanita itu berhasil membawa turun bayi tersebut. Seluruh tubuh wanita itu luka-luka. Tubuh anak itu juga luka-luka terkena cakar elang itu. Setelah diobati beberapa waktu, barulah mereka sembuh. Siapakah wanita itu? Tidak lain adalah ibu anak tersebut. Mengapa seorang ibu bisa lebih kuat daripada seorang prajurit? Ya, seorang ibu lebih kuat, lebih kuat dalam hal cinta kasih dibanding dengan prajurit itu. Ibu itu sangat mencintai anak yang dilahirkannya. Maka semua kesulitan dan bahaya apapun akan dilewatinya. Benarlah apa yang dikatakan Alkitab, cinta kasih meniadakan ketakutan. Sering kali kita terlalu banyak ketakutan karena kita kurang cinta kasih. Kita tidak sungguh-sungguh mencintai sesuatu yang seharusnya kita cintai, sehingga kita takut kepada apa yang seharusnya tidak kita takuti.

Iman juga berlawanan dengan ketakutan. Pengharapan juga berlawanan dengan ketakutan. Kasih juga berlawanan dengan ketakutan. Saya sempat menggumulkan apa saya boleh membawakan tema ini. Saya merasa patut untuk membawakan tema ini, karena selama hidup saya, saya telah berusaha melatih diri untuk tidak takut. Saya tidak mudah takut oleh berbagai hal, ataupun takut karena diancam. Semuanya itu telah dilatih selama berpuluh-puluh tahun, sehingga saya bahkan tidak takut miskin dan tidak takut kerja terlalu berat. Itulah yang membuat saya boleh dan berani berkata kepada kalian: “Jangan takut.”

Saya berharap semua hamba Tuhan yang berada di dalam Gerakan yang saya pimpin ini juga mengadopsi semangat ini, dan tidak sekedar belajar teori yang tinggi-tinggi di dalam sekolah theologi. Yang lulus dari sekolah theologi banyak, tetapi yang betul-betul mengerti semangat seperti ini, sangatlah sedikit.

Ada seorang hamba Tuhan GRII yang kami kirim ke luar negeri. Dia menelepon saya, memberitahukan bahwa ada hamba Tuhan lain yang juga melayani di kota itu, dan orang itu mendapat fasilitas yang jauh lebih baik, didukung oleh gereja pendukungnya dengan limpah. Karenanya, dia bisa menyediakan penjemputan bagi orang yang mau datang ke kebaktiannya. Lalu saya tanya, bagaimana dengan sikap dia setelah tahu hal itu. Dia menjawab bahwa dia tetap akan berjuang terus. Dia tidak terpengaruh dan tidak iri hati dengan orang yang mendapat banyak fasilitas itu. Saya katakan kepada dia bahwa lebih baik dia bekerja dari nol sampai nanti betul-betul jadi. Tidak perlu takut cara orang lain bekerja. Dan nanti ketika sudah jadi, kamu akan menjadi kuat. Suatu hari kelak kamu tidak lagi membutuhkan dukungan dari pusat. Dengan begitu barulah kamu menjadi hamba Tuhan yang kuat. Perjuangan seperti itulah yang saya harapkan ada pada hamba-hamba Tuhan di dalam gerakan ini. Bagi mereka yang tidak mau berjuang, silahkan tidak perlu berada dalam gerakan ini.

Iman berlawanan dengan ketakutan, pengharapan berlawanan dengan ketakutan, kasih berlawanan dengan ketakutan. Alkitab ingin agar kita berani, kita percaya, tidak takut. Alkitab mengatakan bahwa orang yang memiliki pengharapan bagaikan jangkar yang tertancap di tempat maha suci, dimana ada janji, di situ ada pernyataan Tuhan dan di situ ada kesetiaan Tuhan yang tidak berubah.

Alkitab mengatakan bahwa jika kamu mengasihi, kamu tidak akan takut. Pada awal saya mempelajari ayat ini, saya sulit mengerti. Sampai suatu hari saya pergi membawa 400 buah traktat, lalu sengaja dari Surabaya beli tiket kereta api ke Probolinggo, naik kereta api untuk bisa mengabarkan injil. Dari Surabaya ke Probolinggo jaraknya sekitar 100 Km. Jadi, jika saya memberitakan Injil dan membagi traktat kepada penumpang yang naik kereta api, mereka tidak bisa lari. Kalau saya mengabarkan injil di pasar, dia bisa pergi. Kalau memberitakan Injil di pesawat terbang dia mau lari kemana? Saya mengatakan: ”Tuhan Yesus mengasihi engkau, terimalah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamatmu.” Saya tidak peduli dia beragama apa atau penganut filsafat yang mana. Ketika itu saya masih berusia 18 tahun. Saya pakai uang sendiri untuk membeli traktat, lalu membeli tiket kereta sendiri, karena saya ingin mengabarkan injil, mengasihi orang-orang yang masih belum percaya. Mereka sangat membutuhkan Tuhan Yesus.

Lalu saya mulai berdoa dalam hati sambil memejamkan mata, tidak bersuara, minta Tuhan beri kekuatan, karena mau mulai memberitakan Injil. Ketika saya selesai berdoa, mau bangun untuk mulai membagikan traktat, seorang berbadan besar datang dan duduk di depan saya. Dia seorang polisi berbintang tiga. Alisnya hitam sekali, matanya besar, dan jenggotnya lebat. Terlihat sangat galak. Wah, saya gentar. Saya berdoa,”Tuhan, saya baru saja mau memberitakan injil, mengapa yang pertama diberikan adalah seorang polisi? Saya baru mendengar bahwa kemarin teman saya dibawa ke kantor polisi karena memberitakan Injil. Mengapa Tuhan berikan polisi hari ini kepada saya?” Saya ingin kalau boleh yang pertama kali diberikan adalah seorang gadis kecil, atau seorang remaja, sehingga saya tidak takut memberitakan injil kepadanya. Tetapi dalam hati kecil saya ada suara, “Apakah karena jenggotnya lebat, dia tidak berhak mendengar Injil ?” atau “Apakah karena dia galak, kamu tidak mengasihi dia?” Wah, itu pertama kalinya saya memberitakan Injil kepada polisi. Dan saat itu untuk pertama kalinya ayat ini muncul di dalam pikiran saya : “Di dalam kasih tidak ada ketakutan” (1 Yohanes 4 : 18). Dia juga seorang yang membutuhkan Tuhan Yesus. Kalau karena dia berbintang, berpangkat, berjenggot, lalu kamu tidak memberitakan Injil kepada dia, dimana kasihmu? Saat itu, saya merasakan sangat sulit. Sebagai seorang anak berusia 18 tahun, saya mau memberitakan Injil, mau belajar mengasihi jiwa, tetapi ada satu kesulitan, yaitu takut.

Saat itu saya sempat takut. Saya mengasihi, tetapi takut. Ayat itu kembali muncul. Maka saya minta Tuhan memberikan kekuatan supaya saya tidak takut memberitakan Injil kepadanya. Maka saya berdiri, lalu memberikan traktat kepadanya, sambil berkata:”Bapak Polisi, silahkan membaca traktat ini. Tuhan Yesus mengasihi Bapak.”Sambil berkata, jantung saya berdegup keras. Bagaimana reaksinya? Ternyata dia malah berdiri, menanyakan apa yang diberikan kepadanya. Ini namanya orang yang mengerti sopan santun. Dia menerima traktat itu dengan baik sambil menyatakan terima kasih. Dia tersenyum baik sekali. Setelah itu saya sadar, kalau polisi yang galak saja bisa menerima Injil, yang lain tidak perlu saya takutkan. Maka saya melanjutkan membagikan traktat, ke semua orang, sampai akhirnya seluruh 400 traktat itu terbagi habis. Saya memang janji di hadapan Tuhan bahwa tahun itu saya akan memberitakan Injil dan membagikan traktat kepada paling sedikit 3.000 orang.

KETAKUTAN TERJADI SETELAH KEJATUHAN 

Kita tidak berbicara tentang apa yang berkaitan dengan diri kita dulu, tetapi yang berkaitan dengan prinsip total. Ketakutan, baru adalah setelah Adam jatuh ke dalam dosa. Dalam hal ini saya tidak mengatakan bahwa ketakutan adalah akibat dosa. Tetapi ketakutan ada setelah kejatuhan Adam ke dalam Dosa. Jika ketakutan adalah akibat dosa, maka itu membuktikan bahwa ketakutan Yesus juga adalah akibat dosa. Dan itu akan membawa kita kepada kesimpulan bahwa Yesus juga mempunyai sifat dosa. Ini tidak benar. Istilah “takut,” emosi takut, baru ada dan dibicarakan setelah Kejatuhan. Yesus berinkarnasi setelah kejatuhan Adam ke dalam dosa, maka sebagai refleks saraf manusia yang normal, maka perasaan takut juga ada pada Yesus. Dengan demikian, kondisi ini membuktikan bahwa Yesus betul-betul hidup sebagai manusia secara utuh, dengan fungsi refleks saraf yang normal pada manusia.

Adam takut, terlihat dari tindakannya di dalam dua kejadian :1) mencoba menutupi dosanya, dan 2) menyembunyikan diri dari padangan Tuhan Allah. Takut mulai ada sejak kejatuhan Adam ke dalam dosa, sehingga akibatnya, manusia berusaha menutupi dosanya, dan melarikan diri untuk tidak berada dihadapan hadirat Allah.

Anak saya yang paling kecil ketika berusia dua tahun lucu sekali. Kalau dia baru berbuat salah, matanya menatap saya, langsung dia menunduk sambil memutar tidak mau melihat. Dia memejamkan mata sambil memutar badannya, lalu dia menempelkan mukanya ke lemari, tidak mau melihat saya. Setelah dua menit, dia berusaha mengintip. Lucu sekali. Ketika dia tahu saya masih melihat dia, cepat-cepat dia menutup lagi matanya, lalu menempelkannya lagi ke dinding lemari. Dia tahu kalau dia akan dimarahi. Perasaan takut itu muncul setelah manusia bersalah, sudah jatuh ke dalam dosa. Yang paling celaka, manusia setelah berbuat dosa, tetap tidak memiliki perasaan takut. Orang seperti ini mempunyai pengharapan besar untuk masuk neraka.

Adam takut, Adam malu, karena dia telah berbuat dosa. Maka dia menutup tubuhnya dengan daun. Ini pertama kalinya Adam merusak lingkungan, merusak tatanan alam di taman Eden. Problematika bagaimana menangani kerusakan lingkungan baru dibahas menjelang akhir abad kedua puluh. Tetapi masalah ini sudah diungkap di pasal-pasal pertama Alkitab. Manusia betul-betul bodoh, setelah beribu-ribu tahun, baru berusaha menyelesaikan suatu masalah yang telah dicatat Alkitab pada awal-awal kejatuhan manusia. Tuhan bertanya: ”Dimanakah engkau, Adam?” lalu Adam menjawab: ”Aku takut.” Adam takut karena dia telah jatuh ke dalam dosa.

Manusia setelah berdosa menjadi takut. Perasaan takut adalah emosi yang tidak normal. Perasaan takut adalah emosi yang sebenarnya tidak perlu ada jika dosa tidak melanda dunia. Manusia dicipta untuk berhubungan dengan Tuhan Allah, maka tidak ada hal yang perlu ditakutkan. Manusia dicipta dengan kemampuan menguasai diri, sehingga tidak perlu ada yang ditakuti. Manusia juga dicipta sebagai penguasa alam semesta, sehingga dia juga tidak perlu takut terhadap alam. Semua binatang ditaklukkan dibawah manusia, bahkan semua binatang yang sekarang ganas, seperti singa, harimau, beruang dan lain-lain, diciptakan untuk takluk kepada penguasaan manusia. Dengan demikian, manusia tidak perlu takut terhadap mereka. Malaikat pun dicipta untuk melayani Allah dan manusia, sehingga manusia tidak perlu takut kepada mereka. Segala sesuatu dicipta untuk menjadi saluran anugerah bagi kita, untuk mengisi kebutuhan kita, maka tidak ada hal yang perlu ditakuti oleh manusia. Dari semua makhluk yang ada ditengah alam semesta ini, manusia adalah ciptaan yang paling dikasihi. Manusia menjadi satu-satunya makhluk yang berada ditengah-tengah Allah dan alam. Kita menjadi pengantara, menjadi seorang iman yang berada diantara Allah dan alam. Dengan demikian, tidak ada alasan sedikit pun bagi manusia untuk takut.

Tetapi setelah manusia jatuh ke dalam dosa, manusia menjadi takut. Manusia berusaha menutup diri, dan merasa dingin. Maka taman itu mulai terasa dingin (Kejadian 3:8). Ini semua merupakan kondisi yang tidak normal, yang mulai terjadi akibat dunia sudah jatuh ke dalam dosa. Kondisi abnormal ini mulai terjadi setelah kejatuhan. Kejatuhan membuat putusnya hubungan antara Allah dan manusia. Semakin jatuh, semakin putus, dan itu menimbulkan ketakutan. Adam takut bertemu lagi dengan Tuhan. Inilah akibat dosa, putusnya hubungan dengan Allah. Mulai dirasakan perlunya Atheisme adalah karena dosa. Jika tidak ada Tuhan Allah, maka saya tidak perlu dihakimi. Maka, lebih baik tidak ada Allah, sehingga saya boleh sembarangan berbuat dosa. Jika Allah tidak ada, maka kebebasan saya tidak perlu harus dipertanggungjawabkan. 

Inilah sebab timbulnya Atheisme. Atheisme berhenti pada imajinasi dan halusinasi. Atheisme tidak pernah menjadi realitas untuk membuat Allah menjadi tidak ada. Kalau Allah menjadi ada hanya karena kita percaya Dia ada, atau Allah menjadi tidak ada hanya karena kita percaya Dia tidak ada, maka keberadaan Allah akan bergantung pada percaya atau tidaknya kita akan keberadaan Allah. Keberadaan Allah justru menjadi penentu bagaimana kita mau percaya atau tidak kepada Allah. Keberadaan Allah bukan akibat kita membuktikan, atau ketidakmampuan kita membuktikan, Allah ada atau tidak; tetapi keberadaan Allah menjadi penyebab kita berusaha membuktikan Allah ada atau tidak ada.

Manusia di dalam dunia ini kini mengalami perasaan takut. Perasaan takut setelah kejatuhan dimulai dari suatu perasaan takut kehilangan perasaan aman yang selama ini telah dimiliki. Jika selama ini saya hidup baik-baik, lalu datang ancaman yang mau merusak kehidupan itu, maka itu membuat saya takut. Jika sebelumnya saya hidup aman, lalu kini ada ketidakamanan yang datang kepada saya, maka saya takut. Kita tidak mau kesempurnaan relatif yang kita miliki terganggu atau dikurangi. Kita ingin keutuhan yang kita miliki terganggu atau dikurangi. Kita ingin keutuhan yang kita miliki selama ini bisa kita pertahankan, dan ketika ada ancaman terhadap keutuhan itu, kita menjadi takut. Kita takut kalau anak kita yang baik-baik akan meninggal. Kita takut kalau uang kita yang sudah terkumpul dengan baik menjadi hilang. Kita takut keutuhan dan keamanan itu diganggu. Bukankah ini sikap normal? Kalau kita menambah terus kekayaan kita, sekalipun dengan merugikan orang lain, kita tidak merasa takut. Tetapi kalau terancam kehilangan bakat dan kekayaan yang telah kita terima, walaupun dengan tidak wajar, maka kita takut. Perasaan atau emosi ketakutan kita sudah tidak suci. Kalau kita dirugikan, kita takut; tetapi kalau kita merugikan orang lain, kita tidak takut. Ini perasaan takut yang tidak sehat.

Pada usia 12 tahun, saya melihat di sekolah ada begitu banyak sepeda. Sepeda-sepeda itu diletakkan berdampingan, sehingga kalau satu roboh, maka semua sepeda secara beruntun akan roboh juga. Satu kali ada seorang siswi yang menjatuhkan sepeda, lalu beruntun seluruh sepeda jatuh. Dia sangat ketakutan. Tetapi seorang temannya mengatakan: ”ah tidak apa-apa,” sehingga siswi ini merasa terhibur. tetapi kemudian kalimat itu dilanjutkan: ”karena bukan milik saya.” Bagi dia, sepeda itu jatuh tidak apa-apa, karena bukan miliknya. Kalau itu miliknya, dia akan marah sekali. Inilah dosa. Mengapa kalau kamu mengganggu sekuritas orang lain, kamu tidak takut; sementara kalau sekuritasmu diganggu, kamu takut? Manusia sering berdalih, biarlah seluruh dunia bangkrut, asal milik saya tidak. Apakah ini hidup Kristen? Kita takut, karena kita tidak bisa memelihara keutuhan. Kita takut karena kita tidak merasa aman.

APA PENYEBAB KETAKUTAN ?

1. Ketakutan Dari Perubahan

Ketakutan pertama-tama datang dari suatu perubahan lingkungan dan situasi yang terlalu drastis, sehingga kita tidak tahu bagaimana harus mengatasi kondisi tersebut. Dari suara besar yang membuat bayi bangun dan menangis, kita mengetahui tentang adanya hal ini. Sesuatu yang berubah secara mendadak dan drastis akan menimbulkan ketakutan. Apalagi, perubahan itu berada di luar kemampuan kontrol kita. Itu akan menyebabkan kita takut.

2. Ketakutan dari transendensi Pengalaman

Ketakutan dari berbagai pengalaman yang melampaui pengalaman kita sebelumnya. Sesuatu yang tidak pernah kita alami sebelumnya, namun dalam bayangan kita itu begitu besar, melampaui semua pengalaman kita sebelumnya, akan membuat kita takut. Bagi orang yang sudah mengalami hal itu, maka kejadian itu dianggap biasa. Tetapi bagi kamu yang belum pernah mengalami, maka pengalaman itu merupakan pengalaman yang menakutkan. Bagi dia, pengalaman-pengalaman seperti itu tidak mengganggu, karena dia sudah sering kali mengalami hal itu. Dan kita akan merasa aman dan kurang rasa takut jika kita mengikuti orang-orang yang sudah berpengalaman. Namun jika ada hal-hal yang berada di luar pengalaman kita, dan di luar jangkauan yang bisa kita kuasai. Kita akan takut. Sesuatu yang bersifat transenden itu menakutkan. Oleh karena itu, pengalaman itu begitu penting, karena pengalaman tidak bisa diganti dengan pengetahuan rasional. Silahkan belajar banyak buku, namun jika kamu belum mengalami sendiri. Kamu akan tetap bodoh. Jangan beranggapan kalau kita sudah sekolah sampai tingkat yang tinggi dan membaca banyak buku, walaupun tanpa pengalaman, kita adalah orang pandai. Orang yang terjun langsung di ladang, yang menghadapi berbagai kesulitan dilapangan, yang betul-betul bekerja keras, lalu dari situ dia menyerap pengetahuan dari ladang kerjanya, barulah dia berhak menulis buku. Dunia bukan diubah oleh mereka yang akademis, tetapi dunia diubah oleh orang-orang yang mempunyai pengalaman, lalu pengalaman ini dijadikan teori, dan dia kemudian menulis buku untuk menggarap orang-orang akademis.

Pengalaman itu berarti sesuatu yang harus kita lewati. Dibakar atau dimurnikan di dalam api adalah kewajiban setiap generasi. Terkadang kita membiarkan anak kita melewati kesulitan dan akhirnya menjadi lebih waspada karena sudah mengalami. Terkadang jika ada api kecil, lalu anak kita mau main-main dengan api itu, biarkan saja. Nanti kalau dia terlalu banyak dihalangi, dia tidak akan pernah merasakan dan mengerti panasnya api itu, akhirnya terkena api kecil dan merasakan panasnya, maka dia berteriak dan menangis. Setelah itu dia tidak lagi berani bermain dekat api. Biarkan anak-anak itu mempunyai pengalaman sendiri. Seorang dokter mengatakan kepada saya bahwa dia membiarkan anaknya naik pohon. Lalu saya tanya,”Bagaimana jika kemudian dia jatuh dan patah kaki?” Dia menjawab,”Ya saya sambung,” Lebih baik punya pengalaman naik pohon dan jatuh, ketimbang tidak punya pengalaman naik pohon dan jatuh, ketimbang tidak pernah punya pengalaman naik pohon. Hal-hal yang melampaui pengalaman membuat kita takut. Semakin dini kita mempunyai banyak pengalaman, sehingga akan mengurangi perasaan takut kita. Hal sedemikian akan membuat kita tidak takut lagi seumur hidup.

Ketika anak saya berusia empat tahun, saya bawa kesebuah jalan yang sangat ramai. Saya ajar dia menyeberang. Saya beritahu kapan dia harus menyeberang. Lalu kemudian kembali lagi. Setelah sepuluh kali menyeberang, maka dia sudah tahu kapan dia harus menyeberang, sering kali anak bayi diberikan ketenangan, dijaga dari suara keras. Nanti kalau mendengar anjing kentut, dia langsung sakit jantung. Mark Twain dari Amerika Serikat menjelajah 70 macam pekerjaan, sehingga seumur hidupnya dia mengerti begitu banyak bidang pekerjaan. Dengan demikian, ketika dia menulis sastra dan novel, maka dia bisa menjelajah ke semua bidang yang ingin dibicarakannya dengan penuh kekayaan bahasan. Jika kamu tidak memiliki pengalaman apapun, maka kamu akan menjadi orang yang sangat lugu dan bodoh di masa depan, karena banyak hal yang kamu tidak mengetahuinya. Kita takut keluar dari pengalaman kita, kita takut keluar dari rasa aman kita. Inilah yang membuat kita takut.

3. Ketakutan Terhadap Kekuatan Penghancur

Kita takut terhadap kekuatan-kekuatan yang bisa menghancurkan (Destructive power). Begitu kita melihat sesuatu yang besar dan bisa menghancurkan, maka kita takut. Ketakutan ini adalah ketakutan yang mengandung emosi agama. Hinduisme mengenal tiga dewa utama, dewa brahma sebagai dewa pencipta, dewa wishnu sebagai dewa pemelihara, dan dewa Syiwa adalah dewa penghancur. Bagi orang Hindu, kekuatan penghancur ini merupakan kekuatan yang sangat menakutkan. Maka dewa Syiwa dianggap dewa yang paling besar. Orang harus takut kepada dewa ini karena takut dihancurkan. Ini merupakan ketakutan yang bersifat agamawi.

Di dalam Alkitab kita takut kepada Tuhan Allah bukan di dalam arti demikian. Kita mengenal arti ketakutan yang lebih tinggi daripada ketakutan agamawi yang menghancurkan. Emosi rohani dalam iman Kristen jauh lebih tinggi daripada emosi penghancur yang ada dalam agama-agama lain.

4. Ketakutan Terhadap Hukuman

Ketakutan keempat adalah ketakutan akan hukuman. Inilah paradoks kehidupan: Ketika seorang berbuat dosa, dia tidak takut. Tetapi ketika dia harus dihukum akibat dosanya itu, dia menjadi takut. Ini sikap orang yang kerdil. Sebaliknya seorang yang agung takut berdosa, tetapi tidak takut hukuman. Bagi seorang yang agung, berbuat dosa haruslah dihindari. Tetapi jika dia sudah berbuat salah, dia tidak takut menghadapi akibat dari perbuatannya. Inilah perbedaan antara orang yang agung dan orang yang kerdil.

Orang agung tidak takut hukuman jika tidak bersalah. Orang kerdil takut hukuman tetapi tidak takut berdosa. Begitu banyak perampok yang ketika merampok, gagah sekali, berani sekali, kelihatan galak sekali dan perkasa sekali. Tetapi ketika divonis 30 tahun penjara, dia menangis, sikap apakah ini? Tangisan apakah ini? Ini suatu kelicikan dan kekerdilan. Suatu kesedihan yang tidak ada artinya. Kesedihan demikian tidak bernilai karena kesedihan ini adalah kesedihan karena takut dihukum. Kesedihan ini merupakan kesedihan yang sangat hina. Sebaliknya kesedihan karena takut berbuat dosa adalah kesedihan yang sangat anggun.

Orang Kristen harus dapat membedakan kedua hal ini. Kalau kita salah, kita harus takut. Tetapi kalau kita tidak bersalah, dihukum sekalipun kita tidak perlu takut. Inilah jiwa Krsiten. Petrus akhirnya disalibkan sampai mati. Orang yang dihukum salib menurut hukum romawi, adalah orang-orang yang berbuat dosa sangat berat, seperti seorang pembunuh, atau penghianat bangsa, atau pemberontak. Petrus tidak berbuat sedemikian. Dia tidak merampok, tidak membunuh, tidak menghianati bangsa, juga bukan pemberontak. Dia disalib hanya karena mengabarkan injil. Apakah dia meminta tolong, meminta pengampunan, supaya jangan disalib? Tidak! 

Di dalam cerita-cerita Tiongkok, juga di dalam berbagai cerita sejarah atau di film, kita melihat orang-orang yang mau dihukum selalu berlutut meminta pengampunan. Begitu kasihan, bahkan lebih kasihan daripada seorang pengemis. Tetapi di dalam Kekristenan tidak ada sikap sedemikian. Jika kita tidak berbuat salah, lalu kita mau disalibkan, kita akan menghadapinya dengan tegar, tanpa rasa takut. Petrus, ketika disalibkan mengajukan satu permintaan, yaitu dia tidak mau disalibkan dengan cara yang biasa, tetapi minta disalibkan dengan cara terbalik, dengan kepala di bawah. Mengapa? Karena dia merasa tidak layak disalib seperti Tuhannya, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Ketika berdosa, dia takut, tetapi ketika dihadapkan pada hukuman bukan karena dosa, dia tidak takut. Inilah semangat, jiwa dan iman Krsiten yang sesungguhnya.

5. Ketakutan Terhadap Orang Jahat

Kita takut sekali kepada orang jahat. Maka cara di dunia ini adalah memakai orang yang lebih jahat untuk menakuti dan menghadapi orang jahat. Kalau kamu mempunyai gang yang kuat untuk menakut-nakuti saya, maka saya akan mencari bantuan pada gang yang lebih besar dan lebih kuat lagi untuk menghadapi kamu. Inilah cara orang jahat menghadapi orang jahat. Inilah cara orang dunia menghadapi orang jahat. Lalu, kita juga merasa kuat dan sombong jika kita ditopang dan dijaga oleh orang-orang jahat tersebut.

Ada sebuah restoran yang sangat ramai di tepi jalan yang juga ramai. Restoran itu tetap buka walaupun situasi cukup genting dan banyak kerusuhan. Ketika saya tanyakan, “Apakah kamu tidak takut tetap buka restoran di tempat dan situasi seperti ini?” Dia mengatakan bahwa memang banyak yang mau berusaha mengganggu restorannya, tetapi akhirnya setelah mereka tahu, mereka tidak berani melakukannya. Mengapa?” Pemilik itu mengatakan bahwa ada jenderal yang menjadi pelindung restorannya, sehingga orang-orang yang mau mengganggu itu tidak berani bertindak. Tetapi mengapa jenderal itu mau melindungi restoran tersebut? Pemilik itu mengatakan bahwa dia membayar iuran tertentu kepada sang jenderal, untuk menjadi biaya perlindungan itu.

Satu kali, ketika saya sedang makan disebuah restoran di Malaysia dengan beberapa pendeta, tiba-tiba datang seorang India yang besar sekali badannya, lalu berkata kepada saya :”Apakah kamu mengingat saya? Bukankah dulu ketika kamu pindah rumah saya yang membantu kamu pindah?” Lalu dia berkata banyak hal lain sambil tiba-tiba ikut duduk ditempat kami makan. Lalu mulai memesan beberapa makanan yang paling mahal. Teman saya mengatakan bahwa itu tidak beres, dan dia memanggil pemilik restoran dan memberitahukan masalah ini. Pemilik restoran ini seorang wanita muda yang berperawakan kecil. Dia datang lalu mengusir orang India itu keluar. Lalu kami bertanya, kenapa dia berani mengusir orang tersebut, yang badannya begitu besar. Dia mengatakan bahwa di daerah tempat kami makan itu banyak orang jahat. Tetapi bagaimana mereka bisa tidak berani? Karena di daerah itu ada orang yang lebih jahat lagi, dan dialah yang melindungi restoran ini. Ketakutan orang Kristen bukanlah ketakutan sedemikian.

TOKOH DALAM ALKITAB YANG PERNAH TAKUT

Sekarang kita akan melihat bagaimana Alkitab mencatat orang yang memiliki tindakan yang tidak benar akibat takut. 

Pertama, Adam. Adam adalah permulaan dari takutnya manusia. Dia menutup diri, menyembunyikan diri, merusak lingkungan, dan tidak mau bertemu Tuhan Allah. Banyak orang yang tidak lagi datang ke gereja karena diam-diam mulai mempunyai simpanan, mempunyai dosa, mempunyai hal yang tidak beres, maka dia tidak mau datang ke gereja. Alkitab berkata, orang yang berjalan di dalam kebenaran tidak takut terang. Tetapi orang yang hidup di dalam dosa takut ditimpa sinar terang. Itulah Adam.

Kedua, Abraham. Karena takut kepada kuasa raja dan takut dibunuh, maka Abraham berbohong dengan menyebut istrinya sebagai adik perempuannya. Dia berbohong karena takut. Kalau sudah takut, sering kita tidak jujur. Kalau sudah takut, orang rohanipun berbohong dan tidak memaparkan dengan sungguh-sungguh apa yang sebenarnya. Abraham, seorang bapa iman dan bapa rohaniah, telah berbohong berkali-kali hanya karena takut.

Ketiga, Saul. Saul takut kalau sekuritas dan kedudukannya direbut Daud. Dari ketakutan itu, timbul dua hal, yaitu iri hati dan berusaha membunuh. Takut dapat menjadi sesuatu yang fatal. Karena takut kehilangan sesuatu, maka Saul menjadi benci, iri, dan berusaha membunuh Daud.

Kita hendaklah jangan takut. Saya sebagai pimpinan tidak perlu takut kepemimpinan saya direbut atau anggota saya pergi. Kalau di tempat lain kamu merasa lebih baik, lebih dijunjung tinggi, dan mendapat fasilitas lebih baik, silahkan pergi. Kalau kamu merasa tidak mendapatkan apa-apa disini, silahkan pergi. Saya hanya takut kepada Tuhan dan menjalankan kehendakNya. Segala sesuatu saya serahkan kepada Tuhan. Begitu juga dengan rekan-rekan saya. Semua harus mengerti bahwa ini adalah gerakan penting yang menuntut kamu untuk berjuang. Ini adalah gerakan yang sangat indah, mulia, dan hormat. Saat Yesus memberi makan kepada 5.000 orang, semua orang mendekat kepada-Nya. Tetapi saat Yesus mengatakan kalimat khotbah yang sangat sulit, mereka semua pergi. Lalu Yesus berkata kepada ke dua belas murid-Nya. Dia tahu kebenaranlah yang sedang dinyatakan-Nya.

Keempat, Elia. Elia takut bukan kepada Ahab, tetapi kepada Izebel, Istri Ahab. Di dalam istana saat itu yang dominan adalah Izebel. Akan tetapi, dalam situasi bagaimana pun, di dalam sebuah keluarga Kristen, seharusnya prialah yang menjadi kepala keluarga. Pria harus menjadi contoh yang baik. Pria harus menjadi pimpinan keluarga. Pria harus menjadi contoh yang baik. Pria harus menjalankan kehendak Tuhan; istri tunduk kepada suami, anak-anak taat kepada ibu bapa. Inilah rantai otoritas (The chain of authority). Rantai otoritas yang ditetapkan Alkitab ini jangan dirusak. Ini prinsip yang penting. 

Walaupun yang menjadi raja adalah Ahab, tetapi yang lebih dominan adalah istrinya. Ahab memelihara 450 nabi Baal, sedangkan Izebel mempunyai 400 nabi Asyera yang dipeliharanya dengan kas negara. Lalu Elia menegur Ahab,”Demi Tuhan yang hidup, Allah Israel, yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun dan hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan.” Ahab menjadi marah dan lebih memilih memelihara 450 nabi sesat daripada perkataan Elia. Raja yang hanya mau dipuji itu bodoh. Elia menghadapi situasi politik yang sulit, seorang nabi Tuhan yang menghadapi 850 nabi sesat. Lebih banyak yang mendengarkan nabi sesat daripada Elia. Seluruh dunia memilih ke sana, sementara Elia mau menjaga Firman Tuhan. Inilah situasi Reformed, kita mau memelihara Firman Tuhan dengan baik tapi di dunia ini harus menghadapi begitu banyak orang yang sembarangan berkhotbah. Elia dengan teguh mempertahankan iman dan terus berdoa. Allah memihak orang yang betul-betul setia kepadaNya, tidak peduli apakah dia mayoritas atau minoritas. Allah memihak Elia sehingga benar-benar dalam 3,5 tahun tidak turun hujan di seluruh tanah Yudea dan Israel. Tanah menjadi kering, tidak ada hasil bumi, dan kelaparan melanda sehingga banyak orang meminta-minta makanan di tengah jalan.

Dalam peperangan besar di Gunung Karmel itu. Elia berkata agar air dibawa kepadanya untuk dituang ke atas tanah. Orang-orang berkata, pada saat di mana air lebih mahal daripada emas, janganlah membuang-buang air. Setelah menuang banyak air, lalu Elia berdoa kepada Tuhan, ”Ya Tuhan, Allah Abraham, Ishak dan Israel, pada hari ini biarlah diketahui orang, bahwa Engkaulah Allah ditengah-tengah Israel dan bahwa aku ini hamba-Mu,” Lalu langsung turunlah api dari sorga membakar habis seluruh mezbah yang tadinya basa kuyup oleh air. Ahab terkejut. Kalau begini, 450 nabinya itu tidak ada gunanya, karena semuanya nabi palsu. Kuantitas banyak, apa gunanya? (Kadang orang menganggap hamba Tuhan itu gila, tapi hamba Tuhan tahu dia tidak gila). Setelah itu Elia memerintahkan Ahab untuk naik keretanya dan memasang tutupnya karena hujan akan segera turun.

Elia adalah satu-satunya nabi yang dengan penuh keberanian memerintahkan agar nabi-nabi palsu itu dibunuh dipinggir sungai sampai sungai menjadi merah . Elia begitu keras dan tidak kompromi. Ketika didengar Izebel, maka dia mengancam Elia untuk pergi dalam 24 jam. Perempuan yang gila kuasa mengancam dahulu, tapi secara psikologi, hal ini menandakan kelemahannya. Dia tidak mengatakan “Pergi, dan bunuh Elia.” Tapi dia mengatakan untuk memberitahu Elia supaya lari, membuktikan bahwa dia adalah seorang pengecut yang memakai psikologi.

Waktu Elia diancam, dia lari karena takut. Hamba Tuhan paling besarpun memiliki rasa takut. Maka Perjanjian Baru mengatakan Elia sama seperti kita . Waktu berani, dia melampaui siapa pun. Tetapi tetap ada ketakutan yang tersembunyi, dan Tuhan menyatakan kelemahan Elia. Sebenarnya setelah kejadian ini, Elia tidak lagi dipakai Tuhan untuk hal besar, karena dia telah berkompromi. Tidak peduli kamu adalah hamba Tuhan sebesar apapun, pada saat kamu takut, kamu telah berkompromi. Barang siapa yang ketakutannya tidak wajar, dia dibenci Tuhan. Barang siapa yang takutnya wajar, dia diberkati oleh Tuhan. Yang kita perlukan adalah keberanian, bukan ketakutan.

Dalam Perjanjian Baru, Rasul Petruspun pernah takut. Yang pertama, dia takut kepada seorang hamba perempuan hingga menyangkal Tuhan sebanyak tiga kali (Mat 26:69 dst). Ini ketakutan. Bagaimana bisa laki-laki dewasa takut kepada seorang hamba perempuan? Bisa, ini contohnya. Yang kedua, karena takutnya pada orang Yahudi, dia bersifat munafik, dan Paulus menegurnya dihadapan umum (Galatia 2: 11-14).

KETAKUTAN YANG BENAR

Mari kita simpulkan, bolehkah kita takut? Bagaimana seharusnya seorang Kristen dengan emosi ketakutannya? Kalau orang Kristen harus takut, apa yang harus ditakutinya? Alkitab mengatakan bahwa orang Kristen boleh takut, bahkan harus takut, tetapi harus takut yang benar. Yesus berkata, jangan takut kepada orang yang bisa membunuh tubuhmu tapi tidak bisa membunuh jiwamu. Takutlah kepada Dia yang bisa membawa jiwamu ke neraka. Orang Kristen harus takut kepada Tuhan, takut berdosa, takut kepada neraka, dan takut menyedihkan Roh Kudus. Empat hal inilah yang perlu kita takuti.

Takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. Takut akan Tuhan berarti menghormati Dia, betul-betul mengagungkan perintah-Nya dan taat kepada-Nya. Inilah ketakutan yang pertama dan utama. Kita harus memiliki perasaan takut akan Tuhan, bukan sebagai Tuhan yang jahat, karena kita mau menghormati Tuhan. Kita mau dan harus menghormati bahwa Allah, mengagungkan dan menaati perintah-Nya

Takut berdosa. Ketakutan yang kedua adalah takut berbuat dosa yang dapat mencemarkan tubuh, jiwa, dan status saya sebagai manusia, atau merusak harkat saya sebagai orang suci yang mewakili Tuhan di dunia. Saya sangat takut hidup tidak suci, lalu berbagian di dalam tindakan dan perilaku yang berdosa. Saya sangat takut menodai diri dan merusak kedudukan saya sebagai wakil atau saksi Tuhan.

Takut keadilan dan hukuman Allah. Ketakutan yang ketiga adalah ketakutan dan keadilan dan hukuman Allah. Kita bukan takut hukuman karena sudah berdosa, kita akan melanggar keadilan dan kemarahan-Nya. Takut kepada kemarahan Tuhan berbeda dari sikap yang tidak takut berbuat dosa tetapi takut dan tidak mau dihukum. Saya justru takut melanggar dosa, keadilan Tuhan, sehingga mau menjaga kesucian baik-baik.

Takut mendukakan Roh kudus. Ketakutan yang keempat adalah takut mendukakan roh kudus. Efesus 4 : 30 mengatakan, “Janganlah kamu mendukakan Roh kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan.“ Apakah kamu sudah diselamatkan? Apakah kamu telah mengalami penebusan-Nya? Jikalau kamu sudah ditebus oleh Tuhan, maka kamu akan menerima meterai. Meterai itu adalah Roh kudus sendiri yang berada di dalam dirimu. Roh kudus bagaikan seorang ibu yang baru melahirkan dan melihat pertumbuhanmu. Kesedihan ibu yang melihat anaknya tidak taat atau tidak sehat adalah kesedihan yang suci. Demikianlah Roh kudus yang berada dalam diri kita tidak ingin kita terus hidup dalam dosa. Maka janganlah kita mendukakan Roh kudus.

Ke-empat hal inilah yang perlu kita takuti. Kiranya Tuhan memberkati kita dengan emosi yang suci, dengan ketakutan yang berbeda di dalam hidup orang Kristen. 

BAB V : PENGUDUSAN EMOSI.

KEKUATIRAN ORANG KRISTEN

“Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” (Matius 6:25 – 34)

“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:4-7)

Sebelumnya kita telah membicarakan tentang emosi atau perasaan Kristen tentang dukacita Kristen , sukacita Kristen, kemarahan Kristen, dan ketakutan Kristen. Kita adalah manusia yang dicipta dengan fungsi emosi lebih dari semua binatang. Binatang-binatang hanya mempunyai emosi berdasarkan naluri kebutuhan hidup yang paling hakiki. Tetapi manusia memiliki kemungkinan untuk berfikir dan menggabungkan semua perasaannya dengan apa yang dipikirkannya sehingga menjadi orang yang memiliki emosi yang sangat kompleks. Kita telah membicarakan tentang bagaimana seharusnya kita sebagai orang Kristen merasakan dukacita, sukacita, kemarahan, atau ketakutan. Sekarang kita memikirkan apakah seharusnya seorang Kristen kuatir atau tidak. Bagaimana kita mengatur kekuatiran yang ada?

Ketakutan dan kekuatiran merupakan satu jalur, dan merupakan suatu bidang yang mirip tapi berbeda. Ketakutan itu lebih dasyat dan drastis, lebih memiliki perasaan terancam dibandingkan kekuatiran. Kekuatiran merupakan hal yang lazim sekali. Tidak ada orang yang hidup di dunia ini yang tidak pernah kuatir.

JANGAN KUATIR AKAN KEBUTUHANMU

Yesus mengatakan, jangan kuatir akan hidupmu; jangan kuatir akan tubuhmu. Di sini hidup dibagi dua, yaitu hidup rohaniah yang bersifat kekal dan melampaui hidup sehari-hari di dunia ini, dan hidup jasmaniah yang diwujudkan dalam tubuh ini selama beberapa puluh tahun di dunia yang sementara ini. Jangan kuatir akan apa yang kamu makan, minum, pakai. Makanan, minuman, dan pakaian mungkin tidak menjadi hal yang kita kuatirkan di dalam masyarakat yang penuh dengan kebutuhan materi ini. Tetapi makanan, minuman, dan pakaian merupakan hal yang paling dasar dan hakiki yang diperlukan manusia, khususnya dalam zaman dimana semua manusia dengan susah payah bergumul untuk kelangsungan hidupnya. Setelah bekerja mati-matian, tetap tidak terjamin akan ada makanan, minuman dan pakaian yang cukup. Didaerah tropis seperti Indonesia, kita memakai pakaian yang minim, sedikit dan tipispun tidak apa-apa. Tapi di tempat yang dingin , jika kamu memakai pakaian yang kurang tebal, kamu mungkin akan mati kedinginan.

Cuaca paling dingin yang pernah saya alami adalah minus 38 derajat. Itu kira-kira terjadi pada Januari 1975 di Toronto. Ketika kami mau keluar, mobil yang kami kendarai tidak bisa jalan karena air dalam radiator membeku menjadi es dan radiatornya pecah, karena lupa lupa diisi air yang lebih mampu menahan dingin. Sebenarnya ada semacam air antibeku yang dibuat dari obat kimia tertentu. Tetapi karena sudah biasa disisi dengan air yang bisa menahan 20 derajat dibawah nol, tidak pernah menyangka suhu bisa sampai 38 derajat dibawah nol, sehingga air yang tahan dingin akhirnya tetap beku menjadi es. Hari itu kami tidak bisa keluar, tapi karena ada kebaktian, kami menelepon orang lain untuk menjemput kami. Waktu kami keluar, anginnya seperti langsung masuk ke tulang sumsum. Dingin yang tak terbayangkan di sini. Kita yang di Indonesia tidak sadar apa itu dingin, tapi mulai bulan lalu, setiap minggu saya harus mengalami empat musim dari Singapura, Hongkong, Taiwan, Kuala Lumpur, Jakarta, dengan iklim yang terus berubah. Orang di tengah cuaca yang begitu dingin, mereka sangat memikirkan pakaian apa yang dipakai. Di Indonesia kita cuma tahu apa yang kita pakai supaya lebih gengsi, atau lebih bagus. Di tempat-tempat dingin, apa yang saya pakai supaya tidak mati kedinginan? Maka kekuatiran merupakan hal yang sangat mendasar, sangat lazim ditemui pada orang-orang yang memiliki kebutuhan semacam itu.

Tetapi Tuhan Yesus mengatakan jangan kuatir apa yang akan dimakan, jangan kuatir apa yang akan diminum, jangan kuatir apa yang harus dipakai. Apakah kekuatiran merupakan hal yang seharusnya kita miliki sebagai orang Kristen? Apakah kekuatiran merupakan sesuatu yang Tuhan tanamkan dalam naluri dasar kita? Yesus mengatakan bukankah hidup lebih penting dari pada makanan dan pakaian? Bukankah tubuh lebih penting dari pada pakaian? Lalu Yesus mengatakan, coba lihat burung, bunga, dan rumput. Jadi Yesus mengalihkan pandangan kita kepada alam, kepada hal-hal yang diciptakan Tuhan, yaitu burung yang tidak menanam, tidak menuai, tapi ikut mendapat makanan cukup karena Tuhan memelihara. Ada bunga bakung yang berada di dalam lembah, tidak menenun, tidak menjahit, tapi mempunyai keindahan dandanan yang diberikan Tuhan melebihi kemegahan pakaian yang paling mulia dan hormat dari Salaomo, raja yang paling kaya dan mewah. Pakaian Salomo pun tidak seindah sebatang bunga bakung. Rumput yang kamu injak dan yang kamu lihat tidak bernilai, yang hari ini berada di sini dan besok dilempar ke dalam api, begitu hidup dan indah karena dipelihara Tuhan. Bukankah hidupmu lebih berharga dari pada burung? Bukankah hidupmu lebih berharga dari pada bunga? Bukankah hidupmu lebih berharga dari pada rumput? Yesus Krsitus berkata, mengapa kamu kuatir?

Seseorang yang kuatir akan menganggap segala sesuatunya tidak penting kecuali kekuatirannya. Yang paling dipentingkan adalah kekuatirannya. Yang paling dikuatirkan adalah yang paling dipentingkan. Menurut data psikologi, 90 persen dari apa yang manusia kuatirkan tidak pernah terjadi. Tetapi kamu telah menjerat diri sendiri. Kamu menakut-nakuti dirimu sendiri. Kamu telah membatasi dirimu di dalam kurungan-kurungan psikologi dari jiwa yang tidak beres.

Saya mengkhotbahkan hal ini karena saya berjuang mengalahkan emosi-emosi yang sulit ini. Kalau mau kuatir, maka saya mempunyai jauh lebih banyak hal yang dapat dikuatirkan. Satu tahun saya naik pesawat 300 kali, kesempatan meledak jauh lebih banyak dari pada kebanyakan orang. Kekuatiran itu sudah saya usir dari kehidupan saya, karena saya rasa itu tidak perlu. Namun, bukan berarti saya adalah manusia yang tidak mempunyai kesulitan. Bukan berarti saya adalah manusia yang tidak mempunyai emosi kuatir. Saya sama seperti kalian semua. Tetapi saya berani mengungkapkan semua ini bukan karena saya mengambil teori dari buku lalu saya salurkan kepada kalian. Sejak umur 17 sampai hari ini, tidak ada satu khotbah atau bahasan yang saya ambil dari orang lain. Setiap kalimat khotbah yang saya katakan, saya berani cetak di buku karena semua diperoleh melalui pergumulan pribadi, menerapkan Firman Tuhan dalam hidup saya terlebih dahulu sebelum saya mendidik orang lain. Orang yang tidak kuatir menikmati hidup yang jauh lebih bahagia daripada mereka yang penuh kekuatiran. Orang yang tidak kuatir menikmati kuasa iman, sukacita, dan penyertaan Tuhan.

HATI YANG PENUH KEKUATIRAN

Kalau kamu belum menikah, kamu kuatir bagaimana kalau tidak menikah, kuatir kapan menikah. Kalau sudah menikah, kuatir suaminya baik atau tidak. Kuatir bagaimana jikalau sampai tengah jalan dia mencintai orang lain? Lalu, sesudah menikah 3 tahun tetapi belum hamil juga, kuatir kalau tidak punya anak. Setelah hamil, kuatir ini laki atau perempuan? Kalau lahir bayi laki-laki, kuatir lagi, bagaimana kalau besok jadi perampok? Kalau bayinya perempuan, kuatir bagaimana kalau besok tidak laku? Jadi, segala keadaan bisa membuat kamu tidak tenang. Diberi, tidak tenang, tidak diberi, juga tidak tenang. Diberi menikah, kuatir. Tidak diberi menikah, juga kuatir. Apapun kuatir. Susah sekali menjadi Tuhanmu.

Siapakah yang dapat berkata””Apa pun yang Engkau berikan, saya suka: Apapun yang terjadi, saya terima. Segala kesulitan yang menimpa saya, berikanlah kekuatan agar saya bisa mengalahkan semua ini”? Itu yang perlu. Itu yang menjadi satu tanda bahwa kita adalah orang beriman. Amin? Kalian mengaminkan, tapi sesudah itu tidak terjadi perubahan apa-apa, dan tetap saja hati kalian dipenuhi kekuatiran.

Aspek positif. Saya ingin melihat kekuatiran dari aspek positif :

Pertama, orang yang suka kuatir paling sedikit adalah orang yang menaruh hati di dalam hal-hal tertentu. Kamu mengkuatirkan anakmu, berarti kamu betul-betul memperhatikan anakmu. Dari sudut positif kita menghargai orang yang kuatir. Kamu mengkuatirkan tentang hal gereja berarti kamu menaruh hati di dalam gereja. Kamu mengkuatirkan nasib negara berarti kamu memperhatikan perjalanan dan nasib dari negara ini. Menguatirkan sesuatu berarti kamu mempunyai hati dalam hal tersebut, betul-betul ada minat untuk memperhatikan, dan itu baik.

Kedua, orang yang kuatir pasti orang pintar. Orang pintarlah yang bisa menganalisis, sesudah menganalisis, lalu melihat semua kesulitan, baru mungkin kuatir. Orang bodoh tidak bisa kuatir. Orang bodoh masa bodoh, tidak peduli, pokoknya begini saja. Jadi, orang yang kuatir adalah orang yang penuh dengan kesedihan karena mempunyai penglihatan tentang kesulitan-kesulitan, itu orang pintar.

Orang melankolis selalu lebih cerdas dari orang-orang yang naif seperti sanguin, karena pemikiran mereka lebih matang. Mereka dapat menganalisis lebih jelas dari sudut lebih banyak, dan mereka mengetahui dengan jelas sehingga dari mengetahui, baru bisa kuatir. Orang yang kuatir bukan saja menaruh hati pada sesuatu yang dikuatirkan, tapi juga mempunyai kemungkinan intelek yang cukup kuat untuk menganalisis.

Aspek negatif. Di lain pihak, kita melihat beberapa aspek negatif. Orang yang kuatir mempunyai kelemahan besar, yaitu terlalu pesimistis. Terlalu negatif. Pintar tetapi negatif. Pintar tetapi pesimis. Apa bedanya orang yang pesimis melihat kesulitan di tengah kemungkinan. Ini sulit, tapi tidak apa-apa. Sulit itu hal yang lumrah. Kesulitan adalah tantangan, Melalui kesulitan, saya baru tahu bagaimana harus berjuang untuk mengatasi. Orang yang pesimis selalu melihat kesulitan di dalam setiap kemungkinan, sedangkan orang yang optimis selalu melihat kemungkinan di dalam setiap kesulitan. Itu bedanya. Orang yang positif adalah orang yang di dalam segala hal, di dalam berbagai kesulitan, selalu menemukan jalan keluar. Orang yang negatif adalah orang yang di dalam setiap hal, setiap kesempatan, selalu melihat kesulitan-kesulitan yang membuatnya tidak berani melangkah. Ketika orang yang positif melihat kesulitan, dia berkata kepada dirinya, inilah kesempatan untuk menyatakan bahwa saya sanggup mengatasi kesulitan. Sebaliknya ketika orang orang yang pesimis melihat segala keadaan yang enak, dia menguatirkan kapan keadaan yang enak itu akan hilang.

Mungkin kamu telah berpuluh-puluh tahun menjadi orang Kristen, tetapi belum pernah belajar baik-baik untuk tidak kuatir. Suatu hari seorang yang sangat kaya sedang menghitung-hitung hartanya. Selesai menghitung, dia menangis. Ketika ditanya mengapa menangis? Jawabnya : Setelah dihitung, hartaku hanya cukup dipakai oleh anak cucuku sampai 14 generasi saja. Anak cucu sampai 14 generasi masih cukup, generasi ke -15 akan jadi pengemis. Ada orang yang untuk besokpun tidak tahu mau makan apa tetapi tidak menangis, sedangkan cucumu sampai generasi ke-15 baru jadi pengemis, kamu menangis. Tuhan kadang-kadang terlihat seperti kejam. Elia disuruh pergi kerumah seorang janda di sarfat dan menginap dirumahnya. Kalau sekarang seorang hamba Tuhan disuruh menginap di rumah seorang janda, pasti dikira tidak beres. Tuhan berkata, mintalah makanan kepada janda itu, dan Elia melakukannya, janda itu heran, mengapa seorang nabi yang melihat bahwa dirinya di dalam keadaan kelaparan sedemikian, masih tega minta makan darinya? Mengapa Elia minta kepada seorang janda seperti dia, mengapa bukan meminta kepada orang yang kaya? Janda itu tidak memiliki makanan cukup, bahkan hampir tidak memiliki apapun juga. Apalagi masih harus menanggung makan anaknya. Di dapur hanya tersisa sedikit minyak dan sedikit tepung, yang bila dimasak, hanya mendapatkan sedikit roti, lalu habis.

HATI YANG PENUH KEKUATIRAN

Kalau kamu sendiri dalam keadaan yang begitu minim, apakah kamu masih mau memberikan persembahan? Hari ini kamu mempunyai begitu banyak uang dan masih kuatir besok tua miskin. Itu adalah dosa kelebihan yang belum pernah Kamu usir dari rumahmu. Tuhan yang kelihatan kejam, berkata kepada janda itu untuk memberikan Elia makan. Janda itu taat, mengambil minyak, tepung dan membuat makanan untuk Elia, dan berkata, “Sesudah ini, saya dan anak saya akan mati.” Tuhan kelihatan kejam, bukan? Tetapi setelah memberi makan Elia, mau mati, ketika melihat botol kosong itu, ternyata botol itu tidak kosong, masih ada lagi minyak. Kadang-kadang Tuhan mau Kamu habis-habisan baru menambah sesuatu kepadamu. Tuhan tidak melihat gudangmu penuh, atau depositmu begitu banyak angka nol, lalu Tuhan menambah imanmu. Tidak. Kadang-kadang Tuhan kelihatan kejam. Itu karena kita tidak mengerti cara Tuhan.

Yesus berkata jangan kuatir akan apa yang kamu makan, minum, pakai. Berimanlah, hai kamu yang kecil imannya. Maka kita mendapatkan suatu dalil; Di mana kekuatiran bertambah, di situ iman berkurang. Di mana iman berkurang, disitu kekuatiran bertambah. Sebaliknya, dimana kekuatiran berkurang, disitu iman bertambah. Ketika kita kuatir, Tuhan menggeleng-gelengkan kepala dan bertanya, benarkah kamu percaya kepada-Ku? Benarkah kamu menyerahkan hidupmu kepada-Ku? Benarkah kamu tahu Aku mahakuasa? Mengapa Aku terus dicurigai tidak bisa memeliharamu? Jikalau kita setia, jujur, rajin, tekun, dan menjalankan tugas kita sebagai manusia, Tuhan tidak mungkin membuang kita. Tuhan tidak mungkin membiarkan kita.

Beberapa kali ketika saya mengatakan saya akan berhenti dari sebuah pelayanan, saya telah mengetahui kehendak Tuhan dengan jelas. Seumur hidup hanya dua kali saya mengatakan saya undur diri dari sebuah pelayanan. Kalau saya sudah katakan, pasti akan saya jalankan. Saya tidak setuju dengan hamba Tuhan yang sembarangan berkata akan mundur tapi tidak jadi. Orang demikian tidak akan dapat memiliki kuasa dalam khotbah di mimbar karena sembarangan bicara. Ketika saya berkata saya akan mundur dari sebuah gereja satu tahun di depan, majelis datang ke rumah saya agar saya berubah pikiran. 

Tapi saya tidak berubah pikiran karena saya tahu pimpinan Tuhan dengan jelas. Tahun depan bulan ini hari ini. Ada 1 tahun untuk kita berdoa supaya Tuhan kirim orang melayani mengganti saya. Tidak lama kemudian saya berkata, bulan depan tahun depan saya akan tinggalkan SAAT (Seminari Alkitab Asia Tenggara), dan saya tahu kehendak Tuhan. Saya tidak akan memulai satu hal dengan sembarangan, tapi akan sampai matang betul-betul mengetahui pimpinan Tuhan. Saya tidak akan memindahkan satu langkahpun kecuali pimpinan Tuhan jelas di dalam diri saya. Mereka menahan saya, tapi karena kehendak Tuhan. Saya hampir tidak pernah memutuskan sesuatu sembarangan, itu sebabnya saya hampir tidak pernah menyesal sebagai hamba Tuhan. Saya meninggalkan Surabaya, kemudian meninggalkan Malang, datang ke Jakarta tanpa uang, dan dengan tidak tahu akan tinggal di mana. Dengan iman, dan bersama Tuhan, saya tidak kuatir. Yang menjadi istri saya perlu ketaatan dan iman yang cukup juga.

Yesus berkata, jangan kuatir akan apa yang kamu makan, minum, pakai. Bukankah Bapamu yang di sorga yang memelihara burung, bunga, rumput, juga memelihara kamu? Bukankah hidupmu jauh lebih bernilai daripada segala sesuatu itu? Masakan Bapamu meninggalkan kamu? Yesus berkata, carilah Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya terlebih dahulu, yang kamu butuhkan akan ditambahkan (bukan diberikan) kepadamu. Kalau kamu mencari Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka Tuhan akan menambah yang kamu perlukan lebih dari sekedar cukup saja. Saya melihat dengan mata saya sendiri, orang yang sungguh-sungguh ikut, taat, dan percaya Tuhan, bukan saja diberikan cukup, tapi juga diberikan lebih, karena Tuhan tidak buta. Tuhan bukan Tuhan yang melupakan anak-anakNya. Dia menepati janji, Dia tidak pernah merugikan manusia yang sungguh-sungguh mencintai-Nya.

Jika Tuhan melatih, itu adalah kasus khusus. Pada saat semua anak Ayub diambil jiwanya oleh Tuhan, diizinkan terbunuh mati semua pada satu hari bersamaan dengan semua hewan yang dimiliki Ayub, maka itu adalah kasus khusus yang sangat jarang terjadi dalam sejarah. Itu membuktikan bahwa Tuhan kadang melakukan hal yang melampaui hikmat manusia, tetapi Dia tetap tidak bersalah. Di situ iman menyanyi di dalam malam yang gelap. Iman memuji di dalam latihan ujian yang sangat sengit. Faith sings in the darkest night, my Lord is merciful, my Lord is good. Akhirnya Tuhan memberikan dua kali lipat dari apa yang pernah diambil, karena Tuhan tidak membuang manusia.

Belajar untuk tidak kuatir itu tidak mudah. Orang yang kuatir tidak mau mengaku bahwa mereka kuatir. Mereka berdalih, “Saya banyak berfikir.” Orang yang takut selalu tidak mengaku takut, hanya mengaku mereka berbijaksana. Peribahasa Tionghoa berkata, “bu pa yi wan, zhi pa wan yi” yang artinya saya tidak takut sepuluh ribu, hanya takut di dalam sepuluh ribu terjadi satu kali. Waktu pesawat China Airlines meledak, orang bertanya kepada saya, apakah saya masih mau memakai China Airlines? Masih. Kalau sudah meledak, berarti dalam beberapa tahun lagi pasti tidak meledak, itu pikiran saya. Tidak ada yang hari ini meledak, besok meledak, setiap hari meledak. Kalau hari ini China Airlines meledak, besok yang meledak mungkin United Airlines, bukan China Airlines. Bali meledak, semua tidak pergi ke Bali. Setelah meledak, cepat pergi karena murah. Orang yang habis meledakkan tidak mungkin hari kedua bulan kedua di situ lagi, dia pasti pindah tempat. Kalau kamu berkata. “Saya dicopet di Grogol.” Besok pergi lagi, karena pencopetnya besok tidak beraksi di Grogol tapi pindah ke Pondok Indah. Lusa ke Medan.

KUATIR Vs CEMAS

Kita terlalu kuatir. Tapi yang kita kuatirkan sering kali tidak terjadi. Yang rugi ialah kita sendiri kalau kita terus diikat oleh kekuatiran. Sebenarnya kekuatiran dibagi menjadi dua jenis yang utama : worry (kekuatiran) dan anxiety (kecemasan). Yang disebut worry adalah kekuatiran seperti yang kita tahu, yang kita alami, dan yang kita mengerti sebagai sesuatu yang atasnya kita tidak berkuasa sehingga kita merasa takut secara mendetail. Anxiety (Angst dalam bahasa Jerman) berbeda dengan worry. 

Di dalam filsafat eksistensialisme, orang-orang seperti Jean Paul Sartre, Albert Camus, Unamuno dari Spanyol, Berdyaev, dan Heidegger berbicara mendetail sekali mengenai “angst.” Tetapi keseluruhan yang mereka bicarakan itu mempunyai satu ciri khas, yaitu kekuatiran total. Ini berbeda dengan kekuatiran mendetail, misalnya, saya kuatir tidak ada makanan, kuatir suami dipukul, atau kuatir akan satu sektor, atau kuatir akan sesuatu dari bagian hidup yang kecil-kecil itu adalah worry. Tetapi yang disebut angst atau anxiety bukan kekuatiran yang mendetail, melainkan kekuatiran yang merupakan totalitas dari semua kuatir. 

Di dalam eksistensialisme, angst adalah “saya tidak pernah tahu apa itu mati sekarang harus menghadapi kematian.” Ketakutan yang total, bukan lagi tentang makanan, minuman, pakaian, anak, politik, atau masyarakat, melainkan ketakutan my existence in facing nonexistence (aku yang ada sedang menghadapi kondisi menjadi tidak ada; aku yang sekarang hidup menghadapi kondisi kematian). Orang demikian sedang menghadapi sesuatu yang tidak diketahuinya sama sekali apa yang akan terjadi kemudian. Itulah yang mengakibatkan ketakutan yang luar biasa, total worry atau anxiety. Existence facing nonexistance. Yang sekarang ada mengahadapi kondisi menjadi tidak ada.

Kalau saya memberikan kertas dan menyuruh kamu menuliskan cara mati yang paling kamu takuti, lalu dibacakan. Itu akan menjadi sangat menarik. Ada yang takut mati ditusuk, ada yang takut mati ditabrak mobil, ada yang takut cacat, takut ini, dan takut itu. Setiap orang punya ketakutan cara mati yang berbeda. Kalau suatu hari ada yang mengatakan kamu pasti mati dalam beberapa waktu lagi, maka saat itu kamu akan mengalami sesuatu yang belum pernah kamu alami sebelumnya di dalam hidup. Tahun 1984, saya divonis oleh dokter yang kurang pintar atau kurang teliti bahwa saya mendapat kanker lever dan pasti akan mati dalam satu tahun. Setelah memeriksa saya, dia memberitahukan hasilnya pada keesokan harinya. Jadi, saya mendengar khabar tersebut melalui telegram setelah saya di Hong kong. Kakak saya langsung menelepon istri di Malang. Apakah saya menangis? Yang saya ketahui adalah bahwa saya masih ada 1 tahun, itulah optimisme. Masih ada 1 tahun. Maka saya langsung merencanakan bagaimana melayani Tuhan, dan memimpin kebaktian. Jangan sampai sudah tidak kuat baru berkata, saya mau melayani-Mu. Bagaimana setelah saya tahu bahwa saya hanya ada 1 tahun? Setelah saya tahu, saya langsung berdoa, “Tuhan, sekarang berilah kekuatan kepada saya untuk mengatur bagaimana saya melewati satu tahun terakhir ini, karena saya milik-Mu. Saya orang yang beriman kepada-Mu. Saya bukan milik saya sendiri, saya mau atur baik-baik. Berilah saya hikmat untuk menghitung hari-hari saya di dalam tangan-Mu.” Saya berdoa, tenang hati saya. Saya mulai merencanakan sesuatu.

Tetapi di dalam jiwa sedalam-dalamnya, ada satu suara, benarkah saya harus pergi sekarang? Saya baru berusia 40 tahun lebih. Benarkah saya harus pergi tahun ini? Hidup begitu pendek? Hidup begitu serius? Ampunilah saya kalau dulu banyak waktu yang saya buang, atau kurang rajin, kurang setia, dan kurang mencintai Engkau. Oh Tuhan ampunilah saya jika di dalam hal-hal yang harus saya kerjakan, saya telah membuang banyak banyak waktu. Sekarang berilah kekuatan kepada saya supaya say mengatur kembali waktu saya. Saya bersyukur dokter salah mendiagnosis. Kalau dia berkata, “Engkau masih bisa hidup 100 tahun.” Maka mungkin khotbah saya hanya sedikit. Tapi karena dagnosis salah itu, saya mulai merencanakan untuk mengadakan dua kali SPIK (Seminar Pembinaan Iman Kristen) pada tahun 1984. SPIK itu saya tempuh dari Malang ke Surabaya dengan Mobil, lalu naik pesawat ke Jakarta. Khotbah satu kali lalu besoknya pulang lagi. Minggu depan terbang lagi, dan terbang lagi. Ternyata semua ini merupakan persiapan bagi saya yang sekarang terbang setiap hari.

Jadi, cara Tuhan bekerja itu baik sekali. Karena Tuhan tidak pernah salah. Kesalahan manusia pun di dalam tangan Tuhan menajdi berkat besar. Kalau tahun itu saya mati, maka sekarang kamu bertemu hantu. Saya tidak mati, malah semakin lama semakin sehat. Saya hampir tidak pernah kuatir. Saya memeriksa darahpun hanya untuk mengetahui perkembangan. Selama 18 tahun, hasil pemeriksaan terus sama. Sama berarti tidak mundur, berarti puji Tuhan. Saya sampai membaca buku setebal 700 halaman mengenai sakit lever. Setelah itu saya tanya dokter, dan saya baru tahu ada dokter-dokter yang setelah lulus tidak pernah membaca buku lagi. Hal-hal yang saya mengerti, ada yang tidak mengerti karena dia tidak membaca lagi. Sama seperti ada orang Kristen yang terus membaca buku rohani dan buku theologi, tetapi yang lulus sekolah theologi, tidak pernah membaca buku lagi, setelah lulus akan lebih tidak tahu daripada orang awam.

Tidak kuatir, tapi terus melayani, dan setiap tahun pelayanan semakin bertambah. Tahun lalu adalah tahun yang paling sibuk dalam 46 tahun pelayanan saya. Selain berkhotbah di Amerika, saya juga berkhotbah di lima negara setiap minggunya. Sepanjang tahun demikian, masih melayani juga di Selandia Baru, Amerika, Roma, Prancis, dan mengadakan kebaktian, SPIK, retret, dan kebangunan rohani di 25 kota. Kuatir? Tidak perlu. Heran sekali, bulan lalu ketika diperiksa terakhir SGPT/SGOT saya normal kembali seperti orang biasa. Heran sekali, selama 18 tahun tidak pernah bertambah. Kalau dulu saya terus kuatir, untuk apa? Orang yang terus kuatir belum tentu lebih sehat, mungkin malah lebih sakit.

MENGALAHKAN KEKUATIRAN

Yesus berkata, siapa diantaramu dengan kekuatiranmu bisa menambah satu inci hidupmu? Kuatir malah bisa membuat lebih cepat mati. Ibu Lety, seorang anggota kita, adalah seorang yang luar biasa. Dia menderita kanker dan masih diobati di Singapura, tapi dia tidak pernah menyatakan kekuatirannya. Hidupnya penuh dengan penyerahan kepada Tuhan. Dia mengetahui Tuhan tidak meninggalkannya. Kekuatiran tidak pernah menolong. Kekuatiran mengganggu iman. Kamu berkata, ”Saya tahu. Saya tahu tidak boleh kuatir. Tapi bagaimana supaya tidak kuatir?”

Paulus berkata, “Bersukacitalah di dalam Tuhan!” Nyatakanlah kelembutanmu yang suka mengalah. Suka mengalah, bukan suka merebut. Orang yang terus mau menang akan penuh dengan susah payah. Orang yang suka mengalah dan rela mengalah akan penuh dengan ketenangan. Kalau tidak percaya, praktikan apa yang saya katakana. Tuhan sudah dekat. Kalau Tuhan sudah dekat, semua selesai. Semua menjadi nothing. Tidak ada yang dapat kita banggakan atau sombongkan ketika Tuhan sudah dekat. Dengan doa, permohonan, dan ucapan syukur, serahkanlah segala kekuatiranmu kepada Tuhan, jangan kuatirkan apapun. Tidak ada satupun hal yang perlu kamu kuatirkan.

Bagaimana caranya? Apakah “serahkan kepada Tuhan” berarti kita tidak lagi bertanggung jawab? Tidak. Sekarang kita harus membedakan melarikan diri dari tanggung jawab dengan serahkan kepada Tuhan. Kedua hal itu tidak sama. Serahkanlah kepada Tuhan berarti segala kesulitan yang melampaui kesanggupanku untuk menanggungnya, kuberitahukan kepada Tuhan, tapi kewajiban yang harus saya lakukan tetap saya tanggung di bahu. Itulah artinya serahkan kepada Tuhan.

Ada orang yang dengan mudah berkata “serahkanlah kepada Tuhan, serahkanlah kepada Tuhan.” Apa artinya? Artinya jangan serahkan kepada saya, saya bohwat (Angkat tangan). Orang yang membesuk menyuruh orang lain untuk “serahkan kepada Tuhan” karena si pembesuk tidak mau diserahi, “serahkanlah kepada Tuhan, jangan serahkan kepada saya, saya masih akan membesuk yang lainnya lagi.” Serahkan kepada Tuhan , lalu kamu menikmati kelegaan di dalam meminta kekuatan Tuhan untuk menjalankan tugas menanggung beban berat. 

Ada sebuah cerita tentang seseorang yang memikul kayu berat sampai berkeringat. Lalu seorang dengan mobil pick-up yang melewati jalan itu berhenti, dan dengan baik hati menawari tukang kayu itu untuk naik ke mobilnya. Tukang kayu itu naik di belakang mobil dengan perasaan sangat berterimakasih. Kira-kira setengah jam kemudian, pemilik mobil tersebut mendengar di belakang ada suara seperti orang sedang keletihan karena mengangkat barang berat. Ketika dia menengok, ternyata di dalam mobilpun tukang kayu itu masih memikul kayunya yang berat. Kalau tadi di jalan dia memikul kayu sambil berjalan maka kini sambil duduk.”lho, mengapa masih dipikul?” Jawab tukang kayu, “Saya sangat berterima kasih sudah dapat naik mobil ini dengan tidak bayar. Jadi supaya tidak membebani mobilmu lebih berat lagi, pikulan ini biar saya yang pikul.” Jangan kamu tertawa, karena hal ini mencerminkan dirimu sendiri. Kamu mau ikut ke sorga tetapi tetap memikul bebanmu sendiri. Banyak orang Kristen seperti ini. “Puji Tuhan saya bisa ikut ke sorga, tapi biarkan saya memikul pikulan saya sendiri.”

Paulus berkata, jangan kuatir akan apa pun, serahkan pada Tuhan dalam doa, permohonan, dan ucapan syukur. Inilah hidup berdoa yang sempurna. Kelemahan kita adalah kebaktian doa kita selalu dipenuhi hal yang kedua. Doanya tidak ada, syukurnya tidak ada, yang ada hanya permintaan. Apa bedanya doa dari permintaan, dan apa bedanya permintaan dari ucapan syukur? Dalam doa, ada tiga tahap. Tahap kedua, meminta sesuatu dari Tuhan. Tahap ketiga, mengembalikan ucapan syukur untuk Tuhan dengan mengucapkan terima kasih. Dalam tahap pertama, hanya memberi tahu, tidak ada hal yang lain: tidak meminta, tidak bersyukur, hanya memberi tahu. Kedua, meminta, karena memerlukan, meminta belas kasihan Tuhan untuk memenuhi kebutuhanmu. Ketiga, mengucapkan terima kasih. Itulah bersyukur. Apakah kebanyakan doa kita penuh dengan doa memberi tahu? Apakah doa kita penuh dengan ucapan syukur? Tidak, kebanyakan doa kita hanya penuh dengan permintaan. Selain minta-minta yang tak habis-habisnya, tidak pernah memberi tahu dan tidak pernah berterima kasih, itulah kelemahan kerohanian kita.

Apakah artinya memberi tahu? Memberi tahu seperti relasi rutin antara kawan akrab. Senangkah kamu jika ada orang yang tidak pernah datang kerumahmu, tiba-tiba datang dan meminta uang seratus juta? Tidak pernah mengunjungi, tidak pernah menelepon, tidak pernah datang, tidak pernah mendukung, tapi begitu datang, meminta seratus juta. Di saat tidak ada keperluan, tidak pernah datang. Ada perlunya, baru datang. Tapi adalagi semacam orang yang menelepon menanyakan kabarmu. “Bagaimana, baik-baik? Tidak ada apa-apa, saya hanya mau Tanya khabar.” Orang seperti itulah kawanmu yang baik. Orang yang hanya datang untuk meminjam uang atau memohon sesuatu adalah orang yang egois. Ada orang yang dalam doa kepada Tuhan memberi tahu. ”Tuhan hari ini saya begini-begini…” Tuhan senang dengan orang yang datang memberi tahu seperti dua kawan akrab yang saling bertukar pikiran. Tapi kebanyakan orang Krsiten tidak pernah memberi tahu Tuhan, hanya meminta-minta saja setiap hari, dan setelah selesai ditolong, menghilang dan tidak berterimakasih.

Sebelum terjadi sesuatu, beri tahu Tuhan. Saat terjadi sesuatu, minta tolong pada Tuhan. Sesudah ditolong, bersyukur. Tuhan tidak senang pada orang Kristen yang tidak memberi tahu, tidak bersyukur, dan hanya datang meminta saja. Yesus berkata, bukankah ada sepuluh yang disembuhkan dari sakit kusta? Tetapi hanya satu orang Samaria ini yang kembali bersyukur memuliakan Tuhan. Tuhan sangat tidak puas dengan orang yang sesudah menerima anugerah tidak mengucap syukur kepada-Nya. Bagaimana kamu mengalahkan kekuatiran? Bagaimana kamu menang atas kekuatiran? Caranya adalah dengan datang kepada Tuhan. Bersukacita dalam Dia, berdoa kepada Dia, beritahukan kepada-Nya kebutuhanmu, mohon anugerah-Nya, dan bersyukurlah kepada-Nya atas pertolongan-Nya. Rejoice in the Lord, pray before Him, tell Him what you need, ask His Grace, and give thanks to Him for His help. Ini rahasianya.

Paulus berkata, “Bersukacitalah!” Orang yang menghibur orang lain, dia sendiri memiliki sukacita penuh. Secara lahiriah Paulus berada di penjara ketika menulis surat ini. Jarang ada orang yang dipenjara menyuruh orang bersukacita. Biasanya orang di penjara menelepon untuk meminta-minta, menyatakan kesedihan, kesusahan, kekecewaan, dan keputusasaan. Tapi di dalam penjara Paulus dapat berkata, “Bersukacitalah di dalam Tuhan!” Paulus tidak minta apa-apa. Dia juga mengatakan kamu harus belajar untuk jangan kuatir, berarti dia sendiri sudah mengalahkan emosi sedih, sudah, marah, takut dan kuatir. Orang yang dapat mengalahkan dirinya adalah pemenang yang sejati. Orang yang tidak dapat mengalahkan dirinya selama-lamanya menjadi budak dari emosi yang salah. Dia adalah budak setan yang membelenggu. Orang yang mengalahkan diri telah membuang ketakutan, kekuatiran, dan segala kemarahan yang tidak diperlukan. Maka penuhlah iman, sukacita, cinta kasih, dan pengharapan, karena di mana ada pengharapan, di situ tidak ada ketakutan. Di mana ada cinta kasih, di situ tidak ada benci. Di mana ada iman, di situ tidak ada kekuatiran. Paulus memiliki kemenangan emosi semacam ini, karena itu dia berani berkata, bersukacitalah! Jadilah orang yang datang kepada Tuhan dengan hidup doa yang sempurna: beri tahu, meminta, dan bersyukur.

Coba saya tanya, ketika seorang meminta-minta, bagaimana raut mukanya? Memelas, dan itu jelek bukan? Tetapi ketika seorang berterima kasih, bagaimana raut mukanya? Penuh senyum dan jauh lebih baik, bukan? Saat kamu tersenyum, saat kamu bersyukur, kamu jauh lebih cantik, ganteng, ayu daripada saat kamu bersungut-sungut. Berterima kasihlah kepada Tuhan. Mari kita hidup di dalam emosi yang sehat. Tuhan memberkati kita masing-masing. 

BAB VI : PENGUDUSAN EMOSI.

IRI HATI

“Tetapi pada waktu mereka pulang, ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan membunyikan gerincing;dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya: “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.” Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: “Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya.” Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki Daud.” 

(1Samuel 18:6-9)

Firman ini menceritakan sebuah peristiwa penting yang melukiskan betapa beragamnya hati manusia, yaitu : antara hati Saul dan hati Daud. Saul adalah seorang raja yang diangkat secara demokratis yang pertama dalam sejarah. Bukan Tuhan yang mengangkat, tetapi manusia yang mengangkat. Alkitab mencatat, ini merupakan satu-satunya permintaan manusia dengan suara rakyat meminta Tuhan mengikuti permintaan manusia, dan dikabulkan oleh Tuhan. Berbeda sekali dengan Tiananmen, ketika orang-orang Republik Cina meminta demokrasi atau lebih baik mati. Deng Xiao Ping mengatakan,”Saya tidak akan memberikan demokrasi, dan akan memberikan pilihan kedua yang kalian minta, yaitu mati.”

KETIDAKTAATAN MANUSIA

Ketika orang Israel meminta Tuhan mendengarkan mereka, mereka menginginkan seorang raja. Maka Samuel dengan sedih datang kepada Tuhan, “Apakah permintaan mereka dikabulkan? Tuhan, bukankah Engkau Raja Israel?” Sekarang rakyat dengan suara dewan perwakilan rakyat seluruhnya meminta Tuhan mendengar mereka, bukan mereka mendengar Tuhan. Mereka meminta raja, ini suara demokrasi. Tuhan bilang,”Dengarkan saja.” Di sini kita melihat bahwa Tuhan tidak pernah membunuh kebebasan. Tuhan tidak pernah mengikat kebebasan manusia. Tuhan memberikan kebebasan yang berakibat mematikan kebebasan. Ada keliaran kebebasan berdasarkan ambisi kebebasan yang tidak mau taat kepada Tuhan. Disitulah pertama kali demokrasi membunuh demokrasi. Ini ironi yang kita pelajari dalam Alkitab untuk menjadi cermin setiap zaman,

Demokrasi tidak dibunuh oleh theokrasi. Demokrasi juga tidak dibunuh oleh monarki. Demokrasi dibunuh oleh demokrasi itu sendiri. Maka berdirilah sebuah kerajaan yang tidak menjadikan Tuhan sebagai pemimpin yang paling penting dan utama. Rakyat berkeinginan memimpin sendiri dengan memilih seorang raja berdasarkan ukuran atau standar manusia. Apa syaratnya? Bertubuh tinggi dari yang lain, mempunyai tubuh yang kekar, mempunyai postur fisik yang melebihi orang lain. Saul menjadi raja karena kehendak rakyat, karena kebolehan fisik, dan karena anugerah Tuhan. Tapi dia tidak mengembalikan kemuliaan Tuhan. 

Alkitab mengatakan, Tuhan yang begitu bijaksana menyatakan kebodohan manusia. Manusia memilih pemimpin yang bertubuh besar. Tuhan mengirim Goliat yang lebih besar lagi dari pemimpin yang mereka pilih agar mereka jera. Manusia selalu berfikir dirinya pintar. Barang siapa berpikir dirinya pintar, dia sedang bersandiwara, dia akan dikucilkan oleh Tuhan. Kalau kita menganggap diri pintar, mengira dapat mengelabui orang, dan selalu menyimpan motivasi yang tidak jujur dibalik setiap tindakan kita, apakah Tuhan tidak tahu? Orang yang menganggap diri pintar adalah orang yang menganggap semua orang lain bodoh dan bisa ditipu olehnya, tapi akhirnya semua dipermainkan Tuhan karena dia mempermainkan diri terlebih dahulu. Ketika orang Israel memilih raja yang bertubuh besar. Tuhan mengirim Goliat agar raja Israel yang bertubuh besar itu ketakutan tidak berani keluar. Berbulan-bulan orang Israel mendegar hujatan orang kafir yang mempermalukan Allah mereka. “Jika Yehovah Allahmu, jikalau Dia Tuhanmu, kirimlah seorang yang berani berperang dengan saya.” Kata-kata itu tidak dapat dijawab.

Bukankah pada hari-hari ini kita mendengar suara Amerika, suara Irak, suara-suara saling mengadu kuasa? (Konteks kalimat ini adalah perang Irak 2003, di mana Amerika dan sekutunya menyerang Irak dan berusaha untuk menangkap Sadam Hussein, yang diperkirakan menyembunyikan senjata-senjata pemusnah massal, yang akhirnya tidak terbukti). Itulah suatu kerutinan yang terus terjadi dalam sejarah. Manusia mau menyatakan bahwa diri mereka lebih hebat daripada yang lain. Tapi setelah mendengar suara yang lebih hebat dari yang”paling hebat.” maka yang”paling hebat” itu menjadi kerdil, menyembunyikan diri dengan tidak bersuara. Sekalipun saat itu nama Tuhan diejek dan dihujat. Tuhan berkata,”Aku mengirim Goliat dari barisan musuh yang begitu besar untuk menakuti kamu, dan Aku mengirim Daud yang lebih kecil dari siapa pun untuk melawan yang paling besar, untuk membuktikan bahwa bersandar pada Tuhan adalah lebih penting daripada bersandar pada manusia.”

PIKIRAN TUHAN Vs PIKIRAN MANUSIA

Daud adalah seorang anak bungsu. Daud seorang yang kurang dipandang. Bahkan ayahnya sendiri melupakannya. Waktu Samuel bertanya, “Inikah anakmu semuanya?” Ayahnya menjawab, “Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang mengembalakan kambing domba.” Ketika Daud dibawa kepada Samuel, Tuhan berkata, “ Inilah dia yang berkenan kepada-Ku, yang menjadi raja Israel.” Pimpinan Tuhan mengherankan sekali. Tuhan kadang membangkitkan anak kecil yang kamu hina untuk menjadi pemimpin yang paling penting. Saya sungguh-sungguh mau mempelajari semua prinsip Alkitab. Ketika mempelajari, saya merasa gentar, karena cara kerja Tuhan sangat berbeda dengan cara kerja kita.

Kemudian Daud diberi pakaian perang Saul untuk berperang. Raja pada zaman dahulu harus maju berperang. Raja zaman sekarang hanya berada di istana, lalu memerintahkan serdadu berperang sampai mati, sementara raja bersembunyi di belakang. Pada zaman dahulu, orang yang berani dibarisan depan, yang berani maju berperang, dialah yang boleh menjadi raja. Gerakan Reformed Injili harus kembali kepada Alkitab. Orang-orang yang berani berjuang dari nol baru boleh menjadi pemimpin. Mereka yang hanya mau menerima yang enak saja, silahkan pergi. Bekerja dari tidak ada menjadi ada, menginjili orang dari bukan Kristen sampai menjadi Kristen, baru boleh menjadi pemimpin. Ini prinsip Alkitab. Kalau semua prinsip Alkitab ini tidak dijalankan, gereja ini boleh tidak ada di dalam dunia. Setiap khotbah yang tidak saya jalankan, lebih baik tidak saya khotbahkan. Saul mempunyai baju besi yang begitu kuat, sangat defensif, sangat menolong agar tidak celaka oleh panah musuh. Tetapi Daud mengatakan bahwa baju itu terlalu berat dan membuatnya tidak bisa bergerak. 

Cara Tuhan adalah menanggalkan hal-hal yang terlalu memberatkan secara duniawi. Gereja-gereja yang terlalu mementingkan organisasi, keuangan, orang kaya, tidak akan disertai oleh Tuhan. Tetapi gereja yang bersandar pada Tuhan, walaupun tidak memiliki baju baja, akan disertai Tuhan, seperti Tuhan menyertai Daud. Banyak orang kaya telah menggunakan begitu banyak uang menjalankan begitu banyak usaha, dan memiliki serta mengerjakan banyak talenta untuk memperkaya diri sendiri, tetapi berapa banyak yang mereka pakai untuk melebarkan kerajaan Tuhan? Berapa banyak waktu uang, talenta, anugerah Tuhan yang kamu pakai untuk memperkembangkan usahamu, dan berapa banyak waktu yang kamu pakai untuk berdoa mengembangkan kerajaan Tuhan?

Saul berbaju baja, Saul berorganisasi, Saul memiliki tentara. Tapi Tuhan bertanya, di manakah kamu? Bersembunyi dan tidak berani keluar. Di luar ada suara setan, suara Goliat yang berkata, “Yehovah, jika Engkau Allah, di mana umat-Mu? Keluarlah dan berperang melawan saya!” Tuhan tidak memakai jenderal, tidak memakai organisasi, tidak memakai tentara, tetapi memakai Daud yang berkata, “Tuhan, aku mau dipakai oleh-Mu.” Kalau besok ada seorang Daud yang usianya masih muda menjadi pemimpinmu, apakah kamu bisa menerima? Saul berkata, “Tidak! Kalau saya yang menjadi raja, maka seharusnya terus saya yang menjadi raja. Saya dipilih oleh MPR, oleh rakyat, tidak ada orang yang boleh mengganggu status quo saya.” Ini semua terus terjadi dalam sejarah. Tapi manusia sengaja membutakan diri, sengaja melawan Tuhan, sengaja bermain dengan Pencipta langit dan bumi.

Di manakah Saul? Di atas taktha, takhta apa? Takhta yang goncang. Karena hanya menghadapi suara kafir yang berteriak-teriak, dia sudah tidak bisa melawan. Dimanakah kuasa rakyat? Kalau rakyat melihat raja tidak berjuang, mereka juga tidak berjuang. Mereka hanya menunggu sampai ada seseorang yang dapat melawan Goliat, agar mereka mendapatkan kemerdekaan yang kokoh. Tapi Saul tidak keluar. Akhirnya Daud berkata, “Aku yang keluar. Aku yang pergi,” Daud memang masih muda, kurang berpengalaman, tidak mempunyai gelar, tidak mempunyai prestasi akademis, tetapi mempunyai Tuhan. 

Sejak sejarah gereja dimulai sampai sekarang, silahkan Anda melihat dan mempelajari, apakah orang-orang yang memajukan gereja adalah orang akademisi, atau orang kaya, atau orang yang mempunyai kekuatan organisasi, atau justru adalah orang-orang yang sepenuhnya bersandar pada Tuhan? Anak-anak yang sekolah theologi, silahkan sekolah lebih banyak, silahkan studi sebanyak mungkin, tetapi kalian perlu belajar untuk bersandar pada Tuhan lebih dari semua itu. Saya bukan anti akademis, saya pribadi memiliki lebih dari 10.000 buku, tetapi saya senantiasa bergumul untuk setiap khotbah, dan tidak mencuplik dari lembaran buku-buku karya orang lain.

KEMENANGAN CARA TUHAN

Kita harus mengerti, hanya Tuhan yang memberkati sejarah, memberkati gereja, memberkati pekerjaan-Nya sendiri, tidak ada unsur lain. Daud maju berperang dengan mengambil lima batu kecil dari sungai Yordan. Menurut Wang Ming Dao, karena batu itu bundar, maka sebenarnya tidak mudah untuk batu demikian menusuk masuk ke dalam tubuh orang lain. Bukankah seharusnya yang lancip lebih baik? Tapi justru Tuhan menyuruh Daud mengambil batu yang licin. Batu menjadi licin karena terasah oleh alam dan air di tepi sungai selama ribuan tahun. Sampai kehebatannya sendiri sudah dihancurkan, menjadi licin, menjadi tidak lagi mempunyai “tanduk-tanduk.” Mengapa banyak hamba Tuhan yang tidak bisa dipakai Tuhan? Karena terlalu banyak “tanduk-tanduk,” terlalu hebat, terlalu pintar, dan terlalu sadar dirinya pintar. Tuhan memakai orang yang mau dilatih, mau diasah, mau dilicinkan sampai tidak ada lagi tanduk untuk menjadi alat di tangan Tuhan sendiri.

Begitu Daud melempar batu itu, segera Goliat jatuh. Ini adalah hal yang mengubah sejarah, yang mengubah hukum alam, yang mengubah hukum militer, yang mengubah situasi politik. Yang selama ini menangis menjadi tertawa, yang tertawa menjadi menangis. Karena Tuhan mengubah iklim. Tuhan bisa memakai hanya 300 orang anak buah Gideon sementara dua puluh dua ribu orang lainnya disuruh pulang. Tuhan bisa memakai satu Daud untuk menghancurkan Goliat dan mengubah Israel dari kalah menjadi menang. Apa gunanya demokrasi? Apa gunanya Saul? Apa gunanya tentara? Apa gunanya baju baja yang begitu besar? Ketika Tuhan mau mengerjakan sesuatu, jangan kita berasumsi cara kita lebih baik daripada cara Tuhan.

Daud tidak berhenti sampai disana. Daud yang kecil memenggal kepala Goliat dengan pedang Goliat. Memakai senjata musuh untuk membunuh musuh. Ini yang dikatakan sebagai senjata makan tuan. Pedang Goliat yang semula mau menghancurkan Daud akhirnya menjadi pedang yang memenggal kepala Goliat sendiri. Kepala Goliat yang penuh dengan darah dibawa Daud pulang dan semua orang Israel berseru, “Saul membunuh beribu-ribu…” Saul mendengar , dan dia senang karena berfikir rakyat masih taat kepadanya. Tetapi Tuhan tahu siapa pemenang sebenarnya, bukan organisasinya, bukan rajanya, tetapi ada unsur X yang tidak diketahui dunia, yaitu seorang muda yang taat kepada pimpinan Roh Kudus dan yang bersandar pada Tuhan. Setiap gerakan akan timbul dari orang-orang yang betul-betul bersandar pada Tuhan, dan dari situ akan ada kelanjutan dan kelestarian kemenangan yang diijinkan Tuhan.

IRI HATI SAUL

“Saul membunuh beribu-ribu, tetapi Daud berlaksa-laksa.” Pada saat ini X-Ray Tuhan memunculkan hasil, jiwa seorang pemimpin. Saul memikirkan satu hal, “ beribu-ribu untuk saya, berlaksa-laksa untuk Daud. Kalau demikian, apalagi yang tersisa dari takhtaku? Tunggu dia yang naik, matilah saya.” Mulai hari itu, Saul dengki, takut, marah, benci, dan berencana membunuh Daud. Semua ini tercatat dalam Alkitab . Iri hati itu begitu jahat. Iri hati bukan anak tunggal, iri hati adalah nenek moyang yang melahirkan cucut buyut yang tidak habis-habis. Orang yang iri pasti akan mendengki, mulai marah, membenci, membunuh, dan tidak berhenti pada iri saja. Orang yang iri tidak mungkin tidak akan mendengki. Sesudah mendengki, pasti menganggap yang dengki itu musuh, meskipun sudah banyak ditolong. Sesudah menjadikan orang itu musuh, dia mulai marah kepada orang itu. Ketika kamu mengamati segala gerak-geriknya, kamu mulai takut, benci, dan berusaha membunuhnya.

Pemimpin yang berjiwa demikian, apakah bisa disebut seorang pemimpin? Bukankah seluruh Israel sekarang boleh hidup terus hanya seorang Daud yang membunuh Goliat? Seharusnya Daud ditinggikan dan dimuliakan, tetapi Daud hanya diangkat sebagai perdana menteri. Kalau Daud diangkat menjadi Jenderal dari semua Jenderal, maka semua jenderal pun akan membenci Daud. Seorang muda yang mempunyai talenta khusus bersandar pada Tuhan akan menjadi sasaran penindasan oleh mereka yang lebih senior. Kalau kita benar-benar mau diberkati oleh Tuhan, kita harus belajar melihat pimpinan Tuhan, belajar memuliakan Tuhan yang patut dimuliakan, dan taat kepada apa yang diatur oleh Tuhan.

Ada empat hal yang ditulis dalam Roma 13. Yang sering dikhotbahkan dari Roma 13 adalah taat pada penguasa. Pemerintah-pemerintah dunia paling senang kalau gereja mengkhotbahkan ini. Tapi saat saya mengkhotbahkan ayat ini, versi saya berbeda. Ada empat butir penting, yaitu :

Yang kepadanya harus diserahkan pajak.

Yang harus ditakuti,takutilah

Yang harus dihormati, hormatilah dan

Yang harus dikasihi, kasihilah

Di sana ada kewajiban, ada obligasi, ada tanggung jawab. Kalau seseorang harus dihormati, hendaklah kita menghormati dia, jangan kita tidak menghormatinya. Kalau seseorang harus ditakuti, takutilah dia, jangan dimusuhi. Kita harus takut kepada orang yang patut ditakuti. Kita harus menghormati orang yang patut dihormati. Kita harus memuji orang yang patut dipuji. Ketika kamu memuji seseorang, dan ada orang yang benci pada orang yang dipuji, maka di situ ada iri hati. Kalau memang patut dipuji, pujilah. Itu namanya kebesaran hati.

Ada orang yang dari mulutnya hanya muncul kritik, tidak pernah pujian, karena di dalam hatinya tidak ada tempat untuk menerima, melihat, mendengar, menampung kelebihan orang lain. Kalau ada orang lebih baik dari saya, bagaimana saya harus bersikap? Saya harus mengakuinya. Kalau ada orang lebih cantik, lebih tampan, lebih cakap dari kita, kita harus mengakuinya, lalu kita bersukacita , dan bersyukur. Jangan kita membenci dan mengharapkan dia cepat mati. Kebesaran hati dan hati yang lapang adalah sumber kebahagiaan. Milikilah hati yang besar, hati yang bisa menerima kelebihan orang lain, hati yang bisa menikmati kelebihan orang lain, hati yang mengakui kelebihan orang lain, hati yang berani memuji orang lain.

Bukan berarti kalau kita memuji orang lain, kita tidak boleh mengkritiknya. Bukan berarti kalau kita memuji orang lain. Kita tidak bisa menikmati kelebihan orang lain. Semua ada waktunya dan harus pada tempatnya. Yang patut dipuji, pujilah. Yang patut ditakuti, takutilah. Yang patut dihormati, hormatilah. Yang patut dikritik, kritiklah. Tetapi barang siapa mengkritik orang lain, sebelum melakukannya, harus mengisi dan mendoakan orang yang dikritik tersebut. Janganlah kamu tidak pernah menangisi dia, tidak pernah benar-benar terbeban untuk memperbaiki dia, tetapi hanya mengkritik dan mengkritik saja. Ini suatu sikap yang sepatutnya ditunjukan oleh setiap orang karena menerima pengaturan Tuhan yang memang tidak memberikan talenta kepada setiap orang secara merata. Tidak ada anugerah yang merata. Anugerah yang merata adalah ide komunisme yang tidak pernah terjadi.

Tuhan memberikan talenta kepada setiap orang secara unik dan berbeda-beda, ada yang dua ribu, ada yang lima ribu, ada yang sepuluh ribu. Setiap orang tidak diberi secara sama rata. Ada orang yang lebih kaya, ada orang yang lebih miskin, itu lumrah. Ada orang yang lebih bodoh, itu wajar. Ada orang yang lebih sehat, ada orang yang lebih sakit, itu tidak apa. Apakah saya yang batuk iri kepada kamu yang tidak batuk? Apakah saya harus mendoakan agar kamu juga batuk, baru saya menerima bahwa Tuhan itu adil? Itu tidak benar. Kalau saya batuk, itu adalah bagian saya. Saya akan mencari obat untuk menyembuhkan, tetapi kalau tidak ada dan harus mati, ya tidak apa-apa juga, karena memang manusia harus mati. Tetapi sebelum mati marilah kita membandingkan, saya yang batuk-batuk sambil terus berkhotbah, sedangkan yang tidak batuk malah ketiduran, manakah yang lebih baik? Kalau mau membandingkan, kita harus membandingkan dengan cara demikian.

Di Tiongkok ada seorang bernama Lu Xun, yang saat ini dijunjung tinggi oleh Komunis. Padahal kalau dia masih hidup, dia pasti mengkritik Komunisme habis-habisan. Dia salah seorang pujangga terbesar pada abad kedua puluh. Dia salah seorang pujangga terbesar pada abad kedua puluh. Di dalam sebuah ceritanya, dia menceritakan seorang yang bernama Ah Qi, yang selalu iri hati dalam hal apa pun. Dia selalu menginginkan apa yang dimiliki orang lain. Kalau dia tidak bisa memilikinya, dia akan marah besar. Satu kali dia duduk disebelah seorang pengemis yang kotor sekali, lalu dia iri hati karena dia kurang kotor. Pengemis itu mendadak mengeluarkan seekor kutu busuk yang besar, memencet kutu itu sampai darahnya keluar. Ah Qi tidak mau kalah, mencari-cari sampai menemukan seekor kutu busuk yang lebih besar lagi, dan juga memencet kutu itu sampai keluar darah yang lebih banyak lagi. Orang yang iri hati bisa menjadi gila seperti ini, sampai-sampai dalam masalah kutu busukpun tidak mau kalah dengan orang lain, karena dia memiliki jiwa seekor kutu busuk.

Alkitab mengatakan, Saul setelah mendengar kalimat itu, menjadi takut, marah, dan ingin membunuh. Ketiga hal tersebut menjadi “anak-anak” keturunan dari emosi iri hati. Sekarang Daud menjadi orang yang berposisi dalam kesulitan; dia tidak salah, dia cinta Tuhan, dia diberkati oleh Tuhan, dia mengalahkan Goliat, itu tidak salah kalau diiri. Susah bukan?Jangan. Saudara-saudara, lebih baik diiri daripada mengiri. Diiri tidak perlu susah. Kalau diri merasa susah, itu bodoh. Ketika kita diiri, kita seharusnya bersyukur kepada Tuhan karena ternyata posisi kita superior sampai diiri oleh orang lain. Tapi jangan membenci orang yang mengiri kepada kita, sebaliknya harus kasihan padanya, “Tuhan, ampuni dia karena dia tidak memiliki sesuatu yang saya miliki yang diiri olehnya. Berarti anugerah Tuhan besar bagi saya, biar anugerah Tuhan juga besar baginya agar dia tidak perlu iri lagi kepada saya.”

Orang yang suka iri mudah sakit. Mengapa? Karena Amsal 14:30 mengatakan, iri hati membusukkan tulang. Dalam terjemahan lain, iri hati adalah kerusakan dari tulang seseorang. Kanker kulit tidak sulit diketahui, karena langsung terlihat. Saya mengenal seseorang yang terkena kanker tulang. Dia tidak mengetahui kondisi tulangnya yang rusak dan keropos, satu hari dia mengangkat barang yang berat, lalu tulangnya langsung patah di dalam. Mengapa? Karena tulangnya tidak memiliki kekuatan untuk menahan berat apapun. Orang yang iri hati bagaikan tulangnya kena kanker. Tulangnya dibusukan oleh iri hati.

PENYEBAB IRI HATI 

Hal-hal apa yang menjadikan kita mudah iri hati? Pertama, talenta yang kita miliki tidak sebanding dengan talenta yang dimiliki oleh orang lain. Apakah kamu menjadi iri hati ketika menyadari bahwa kamu tidak memiliki talenta sebanyak talenta orang lain. Apakah kamu menjadi iri hati ketika menyadari bahwa kamu tidak memiliki talenta sebanyak talenta orang lain? Saya sudah bekerja setengah mati tetap tidak bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Sementara dia bekerja sedikit saja sudah jadi. Kehebatan orang lain itu menjadi penyebab manusia iri. Kedua, keindahan penampilan orang lain selalu menjadikan iri hati. Ketika kamu melihat diri sendiri begitu bagus, lalu mendadak datang orang lain yang lebih bagus, maka sekarang kamu kelihatan tidak secantik itu lagi, maka kamu menjadi iri dan membenci dia. Ketiga, keuangan kita tidak semapan atau sekaya yang dimiliki orang lain. Kalau kamu melihat orang kaya, dia membeli apa pun mudah, kamu membeli apapun sulit. Kamu mempunyai keuangan yang tidak cukup bahkan untuk hal-hal yang sederhana, sementara dia mempunyai kelebihan keuangan yang bahkan bisa dipakai untuk berbuat dosa atau untuk merusak orang lain, maka kamu iri dengan keuangannya dan mulai bersungut-sungut kepada Tuhan Allah.

Kitab Mazmur dan Amsal berkali-kali memperingatkan manusia untuk tidak iri kepada kekayaan orang lain. Meskipun orang lain lebih kaya daripada kita, jangan kita iri atau cemburu kepadanya. Mungkin mereka berada di jalan yang lancar, tetapi merupakan jalan yang licin dan mudah jatuh. Pemazmur dengan jelas mengatakan , “Aku melihat mereka begitu cepat bertumbuh, begitu cepat lancar, mereka cepat sekali menjadi kaya. Tetapi setelah aku masuk ke dalam Bait Allah, aku baru sadar, Tuhan membiarkan mereka berjalan di dalam jalan licin kebawah.

Waktu Henry Kissinger datang ke Tiongkok yang saat itu masih miskin, dia sengaja memakai kalimat bertanya kepada Chou En Lai, “Mengapa orang Cina kalau berjalan semua membungkuk? Kita orang Amerika semua berjalan dengan tegak dan gagah.” Chou En Lai dengan pintar menjawab, “Sebab orang Cina sedang mendaki gunung, sedangkan orang Amerika sedang menuruni gunung,” Kissinger memang pandai tetapi dia menghadapi Chou En Lai yang lebih pandai lagi.

Pada saat kamu susah, janganlah iri hati. Orang yang susah mungkin sedang mendaki gunung. Orang lancar, mungkin itu terakhir kalinya lancar. Banyak orang kaya dalam dua generasi kemudian menjadi orang miskin. Jangan sombong, tetapi juga jangan iri. Orang yang cepat kaya, apakah kekayaan itu diperoleh dari kelakuan yang bersih dan etika yang bersih? Kamu tidak tahu. Hanya Tuhan yang tahu. Kalau kekayaan diperoleh dari kecurangan, penipuan, kejahatan, dan ketidakjujuran, maka kekayaan itu tidak bisa tahan lama. Bisa dipegang di dalam tangan orang demikian juga tidak lebih dari tiga generasi. Peribahasa Tionghoa mengatakan, “Fu qui bu quo san dai” (Kekayaan tidak lewat dari tiga generasi). Kalau kekayaan diperoleh secara tidak jujur atau tidak beres; di dalam dua generasi sudah hancur.

Kamu tidak perlu iri dengan orang kaya, karena di sana Tuhan memberikan ujian kepada dia, apakah dia benar-benar layak memiliki kekayaan. Kalau tidak, akan diambil kembali. Uang hanya pinjaman saja, dipinjamkan oleh Tuhan. Kalau kamu miskin, tapi kamu jujur, kamu tidak perlu takut; mungkin Tuhan sedang menumpuk kekayaan yang sementara tidak diberikan kepadamu, tetapi untuk anak cucumu yang harus kamu didik baik-baik. Ini semua ajaran penting di dalam Alkitab. Melihat orang kaya jangan iri, melihat orang cantik jangan iri, melihat orang pintar jangan iri, melihat orang berkuasa jangan iri. Tetapi justru karena manusia sudah jatuh ke dalam dosa, hal-hal ini selalu membuat kita iri dan menjadi sumber dan penyebab peperangan dunia. Mulai dari merebut kekayaan, kecantikan, kepintaran dan kekuasaan, inilah hal-hal yang mengakibatkan kita iri dan mau merebut kemuliaan.

CARA PANDANG YESUS

Yesus Kristus berkata dalam satu kalimat yang saya kagum luar biasa, “Semua yang dianggap mulia dan hormat oleh manusia adalah hal yang sangat keji di mata Tuhan.” Yang dianggap mulia dan hormat oleh manusia, sangat dibenci di hadapan Tuhan. Kemuliaan dunia ini sangat dibenci Tuhan karena Allah melihatnya sebagai kekejian; semua itu adalah kemuliaan sementara, apakah yang disombongkan? Perempuan yang paling cantik yang berjalan dengan merasa hebat, tiga puluh tahun lagi menjadi encim (tante tua). Apa yang disombongkan? Yang gagah seperti Saul, apa yang bisa disombongkan? Janganlah saudara sombong. Kita melihat banyak anak-anak muda sekarang, baru tahu sedikit sudah merasa sombong, mengira kita tidak mengerti, padahal kita sudah melewatinya terlebih dahulu. Kalau ada orang kaya, orang ganteng, orang sehat, orang berkuasa, biarkan saja, asal semua yang diperooleh dari anugerah Tuhan dengan kewajiban etika yang baik.

SIKAP MELAWAN IRI HATI

Kita harus memiliki beberapa sikap terhadap orang yang mempunyai kelebihan dari kita. Pertama, kita berani menemukan kelebihan orang lain. Temukanlah kebaikan orang lain, kehebatan orang lain, keunggulan orang lain dan berbagai kelebihan lainnya. Semua kelebihan, semua hak istimewa yang dimiliki orang lain, harus kita temukan. Orang yang tidak menemukan kebaikan orang lain, dan hanya menemukan kesalahan orang lain, adalah orang yang tidak akan pernah bisa maju. Ada seorang yang mendengar khotbah D.L. Moody, lalu mengatakan,”Moody, apakah kamu tahu, kamu sudah membuat 28 kesalahan gramatika dalam khotbahmu?” Bagaimana jawab Moody? Ia berkata, ”Saya kira lebih dari 28 kali,” lalu ditambahkan satu kalimat, ”namun saya sudah berusaha melakukan yang sebaik mungkin, bagaimana dengan mu?”

Ada jenis orang yang suka mencari kelemahan orang lain. Kalau kamu menjadi pengunjung suatu gereja dan mau mencari kelemahan gereja tersebut, pasti kamu akan menemukan banyak sekali kelemahannya. Kalau kamu menemukan banyak kelemahan di gereja yang saya pimpin, sesudah itu kamu memberitahukan kelemahan-kelemahan itu kepada saya, maka saya akan menambahkan lagi dua kali lebih banyak. Saya bukan tidak tahu hal itu, tapi kami sudah berusaha dan bekerja setengah mati dengan kekuatan minim, dengan uang yang minim, dan daya yang minim untuk mengerjakan semuanya dengan sebaik mungkin yang dapat kami kerjakan. Satu orang harus bekerja mati-matian mengimbangi satu zaman ini. Kita sudah kerjakan sebaik kita, bagaimana dengan mu ? Jadi kalau kamu sudah bekerja sebaik mungkin, tetapi diiri, jangan takut, dikritik juga tidak usaha takut.

Kalau ada orang yang tahunya hanya mengkritik orang lain, orang itu sendiri tidak akan maju-maju. Karena dia hanya tahu melihat yang jelek-jelek. Peribahasa Tionghoa mengatakan, “zhui mao qiu ci ” artinya, ada orang yang mencari-cari cacat seekor kucing, tetapi tidak mendapati ; dan karena tidak senang dengan kucing itu, akhirnya dia mencari kejelekan dengan cara meniup bulunya, barang kali ada bekas luka di dalam bulu-bulu itu. Jadi, mencari cacat melalui meniup bulu. Kalau orang sudah biasa mencari kelemahan orang lain, tidak mungkin bisa menikmati kelebihan orang lain. Saya tidak membiasakan diri seperti itu. Dengan jujur dari dalam hati saya dihadapan Tuhan, saya bertanya, “Tuhan, sinarilah hatiku, apakah dihatiku ada iri ?” Jawabannya adalah, setahu saya hampir tidak pernah ada. Itulah sebabnya hidup saya penuh dengan gairah melayani. Karena saya tidak ada iri hati, tidak mau iri hati, dan tidak merasa perlu iri hati.

Waktu saya masih muda sekali, saya memiliki satu logika, yaitu jikalau orang lain bisa, maka saya harus belajar juga untuk bisa, siapa tahu saya juga bisa. Kalau saya bisa apa yang mereka bisa, tak perlu dan tak usah iri. Kalau akhirnya setelah belajar mati-matian, masih tidak bisa melakukan apa yang bisa mereka lakukan, juga tidak ada gunanya iri. Yang bisa dipelajari, marilah kita pelajari sebaik-baiknya; yang tidak bisa kita pelajari, tidak perlu iri hati. Dua-duanya tidak perlu ada iri. Maka secara logika, tidak ada tempat bagi iri hati untuk hidup di dalam diri kita.

Pada usia delapan tahun, saya sudah mencoba belajar membordir. Saya membordir dengan rapi. Ketika saya berusia sepuluh tahun, menjelang tahun baru mama terlalu sibuk, sehingga tidak sempat membelikan baju baru untuk saya. Maka malam itu, malam sebelum tahun baru, saya memotong kain dan menjahit. Keesokan harinya saya memakai baju buatan sendiri. Itu usia sepuluh. Mama saya melihatnya dan bertanya, “baju dari mana ini?” “Baju buatan saya sendiri.” Mama tidak melihatmu membuatnya?” “Karena mama sudah tidur saat itu.” “Ini kan pekerjaan perempuan?” Pekerjaan laki-laki saya bisa semuanya, apa salahnya saya juga bisa pekerjaan perempuan? Betul bukan? Di dunia ini memasak adalah pekerjaan perempuan, tetapi koki yang paling baik adalah laki-laki. Menjahit adalah urusan perempuan, tetapi penjahit yang paling baik adalah laki-laki. Jadi, kalau mau belajar, tidak perlu iri. Yang orang lain bisa lakukan, saya juga mau belajar untuk bisa melakukannya juga. Dengan demikian, kita mengalahkan iri hati dengan semangat senantiasa mau belajar. Saya juga melihat ada orang yang dapat menulis kaligrafi dengan sangat bagus. Maka saya berjuang untuk belajar menulis kaligrafi. Dan pada usia sepuluh tahun, cara saya menulis kaligrafi sudah seperti mereka yang lulus SMA. Ini karena mau belajar. Yang bisa belajar, belajar.

IRI YANG POSITIF

Ada orang berkata kepada saya, “Enak ya, apapun kamu bisa.” Mereka tidak tahu berapa banyak waktu yang sudah saya pakai untuk belajar sesuatu yang ingin saya pelajari? Kalau saya ingin mengerti satu hal, saya membaca sampai ratusan buku, belajar habis-habisan sampai bisa. Kalau kamu tahu hanya iri, kenapa dia bisa, saya tidak bisa?“ maka kamu harus iri kepada kerajinannya, usahanya, dan pengorbanannya. Itu iri yang sehat, iri yang suci. Jika kamu tidak mau iri terhadap semangat dan upaya yang dicurahkannya di dalam pembelajaran, tetapi hanya iri mengapa orang lain bisa, itu adalah penganiyaan emosi. Berapa banyak harga yang dibayar olehnya? Berapa banyak air mata yang telah dicucurkannya? Sering kali kamu tidak melihatnya. Berapa banyak pengorbanan yang sudah diberikannya? Kamu juga sering tidak melihatnya. Yang sering kamu lihat hanyalah suatu iri hati akibat orang lain lebih unggul daripada kamu.

Saya ingin bertanya, antara orang yang memesan dan membayar suatu barang, dengan orang yang menerima pesanan dan setengah mati mengerjakan barang pesanan itu, siapa yang lebih kaya? Manakah yang lebih kaya, antara orang yang bekerja setengah mati mendapatkan uang, atau orang yang tidak perlu bekerja, pokoknya tinggal membayar saja?“ Kita sering kali beranggapan tentu lebih kaya yang membayar. Jadi, itu berarti orang Jerman miskin dan orang Indonesia kaya? Orang Indonesia membeli Mercedes, beratus juta dibayar, dan orang Jerman harus bekerja setengah mati untuk membuat Mercedes; Apakah hal sedemikian kita anggap sebagai penganiayaan orang kaya terhadap orang yang bekerja keras? Mengapa orang Indonesia, ketika sekolah SD dan SMP tidak beres, sampai SMA tawuran, lalu ketika kuliah tidak mau belajar baik-baik, setelah menjadi pejabat melakukan korupsi? Jika negara memiliki rakyat seperti ini, kapan bisa menjadi kuat dan kaya? Kalau dalam pendidikan anak-anak sejak masih kecil tidak diarahkan dan diajarkan untuk rela berkorban, rela mencucurkan air mata dan keringat, dan mau bekerja setengan mati, apa yang akan terjadi? Yang terjadi adalah orang-orang yang hanya tahu iri hati saja. Mau jadi apakah anak-anakmu, jika dari kecil dimanja, hanya mau enak dan tidak mau hal yang susah, dan terlalu meminta segala kemudahan? Biar kita mengajar mereka bekerja berat, sehingga hal ini kelak menjadikan mereka orang-orang yang tangguh dan tidak bersifat iri hati.

Mesin yang paling baik, jika ada satu persen saja yang tidak akurat sudah tidak bisa berfungsi baik. Orang yang bekerja setengah mati baru bisa menjual barang, biasanya bukan orang kaya, tetapi akhirnya menjadi kaya, karena dia berjuang, melakukan penelitian yang ketat dan rela berkorban. Mengapa Toyota unggul dibandingkan dari kebanyakan pabrik mobil lainnya? Saya bukan dealer Toyota, tetapi saya kagum, karena Toyota memakai 24 persen dari keuntungannya untuk riset. Tidak pernah ada pabrik yang melebihi itu. Keuntungan uang yang diperoleh bukan untuk memberikan uang kepada anaknya untuk pergi melacur, bukan untuk pergi bertamasya, tetapi 24 persen harus untuk riset membuat mesin yang lebih baik. Terus menanam modal dari keuntungan yang banyak itu, akhirnya mesin Toyota hampir tidak perlu banyak perbaikan. Meskipun naiknya tidak seenak Mercedes, tetapi mesinnya tidak rewel.

Dulu di Hongkong, mengherankan sekali semua taksi menggunakan Mercedes. Tapi kira-kira tiga puluh lima tahun yang lalu, pertama kali Toyota dipakai sebagai taksi. Taksi yang dipakai yang dipakai dijalanan Hongkong yang berbukit dan bergunung itu membuat heran sopir mengapa temperatur mobil tidak menjadi panas? Mobil apa ini? Toyota. Maka mulailah dalam dua tahun, semua taksi Mercedes berubah menjadi Toyota atau Nissan. Karena Toyota berani investasi, berani bekerja, berani berkorban.

Kalau kamu iri, irilah kerajinan orang lain, irilah pengorbanannya untuk mencapai suatu kualitas yang lebih baik, irilah ketekunan bekerjanya, dan irilah semangat banting tulangnya. Itulah iri suci, iri yang baik. Kalau saya mengatakan jangan kuatir, maka untuk masalah iri hati, saya mengatakan, iri yang benar itu perlu. Iri kalau orang rajin, iri kalau orang berkorban. Iri kalau orang membanting tulang. Iri kalau orang berkeringat dan bekerja keras. Kalau iri kesuksesan, keunggulan, uang yang diterima orang lain, itu tidak ada gunanya. Iri bekerja, iri mati-matian, iri bagaimana berbanting-banting tulang. Itu iri hati yang diperlukan.

Akhirnya, Daud yang diiri tidak menjadi rugi. Saul yang iri mati sendiri. Di dalam Alkitab kita melihat Kain yang iri kepada Habel akhirnya membunuh. Saul yang iri kepada Daud, akhirnya juga mau membunuh. Iri mengakibatkan kebencian dan pembunuhan, karena mau mempertahankan status quo. Itu semua tidak ada gunanya.

Bagian ini saya akhiri dengan sebuah cerita yang mungkin pernah kamu dengar, tetapi sangat diperlukan. Suatu kali kota Athena memberikan sebua meja marmer dari Italia Selatan yang bagus sekali untuk dihadiahkan kepada Plato sebagai “the honored citizen of Athens” (warga Atena yang terhormat). Plato begitu senang, lalu dia mengundang semua kawannya untuk berpesta merayakan hal itu. Semua datang, makan dan minum. Saat acara itu hampir selesai, datanglah seorang kawan Plato yang juga adalah seorang filsuf, dengan sepatu yang kotor dan penuh dengan lempung karena telah berjalan berkilo-kilometer dari desanya. Dia berkata, “Saudara-saudara, saya khusus datang dari desa kecil saya karena saya sangat menghormati Plato. Saya tahu Plato diangkat menjadi anggota warga kota yang mulia dan terhormat, dan dihadiahi marmer yang begitu indah.” Kemudian dia langsung melompat ke atas meja itu, dan dengan sepatu kotornya menginjak-injak meja itu, “Supaya Plato tidak sombong, maka saya harus menginjak meja ini untuk mengingatkannya. Saya menginjak-injak kesombongan Plato,” Sesudah itu orang tersebut turun dari meja, Apakah benar Plato sombong? Apakah benar Plato congkak karena diberi marmer? Tidak, dia hanya menyelenggarakan pesta untuk merayakan bersama. Kalau kamu menjadi Plato, apakah kamu akan marah besar atau tidak? Mungkin sebagian besar dari kita akan marah besar, karena kita merasa kita tidak sombong, tetapi dituduh sombong, dan marmer hadiah yang begitu indah telah dikotori. Tetapi Plato diam, karena dia seorang filsuf, Setelah diam, dia masuk kamar keluar dengan sebuah sapu, menyapu meja tersebut. Kata Plato, “Kawanku yang agung, dengan persahabatan yang begitu hebat, kamu rela datang dari tempat yang begitu jauh untuk merayakan keunggulan kamu, aku sangat berterima kasih. Aku lebih berterima kasih lagi karena kamu telah menginjak-injak kesombonganku, tetapi sekarang, aku harus menyapu iri hatimu.”

“Dia menginjak kesombonganku, dan aku menyapu iri hatinya.” Dari situ orang Gerika mengetahui, orang yang iri hati selalu mengatakan orang lain sombong. Orang kalau dikatakan sombong, yang mengatakannya sudah mempunyai iri hati. Iri dan sombong itu saudara sepupu, ada hubungannya. Kalau ada orang terus berteriak ,“Kamu sombong, kamu sombong,“ tetapi kamu sebenarnya tidak sombong, berarti orang tersebut sudah mulai iri. Kita harus berhati-hati. Jangan karena kalimat-kalimat yang tidak beres, kita menyatakan kebodohan sendiri atau melukai orang lain. Biarlah kita mengerti bahwa, yang patut dipuji, dipuji; yang patut dihormati, dihormati; yang patut ditakuti, ditakuti. Karena ini patut, sebagaimana uang sepuluh ribu jangan dipakai sebagai seribu, atau uang lima puluh ribu dipakai satu juta. Uang lima puluh ribu, adalah uang lima puluh ribu, uang seribu adalah seribu, warna sama tapi percuma nilainya berbeda. Manusia juga berbeda. 

Kalau ada orang yang lebih pintar darimu, apakah yang harus kamu lakukan? Pertama, menemukan kepintarannya, kalau memang dia lebih pandai dan lebih hebat, belajarlah untuk bisa menemukan kepintaran atau kehebatannya itu. Kedua, menikmati kepintarannya. Kita minta Tuhan mengajar kita untuk bisa menikmati kepintarannya itu, sehingga bisa berdampak positif bagi hidup kita. Kita tidak mengkritik dia, atau iri hati terhadapnya. Ketiga, bersyukur kepada Tuhan untuk kepintarannya. Kita perlu bersyukur melihat Tuhan telah mencipta manusia dengan kepintaran seperti itu, atau juga orang yang begitu cantik, begitu ganteng, begitu hebat, begitu sehat. Keempat, memuji kepintarannya, kita boleh memberitahukan keunggulannya tersebut. Kita bisa memuji perjuangannya, semangat belajarnya, dan seterusnya. Kelima, belajar darinya. Kita juga bisa bertanya apa yang menjadi rahasia kehebatan dan kepintarannya itu. Kita bisa belajar dari semangat dan kerelaannya berkorban, dan kita bisa mencoba untuk bertumbuh dan menjadi seperti dia. Inilah lima hal yang bisa kita pelajari dan perkembangan. Kalau kelima hal ini ada padamu, lambat laun kamu akan belajar memperbaiki diri, akhirnya semua kebaikan orang lain akan dimiliki olehmu, maka kamu mirip malaikat. Kamu yang hanya bisa terus menerus mengkritik saja, pelan-pelan merasa diri lebih hebat dari orang lain, maka kamu menjadi mirip dengan setan. 

Saya rindu semua orang mempelajari semuanya ini, belajar dari Tuhan untuk menjadi lebih baik daripada saya. Beritahukanlah semua kelemahan saya, dan saya akan mempelajari semua itu. Semua yang baik dan kelebihan saya, pelajarilah itu baik-baik. Sama seperti Paulus berkata, Teladanilah aku sebagaimana aku meneladani Tuhan.“ Saya betul-betul dengan jujur di hadapan Tuhan berkata,“Marilah kita belajar semakin lama semakin suci, dan semakin mencintai Tuhan.” 

BAB VII : PENGUDUSAN EMOSI.

KEINGINAN ORANG KRISTEN

“Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.” (Keluaran 20:17)

“Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.” (Matius 5:5-6) 

Kita telah membahas tema “Iri Hati”. Emosi ini adalah emosi yang sangat aneh. Emosi yang secara logika tidak pernah kita perlukan, tetapi secara fakta tidak mudah kita kalahkan. Melalui iri, perang dunia pertama kali terjadi, yaitu ketika Kain membunuh Habel. Perang dunia pertama bukan 1914 – 1918, perang tersebut hanya mematikan tujuh juta manusia di antara populasi total ratusan juta manusia, sehingga persentasinya hanya kecil sekali. Tetapi saat Kain membunuh Habel, dunia hanya ada empat orang; Adam, Hawa, Kain, dan Habel. Ketika Kain membunuh Habel, persentase yang meninggal adalah 25% dari seluruh populasi manusia. 

Itulah perang dunia pertama. Karena apa? Karena iri. Karena iri pula, Tuhan Yesus harus dipakukan di kayu salib. Karena iri, begitu banyak dosa terjadi. Iri dan semua perbuatan yang diakibatkan oleh iri hati tidak pernah mengubah situasi. Itulah sebabnya iri hati secara logika tidak perlu ada, tapi secara fakta, iri hati tidak mudah kita singkirkan dari dalam hati. Itulah sebabnya dosa merupakan realitas yang harus kita terima dan sebagai doktrin yang harus kita pahami. Dosa adalah sebuah fakta sejarah. Demikian juga, kejatuhan Adam adalah fakta sejarah, karena dosa menjadi realitas dalam dunia.

MANUSIA MEMILIKI KEINGINAN DAN KERINDUAN

Kini kita akan memasuki tema yang baru, yaitu “Kerinduan” atau “Keinginan.” Di dalam kedua ayat di atas Yesus berbicara tentang rindu, lapar, dan haus akan kebenaran. Di dalam Perjanjian Lama ditekankan agar jangan mengingini istri orang lain, pegawai orang lain, pembantu orang lain, hewan orang lain, dan segala sesuatu yang dimiliki orang lain. Di sini Alkitab menuliskan bahwa manusia mempunyai keinginan, kerinduan, kemauan, dan kehausan hingga menjadi suatu dorongan di dalam emosi kita sehingga kita mati-matian berusaha mencari dan mendapatkannya. Keinginan, kerinduan, dan kemauan seperti itu adalah emosi yang normal. 

Setiap orang mempunyai suatu keinginan yang menjadi fungsi kemauannya. Keinginan itu menjadi semacam kerinduan yang mengakibatkan kita siang malam memikirkan dan bertekad untuk memperolehnya. Siapa yang tidak pernah mempunyai pengalaman ini? Sebelum kamu menikah, kamu jatuh cinta kepada seseorang. Kamu belum mengenal dia, tetapi ketika kamu melihatnya, kamu terpesona, kamu terpengaruh, kamu menginginkannya lalu merindukannya dan terus memikirkannya, selanjutnya munculah keinginan untuk mendapatkannya. Kemudian kamu mulai dengan segala cara cara berusaha mengejar dia. Atau kamu ingin studi di luar negeri dan ingin menjadi mahasiswa di bawah seorang profesor yang baik. Hal ini menyebabkan kamu siang malam mengumpulkan uang, bekerja setengah mati untuk bisa belajar dan mendapatkan pengertian dari profesor itu. 

Kamu menginginkan sesuatu kesuksesan yang kamu lihat terdapat pada orang lain, mengapa dia mempunyai rumah dan mobil? Kamu juga ingin memiliki sama seperti yang dimilikinya, maka kamu bekerja mati-matian, membanting tulang tanpa memedulikan waktu, tanpa tahu siang dan malam. Semua ini merupakan suatu ekspresi emosi kemauan yang begitu keras, yang begitu dasyat, yang ada di dalam hidup setiap orang. Sejak masa kanak-kanak orang sudah menginginkan sesuatu, ketika beranjak dewasa menginginkan pernikahan, lalu menginginkan kesuksesan, sampai tua menginginkan kebahagiaan bagi anak cucu dan keturunannya. Hal-hal sedemikian merupakan emosi yang normal dari diri seseorang.

Keinginan-keinginan itulah yang mengakibatkan manusia dapat maju. Tanpa adanya keinginan, manusia akan dipuaskan oleh keadaan yang ada, sehingga dia tidak bisa melepaskan diri dari keterbatasan dan kelemahan yang selama ini mengikat dia. Kalau tidak ada rangsangan keinginan, tidak mungkin manusia memiliki perubahan hidup. Begitu banyak orang yang hanya puas dengan keadaan diri, sehingga dia tidak pernah bisa mencapai hasil yang terbaik dalam hidupnya. Kepuasan memang diperlukan dan Alkitab juga mengatakan bahwa kita harus puas (Contentment). Tetapi dalam hal-hal tertentu, kita tidak boleh puas. 

Dalam hal-hal tertentu, kita harus cepat puas, tetapi dalam hal lain kita tidak boleh cepat puas. Ini keseimbangan mengatur diri supaya keinginan kita, emosi kita, tidak meluap keluar jalur. Kemampuan untuk menata keseimbangan ini merupakan tanda kematangan kerohanian seseorang. Jika di dalam hal yang kita seharusnya puas kita tidak pernah puas, atau di dalam hal yang kita tidak seharunya puas kita terlalu cepat puas, maka kita akan menjadi orang tidak seimbang dan tidak pernah maju.

Bangsa-bangsa yang maju adalah bangsa-bangsa yang berkeinginan besar, tidak pernah mau diikat oleh keadaan sebelumnya. Manusia yang sukses adalah manusia yang tidak pernah mau dipuaskan oleh keadaan sebelumnya. Ia menginginkan sesuatu yang melebihi dan melampaui apa yang telah ia capai, sehingga ia dapat menerobos apa yang sudah pernah ia miliki untuk masuk ke dalam sesuatu yang belum ia miliki.

Kita membutuhkan keinginan. Keinginan itu baik karena akan membangun ambisi atau aspirasi. Mungkin lebih baik kita memakai istilah “aspirasi” daripada “ambisi” karena di dalam kata “ambisi” akan muncul konotasi nafsu diri yang berpusat pada kebutuhan diri sendiri saja. Sebenarnya istilah “ambisi” tidak harus mutlak dipersempit dengan pengertian. Aspirasi menjadi keinginan yang menerobos, keluar dari batas untuk mendapatkan yang lebih. Manusia mempunyai keinginan dan Alkitab mencatat bahwa ada keinginan yang baik, ada keinginan yang buruk. Kalau keinginan itu sudah dikaitkan dengan nafsu, dengan berahi, dengan keegoisan diri, akibatnya akan mengacaukan masyarakat. Kalau keinginan itu tidak berhubungan dengan nafsu atau birahi atau ego tetapi berada pada jalur yang baik, maka itu mendorong manusia untuk maju luar biasa.

Semua pemuda pemudi harus belajar untuk tahu membedakan dan mengontrol keinginan, supaya tetap berada di dalam jalur kebenaran. Tidak ada orang yang tidak mempunyai keinginan, dan keinginan itu bisa menjadi jahat luar biasa. Keinginan-keinginan yang baik adalah keinginan-keinginan yang dipimpin oleh Roh Kudus akan menampakan buah Roh Kudus, yaitu penguasaan diri. Di dalam terjemahan bahasa inggris adalah self control (kontrol diri) atau temperance, yang berarti di dalam suatu keterbatasan, kita bisa membatasi diri, sehingga tidak melebihi batasan yang seharusnya. Keinginan juga demikian. Kita sangat memerlukan keinginan yang berada dalam jalur yang benar, berprinsip, berpondasi, dan berpengaturan pimpinan Tuhan.

Alkitab berkata, ada orang yang mempunyai keinginan buruk, sehingga akhirnya jatuh di dalam kesusahan- kesusahan yang besar. Paulus berkata bahwa tamak akan uang adalah akar dari segala kejahatan. Cepat-cepat ingin menjadi kaya membuat orang berani melanggar norma dan etika. Cepat-cepat ingin menjadi kaya membuat dirimu melupakan apa yang menjadi kewajiban diri dalam aspek moral. Inilah keinginan yang merusak (destruktif), keinginan yang menghancurkan masyarakat, karena ada pribadi yang ingin mengambil alih semua hak yang bukan miliknya. Itulah sebabnya, untuk menjaga hak milik sebagai sesuatu yang terjamin dan terproteksi kesejahteraannya, diberikanlah perintah yang kesepuluh.

JANGAN MENGINGINKAN MILIK ORANG LAIN

Perintah ke-sepuluh dari sepuluh Perintah Allah menjadi patokan atau dasar bagi manusia untuk boleh memiliki harta pribadi. Komunisme pasti akan gagal, karena melawan hukum kesepuluh yang diberikan oleh Tuhan ini. Jangan menginginkan harta orang lain, jangan menginginkan istri orang lain, jangan menginginkan budak orang lain, jangan menginginkan pegawai orang lain untuk dimiliki secara tidak sah. Di dalam dunia perdagangan, kadang ada hukum rimba yang tidak tertulis, dimana orang menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang diinginkan.

Alkitab mengatakan, jangan menginginkan milik orang lain. Mengapa kamu masih merindukan perempuan yang sudah dimiliki laki-laki lain? Mengapa siang malam kamu memikirkan dia, memikirkan alangkah baiknya jika bisa memeluk atau bersetubuh dengannya? Jangan menginginkan istri sesamamu. Jangan menginginkan budak-budak laki-laki atau perempuan dari tetanggamu. Jangan menginginkan rumah, ladang, atau hewan yang dimilikinya. Semua itu dijamin sebagai hak pribadi. Hak pribadi dijaga dan dilindungi oleh hukum, sehingga setiap orang berhak mempunyai milik pribadi. Kalau sesuatu sudah sah menjadi milik seseorang, maka orang lain harus berhenti menginginkannya. Tidak lagi memikirkannya, tidak lagi merindukannya, tidak lagi berusaha untuk memperolehnya.

Tetapi di dalam hal lain, Alkitab berkata, dahagalah, hauslah, laparlah dalam mengejar kebenaran, maka kamu akan dipuaskan. Di sini ada suatu dalil, kalau kita mengarahkan keinginan kita kepada hal-hal yang penting, yang baik, maka itu bukan saja diperbolehkan, tapi juga didorong oleh Tuhan dan diberikan janji bahwa hal itu akan diberikan kepada kita. Inilah kebenaran yang dinyatakan Kitab Suci. Sepintas Alkitab terlihat sederhana, sepertinya ayat-ayat yang kita baca tidak membuat kita sampai harus membuka kamus, karena begitu sederhana. Tapi di sini tersimpan rahasia bijaksana tertinggi untuk mengatur kehidupan manusia, baik pribadi maupun kolektif masyarakat. Kalau setiap pribadi manusia seluruh masyarakat menjalankan apa yang diperintahkan oleh Alkitab, maka pasti manusia akan berbahagia dan masyarakat akan mengalami sejahtera.

Kita menginginkan sesuatu sampai kita begitu rindu, dahaga, haus, siang dan malam memikirkannya. Emosi semacam ini bukan hanya ada pada orang biasa, tetapi juga pada orang yang suci. Paulus berkata, “Aku siang malam ingin bertemu denganmu, mendoakanmu, aku rindu kepadamu,” karena dia begitu sayang kepada Timotius. Di situ Paulus menyatakan suatu semangat, emosi yang sangat mengasihi seorang hamba Tuhan yang masih muda yang akan dijadikan penerusnya. Untuk keinginan dan kerinduan ini, kita melihat, Alkitab mengajak kita mempunyai arah yang benar. Ketika keinginan itu mengandung unsur dosa, khususnya dalam hubungan manusia dengan manusia, kerinduan itu akhirnya bisa menjadi hubungan berahi atau seks, menjadi sesuatu yang keji dan sangat merusak kerukunan masyarakat.

Emosi untuk menginginkan sesuatu dapat dibagi menjadi dua : (1) menginginkan sesuatu yang tidak mengganggu orang lain, menginginkan sesuatu yang sama-sama boleh dimiliki semua orang, ini diperbolehkan; (2) menginginkan sesuatu yang bukan hak kita, karena sudah menjadi milik orang lain, Ini tidak diperbolehkan.

Maksudnya, ketika kamu menginginkan kebenaran, hal ini tidak menyebabkan orang lain tidak dimungkinkan lagi untuk memiliki kebenaran. Atau ketika kamu menginginkan kebajikan, maka tidak mungkin kebajikan itu kamu monopoli dan orang lain tidak mendapatkan kebajikan itu. Keinginan yang demikian diizinkan oleh Alkitab. Karena kebenaran tidak terbatas. Kebajikan tidak terbatas. Keadilan tidak terbatas. Maka untuk hal-hal ini Alkitab dengan jelas berkata “Mari kita mengejar.” Mari kita dengan haus, lapar, dan dahaga mengejar semua itu dengan sekuat tenaga. Keinginan dan semangat seperti ini tidak salah, karena hal-hal yang tidak terbatas ini memang dibagikan Tuhan, diberikan Tuhan, dikaruniakan Tuhan, menjadi miliki seluruh umat manusia.

Semua orang boleh memiliki kasih yang tidak terbatas. Semua orang boleh memiliki kebenaran secara tidak terbatas. Yang tidak terbatas itu berasal dari Tuhan Allah sendiri, karena Allah tidak terbatas. Maka kita tidak mungkin kehabisan keadilan karena dimiliki oleh sekelompok orang. Kita tidak mungkin kehabisan cinta kasih karena hanya dimiliki oleh sekelompok orang. Allah itu tidak terbatas, maka Dia mau kita menuntut sesuatu yang boleh dimiliki oleh seluruh umat manusia. Dia mau kita mencari dan mengejarnya dengan sekuat tenaga. 

Berbahagialah orang yang haus dan lapar akan kebenaran. Istilah “kebenaran” di sini adalah “dikaiosume,” yaitu keadilan (righteousness); kebenaran di dalam bentuk yang bukan hanya pengertian statis, tapi di dalam kelakuan. Kebenaran yang kita mengerti di dalam pengertian kognitif, teori dan sebagainya itu adalah “aletheia.” Tapi keadilan berarti di dalam kelakuan, di dalam menghadapi orang, di dalam cara yang benar.

KEINGINAN DAN KERINDUAN ORANG KRISTEN

Kita perlu melihat dan mengklasifikasikan beberapa hal yang baik dan positif yang bisa kita kejar didalam kehidupan kita.

1. Mencari Kerajaan Dan Kebenaran Allah

Pertama, Alkitab mengatakan, carilah dahulu Kerajaan dan Kebenaran Allah. Kerinduan untuk mendapatkan sesuatu membuat orang mencarinya. Kamu mencari dan hal itu diwujudkan dengan kamu berdoa. Apa yang kamu doakan. Itu yang kamu cari. Doa merupakan suatu fokus yang konkret dari keinginan yang paling dalam di dalam jiwa seseorang. Apa yang kita katakan dengan mulut kita sebagai sesuatu doa realigius kita merupakan cetusan keinginan yang sedalam-dalamnya dari dalam batin kita. Agama yang rendah membawa pemeluk agama itu berdoa untuk mencari hal-hal duniawi yang fana dan hina. Agama yang tinggi membawa manusia yang beriman di dalamnya mencari hal-hal yang agung, yang abadi, kekal, dan yang tidak terbatas yang berasal dari Tuhan Allah. Jadi orang yang mencari uang, keselematan duniawi, harta di dunia, berbeda dengan seseorang yang mencari kebenaran, keadilan, kesucian dari Tuhan Allah. Kalau diri Allah menjadi sasaran akhir permohonan doa kita, maka kita berada di jalur yang benar. Kalau yang diciptakan Allah untuk melayani kita menjadi sasaran akhir dari permohonan doa kita, maka kita mulai rusak.

Oleh karena itu dalam katekismus singkat westminster, sebuah katekismus yang penting dari Gereja Reformed mengatakan, apakah yang menjadi tujuan terbesar dalam hidup manusia? Tujuan ultimat manusia adalah memuliakan Allah dan menikmati Dia senantiasa. Artinya kita hidup dalam sukacita karena menjadikan Tuhan sebagai tujuan ultimat hidup kita. Itulah Ajaran Reformed.

Apakah kamu senang kalau banyak uang? Apakah kamu senang kalau mendapatkan banyak kesuksesan di dunia? Apakah kamu senang kalau semua orang takluk kepadamu? Apakah kamu senang kalau bisa berkuasa? Jika kamu senang ketika berlimpah materi, dan ketika tidak ada materi kamu tidak senang, maka kamu tidak berbeda dengan para pengikut agama lain. Ketika kamu sehat, kamu memuji Tuhan, tetapi ketika sakit, kamu mulai mencela Tuhan, itu menunjukan kamu sama dengan penganut agama lain. Tetapi orang Kristen sejati adalah orang-orang yang langsung berkata kepada Tuhan, “Engkaulah tujuan tertinggi hidupku, Engkaulah permohonanku dan hidupku. Engkaulah fokus dari semua yang aku inginkan didalam doa. Aku akan mengejar, menuntut diri untuk mencari Tuhan, mencari Kerajaan Allah serta kebenarannya.” Inilah ajaran Yesus Kristus.

Pertama-tama kita harus mencari kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka yang lain ditambahkan (bukan diberikan) kepada kita. Ditambahkan, berarti lebih daripada yang kita perlukan. Sebenarnya yang kita perlukan tidak banyak. Dalam hal pakaian, kita cukup hanya memiliki 5 potong saja. Kalau lemari kita berisi lebih dari5 potong, berarti sudah ditambah. Kita memerlukan uang cukup untuk sebulan, kalau lebih dari itu berarti sudah ditambah. Apakah ketika sudah ditambah, kita memerlukan uang cukup untuk sebulan, kalau lebih dari itu berarti sudah ditambah. Apakah ketika sudah ditambah bahkan lebih dari cukup, kita masih tidak puas? Apakah kita masih mau menggerutu kepada Tuhan hanya karena kita merasa kurang kaya dari orang lain? Kalau kamu masih seperti itu, kamu sudah berdosa. Apakah itu berarti kamu tidak perlu memajukan perusahaan kamu? Silahkan memajukan perusahaan atau usahamu, tetapi maju dengan sinkronisasi keinginanmu dengan Kerajaan Allah dan kebenarannya. Bukan maju karena keinginan yang menggebu-gebu dari dirimu yang tamak, yang akhirnya membuat Tuhan tidak berkenan kepadamu.

Terkadang, sebelum kita doakan, hal yang kita perlukan tersebut sudah diberikan oleh Tuhan. Sebelum kita merasa perlu , hal itu sudah disediakan Tuhan. Banyak hal materi yang Tuhan sudah berikan sebelum kita memohon kepada-Nya, karena Tuhan begitu mengasihi kita. Dia mau menambahkan semua itu untuk kita. Kalau kita masih tidak puas, itu tidak benar. Sebelum itu, mari kita belajar mencari terlebih dahulu kerajaan dan kebenaran Tuhan. Itu sebuah keinginan. Keinginan utama manusia yang seharusnya adalah bahwa Kerajaan Allah terwujud, kebenaran Allah nyata di dunia ini. Maka yang lain ditambahkan oleh Tuhan kepada kita. Berapa banyak waktu yang kamu pakai untuk berdoa bagi penginjilan? Berapa banyak kamu mengutarakan keinginanmu supaya orang lain menerima Tuhan? Berapa banyak usahamu untuk bersama-sama di dalam melebarkan Kerajaan Allah? Atau apakah hal-hal yang kamu inginkan, yang kamu doakan, yang kamu kerjakan, hanyalah hal-hal di dunia ini saja?

Berapa banyak usaha, berapa banyak pengorbanan yang kamu berikan bagi kerajaan Tuhan? Untuk melebarkan kerajaan Tuhan? Untuk membawa manusia kepada Tuhan? Apakah keinginanmu yang paling dalam? Apakah yang kamu utarakan dalam doamu? Ada orang yang doanya mulai 1 Januari sampai 31 Desember isinya sama. Doanya tetap tidak berubah. Itu-itu terus kalimatnya. Mari kita memeriksa diri kita. Apa yang kita doakan sebelum kita makan? Apa isi doa kita sebelum tidur? Ada orang, bolak balik yang didoakan adalah tokoku, anakku, cucuku, usahaku, tubuhku, dan semua “ku” yang lain. Besok dia berdoa seperti itu lagi. Kalau bicara, hanya tentang dirinya, usahanya, keluarganya, anaknya, yang lain dia tidak mau membicarakannya. Jangan mengatakan tentang kerajaan Tuhan, atau penginjilan, atau bagaimana membawa orang lain kepada Tuhan Yesus, atau bagaimana bisa memperkuat iman orang lain, bagaimana mementingkan moral, dan bagaimana perdamaian boleh berada di seluruh dunia. Orang-orang seperti ini hanya sibuk dengan dirinya dan kepentingannya, dan tidak pernah peduli kepentingan Kerajaan Allah dan kebenarannya. Keinginan utama ini harus menjadi fokus doa kita yang paling puncak.

Kerajaan Allah lebih tinggi dan lebih besar dari pada seluruh kerajaan di dunia. Kebenaran Allah lebih penting dari pada semua hukum yang berlaku di semua negara. Kalau hukum negara tidak sesuai dengan kebenaran Allah, maka pemerintahan itutidak akan diperboleh kan bertahan lama di dunia ini. Manusia yang memperalat Tuhan dan mementingkan kerajaan dunia ini harus mengetahui bahwa kerajaan di dunia diizinkan Allah berdiri untuk masa yang hanya sementara saja. Satu per satu rezim pemerintahan akan disingkirkan dari panggung sejarah dunia; kehendak Tuhanlah yang terus bertahan sampai selama-lamanya.

2. Mencari Kebenaran Firman yang Diwahyukan

Hal kedua yang boleh kita kejar dan kita inginkan adalah kebenaran dari firman Allah yang telah diwahyukan kepada kita. Aku merindukan, aku menginginkan. Didalam Mazmur 119, banyak sekali muncul ayat, “Aku merindukan Firman-Mu : Aku memikirkan dan merenung kan Taurat-Mu: aku haus, lapar, dan mencari kehendak-Mu. Segala perintah-Mu, pengajaran-Mu, tuturan-Mu, Taurat-Mu, hukum-Mu, perkataan-Mu, itulah yang membuat hatiku hancur.” Kadang-kadang saya tidak mengerti, bagaimana penulis Mazmur bias merindukan kebenaran sampai muncul emosi sedemikian besar? Berbahagialah mereka yang memikirkan taurat Tuhan siang dan malam, mereka akan berbuah tidak habis-habisnya. Mazmur 1 berkata,“ Tetapi yang kesukaannya Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Dia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buah pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. “

Terkadang saya merasa diri miskin, karena merasa kurangnya kebenaran yang dapat saya khotbahkan. Itulah sebabnya saya harus terus bersandar pada Tuhan, merenungkan firman Tuhan, sehingga setiap minggu saya boleh membagikan kebenara Tuhan kepada jemaat saya. Setiap minggu, setiap hari, saya memberikan supply rohani kepada mereka yang mencari kebenaran. Kalau saya berdiri mencari kebenaran, tidak merindukan firman, tidak memikirkan perintah Tuhan, dan tidak diisi cukup, bagaimana saya dapat mengisi orang lain? Kira-kira sejak saya usia 20 tahun, saya menetapkan diri untuk tidak berkhotbah dengan cara mengutip isi buku. Saya menutup semua buku terlebih dahulu, mengambil sebuah ayat, berdoa meminta pengertian dari Tuhan, memikirkan ayat tersebut dan menuliskan khotbah. Setelah selesai, barulah saya melihat buku-buku tafsiran untuk mengetahui apa yang tafsiran-tafsiran itu katakan. Saya menemukan bahwa ada yang mereka pikirkan yang saya tidak pernah pikirkan, dan ada juga hal yang tidak mereka pikirkan, tetepi telah saya pikirkan.

Orang yang siang malam merindukan firman Tuhan, yang memikirkan hukum Tuhan, akan berbahagia luar biasa. Sekarang saya berusia 63 tahun, dan setiap tahun kira-kira naik mimbar 700 kali untuk berkhotbah dan mengajar, ternyata Tuhan terus memberikan apa yang saya bisa bagikan kepada pendengar tanpa habis habisnya. Ini janji Tuhan, bahwa kita harus mencari kerajaan Allah, mencari kebenaran Allah, dan mencari pengertian firman –Nya dengan memikirkan firman siang dan malam. Berbahagialah orang yang seperti demikian.

3. Menginginkan kelakuan yang Baik

Setelah kita merindukan kerajaan Allah, kebenaran keadilan (Yun.: dikaiosune) dan kebenaran firman (Yun.: aletheia), maka kita juga harus merindukan segala kebajikan. Paulus berkata, “ Rindulah segala perbuatan kebajikan. Segala perbuatan dan kelakuan yang baik, rindukan dan inginkanlah itu.” Kalau ada orang berbuat sesuatu yang baik, mari kita juga berkeinginan untuk bisa melakukannya. Jika kita melihat seseorang telah banyak membantu orang lain, lalu berpikir,” Kapan giliran saya dibantu?”, itu menunjukan bahawa pemikiran dan hidup kita sudah rusak. Ada seseorang pendeta datang ke seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) pada saat saya masih menjadi dosen di situ. Pendeta itu mengatakan telah membantu banyak sekolah, telah menyumbangkan banyak buku, dan sebagainya. Pada saat mendengar Kesaksianya, saya mengatakan dalam hati, “Luar biasa! Saya ingin seperti dia.” Selesai dia berkhotbah, pada saat makan, seorang rekan dosen berkata kepadanya,”Kamu telah membantu banyak sekolah dengan mengirimi mereka banyak buku, kapan mengirim buku ke sekolah kami?” Saya kaget dengan pertanyaan rekan saya tersebut. Ketika pendeta itu berkata telah membantu. Tapi rekan saya malah bertanya kapan dibantu. Jadi, ada dua macam sikap dalam menanggapi suatu tindak kebajikan. Yang satu ingin belajar melakukan kebaikan yang dilakukan orang lain. Yang satu lagi ingin mendapatkan kebaikan yang dilakukan orang lain. Lalu saya berfikir, sikap mana yang lebih sesuai dengan kebenaran Alkitab? Saya menemukan dalam perkataan Tuhan Yesus, “Berbahagialah orang yang lebih suka memberi daripada yang menerima.’ Jikalau ada rekan yang mengatakan di sini ada beasiswa, di sana ada uang, maka saya tahu rekan ini selalu diberi, selalu mau menerima, dan tidak berjiwa memberi.

Milikilah keinginan untuk berkelakuan yang baik. Milikilah keinginan untuk melakukan pekerjaan yang baik. Keinginan adalah suatu kerinduan tentang kapan kita boleh melakukan kebajikan yang sudah pernah dilakukan oleh orang lain. Salah satu karya sastra yang paling membangkitkan semangat umat manusia adalah tulisan mengenai riwayat hidup orang-orang agung. Ketika kamu membaca riwayat hidup orang-orang yang agung, petiklah pelajaran bagaimana dia bisa menjadi orang agung, bukan sekedar membaca untuk mengetahui riwayat hidupnya. Setelah kita mengerti rahasia yang membuat orang itu menjadi agung, lalu kita mulai bertanya kepada diri kita, bagaimana kita bisa meneladaninya dan menjadi seperti dia. Mari kita merindukan keagungan orang lain, dan juga merindukan apa yang benar yang dijalankan orang lain. Jangan iri akan kebaikan orang, tetapi inginlah untuk bisa melakukan seperti yang sudah orang lain lakukan. Ini suatu kerinduan yang agung. Jangan membenci karena dia lebih sukses daripada kita, tapi teladanilah dia, lalu belajarlah untuk merindukan pekerjaan yang baik.

4. Menginginkan Pelayanan Bagi Tuhan

Terakhir, Alkitab mengatakan, rindukanlah pelayanan. Rindukanlah jabatan yang baik. Saya ingin menjadi majelis. Saya ingin menjadi tua-tua. Saya ingin menjadi pendeta. Silahkan, itu tidak salah. Alkitab mengatakan, rindukanlah pelayanan, rindukanlah semua pekerjaan yang baik. Kalau seorang anak kecil mengatakan, “Kalau besar nanti saya ingin menjadi pendeta, saya ingin menjadi penginjil pergi ke tempat yang jauh dan mengabarkan injil, ingin menjadi majelis menolong orang lain,“ itu cita-cita yang baik. Tapi jangan merindukan kemuliaan dari posisi itu. Yang penting adalah bagaimana kita merindukan bisa menuntaskan kewajiban dan melakukan pengorbanan yang seharusnya karena kita berada di posisi itu.

Janganlah kita ingin menjadi majelis agar kita bisa dimuliakan oleh orang lain atau supaya kita bisa berkuasa besar di gereja. Janganlah kita ingin menjadi diaken supaya dihargai orang lain! Kalau kamu ingin menjadi diaken, kamu harus mempelajari bagaimana syarat dan kewajiban untuk menjadi diaken yang baik. Kriteria diaken seturut Alkitab adalah dia harus mempunyai kesaksian yang baik, memiliki keluarga yang tertib, mempunyai reputasi yang baik, dan memiliki jiwa berkorban. Itu yang seharusnya diinginkan. Yang diinginkan bukan reputasi atau kemuliaan. Inginkan suatu bobot sesuai dengan pelayanan yang terkait dengan jabatan itu. 

Mari kita memutar dan mengubah arah kita seturut jalur yang dikatakan Alkitab. Boleh saja jika kamu ingin jadi seorang hamba Tuhan yang besar. Boleh. Di dalam Alkitab, tidak ada ayat yang membunuh ambisi. Banyak orang berpikirkan dangkal, menganggap rendah hati sama artinya dengan tidak perlu maju. Tidak maju-maju itu bukan rendah hati. Tidak maju-maju ya artinya tidak maju-maju. Rendah hati adalah terus maju tetapi tidak pernah merebut kemuliaan Allah. Itulah rendah hati. Rendah hati terus mengejar, tetapi tidak pernah merasa diri sudah cukup didalam kebenaran. Itulah rendah hati, yang dibahas dalam topik lain.

Merindukan sesuatu bukan berarti sombong. Ingin sukses itu tidak salah. Ingin menjadi besar pun tidak salah. Dalam Perjanjian Lama, seorang nabi senior berkata kepada “sekertarisnya” yang masih muda, “Jangan merencanakan hal yang besar bagi dirimu sendiri.” Ini dikatakan nabi Yeremia kepada Barukh. Dalam Perjanjian Baru dikatakan, “Jikalau kamu ingin menjadi besar, jikalau kamu ingin merencanakan hal yang besar….” Kalau begini, Apakah kita tidak boleh merencanakan hal yang besar? Tidak! Jangan merencanakan hal yang besar bagi dirimu. Boleh tidak merencanakan hal yang besar bagi Tuhan? Justru Harus! 

Inilah salah satu prinsip yang paling penting dari Wiliam Carey, seorang misionaris yang ke India, “Mintalah hal-hal besar dari Allah dan kerjakanlah hal-hal besar bagi Allah.” Kalau dari Tuhan untuk Tuhan, silahkan kerjakan sebesar mungkin ambisimu, sebesar mungkin aspirasimu, sebesar mungkin doamu. Tidak salah kita berdoa dan meminta, “Tuhan, saya minta yang besar.” Tetapi semua permintaan yang besar itu harus sesuai dengan kehendak Tuhan, dan mengerjakan bagi Tuhan, itu sangat diperlukan. Justru kalau di Indonesiaada satu orang yang dapat berkhotbah terus kepada ratusan ribu orang, dia akan membawa banyak jiwa kepada Tuhan, tapi kita hanya puas dengan yang kecil saja. Yesus memang mulai dari kelompok kecil hanya dua belas murid. Tetapi apakah Yesus berkata kepada mereka, pergilah ke kampung kecil saja? Apakah demikian? Tidak! Yesus berkata, “Pergilah ke seluruh dunia, jadikanlah segala bangsa murid-Ku.” Pendeta yang salah mengerti Alkitab jangan mengajar orang lain. Kalau dia sendiri hanya mengerti separuh-separuh, lalu mengajar muridnya untuk menjadi orang orang yang kerdil, yang tidak berambisi, itu mencelakakan Kekristenan. Saya harap besok murid murid saya lebih besar dari pada saya. Kalau mungkin, mintalah sebesar mungkin dari Tuhan, bekerjalah sebesar mungkin bagi Tuhan, asal menurut perintah dan pimpinan Roh Kudus yang jelas supaya lebih banyak orang boleh diberkati.

Yesus memilih kedua belas murid, itu namanya kualitas (quality). Yesus menyuruh mereka pergi keseluruh dunia menjadikan segala bangsa murid-Nya, itu namanya kuantitas (quantity). Jika kamu menjaga kualitas lalu kehilangan kuantitas, maka kamu salah. Sebaliknya, jika kamu mengejar kuantitas lalu mengorbankan kualitas, kamu juga salah. Perkataan Nabi Yeremia adalah, “Janganlah merencanakan yang besar bagi dirimu.” Di situ ada kata “jangan.” Sedangkan Yesus yang merendahkan diri menjadi manusia berkata, “Jikalau ingin menjadi besar.” Yesus tidak mengatakan jangan ingin menjadi besar, atau jangan mimpi besar. Lalu sambung-Nya, “Hendaklah kamu menjadi budak (pelayan) bagi orang-orang lain.” Itu prinsip Yesus. Jadi, berambisi besar itu tidak salah, tetapi ada jalannya. Jalannya itu apa? Rendah hati, melayani orang lain, mengorbankan diri, menyerahkan diri, dan rela menjadi budak orang lain. Jikalau kamu ingin menjadi besar, jadilah budak yang melayani orang lain. Di sinilah kita melihat keistimewaan dan kekuatan ajaran Kekristenan.

Keinginan itu tidak salah. Alkitab memberitahukan beberapa keinginan yang salah, dan mengapa suatu keinginan diperbolehkan. Tetapi Alkitab juga memberitahukan bahwa keinginan itu harus dibatasi, misalnya, janganlah kamu menginginkan hal yang sudah dimiliki orang lain. Di sini harus ada batas. Jika kamu belum menikah lalu mencintai seseorang dan orang itu belum menikah, silahkan kejar. Seorang laki-laki yang berkata,” Saya cinta kamu. Saya mau menikah denganmu,” tidak usah malu, karena itu berarti dia bakal bertanggung jawab selama berpuluh -puluh tahun untuk melindungi dan menjamin keamanan perempuan itu. Dia memiliki kewajiban sebagai suami yang bertanggung jawab atas istrinya. Itu tidak salah. Tapi jika kamu sudah mempunyai istri, dan orang itu sudah mempunyai suami, lalu kamu berkata kepada istri orang tersebut, “Aku cinta kamu,” itu berarti kamu gila. Itu keinginan yang tidak beres, yang menjadi pendahuluan perzinahan, pendahuluan perusakan masyarakat, pendahuluan pembunuhan. Keinginan itu boleh, asal di dalam keadaan yang wajar, di dalam hak yang terbatas. Kamu yang belum menikah, berhak untuk menginginkan seorang wanita yang secantik apapun. Itu hakmu. Tetapi kalau dia tak mau, itu juga hak dia. Tidak bisa seenak diri saja.

Alkitab mengatakan kepada kita, jangan tamak uang. Orang yang tamak uang akan menusuk hatinya sendiri dengan segala kesusahan. Tamak harta, adalah akar segala kejahatan. Orang yang ingin mendapatkan uang dengan banyak cara yang tidak beres selalu berpikir dirinya lebih pintar dari pada orang lain. Tetapi sepertinya ada hukum yang akan menangkapnya sehingga dia tidak dapat lolos. Perasaan enak yang pada mulanya ia rasakan, akhirnya menjerat dirinya sendiri. Ketika di mati-matian mau melepaskan diri, sudah tidak bisa, Untuk menangis pun, air mata tidak cukup. Jangan main-main. Uang yang diterima secara wajar, uang yang diterima dari kerja keras dan menguras keringat, uang yang diterima secara benar, itu uang yang sehat dan mempunyai bangunan di atasnya yang tidak mudah roboh. Uang yang terlalu cepat diterima dari perjudian, yang diperoleh dari kelicikan, dan dari kepintaranmu sehingga kamu dapat memasang jerat bagi orang lain, sampai dia jatuh kedalam jeratmu dan uangnya kamu sita dan kamu ambil, besok kamu menurunkan pedang bagi anak-anakmu, saling berperang, saling membunuh. Jangan main-main. Tamak harta, adalah akar segala kejahatan.

Jangan menginginkan milik orang lain, jangan menginginkan lebih dari apa yang sudah diberikan Tuhan di dalam jalur yang benar. Tidak hanya itu, jangan kamu menginginkan hal-hal yang bersangkut paut dengan rencana iblis dan berlawanan dengan kehendak Tuhan. Alkitab dengan jelas memberikan banyak contoh. Salah satu contoh yang paling nyata adalah Raja Ahab yang menginginkan sebidang tanah milik Nabot. Lalu dengan cara yang keji Nabot dibunuh dan tanahnya di sita. Apakah Ahab mendapatkan tanah tersebut? Ya! Tapi Ahab harus mati. Menurut Alkitab, darahnya dijilat anjing. Jangan tamak. Jangan main-main.

Contoh yang lain ialah, Daud, seorang yang berkenan di hati Tuhan. Dia menginginkan istri orang lain yang cantik, Batsyeba. Daud melihat Batsyeba, lalu dia ingin bersetubuh dengannya. Keinginan itu menjadi sebuah kejahatan membuat suami Batsyeba dikirim ke garis depan peperangan yang paling berbahaya supaya terbunuh. Karena hal ini, maka 4 anak Daud, anak-anak yang dilahirkan dalam istana, harus mati sebagai hukuman dari Tuhan.

Kiranya Roh Kudus memberikan kekuatan kepada kita, memelihara kita, dan menjaga kita, sehingga keinginan, kerinduan, ambisi, kedahagaan, kehausan, kelaparan jiwa kita dibatasi, sehingga tidak jatuh kedalam jerat iblis.

BAB VIII : PENGUDUSAN EMOSI.

SIMPATI SEJATI

“Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” (Matius 5:7).

“Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” (1 Yohanes 3 : 17-18).

Jika sebelumnya telah dibicarakan tentang elemen-elemen pengudusan emosi dalam hidup orang Kristen, maka kali ini kita berbicara mengenai elemen lainnya, yaitu : Simpati. Sebagai orang Kristen, kita harus memiliki rasa simpati, kemurahan yang suci, serta hati yang berbelas kasihan kepada orang lain, di mana semuanya itu merupakan elemen-elemen yang sangat penting. Ini adalah salah satu aspek yang paling anggun dari karakter yang mungkin dicapai oleh seseorang. Kadang-kadang kita melihat orang yang kurang bersimpati, kurang bermurah hati, dan kurang berbelas kasihan, dapat memperlakukan sesama manusia seperti seekor binatang. Mengapa? Karena dia lupa bahwa dirinya sendiri adalah manusia dan sesamanya yang diperlakukan demikian pun juga seorang manusia. Dalam hubungan antar manusia diperlukan sebuah tali ikatan, yang mengikat keduanya berdasarkan emosi yang sangat indah, yaitu simpati.

MENGERTI SIMPATI

Kata simpati terdiri dari gabungan kata “sym,” yang berarti bersama-sama, harmonis, kebersamaan; dan “pathos,” yang berarti perasaan. Kita memerlukan pengertian dan perasaan bersama , bahwa dia manusia, saya pun manusia. Manusia mempunyai perasaan yang mirip, sama-sama adalah manusia yang sama-sama memerlukan perasaan sama, maka saya harus mengerti dari sudut ini apa yang dirasakan oleh orang lain.

Jika kita sendiri memiliki perasaan yang halus, tetapi mengira orang lain itu binatang, sebongkah kayu, dan benda yang tidak berperasaan, maka kita tidak lagi, menjalankan tugas dan kewajiban kita sebagai manusia yang harus bersimpati. Di dalam percakapan dua orang, jika kita melihat orang ketiga yang terus berbicara sendiri dan tidak mau mendengar orang lain, jangan pernah kita menjadi kawannya. Jika kita dalam pembicaraan dengan orang lain, yang dibicarakan hanya anaknya sendiri atau usahanya sendiri, dan tidak pernah mau mengetahui kesulitan orang lain, jangan kita menjadi kawannya. Mungkin secara tidak sadar kita juga sudah menjadi orang semacam ini. Jika berbicara, hanya membicarakan diri kita sendiri; hanya bicara tentang perasaan sendiri, bicara tentang untung sendiri, dan segala sesuatu yang ada sangkut paut nya dengan diri sendiri. Orang seperti ini tidak akan pernah menjadi pendengar yang baik. Kalau bertemu dengannya, dia akan terus berbicara, dan hanya dia saja yang mau didengar, dan dimengerti; pada waktu orang lain mulai berbicara, dia pergi. Mungkin juga kita sudah membiasakan diri menjadi orang semacam ini.

Di dalam pergaulan, kadang-kadang kita perlu mendengar, perlu mengerti, perlu bersabar mengetahui apa yang dirasakan dan dikatakan orang lain. Berbeda dengan seorang guru, mustahil dan tidak benar jika seorang guru sepanjang hari hanya mendengar murid, karena murid memang datang untuk mendengarkan guru. Orang Kristen yang terus menerus meminta Tuhan untuk mendengarnya, tetapi tidak mau terus menerus mendengarkan Tuhan, bagaikan Gereja-gereja Kharismatik yang hanya terus berdoa, mau Tuhan mendengar, tetapi tidak memedulikan Firman sebagai kebenaran Allah serta hanya menonjolkan kesaksian manusia dan doa keinginan manusia yang diemosikan. Mereka terlihat giat sekali, tetapi sebenarnya tidak baik-baik mendengarkan Firman Tuhan. Apabila orang Kristen seumur hidupnya tidak mau mendengarkan Firman Tuhan, hanya mau Tuhan mendengarkan kita, hal ini tidaklah adil.

SIMPATI VERTIKAL DAN HORISONTAL

Ketika Tuhan berbicara kepada manusia, Dia tidak mungkin salah, karena Dia adalah kebenaran. Dalam relasi guru dengan murid, guru yang berbicara, karena guru yang mengajar dan murid mendengarkan. Tetapi di dalam persamaan sebagai saudara, sebagai anggota dalam komunitas, atau sebagai sesama orang Kristen, atau sebagai sesama manusia, kita perlu saling , mendengarkan. Kecuali jika kita betul-betul mengakui bahwa orang itu benar-benar mengerti lebih banyak dan kita mau belajar dari dia, maka belajarlah mendengar. Kalau tidak, kita harus mempunyai perasaan yang sama satu dengan yang lain. Dengan demikian, kita memupuk pengertian isi hati, pengertian perasaan, dan pengertian kebutuhan orang lain.

Kebudayaan di Barat dan Timur mempunyai titik tolak yang berbeda sehingga mengakibatkan pemusatan yang berlainan dalam menjadikan titik tolak atau pusat dalam mengembangkan seluruh sistem kebudayaan. Di Barat, rasio yang diutamakan. Di Timur, perasaan yang diutamakan. Itulah sebabnya banyak agama timbul di Timur, bukan di Barat; logika berkembang di Barat, bukan di Timur. Pendidikan lebih banyak dianggap penting di Barat, tetapi meditasi dan perasaan budaya yang harus dari hati manusia dikembangkan di Timur. Mengapa orang Barat kalau mau bermeditasi pergi ke Timur, sedangkan orang Timur mengirim anaknya sekolah ke Barat. Mengapa kita tidak mengirim anak kita sekolah ke Irak? Kenapa sesudah lulus anak kita tidak dikirim ke Srilanka? Kenapa anak kita tidak dikirim ke Jerman, Amerika, Belanda, Inggris, Australia? Namun demikian, dunia Barat telah merasionalisasikan agama dan theologi, sedangkan dunia Timur lebih mementingkan perasaan jiwa, hati, bermeditasi, dan perenungan. Inilah perbedaan Barat dan Timur. Orang yang penting di Gerika adalah Aristoteles, orang yang penting di Asia adalah Mencius.

Mencius mengatakan empat kalimat yang penting tentang bagaimana mengembangkan sesuatu yang sudah ada dalam jiwa manusia. Istilah “ren jie you ze” berarti setiap orang yang disebut manusia – semua orang sama sama memiliki – itu tidak berbeda – semua orang sama-sama memiliki – itu tidak berbeda. Tidak ada perbedaan warna kulit, hitam, putih, coklat, atau bangsa, suku, bahasa. Semua yang disebut manusia itu sama. Ini penemuan besar. Menemukan persamaan menjadi suatu dasar kemungkinan untuk mencapai perdamaian. Menemukan perbedaan mungkin menjadi penyebab peperangan. Peperangan terjadi karena ”kamu berbeda dengan saya, dan saya harus menghancurkan kamu.” Tetapi ketika kita menemukan persamaan kita dengan orang lain, persamaan-persamaan yang digali dan disadari mengakibatkan kita mencari keharmonisan. Tapi sebenarnya, orang yang mengerti persamaan namun tidak mengerti perbedaan adalah orang yang agak bodoh, sebaliknya yang bisa mengerti perbedaan dia adalah orang yang pintar. Jika kita hanya bisa mengerti persamaan antara monyet dan manusia, kita hanya mengerti teori evolusi, tetapi mengerti perbedaan manusia dengan monyet barulah menemukan keunikan ciptaan Tuhan.

EMPAT KEUINIKAN MANUSIUA VERSI MENCIUS

Mencius berdasarkan wahyu umum telah mengatakan, “Semua manusia (ren jie you ze) sama-sama memiliki empat hal.” Keempat hal tersebut meliputi :

Perasaan Terharu. Perasaan terharu kita berbeda dengan binatang. Pada waktu seorang anak kecil sakit, dia menangis. Kita bukan anak kecil, kita sudah dewasa, tapi ketika kita melihat anak kecil menangis karena sakit, kita ikut menangis dan terharu. Kita sedih, karena kita terharu. Perasaan terharu ini membuktikan bahwa kita adalah manusia. Tetapi ketika seorang anak kecil menangis , apakah seekor harimau datang dan berkata, “Kasihan ya. Meskipun aku lapar, tapi aku terharu, aku pergi dan tidak jadi makan”? Tidak, anak itu pun langsung dimakan harimau, karena harimau bukan manusia. Harimau tidak bisa merasa terharu karena emosinya tidak dapat terangsang menjadi emosi simpati. Menurut Mencius, perasaan terharu adalah aspek pertama atau fungsi pertama dari hati nurani.

Perasaan Malu. Perasaan kedua adalah rasa malu. Ketika kita berbuat salah, kita menjadi malu. Kita malu mengapa mengatakan kalimat tertentu, mengapa mengerjakan sesuatu, atau bersikap seperti itu. Orang yang berbuat salah bisa merasa malu. Orang yang berkata salah bisa merasa malu. Orang yang bertindak salah bisa merasa malu. Orang setelah berbuat dosa bisa menyesal dan merasa malu. Binatang tidak. Jika ada orang orang yang setelah berbuat dosa tidak malu, malah membanggakan diri, “Coba lihat, aku bisa menipu papaku, istriku, mereka tidak tahu,” maka orang itu lebih mirip binatang, dan tidak mirip manusia. Manusia adalah manusia, karena manusia dapat menjadi malu karena kesalahannya. Ini adalah hal yang sangat penting, yang dapat menjadikan kita mungkin bertobat, mungkin meninggalkan dosa, mungkin hidup lebih baik karena kita memiliki kesanggupan atau daya dasar untuk merasa malu karena dosa.

Perasaan Hormat dan Mengalah. Perasaan unik yang ketiga adalah kerelaan menghormati orang lain dan mengalah. Perasaan ini dimiliki oleh setiap orang. Ketika kita berada di dalam bus dan melihat ada seorang yang jauh lebih lemah, jauh lebih tua, dan tidak mempunyai kekuatan, kita akan merasa sungkan dan tidak enak untuk tetap duduk dan membiarkan kursi kepadanya. Jika kita seorang laki-laki yang masih kuat, maka kita tidak mungkin tetap duduk dan membiarkan seorang perempuan yang sedang hamil tua tetap berdiri. Dengan perasaan mengalah, kita rela memberikan sesuatu yang seharusnya menjadi hak kita untuk menghormati orang lain karena kita simpati kepadanya. Perasaan demikian haruslah ada, untuk membuktikan bahwa kita benar-benar manusia. Jika perasaan itu tidak ada, maka kita bukanlah manusia. Filsafat Tiongkok Kuno mengatakan, “ren ci ren ye,” berarti manusia harus memiliki jiwa kebaikan, jika hal itu tidak ada apakah dia boleh disebut manusia? Apa tanda dan syarat-syaratnya? Apa kualifikasi seseorang sehingga dia dapat disebut sebagai manusia? Jika dia berbentuk manusia, tetapi berjiwa setan, berjiwa binatang, dia adalah penipu yang paling besar dalam masyarakat.

Perasaan Intuisi Pembeda. Perasaan keempat yang merupakan keunikan dalam diri manusia adalah suatu intuisi dalam diri manusia yang membedakan antara yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah, yang boleh dan yang tidak boleh, yang sesuai dengan hati nurani atau yang melawan hati nurani. Hal keempat ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Paulus dalam Roma 2, bahwa orang-orang yang tidak diberi Taurat, bangsa-bangsa yang tidak pernah mengenal Taurat Musa, tidak boleh lupa bahwa Allah tetap akan menghakimi mereka karena fungsi Taurat sudah dicantumkan dalam hati mereka. Mereka tidak luput dari penghukuman Tuhan pada hari kiamat karena kepada mereka sudah diberikan hati nurani. Istilah “hati nurani” yang dibicarakan lebih dari dua puluh kali dalam Perjanjian Baru tidak pernah muncul dalam Perjanjian Lama, tetapi sudah disyaratkan dalam Perjanjian Lama dalam kitab Amsal sebagai “pelita di dalam jiwa manusia.” Roh manusia merupakan pelita Tuhan yang diletakan di dalam diri manusia. Manusia disebut manusia karena ada satu pelita, yaitu cahaya yang memberikan penyinaran, pencerahan, untuk menunjukan kesalahan-kesalahan, dosa dan kejahatan yang telah kita lakukan.

Keempat hal yang digabungkan dan ditemukan oleh Mencius ini adalah reaksi manusia terhadap wahyu umum. Saya membagikan reaksi manusia dalam dua jenis:

(1) Reaksi manusia terhadap wahyu umum secara external (external reaction), yaitu reaksi yang dinyatakan keluar, mengakibatkan timbulnya kebudayaan.

(2) Reaksi manusia terhadap wahyu umum Tuhan Allah secara (internal reaction), yaitu nilai hidup internal dalam diri manusia, mengakibatkan timbulnya agama.

Agama dan kebudayaan saling bertumpang tindih dan bertemu dalam satu bidang, yaitu moral. Meskipun keagamaan yang liberal tidak lagi menerima hal-hal metafisika, supernatural, mujizat seperti yang tercantum dalam Kitab Suci, namun mereka, tidak dapat menolak satu-satunya bidang yang tidak mungkin dibuang, yaitu moral. Demikian juga pada waktu kebudayaan membicarakan tentang nilai yang paling dalam, tidak mungkin tidak menjelajah ke dalam satu hal yang paling dalam, yang paling misterius yaitu nilai moral. Inilah satu tempat yang tumpang tindih, satu tempat yang sama-sama dimiliki; kebudayaan sedalam-dalamnya memiliki penilaian tentang moral, agama sedangkal-dangkalnya juga memiliki penilaian di dalam bidang moral.

Moral, seperti yang tercantum di dalam Alkitab disebut sebagai “hati nurani,” menjadi salah satu aspek yang menyebabkan kita disebut “ciptaan menurut peta dan teladan Allah.” Manusia disebut manusia karena ia memiliki kemampuan untuk terharu, memiliki kemampuan untuk mengerti jiwa orang lain, memiliki kewajiban untuk berbuat baik dan tidak berkanjang (melakukan pekerjaan) dalam kejahatan, seperti yang dimandatkan dalam perintah tertinggi yang diberikan Tuhan dalam hatinya. Dengan demikian, usaha untuk membuktikan Allah itu ada atau tidak, tidak diperlukan lagi. 

Di dalam filsafat Immanuel Kant, presuposisi ini menjadi dasar yang tidak membutuhkan argumen lain, apapun itu. Argumen ini sudah cukup. Argumen bahwa kita harus bermoral tinggi merupakan argumen dasar yang tidak membutuhkan argumentasi pendukung lainnya. Hal ini yang kemudian dikenal dalam pemikiran Kant sebagai categorical imperative yang diterjemahkan sebagai perintah tertinggi yang tidak mungkin bisa dilampaui oleh perintah yang lain. Perintah ini diberikan kepada kita oleh yang tertinggi, karenanya perintah ini adalah perintah yang tertinggi. Karena apa? Karena perintah ini bukan berasal dari hukum manusia, bukan dari pemerintah, bukan dari institusi, bukan dari gubernur, bukan dari raja, bukan dari papa mama. Setiap orang diberi perintah untuk “berbuat baik, berbuat benar.” Dari mana kalimat ini berasal? Tidak perlu dibuktikan. Tidak perlu membicarakan Allah ada atau tidak. Perintah ini sendiri sudah membuktikan bahwa Allah itu ada. Ini teori dari Immanuel Kant.

Jika ada Kant di Barat, maka di Timur ada Mencius, yang sama-sama mempunyai pengertian ini, namun berbeda dua ribu tahun. Mencius mengatakan hal ini da ribu empat ratus tahun yang lalu, sedangkan Kant baru dua ratus tahun yang lalu. Dunia Barat jauh ketinggalan di dalam mengerti sifat manusia yang paling inti di dalam aspek kebudayaan, khususnya tentang masalah moral. Tetapi Kitab Suci jauh lebih dahulu ada daripada Mencius, Konfusius, Buddha, dan pemikiran Upanishad dari Hinduisme. Dalam Mazmur 90, Musa telah mengatakan, “Mari kita dengan takut akan Allah mengenal kemarahan-Nya.” Karena takut kepada Allah, menghormati Tuhan, mengerti kemarahan-Nya, berarti kita mau berbuat segala sesuatu yang sesuai dengan perintahNya. Allah memberikan perintah moral kepada manusia melalui Musa dalam bentuk Sepuluh Perintah, sehingga kita dimampukan untuk mengerti bahwa aspek moral itu memang perintah yang berasal dari Tuhan Allah.

SIMPATI DAN KEMURAHAN

Dalam studi berikut ini, kita akan mencoba mengerti apa artinya kemurahan, simpati, dan belas kasihan. Sebagai sesama manusia, kita hidup di dalam dunia yang memiliki berbagai kesulitan. Kesulitan-kesulitan ini memancing kita untuk membayangkan bagaimana jika hal demikian menimpa kita. Ini yang disebut sebagai imajinasi. Ketika kita melihat seseorang yang sedang sakit, lalu dengan begitu berat dia mengeluh, maka kita cenderung pergi meninggalkan dia, karena kita takut tertular, dan takut mengalami hal yang serupa dengannya. 

Keinginan menyingkir dengan segera ini merupakan daya dasar manusia yang dipicu oleh ketakutan kita untuk mengalami kesulitan dan penderitaan yang sama. Kita mempunyai sesuatu daya dasar yang sangat misterius, yaitu hal-hal yang baik dan yang indah akan demikian menarik kita, sedangkan hal-hal yang jelek dan berbahaya membuat kita lari menjauh. Ketika kita melihat orang lain yang terus menerus batuk, mengeluh, sakit dan tidak kunjung sembuh, kita mulai berfikir untuk meninggalkannya, karena takut mengalami penderitaan atau kesakitan yang sama. Daya dasar demikian merupakan daya dasar yang sangat wajar. Hal yang indah menarik kita untuk melihat lebih banyak, bukan? Tetapi yang jelek, yang abnormal, mengakibatkan kita pergi serta tidak mau melihat karena merasa tidak ada faedahnya bagi kita. Hal demikian merupakan suara hati paling dalam dari insting manusia untuk membela diri.

Tetapi, mengapa ada semacam orang yang justru pada saat orang lain mengalami kesulitan, justru datang mendekat kepadanya? Orang-orang seperti ini begitu rela mendekati orang-orang yang miskin, yang susah, yang abnormal, yang sakit keras, bahkan yang berpenyakit menular. Itu berarti ada suatu perubahan emosi, yang terjadi pada orang-orang itu, sehingga mereka tidak lagi bergantung hanya pada naluri alamiahnya tetapi mulai naik menuju taraf simpati. Rasa simpati menjadikan mereka memiliki kemurahan, pengertian, kerelaan berkorban diri, rela menyangkal diri, dan rela memberi. Melalui perilaku ini muncul suatu keindahan dalam sifat manusia, yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang Kristen. 

Pertama kali saya merasakan emosi demikian sangatlah tdak mudah, yaitu ketika saya berusia 19 tahun. Saya menyerahkan diri menjadi Tuhan saat berusia 17 tahun dan mulai pergi mengabarkan injil. Saya membeli traktat dengan uang saku saya sendiri, lalu berusahan membagikannya dikereta api, di rumah sakit, dan berbagai tempat lainnya. Saya pernah diusir, dimaki, dan dihina, tetapi saya tidak perduli. Dalam tiga setengah tahun, hingga usia 20 tahun saya telah berkhotbah sebanyak 862 kali diberbagai gereja.

Suatu kali saya melayani kelas sekolah minggu dengan anak-anak sekitar 8 hingga 12 tahun disebelah kanan saya, di baris paling depan, ada seorang anak dengan wajah yang abnormal. Jika kamu melihatnya, kamu pasti ingin segera berpaling dan meninggalkannya. Anak seperti ini biasanya tidak dibawa ketempat umum. Saya sungguh-sungguh takut melihatnya, dan saya merasa sangat susah, bahkan tidak bisa melihat wajahnya. Ketika saya harus berkhotbah, pikiran saya terus dipengaruhi oleh wajah anak itu, yang membuat saya sulit berkonsentrasi untuk bercerita pada anak-anak tersebut tentang Firman Tuhan. Saat itu juga saya ditegur oleh Tuhan: ”Apakah kamu sadar siapa dirimu? Apakah kamu seorang hamba Tuhan jika kamu tidak memiliki cinta kasih yang cukup untuk melayani?” Saya merasa susah sekali dan hari itu saya belajar untuk melihatnya dan memberi tahu bahwa saya mengasihinya. Namun sungguh, setiap kali saya melihat dia, melihat wajahnya saya ketakutan. Saya rasa, sepanjang saya berkhotbah saya tidak sampai 5 kali melihatnya dan setelah itu saya tidak berani melihat dia lagi, kemudian cepat-cepat pulang. Malam itu, saya berlutut di hadapan Tuhan memohon ampun. Saya sadar bahwa saya tidak mungkin bisa menjadi seorang hamba Tuha yang baik, jika melihat wajah seperti itu saja, saya tidak tahan dan tidak rela. Saya terharu ketika melihat cinta kasih Tuhan Yesus yang rela datang ke dunia, mencintai manusia yang najis seperti saya, namun kini saya tidak rela melihat orang dengan wajah seperti itu.

Bertahun-tahun kemudian, setelah saya lulus dari sekolah theologi, saya mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani di sana sini, saya diutus ke tempat orang sakit kusta dan ke tempat di mana ada banya penyakit yang luar biasa beratnya. Di sana saya mulai berjanji kepada Tuhan bahwa saya mau belajar mengasihi mereka. Saya mau mengerti, mau menjamah tangan mereka, berjabat tangan satu per satu dengan orang sakit kusta, yang tubuhnya bernanah. Saya mau belajar kalau itu merupakan tugas seorang hamba Tuhan yang mau memberitakan kasih. Istilah kasih bukan pada mulut, tetapi berada di dalam ketulusan, kejujuran, dan kesungguhan.

Saya mau belajar untuk berlaku dengan kejujuran dan ketulusan. Memang itu sangat sulit dan berat, tetapi jika tidak bisa saya lewati, maka saya merasa lebih baik saya berhenti menjadi hamba Tuhan. Jika saya tidak bisa mengasihi mereka yang lebih rendah, lebih miskin, lebih sulit, lebih sakit, lebih kotor, lebih inferior daripada saya, lebih baik saya berhenti menjadi hamba Tuhan.

Suatu hari, pada saat saya turun dari pesawat di Surabaya dan dalam keadaan yang sangat lelah. Saya langsung memanggil taksi untuk pulang. Begitu naik taksi, saya baru sadar bahwa wajah sopir taksi itu begitu buruk. Hidungnya begitu besar dan sepertinya ada kelebihan daging yang cukup besar tumbuh di sana, sampai menjepit matanya. Saya mulai ketakutan lagi. Saya teringat anak yang saya temui ketika berusia 19 tahun dulu. Saya berfikir apakah kalau anak itu menjadi dewasa akan seperti sopir ini. Secara reflek saya duduk di kursi belakang supir agar tidak melihat wajah supir tersebut. Tetapi dia terus mengajak saya berbicara sambil melihat ke kaca spion, sehingga saya harus terus menerus melihat ke wajahnya. Saya menjadi heran, dan dalam hati saya muncul beberapa pertanyaan. Dia orang yang wajahnya abnormal, apakah dia minder (rendah diri) atau tidak? Apakah dia sudah menikah, dan kalau sudah menikah, bagaimana perasaan istrinya terhadap dia? Lalu saya mulai berbincang-bincang dengan dia. Ternyata dia sama sekali tidak minder dan dia memiliki istri yang cantik dan memiliki dua anak yang sehat-sehat dan berwajah normal, tidak seperti dia. Istrinya juga begitu setia merawat dan mengasihinya. Mendengar cerita supir ini, saya sadar bahwa kerohanian saya ternyata kalah dibandingkan dengan istri orang ini, apakah saya masih bisa bertahan dan masih bisa mengasihi. Bagi saya ini sungguh sangat sulit.

Alkitab berkata, berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka juga akan diberi kemurahan. Ini hukum Tuhan. Jika Tuhan menghentikan keran yang menurunkan anugerah kepada kita, jangan kita terkejut, karena kita telah terlebih dahulu menghentikan keran kita untuk memberikan kemurahan kepada orang lain. Janganlah kita mengira bahwa kita boleh menikmati terus menerus anugerah Tuhan tanpa henti dan boleh berbuat kejam terhadap orang lain. Jangan kira dengan mempermainkan orang lain maka kita akan mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin, dan Tuhan akan terus membiarkan kita hidup seperti ini. 

Pada satu hari Tuhan akan menghitung dosa kita seperti dia menghitung dosa yang sudah ditimbun oleh Belsyazar. Tuhan mengatakan, “Mene, mene, tekel ufarsin,” yang artinya : sudah genap, sudah cukup, dan berhenti sampai di sini saja (Dan. 5:25). Anugerah Tuhan telah dihentikan karena kejahatan Belsyazar sudah memuncak, kejahatannya sudah genap, dan sampai di sini saja hidupnya. Malam itu dia dibunuh, dan kedudukannya diserahkan kepada orang lain. Malam itu juga dia dilempar keluar dari anugerah Tuhan. Pada hari itu, dia tidak lagi berhubungan dengan anugerah Tuhan. Hari itu menjadi hari terakhirnya. Jangan kira semua kemurahan anugerah Tuhan boleh sepatutnya kita terima terus menerus (Rm 2: 3-5).

Seringkali kita terus menerus menabung kejahatan dan sambil menabung kejahatan, kita beranggapan bahwa kita bisa terus menerus menerima anugerah. Sering kali kita berfikir bahwa sambil menabung kejahatan, sambil menikamati kemurahan Tuhan. Memang itu semua bisa terjadi, tetapi hanya sampai batas tertentu. Kemurahan dan anugerah Tuhan sebenarnya menuntut kita untuk bertobat, berhenti berbuat jahat. Tetapi kita berdiam diri dan mengabaikannya. Maka pada saat kita menganggap sepi anugerah Tuhan, kita sedang menimbun kemarahan Tuhan. Dan kemarahan itu akan memuncak sampai hari kiamat, di mana manusia sudah tidak bisa lagi melarikan diri. “Mene, mene, tekel ufarsin,” Tuhan berkata,”sudah cukup dan sekarang dihentikan.” Mulai hari ini kamu disingkirkan, kamu diturunkan dari takhtamu, kamu diberhentikan dari penerimaan anugerah yang selama ini berlimpah. Kiranya hal ini menyadarkan kita untuk jangan bermain-main dengan Tuhan. Tuhan itu dasyat; Tuhan itu adil dan suci adanya. Kehormatan dan Kemarahan yang tertinggi tidak mungkin disuap. Tidak mungkin lagi untuk naik banding, karena Dia adalah yang paling besar dan paling tinggi.

Mari kita belajar akan prinsip kemurahan ini. Mari kita belajar memberi kemurahan kepada orang lain, maka kepada kita akan diberi kemurahan. Pada saat kita memberikan simpati kepada orang lain, maka kepada kita akan diberikan simpati. Pada saat kita menyatakan belas kasihan kepada orang lain, maka kita akan menerima belas kasihan. Urutan ini tidak boleh salah dan tidak boleh dibalik. 

Jangan kita menjadikan belas kasihan, simpati, memperhatikan orang lain, sebagai umpan untuk mendapatkan berkat lebih banyak sebagaimana ajaran-ajaran sesat dari beberapa aliran karsimatik. Ada sebagian dari mereka yang menyatakan bahwa jika kita memberi persembahan sepuluh ribu, maka Tuhan memberikan seratus ribu. Itu bukanlah motivasi yang diajarkan didalam Alkitab. Itu lebih tepat menjadi ajaran dari setan. Mungkin ada orang yang menyanggah dan menyatakan bahwa ketika dia memberikan perpuluhan, Tuhan benar-benar memberkatinya. Dalam hal ini kita harus tahu bahwa yang terjadi sebaliknya, yaitu orang itu telah terlebih dahulu menerima dari Tuhan, baru mengembalikan sepersepuluhnya, jangan kita memutarbalikan Firman Tuhan: yang Tuhan berikan, kita kembalikan sepersepuluhnya, bukan memberi sepersepuluh supaya Tuhan memberi seratus, atau memberi seratus supaya Tuhan memberi seribu. Memang Tuhan berjanji akan membukakan tingkap langit dan melimpahkan berkat kepada kita, tetapi Tuhan tidak berkata bahwa jika kita memberikan satu juta, maka Tuhan berkewajiban mengembalikan sepuluh juta; atau jika kita memberikan satu miliar, Tuhan harus mengembalikan sepuluh miliar. Itu ajaran yang memutarbalikan Alkitab.

Alkitab mengatakan, jika ada orang memiliki karunia lidah atau bernubuat, maka dia harus mengikuti peraturan dan ketertiban. Dalam sebuah Konferensi Kristen Internasional, seorang pendeta Kharismatik mengatakan yang dimaksud dengan menurut peraturan itu berarti semua gereja harus mempunyai dan melakukan karunia lidah. Saya menyatakan bahwa itu adalah kesalahan penafsiran Alkitab. Saya menyatakan itu dengan keras dan tegas dihadapan orang itu dan di hadapan semua peserta konferensi itu, karena ribuan gereja bisa ditipu dan diselewengkan atau dibawa kepada kesalahan yang fatal. Alkitab dengan jelas mengatakan, kita bukan hanya berdoa dalam roh, tapi juga harus berdoa dengan akal budi. Mereka membalikan bahwa kita bukan hanya berdoa dengan akal budi, tetapi harus juga dalam roh, lalu menganjurkan karunia lidah. 

Cara penafsiran Alkitab seperti demikian harus kita hindari dan waspadai. Tidak ada ajaran Alkitab yang mengajarkan bahwa jika kita memberikan satu miliar, nanti Tuhan akan memberikan sepuluh miliar. Saya rasa, jika kita membutuhkan uang, cara seperti ini bisa menjadi satu cara yang efektif sekali untuk mendapatkan banyak uang. Tetapi itu bukan cara yang diizinkan oleh Tuhan. Yang Tuhan izinkan adalah berilah apa yang sudah diberi oleh Tuhan, dan kembalikanlah perpuluhan itu, karena itu milik Tuhan sendiri.

Alkitab mengajarkan tentang simpati, yaitu bagaimana kita memiliki belas kasihan dan kemurahan. Kita harus setiap saat menyatakan kemurahan yang didorong oleh belas kasihan. Ini ajaran Alkitab. Memberikan kemurahan bukan didasarkan pada motivasi untuk memancing sebagai umpan agar kita bisa mendapatkan berkat lebih besar lagi dari Tuhan Allah. Yang benar adalah karena digerakan Tuhan, karena pimpinan Tuhan, karena prinsip Alkitab dan kasih Tuhan yang menggerakan hati kita untuk mengingat orang miskin, mengingat orang sakit, mengingat orang yang membutuhkan, mengingat orang yang kesusahan. Allah tidak akan melupakan orang yang selalu hidup dalam keadaan demikian.

SIMPATI ADALAH KESEIMBANGAN DOKTRIN DAN PERBUATAN

Simpati berasal dari kata sympathos, yaitu suatu perasaan bersama di dalam hidup bersama seseorang. Ini merupakan suatu perasaan yang luar biasa anggun. Seorang yang penuh simpati, yang begitu rela dan mau mengerti orang lain, yang mau mengetahui kesulitan orang lain, adalah seorang yang agung. Jika dalam suatu Gereja, doktrin telah digarap dengan begitu ketat, orang menjadi pandai dan mengerti theologi, pandai berkhotbah, tetapi memiliki hati yang dingin bagaikan es batu, maka lebih baik Gereja itu ditutup saja. Banyak Gereja Reformed di seluruh dunia, namun kebanyakan mereka mementingkan ajaran yang ketat, memiliki doktrin yang benar dan kuat, tetapi kehilangan semangat memberitakan Injil. Saya ingin Gereja memiliki doktrin yang kuat sekaligus hati yang mengasihi jiwa-jiwa yang terhilang. Itu sebabnya Gereja Reformed yang saya dirikan diberi nama Gereja Reformed Injili. Ketika Kromminga meninggal, orang menemukan tiga makalah. Makalah dari mantan rektor Calvin Theological Seminary ini sepintas terkesan bernuansa liberal. Setelah orang meneliti, baru mereka sadar bahwa selain memperhatikan doktrin yang ketat, masih ada banyak hal lain yang juga perlu diperhatikan, khususnya bagaimana mencintai jiwa-jiwa yang terhilang, dan juga bagaimana bersimpati, mengasihi orang-orang yang miskin, yang susah, yang menderita dan yang mengalami berbagai penyakit.

Yesus Kristus sendiri di dalam dunia mengajar dan menegur, mengajar tentang Kerajaan Allah, menegur kemunafikan orang Farisi. Tetapi di lain pihak, Dia juga memberi belas kasihan dan pertolongan kepada sedemikian banyak orang yang memerlukan pertolongan. Yesus menaruh belas kasihan kepada mereka, Yesus bersimpati kepada mereka, dan Yesus menyatakan kemurahan kepada mereka. Istilah “simpati” tercatat muncul 10 kali di seluruh Perjanjian Baru. Pada waktu Yesus melihat ribuan orang lapar karena belum makan, Dia menaruh belas kasihan kepada mereka. Ketika Yesus melihat mereka seperti domba yang kehilangan arah diseluruh bumi, Yesus menaruh belas kasihan kepada mereka.

SIMPATI PADA SESAMA ORANG PERCAYA

Pertama-tama, kita perlu memupuk belas kasihan kepada sesama saudara seiman kita. Kita perlu mulai menjalankan simpati kita kepada sesama orang Kristen. Banyak orang di dalam Gereja saling membenci, tetapi bisa begitu baik kepada orang di luar Gereja. Dia penuh kebencian terhadap sesama orang percaya, tetapi begitu giat melakukan diakonia kepada orang lain yang tidak seiman. Orang-orang seperti ini sulit sekali menolong saudara-saudaranya yang seiman, sulit mengulurkan tangan bagi saudara seimannya, tetapi begitu bermurah hati kepada orang-orang yang tidak seiman. Ini sikap yang melawan ajaran Alkitab, dan ini bukan sikap orang Kristen yang baik. Itu bukan berarti kita tidak mengasihi dan berbelas kasihan kepada sesama manusia secara umum. 

Alkitab mengajarkan kita untuk mengasihi sesama kita, baik orang percaya maupun orang yang belum percaya. Petrus mengajarkan kita untuk mengasihi semua orang, tetapi dimulai terlebih dahulu dari saudara-saudara seiman dulu, baru mengasihi semua orang. Ada urutan yang harus diperhatikan. Apabila orang Kristen sendiri yang berada dalam kesulitan tidak dijaga, tidak dipelihara, tidak digubris, dan memakai perpuluhan hanya untuk orang luar, maka rumah Tuhan akan sunyi senyap, serta selalu dihina oleh orang lain. Apakah kita saling memikul beban saudara kita? Apakah kita mau saling menghapus air mata saudara kita? Apakah kita mengerti beban berat yang ditanggung oleh saudara kita? Apakah kita menaruh belas kasihan kepada mereka?

BAGAIMANA MENARUH BELAS KASIHAN

Bagaimana kita bisa hidup sebagai orang Kristen yang menaruh belas kasihan kepada sesama? Selain naluri yang kita miliki, yang sudah diberikan oleh Tuhan sebagai sifat dasar manusia, semua orang diberikan oleh Tuhan fungsi hati nurani seperti demikian, saya percaya kita memerlukan beberapa pengertian lebih dalam lagi.

1. Ketaatan

Belas kasihan adalah prinsip dan ajaran Alkitab yang harus kita taati. Selain kita mengerti bahwa kita adalah manusia yang diciptakan Allah dengan fungsi hati nurani, kita juga harus mengerti bahwa berbelas kasihan adalah suatu prinsip hidup Kristen yang tidak dapat ditolak, suatu perintah Allah yang harus kita taati. Allah sudah memberikan Perintah-Nya supaya kita berbelas kasihan kepada orang lain, maka kita harus memiliki kemurahan hati kepada sesama sebagai bukti kita menaati Allah. Jika kamu mengatakan bahwa kamu kurang tergerak dan tidak mempunyai desakan dari Roh Kudus, maka saya berkata bahwa hal ini tidak perlu didiskusikan lagi, karena belas kasihan atau memberikan kemurahan kepada orang lain adalah perintah Tuhan yang harus kita jalankan.

Ada dua macam sikap dalam menjalankan perintah Tuhan ini : pertama, rela; dan kedua kurang rela. Apakah orang yang kurang rela melakukan perintah ini boleh tidak melakukannya? Tidak rela pun harus tetap melakukannya. Mengapa? Karena ini suatu perintah; perintah yang berasal langsung dari Tuhan Allah. Perintah Allah adalah perintah yang harus kita jalankan, karena Dia adalah Allah. Ketika Allah menghendaki dan memerintahkan kepada kita agar hidup suci, maka sekalipun kita tidak suka hidup suci, kita harus hidup suci. Ketika Allah memerintahkan kita untuk mengabarkan Injil, sekalipun kita tidak suka mengabarkan Injil, kita harus tetap mengabarkan Injil. Dalam hal ini, sambil kita menjalankan, sambil meminta kepada Tuhan untuk menolong kamu dengan memberikan kelembutan dan kerelaan hati untuk melakukannya dengan ringan.

Hanya ada satu perbedaan antara orang yang rela dengan yang tidak rela menjalankan perintah Tuhan, yaitu : memikul salib yang tidak ada pahalanya atau tidak perlu memikul beban kelebihan itu. Waktu kita rela melakukan perintah Allah ini, kita akan merasa bebannya ringan. Waktu kita tidak rela, maka kita merasa salib terlalu berat, dan saat itu kita sedang memikul beban tambahan yang tidak ada pahalanya. Orang seperti itu adalah orang yang bodoh, yang terus menerus menjadikan dirinya tersiksa. Lebih baik kita jangan membantah. Kalau kita diikat karena Tuhan sekarang sedang menghukum kita, maka sekalipun kita melawan, tidak mungkin ikatan itu lepas, sebaliknya kulit tangan kita akan teriris-iris karena kita melawan. Jangan bodoh, jika Tuhan sudah memberikan perintah, kita harus menjalankannya meskipun kita tidak rela. Hal yang perlu kita lakukan adalah memohon kepada Tuhan untuk memberikan kerelaan sehingga beban itu terasa lebih ringan saat kita menjalankan perintah-Nya.

2. Menghormati Orang Lain

Kita harus berbelas kasihan dan simpati, karena kita belajar menghormati orang lain. Kalau hidup kita sangat berharga, apakah hidup orang lain tidak berharga? Kita sering beranggapan bahwa orang lain tidak perlu seenak dan senyaman kita. Kita mengatakan, “Oh, bagi dia itu sudah cukup,” Dia itu siapa? Kamu itu siapa? Kita bersikap bagaikan kita yang berhak mendapatkan sebanyak mungkin, menikmati segala sesuatu, sementara orang lain tidak memerlukannya dan tidak perlu mendapatkan kecukupan. Kalau kita harus makan tiga kali sehari, orang lain hanya cukup satu kali sehari. Kita perlu belajar menghargai orang lain. Kita harus menghormati orang lain, sehingga kita boleh mengerti apa yang sepatutnya dia dapatkan, bagaimana dia seharusnya diperlakukan, dan memberi apa yang seharusnya bisa kita berikan kepadanya. 

Dalam hal ini, kita harus belajar dari Roma 13. Yang perlu dihormati, hormatilah dia. Yang perlu ditakuti, takutilah dia. Yang perlu diberi pajak, berikanlah kepada dia. Yang perlu diberi uang, berikanlah kepada dia. Ini adalah kewajiban manusia untuk menghargai manusia yang lain. Jika orang ini sepatutnya menerima kehormatan seperti demikian, saya menghormatinya tidak sampai pada taraf yang seharusnya, maka saya berutang hormat kepadanya, dan saya sedang berdosa. 

Secara umum, dosa selalu dimengerti sebagai perbuatan aktif yang jahat yang kita lakukan. Tetapi Alkitab melihat dosa sebagai target yang belum pernah dicapai. Inilah perbedaan konsep manusia dengan konsep Tuhan Allah. Seluruh dunia hukum diberbagai negara telah gagal karena hal ini. Mereka hanya mengatakan bahwa dosa adalah pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan yang sudah ditulis, perbuatan aktif yang bisa dibuktikan, tetapi yang belum dikatakan atau dilakukan tidak bisa dianggap dosa. Sama seperti penyelidik PBB membuktikan bahwa di Irak tidak ditemukan adanya senjata pemusnah massal, tetapi mereka menambahkan satu kalimat, mereka tidak mengartikan bahwa senjata-senjata itu tidak ada, hanya saja belum terbukti. 

Apa yang manusia pikir dan bisa lakukan berbeda dengan apa yang Allah pikirkan dan bisa lakukan. Manusia berfikir jika kita sudah melakukan dosa, maka kita berdosa, jika belum melakukan, maka belum berdosa. Tuhan Allah tidak mengatakan demikian. Bagi Tuhan, ketika kita belum mencapai apa yang seharusnya kita lakukan, kita sudah berdosa. Itulah arti asli kata “dosa” dalam bahasa Yunani; hamartia. Hamartia berarti belum mencapai atau meleset dari sasaran yang Tuhan tetapkan. Sasaran Tuhan demikian tinggi, dan ketika kita belum mencapai sasaran itu, kita berdosa. Dosa, berarti kita gagal atau belum mampu mencapai tujuan atau target yang telah Tuhan tetapkan. Dosa bukan dihitung dari sekedar kelakuan buruk atau tindakan-tindakan yang aktif untuk melakukan pelanggaran.

Oleh karena itu, salah besar jika orang Krsiten berkata bahwa sejak dia tidak merokok atau tidak marah-marah, atau tidak memukul istri lagi, maka dia sudah tidak berdosa lagi. Banyak orang Kristen berpikir, kalau dia sudah tidak berjudi lagi, tidak bermain perempuan, tidak merokok, maka dia sudah cukup baik dan tidak berdosa lagi. Itu bukan pengertian yang benar tentang dosa. Itu bukan arti yang sesungguhnya dari hamartia. Kita harus mengerti dengan tepat bahwa hamartia melihat dosa secara jauh lebih dalam dan lebih tinggi daripada yang manusia pikirkan. Berdasarkan pengertian yang benar tentang dosa (hamartia), maka kita segera menyadari kebenaran pernyataan Firman Tuhan, bahwa kita sekalian telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Kita mengalami kegagalan, kehilangan, kekurangan kemuliaan Allah, karena kita gagal dan tidak mampu mencapai standar yang Allah tetapkan bagi kita.

Ketika kita kurang menghormati orang yang patut dihormati, maka kita telah jatuh ke dalam dosa. Ketika kita kurang mengasihi orang yang seharusnya dikasihi, maka kita sudah berdosa. Ketika kita tidak memberikan gaji yang patut pada orang yang seharusnya menerimanya, maka kitapun telah berdosa. Di dalam konsep ini, setiap hari kita semua sedang berbuat dosa karena melakukan kurang dari apa yang seharusnya kita lakukan. Dengan demikian kita menyadari bahwa kita harus belajar menghormati orang lain. Kemurahan hati dan belas kasihan bisa kita pelajari melalui menghormati orang lain sesuai dengan kepatutan kehormatan yang harus diberikan kepadanya.

3. Intropeksi Kesusahan Sendiri

Ketiga, kita belajar mengasihani orang lain dan mengerti kesusahan orang lain melalui merenungkan kembali semua kesusahan dan penderitaan yang pernah kita alami. Jikalau kita mengingat bahwa dahulu kita pernah sudah dan sekarang kita melihat orang lain mengalami hal serupa, maka dengan kesadaran pengertian dan pengalaman itu, maka kita bukannya tidak memedulikan orang lain yang sedang mengalami kesusahan, tetapi kita akan bersimpati, mengerti; dengan mengingat kesusahan sendiri, kita pun dapat menghargai orang lain. Banyak orang tua mengerti hal ini pada waktu mendidik anak-anaknya, tetapi anehnya terhadap sesama, mereka tidak selalu memakai cara yang sama. Orang yang dipelonco tahu susahnya dipelonco, tetapi setelah selesai dipelonco, dia pun memelonco orang lain dengan cara yang lebih kejam lagi. Jarang ada orang yang dipelonco dan tahu penderitaan yang dia alami, lalu mulai memiliki belas kasihan dan tidak mau orang lain atau adik-adik kelasnya mengalami penderitaan yang dia alami, lalu mulai memiliki belas kasihan dan tidak mau orang lain atau adik-adik kelasnya mengalami penderitaan seperti yang dialaminya dulu. Kebanyakan orang menaruh dendam, ingin membalas, senang memberikan kesulitan dan kejahatan yang lebih besar kepada orang lain karena dia sendiri pernah mengalami kesusahan. Orang demikian adalah orang yang tidak baik. Apakah kita dulu pernah miskin luar biasa? Apakah sekarang kita mengatakan kepada anak kita bahwa, “Dulu papa makan nasi saja tanpa lauk, maka sekarang kamu pun harus makan beras jagung saja tanpa lauk?” Tidak demikian. Kebanyakan orang tua yang dahulu pernah hidup susah, dan sekarang sudah hidup enak, sekarang memberikan hidup yang seenaknya kepada anaknya sampai anaknya rusak, karena anaknya tidak pernah disiplin, dan tidak perlu mengalami kesusahan.

Sepuluh tahun yang lalu Ibu Mochtar Riady berbicara kepada saya dan menganjurkan agar kamar mandi anak tidak diberikan bathtub, karena anak kecil tidak boleh dibiasakan mandi tidur di dalam bak mandi. Kalau untuk orang dewasa boleh ada bak mandi sedemikian, tapi untuk kamar mandi anak lebih baik pakai pancuran (shower). Dengan demikian anak tidak dibiasakan berlama-lama mandi. Begitu banyak orang tua yang pernah susah, ketika mereka sudah sukses dan hidup enak, mereka membeli apa saja untuk anak mereka sampai anak itu menjadi rusak.

Hai kalian anak-anak orang kaya, kalian dalam keadaan bahaya sekali. Ketika kamu menjadi dewasa mungkin kamu akan menjadi orang yang kejam, orang yang tidak berprikemanusiaan, orang yang sangat tidak mengerti akan kesulitan orang lain, karena sejak kecil kamu tahunya hanya hidup enak. Banyak orang-orang agung pernah hidup susah, tetapi yang menjadikan mereka agung bukan karena mereka memaksakan kesusahan kepada orang lain. Mereka menjadi agung karena mereka mengerti kesusahan orang lain. 

Pengalaman bisa berbicara dua macam. Pertama, kamu sudah mengalami kesusahan, biar orang lain lebih susah dari kamu supaya mereka juga mengalami apa itu kesusahan. Kedua, kamu sudah mengalami kesusahan, biar dengan demikian kamu mengerti kesusahan orang lain, tetapi juga mendidik mereka dengan baik. Apa yang menjadikan manusia agung? Apakah unsur-unsur yang menjadikan seseorang itu menjadi agung? Apakah orang yang dilahirkan dalam keluarga kaya bisa menjadi agung? Bisa. Adakah orang yang dilahirkan dalam keluarga miskin bisa menjadi agung? Banyak. Adakah orang yang dilahirkan dalam keluarga miskin menjadi jahat? Banyak juga. Maka semua kembali harus dilihat bukan dari sekedar latar belakang keluarganya, tetapi tergantung bagaimana pengalaman itu berbicara di dalam dirinya.

Banyak anak yang menjadi yatim piatu karena orang tuanya meninggal dan setelah dewasa menjadi perampok atau menjadi orang jahat. Tetapi ada juga anak yang telah menjadi yatim piatu sejak kecil, namun setelah dewasa dia membuka rumah yatim piatu untuk menampung anak-anak yang tidak mempunyai ayah dan ibu. Orang seperti ini adalah orang yang agung. Apa sebabnya? Pengalaman berbicara.

Pada saat pengalaman berbicara di dalam dirimu, kamu harus memperhatikan prinsip apa yang menjadi dalil dan kunklusi untuk membentuk karaktermu. Pada saat kamu sedang menyendiri, ketika kamu bertanya kepada dirimu sendiri, itu akan menentukan seluruh masa depanmu. Jika pada suatu saat kamu mengalami sakit keras. Setelah selesai sakit, kamu dengan air mata berbicara kepada dirimu sendiri, bahwa begitu susah dan menderitanya manusia kalau sakit, lalu akhirnya kamu mulai benci Tuhan Allah yang membuat tubuh menjadi sakit. Maka, saat itu kamu telah menjadi atheis karena kamu telah berbicara kepada diri sendiri. Kalimat-kalimat akibat pengalaman kamu berbicara kepada diri sendiri itulah yang membentuk hari depanmu. 

Tetapi dipihak lain, ada orang lain yang sakit keras dan harus mencucurkan air mata karena sakit dan sangat menderita. Dia mengalami sendiri betapa menderitanya terkena penyakit. Setelah sembuh dia berdoa kepada Tuhan, minta diberi kekuatan untuk menolong orang-orang lain yang menderita karena sakit seperti yang pernah dialaminya dulu. Para janda, bagaimana kamu berbicara kepada dirimu? Orang-orang yang menderita sakit keras, yang cacat, yang diperlakukan tidak adil, yang diwarisi kesulitan yang besar kepada dirimu? Dalam hal ini kamu harus berhati-hati agar jangan dipakai setan. Pada saat-saat kritis di mana kamu berbicara, mintalah kekuatan agar Tuhan campur tangan. Ketika Tuhan campur tangan dengan cinta kasih, menggerakkan kamu, merangsang kamu, dan mengubah kamu, maka kamu akan berani berbicara kepada dirimu dengan tepat, dan kalimat-kalimat di mana kamu berbicara kepada dirimu itu akan membangun masa depanmu.

Saya sudah menjadi anak yatim pada usia tiga tahun. Ibu saya menjadi janda dan kami sekeluarga hidup penuh dengan kesulitan. Saya pernah empat puluh hari tidak makan. Saya pernah mengalami kemiskinan yang luar biasa. Saya pernah tidak bisa bayar uang sekolah. Saya pernah diusir. Sebelumnya saya bukanlah orang miskin, karena ayah saya adalah salah satu orang paling kaya di Asia Tenggara. Kenapa menjadi begini? Karena Tuhan mau memakai saya menjadi pendeta. Untuk bisa menjadi hamba-Nya, saya harus dilatih di luar sekolah theologi. Yang saya terima dari sekolah theologi hanya pengetahuan beberapa tahun. Tetapi pendidikan yang saya terima dari Tuhan Allah sendiri diberikan sejak kecil selangkah demi selangkah, dipukul, dihajar, didorong, dirangsang, dipacu, dan dibentuk dengan kesulitan luar biasa besar, itulah yang mengakibatkan saya memiliki karakter demikian.

Kita tidak boleh lupa bahwa pembentukan karakter sangat membutuhkan campur tangan Tuhan sendiri pada saat kita sedang berbicara kepada diri kita. Bagaimana kita dapat berbicara kepada diri kita sendiri dengan benar, dan pada waktu kita menentukan sesuatu, biarlah Tuhan sendiri yang campur tangan dalam pengalaman itu, membuat kita bisa menjadi orang yang mengasihi orang lain, bersimpati, penuh belas kasihan, penuh kemurahan kepada orang lain. Selain kita menjalankan perintah Tuhan dan kita menghormati orang lain, kita tidak boleh melupakan bahwa ada pengalaman pribadi yang di dalamnya campur tangan Tuhan mengubah kita untuk mengerti orang lain.

Penutup: PENGUDUSAN EMOSI.

Ada seorang jemaat saya yang menderita penyakit kanker yang ganas sekali. Dia harus mengalami perawatan yang membuatnya sangat menderita. Pengobatan yang dijalaninya begitu menyakitkan, dan membuat kesengsaraan di dalam hari-harinya. Tetapi bagi saya, dia adalah salah seorang wanita yang paling kuat menanggung kesakitan dan kesusahan, serta berusaha untuk bisa tetap ceria dan penuh sukacita. Setiap kali saya bertemu dengannya, mukanya sama, selalu penuh dengan pengharapan dan syukur. Suatu saat jemaat itu dipanggil oleh dokternya di Singapura, bukan disuruh untuk kontrol, tetapi diminta untuk memberitakan injil kepada seorang penderita kanker yang sudah putus asa. Dokter itu meminta bantuan jemaat itu untuk menguatkan pasien tersebut. Dengan demikian, jemaat yang sakit kanker ini telah menjadi berkat, bukan saja bagi dokter itu, tetapi juga bagi pasien-pasien lainnya. Orang melihat dia sebagai seorang Kristen reformed yang begitu tabah menghadapi kesulitan dan penderitaan dalam kehidupannya. Dia mempunyai kekuatan yang begitu ajaib, dan dengan demikian dia menjadi orang yang bisa menasihati pasien lain yang sudah putus asa. Itulah pernyataan kemuliaan Tuhan.

Dalam kehidupan, saya berusaha untuk mau mendengar firman yang diberitakan dengan keras, dan juga mau berusaha mengerti prinsip-prinsip Alkitab yang sangat ketat. Pada saat harus mengalami sakit, saya berusaha tidak mengeluh dan tidak mencela Tuhan. Semua pengalaman itu berbicara kepada diri saya. Pengalaman divonis empat kali penyakit kanker membuat saya semakin lama semakin kuat.

Setiap kita memiliki pengalaman yang berbeda-beda, dan pasti kita pernah mengalami pengalaman-pengalaman pahit tersebut tidak menjadi alasan bagi kita untuk menghina diri, membunuh diri, mengejek diri, atau menginjak diri. Pengalaman pahit dapat menjadi sarana untuk menguatkan, melengkapi, menyempurnakan, dan menggenapkan kehendak Allah dalam diri kita untuk menjadi seorang yang agung. Di sini pengalaman pahit menjadi seorang suatu sharing yang manis bagi orang lain, dan kelemahan menjadi kekuatan untuk mendorong orang lain. Dengan demikian, kita belajar bagaimana mengasihi orang lain. Bukan saja demikian, kita harus belajar dari sejarah dan dari para teladan, khususnya Yesus Kristus, bagaimana menghadapi sesama ketika Dia berada di dalam dunia. Jika kita bisa bersimpati kepada orang yang berada dalam kesusahan, itu membuat kita menjadi agung. Simpati bukan berarti banyak bicara, tetapi memberikan kesadaran kepada orang yang mengalami kesusahan itu bahwa kita hadir bersamanya, dan kehadiran kita itu menjadi suatu pendampingan eksistensi yang tidak bisa digantikan oleh orang lain.

Ketika Ayub dicobai oleh iblis, yang sekaligus menjadi ujian Allah baginya, di seluruh tubuhnya tumbuh bisul. Sebelum itu, seluruh hartanya musnah, semua anak-anaknya meninggal, dan istrinya menghina dia dan memarahi dia, menganggap bahwa percuma mencintai Tuhan. Sulit bagi kita untuk membayangkan ada orang yang harus mengalami penderitaan sedemikian dasyat dalam hidupnya. Ini adalah suatu penderitaan eksistensial yang sulit ditandingi. Pada saat seperti itu, ketiga kawan Ayub datang. Mereka tidak memaki, tidak menghibur, tidak berbicara sepatah kata pun pada Ayub. Mereka datang dari tempat jauh dan duduk diam mendampingi dia selama tujuh hari tujuh malam tanpa berbicara. Saya kira, inilah sikap yang terbaik untuk menghibur orang lain. Saat seperti itu, tidak perlu kita terlalu banyak memarahi, menasehati, atau bahkan menghibur. Bukan anjuran yang dibutuhkan, bukan banyak bicara yang dibutuhkan, tetapi simpati yang sesungguhnya, tanpa kata. Dia merasakan kita mendampingi dia, merasakan penderitaannya, dan kita duduk bersamanya. Inilah simpati yang sesungguhnya. 

Kiranya Tuhan terus boleh menyucikan emosi kita, menjadi seorang Krsiten Reformed dengan simpati yang benar dihadapan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama.

BAB IX : PENGUDUSAN EMOSI.

KECEMBURUAN ILAHI

“Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.” (Keluaran20:5-6).

“Alangkah baiknya, jika kamu sabar terhadap kebodohanku yang kecil itu. Memang kamu sabar terhadap aku! Sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi. Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus. Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya.” (2 Korintus 11:1-3).

Kini kita akan membicarakan perasaan cemburu. Cemburu adalah emosi yang sering terjadi di dalam hati dan hidup kita. Bahasa Inggris menggunakan kata yang sama untuk cemburu dan iri, yaitu “jealous”, sehingga memberikan kesan bahwa kedua kata tersebut memiliki makna yang sama. Tetapi sebenarnya “cemburu” sangat berbeda dari “iri hati”. Cemburu dan iri hati mempunyai motivasi yang sama sekali berbeda. Secara pernyataan emosi, cemburu dan iri hati memiliki kemiripan, tetapi di dalam motivasinya, terdapat perbedaan yang besar sekali.

PENGERTIAN“CEMBURU”

Di dalam Keluaran 20:5-6. Tuhan berkata, “Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu,adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.” 

Terjemahan yang seharusnya untuk frasa“beribu-ribu orang” mestinya ialah “beribu-ribu keturunan”. Dengan demikian menunjukkan perbandingan antara keturunan yang diberkati oleh Tuhan dan yang tidak: “Barangsiapa yang membenci Aku, Aku membalas sampai keturunan ketiga dan keempat; tetapi barangsiapa mengasihi Aku dan menaati firman-Ku, Aku menunjukkan kasih setia kepada seribu keturunannya.”

Di dalam Sepuluh Perintah ini, Tuhan meminta manusia untuk berjalan di dalam kebenaran dan jangan berbuat dosa. Di dalam Sepuluh Perintah, Tuhan memberikan petunjuk bagaimana manusia harus beribadah kepada Tuhan dan mengasihi sesama manusia. Di dalam Sepuluh Perintah, kita dibatasi dengan kata “Jangan” yang muncul berulang kali karena ini menjadi satu lingkup di mana kebebasan kita diatur, dikontrol, dan diselidiki oleh Tuhan. Pagar-pagar itu seperti lampu merah, yang membawa kita kepada keamanan, seperti lampu merah yang memberi tahu kapan harus mengerem karena ada bahaya di depan.

Tetapi yang mengherankan adalah, bahwa didalam Sepuluh Perintah ini, Tuhan, yang tidak mau manusia berdosa, justru mengatakan, “Aku adalah Allah yang cemburu” (Jealous God). Bahasa Inggris memakai satu istilah yang sama yaitu “jealous”. Tetapi bahasa Mandarin dan bahasa Indonesia memakai istilah yang berbeda. Bahasa Indonesia memakai kata“cemburu” sementara bahasa Mandarin memakai istilah “ji xie”. “Ji” berarti iri, “xie” berarti penyelewengan, kesesatan, atau ketidak-beresan. Maka pengertian “cemburu” dapat diartikan: “Aku adalah orang yang marah terhadap orang yang menyeleweng, marah terhadap mereka yang sesat dan berselingkuh.”

Allah adalah Allah yang hati-Nya panas, sedih, dan marah terhadap mereka yang tidak beres. Inilah salah satu sifat ilahi yang jarang kita dengar, yang jarang dikhotbahkan, yang jarang kita pikirkan, tetapi Alkitab mencatat seperti itu. Allah kita mempunyai sebuah emosi yang lain dari “allah yang lain” karena sebenarnya “allah yang lain” bukanlah Allah. Allah yang sejati tidak mau kita menyembah allah-allah yang lain.

Ketika saya memimpin seminar Nanyang University di Singapura, ada peserta yang bertanya, “Bukankah agama Kristen hanya merupakan semacam paksaan kebudayaan dari bangsa tertentu untuk mengubah konsep dan mental kebudayaan bangsa lainnya? Bukankah kita harus saling menghormati kebudayaan bangsa-bangsa yang berbeda?”

Di dalam kebudayaan memang ada hal-hal yang harus kita hormati, kecuali jika hal itu tidak cocok dengan Firman Tuhan. Firman Tuhan bukan sekadar hasil kebudayaan, tetapi merupakan wahyu dari Tuhan Allah yang melampaui kebudayaan. Didalam Kovenan Lausanne – di mana saya adalah salah seorang dari panitia yang menerjemahkan isi kovenan itu ke dalam bahasa Mandarin – ada dua butir yang penting mengenai kebudayaan: Pertama, semua kebudayaan harus konformasikan arti pentingnya dan kita hormati; tetapi butir kedua mengatakan, kita tidak boleh lupa bahwa semua kebudayaan mungkin mempunyai unsur dari setan untuk mengacaukan pikiran dan hidup manusia. Itu sebabnya dalam hal ini Firman Tuhan mempunyai tugas menjalankan manfaat yang penting, yaitu mengkoreksi dan mentransformasi kebudayaan.

Jika dua ditambah tiga boleh dikatakan tujuh, delapan, nol, dan sebagainya, dan kita harus menghormati semua jawaban, maka ini tidak beres. Jika dua tambah tiga boleh dikatakan delapan, maka delapan menganggap diri benar dan menghina yang lain; Jika dua tambah tiga boleh dikatakan tujuh, lalu tujuh juga menganggap diri benar, maka semua menganggap diri benar, semua menganggap diri sudah mendapat jawaban. Seperti itulah agama. Seperti yang telah dikatakan di dalam Yesaya 53:6, kita semua seperti domba yang tersesat, masing-masing mengambil jalannya sendiri. 

Semua agama merasa diri benar, dan menganggap agama yang lain tidak benar; lalu mari kita tidak bercekcok, mari kita menghormati semua, mari semua agama saling menghormati, semua kebudayaan saling menghormati. Tetapi benarkah hal demikian? Kalau demikian, berarti tidak ada kebenaran. Yang ada hanya jawaban. Dan jawaban tidak perlu sinkron: kamu mempunyai jawabanmu sendiri, saya mempunyai jawaban saya sendiri, dia mempunyai jawabannya sendiri. Masing-masing mempunyai jawaban sendiri-sendiri yang berbeda-beda. Itulah keadaan kebudayaan.

Agama dan kebudayaan hanyalah dua aspek dari cetusan potensi manusia, yang manusia ciptakan bagi dirinya dan hidupnya sebagai manusia yang diciptakan mnenurut peta dan teladan Allah. Pada waktu manusia menemukan sistem nilai hidup eksternal, itu menjadi dasar dari kebudayaan. Pada waktu manusia menemukan sistem moral internal, itu disebut sebagai unsur agama. Agama dan kebudayaan sama-sama mengatur, menguasai dan memberikan pengarahan bagi seluruh hidup kita sebagai manusia, baik secara eksternal maupun intedrnal. Sistem nilai agama dan kebudayaan menjadikan seseorang tidak sama dengan orang barbar. Orang barbar dengan sewenang-wenangnya berbuat segala kejahatan dengan bebas tanpa diikat oleh dalil apa pun, tetapi agama tidak memperbolehkan. Inilah yang membentuk bangsa-bangsa untuk mempunyai agama dan kebudayaan.

Semua bangsa menganggap agama dan kebudayaannya sendiri yang paling baik. Apakah penginjilan lalu berarti memaksakan kebudayaan suatu bangsa untuk mengontrol bangsa yang lain? Bukankah ini mudah diperalat oleh imperialism untuk memerangi agama lain?

Memang melalui Perang Dunia I dan II, dunia mulai belajar tentang harus adanya demokrasi. Kebudayaan Barat-lah yang terlebih dahulu mencapai pengertian tentang hak asasi rakyat, dan ini memiliki efek samping, meskipun tidak harus demikian utama untuk mempengaruhi seluruh dunia. Tetapi ini akhirnya menjadi berkat bagi banyak bangsa. Dalam hal ini, Negara-negara Kristen memberi hadiah kepada negara-negara bukan Kristen. Kita melihat sampai abad ke-21 masih begitu banyak Negara non-Kristen yang terus menginjak hak asasi manusia. Ini bukan berarti Negara Kristen yang paling baik, tetapi Negara Kristen lebih dahulu sadar akan keharusan menghormati manusia yang diciptakan menurut peta teladan Allah, karena peta teladan Allah merupakan dasar harkat, keanggunan, dan nilai setiap pribadi, sehingga setiap orang harus dihargai oleh siapapun, bahkan oleh raja atau pemerintah.

Kembali kepada ilustrasi di atas. Dalam kasus dua ditambah tiga, maka delapan menganggap delapan benar, tujuh tidak benar; sementara tujuh menganggap tujuh benar, delapan tidak benar; dua mengatakan dua benar, tujuh dan delapan tidak benar. Lalu angka nol mengatakan saya nol, maka saya yang paling rendah hati, maka sayalah yang benar. Apakah itu benar? Lalu di tengah perdebatan itu, datang satu yang mengatakan, “Sayalah satu-satunya yang benar, semua salah.” Yang satu ini datang menyatakan diri sebagai satu-satunya yang benar, dan mengulangi kesombongan kita? Memangnya siapa kamu? Saya adalah Lima. Dua tambah tiga adalah Lima. Ketika di antara jawaban-jawaban itu, ada yang mengatakan sayalah satu-satunya yang benar, kalian semua salah. Apakah dia tidak berhak mengatakan itu? Dia berhak, asal dia adalah kebenaran. Kalau dia adalah satu-satunya yang benar, maka ia berhak mengatakan yang lain salah. Inilah yang harus kita percayai. Ini Apologetika saya. Kalau semua angka lain yang salah juga boleh dianggap benar atau menganggap diri benar, maka tidak ada kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan. Hanya yang benarlah yang sesungguhnya berhak untuk mengaku benar.

Dalam apologetika saya, kebenaran itu sendiri memiliki hak otoritas. Kebenaran itu sendiri memiliki hak kemutlakan.Kebenaran itu sendiri berhak menghakimi dan menjalankan keputusan. Dua tambahtiga adalah lima, kamu semua salah. Dua tambah tiga bukan tujuh, bukan delapan,bukan duia puluh, bukan yang lain. Maka hanya satu angka yang berhakmengatakan“aku benar, semua salah!” yaitu angka lima. Angka lima adalah satu-satunyaangka yang berhak menyangkal semua angka lain dan menyatakan diri sebagai yangbenar secara mutlak. Dia adalah satu-satunya jawaban yang berhak memveto,menghakimi, dan mengadili semua jawaban yanglain. Seperti itu;lah Alkitab.Tuhan Allah mengatakan, “Aku adalah Allah satu-satunya, di luar Aku tidak adaallah yang lain.” Dia berhak karena memang Dia Allah. Semua ilah yang dibuat manusia itu bukan Allah, semua agamayang berasal dari produksi manusia bukan berasal dari wahyu Allah.Yangmenganggap diri sudah menerima wahyu dari Allah pun harus dicek apakahbenar menerima wahyu. 

Agama yang berani mengaku diri menerima wahyu hanya tiga agama besar, yaitu agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Yang tidak terlalu besar pengaruhnya termasuk Zoroastrinisme dan beberapa agama kecil lainnya di Asia atau India. Agama besar yang tidak berani mengaku dirinyamenerima wahyu adalah Konfusianisme, Taoisme, Shintoisme, Hinduisme, danBuddhisme. Maka kita mempunyai tugas ganda: Membedakan agama yang menerima wahyu danyang tidak menerima wahyu; membedakan wahyu sejati dan tidak sejati; membedakan wahyu yang lengkap dan yang tidak lengkap; membedakan wahyu yang sempurna dan yang tidak sempurna; membedakan wahyu yang berasal dari Allah dan yang bukan berasal dari Allah.

Orang Kristen tidak mengakui adanya wahyu lain dalam bentuk kitab apa pun juga, selain Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jikalau demikian, apakah pengertian ini merupakan suatu usaha pemaksaan satu kebudayaan kepada bangsa lain? Bukan! Ini adalah memperkenalkan kebenaran kepada bangsa-bangsa.

Seorang filsuf Jerman yang bernama Friedrich Nietzsche, pada masa mudanya selalu memakai Kitab Suci, kelihatan seperti pendeta di tengah keluarga dan familinya, tetapi pada usia dua puluhan dia mulai melawan Alkitab, melawan gereja, melawan Kekristenan, dan melawan orang yang beriman kepada Tuhan Yesus Kristus. Dia menjadi salah seorang anti-Kristus yang paling besar dalam sejarah filsafat Barat. Justru dialah yang menghina kebenaran satu-satunya ini. Nietzsche mengatakan, pada suatu hari, allah-allah dari semua agama bermusyawarah di sorga. Di tengah musyawarah itu, di antara pada allah, ada satu yang paling sombong (berarti ada allah lain yang lebih rendah hati). Yang paling sombong itu berdiri dan berkata, “Akulah satu-satunya allah, di luar aku tidak ada allah yang lain.” Pada waktu allah itu mengaku paling hebat, semua allah yang lain tidak setuju dan tertawa. Allah-allah itu terus menertawakan satu allah yang sombong itu, sehingga mengakibatkan dasar sorga menjadi goncang sampai semua allah akhirnya mati tertawa. Itu yang disebut God is dead. Dia berusaha menyindir bahwa agama Kristen adalah agama yang sombong karena Allah di dalam Kitab Suci berani mengaku, “Akulah Allah yang sejati, tidak ada Allah di luar saya.” Filsafat Nietzsche ini telah mempengaruhi pemikiran Barat menjadi sekularisme. Begitu banyak orang melawan Kristen karena Nietzsche. Ini mengakibatkan orang berkata, “Sudahlah, semua allah sama, semua agama sama.”

Saya ingin bertanya, “Apakah semua agama sama? Apakah semua allah sama?” Tidak ada Allah kecuali satu. Satu-satunya yang mencipta, menebus, memelihara, dan menghakimi seluruhnya adalah Dia. Saya melihat manusia seperti domba yang tersesat masing-masing berjalan dalam jalannya sendiri. Charles Spurgeon mengatakan, “Mengapa kita dikatakan seperti domba? Mengapa kita tidak dikatakan seperti kucing? Atau sapi? Atau anjing? Atau kuda?” Spurgeon mengatakan, karena domba adalah binatang yang paling bodoh dalam kemampuan untuk pulang ke rumahnya sendiri. Anjing, kucing, atau kuda bisa pulang hanya dengan mencium bekas jejak air kencingnya sendiri. Anjing, kucing, dan kuda mengerti arah. Yang paling tidak mengerti arah dan tidak tahu jalan pulang adalah domba. Pada waktu Tuhan menegur bangsa Israel mengenai kebodohan mereka dalam mengenal arah melalui Yesaya, Dia mengatakan,“Sapi pun pulang ke kandang, tapi bangsa-Ku tidak tahu jalan kembali kepada-Ku.” Maka Alkitab tidak salah menyebut kita seperti domba. Tapi Tuhan mencintai domba-domba-Nya.

Hanya ada satu Allah dan Dia-lah yang benar seratus persen. Dia-lah Sang Kebenaran. Kalau tidak ada Dia, manusia tidak memiliki pengharapan, tidak tahu harus ke mana, tidak mempunyai otoritas, fondasi, prinsip, moral, etika, ataupun hukum. Allah ini mengatakan, “Aku adalah Allah yang cemburu, kamu tidak boleh menyembah siapa pun atau apa pun juga yang lain.” Orang Kristen yang masih pergi keahli nujum, Gunung Kawi, kelenteng, dukun, bertobatlah! Kembalilah kepada Tuhan! Karena Allah adalah Allah yang cemburu.

CEMBURU DAN DOSA

Kalau Allah cemburu, apakah Allah berdosa? Tidak, karena ini adalah emosi yang menguasai dan membawa kita kembali kepada kebenaran. Emosi cemburu itu penting sekali. Cemburu berbeda dari iri hati. Iri hati mempunyai unsur dosa, tetapi cemburu mempunyai unsur membasmi dosa. Iri hati mempunyai unsur egoisme, tetapi cemburu melawan egoisme. Cemburu mungkin mudah dimengerti bagi perempuan jika suaminya melirik wanita lain. Cemburu seorang wanita kadang disertai egoisme, tetapi tidak demikian dengan cemburu ilahi, yang di dalam terjemahan lain dikatakan oleh Rasul Paulus sebagai “kemarahan yang bersifat cemburu,” kemarahan Tuhan waktu dia cemburu.

Cemburu berbeda dari iri hati karena iri hati selalu membela kepentingan diri, berkaitan dengabn keuntungan diri yangseolah akan berkurang dengan adanya saingan lain. Tetapi cemburu yang benartidak terkait dengan keuntungan diri yang merasa tersaingi. Waktu kamu cemburu,itu tidak ada sangkut pautnya dengan apakah kamu akan dirugikan, tidak adakaitannya dengan keuntungan ataupun kerugian bagi dirimu sendiri, sehingga cemburu mempunyai keanggunan, kesucian,kebajikan yang memikirkan sesuatu tanpa memikirkan untung rugi diri. Aku yangcemburu tidak menghiraukan untung rugiku, untuk mengatakan sesuatu berdasarkansifat yang anggun. Karena kamu sudah menyeleweng, karena kamu sudah sesat,karena kamu sudah berbuat salah, maka aku cemburu. Seorang ayah yang baik harusmemiliki hati cemburu dalam mengajar anak-anak. Seorang isteri yang baik harusmemiliki hati yang cemburu terhadap suami yang menyeleweng. Seorang guru yangbaik harus memiliki cemburu terhadap murid yang dididik. Gabungkanlahkemarahan, kesucian, dan ketegasan di dalam menghadapi hal-hal yang sudahmenyeleweng. Itulah cemburu yang suci.

Paulus berkata, aku telah mempertunangkankamu dengan seorang laki-laki, yaitu Kristus, dengan menganggap kamu sebagaiseorang perawan, sebagai perawan yang suci (band. 2 Korintus 11:2). Di dalamhal ini, penginjilan berarti memperkenalkan Kristus, supaya mereka dijodohkandengan Yesus Kristus. Hal ini mengakibatkan terjadinya kasih antara Kristus danjemaat, kasih antara orang yang ditebus dengan Tuhan penebus, dengan emosikasih yang suci. Orang yang mengabarkan Injil mengharapkan kamu akan dicintaidan bersatu dengan Kristus.

Seperti mak comblang menjodohkan, “Mari kukenalkan dengan seorang lelaki ganteng, yang sangat baik, yang rela berkorban,dan yang penuh cinta kasih.” Siapakah Dia? Dia adalah Yesus Kristus. Kalau kamu mengenal-Nya, mau bersatu dengan-Nya, maka Dia akan mencintaimu selamanya. Itulah Penginjilan. Penginjilan membawa manusia untuk mengenal cinta Kristus dan bersatu dengan-Nya. Tetapi sesudah dijodohkan, jangan kamu menyeleweng. Kristus begitu suci, dan sungguh-sungguh mencintai kamu; janganlah kamu membuat Dia kecewa, janganlah bercabang hati lagi.

Setiap orang mempunyai kisah kasihnyasendiri. Ibu saya termasuk salah seorang wanita yang paling agung. Bukan karenadia mama saya maka saya mengatakan demikian, melainkan karena di dalam sejarah Tiongkok selama dua ratus tahunlebih dalam sejarah gereja, tidak ada ibu yang memberikan kelima anak lelakinyadi antara tujuh anaknya untuk menjadi hamba Tuhan. Dia adalah yang pertama.Kalau kamu mau menyaingi keluarga saya, silahkan melahirkan anak sebanyak mungkin,lalu mendoakan anak-anakmu agar dipakai Tuhan. Dia memecahkan rekor tersebut. Setiappagi, selama sejam dia berlutut, berdoa, membaca Kitab Suci. Suiaranya kamidengar setiap kami bangun. Saat itu dia seorang janda berusia 33 tahun, yangtelah menikah 17 tahun sebelumnya, yaitu ketika dia masih berusia 16,5 tahun. 

Saat itu, dia yang baru pulang dari sekolahmelihat ada banyak hadiah di rumah. Dia bersalaman dengan beberapa tamu. Lalukakak perempuannya berkata, “Hari ini nasibmu ditetapkan. Di antara tiga yangdatang, salah satunya adalah calon suamimu.” Pria yang mana? Tadi ketika diamasuk, dia hanya melihat orang tua semua. Menikah dengan orang tua? Ada yangusia 50 tahun, 40 tahun, dan ternyata calon suaminya adalah yang paling muda,berusia 37 tahun dan baru ditinggal mati istrinya satu atau dua tahun yang lalu,dan sekarang dikenalkan kepada ibu saya. Bukan karena ibu saya sudahmengenalnya, tapi karena orang tua mereka saling mengenal. Orang tua ibu saya orang yang sangat mengherankan. Dia memiliki tiga orang anak, yang satu disekolahkan di sekolah bahasa Tionghoa, yang satu lagi di sekolah bahasa Belanda, dan yang satu lagi di sekolah bahasa Inggris. Ibu saya mendapat giliran disekolah Belanda, jadi seluruh hidupnya berbahasa Belanda. Dia menangis karena harus menikah dan tidak boleh bersekolah lagi. Alkhirnya dia menikah di Yogyakartya, dengan suami yang beda usia hampir 22 tahun. Ibu di bawa pulang ke Tiongkok, dan setelah ayah meninggal, Ibu baru kembali ke Indonesia.

Ini yang disebut dijodohkan. Orang tua kuno ketika menjodohkan anak mereka selalu berpegang pada standar mereka sendiri, sedangkan perasaan anak tidak dipedulikan: entah anaknya sayang atau tidak,kenal atau tidak, suka mukanya atau tidak. Lalu mengapa menikah? Karena dijodohkan. Mungkin orang tua menjodohkan dengan orang yang baik sekali, orang yang kita kenal, yang betul-betul sanggup memelihara kita karena karakternya bisa dipercaya, atau karena orangnya sungguh-sungguh baik, walaupun kita tidak mengenal dia. Kadang orang tua berutang dan akhirnya membayar utangnya dengan anak.

Tetapi Paulus mengatakan, Saya menjodohkan (mempertunangkan) kamu dengan Kristus. Tidak salah. Karena Kristus adalah Pribadi yang paling baik, yang paling suci, yang paling indah, dan yang paling agung. Perjodohan yang terbaik adalah memperkenalkan manusia dengan Yesus Kristus. Inilah yang dikerjakan oleh Paulus, “Aku telah menjodohkan kamu dengan Kristus.”

Jika kamu adalah seorang perawan, masihsuci, bisakah kamu menjaga kesucianmu, karena kamu sudah dijodohkan? Jikalauada perawan yang sudah mempunyai jodoh tapi masih main-main dengan lelaki lain,itu adalah perawan yang bodoh sekali. Jikalau kamu sudah mempunyai seorang jodoh yang begitu baik, setialah kepadanya! Itulah artinya. Tetapi sekarang saya melihat kamu tidak beres, matamu melirik ke sana kemari. Saya melihatmu bergaul dengan lelaki lain. Saya melihatmu sering keluar malam. Saya melihat kamu tertawa dengan tawa tidak suci seperti perempuan sundal, maka aku marah. Inilah yang disebut cemburu ilahi.

Cemburu ilahi harus ada pada hamba Tuhan,kalau tidak, dia bukan hamba Tuhan. Cemburu ilahi harus ada pada semua orangKristen. Kalau tidak, dia tidak mungkin bersaksi dan memelihara kesucian dihadapan Tuhan. Cemburu yang baik seperti ini sangat diperlukan. Apakah kamumembiarkan anakmu ketika melihat dia menyeleweng, berjudi, melacur, danmelakukan segala kejahatan, dan berkata, “Tidak apa-apa, itu kebebasanmu, Nak. Ituhak asasi manusia. Dalam abad modern ini Ayahmu sudah berlajar untuk menghargaimu.”? Tidak! Saya berkata kepada anak saya, kalau kamu kurang ajar sampai menyeleweng, saya berani memukulmu, kalau perlu, sampai hampir mati. Tapi kamu harus tahu, kemarahan itu berasal dari ayahmu yang betul-betul menginginkan kebaikanmu; maka hal itu harus kau hormati dan hargai.

Banyak orang tua tidak mengerti cemburu ilahi, tidak mengerti kesucian di dalam kemarahan Tuhan, dan akhirnya membiarkan anaknya satu per satu di telan dalam kejahatan dan dibinasakan Iblis. Hari ini kita berdoa kepada Tuhan: “Tuhan, berikan aku cemburu ilahi, berikan akukemarahan yang suci, berikan aku cemburu yang sesuai dengan cemburu-Mu yanganggun, yang suci, yang berharga, di dalam mendidik, mengatur, dan melayaniTuhan.” Cemburu ilahi sangat diperlukan.

MANUSIA DENGAN CEMBURU ILAHI

1. Kasus Bileam dan Tindakan Pinehas

Alkitab mencatat beberapa kasus di mana ketika seseorang mempunyai cemburu ilahi. Tuhan menghargai dan Tuhan memakai orang tersebut. Pada zaman Musa, ada seorang nabi yang mengenal Tuhan Allah. Nabi bernama Bileam ini tidak berani menyeleweng karena dia tahu prinsip ilahi, namun ia terlalu mencari keuntungan bagi dirinya sendiri sehingga tetap berusaha menyeleweng. Bileam melihat raja orang kafir yang membawa satu kereta emas kepadanya hanya dengan meminta satu hal, “Engkau seorang nabi, aku memberikan kepadamu satu kereta emas, coba kutuklah bani Israel. Kutuk mereka, kabulkan demi nama Allah karena kamu berkuasa, kamu adalah nabi-Nya.” (Band. Bilangan 22:6). Apa bedanya Musa dengan Bileam? Musa adalah nabi Yehovah yang melayani bangsa Yehovah dalam wadah Yehovah, tetapi Bileam adalah nabi yang memakai nama Yehovah, namun tidak melayani dalam wadah yang disediakan oleh Tuhan. Dia melayani di luar. Akhirnya orang yang di luar berkata, “Kutuklah Israel, maka seluruh kereta emas akan menjadi milikmu.” Semua pembesar suka uang, kecuali mereka yang betul-betul cinta Tuhan. Jika orang bisa menerima uang suap, namun sekaligus tidak melanggar hukum, maka menerima suap itu lebih “enak”. Kalau menerima uang suap yang melanggar hukum, besok akan susah sendiri. Yang satu melanggar hukum, menerima uang. Yang kedua, tidak melanggar hukum, menerima uang. Kalau tidak ada kuitansi, tidak ada buktinya bukan? Bagaimana membuktikan tanpa kuitansi? Dari zaman ke zaman, selalu ada orang seperti ini. Bileam mengatakan, “Bolehkah aku mengutuk bangsa yang dipilih Tuhan? Pergilah kamu. Emasmu, keretamu, uangmu, bawalah pulang.”

Kali yang kedua Bileam ditawarkan lebih banyak lagi uang, mereka datang dengan pemikiran bahwa kalau seseorang melihat uang lebih banyak, dia pasti goncang; mungkin suap yang pertama ditolak karena kurang banyak. Tapi tiga kali Bileam menolak. Akhirnya Bileam memakai satu cara, kalau mengutuk, dia yang berdosa, tapi kalau Israel yang berdosa, maka Israel akan terkutuk dengan sendirinya. Maka Bileam menjerumuskan Israel kedalam perzinahan. (Band. Bilangan 31:16). Kalau Israel dihukum Tuhan, itu karena mereka sendiri yang telah berdosa, saya hanya memasang perangkap (memberikan kesempatan) supaya mereka berzinah dan melacur. Setelah seluruh bangsa dihukum. Maka saya akan berkata, saya tidak mengutuk, tapi mereka sendiri telah terkutuk. Ini kejahatan yang lebih jahat daripada kejahatan manapun.

Hamba Tuhan memakai siasat untuk menjatuhkan seluruh gereja ke dalam dosa, supaya langsung dihukum oleh Tuhan sendiri.Tuhan tahu jahatnya seorang yang namanya nabi Tuhan namun yang menghancurkan atau yang mengharapkan bangsa Tuhan hancur. Bileam rela melihat bani Israel hancur asal dirinya kaya. Jadi, dia tidak ada hati untuk umat Tuhan. Yang dia pikirkan adalah keuntungannya sendiri. Akhirnya dia memasang cara yang membuat Israel mulai bebas melacur, membawa perempuan masuk ke dalam kemah. Bani Israel, bani yang paling suci di seluruh dunia, melacur. Banyak laki-laki terjerumus. Lalu Tuhan berkata kepada Musa, “Bangsa-Ku sudah terjerumus ke dalam kejahatan.”

Alkitab mencatat, ada seorang pemuda yang begitu cemburu dengan cemburu Ilahi. Ia melihat bangsa ini sudah mau rusak, sudah mau hancur, sudah mau dihukum Tuhan. Maka di tengah jalan, ketika dia melihat seorang pria membawa seorang pelacur masuk ke dalam kemah, Pinehas, pemuda tersebut, mengambil tombak dan melemparkannya menembus jantung pria itu sampai mati. Setelah Pinehas, dengan cemburu Ilahi, membunuh orang yang berdosa, barulah kemarahan Tuhan berhenti. (Band.Bilangan 25:6-8). Ini contoh terbaik dalam Kitab Suci tentang cemburu Ilahi. Jika ada pemuda yang berani melawan dosa, membasmi kejahatan, dan menyatakan cemburu ilahi (tidak berarti kita harus melakukan pembunuhan seperti yang dilakukan Pinehas pada zamannya), maka ada pengharapan bagi bangsa tersebut.

Kita melihat korupsi di Indonesia tidak karuan dari atas sampai bawah. Kita melihat banyak hal yang tidak beres terjadi di seluruh negara, semakin banyak narkoba dan perjudian. Jika di dalam pemerintahan tidak ada orang yang membasmi, tidak ada orang yang berani mengatakan sesuatu, maka negara ini semakin lama akan semakin merosot sampai akhirnya dibuang oleh Tuhan. Tetapi kalau ada orang seperti Pinehas, mungkin dia akan dibuang orang lain dan diangap musuh pemerintah. Ini kesulitan manusia, zaman terus menerus seperti ini.

Ketika Pinehas memakai tombak menusuk jantung orang yang bejat, saat itu Tuhan memberhentikan penyakit yang menular, memberhentikan kemarahan-Nya. Dan sekali lagi menyayangi umat-Nya. Singkirkanlah segala kejahatan dari hatimu, dari gereja; singkirkanlah semuanya itu, supaya kita boleh terus diberkati dan dipakai oleh Tuhan. Kita memerlukan cemburu ilahi. Dan kita sendiri perlu menjadi orang yang bersih, yang hidup dengan kemurnian hati, sehingga kita sendiri tidak membangkitkan kecemburuan Tuhan.

2. Kasus Lembu Emas dan Tindakan Musa

Kasus kedua adalah ketika orang Israel menari dan menyembah patung lembu emas. Musa turun dari Gunung Horeb mengatakan, “Suara apa ini?” Yang mengikuti Musa menjawab, “Ini suara biasa”. Tetapi Musa berkata, “Tidak! Aku telah mendengar suara yang tidak beres.” (Band.Keluaran 32:17-18). Orang di sekitar Musa tidak sepeka Musa yang bisa membedakan suara yang beres dan yang tidak beres. Musa marah dan melempar kedua batu loh yang mencatat Sepuluh Perintah yang ditulis oleh tangan Tuhan Allah sendiri. Kemarahan manusia paling besar timbul saat ini, sehingga yang ditulis Tuhan Allah pun dipecahkan. Jika sekarang saya merobek surat Presiden, bukankah itu pelanggaran yang luar biasa kurang ajar? Seperti demikian kita boleh mengerti Musa memecahkan batu yang diatasnya tercantum Sepuluh Perintah yang ditulis Tuhan Allah sendiri. Tetapi heran, Tuhan tidak marah kepada Musa. Mengapa? Karena Musa sedang marah seperti Tuhan Allah marah; dia sedang marah sesuai dengan kemarahan Tuhan.

Pada waktu Tuhan mengasihi manusia, banyak orang mau menjadi pendeta yang menyatakan cinta kasih, mengutarakan berita kasih. Namun pada saat Allah marah kepada satu bangsa, tidak ada yang mau menjadi hamba-Nya untuk membawa berita murka Allah. Karena kemarahan membuat hubungan menjadi tidak baik, membuat orang membenci kita, maka kita enggan melakukannya. Ketika Tuhan mau memakai kita menjadi saluran kasih, kita semua mau menjadi hamba-Nya. Pada waktu Tuhan mau memakai kita menjadi saluran cemburu ilahi dan kemarahan yang suci, jarang ada orang mau mulutnya dipakai oleh Tuhan. Itu sebabnya Tuhan sangat memakai Yohanes Pembaptis, Paulus, John Sung, Charles Finney, dan John Wesley. Mereka berani marah dengan kemarahan yang bersifat ilahi. Saya tidak menyebut Billy Graham karena dalam hal ini dia sangat kurang memberitakan murka Allah atas orang berdosa. Tetapi lihatlah pengorbanan yang harus mereka alami. Yohanes Pembaptis dipenggal kepalanya. John Wesley berkhotbah 1.000 kali dalam setahun sehingga lelah luar biasa. John Sung meninggal dunia pada usia 43 tahun karena kanker tulang dan karena terlalu lelah. Mereka menyatakan kemarahan ilahi pada zaman mereka, berani menegur dosa, bukan hanya penghiburan. Bertobatlah! Karena Allah itu suci adanya.

Setiap zaman memerlukan orang yang mempunyai kecemburuan ilahi, kemarahan suci, keberanian untuk menyatakan dosa untuk membalikkan bangsa dan generasinya kepada Tuhan. Musa mengatakan, “Barangsiapa memihak Tuhan, bunuhlah saudaramu!” Sepuluh Perintah baru saja mencatat, “Jangan membunuh.” Tapi Musa yang telah memberikan Sepuluh Perintah yang di dalamnya tercatat perintah jangan membunuh, sekarang menyuruh orang membunuh? Apakah pendeta plin-plan, bicaranya tidak konsisten? Kita sesungguhnya tidak mengerti rencana Allah yang jauh lebih tinggi daripada rencana manusia. Kadang kitahanya mau memakai ucapan yang pernah disampaikan oleh seorang pendeta untuk melawan pendeta itu sendiri.

Ketika Jakarta Oratorio Society yang saya pimpin merencanakan untuk mengadakan konser keliling ke beberapa negara, seorang jemaat saya menulis surat kepada saya, “Mengapa Pak Tong memakai satu miliar dalam empat hari untuk membawa koor keliling? Begitu banyak uang yang dipakai, tahukah bahwa ada banyak hamba Tuhan di pedalaman yang kekurangan uang?” Saya tidak memakai uang satu rupiah pun dari kas gereja. Di dalam empat hari, begitu berat biayanya, yaitu satu miliar. Tetapi ini bukan berarti dalam empat hari memakai satu miliar, seolah-olah Pak Tong seorang diri dalam empat hari membuang satu miliar. Tidak! Itu adalah latihan bertahun-tahun dengan orang-orang yang telah melatih diri untuk memuji Tuhan di negara-negara lain supaya merangsang kemajuan musik gerejawi. Mereka membutuhkan biaya yang begitu banyak, dan akhirnya Tuhan memberkati pekerjaan ini. Tidak ada satu rupiah pun uang dari gereja Indonesia yang dipakai, tetapi Tuhan memberi kecukupan karena mereka yang menghadirinya selain membeli tiket juga memberi uang persembahan, termasuk sebagian dari anggota sendiri. Sisa uang yang saya bawa pulang sudah masuk ke kas STEMI. Ada hamba-hamba Tuhan yang salah mengerti saya. Saya tidak pernah memakai uang dari kas gereja untuk membiayai satu konser pun. Ada orang-orang yang digerakkan Tuhan membeli tiket yang mahal, sehingga mencukupi perongkosannya.

Musa menghancurkan kedua batu loh itu, lalu memerintahkan, “Bunuhlah saudaramu.” Bukankah ini suatu pelanggaran? Bukankah Tuhan tidak mau manusia membunuh? Justru terbalik, saat itu adalah perintah Tuhan dengan cemburu ilahi dan kemarahan yang suci: “Bunuhlah saudaramu.” Saat itu hanya satu suku yang berani keluar membunuh saudara-saudaranya yang berzinah menyembah patung. Jikalau hari itu hal itu tidak dilakukan, maka hari ini tidak ada Sepuluh Perintah yang sungguh-sungguh mengatakan, “Jangan engkau menyembah patung berhala karena Aku Allahmu adalah Allah yang cemburu.” Iman kepada Allah monotheistik, ibadah monotheistic, juga system agama monotheistik, bisa terus berlangsung sampai hari ini karena pada hari itu Tuhan menyatakan kemarahan-Nya.

Setelah selesai, mayat yang dibunuh terhitung 3.000 orang. Itulah hari waktu turunnya Taurat. Pada saat Taurat diturunkan ke dunia, 3.000 orang mati. Waktu Roh Kudus turun ke dunia, 3.000 orang dibaptiskan dan diselamatkan. Inilah Perjanjian lama dan Perjanjian baru. Hukuman Tuhan sangat diperlukan. Jikalau tidak ada sifilis atau penyakit kelamin selama 500 tahun lamanya, manusia tidak akan menghormati kesucian seks. Tuhan membiarkan manusia menunggu sampai 500 tahun baru ditemukan penisilin, manusia melampiaskan nafsu lagi dengan berhubungan sembarangan dengan pelacur, main dengan banyak perempuan. Apakah Tuhan tidak tahu? Sekarang Tuhan membiarkan AIDS datang, dan belum ditemukan penyembuhan untuk AIDS. Apakah obat AIDS juga akan ditemukan setelah 500 tahun? Sekarang mungkin Korea Utara dan Saddam Hussein di Irak memiliki senjata biologis pemusnah massal, yang kalau dilepaskan akan memusnahkan dunia dalam waktu 30 tahun. Di dalam sepuluh tahun saja mungkin separuh dunia akan terjangkit penyakit yang begitu keras dan tidak bisa diobati.

Semua yang mengatakan jangan perang mungkin hatinya baik karena mereka menganggap bahwa damai itu lebih baik. Tetapi jika negara-negara yang memiliki sejata biologis dibiarkan, dalam 10 tahun kemudian, cacar akan kembali melanda seluruh dunia. Cacar yang selama ini dikontrol senjata medis akan terlepas lagi. Bibit cacar besar dimiliki oleh Rusia, Irak, dan Korea Utara. Bedanya adalah ada negara yang mengerti control diri dan ada Negara yang tidak. Saya bertanya kepada seorang Islam, jika Osama Bin Laden memiliki bom atom hari ini, apakah dia akan menggunakannya atau tidak? Pasti digunakan! Tetapi jangan lupa, Amerika sudah memiliki bom atom sejak 58 tahun yang lalu, namun hanya dipakai pada saat Hiroshima dan Nagasaki. Mungkinkah orang seperti Saddam Hussein atau Osama, kalau memiliki bom atom, bisa bertahan selama 58 tahun untuk tidak memakainya? Belum tentu. Kita berada diambang pintu kebahayaan luar biasa. Tetapi apakah itu memang diizinkan Tuhan sebagai kemarahan cemburu ilahi menghukum manusia? Saya tidak tahu. Dalam kasus di mana Musa berkata, “Bunuhlah saudaramu.” Ini, setelah 3.000 orang dibunuh, kemarahan Tuhan baru berhenti, karena Tuhan adalah Tuhan yang cemburu.

3. Kasus Ayub dan Pemahaman Elihu

Kasus ketiga adalah Elihu. Elihu adalah seorang muda yang terus mendengarkan perdebatan ketiga kawan Ayub dengan Ayub. Semula tiga kawan itu begitu simpatik, duduk mendampingi Ayub tujuh hari tujuh malam tanpa mengatakan satu kalimat pun. Di dalam pembesukan kita, kita sering kali memakai 3 menit mengatakan ayat-ayat yang kita anggap hebat lalu kita pergi. Kadang-kadang apa yang kita kerjakan itu tidak ada gunanya. Ketiga kawan Ayub tidak berbicara sepatah kata pun. Mereka membesuk dan duduk mendampingi Ayub tujuh hari tujuh malam tanpa berbicara. Ketika melihat seluruh tubuh Ayub, kawan akrab mereka itu, berbisul dari kepala sampai kaki, mereka tercengang tidak bisa bicara. Mungkin mereka memikirkan, bagaimana kalau itu terjadi pada saya? Mereka hanya tahu simpati, belas kasihan, dan tidak bisa bicara. Setelah lewat 8, 9, 10 hari, sudah biasa melihat Ayub menggaruk-garuk, mereka mulai bosan dan mulai menuding, “Ayub, engkau berdosa terhadap Allah.” Simpati manusia sangat terbatas. Pada saat simpati itu sudah lewat, manusia mulai mengomel, marah, dan berdebat.

Perdebatan mereka didengar seorang muda yang pintar luar biasa, yaitu Elihu. Elihu bagaikan gambaran orang yang berbijaksana dalam sejarah, sebab setelah tiga orang berdebat dengan Ayub, Tuhan marah kepada ketiga orang itu, tetapi tidak ada satu kalimat pun dari Tuhan yang mencela Elihu. Ini membuat saya tercengang. Siapa Elihu? Apakah dia malaikat yang berbentuk manusia? Apakah dia seorang nabi yang namanya tidak tercantum didalam peristiwa yang lain? Tetapi dia adalah seorang yang berani marah kepada ketiga kawan Ayub seolah-olah dia adalah Allah. Seolah-olah dia mengerti banyak daripada orang-orang tua yang mempunyai pengalaman yang lebih banyak. Katanya,“Ayub tidak benar, ketiga kawannya juga tidak benar. Aku sudah menunggu-nunggu adakah kalimat berbijaksana yang keluar dari mulut ketiga orang ini. Aku tidak menemukan, itu sebabnya baru aku bicara sekarang.”

Elihu mempunyai etika yang sangat baik, dia menunggu sampai orang tua selesai bicara semua, baru dia bicara. Kelemahan anak muda biasanya sudah cerewet sebelum mendengar sampai selesai. Baru belajar sedikit sudah banyak mengkritik. Banyak pemuda baru mendapat gelar theology sudah berkata, “Ini salah, itu salah.” Kiranya kita bisa belajar mendengar dahulu, belajar dahulu, selesaikan dahulu. Kalau kamu memang lebih hebat, Tuhan akan memakai kamu, tetapi ada waktunya. Elihu menjadi kasus ketiga di mana cemburu ilahi dikeluarkan dari mulut yang bertanggungjawab. Semua kalimat yang ditulis itu dicantumkan di dalam Alkitab sebagai salah satu yang diizinkan Tuhan untuk menjadi sebagian dari wahyu yang diberikan kepada Musa.

4. Kasus Berjualan di Bait Allah dan Murka Kristus

Kasus keempat, yaitu ketika Yesus Kristus, Anak Allah sendiri, berada di dalam dunia. Yesus masuk ke dalam Bait Allah, lalu Dia mengusir para pedagang keluar, “Ini bukan sarang penyamun, ini adalah Bait Tuhan Allah.” (band. Matius 21:12-13). Ini semua merupakan penerusan nabi-nabi sejak Musa, Elias, Yesaya, Yeremia, Hosea, Daniel, Yehezkiel, dan semua nabi yang lain. Mereka mempunyai cemburu ilahi untuk memecut, mendidik, mendisiplin anak Tuhan agar tidak menyeleweng dan hidup suci, agar berada dijalur yang benar. Yesus Kristus sebagai perwujudan Allah sendiri datang kedalam dunia dan dengan cemburu ilahi yang begitu hebat. Dia sampai rela di paku di atas kayu salib. Cemburu ilahi lain dengan iri hati. Cemburu ilahi tidak memperhitungkan untung rugi, hidup mati, sehat sakitnya sendiri. Pada saat diperlukan, dia mengeluarkan kalimat yang tegas, suci, adil, yang mewakili Tuhan untuk memberikan pencerahan kepada anak-anak Tuhan. Dengan demikian, orang-orang yang dididik dan melihat kemarahan Tuhan akan sadar bahwa Tuhan hadir.

Pada suatu saat, Dr. Stanley Yu, bercerita kepada saya. Pernah suatu ketika dia berkhotbah di Medan, dia mengatakan kalimat-kalimat yang keras, “Allah yang adil dan suci tidak mau kamu korupsi atau berzinah!” Pada waktu dia berkhotbah dengan dipenuhi Roh Kudus, tangannya menuding. Semua tahu dia sedang menuding satu orang dan memang orang itu melakukan korupsi. Tetapi Dr. Stanley sendiri tidak tahu; ia hanya tahu taat kepada Tuhan dan mengatakan kalimat-kalimat yang penting. Akibatnya orang itu benar-benar malu luar biasa, karena ia memang melakukan korupsi di dalam sekolah Kristen sehingga mendapat banyak uang untuk dirinya sendiri. Akhirnya orang itu bertobat. Dr. Stanley mengatakan, “Stephen, waktu itu ada orang yang berkata bahwa pada malam saya berkhotbah itu, orang-orang merasa Allah hadir. Seolah-olah penghakiman kiamat Tuhan dipercepat terjadinya di Medan pada hari itu.” Saya sekarang mengerti, itu namanya penyertaan Tuhan.

Kita selalu mengerti penyertaan Tuhan seperti ini: kalau kita susah, Tuhan menyertai; kalau kita sakit, Tuhan menyertai; kalau kita tersendiri, Tuhan menyertai; kalau kita takut Tuhan menyertai. Tetapi penyertaan Tuhan tidak terbatas hanya begitu saja. Tuhan menyertai pada waktu kamu menjadi saksi Kristus, waktu kamu sedang membicarakan cemburu ilahi, pada waktu kamu menegur jemaat. Di situ ada kuasa keadilan Tuhan menaungimu, dan takhta Tuhan berada di sini. “Tuhan, biar Engkau yang menjadi visiku. Engkau yang menjadi takhtaku, di mana aku melihat kuasa-Mu dan menyatakankehendak-Mu.”

Kita sangat memerlukan cemburu ilahi. Paulus berkata, ”Aku mempertunangkan kamu dengan Kristus sebagai seorang perawan suci. Jagalah kesucianmu, jangan menyeleweng seperti Hawa digoda oleh ular, sehingga tidak lagi setia kepada Tuhan Allah yang menciptakannya.” 

Kiranya Tuhan memberkati kita dan memberi kita cemburu ilahi yang suci untuk menghadapi diri, menghadapi gereja, menghadapi generasi kita, dan menghadapi anak-anak yang diserahkan Tuhan kepada kita.

BAB X : PENGUDUSAN EMOSI.

KEROHANIAN DAN LUKA HATI

“Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.” (Yesaya 53:2-3)

“Seperti ada tertulis: “Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.” Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.” (Roma 8:36-37)

Topik ini adalah topik yang berat, karena kita akan membicarakan tentang bagaimana kita harus menerima luka di hati kita. Adakah manusia yang mempunyai mata yang tidak pernah mengalirkan air mata? Adakah manusia yang mempunyai hati yang tidak pernah merasa sakit? Adakah manusia yang mempunyai nafas yang tidak pernah mengeluh di dunia ini? Tidak pernah ada. Memang, penderitaan dan kesukaran yang diterima manusia adalah sesuatu hal yang lazim. Setiap orang harus melewati hidup seperti ini. Setiap orang pernah merasakan kesulitan hidup. Setiap orang pernah merasa dirugikan, menderita, sedih. Tetapi bagi banyak orang, hal hati dilukai oleh orang adalah sesuatu penderitaan yang khusus, seolah-olah itu adalah hal yang tidak sewajarnya terjadi.

HARGA DIRI DAN LUKA HATI

Kita selalu mempunyai harkat diri atau harga diri. Kita memiliki nilai diri yang menjadi dasar eksistensi atau kesadaran yang membuat kita berani hidup terus di dunia ini. Pada waktu kita diganggu atau dilukai, goncanglah harkat itu, goncanglah penilaian diri itu. Kita merasa bahwa kita adalah orang yang terhormat dan orang-orang yang dihormati oleh orang lain. Tetapi kini kita tidak mendapatkan penghormatan itu, sebaliknya kita dihina. Ini menimbulkan suatu luka dihati kita. Pada saat hal itu terjadi, pengeluhan sedalam-dalamnya terjadi dalam jiwa seseorang. Kadang kita menyendiri, kita menangis, kita mencucurkan air mata, dan kita tidak tahu harus bagaimana kita memperlakukan sesuatu yang tidak kita inginkan tetapi yang terjadi dalam hidup kita itu.

Dilukai merupakan hal yang sangat sulit kita terima, karena kita tidak mau dilukai. Kita tidak mau tidak dihormati, kita tidak mau dihina oleh orang lain. Terkadang orang tidak sadar bahwa dia telah melukai kita dan orang-orang ini tidak berencana untuk melukai kita. Kadang-kadang orang yang melukai kita tidak menyadari bahwa perkataan atau tindakannya telah menghina orang lain dan menyebabkan luka dalam hatinya. Hal ini mengingatkan kita kembali bahwa di dalam cara kita memperlakukan orang lain, mungkin juga secara tidak sengaja, secara tidak sadar, secara tidak terencana, kita pun sudah melukai orang lain. Ini menjadi pelajaran yang penting bagaimana kita mempunyai hubungan timbal balik dengan orang lain, bagaimana kita mempunyai persekutuan dengan orang lain.

Pada saat kita memperlakukan orang lain dengan sewenang-wenang, kita merasa kita sedang berhak penuh untuk menggunakan kebebasan kita. Kebebasan yang sudah dicemari oleh dosa kadang-kadang menjadi kebuasan. Ketika kebebasan itu sudah melewati batas, kebebasan itu menjadi pelanggaran. Karena itu, janganlah kita lupa bahwa kita adalah orang berdosa. Dengan demikian, mau tidak mau kita berada di dalam pencemaran dosa asal yang diturunkan dari Adam. Karena itu, kita harus selalu mengawasi diri di dalam bagaimana melakukan segala sesuatu terhadap sesama kita.

ETIKA PASIF ATAU ETIKA AKTIF 

Tuhan Yesus berkata kepada kita, sebagaimana kita ingin diperlakukan, perlakukanlah orang lain dengan cara yang sama. (Matius 7 :12). Jika kita ingin dihargai, hargailah orang lain. Jika kita ingin dihormati, hormatilah orang lain. Jika kita ingin dikasihi, kasihilah orang lain. Di sini kita melihat bahwa etika Kristen adalah etika aktif, bukan etika pasif. Setiap agama memiliki religious golden rule (hukum emas bagi etika atau moral agama) masing-masing. Dari konfusianisme, Konfusius mengatakan, “Apa yang kamu tidak ingin orang lakukan terhadapmu, jangan lakukan itu terhadap orang lain.” Ini adalah etika pasif. Jika kamu tidak mau dihina, maka jangan menghina orang lain. Salah seorang filsuf moral terbesar di dunia, Immanuel Kant mengatakan, “Sikap yang kamu tidak inginkan menjadi sikap bersama yang dimiliki oleh seluruh dunia, jangan kamu lakukan; dalil yang kamu tidak inginkan menjadi dalil universal, janganlah kamu sendiri yang melakukannya.” Ini merupakan salah satu pemikiran manusia yang paling hebat, paling tinggi dan paling klimaks, tetapi semuanya jatuh di dalam sudut pemikiran Negativisme. Konfusius negatif, Immanuel Kant negatif. Hanya kalimat Yesus Kristus yang bersifat etika positif.

Buku dari Michael Hart yang berjudul “100 Tokoh Yang Paling Berpengaruh di Dunia” meletakkan Muhammad di posisi nomor satu. Saya tidak tahu buku ini ditulis dengan motivasi yang jujur atau tidak. Mungkin dia berfikir kalau meletakkan Muhammad di posisi pertama, maka penjualan bukunya akan memecahkan rekor penjualan di seluruh dunia. Mungkin dia berfikir jikalau meletakkan Yesus di posisi pertama, yang membeli bukunya tidak banyak. Di dalam buku itu dia mengambil sebuah kutipan dari Rabbi Hillel (Salah seorang rabi Yahudi yang sangat terkenal, khususnya dalam kaitan dengan Talmud, Kitab Suci orang Yahudi), tetapi apa yang dikatakan Hillel tetap berada di dalam posisi negatif, bukan positif. Hanya Tuhan Yesus yang memberikan Dalil, yaitu “sebagaimana kamu ingin diperlakukan, perlakukanlah orang lain seperti itu terlebih dahulu.” Disini sikap etika menjadi positif dan aktif. Sikap etika seperti inilah yang menjadi ciri khas orang Kristen.

Kita sering beretika pasif. Jikalau orang berbuat baik kepada saya, barulah saya akan baik kepadanya. Kalau orang membenci saya, saya juga membencinya. Kalau orang berbuat jahat kepada saya, saya berbuat jahat dua kali lipat. Pernah kah kamu mendengar kalimat : “Kalau orang baik kepada saya, saya juga akan baik kepadanya: tetapi kalau orang jahat kepada saya, saya akan lebih jahat lagi, itulah saya.” Mungkin bukan hanya mendengar, tetapi kamu pernah mengatakan kalimat itu, atau bahkan telah menjadi pelakunya. Maka tanpa sadar kita telah mengaku bahwa kita memiliki kebencian yang aktif namun cinta yang pasif : Jikalau orang berbuat baik kepada saya, saya akan berbuat baik kepadanya (pasif), tetapi kalau orang jahat kepada saya, saya lebih jahat (aktif). Inilah dosa manusia. Inilah satu kefatalan yang merupakan pengaruh mendasar dari kejatuhan Adam yang mempengaruhi seluruh dunia dan umat manusia, sehingga kita hanya mau melakukan kebaikan secara pasif.

Sedemikian pasifnya kebaikan kita, sampai-sampai ketika orang berbuat baik kepada kita, kita masih mencurigainya. Kita bahkan membayangkan atau menduga bahwa orang itu sedang berbuat kebaikan yang palsu karena ada motivasi-motivasi yang jahat, yang bermaksud merugikan atau memperalat kita. Memang ada orang yang menyalah-gunakan kebaikan untuk memperalat orang lain, tetapi ada juga orang yang betul-betul baik, sehingga sangat tidak baik jika kita selalu menafsirkan kebaikan orang dengan pikiran egosentris seperti ini. Ada peribahasa Tionghoa yang mengatakan, “Dengan niat seorang kecil (small man) mengukur perut seorang yang agung (gentleman).” Artinya, kamu tidak bisa menilai dengan tepat, karena kamu dibelenggu dan diikat oleh pikiran egosentris yang sangat sempit dan terbatas. Setelah orang itu terus berbuat baik, bahkan ketika kita tidak menghargainya, namun dia terus berbuat baik, akhirnya kita menyadari bahwa dia betul-betul baik, betul-betul tulus, barulah kita menjadi terharu dan ingin membalas sedikit kebaikannya. Itu menunjukan betapa kebaikan kita sedemikian pasifnya.

Sangatlah sulit untuk kita belajar bagaimana bisa mengasihi orang dengan aktif, belajar memiliki inisiatif yang aktif untuk menghormati dan menjunjung tinggi harkat orang lain. Kemampuan aktif kita ini menjadi ukuran apakah kamu menjadi dewasa rohani atau belum. Anak kecil selalu menunggu dicintai, disayang dan dikasihi; itu sangatlah wajar. tetapi orang yang sudah menikah dan punya anak mulai belajar memberi dengan kasih dan berinisiatif aktif sebelum anaknya minta kepadanya. Inilah tanda seseorang sudah menjadi dewasa. Kerohanian juga demikian. Kalau ada orang bersikap tidak baik terhadap kita dan kita membencinya, itu menunjukan kita keturunan Adam. Tetapi kalau kita bisa berinisiatif baik terhadap orang yang tidak baik terhadap kita itu, itu menunjukan kita anak Allah. Sungguh, sikap proaktif demikian tidak mudah, namun itulah tandanya engkau mempunyai rohani yang dewasa.

KEDEWASAAN ROHANI DAN DILUKAI

Di dalam mutual relationship (relasi intensif antar pribadi), kadang-kadang orang secara sadar dan berencana tetapi kadang-kadang juga secara tidak sadar menghina dan melukai hati kita. Jika hal itu terjadi , biarlah keadaan itu menjadi sarana pengujian sampai di mana pertumbuhan kedewasaan rohani kita. Apakah dalam menghadapi hal seperti itu kita telah menyatakan kedewasaan rohani dengan berinisiatif aktif berbuat baik, ataukah kita masih bersifat kekanak-kanakan dengan melakukan pembalasan yang lebih jahat lagi? Jika kerohanian kita telah bertumbuh semakin dewasa, maka itu akan dinyatakan dengan seberapa aktifnya kita memperlakukan orang lain dengan segala kebaikan yang Tuhan berikan kepada kita.

Tuhan Allah adalah Tuhan yang suci, adil, kasih, baik, dan setia. Semua sifat Ilahi ini perlu kita terapkan juga dalam setiap kelakuan dan tindakan kita. Itulah etika orang percaya. Etika orang Kristen didasarkan pada sifat Allah yang dinyatakan dalam Alkitab. Apabila sifat ilahi yang diwahyukan dalam Kitab Suci tidak menjadi dasar, pedoman, fondasi, dan prinsip untuk mempengaruhi kelakuan kita, maka tidak ada etika yang benar di dalam dunia ini. Semua buku etika diseluruh dunia yang tidak menerima sifat ilahi sebagai dasar etika adalah suatu kebohongan besar. Sekalipun kita mengaku bahwa ketika seorang penulis yang atheis, ketika mencoba membangun etika berdasarkan apa yang ditemukannya dalam alam, itupun merupakan cermin dari sifat ilahi yang dibukakan melalui wahyu umum dan diberikan sebagai anugerah umum kepada setiap manusia. Semua itu tidak mungkin bisa dilepaskan dari etika atau sifat Allah sendiri. Namun disini kita harus menegaskan bahwa etika yang sejati harus kembali kepada Alkitab, karena tanpa kembali kepada Alkitab kita tidak akan mendapatkan kepenuhan dari etika dan dasar perilaku manusia yang benar. Kita perlu belajar bagaimana Tuhan mau mengajar kita, sehingga kita bisa hidup dengan benar dihadapan Tuhan.

Yesus Kristus mengajarkan kepada kita bahwa kita jangan hanya mengasihi orang yang baik kepada kita. Jika kamu hanya mengasihi orang yang baik kepadamu , apa bedanya kamu dengan orang kafir? Kasihilah musuhmu, karena Bapamu di sorga seperti itu adanya. Kamu harus sempurna seperti Bapamu di sorga, yaitu menerapkan sifat ilahi dalam hidupmu dengan inisiatif untuk mengasihi mereka yang melukai dan membenci kamu. Memang tindakan dan etika seperti ini tidak mudah, tapi itulah Kekristenan. Memang tidak mudah untuk menjadi orang Kristen yang baik, menjadi hamba Tuhan yang baik. Pendeta bukan hanya orang yang pandai berkhotbah, tetapi orang yang mau belajar sifat-sifat yang diajarkan oleh Tuhan. 

Terkadang kita merasa kita sudah tahu banyak, sudah mengerti Alkitab, dan sudah pandai berkhotbah atau bersaksi, lalu kita merasa bahwa kita adalah orang Kristen yang baik. Tetapi kemudian, di dalam suatu peristiwa yang kecil, ternyata kita sama sekali belum lulus, karena kita tidak tahan uji. Mungkin baru sedikit dilukai kita sudah berteriak-teriak; tetapi ketika kita melukai orang lain, kita tidak merasa. Ketika kita tidak merasa melukai orang, dengan ringan kita bisa berkata bahwa kita tidak berencana melukai hatinya, bahwa kita tidak sengaja dan tidak berinisiatif untuk melukai. Dan kita anggap itu bukan hal yang serius. Tetapi mari kita pikirkan dan perhatikan bagaimana perasaan dan hidup orang yang telah kita lukai. Sering kali kita tidak peduli dengan apa yang orang lain alami setelah kita dilukai. Memang kita tidak sengaja melukai, tetapi apakah itu berarti kita boleh tidak peduli? Ada banyak orang yang melukai orang lain sampai orang itu mengalami celaka yang fatal. Maka yang melukai hatinya harus tetap bertanggung jawab.

Beberapa tahun yang lalu di Taiwan, ada pasien yang meninggal karena salah memberi obat. Orang yang memberi obat menyatakan bahwa dia tidak sengaja melakukan itu. Dia mengira bahwa itu adalah obat yang benar. Dalam hal ini dia tidak bisa mengatakan: “Saya tidak sengaja, maka itu bukan urusan saya.” Tidak bisa!! Dia tetap dituntut karena keteledorannya. Dia secara ceroboh atau kurang pengetahuan yang baik telah mengakibatkan kesalahan dalam memberikan obat. Tetapi ada kewajiban bagi orang yang tidak sengaja. Ingat! Itu sebabnya Daud berkata, ”Ampunilah dosaku yang tidak kusadari, atau yang belum dinyatakan.” Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari. Kita selalu mengaku dosa kalau kita sadar, mengaku yang kita tahu itu dosa. Tetapi bagaimana dengan dosa-dosa yang kita tidak tahu bahwa itu adalah dosa? Apakah jika engkau tidak tahu, maka dosa itu menjadi tidak ada? Karena itu Tuhan memperbolehkan Daud menulis kalimat demikian.

Kita perlu belajar Firman Tuhan dengan teliti dan akurat, demikian pula kita perlu kritis dan akurat ketika mendengarkan khotbah firman, tidak sembarangan merasa sudah tahu. Hal-hal yang belum kita ketahui sering kali lebih banyak daripada hal-hal yang telah kita ketahui. Karena itu, dengarkanlah khotbah dengan teliti, jangan selalu merasa saya sudah tahu. Orang yang miskin rohani selalu menghitung apa yang sudah diketahuinya; orang yang kaya rohaninya selalu mau menghitung-hitung apa yang telah diketahuinya dan mau menghitung pun tak bisa, sehingga dia terus menanti pencerahan baru dari Tuhan untuk bisa maju. Kalau kita terus menghitung apa yang sudah kita miliki, kita bodoh. Tetapi ketika kita terus menanti-nantikan apa yang kita miliki, itulah kerendahan hati yang sungguh-sungguh.

Rendah hati bukanlah sikap dimana orang kelihatan baik dan hina. Rendah hati berarti terus terbuka untuk menerima semua teguran, pengajaran, dan visi yang Tuhan berikan kepada kita, dimana kita begitu rela untuk mengosongkan diri, dikoreksi, dan menerima ajaran firman yang benar. Itulah rendah hati. Rendah hati adalah tuntutan yang tidak ada habisnya terhadap diri untuk mau mengerti kelimpahan kebenaran Tuhan yang tidak terhingga.

Daud berdoa, mohon agar Tuhan mengampuni segala dosa yang tidak nyata, atau yang belum disadari. Itu berarti, ketika kita berbuat salah kepada salah kepada orang lain, meskipun kita tidak sadar, tidak sengaja, atau tidak berencana, perbuatan kita sudah melukai orang lain, kita tetap harus bertanggung jawab dan memohon pengampunan untuk dosa itu.

Beberapa tahun yang lalu, ada seorang yang baru lulus dengan juara dua di sebuah universitas yang bergengsi di Taiwan. Dia adalah anak tunggal yang dibesarkan orangtuanya dengan susah payah, masih muda, tampan, dan pintar. Pada suatu hari ketika dia naik mobil, datanglah sebuah mobil yang melaju begitu cepat, dan menabraknya sampai mati. Ternyata orang yang menabraknya adalah orang yang mabuk. Orang mabuk yang mengendarai kendaraan bukan saja membahayakan dirinya sendiri, tetapi juga membahayakan orang lain. Ibu dari anak muda yang meninggal itu menangis begitu sedih, ”Harapanku seumur hidup dalam beberapa detik saja sudah melayang, apa artinya lagi hidup ini buatku? Kembalikan anakku, kembalikan anakku! Sejak kecil aku menggendongnya, dan dengan susah payah aku membesarkan dia…” Tetapi siapakah yang bisa mengembalikan anaknya? Bolehkah pengendara mabuk itu berkata,”Saya tidak sadar, saya tidak merencanakan, saya tidak sengaja, maka saya tidak berdosa?” Tidak Bisa!

Mari kita belajar dalam hal melukai dan dilukai. Ketika kita dilukai. Kita merasa sedih, tetapi yang melukai mungkin tertawa-tawa. Pada saat kita dilukai, kita merasa dirugikan, tetapi yang melukai mungkin merasa senang, merasa bahwa hal itu hak kebebasannya. Itu adalah hak kebebasan yang secara tidak sadar telah dipakai manusia secara sewenang-wenang setelah kejatuhan Adam. Semua pemakaian kebebasan dilakukan secara tidak sadar dengan suatu keadaan egosentris yang tidak diuji dan dikritisi sendiri terlebih dahulu. Karena itulah kita perlu pencerahan dari Tuhan.

“Tuhan, tiliklah aku dan tuntunlah aku menuju jalan yang kekal,” demikian doa dari Daud dalam Mazmur 139. Allah adalah Allah yang maha tahu dan sangat mengerti semua yang kita pikirkan dan lakukan. Bahkan ketika kita tidurpun Allah melihat kita. Di mana kita bersembunyi, di situ pun Tuhan ada dan melihat. Ayat terakhir dari Mazmur ini mengatakan,”Tiliklah aku apakah ada niat jahat dalam hatiku yang aku tidak tahu,” Kalau Tuhan sudah tahu, untuk apa berdoa lagi minta Tuhan menilik hati kita lagi? Tuhan memang tahu, bahkan tahu sejak dulu, kitalah yang tidak tahu. Tuhan mengetahui semuanya, kamu yang tidak sadar. Apa gunanya Tuhan tahu saya sakit, tetapi saya tidak sadar saya sakit? Orang yang tidak tahu dirinya sakit bagaimana mau datang ke dokter untuk disembuhkan? Orang yang tidak merasa dirinya sakit tidak akan datang kepada Tuhan karena ia merasa hal itu tidak perlu. Biarlah kita memiliki kepekaan akan hal-hal seperti ini. 

Alkitab mengandung banyak hal yang belum selesai dikhotbahkan ke seluruh dunia. Saya berkali-kali bicara kepada para calon hamba Tuhan agar jangan beranggapan ketika mereka lulus dari sekolah theologia, lalu menjadi hamba Tuhan dengan angka yang cukup baik, maka mereka sudah hebat. Kita perlu terus belajar, terus berkhotbah, terus membaca Kita Suci. Sampai berpuluh ribu kali khotbah pun masih begitu banyak bahan yang belum kita ketahui. Setiap hari, ketika saya merenungkan Firman Tuhan, saya selalu mendapat sesuatu yang baru. Saya baru tahu bahwa masih ada hal-hal yang dahulu belum saya sadari atau ketahui. Kalau saya sendiri merasa sudah tahu, maka saya merasa tidak perlu untuk berfikir dan belajar Firman Tuhan terus menerus. Kita perlu diajar oleh Tuhan sebelum kita mengajar orang lain. Dicerahkan oleh Tuhan sebelum kita meminta Tuhan untuk mencerahkan orang lain. Disini kita menjadi orang yang terus maju di dalam kebenaran.

Berapa banyak orang yang jatuh dan rugi karena kelakukan yang tidak kita sengaja? Kita tidak mungkin bisa menghitungnya karena kita tidak menyadarinya. Kalau kita tidak menyadari kejadian itu. Kita tidak bisa menghitung, dan akibatnya, kita juga tidak bisa mengakui dosa-dosa itu. Oleh karena itu, kita hanya mengakui dosa-dosa yang kita sadari saja. Lalu, bagaimana dengan dosa-dosa yang kita tidak sadari ini? Maka Daud berdoa untuk mohon pengampunan bagi dosa-dosa yang tidak dia sadari ini. Tuhan tahu kelemahan kita dan keterbatasan pengetahuan kita. Tuhan murah hati, dan ketika kita memohon pengampunan-Nya dengan tulus, Dia akan mengampuni kita.

ALASAN MELUKAI HATI SESEORANG

Sekarang kita melangkah ke pemikiran berikutnya, yaitu mengapa orang merasa dilukai dan mengapa ada orang yang melukai? Ada dua bentuk tindakan melukai orang lain. Pertama, melukai hati seseorang secara tidak sadar. Kedua, melukai hati orang lain dengan sengaja. Kalau orang memperlakukan kamu secara tidak sadar, lalu kamu terluka, ini tidak berarti mereka tidak bersalah, tetapi engkau juga tidak boleh selalu mempersalahkan mereka, karena bagaimanapun juga mereka melakukan itu secara tidak sadar. Orang yang tidak sadar bahwa dirinya memiliki sifat yang selalu melukai orang lain haruslah kita kasihani, bukan kita tuntut. Doakan dia, bukan kita maki. Orang itu bukan hanya perlu dikritik, tetapi juga perlu ditolong. Orang yang dilukai jangan serta merta membela diri, tetapi ia harus mengasihani mereka yang melukai secara tidak sadar.

Kalau ada seorang gila memukul dokter, apakah dokter itu marah dan langsung menembaknya? Ataukah dokter yang baik akan berusaha membereskan kegilaan orang gila ini? Kalau ada orang yang menderita suatu penyakit, akankah kita melarang pengobatannya, atau kita akan mengobatinya sampai dia sembuh? Maka perasaan simpati kepada sesama, khususnya kepada mereka yang berada di dalam kesulitan yang mereka sendiri tidak sadari, sangat diperlukan oleh orang Kristen. Orang Kristen harus penuh pengertian, penuh simpati, penuh belas kasihan kepada mereka yang tidak sadar. Di situ engkau harus bisa menang, engkau baru bisa mengalahkan dirimu sendiri sebelum mengalahkan situasi dan segala kesulitan. Kita baru bisa mengalahkan situasi dan kesulitan setelah kita bisa mengalahkan diri kita sendiri. Mengalahkan diri atau menyangkal diri adalah hal yang utama, karena musuh kita yang terbesar adalah diri kita sendiri. Kalau seorang ibu terus merasa terganggu oleh anaknya, maka ibu inilah yang harus masuk rumah sakit dulu. Melahirkan anak dan menjadi ibu berarti bersedia diganggu. Maka kalau engkau langsung memukul anak yang mengganggu, engkau bukannya menyelesaikan permasalahan atau menghentikan gangguan anak itu, tetapi engkau justru harus terlebih dahulu menyelesaikan masalah dirimu sendiri yang terganggu. Seorang yang sedang menyelesaikan masalah pribadi, sedang merasa dirinya perlu marah karena diganggu, tidak mungkin menyampaikan isyarat pendidikan ke dalam hati anak-anak yang dididiknya. Inilah teori pendidikan. Pemikiran penting ini saya pelajari dari Alkitab melalui sifat Yesus Kristus.

Ketika Yesus datang ke dunia, dia terus menerus diganggu oleh manusia, tetapi Dia memiliki belas kasihan kepada mereka yang mengganggu-Nya. Di Alkitab dinyatakan bahwa Dia tidak melontarkan satu kalimat yang mengancam mereka yang melukai-Nya, karena Dia mau menyelesaikan persoalan yang perlu diobati, bukan mencetuskan kesulitan-Nya seolah-olah Dialah yang perlu diobati. Kalahkan dirimu sendiri, taklukkan dirimu sendiri, baru kamu mungkin menaklukkan dunia. Tidak mungkin kamu mengajar atau menghibur orang lain, dan menjadi suatu kekuatan yang bisa mengubah orang lain, jika kamu sendiri belum mampu mengalahkan dirimu sendiri. Kalahkan terlebih dahulu sifat dan tabiatmu yang tidak beres, barulah kamu bisa dipakai Tuhan dan berkuasa untuk menghibur dan membereskan orang lain. Kita perlu sekali mengerti bahwa diri kita yang lemah.

Kalau seorang sengaja melukai kita, kita harus menghadapinya dengan cara yang berbeda. Bagaimana membedakan antara orang tersebut melakukan dengan sengaja atau tidak? Ada orang yang selalu berfikiran bahwa orang lain selalu tidak baik terhadapnya dan bahwa semua orang lain selalu tidak baik terhadapnya dan bahwa semua orang sengaja melukainya. Di dalam psikologi orang demikian disebut paranoia. Paranoia berarti menganggap semua orang mau merugikan, merusak, melukai, mengancam, atau menyusahkan dia. Paranoia selalu melihat dan memikirkan orang lain dengan pikiran negatif. Kalau orang lain tidak sungguh-sungguh sengaja, tetapi kita anggap dia sengaja, berarti kita sendiri yang paranoia. Orang yang paranoia hidup dalam kesulitan besar yang sulit ditolong. Maka kita harus mengalahkan diri kita sendiri.

Jikalau engkau belum bisa membedakan dengan tepat apakah seseorang melakukan tindakan itu dengan sengaja atau tidak, janganlah engkau mengambil keputusan terlalu cepat. Mengambil keputusan terlalu cepat itu berarti menjadikan diri sebagai hakim yang memvonis tanpa dasar yang cukup. Dosa memvonis orang lain secara tidak sesuai mungkin lebih berat daripada dosa mereka yang secara tidak sengaja melukaimu. Belajar mengasihi dan menjaga mutual relationship dengan mutual respect (saling menghargai) itu sulit sekali, tetapi kita tetap harus belajar. Sepanjang hidup kita belajar, terus belajar sampai mati dan bertemu Tuhan, Dia akan menilai berapa persen kita menyerupai Tuhan. Mari kita menyerupai Tuhan sebanyak mungkin, seperti tuntutan Paulus, yaitu berdasarkan ukuran Kristus. Kita harus berjuang mengubah hidup kita sampai bisa menyerupai Kristus sepenuhnya, menjadi seperti Bapa kita yang di sorga. Ini tidak mudah. Ini berarti tidak mungkin ada orang yang sempurna secara kuantitas di dunia ini.

John Wesley beranggapan bahwa manusia mungkin bisa mencapai tahap tidak berdosa sama sekali ketika masih berada di dunia ini. Theologi Reformed menolak pandangan demikian, namun ini bukan berarti Reformed tidak percaya adanya kesempurnaan. Kita percaya kepada kesempurnaan dalam kualitas yang menuju kepada kuantitas, yang hanya akan terjadi ketika kita diubah dalam kesempurnaan oleh Tuhan saat Dia datang kembali. Tapi kita tidak percaya bahwa melalui pergumulan diri di dunia ini manusia bisa mencapai taraf kesempurnaan seperti Kristus. Disinilah letak perbedaannya. Ketika ada seorang mengatakan, Saya sudah sempurna, saat itu dia sedang mengatakan hal yang tidak sempurna, karena dia tidak sempurna. Pada waktu seorang menganggap diri baik, itu berarti dia tidak cukup baik. Sebelum mati Paulus berkata, “Aku tidak merasa aku sudah memperolehnya, aku tidak merasa aku sudah sempurna.” Mari semua orang yang menuju kesempurnaan mempunyai pikiran seperti ini. Orang yang menuju kesempurnaan sadar bahwa dirinya tidak sempurna.

ALASAN SENGAJA MELUKAI

Kalau ada orang yang sengaja melukai kita, ada beberapa sebab :

1. Ketakutan Persaingan

Manusia selalu takut dan tidak mau disaingi. Mereka paling senang kalau dirinya, paling hebat. Suatu kali saya melihat seorang anak usia 5 tahun yang duduk dimobil, disebelah papanya, berkata, “Be number one! Be number one!” (Jadi nomor satu! Jadi nomor satu!) Kalau ada mobil lain di depan mobil papanya, maka dia akan berteriak kepada papanya, “Why number two? Number one!”, maka papanya mulai berusaha mengejar mobil yang di depannya. Entah akan jadi apa anak seperti ini kelak. Tetapi itulah sifat manusia. Kelihatan alim, tetapi memiliki jiwa berambisi luar biasa untuk menjadi nomor satu. Saya bertanya kepada anak itu, “Apakah kamu belajar di sekolah juga number one (nomor satu)?” Sambil tertawa, anak itu menjawab,”Tidak.” Kenapa di kelas tidak menjadi nomor satu tapi di jalan bebas hambatan mau menjadi nomor satu?

Kalau kamu dilukai orang karena kamu dianggap menyaingi dia, janganlah kamu sedih. Mengapa? Karena lebih baik menjadi sasaran keirian orang lain, daripada kamu yang merasa iri. Orang yang merasa iri dan menjadi sasaran keirian orang lain, lebih susah mana? Menjadi iri terhadap orang lain itu susah luar biasa. Menjadi sasaran keirian orang lain juga susah, tetapi tidak lebih susah daripada merasa iri terhadap orang lain. Kalau kamu menjadi sasaran keirian orang lain, ini berarti kamu memiliki kelebihan, di dalam hal itu jangan membenci orang yang mengiri, tetapi kasihanilah mereka. Kalau kamu menjadi sasaran keirian orang lain, ini berarti kamu mempunyai kelebihan yang tidak dia miliki. Kelebihan itu dari anugerah Tuhan, maka jangan kamu mencela orang yang merasa iri terhadapmu; sebaliknya, kasihanilah mereka.

Ada dua sebab mengapa kita mejadi sasaran keirian orang lain; pertama, karena memang kualitas kita tinggi; kedua, karena kita terlalu menonjolkan diri. Di jalan yang besar, ketika kita ingin melihat jauh, memakai lampu kabut adalah kebebasan kita. Akan tetapi, pada saat lalu lintas ramai, lampu kabut tersebut tidak boleh sering-sering dipakai, karena kamu mungkin menyorot mata orang lain, menyilaukan dan menyakitkan mata orang lain. Maka kalau kamu mempunyai kelebihan, jangan sering menonjolkan kelebihanmu untuk membuat oarang lain iri, itu dosa. Sekalipun kamu hebat (high achievement) tetaplah rendah hati dan bersahaja (low profile). High Acheievement, low profile, high thingking, low living. Inilah seni hidup. Inilah sikap hidup orang Reformed. Dengan demikian, kita bisa bergaul baik dengan orang lain. Kalau orang iri kepadamu, itu adalah problema orang itu sendiri. Tetapi kalau kamu terlalu menonjolkan diri, terlalu merebut kemuliaan Tuhan, terlalu mengaggungkan diri, itu dosamu. Maka dalam hal iri, kamu harus sangat berhati-hati akan hal ini.

2. Salah Mengerti

Sebab kedua kita dilukai orang mungkin karena dia salah mengerti tentang kamu. Kamu difitnah, sehingga ada orang yang mempunyai tanggapan, konsep atau pikiran yang salah tentang dirimu, yang menyebabkan dia kemudian melukaimu. Tapi janganlah kamu terlalu cepat membalas. Coba selidiki dahulu mengapa orang itu begitu tidak baik terhadapmu? Mengapa kamu dilukai? Kalau itu hanya salah mengerti, ada dua hal yang harus kita perhatikan. Pertama, kita tidak sembarangan membela diri; kedua, kita tidak boleh membiarkan kebajikan kita difitnah orang lain. Ini adalah ajaran Alkitab, jangan sampai kebajikanmu itu difitnah oleh orang lain. Kalau kamu baik tetapi difitnah, kamu berhak membela diri. Tetapi di dalam hal kedua ini, jika kamu tidak bisa membela diri, tetapi juga tidak difitnah oleh orang lain, maka cara satu-satunya adalah menyerahkan kepada Tuhan dan taat pada waktu Tuhan. Ini adalah suatu hal yang sangat sulit. Serahkanlah kepada Tuhan berarti otoritas vonis tidak ada padamu, berarti Tuhanlah hakim terakhir. Juga waktunya bukan ditentukan olehmu, melainkan oleh Tuhan. 

Kadang-kadang ketika kamu dilukai, orang yang melakukannya tidak bisa menjelaskan sehingga akhirnya kamu menunggu bertahun-tahun, tetapi waktu Tuhan belum tiba juga. Terlalu cepat membela diri atau terlalu cepat menyerang orang lain akan membuat banyak hal semakin rumit dan sulit. Tidak ada gunanya. Di dalam hidup gerejawi selam berpuluh tahun, saya melihat antara majelis, pendeta, penginjil, tua-tua, dan anggota banyak terjadi perselisihan yang sulit diperdamaikan dan diselesaikan. Apa sebabnya? Karena semua tidak mau menunggu waktu yang tepat, semua tergesa-gesa terlalu cepat membela diri.

Oswald Smith dari Kanada mengajarkan kepada anggotanya: jangan membela dan jangan menyerang (no attack, no defend). Kalau seseorang memiliki kedua hal ini, maka dia akan menjadi lebih mahir dan akan lebih diberkati oleh Tuhan. Orang yang membela diri sering kali dibenci oleh orang banyak, karena mereka sudah melukai kamu tidak mau dianggap salah. Ketika kamu membela diri, ini berarti kamu mau menyatakan bahwa kamulah yang benar, dan otomatis menunjukan merekalah yang salah. Walaupun dalam kondisi yang sangat khusus kita bisa menginjili orang lain dengan cara berdebat, tetapi umumnya kita tidak akan pernah bisa memenangkan jiwa dengan berdebat dan adu siapa yang menang dan siapa yang kalah. Ketika memenangkan pendebatan secara teori, tetapi kehilangan jiwa secara rohani, kita mengalami kerugian besar, 

Ketika ada orang mengatakan “Yesus bukan Tuhan,” lalu engkau mendebat, “Yesus adalah Tuhan,” Maka terjadilah perdebatan bahkan sampai bertengkar, akhirnya orang tersebut tidak akan pernah mau menjadi Kristen. Kita harus sabar, menunggu dengan bijaksana. Low profile, dan menyentuh sampai ke dalam hati nuraninya, ini penting sekali. Semua ini adalah pelajaran yang sangat sulit sekali, yang tidak mungkin dipelajari dibangku sekolah theologi, tetapi harus ada di dalam kehidupan kita sehari-hari di dalam mengikuti Tuhan. Hal ini mengiringi mereka yang betul-betul adalah orang kudus dalam sejarah, dan khususnya dalam teladan Yesus di dunia. Dengan hal-hal ini barulah kita dapat meresapi dan mengerti bagaimana memperlakukan diri dan orang lain.

Di Indonesia saya mungkin dicap oleh jutaan orang sebagai pendeta yang tidak ada Roh Kudus. Di gereja Pantekosta dan Kharismatik, selalu saya dikatakan, “Dia memang pandai berkhotbah, tetapi sayang tidak ada Roh Kudus.” Perlukah saya membela diri terhadap perkataan-perkataan seperti itu? Ada orang yang mengatakan, “Kalau dia memang tidak ada Roh Kudus, bagaimana bisa berkhotbah sedemikian selama berpuluh-puluh tahun?” Banyak orang memiliki pengertian tentang Roh Kudus yang berbeda dari pengertian Alkitab sendiri. Saya mengatakan bahwa banyak gereja Kharismatik mengajarkan ajaran yang tidak benar, dan ketika saya memaparkan kebenaran itu, saya dianggap ingin menyerang orang lain. Jika sebagai hamba Tuhan saya tidak mengoreksi zaman ini, akan menjadi seperti apa zaman ini? Kalau pada zaman ini saya tidak tegas dan tidak membicarakan doktrin yang benar, mengajak orang kembali kepada Tuhan dan kebenaran-Nya, apakah saya boleh disebut sebagai hamba Tuhan? 

Saya sama sekali tidak bermotivasi ingin menonjolkan atau meninggikan diri saya sendiri. Selama bertahun-tahun saya berkhotbah mengajar, mengadakan seminar, semuanya hanyalah agar orang betul-betul kembali kepada Firman Tuhan. Saya ingin agar Gereja kembali kepada Firman, kepada Alkitab. Namun itu bukanlah hal yang mudah. Saya tidak ingin membela diri, tetapi kita harus menyatakan kebenaran, kita harus membela kebenaran. Kita harus memberitakan kebenaran dengan sungguh-sungguh jujur, sungguh tepat, dan tulus hati. Kita harus memberitakan dengan kebenaran dengan motivasi yang murni, yang keluar dari lubuk hati yang terdalam. Pada saat orang lain salah mengerti terhadap apa yang kita lakukan, mereka memfitnah atau menyatakan hal yang tidak benar tentang kita, janganlah kita membela diri. Suatu hari kelak, ketika dia celikan matanya, dia akan merasa sangat sungkan, karena dia sebelumnya pernah mempunyai prasangka-prasangka yang negatif terhadap diri kita. 

Cara terbaik untuk menghadapi orang-orang yang melukai hati kita adalah membuat mereka sungkan, kita tidak perlu membela diri lagi, dia akan bertobat sendiri. Kalau dia melukai kamu dengan sengaja, lalu akhirnya dia tahu bahwa dia telah berbuat salah, maka dia mungkin akan datang minta ampun padamu. Kalaupun dia tidak minta ampun padamu, itupun tidak apa-apa, karena kita perlu dan harus berfikir secara antitetis dalam hal-hal seperti ini. Kita harus rela orang tidak minta maaf, tetapi kita harus minta maaf pada orang lain jika kita bersalah. Jika kita menjadi sasaran keirian orang lain, ini tidak apa-apa, tetapi kita sendiri tidak boleh iri hati terhadap orang lain. Banyak hal yang tidak mungkin kita selesaikan dengan tuntas selama hidup ini, tetapi kita harus menyerahkan semua itu kepada Tuhan dan menanti waktu-Nya, sehingga pada saat Tuhan sendiri Tuhan akan membela kita dan menjelaskan kebenaran yang sesungguhnya kepada orang itu, yang membuat dia sungkan. 

Perasaan sungkan ini merupakan aspek yang sangat penting dalam kebudayaan. Seluruh Indonesia yang sebenarnya adalah bangsa yang begitu baik, yang mempunyai perasaan sungkan yang luar biasa. Tetapi Indonesia kehilangan perasaan sungkan ini selama 30 tahun Soeharto menjadi presiden. Keluarga Cendana memiliki segala sesuatu kecuali perasaan sungkan. Kalau ada hal yang diinginkan, mereka tidak sungkan merusak moral, merusak kebudayaan, bahkan tidak sungkan menarik presiden menjadi orang yang dihina oleh seluruh bangsa.

Perasaan sungkan ini sangat penting. Kita harus memiliki perasaan sungkan karena bersalah, sungkan karena tidak mencapai taraf yang diinginkan tuhan (hamartia), sungkan karena telah melukai orang lain. Kalau perasaan sungkan itu kita pupuk terus, itu akan menjadi kebudayaan gerejawi yang indah.

Beberapa kali saya mau marah tetapi tidak jadi. Beberapa kali dalam hidup saya dilukai orang, saya diam saja. Beberapa tahun kemudian orang itu sungkan sendiri; Ketika bertemu saya, dia menjadi baik sekali. Dalam hati saya berkata, “Tidak perlu baik kepada saya, baik saja kepada Tuhan, saya tidak perlu dibaiki, tetapi kalau kamu merasa saya seharusnya dihormati, jangan memberikan penghormatan lebih daripada yang seharusnya saya terima, itu saja.” Orang yang merasa sungkan akan berubah sendiri.

3. Standard Orang Yang Tinggi

Ketiga, kita bisa dilukai hatinya oleh orang yang salah mengerti atau menghina kita karena dia memiliki suatu standar yang tinggi, yang lebih tinggi daripada standar kita. Kadang-kadang kita dilukai oleh orang yang mempunyai standar lebih tinggi daripada kita karena sewenang-wenang memakai standar itu untuk mengukur kita. Seorang lulusan doktoral sering kali menghina lulusan SMA. Dan saat itu orang yang lulus SMA merasa terhina dan sakit hati. Saat dia sakit hati, dia juga mungkin menyesal mengapa hanya sekolah sampai tingkat SMA saja.

Saya pernah mendengar suatu cerita yang sangat lucu. Seorang pria Italia yang bergelar BA lulusan Amerika Serikat menikah dengan seorang gadis bergelar MA dari London University. Ternyata mereka sering bertengkar dan sang suami berfikir bahwa sumber pertengkaran adalah karena dia hanya bergelar BA dari USA. Maka dia meninggalkan istri dan anaknya, pergi ke London dan mengambil studi tingkat lanjut. Tiga tahun kemudia dia kembali dengan membawa gelar MA dari London University. Maka kini dia merasa bahwa dia sudah punya gelar yang sama dengan istrinya, sehingga dia berharap kehidupan keluarga mereka akan menjadi baik, dan tidak ada pertengkaran lagi. Ternyata mereka tetap bertengkar, karena memang masalahnya bukan pada gelar akademis yang mereka miliki. Kalau kamu dihina karena orang lain memasang standard yang lebih tinggi, kamu tidak perlu marah dan tidak perlu menghina diri, karena kamu memiliki kelebihanmu sendiri yang perlu kamu kembangkan secara maksimal untuk kemuliaan Tuhan.

Di Taiwan saya memakai tempat di gereja Presbiterian untuk berkhotbah ekspositori (Khotbah yang membahasa ayat demi ayat dari satu kitab secara berurutan dan terus menerus sampai seluruh kita tersebut seluruhnya terbahas). Pendeta seniornya berkata kepada saya, bahwa dia sendiri tidak mempunyai gelar doktor. Tetapi dalam hal ini dia tidak merasa terganggu. Dia mempunyai kerohanian yang begitu tinggi, sehingga orang yang bergelar doktor rela dipimpinnya dengan wibawa kerohanian. Jangan karena kamu dihina, kemudian kamu menghina dirimu sendiri. Kalau orang lain memiliki standar yang berbeda dari standar kita, kita tidak perlu membela diri dan juga tidak perlu menyerang, tetapi kita perlu mengerjakan segala sesuatu dengan sebaik mungkin, sehingga suatu saat orang itu akan menyadari bahwa kita memiliki nilai yang berbeda dan yang tidak kalah baik dengan standar yang dipakai. Mari kita memupuk dan menuntut diri sampai kita mempunyai kemajuan yang baik, sehingga kita tidak takut dihina oleh orang lain. Setiap kita mempunyai kehormatan, harkat, dan nilai diri. Nilai itu akan diukur oleh Tuhan, bukan oleh manusia. Jika kita bertahan di dalam kerohanian yang sungguh-sungguh, suatu hari kita akan dimuliakan oleh Bapa sendiri.

Selama kehidupan-Nya di dunia Yesus Kristus dihina, diejek, difitnah, diumpat, diperlakukan secara tidak adil. Tetapi sebelum naik ke kayu salib, Dia berdoa. “Bapa, muliakan Anak-Mu sebagaimana Dia sudah memuliakan Engkau di atas bumi. Orang-orang yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya kuberikan hidup kekal. Seorang pun tidak ada yang akan binasa.” (Yohanes 17 : 4-5, 12) Doa Yesus Kristus harus menjadi teladan bagi kita. Dia dihina, diejek, difitnah, dan puncaknya, dipaku di atas kayu salib, dan diolok-olok. Tetapi, Dia tidak membalas, tidak membela diri, tidak berbicara, namun pada akhirnya …. lihatlah. Dia dimuliakan lebih tinggi daripada semua manusia; lebih tinggi daripada Memorial Chiang Kai Sek atau Memorial Lincoln. Kita akan menyadari bahwa selain Taiwan, tidak ada orang yang mau mengingat Chiang Kai Sek. Selain Tiongkok, tidak ada orang yang mengingat Mao Ze Dong. Selain Prancis, tidak ada bangsa yang mau mengingat Napoleon. Mereka adalah orang-orang yang setelah mati hanya diingat oleh satu bangsa. Tuhan Yesus dihina dan diejek begitu luar biasa, namun akhirnya diingat oleh semua bangsa. 

Lihatlah, di seluruh dunia, orang Kristen akan senantiasa mengingat Yesus. Mereka memuji-Nya, bersyukur kepada-Nya, menulis lagu yang lebih baik daripada lagu kebangsaan manapun. Lagu yang digubah bagi-Nya jumlahnya paling banyak seluruh dunia. Yesus yang dilukai mengetahui bagimana Dia menyerahkan semua itu kepada Bapa. Dia tidak membela diri. Dia tidak menyerang. Kiranya Tuhan mengajar kita mengerti hal seperti ini. 

Di sini kita melihat bagaimana kehidupan kerohanian yang baik, iman yang baik, akan memberikan kekuatan kepada kita ketika kita rela hati kita dilukai. 

BAB XI : PENGUDUSAN EMOSI.

FRUSTASI DAN PUTUS ASA

“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan; itulah yang akan menyembuhkan tubuhmu dan menyegarkan tulang-tulangmu.” (Amsal 3 : 5 – 8)

Tema sebelumnya adalah “Luka Hati.” Ketika saya mengkhotbahkan urutan Pengudusan Emosi ini, beberapa kali saya menanyakan tema minggu sebelumnya, dan kebanyakan jemaat melupakannya. Tetapi kali ini mereka dengan mudah mengingat bahwa tema sebelumnya adalah “Luka Hati.” Banyak orang mengingat tema ini karena banyak orang yang telah dilukai. Ketika kita dilukai orang, kita selalu mengingatnya. Tetapi ketika kita melukai orang, kita cenderung melupakannya. Jika ada orang yang marah atau mengeluh karena kita telah melukai hatinya, kita sering kali mengatakan bahwa kita tidak sengaja melakukan hal itu. Kita sering berada di dalam dosa yang tidak kelihatan, kita sering berada di dalam dosa yang tidak disengaja. Ini membuktikan kita keturunan Adam, keturunan orang yang jatuh ke dalam dosa, sehingga kita merasa apa yang kita kerjakan hanyalah sekedar kebebasan kita dan sekedar kewajaran yang kita lakukan. Namun, sebenarnya tindakan itu sangat melukai hati orang lain.

Psikologi mengatakan bahwa hal-hal yang paling mudah kita ingat dan sulit kita lupakan adalah ketika hati kita dilukai orang. Ketika hati kita dilukai, kita insyaf akan satu hal, yaitu tentang keutuhan kita. Kita merasa seharusnya kita utuh, tetapi sekarang kita menjadi tidak utuh lagi karena ada kerugian yang dilontarkan oleh orang lain. Di situ kita menemukan nilai positif dari penderitaan yang tidak mudah disadari oleh orang lain, yaitu penderitaan menolong kita untuk mengerti kesempurnaan yang asli. Kalimat seperti ini tidak mudah Anda temukan di dalam buku, karena sering kali buku hanya meneruskan warisan yang biasa terjadi di dalam pikiran akademis sekuler. Tetapi Alkitab selalu menunjuk ke titik yang belum ditemukan orang yang sudah tercemar dosa. Penderitaan merangsang kita untuk mengingat kembali bahwa kita seharusnya mempunyai keutuhan yang diciptakan oleh Tuhan menurut peta dan teladan Tuhan. Manusia dicipta Tuhan menurut peta dan teladan Tuhan. Ini suatu dasar yang tidak disadari psikologi modern karena mereka memakai titik tolak yang melawan Tuhan dan Alkitab. Akibatnya, mereka tidak dapat menemukan hal-hal paling penting yang diwahyukan Tuhan.

HILANGNYA PENGHARAPAN

Tema pembahasan ini adalah frustasi dan putus asa. Frustasi dan putus asa adalah hal yang begitu sering dan lazim terjadi dalam hidup kita sehari-hari. Frustasi dan putus asa begitu wajar, dan mudah kita lihat dalam diri kita sendiri maupun orang lain. Kita pernah atau mungkin sering merasa frustasi, putus asa atau patah semangat. Kita merasa dipatahkan dengan sesuatu keinginan kita yang sudah lama kita rencanakan tetapi akhirnya tidak tergenapi. Pada saat hal itu terjadi, kita merasa hidup menjadi tidak berarti. Hidup baru berarti kalau lancar. Kalau tidak lancar, kita mulai bertanya untuk apa kita hidup di dunia. Hidup berarti kalau kita mendapatkan apa yang kita inginkan; kalau kita tidak bisa mencapai keinginan kita, kita tidak ingin hidup lagi. Kejadian seperti ini sering kita alami dalam hidup kita masing-masing. Psikologi mengatakan, yang membuat manusia terus menerus merasa bahwa hidup itu berarti dan yang menunjang manusia bereksistensi adalah pengaharapan. Jikalau pengharapan sudah hilang, kita tidak melihat hari depan. Kita tidak melihat cahaya terang untuk memimpin kita.

Inilah bedanya manusia dengan binatang. Binatang hanya menyambung eksistensi dengan makanan dan seks. Kalau kebutuhan perut dan seks sudah terpenuhi, maka untuk binatang, itu sudah cukup. Tetapi manusia, sekalipun cukup makanan, tetapi tidak mempunyai isi dalam otak dan hati, akan tetap merasa kosong. Jika manusia memiliki seks tetapi tidak memiliki cinta kasih, kita merasa tidak berarti. Manusia bukanlah binatang. Manusia mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi daripada binatang. Manusia mempunyai bobot substansi jiwa yang begitu anggun, tinggi, hormat, dan mulia yang tidak boleh dibandingkan dengan binatang. Bahwa kita manusia yang dicipta menurut peta dan teladan dan Tuhan Allah merupakan sebuah kalimat yang begitu agung dan terhormat, tetapi malah ditolak oleh Atheisme, Sekularisme, dan Liberalisme. Kita harus mengembalikan pengenalan akan diri manusia kepada titik tolaknya, yaitu kalimat pertama yang Tuhan ucapkan tentang manusia. “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita” (Kejadian 1 :26a). Allah Tritunggal telah menciptakan manusia menurut peta dan teladan, gambar dan rupa Tuhan sendiri. Dari sanalah antropologi dibangun, dari sanalah pengenalan akan siapa manusia boleh dipelajari, dan dari sanalah kebenaran tentang arti hidup manusia boleh berfondasi.

KONSEP KESEMPURNAAN, TUNTUTAN, DAN FRUSTASI

Ketika mengetahui hidup kita tidak lancar atau tidak mencapai apa yang kita inginkan, dan kita merasa hidup tidak berarti, itu sudah menunjukan bahwa kita memiliki keinginan berdasarkan kebutuhan yang lebih dari sekedar materi dan seks saja, yaitu yang berdasarkan pada suatu konsep kesempurnaan. Konsep kesempurnaan hanya dimiliki oleh manusia. Konsep kesempurnaan berdasarkan citra kesempurnaan sebagai peta dan teladan Allah. Manusia dicipta menurut peta dan teladan Allah. Allah adalah diri-Nya kesempurnaan. Allah adalah diri-Nya kemutlakan. Itulah sebabnya peta dan teladan Allah yang berada di dalam diri kita menuntut kita untuk hidup dengan ide kesempurnaan dan ide kemutlakan. Ide kesempurnaan dan ide kemutlakan itu menjadi tuntutan yang biasa kita tuntut kepada orang lain, tetapi tidak kepada diri kita sendiri. Itu akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa. Betapa banyak orangtua yang memakai ukuran kesempurnaan untuk menuntut anaknya: harus baik, tidak boleh nakal, dan sebagainya. 

Tetapi, apakah orangtua itu, ketika masih kecil, sudah melakukan apa yang dituntutkan kepada anaknya? Berarti tuntutan kesempurnaan berdasarkan konsep kemutlakan yang ada pada dirimu tidak kamu pakai untuk dirimu, tetapi untuk orang lain. Tetapi di lain pihak, kita sendiri mempunyai keinginan yang kita anggap lumrah, yaitu kita ingin mendapatkan kesempurnaan dan kemutlakan tanpa perjuangan. Inilah ketidakadilan manusia. Kalau untuk orang lain, saya tuntut dia harus berjuang sampai sempurna, tetapi untuk diri saya sendiri, paling baik bisa dapat lotre. Manusia tidak menuntut diri seperti menuntut orang lain. Manusia tidak memakai standar untuk mendisiplin diri seperti mendisiplin orang lain. Barang siapa bisa mengontrol diri, dia baru berhak mengontrol orang lain. Barangsiapa bisa mendisiplin diri, dia baru berhak menuntut disiplin orang lain. Orang yang dapat menguasai diri lebih berhak daripada mereka yang hanya mau menguasai orang lain tetapi tidak menguasai diri. Kalau kita bisa menuntut, mendisiplinkan dan menaklukan diri, maka kita masih mempunyai alasan saat kita menuntut orang lain untuk hidup dengan baik.

Seorang anak usia 17 tahun yang tampan dan pandai akhirnya bunuh diri dua jam sebelum ayahnya pulang. Dia bunuh diri karena pada hari itu dia mendapat peringkat kedelapan ketika lulus SMU. Dari kecil, orang tuanya menuntut dia minimal mendapat peringkat ketiga. Dia pulang dari sekolah dengan hati susah, karena dari kecil sudah berjanji kepada ayahnya untuk paling sedikit mendapat peringkat tiga. Maka dua jam sebelum ayahnya pulang dari kantor, dia bunuh diri dengan cara menggantung diri dengan tali. Menuntut diri dengan tujuan atau standar yang tinggi itu tidak salah. Ayah menuntut anak, dan anak menuntut diri, itu bukanlah hal yang salah. Tetapi yang perlu dipikirkan baik-baik adalah bagaimana jikalau tuntutan itu tidak dapat dicapai? Bolehkah kita marah, frustasi, menghukum, putus asa, ketakutan, dan berakhir dengan bunuh diri? Mengapa banyak orang salah langkah, salah keputusan, dan akhirnya salah mengambil keputusan dengan membunuh diri? Orang berbuat demikian karena frustasi dan putus asa akibat tuntutan yang salah. Tidak salah jika kita menuntut diri, tetapi kita harus tahu dengan tepat apa dasar, prinsip dan standar yang benar untuk dipakai menuntut diri, dan jika kita gagal mencapainya, bagaimana reaksi dan tindakan yang tepat yang seharusnya kita ambil.

Saya berkali-kali berkata kepada rekan saya, hati-hati dengan efek samping. Di surat kabar, semua iklan hanya menguntungkan penjual, tidak banyak memikirkan pembeli. Misal, penjual sampo mendorong orang membeli sampo dan menunjukkan betapa indahnya rambut yang memakai sampo itu, tapi efek samping pemakaian sampo tersebut tidak pernah diberitahukan. Orang mengiklankan produk mereka agar dibeli memperkaya diri mereka sendiri, tetapi sedikit sekali memikirkan apa untung ruginya bagi konsumen. Saya senang di Amerika ada Consumer Report, yaitu sebuah majalah yang khusus memihak konsumen dengan membahas kelebihan dan kekurangan sebuah produk. Dan untuk pekerjaan itu, mereka menolak untuk menerima iklan. Kalau menerima iklan, majalah itu akan bias (tidak objektif). Maka dengan tidak menerima iklan, mereka benar-benar memikirkan apakah konsumen dirugikan atau tidak. 

Ada satu laporan mengatakan bahwa seluruh perusahaan asuransi selama 130 tahun sudah mengambil ratusan miliar dari rakyat dan hanya mengembalikan sedikit sekali. Bukanlah suatu hal yang salah jika kita mendapatkan keuntungan dari perdagangan kita, karena memang Firman Tuhan memperkenankan hal itu. Namun, jika keuntungan itu menjadi berlipat ganda dan melampaui standar yang wajar, dan tidak dikerjakan dalam rangka kepentingan kesejahteraan orang lain, maka itu menjadi suatu ketamakan. Ketamakan seperti ini mengandung unsur satanik atau unsur iblis yang menjadikan manusia menginginkan lebih dari yang seharusnya, akhirnya mulai menjadi dosa dalam masyarakat.

Beberapa penganut ajaran Karismatik beranggapan bahwa mendapat uang banyak adalah berkat Tuhan. Itu ajaran yang beracun. Ajaran yang mengatakan,”Kalau kamu memberikan satu juta, maka kamu akan mendapat sembilan juta,” adalah ajaran yang sangat berbahaya dan beracun, bukan ajaran Alkitab. Alkitab mengajar kita memberikan perpuluhan kepada Tuhan yang sudah terlebih dahulu memberikan kepada kita. Alkitab tidak mengajar kita untuk memberikan satu untuk menjadi pancingan agar Tuhan memberikan sembilan kali lipat. Ajaran beracun yang memutarbalikkan dan memanipulasi Alkitab akan mendapatkan hukuman dua kali lipat dari Tuhan. Saya telah menjadi pendeta yang banyak dibenci orang karena harus mengajarkan kebenaran-kebenaran Alkitab dan apa yang betul-betul merupakan kehendak Tuhan. Kalau tidak, saya hanya berjubah pendeta, tetapi berjiwa setan. Saya boleh dibenci oleh semua pendeta lain, tetapi saya tetap menjalankan apa yang Tuhan suruh saya khotbahkan.

Kita boleh mempunyai harapan. Kita boleh menuntut. Kita boleh mempunyai sasaran atau target. Tetapi target kita yang tertinggi adalah Tuhan. Target kita adalah Tuhan, bukan uang. Target kita adalah sorga yang kekal. Target kita adalah kebenaran yang tidak berubah. Target kita bukanlah ambisi pribadi untuk mencapai nafsu kita.

Mengapa frustasi? Mengapa putus asa? Karena asa-nya putus, atau karena terlalu banyak asa yang asalnya tidak berfondasikan kebenaran Tuhan. Siapa yang tidak mempunyai konsep kesempurnaan akan membayangkan “alangkah baiknya jika saya mempunyai rumah yang begini, mobil yang begitu, mempunyai ini dan itu.” Semua orang mempunyai konsep demikian, termasuk saya, apalagi saya adalah orang yang sangat mengerti apa yang disebut mutu yang tinggi. Semua orang memiliki tuntutan, ide yang tinggi, angan-angan, cita-cita, dan semua itu lumrah, karena kita dicipta menurut peta dan teladan Allah. Orang yang merasa puas akan apapun tidak ada bedanya dengan babi. Bagi babi, ke istana atau ke kubangan sama saja, sama-sama puas. Namun manusia bisa tidak puas, bisa mulai mengkritik, dan bisa memiliki keinginan untuk menjadi lebih baik. Bahwa manusia mempunyai satu tuntutan, standar dan penilaian, itu merupakan implikasi dari peta dan teladan Allah. Pembahasan konsep peta dan teladan Allah yang paling dangkal di dalam Theologi Reformed tetap masih jauh lebih baik daripada theologi lainnya yang hampir tidak pernah membahas peta dan teladan Tuhan. Alkitab mengajarkan banyak hal yang masih belum digali dan belum dinyatakan oleh tradisi Theologi Reformed. Manusia mempunyai konsep kesempurnaan, ini adalah aspek peta dan teladan Allah yang tidak pernah dibicarakan oleh tradisi theologi sistematik.

Dari konsep kesempurnaan menjadi tuntutan, dari tuntutan menjadi ide, cita-cita atau sasaran. Paulus berkata bahwa dia tidak menganggap dirinya sudah sempurna atau sudah memperoleh; dengan kata lain, dia belum puas. Itu lumrah. Tidak puas berdasarkan konsep kesempurnaan. Paulus yang begitu sempurna mengatakan dia tidak menganggap dirinya sempurna, dia tidak menganggap dirinya sudah memperoleh kesempurnaan. Inilah sikap yang benar. Lalu dia berkata bahwa dia hanya sedang menuju kepada sasarannya, yaitu Kristus: ”Targetku adalah Kristus, dan aku berusaha mendapatkan yang telah dijanjikan Tuhan yang sudah memanggil aku dengan panggilan sorgawi.” Jadi, mempunyai target atau ambisi itu tidak salah. Yesus tidak pernah berkata tidak boleh mempunyai ambisi. Yesus tidak pernah berkata,”Kamu tidak boleh berkeinginan menjadi besar.” Sebaliknya Dia justru mengatakan: ”Silahkan menjadi besar, tetapi jika kamu ingin menjadi besar, jadilah hamba orang lain dahulu.”

Bolehkah berambisi? Boleh! Bagaimana mencapai ambisi? Menjadi hamba, merendahkan diri, dan menolong orang lain! Kebanyakan orang maunya tidak usah bayar harga langsung loncat menjadi raja. Itu pemikiran yang salah. Saya bisa membimbing kebaktian besar dan banyak pemuda ingin langsung menjadi seperti itu. Padahal saya mulai membagikan traktat di pinggir jalan, diusir dan mau dipukul orang dari agama lain. Saya juga pernah diusir dari sebuah Rumah Sakit Katolik karena saya mengabarkan Injil di dalamnya. Pemuda pemudi yang ingin menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan, maukah kamu melakukan itu terlebih dahulu? Saya melakukan semua itu terlebih dahulu, baru sesudah itu ketika diberi kesempatan untuk memimpin kebaktian besar, saya berani naik mimbar. Saya tidak pernah minta satu kali pun untuk naik mimbar. Setiap kali saya naik mimbar, yang minta bukan saya.

Mari kita pikirkan, berambisi itu tidak salah. Alkitab tidak pernah melarang manusia berambisi. Alkitab tidak pernah melarang manusia mempunyai sasaran. Malah harus ada. Kalau kamu tahunya hanya puas, puas, puas, dan tidak berambisi, kamu tidak berbeda dengan babi. Maka jika kamu berambisi untuk maju, silahkan. Anak-anak petani ingin masuk Harvad University, itu boleh. Keinginan itu tidak salah. Tapi kalau tidak mencapai, bagaimana? Kalau di tengah jalan mendapat kesulitan, bagaimana? Tetapi dengan cara bagaimana bisa masuk ke situ? Kalau caranya “saya sukses, kamu yang bayar,” itu cara perampok. Banyak orang maunya mereka yang mengerjakan sesuatu, tapi orang lain yang bayar. ”Kamu yang kerja setengah mati, kamu yang bayar, saya yang sukses,” ini jiwa perampok, jiwa yang tidak benar. Maka marilah kita gabungkan pikiran yang bersasaran dengan bagaimana membayar harga dengan seimbang sehingga di tengah jalan kita mengetahui menghadapi kuda-kuda liar di dalam jiwa kita. Di dalam diri setiap kita ada kuda liar, dengan semaunya sendiri lari secepatnya, tidak mau dikekang ataupun dibantah. Jika ada pemuda berkata, ”Saya rasa di situ terlalu diikat, terlalu terbatas.” Maka saya akan menjawab,”Kamu biasa terlalu liar.” Barang siapa bicara satu kalimat kepada saya, begitu melihat, saya lalu bisa memberi satu kalimat yang lain untuk menyatakan di mana penyakitnya.

“Di sini saya tidak bebas,” silahkan pergi karena kamu maunya liar. Tidak ada kereta yang bisa semaunya sendiri ke kanan atau ke kiri rel. Cepat atau pelan, suatu kereta harus tetap di dalam rel. Silahkan jika sebuah kereta api mau cepat atau pelan, tapi mau kiri atau kanan, tidak bisa. Bisa mengubah kecepatan tapi harus tetap di dalam rel. “Saya rasa di sini terlalu terkekang,” kata seorang mahasiswa theologi, “saya merasa tidak bebas.” Di luar kamu sudah terlalu liar sehingga sekarang baru didisiplin sedikit sudah merasa terkekang. “Saya rasa di sini tidak ada yang memperhatikan,” kamu dipanggil untuk diperhatikan atau memperhatikan? Jikalau seseorang ingin menjadi hamba Tuhan dan merasa kurang diperhatikan, dia sudah tidak layak untuk menjadi hamba Tuhan. Karena hamba Tuhan dipanggil untuk memperhatikan, bukan diperhatikan. Begitu susahkah? Memang susah. Menjadi orang Kristen bukan menjadi orang yang tidak bekerja apa-apa lalu naik limousine ke sorga. Menjadi orang Kristen berarti menjadi orang yang rela menyangkal diri, rela memikul salib dan mengikut Yesus Kristus. Melihat bagaimana Yesus lahir di palungan dan naik ke atas kayu salib. Itu namanya Kristen.

Mengapa kita frustasi dan putus asa? Karena kita mempunyai pengharapan. Mempunyai pengharapan, tujuan, target. Berdasarkan konsep kesempurnaan itu lumrah. Itu benar. Itu wajar. Itu tidak salah. Kita semua mempunyai target. Kita justru kecewa karena mempunyai target yang terlampau tinggi dan tidak praktis. Ini hal yang pertama. Mengapa mempunyai target yang begitu tinggi? Karena peta dan teladan Allah. Mengapa dikatakan target yang terlalu tinggi? Karena kamu lupa bahwa kamu adalah keturunan Adam yang sudah jatuh ke dalam dosa. Mempunyai target tinggi tidak salah, tapi kamu harus mengaku bahwa kamu adalah orang yang sudah jatuh dalam dosa, sehingga target yang tinggi dan fakta yang kejam harus diseimbangkan dalam persiapan psikologimu (psychological preparation). Saya mempunyai target, tetapi saya yang dalam kondisi rendah begini harus menemukan keharmonisan itu.

Siapa yang tidak suka menikah dengan perempuan yang cantik? Semua mau. Perempuan ingin menikah dengan orang yang ganteng luar biasa. Pemuda ingin menikah dengan perempuan yang cantik luar biasa. Tapi coba berkacalah dulu, bagaimana keadaan dirimu sendiri. Kamu berkata, ”Rupa saya bagus!” Kamu memperindah penampilanmu ketika kamu melihat dirimu di kaca. Namun biarlah penilaian orang lain juga kamu dengarkan. Kalau pria yang betul-betul jelek bisa mendapatkan wanita yang paling cantik, itu anugerah Tuhan yang luar biasa. Karena Tuhan telah memberikan wanita itu mata yang tidak dapat menilai sehingga melihat engkau ganteng. Itu jarang tapi ada. Ada orang yang bukan main cantiknya, menikah dengan yang jelek, karena standarnya bukan estetika tetapi standarnya nol, yaitu berapa banyak nolnya di bank. 

Ketika Jacqueline Kennedy menikah dengan Aristotle Onassis, saya menggeleng-gelengkan kepala, sampai sekarang sakitnya masih terasa. Mengapa Jacqueline mau menikah dengannya? Harta yang banyak. Salah satu wanita yang sangat berharap bisa menikah dengan Onassis adalah Maria Callas, salah seorang penyanyi terbaik di abad ke-20 dengan sifat romantik dan berjiwa emosi. Pada waktu Maria Callas meninggal pada tanggal 17 September 1968, dia begitu kecewa karena Onassis tidak memilihnya. Mengapa banyak wanita yang begitu cantik ingin menikah dengan Onassis? Karena standarnya sudah bergeser, bukan lagi menikah untuk saling mencintai tetapi menikah untuk mendapatkan uangnya. Kalau kamu frustasi karena mempunyai sasaran yang salah, maka kamu sedang mempermainkan diri. Kebanyakan anak-anak muda yang saling mengasihi sampai menikah memiliki kejujuran, kemurnian, ketulusan, dan keikhlasan yang harus dihormati. Hormatilah istrimu, hormatilah suamimu, karena sewaktu masih muda dan tidak tahu apa-apa, dia sudah menikah denganmu. Dia sudah memilihmu ketika dia masih tidak tahu apa-apa. Tetapi orang yang sudah kaya sekali yang mau memilih jodoh akan didatangi banyak orang; tapi apa yang mereka mau? Mau orangnya atau uangnya? Ada sebuah syair yang saya baca ketika saya berusia 16 Tahun: ”Jikalau aku orang kaya, tak pernah aku mengetahui sampai di mana manisnya roti (maksudnya : roti yang dibeli dari uang hasil bekerja setengah mati akan terasa lebih manis). Kalau aku orang kaya, aku tidak pernah tahu betapa segarnya ikan yang dipancing dan digoreng sendiri. Kalau aku orang kaya, aku tidak pernah tahu pacarku mencintai aku atau mencintai uangku.”

Jikalau kamu mempunyai sasaran yang sudah bergeser dari ide yang ikhlas, sasaran yang sudah dicemari dunia materi, keuangan dan kekayaan, sehingga kamu mempermainkan diri, menjual diri dan mengompromikan diri, itu berarti hidupmu tidak bernilai. Orang menjadi frustasi dan putus asa karena mempunyai ide yang terlalu tinggi, tetapi tidak memikirkan fakta yang sangat rendah. Saya kadang bersyukur kepada Tuhan waktu kecil saya terlalu minder. Seharusnya tidak perlu minder karena secara sadar atau tidak, mama saya menanamkan keminderan dalam hati saya, “Kamu anak yatim, tidak punya papa, kamu tidak boleh menyamakan dirimu dengan orang lain.” Mengapa anak lain mempunyai mainan itu, sedangkan saya tidak? Karena anak itu masih memiliki papa. Tidak pernah saya memiliki satu mainanpun. Seumur hidup mainan saya satu-satunya adalah sebuah mobil kayu yang saya beli waktu berusia sebelas tahun. Lainnya, saya hanya bermain melipat kertas dan menggambar. 

Pada usia sepuluh tahun, saya menggambar hitam putih disebuah kayu, itulah piano pertama saya. Sebuah piano yang tidak bersuara. Tetapi sekarang saya tidak perlu minder. Dulu saya minder sekali. Sekarang saya bisa membuat lagu, mengubah lagu, menjadi konduktor, dan mengajar filsafat, karena saya akhirnya menuntut diri terus sampai sukses dengan sasaran yang tinggi. Sasaran yang tinggi itu tidak salah. Tetapi saya tidak menetapkan sasaran tinggi yang tidak mempunyai kemungkinan mencapainya dengan ambisi yang tidak beres. Saya tidak mungkin mempunyai uang untuk sekolah ke luar negeri, atau membayar les privat yang mahal. Satu-satunya kemungkinan adalah membaca dan belajar sendiri. Tuhan tidak memutuskan jalan orang yang sungguh-sungguh berniat baik, tetapi Tuhan juga tidak memberikan jalan lancar bagi orang yang hanya tahu menuntut sebesar-besarnya tanpa tahu berapa modal yang seharusnya dimiliki sebagai pengorbanannya. Orang yang tidak mau berkorban, hanya mau sukses, hanya mau terima jadi saja, tidak akan diberkati Tuhan. Karena itu, kalau kamu frustasi, pikirkanlah apa penyebab frustasi itu.

LIMA PENYEBAB FRUSTASI DAN PUTUS ASA

1. Ambisi Berlebihan

Sebab pertama kita frustasi adalah karena kita memiliki ambisi yang berlebihan, memiliki sasaran yang tidak disejajarkan dengan kemampuan, sehingga terjadi disharmoni antara ambisi dan kemampuan. Semua pemuda silahkan berambisi, tetapi silahkan menilai sampai di mana kemampuanmu. Ketika manusia memiliki ambisi yang bukan berasal dari Tuhan dan tidak berada di dalam kebenaran Tuhan, maka dia akan mengalami kegagalan, dan saat itu terjadi, dia akan merasa kecewa dan frustasi. Banyak orang yang memiliki ambisi-ambisi yang begitu besar, tetapi tidak berasal dari Tuhan. Ambisi ini merupakan ambisi pribadinya untuk mencapai apa yang dia inginkan. Ambisi-ambisi seperti ini akan menghasilkan kekecewaan dan frustasi, sampai-sampai berujung pada putus asa dan bahkan bunuh diri.

2. Konsep Theologi yang Salah

Sebab kedua yang mengakibatkan kita frustasi atau putus asa adalah karena konsep ilahi yang dicemarkan dan didistorsikan. Di dalam hal ini, saya tidak mencela kamu, tetapi mencela pengkhotbah-pengkhotbah yang tidak bertanggung jawab. Kalau pengkhotbah memberikan pengajaran yang tidak beres tentang Tuhan sehingga mengakibatkan kamu mempunyai sasaran yang tinggi dan mengharapkan sesuatu dari Tuhan Allah, tetapi sebenarnya ajaran itu sendiri bukan berasal dari Tuhan, maka kamu pasti putus asa. Saat itu, kamu akan mencela Tuhan.

Mengapa manusia kecewa terhadap Tuhan? Mengapa manusia mencela Tuhan? Karena dia menganggap Tuhan tidak menepati janji. Dia menganggap Tuhan tidak memberikan apa yang diinginkannya. Tetapi mengapa Tuhan harus memberikan apa yang diinginkannya? Mengapa Tuhan harus memberikan apa yang dianggapnya sebagai “janji”? Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata sebenarnya itu bukan janji dari Tuhan, melainkan janji dari pendeta yang memalsukan nama Tuhan. Misalnya, pengajaran yang mengatakan “Berilah satu juta, Tuhan akan kembalikan sembilan juta.” Kalimat yang salah dan mengandung racun itu akan mengakibatkan orang yang mendengar mengira itu Firman Tuhan. 

Tetapi kalau itu bukan Firman Tuhan, Tuhan tidak bertanggungjawab, Tuhan hanya bertanggung jawab atas apa yang Dia katakan. Tuhan tidak bertanggungjawab atas apa yang tidak dia katakan. Kalau suatu pengajaran adalah salah pengertian akan Alkitab, atau salah interprestasi dari seorang yang disebut “hamba Tuhan” karena kamu gereja yang salah, mendengar khotbah yang salah, maka kamu akan dirugikan seumur hidup, bahkan sampai selama-lamanya.

Kita sering berfikir, “Katanya Tuhan mahakuasa, mengapa bisa begini?” Ini masalah salah pengertian tentang “mahakuasa.” Bukankah mahakuasa berarti apapun harus bisa, dan apapun harus dikerjakan? Kalau mahakuasa diartikan demikian, maka pembantulah yang paling cocok disebut mahakuasa, karena dia selalu mengikuti kesenanganmu. Kalau kemahakuasaan Tuhan diartikan harus menuruti kamu mengerjakan ini dan itu, bukankah berarti Tuhan yang mahakuasa dikuasai olehmu? Itukah mahakuasa? Mahakuasa tetapi harus menjadi pembantu yang menyenangkanmu? Tidak demikian. Mahakuasa berarti ketika Dia tidak mau mengerjakan, kamu harus diam. Kalau Dia tidak menyembuhkan, kamu harus taat. Karena Dia yang maha kuasa maka Dia berhak menyembuhkan, tetapi juga berhak tidak menyembuhkan. Kalau mahakuasa Tuhan dimengerti dan dituntut sebagai harus mengerjakan apapun yang kamu minta, maka Alkitab melawan definisi itu. Alkitab mengatakan Allah tidak menyesal, Allah tidak berbohong, Allah tidak memungkiri diri, Allah tidak ingkar janji, Allah tidak berbuat jahat. Allah tidak menjadikan gelap menjadi terang, atau sebaliknya, terang menjadi gelap. Maka dari ayat-ayat tersebut, dapat diindikasikan bahwa kemahakuasaan Allah tidak memiliki arti seperti yang banyak manusia pikirkan. 

Allah mahakuasa berarti semua kuasa kebajikan berasal dari Allah. Itu arti sesungguhnya Allah Mahakuasa. Kalau Allah yang mahakuasa mau menghentikan anugerah, Dia berkuasa. Kalau Allah yang mahakuasa mau menjadikan orang keras hatinya, Dia berkuasa. Dia mengeraskan hati Firaun, Allah melarang Paulus mengabarkan Injil di Bitinia. Allah memimpin Yesus Kristus dengan Roh Kudus-Nya ke padang belantara bertemu Iblis. Ini semua mahakuasa Tuhan. Mahakuasa Tuhan jangan dimengerti untuk mengisi ambisi manusia yang memerintah Allah. Itu bukan mahakuasa. Konsep “jika Allah mahakuasa, maka aku minta apapun pasti diberikan” berasal dari ajaran yang salah dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab, di antaranya Paul Cho Yonggi.

Demam Cho Yonggi sudah menurun drastis suhunya di Indonesia, padahal dua puluh tahun yang lalu orang Indonesia rela naik pesawat ke Korea untuk menerima pelajaran darinya. Dia mengajar : “Mintalah, kalau minta mobil, sebutkan mobil apa, warna apa, model apa, berapa cc, sampai nomor polisinya berapa, maka akan diberikan.” Ajaran seperti itu berdaya tarik besar luar biasa, sehingga seluruh orang pergi ke Korea karena menganggap dia adalah seorang nabi. Saya menggelengkan kepala, ajaran itu begitu berbahaya, itu bukan ajaran Alkitab. Bukankah ada ayat yang mengatakan: ”Berdoa demi nama-Ku, maka apapun yang engkau minta akan diberikan kepadamu?” (Matius 7 : 7) bukankah itu kalimat dari Yesus sendiri? Bukankah asal demi nama Yesus, pasti diberikan? Di mana salahnya? 

Demi nama Yesus berarti hanya disetujui oleh Tuhan. Beranikah kamu mencairkan cek demi nama saya? Kalau saya mengatakan, “Demi namaku uangnya akan diberi bank kepadamu,” berarti demi namaku, mengharuskan aku yang tanda tangan. Itulah arti demi namaku.” Mengapa pendeta tidak jelaskan? Karena mereka sendiri tidak mengerti. Kalau bendahara gereja menandatangani sesuatu, maka itu hanya diakui oleh bank sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati tentang siapa yang berhak menandatangani, atau siapa yang boleh mengambil uang. Saat tanda tangan itulah artinya “demi namaku.” Saya minta kapal terbang demi nama Yesus untuk pekerjaan Tuhan, bolehkah? Dibandingkan dengan para pebisnis, bukankah saya lebih berhak memintanya? “Demi nama-Ku,” jadi pasti diberikan? Boleh saja minta. Tapi perlukah? Tidak perlu.

Konsep salah mengenai Tuhan Allah yang tertanam dalam dirimu mengakibatkan kamu akhirnya tidak bisa mencapai apa yang kamu inginkan. Kamu berkata, “Tuhan mengecewakan saya.” Sebenarnya bukan Tuhan yang mengecewakan kamu, tetapi pengajaran theologi yang salahlah yang telah mengecewakanmu. Maka pendeta yang memberikan konsep yang salah harus dipukul oleh Tuhan karena tidak mengajarkan kebenaran. Mengapa frustasi dan putus asa, bahkan putus asa kepada Tuhan? Mengapa? Karena konsep dan pengenalan akan Allah (doktrin Allah) salah. Kita harus memupuk kebenaran melalui pengertian akan Firman Tuhan yang sejati melalui penafsiran yang sejati oleh pendeta yang betul-betul mengabarkan Injil dengan motivasi sejati, dipanggil Tuhan dengan sejati, baru kamu bertumbuh. Kalau tidak, kamu bertumbuh di atas fondasi yang salah. Kamu berada di dalam hidup gerejawi yang berdasarkan pengertian Tuhan Allah yang salah. Akibatnya, walaupun kamu telah menjadi orang Kristen berpuluh-puluh tahun, semakin lama kamu semakin kecewa terhadap Tuhan karena konsep dasar yang salah.

3. Terlalu Percaya kepada Manusia

Ketiga, mengapa kita frustasi? Selain karena ambisi yang salah, dan karena konsep doktrin yang salah, kita juga bisa frustasi karena terlalu percaya kepada manusia. Manusia itu manusia, manusia bukan Allah. Jangan terlalu percaya kepada manusia, biarpun dia bosmu, suamimu, atau istrimu. Dia adalah manusia yang tidak mampu 100 persen melakukan apa yang dia janjikan. Janji yang diucapkan manusia jika tidak dibubuhi dua unsur, yaitu kejujuran dan kemampuan, maka janji itu akan menjadi janji kosong. Ketika orang berjanji kepada kita, kita senang sekali, tetapi janji tersebut harus diukur dengan dua hal: pertama, jujurkah? Kedua, mampukah? Yang jujur berjanji, tetapi karena tidak mampu, akhirnya tidak jadi. Yang mampu berjanji, tetapi jika tidak jujur, juga tidak jadi, karena dia berjanji dengan sifat menipu, hanya memikirkan keuntungannya sendiri, bukan keuntunganmu. Maka berhati-hatilah dan berbijaksanalah bergaul dengan orang yang hidup di luar Alkitab. Kita harus berbijaksana.

Kalau kamu tidak bijaksana dan tidak cerdik, lalu sembarangan bergabung dengan orang lain, sembarangan menerima janji, maka kamu akan kecewa luar biasa dan akan cepat putus asa. Membutuhkan jangka waktu yang lama untuk mengetahui seseorang itu jujur atau tidak, hatinya baik atau tidak. Kalau waktu tidak panjang, kita tidak bisa tahu hati orang itu benarnya sampai di mana. Kalau jalan tidak panjang, kita tidak bisa tahu tenaga kuda itu besarnya sampai seberapa. Orang yang baru bertemu dengan kamu langsung manis seperti madu, itu bahaya. Baru bergaul langsung manis seperti madu, bahaya. Konfusius berkata pergaulan antar orang kecil (small man) manisnya seperti arak yang sangat manis tetapi memabukkan, sedangkan pergaulan antar-orang agung (gentleman) tawarnya seperti air tetapi akan tahan lama sekali. Air rasanya tawar dan tidak enak, tapi siapa yang bosan dengan air? Pergaulan yang bisa bertahan dan sungguh-sungguh adalah kawan yang seperti air.

Ketika seorang laki-laki suka pada seorang wanita, ia berkata, “Kamu wanita tercantik di dunia.” Itulah yang ditunggu-tunggu para wanita, dikatakan tercantik, yaitu paling mutlak dan paling sempurna. Kamu menuntut (menginginkan) dirimu sempurna, sekarang bertemu dengan orang yang mengenal “kecantikanmu yang sempurna,” kamu langsung mengira dialah pangeranmu. Pangeran berkuda putih yang sedang datang melamar kamu. Suatu hari kamu baru tahu ternyata dia juga mengatakan kalimat yang sama itu kepada perempuan-perempuan yang lain. Kalimat yang terlalu manis itu jangan didengar, kesungguhan itu yang penting. Jadi kita belajar satu hal; seumur hidup suka mendengar kalimat yang benar, bukan suka mendengar kalimat yang enak. Kalimat yang enak tetapi tidak benar itu tidak bernilai, kalimat yang benar tapi tidak enak harus didengar, baru kita berbijaksana.

Selain kejujuran, lihatlah juga kemampuannya. Walaupun dia jujur, tetapi jika tidak disertai kemampuan, itu dapat membuatmu frustasi. Jadi, kita frustasi akibat janji-janji orang yang tidak jujur atau tidak mampu. Orang yang jujur tetapi tidak mampu itu masih bisa diampuni. Tapi kalau dia mampu tetapi tidak jujur, itu harus dikutuk karena merupakan penipuan.

4. Terlalu Percaya Diri

Keempat, kita putus asa dan frustasi karena terlalu percaya diri (overconfident). Ini penyakit yang besar. Ketika manusia overconfident, menganggap diri lebih dari seharusnya, dia akan memasang suatu jerat untuk hari depannya sendiri. Di dalam tiga tahun tiga kali saya mengatakan dengan serius kepada anak laki-laki saya satu-satunya, bahwa dia overconfident. Ketika anak-anak saya masih kecil, saya kumpulkan mereka dan saya tunjukan masing-masing sifat yang baik maupun kelemahannya, hal-hal yang harus diperhatikan, sementara yang lain mendengar dan belajar dari analisis seorang ayah terhadap anak-anaknya. Walaupun demikian, percaya diri anak saya tadi bukan percaya diri sembarangan, dia berani dalam 4 tahun mengambil 4 jurusan dan akhirnya keempatnya mendapat gelar. Dia seorang yang sangat percaya diri. Jarang ada pemuda seperti itu. 

Dalam sejarah di midwest (di Amerika Serikat), tidak ada yang mengambil lebih dari tiga jurusan dalam tahun yang sama, sehingga dia menjadi orang yang pertama mendapatkan 4 gelar dalam waktu yang bersamaan. Tetapi bagi saya, dia tetap terlalu percaya diri. Mengapa saya perlu menganalisis dan memperingatkan dia? Kalau terlalu percaya diri, pada suatu hari dia akan merugikan dirinya sendiri karena dia memasang sasaran terlalu banyak. Akibatnya, ketika tidak bisa mencapainya, dia akan frustasi. Itu frustasi yang tidak perlu dialami. Itu putus asa yang tidak perlu dirasakan. Tidak berarti saya mencegah atau menghentikan ambisi seseorang, tetapi saya harus melihat keseimbangan antara jiwa ambisi dan jiwa psikologi. Saya harap semua ini bisa menanamkan kestabilan yang sungguh-sungguh pada generasi muda.

Kadang-kadang kita menjadi terlalu percaya diri karena dua kemungkinan : 1) saya merasa saya seharusnya begini, dan 2) saya merasa saya mampu mencapai sampai tingkat ini. Menguji kemampuan sendiri itu perlu keberanian dan objektivitas yang cukup tinggi. Kita harus mengeluarkan kita dari diri kita, memisahkan dirimu dari dirimu, dan menilai dirimu oleh dirimu. Jadi diri menjadi subjek yang menilai sekaligus menjadi objek yang dinilai. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang bisa memisahkan diri dari diri, lalu menjadikan diri dari subjek menjadi objek. Dirimu sebagai subjek yang secara relatif menjadi penilai terhadap diri sendiri, yang coba dianalisis dan dinilai secara objektif oleh diri. Dari sini kita akan mendapatkan penilaian diri atau harga diri (self-esteem). Kalau kita menilai diri lebih dari yang seharusnya, itu berarti kita memberi peluang bagi datangnya frustasi. Kalau kita memberi evaluasi terhadap diri lebih dari yang seharusnya, itu memberi kemungkinan kita menjadi putus asa di kemudian hari.

5. Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Kelima, kita bisa frustasi karena kita membandingkan diri dengan orang lain. Membandingkan diri dengan orang lain merupakan suatu kecelakaan yang tersembunyi. Sangat tidak baik bila kita membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Dia adalah dia, saya adalah saya, dan kamu adalah kamu. Saya bukan kamu, kamu bukan dia, dia bukan saya. Karena saya adalah saya, maka saya harus berpijak kepada anugerah, janji Tuhan, potensi dan semua kemampuan yang ditanam Tuhan di dalam diri saya untuk saya mengerti dan perkembangkan, dan saya harus mempertaruhkan diri saya di dalam diri Tuhan. Itu cara yang benar untuk kita bertumbuh. Jangan kita suka membandingkan diri dengan orang lain. Jangan kita iri hati terhadap orang lain. Kalau orang lain menyanyi lebih baik, kamu mulai menangis, dan semakin kamu menangis, semakin jelek suaramu, iri hati tidaklah berguna.

Ada yang memprotes. “Tuhan, mengapa Engkau memberi dia dan tidak memberi saya?” Kira-kira Tuhan akan menjawab: ”Kalau Aku berikan kepada kamu, orang di disebelahmu juga marah. Kalau Aku berikan kepada orang di sebelahmu, setelah dari sebelahmu juga marah. Jadi kepada siapa Aku mau memberi anugerah, itu adalah bagian-Ku. Aku mengasihani siapa yang adalah umat pilihan-Ku. Kamu tidak usah ikut campur, karena ini adalah kedaulatan-Ku.” Iri hati dan suka membanding-bandingkan diri dengan orang lain merupakan sumber kecelakaan bagi diri kita. 

Dalam peribahasa Tionghoa ada dua kalimat yang sangat ironis: istri yang baik selalu milik orang lain, tetapi terhadap posisimu selalu kamu menganggap dirimu yang paling baik. Kita sering beranggapan istri atau suami orang lain lebih baik. Dari mana kamu tahu? Bukankah kamu tidak pernah menikah dengannya? Mengapa orang yang suka main pelacur hidup pernikahannya tidak bahagia? Itu karena dia sudah tahu orang yang berbeda-beda, lalu mulai membanding-bandingkan. Itu suatu kebodohan. Nikmati dan cukupkan dengan satu istrimu. Satu istri saja sudah cukup repot, harus saling mengisi, saling membantu, saling melayani. Suka melihat kepada orang lain, lalu tidak puas pada diri, adalah suatu kebodohan. Kita seharusnya merasa puas dengan apa yang Tuhan karuniakan kepada kita. Membandingkan diri dengan orang lain itu sumber kecelakaan untuk hari depan. Iri hati tidak pernah menolong. Iri hati hanya merusak, destruktif dan menghancurkan. Iri hati tidak pernah memberikan penghiburan.

Amsal 3:5-8 mengatakan bahwa jika kamu memandang kepada Tuhan, konsentrasilah kepada Dia dan jangan bersandar pada kebijaksanaanmu sendiri, ini akan menyembuhkan pusarmu dan menyegarkan tulang-tulangmu. Akan melicinkan atau memberikan pelumas di dalam tulang-tulangmu. Kalau seseorang gerak badan, terasa enak sekali. Orang tua kalau bergerak kaku. Anak kecil kalau goyang badan begitu lentur, karena persendian tulang-tulangnya penuh dengan lubrikasi (pelumas). Tetapi jika kamu iri hati dan merasa diri pintar, maka kamu menjadi orang yang kaku dan susah bergerak, menjadi orang yang penuh dengan kepahitan. 

Ada lelucon yang mengatakan, kalau seseorang botak di depan, dia adalah orang yang suka berkelahi dengan istrinya; karena dijambak, jadi botak. Kalau botak dibelakang, dia itu sangat dikasihi istrinya, terus dibelai-belai sampai botak. Ada versi yang mengatakan, kalau seseorang botak di depan, dia itu orang pintar, kalau botak belakang, orang itu pemikir. Barang siapa berfikir dirinya pintar, dia tidak ada pelumas. Barang siapa bersandar pada kebijaksanaan sendiri, dia akan gagal.

MELEPASKAN DIRI DARI FRUSTASI DAN PUTUS ASA

Mari kita melepaskan diri dari kesalahan-kesalahan yang telah disebutkan di atas supaya kita dapat terlepas dari frustasi dan putus asa. Berikut ini adalah hal-hal yang harus kita lakukan.

Kembali kepada Tuhan dan mendapatkan kesejahteraan dalam pangkuan-Nya. Kita mau dipukul, dihajar, dan menerima apa saja yang Tuhan lakukan dalam diri kita. Kalau perlu dipukul, biarlah Tuhan pukul. Kalau perlu dihajar, biarlah Tuhan hajar. Anak-anak yang dihajar ibunya, setelah menerima pukulan, tidurnya paling nyenyak. Sebelumnya nakal, melawan, memberontak. Lalu dipukul, setelah itu menangis tetapi puas. Anak tidur paling nyenyak setelah dipukul. Kembalilah kepada Tuhanmu; kembalilah rela untuk dipukul; kembali rela untuk dihajar. Kamu berkata kamu sudah frustasi dan kecewa, sekarang kebali dipukul lagi supaya kamu berhenti dari ambisi yang liar. Supaya kamu kembali ke pangkuan Tuhan dan mendapat istirahat di dalam Tuhan. Tidak ada jalan lain.

Mulai menilai diri dengan penilaian yang baru. Pakailah ukuran iman yang diberikan kepada masing-masing. Ada orang yang berkemampuan besar, tetapi ada juga yang berkemampuan kecil. Mari kita mengenal diri dan menilai diri dengan sewajarnya. Setiap ibu yang baru melahirkan anak mengira anaknya paling baik di seluruh dunia. Setiap ibu yang baru melahirkan anak mengira tidak ada anak lain yang dapat mengalahkan anaknya. Setiap orang kalau menikah menganggap pernikahannya yang paling penting, pernikahan orang lain tidak penting sampai mencetak kartu undangan lebih indah daripada Kitab Suci. 

Tidak salah kamu mementingkan dirimu, tapi kalau kamu memenitngkan dirimu lebih daripada apapun, itu berbahaya. Mengapa mengerjakan pekerjaan Tuhan begitu sembarangan? Mengapa menilai pernikahanmu begitu penting? Nilailah dirimu secara objektif menurut ukuran objektif menurut anugerah Tuhan. Ibu-ibu, kalau anakmu dikalahkan oleh anak orang lain, terimalah dengan lapang hati, karena memang tidak ada orang yang sama. Bukannya karena dia anak saya, maka dialah yang paling baik. Kalau Tuhan ingin mengangkat dia lebih dari orang lain, biarlah kehendak Tuhan jadi. 

Saya tidak pernah ingin anak saya meneruskan pekerjaan saya. Bukan seperti Kim Young II, bukan seperti Billy Graham, dan bukan seperti Robert Schuller. Mereka merencanakan agar anak mereka nanti meneruskan pekerjaan mereka. Kecuali jemaat melihat anak saya lebih dari semua pendeta dan betul-betul berjiwa pelayanan, dia tidak berhak meneruskan posisi saya. Dia orang biasa. Saya harus menilai anak saya orang biasa. Saya orang biasa. Semua orang adalah orang biasa. Tuhan yang mengangkat seseorang karena itu, biarlah kehendak Tuhan yang jadi, bukan rencana manusia yang jadi. Setiap ibu perlu belajar untuk tidak mau kecewa, tidak mau melukai dirinya sendiri di hari depan. Kita telah berlajar mengenai “dilukai” maka kini saya harus mengatakan bahwa frustasi dan putus asa timbul karena melukai diri sendiri akibat memakai standar yang tidak benar. Maka kita harus menilai diri dengan iman yang sepatutnya menurut takaran iman yang diberikan Tuhan kepada kita masing-masing. Setiap orang mendapatkan iman menurut ukuran yang berbeda, dan menurut ukuran itu juga kita harus menilai diri kita masing-masing.

Bekerja sebaik mungkin, sesetia mungkin, semampu mungkin. Serahkan seluruh hasilnya kepada Tuhan, maka engkau tidak akan frustasi dan putus asa lagi. Lakukanlah bagianmu sebaik mungkin, dan selebihnya serahkanlah kepada Allah, maka kamu tidak akan kecewa. Jangan lagi menginginkan hasil yang sebesar-besarnya menurut ambisimu yang liar, tetapi mau belajar menurut kehendak Allah saja. Apa yang harus kamu pikul, pikullah; apa yang harus kamu kerjakan, kerjakanlah. Sesudah itu, hasilnya serahkan kepada Tuhan. Kiranya kehendak Tuhan sajalah yang jadi. Ini cara terbaik untuk menghindari frustasi dan putus asa.

Marilah kita kembali kepada ayat-ayat yang kita baca. Janganlah bersandar pada kebijaksanaanmu, tetapi konsentrasilah menyerahkan seluruhnya kepada Tuhan. Dia pasti membuka jalan hari depanmu. Dengan tidak bersandar pada kebijaksanaanmu sendiri, engkau akan menyembuhkan pusarmu dan melumaskan tulang-tulangmu. Engkau akan kembali menjadi orang yang berbijak kepada janji Tuhan yang asli melalui pengertian Tuhan yang benar, menilai penilaian diri yang sesuai, melalui kerajinan yang dikerjakan dengan sesungguhnya. 

BAB XII : PENGUDUSAN EMOSI.

KEBENCIAN YANG KUDUS

“Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutu-Mu.” (Ibrani 1:9)

Ayat ini merupakan satu-satunya ayat di mana kita menemukan ada orang yang membenci dan dipuji oleh Tuhan. Orang yang penuh dengan kebencian, diurapi dengan minyak sukacita oleh Tuhan, karena dia membenci. Sepintas konsep ini aneh sekali dan hampir tidak pernah terjadi. Orang yang penuh dengan kebencian biasanya tidak disenangi oleh Tuhan. Tetapi justru kebencian Kristus adalah kebencian yang suci. Ini pengudusan emosi kebencian yang disenangi oleh Tuhan, yaitu membenci kefasikan. Mencintai keadilan dan membenci kefasikan adalah sikap yang sangat terpuji oleh Tuhan. Tema yang kini akan kita bicarakan adalah kebencian yang kudus.

KEBENCIAN YANG KUDUS : MEMBENCI KEFASIKAN

Kebencian merupakan emosi yang dialami oleh setiap manusia. Sejak kecil kita sudah mengerti kebencian. Tetapi melalui pengalaman hidup yang makin lama makin banyak, makin lama makin mahir, kita bukan saja mengerti apa itu benci, bahkan kita melibatkan diri dalam kebencian. Kebencian bertumbuh di dalam hati sebagai bibit yang terus menjadi besar, berakar, dan akhirnya mungkin menjadikan kita orang yang sangat kejam, tidak berperikemanusiaan, dan akhirnya menjadi perusak hidup sendiri, perusak hidup orang lain, perusak masyarakat, bahkan perusak komunitas gereja yang seharusnya penuh cinta kasih.

Apa sebenarnya “kebencian” itu? Mengapa ada rasa benci dalam hidup manusia? Kebencian itu sesungguhnya ada gunanya atau tidak? Jikalau kebencian itu tidak perlu, mengapa Tuhan tidak menciptakan manusia dalam keadaan yang tidak mungkin membenci dan hanya mungkin mengasihi saja? Jika kebencian itu perlu, dalam hal apakah kita perlu membenci?

KASIH DAN KEBENCIAN

Kebencian merupakan salah satu emosi yang dimiliki oleh Kristus, itulah sebabnya kebencian tidak dapat dikatakan tidak perlu. Ketika Anak Allah berada di dunia, Dia pun mempunyai kebencian, sehingga kebencian pun merupakan suatu emosi manusia yang sama pentingnya dengan emosi kasih. Kasih dan kebencian, keduanya sejajar dan seimbang. Keduanya berada dalam satu emosi. Emosi kasih tidak mungkin menghindarkan diri dari kebencian. Emosi kebencian tidak mungkin menghindarkan diri dari mempunyai kasih. Kasih dan kebencian adalah dua aspek dari satu esensi. Kasih tidak bisa tanpa kebencian, dan kebencian tidak bisa tanpa kasih.

Bolehkah kita minta Tuhan menyingkirkan yang separuh dan menyisakan paruhan satunya lagi? Bolehkah kita meminta supaya kita hanya mempunyai kasih dan tidak mempunyai kebencian? Tidak bisa. Tuhan Allah pun sendiri mempunyai emosi yang terdiri dari dua aspek ini. Allah membenci dan Allah mengasihi. Allah adalah kasih, tetapi Allah juga api yang menghanguskan, yang akan membasmi dan menghancurkan segala sesuatu yang tidak berkenan dan tidak sesuai kehendak-Nya. Kebencian harus ada sebagai dasar tindakan dalam menyelesaikan sesuatu sesuai dengan kehendak dan substansi Tuhan Allah sendiri. Tetapi selain kebencian juga ada aspek emosi yang lain, yaitu cinta kasih. Jadi, kebencian dan kasih sama-sama bersifat mutlak. Jika demikian, apakah salah ketika kita membenci? Bolehkah kita berdoa, “Tuhan, singkirkan semua kebencian dari hati saya supaya saya tidak pernah bisa membenci lagi?” Tidak bisa. Kebencian bukan saja ada sebagai fakta, tapi kebencian juga mutlak diperlukan, karena di dalam diri Allah pun ada kebencian. Mengapa Pdt. Stephen Tong berkata demikian? Bukankah kekristenan hanya mengajarkan kasih dan menolak kebencian? Ini merupakan pandangan yang muncul dari pengajaran yang tidak seimbang. Namun untuk menghindari salah pengertian tentang kebencian, dalam mempelajari kita harus membedakan berbagai aspek kebencian, dan memahami obyek apa yang boleh kita benci dan obyek apa yang tidak boleh kita benci.

Di sini dikatakan Yesus Kristus dipuji. “Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan, sebab itu Allah, Allah-Mu mengurapi Engkau dengan minyak sorgawi.” Ini adalah Allah Tritunggal : Allah Bapa mengurapi Allah Anak dengan Allah Roh Kudus. Allah Anak mempunyai emosi yang kudus seperti Allah Bapa, maka Allah Bapa memberikan kenikmatan emosi kudus yang berlipat ganda dengan Allah Roh Kudus. Alkitab sepenuhnya adalah wahyu Tuhan yang mengungkap rahasia Allah. Ayat sebelumnya mengatakan, “Tetapi tentang Anak Ia berkata,” Jadi, Allah Bapa mengatakan kepada Allah Anak bahwa Dia sangat diperkenan oleh Allah Bapa.

Seorang anak yang dipuji oleh bapanya adalah anak yang mengerti isi hati bapanya. Kadang kita berkata kepada anak kita, “Papa sangat bangga mempunyai anak seperti kamu. Karena kamu mengerti isi hati Papa, kamu meneruskan apa yang Papa inginkan. Kamu mencapai apa yang Papa harapkan darimu. Kamu mengejar target yang benar.” Sang bapa menikmati anak.

Demikianlah Allah Bapa menikmati Allah Anak dan berkata, “Anak-Ku. Engkau begitu mencintai keadilan. Engkau begitu membenci kefasikan. Sebab itu Aku mengurapi Engkau dengan minyak sukacita.” Allah Bapa mengurapi Allah Anak dengan Allah Roh Kudus, sehingga Roh Kudus memenuhi Yesus Kristus dengan sukacita. Membenci dan mengasihi adalah emosi. Sukacita juga adalah emosi. Jadi, Allah kita bukan seperti Allah yang diajarkan teolog-teolog yang keterlaluan rasional sehingga seolah-olah di dalam kekristenan tidak ada lagi emosi. Itu pandangan yang tidak benar. Itulah bedanya Reformed Injili dengan gereja-gereja Reformasi yang sangat ketat secara doktrin, tetapi tidak pernah memiliki aspek-aspek kenikmatan emosi.

Saya berani mengatakan bahwa saya adalah orang yang sangat rasional. Saya juga adalah orang yang sangat emosional. Pada waktu saya menciptakan lagu, emosi saya keluar. Pada waktu saya berkhotbah, emosi dan rasio saya keluar. Pada waktu memutuskan sesuatu, emosi, rasio, dan kemauan, ketiganya keluar. Kadang seseorang menitikberatkan pada satu aspek saja. Tapi dalam pelayanan saya, ketiganya sering keluar menjadi satu. Ketika kamu menganalisis apa yang saya khotbahkan, khotbah saya sesuai dengan jalannya logika. Tapi saya begitu antusias menyampaikannya, bukan seperti mengajar teori, tapi dengan emosi penuh untuk masuk dalam kebenaran yang saya percayai, cintai, jalankan, dan beritakan. Saya berharap apa yang saya katakan boleh diterima pendengar saya. Di situ kemauan harus takluk pada kemauan Tuhan Allah. Ini mungkin salah satu hal yang sulit bagi anak muda yang mau melayani Tuhan dalam ketiga aspek ini. Jikalau kita hanya mengerti Firman Tuhan secara akademis, memberikan doktrin secara rasional, tapi diri kita tidak terjun langsung dalam mencintai kebenaran, dan mau menjalankan kebenaran, maka kita sulit membangun gereja secara stabil dan sehat.

Allah Bapa mengucap kalimat pujian kepada Allah Anak. Alkitab mencatat ungkapan Allah Bapa terhadap Allah Anak : “Engkau mencintai keadilan. Engkau membenci kefasikan. Engkau memiliki arah emosi yang begitu jelas.” Yang dicintai adalah keadilan, yang dibenci adalah kefasikan. Di sini tidak dikatakan mencintai kebenaran, harta, atau manusia, tapi mencintai prinsip yangmerupakan sifat moral ilahi sendiri. Engkau mencintai keadilan. Engkau membenci kefasikan. Emosi Kristus telah masuk di dalam aspek-aspek yang begitu hebat. Ketika Kristus dan orang percaya membenci kefasikan dan mencintai keadilan, maka Allah Bapa akan mengurapi dengan sukacita sorgawi. Maka kini, bukan saja penempatan emosinya yang tepat, yaitu mencintai keadilan dan membenci kefasikan, tetapi juga ditambah dan diberi imbalan emosi yang kudus luar biasa, yaitu sukacita. Artinya, bukannya karena mencintai keadilan, seseorang menjadi berkesusahan, sebaliknya dia malah bersuka. Membenci kefasikan tidak menjadikan seseorang susah payah tetapi justru mendapat sukacita. Kalau sukacita sudah diberikan sebagai urapan sorgawi, maka emosinya tadi akan dipenuhi dengan kenikmatan penyertaan dan kelimpahan sebagai imbalannya, dan itu akan menjadikan kita merasa ringan sekali.

Orang yang membenci kefasikan harus berjuang. Perjuangannya itu akan terasa berat sekali. Sambil membenci kefasikan, sambil mendapat perlawanan dan permusuhan yang sengit, sambil membenci kefasikan, sambil merasa diri terikat pada tugas berat yang tidak bisa dijalankan dengan mudah dan lancar. Kamu membenci korupsi, tapi ketika kamu membasmi korupsi, kamu harus menghadapi koruptor yang membencimu, sehingga mereka akan menyerang kamu. Di situ kamu merasa berat melakukan tugas itu. Bebannya berat, tetapi Tuhan Allah justru berjanji bahwa emosi yang benar akan diberi imbalan emosi kenikmatan. Semakin saya memikirkan ayat-ayat seperti ini, semakin saya merasa Alkitab begitu berbeda dengan ajaran-ajaran lain di dalam dunia.

MEMBENCI DOSA, BUKAN ORANGNYA

Orang dunia, kalau sudah membenci, hidupnya menjadi pahit, tidak ada sukacita. Ketika dia menginginkan sukacita palsu, cara yang dipakai adalah membunuh orang lain. Itulah kebencian yang berdosa. Saddam Hussein, begitu bertemu musuh, langsung menembak. Yang tidak taat kepadanya langsung ditembak mati. Ada kebencian dalam hatinya. 

Sepuluh tahun yang lalu, saat Perang Teluk, tentara koalisi Amerika yang tertangkap dijebloskannya dalam sel dan diancam akan dipotong hidung, telinga, tangan, bahkan alat kelamin. Semua yang mendengar ancaman ini dan yang sudah dipukuli dan dianiaya, akhirnya menjadi gila seumur hidup. Bagi orang yang menyimpan kebencian dan mencetuskan kebencian itu di dalam kelakuan yang membalas dendam, kebencian itu mungkin menjadi kepahitan bagi dirinya, dan destruktif bagi orang lain. Mungkin presiden Bush juga mempunyai kebencian di dalam hatinya, karena setelah Perang Teluk, Saddam Hussein meletakkan selembar foto ayah Bush (presiden Bush senior) di depan pintu sebuah hotel tua mewah di Bagdad, sehingga setiap orang yang masuk hotel menginjak muka Bush senior sehingga hati Bush junior terbakar dengan kebencian.

Kalau dunia ini penuh dengan kebencian yang melawan kebencian, perdamaian akan hilang. Saya harap Bush memiliki kebencian terhadap kemungkinan adanya pemusnahan besar-besaran melalui senjata kimia. Hanya Tuhan yang mengetahui kebencian seperti apa yang ada di dalam hatinya. Kalau seseorang dipenuhi dengan kebencian, maka dendam akan menjadi dasar tindakan untuk membalas. Membalas adalah tindakan penghancuran yang akan menjadi kepahitan dan kerugian bagi diri sendiri dan bagi orang lain, sehingga tidak ada kenikmatan di dalamnya.

Tetapi ada semacam kebencian yang akan diberi imbalan sukacita oleh Allah. Ini mengherankan, bukan? Inilah kebencian yang akan diberi imbalan sukacita oleh Allah, yaitu semakin kamu membenci kefasikan, kamu akan semakin bersukacita. Semakin kamu mencintai keadilan, kamu akan semakin bersukacita. Jadi emosi yang satu diberi imbalan dengan emosi yang lain. Ini adalah pernyataan Firman Tuhan.

Selama di dunia, Yesus Kristus tidak pernah memiliki musuh (maksudnya, tidak menjadikan orang lain musuh-Nya, yang ada ialah orang memusuhi Dia). Dia tidak pernah membenci orang yang memusuhi Dia. Dia bahkan mengajarkan, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Matius 5:44). Kalau begitu, apa yang dibenci Yesus? Yesus membenci kefasikan, bukan membenci orang fasik. Membenci dosanya, bukan membenci orangnya. Di sini kita melihat bagaimana cara menimbang atau mengevaluasi kerohanian seseorang. Ketika seseorang mempunyai kebencian yang ditujukan kepada orang, maka kerohanian orang itu belum matang. Tetapi kalau kebencian itu ditujukan kepada dosa, seraya tetap mengasihi orang yang melakukan dosa tadi, inilah orang yang matang kerohaniannya.

Tuhan membenci dosa, tetapi Tuhan mengasihi orang berdosa. Mari kita belajar dari Tuhan. Mari kita belajar semakin menyerupai Pencipta dan Penebus kita. Di lubuk hati kita yang paling dalam, dan dengan segala kejujuran, adakah orang yang kita benci? Kalau ada, mengapa kita membencinya? Bukankah dia juga adalah orang yang diselamatkan oleh Tuhan? Bukankah Kristus juga mati bagi Dia? Jika Yesus rela mati baginya, tapi kamu membenci dia, bahkan mengharapkan dia mati, apakah kamu benar-benar murid Kristus? Di dalam hati orang percaya sejati, seharusnya tidak ada musuh atau orang yang harus menjadi sasaran kebencian kita. Orang Kristen yang menamakan diri sebagai anak Allah tidak seharusnya mempunyai kebencian terhadap siapa pun, kecuali membenci kesalahan diri yang menyebabkan diri menjadi rusak. Terhadap oranglain, belajarlah untuk tidak membenci siapa pun, tapi hanya membenci dosa dan kesalahan yang ada padanya.

Seorang ibu menggendong anaknya, “Mukamu kotor sekali.” Lalu mencuci mukanya. Waktu dicuci, sekali pun sudah dicuci dengan sabun, kotorannya masih melekat. Itu bukan kotoran atau tinta yang mudah dibersihkan, tapi kotoran dari aspal. Maka si ibu menggosok dengan keras, anak itu menangis karena dia tidak bisa membedakan ibunya sedang membersihkan atau menyiksa dia. Ibunya mau membersihkan kotoran yang ada di muka anak itu, bukan mau menggosok supaya kulitnya sakit. Tapi anak itu tidak bisa membedakan.

Mari kita melihat dari ilustrasi ini : waktu kamu mendoakan orang lain, kamu tidak senang akan sesuatu yang ada padanya. Tapi hal ini jangan menjadikan kamu tidak senang kepadanya. Kadang-kadang kerohanian kita belum sampai ke taraf sedemikian. Kita bukan saja tidak senang dosanya, kita juga tidak senang orangnya, tetapi kita tidak berhak untuk tidak senang kepada siapa pun. Dosanya tidak kita senangi, tapi orangnya tetap harus dikasihi. Orangnya tetap harus dikasihi, tetapi dosanya harus kita benci. Sikap demikianlah yang menjadikan kita serupa dengan Yesus Kristus.

Yesus Kristus tidak pernah membenci orang. Dia adalah Pribadi yang penuh dengan cinta kasih. Kasihnya memiliki dasar atau prinsip yang mencintai keadilan. Mencintai keadilan harus menjadi prinsip dasar kita, baru dari situ kita bisa membedakan bagaimana seharusnya kita bersikap. Kita berdoa syafaat bagi dia, dan meminta Tuhan mengampuni dosanya, tetapi kita tetap membenci dosanya sambil tetap mengasihi orangnya.

KEBENCIAN SEBAGAI KEKUATAN BESAR

Kebencian selalu timbul dalam hati kita secara diam-diam, sehingga seringkali kita tidak sadar, mulai bertumbuh sedikit demi sedikit dan perlahan-lahan, sampai akhirnya menjadi suatu kekuatan yang besar sekali. Saya mengakui bahwa kadang-kadang kebencian dapat mendorong orang melakukan pekerjaan besar. Karena ada kebencian, muncul kemarahan. Kemarahan menjadikan kamu mempunyai kekuatan luar biasa. Manusia biasanya tidak sadar seberapa besar potensinya sampai pada saat kehormatan dirinya disadarkan, mulai melepaskan dan menggunakan potensi atau gudang energi yang ada dalam jiwanya. Di situ dia mulai melakukan hal yang besar. Tapi, kapan kehormatan diri disadarkan? Kehormatan diri selalu disadarkan pada waktu kamu dihina. Hal yang paling kamu ingat adalah saat kamu dipermalukan di depan umum, dihina, ditusuk dengan kalimat yang tajam, dan diremehkan. Saat itu kamu sadar. “Bukankah saya ini manusia? Mengapa saya dihina?” Saat itu kamu mulai menyadari kehormatanmu. Jangan kita lupa, jika kita dipermalukan atau dinilai secara tidak sesuai atau tidak seharusnya, itu anugerah Tuhan. Dari sini kita belajar untuk menghargai anugerah Tuhan. Bukan untuk membenci seseorang.

Suatu hari ada seseorang dari Cina menelpon saya dan mengatakan bahwa dia sudah dipermalukan seseorang. Lalu saya berkata, “Engkau harus berterima kasih kepada orang itu.” Dia menjawab, “Mengapa saya harus berterima kasih kepada orang itu?” “Karena Tuhan telah memakai dia untuk membuat kamu sadar siapa kamu.” “Ini sesuatu yang tidak pernah saya pikirkan.” katanya. Apa maksudnya? Melalui orang yang menyerang dan menghina itu, Tuhan membuat kamu sadar apa yang seharusnya kamu koreksi. Melalui apa yang dikerjakannya, secara tidak sadar orang itu tidak tahu kesalahan dirinya sendiri, sebab dia mengira kamu yang salah. Setelah itu kamu belajar banyak. Maka kamu seharusnya berterima kasih kalau ada orang yang tidak senang kepadamu. Ada seorang berkata kepada saya, “Saya seorang lesbian. Ketika saya menyatakan cinta saya, orang itu menolak.” Saya berkata, kamu harus bersyukur kamu ditolak, sehingga kamu tidak terjerumus lebih dalam. Semua hal yang tidak sesuai dengan keinginan kita, semua hal yang melukai hati kita, kadang-kadang adalah anugerah Tuhan yang besar, karena akan menghindarkan kita dari dosa. Kita harus bersyukur kepada Tuhan.

Ada seorang di luar negeri berkata kepada saya, “Ketika saya mendengarkan khotbahmu, saya lihat kamu selalu berkhotbah dengan cara antithesis. Apakah memang itu metodemu?” Saya berkata, “Silahkan analisis, saya hanya tahu mengatakan apa yang seharusnya saya katakan di dalam pengalaman pergumulan saya. Saya bukan orang yang terlalu rajin membaca segala macam buku, tetapi saya adalah orang yang rajin memikirkan segala aspek. Semua hal yang saya anggap penting, akan saya pikirkan dari segala segi sampai ke antitesisnya.”

Kita berterima kasih kepada Tuhan ketika ada orang yang tidak senang kepada kita. Kita berterima kasih kepada Tuhan ketika ada yang melukai kita, karena justru melalui penghinaannya itu kita disadarkan akan potensi diri yang belum digali dan belum diperkembangkan. Tidak peduli saat mengejek atau menghina, orang itu sedang sadar atau tidak. Kalau ia sadar, dia bertanggung jawab kepada Tuhan pada waktu dihakimi. Kalau dia tidak sadar, kita harus mengampuni dan mendoakannya. Kalau ada seseorang secara sadar maupun tidak sadar melukai kita sehingga mengganggu kehormatan kita, di situlah kita sadar bahwa diri kita memiliki potensi. Potensi-potensi itu dilepaskan dengan sesuatu emosi untuk menggarap dan memikirkan apa yang harus kita lakukan. Di situ bahaya mulai keluar.

Ketika seseorang menyadari bahwa dia harus membalas dendam atau harus membenci orang lain, karena kehormatan dirinya terganggu, dia dapat merasakan energi dua kali, empat kali, sepuluh kali lipat dari biasanya sehingga orang yang dihina mempunyai kemungkinan sukses lebih dari orang yang dimanja. Orang yang dipermalukan kadang mempunyai niat untuk berjuang terus sampai akhirnya sukses. Mereka yang lancar, yang sukses, yang selalu mendapatkan kedamaian, harmonis, malah tidak pernah mempunyai kesuksesan apa-apa. Kesuksesan itu harus dibedakan antara kesuksesan bagi dirimu atau kesuksesan bagi Tuhan Allah. Itu bedanya Kristen dengan non-Kristen.

Adolf Hitler, seorang diktator Jerman, adalah salah satu contoh orang yang telah melepaskan energi di dalam dirinya begitu banyak karena benci. Orang seperti Mao Ze Dong dan Stalin, mempunyai kebencian lebih besar dari siapa pun. Akhirnya selama mereka hidup, berpuluh-puluh juta orang harus mati karena kebencian mereka. Kekuatan yang terlepas dari hidup mereka begitu besar mempengaruhi sejarah berpuluh-puluh tahun, dalam satu zaman banyak orang takluk kepada mereka. Orang semacam demikian menjadi diktator, menaklukkan banyak orang. Tapi orang yang menguasai orang lain melalui ancaman atau penganiayaan adalah orang yang rendah. Menaklukkan orang dengan kekudusan dan teladan yang agung, itu adalah orang yang agung.

Dalam peribahasa Tionghoa, ada dua macam pemerintah : yang satu adalah “jalan raya” (wang dao : the way of the King); cara mendidik dan memerintah seperti seorang raja), yang satu lagi adalah “jalan gundik” (ba dao : orang yang kasar, liar, buas, tapi perkasa). Istilah “raja” bukan berarti kedudukan saja, tetapi berarti cara menguasai yang benar. Pada zaman Tiongkok kuno, ada tiga raja : Tang Yao, Wu Shuen, dan Xia Yu. Ketiga orang ini adalah orang hebat, karena mempunyai moral yang begitu tinggi, sehingga yang dipimpin merasa tidak ada orang lain selain mereka bertiga yang lebih cocok menjadi raja. Jadi, saat itu raja tidak menurunkan kedudukannya pada anaknya. Orang berkata, “Anakmu bagus, anakmu cocok untuk menjadi penerusmu.” Tetapi dia menjawab, “Tidak, saya menemukan ada yang lebih bagus dari anak saya. Mengapa harus anak saya? Cari yang lebih baik daripada anak saya. Yang lebih baik, lebih pintar, lebih bermoral, dan lebih mencintai rakyat, biar dia yang meneruskan aku.” Maka waktu Tang Yao meninggal dunia, dia menunjuk seorang yang bernama Wu Shuen, bukan anaknya sendiri, untuk meneruskannya. Ini dipuji dalam sejarah sampai hari ini. Inilah yang disebut wang dao. Tapi sesudah Xia Yu, karena begitu berjasa, orang-orang meminta anaknya menjadi raja, dan akhirnya menjadi sebuah tradisi bahwa anak raja, tidak peduli baik atau tidak, meneruskan ayahnya menjadi raja, karena dianggap berdarah biru.

PENGALAMAN YANGMENIMBULKAN KEBENCIAN 

Kebencian menyinggung perasaan sampai ke kedalaman hatimu, sekaligus menggugah kehormatanmu yang dirugikan, akhirnya melepaskan tenaga spiritual yang tidak kamu sadari. Karena itu, kita harus hati-hati dengan bibit kebencian yang timbul setelah kita mengalami pengalaman tertentu. Pengalaman tertentu ini bisa dibagi menjadi beberapa macam :

Ketika Kita Dirugikan Secara Fisik dan Harta. Ada orang yang pernah mengatakan, “Saya tidak mau menjadi orang Kristen. Saya benci karena pernah ditipu orang Kristen.” Orang Kristen menipu kamu? Banyak orang menamakan diri Kristen, apalagi penipu. Penipu mengatakan, “Saya ini Kristen, jangan takut.” Itu supaya kalimatnya di dengar orang. Orang yang tidak mau percaya Tuhan Yesus karena sudah pernah ditipu orang Kristen, adalah orang yang sudah mencampuradukkan orang Kristen yang baik dengan orang Kristen yang jahat, mencampuradukkan harta dengan jiwanya, mencampuradukkan orang Kristen dengan Tuhannya. Inilah ketidakmahiran manusia, sehingga ketika mengalami keadaan atau pengalaman yang merugikan, dia selalu menimbulkan kebencian. Dan yang dibenci itu tidak dibeda-bedakan, langsung dicampuradukkan. Mungkin kamu pernah membenci karena orang itu pernah merugikan kamu secara fisik atau harta benda.

Ketika Kehormatan, Harkat, dan Hak Asasi Kita Direbut. Kita membenci ketika kehormatan, harkat, atau hak asasi kita direbut. Di Shanghai, pernah terjadi rasialisme di mana semua orang Cina melawan orang Barat. Saat itu di Shanghai ada daerah-daerah pinjaman orang Prancis dan Jerman, di mana imperialism memakai tempat-tempat yang paling baik untuk mereka, sementara orang Cina tidak boleh masuk. Ada sebuah taman di Shanghai yang dimiliki oleh orang Prancis. Taman itu bagus sekali, karena orang Prancis sangat mengerti bagaimana menata pohon atau tanaman dalam taman. Suatu hari di taman itu di pasang papan “Orang Cina dan anjing tidak boleh masuk.” Karena ketika duta besar Prancis masuk ke taman itu, ada sesuatu turun dari pohon dan mengenai mukanya, dan dilihatnya orang Cinalah yang menyebabkannya. Dia jengkel sekali, maka dia menulis larangan itu. Setelah papan itu dipasang, mahasiswa yang melihatnya menjadi benci luar biasa, dan ribuan mahasiswa melawan orang Prancis sampai membunuh beberapa orang. Mengapa? Benci! Kalau harta dirugikan, timbul benci. Kalau muka di robek, timbul benci. Kalau diperlakukan tidak adil, timbul benci. Kebencian menggairahkan dan melepaskan energi yang ada di dalam menjadi sebuah kekuatan untuk melawan dan memusuhi, sehingga menimbulkan ketidakberesan.

Ketika Orang yang Kita Hormati Dibunuh atau Dihina. Kebencian timbul karena orang yang paling dihormati dibunuh atau diejek oleh orang lain. Itu menjadi salah satu sebab mengapa cerita silat di Tiongkok tidak habis-habis. Kamu membunuh ayahku, maka aku akan membunuhmu; kamu membunuh aku, maka anakku akan membunuhmu; anakku membunuhmu, maka cucumu membunuh anakku; menjadikan cerita silat tidak habis-habis karena balas dendam yang tanpa henti. Jadi kalau orang yang dihormati dibunuh, maka kampung dan kampung, suku dan suku, provinsi dan provinsi berperang besar. Dalam kaitan peperangan di Irak, Paus Yohannes Paulus II berkata, “Jangan memakai peperangan Irak menjadi suatu perselisihan dan kebencian antara Kristen dan Islam.” Kalimat itu bagus sekali. Kadang melalui sesuatu yang terjadi, kita menghasut. Dan menjadikannya isu ras, agama, suku dan kebudayaan. Orang yang berbuat begitu, hatinya jahat sekali. Kalau kebencian terjadi antar-pribadi, selesaikanlah antar-pribadi. Barangsiapa bisa memperdamaikan, orang itu disebut anak Allah. Ini Alkitabiah. Kalau kamu mampu memperdamaikan orang, kamu anak Allah. Gereja sangat memerlukan orang yang berperan seperti ini. Setiap orang yang mempunyai sifat sangat terbiasa dengan keadaan diri sendiri, tidak biasa melihat cara orang lain, maka ketika melihat orang lain yang berbeda cara, akhirnya tidak bisa toleran, menjadi benci, membunuh, dan sebagainya. Padahal cukup beri tahu orang tersebut cara dari sudut yang berbeda. 

Waktu kecil saya melihat satu buku yang bercerita tentang dua orang anak yang berasal dari dua tempat yang berbeda, berkuda menuju satu tempat yang sama, yaitu tempat patung kuda. Orang yang satu melihat patung tersebut dan berkata, “Wah, bagus sekali patung besi ini.” Orang yang satu lagi segera berkata, “Ini patung perunggu, bukan besi!” Akhirnya dua orang pendekar itu mulai berkelahi sampai perang. Ada seorang yang lewat bertanya kepada keduanya, “Mengapa berperang?” Yang satu menjawab, “Karena dia mengatakan besi sebagai perunggu!” Sementara yang lain menjawab, “Karena dia mengatakan perunggu sebagai besi!” Ternyata patung tersebut memang sengaja dibuat separuh besi dan separuh perunggu. Jadi, orang yang satu melihat dari sisi besi, orang yang satunya lagi melihat dari sisi perunggu, dan keduanya jujur tidak berbohong. Jadi mereka mengamuk dan marah karena saat itu mereka hanya melihat separuh. Karena itu, kalau ada orang sedang berselisih, jangan kamu hanya mendengar sepihak lalu ikut bertarung. Itu bodoh. Seperti halnya patung besi dan perunggu tadi, memang ada hal yang harus dilihat dari dua pihak. 

Memang tidak mudah untuk memperdamaikan orang. Spinoza, mengatakan perselisihan selalu terjadi karena ada orang yang memakai istilah yang sama dan memiliki definisi yang lain. Saya terkejut. Perkataannya ini benar sekali. Kita menemukan istilah “esensi” dan “substansi” yang dipakai oleh Immanuel Kant, artinya berbeda sekali dari pengertian Spinoza. Orang Jerman seperti Kant begitu teliti sehingga tidak mungkin mencampur-baurkan istilah esensi dan substansi. Kalau kita tidak belajar, kita akan memakai terminologi dengan sembarangan. Motif dan tujuan berbeda sepuluh sepuluh ribu kilometer. Tapi kita berbicara campur-baur karena kita tidak belajar dan tidak disiplin dalam hal ini. 

Saya menemukan bahwa istilah “esensi” yang dipakai oleh Kant justru adalah istilah “substansi” yang dipakai oleh Spinoza. Sebaliknya, istilah “substansi” yang dipakai oleh Kant justru adalah istilah “esensi” yang dipakai oleh Spinboza. Jadi kalau kamu memperhatikan apa yang mereka bicarakan, arti substansi yang dipakai oleh Kant sama dengan arti esensi yang dipakai oleh Spinoza. Demikian pula arti esensi yang dipakai oleh Kant sama dengan arti substansi yang dipakai Spinoza. Jadi, istilah yang sama dipakai untuk definisi yang berbeda sekali. Kadang-kadang karena definisi yang tidak jelas, orang mulai bertarung. Berbahagialah orang yang mendamaikan orang lain karena ia akan disebut anak Allah. Tetapi kalau orang berselisih, lalu kamu menambah bensin, menambah kayu, sehinga api semakin besar, dan kamu senang, maka kamu adalah anak setan. Mau jadi anak Allah atau anak setan? Jika kamu mengaku anak Allah, sudah berapa banyak orang berkelahi karena hasutanmu? Sudah berapa banyak orang yang berkelahi menjadi harmonis karena kamu ikut memperdamaikannya? Kalau kamu adalah anak Allah, belajarlah memperdamaikan, bukan merusak, bukan membenci, bukan membuat permusuhan, bukan memisahkan. 

Seorang filsuf Gerika, Empedokles, menemukan bahwa di dalam dunia ada empat unsur yang paling penting, yaitu api, air, angin, dan tanah. Ini tidak benar, tetapi menjadi pelajaran penting dalam sejarah filsafat kuno. Dia mengatakan keempat hal ini dapat di-interaksikan. Api dan angin bersatu akan menjadi panas. Angin dan air bersatu menjadi dingin. Api dan tanah bersatu menjadi kering. Tanah dan air menjadi satu menjadi basah. Lalu dia berkata bahwa segala sesuatu hanya tersimpul dalam dua prinsip, yaitu: tergabung atau terpisah. Yang tergabung adalah kasih, yang terpisah adalah benci. 

Seluruh dunia, seluruh sejarah, dan seluruh alam semesta hanya terdapat dua prinsip: kasih dan benci, benci dan kasih. Di mana ada kasih, di sana harmonis mulai membesar. Di mana ada benci, di sana mulai meretak dan terpecah belah. Gereja juga demikian. Saya tidak terlalu setuju dengan teori empat unsur ini. Tetapi William Turner, seorang pelukis dari Inggris, memakai empat unsur ini sebagai filsafat melukis. Di London, ada sekitar 120 lukisan Turner yang mempergunakan filsafat ini sebagai dasar melukis. Kasih mempersatukan, benci memisahkan. Kasih memperdamaikan, benci memisahkan. Kasih mengharmoniskan, benci mengakibatkan perceraian. Hanya dua unsur ini. Allah kita adalah Allah yang kasih, sekaligus mempunyai kebencian. Kasih kepada apa? Benci kepada apa? Kita benci karena apa? Karena dirugikan harta? Karena orang yang dihormati dibunuh?

Ketika Orang Tidak Mencapai Target Yang Diinginkan. Kebencian timbul karena kamu tidak mencapai target yang kamu tetapkan bagi dirimu. Ketika seseorang ingin mencapai ini dan itu, lalu berjuang, namun sampoai dewasa dia masih gagal mendapatkan apa yang dia inginkan tersebut, maka mulailah timbul kebencian di dalam hatinya. Pada waktu kebencian itu mulai timbul, hidupnya mulai berubah. Misalnya, seseorang ingin sekali menjadi kaya, tetapi sampai usia lima puluh tahun dia masih belum bisa menjadi kaya, maka dia mulai membenci diri dan membenci orang kaya. Mengapa? Dia benci karena tidak bisa mencapai target keinginan hatinya. Ketika ada orang yang menurutnya tidak seharusnya kaya tetapi menjadi kaya, maka dia mulai berusaha menghancurkannya, atau merusak namanya, atau melakukan berbagai tindakan lainnya. Dalam masalah ini, kebencian juga bisa menimbulkan kekuatan destruktif yang luar biasa. 

Sebenarnya, sangatlah wajar jika seseorang ingin mencapai target hidupnya. Manusia dicipta menurut kesempurnaan Tuhan Allah, sehingga ada konsep kesempurnaan yang mutlak di dalam dirinya. Inilah yang membuat manusia mempunyai angan-angan, cita-cita dan target yang tinggi. Semua itu lumrah. Tetapi ketidak-seimbangan antara kekuatan aspirasi dan kemampuan untuk mencapainya akan menjadi penjara bagi diri orang itu sendiri. Orang yang mempunyai aspirasi yang besar sekali dan memiliki kemampuan yang kecil sekali, tidak akan dapat mencapai apa yang diinginkannya, dan itu bisa membuat dia mulai membenci orang lain dan membenci diri. Memenjarakan diri adalah suatu kebodohan. Kita boleh berencana, tapi setelah itu serahkanlah kepada Tuhan. Apakah mencapainya atau tidak, itu bukanlah hal yang utama. Daud ingin sekali mendirikan Bait Allah yang besar, tetapi Allah tidak mengizinkannya. Kata-Nya, “Karena tanganmu banyak menumpahkan darah, maka biarlah anakmu, Salomo, yang membangun Bait Allah untuk-Ku.” (band. 1 Tawarikh 28:3,6). Biarlah dari sini kita belajar. Kita boleh memiliki target, kita boleh memiliki sasaran, tetapi mencapainya atau tidak, kita serahkan sepenuhnya pada Tuhan. Kalau tidak, kita akan menjadi orang yang dipenuhi kesusahan dan kebencian akibat tidak mencapai target yang kita harapkan. Akhirnya, semua itu mengikat kita seperti penjara.

Ketika Cinta Ditolak. Terakhir, kita membenci karena terlalu mencintai seseorang, tapi akhirnya ditolak. Ini pengalaman yang lebih mudah kita mengerti. Kalau kita mencintai seseorang sampai tidak bisa hidup tanpa dia, dan sewaktu tidak mendapatkan dia, maka dia yang tidak boleh hidup. Di tengah benci dan cinta hanya ada satu garis, dan garis itu begitu tipis. Sehingga mudah sekali dari benci menjadi cinta, atau dari cinta menjadi benci. Dari benci menjadi cinta mudah sekali ketika sesuatu yang kita inginkan baru tercapai atau didapati. Tetapi begitu yang kita cintai tidak kita dapati, lebih mudah lagi dari cinta menjadi benci. Emosi betul-betul satu hal yang sangat besar dan tidak dapat diukur oleh logika. Pada waktu David Hume tua, dia mengaku, “Alam terlalu kuat bagi prinsip-prinsip.” Bolehkah saya memakai prinsip-prinsip untuk mengukur emosi? Tidak bisa. Alam semesta terlalu kuat untuk diikat dengan prinsip-prinsip. Dari kalimat itu, saya memikirkan lagi. “Hidup terlalu kuat bagi logika, cinta terlalu kuat bagi argument.” 

Ketika kamu mencintai seseorang, apakah kamu harus memilih alasan yang cukup terlebih dahulu baru mencintai, atau mencintai dahulu baru mencari-cari alasan? Apakah ketika kamu mau mencintai seseorang, kamu terlebih dulu berpikir, melakukan analisis, memberi nilai dulu, baru kemudian mencintai? Atau yang terjadi justru sebaliknya? Arthur Schopenhauer mengatakan bahwa manusia didorong oleh kemauan. Kemauan dulu yang muncul, baru emosi, lalu mencari bantuan melalui rasio. Sesudah jatuh cinta, baru “saya cinta karena ini, karena itu.” Rasio kita seringkali menjadi budak kemauan. Karena itu, manusia bukanlah orang pintar karena diikat oleh kemauan, dan kemauan itu mengarahkan seluruh hidupnya untuk berjalan sesuai dengan apa yang dia mau. Ketika kamu sudah menginginkan sesuatu, kamu mencari-cari alasan, sehingga tidak ada orang yang dapat menang berdebat denganmu tentang apa yang kamu inginkan. Alasan-alasan itu adalah fungsi rasio yang menjadi budak kemauan. Pemikiran Schopenhauer kemudian dikembangkan oleh Friedrich Nietzsche lebih lanjut dalam bukunya The Will to Power, yang meneruskan pemikiran ini dalam filsafat Jerman. 

Benarkah kebencian mempunyai kekuatan untuk mengatasi rasio kita? Benar! Ketika kamu mencintai seseorang, tetapi orang itu tidak menanggapi kamu, kamu bisa mengharapkan dia mati, karena kamu berubah menjadi sangat membencinya. Kamu melihat begitu banyak orang yang membunuh orang lain dan sebagian orang yang dibunuh adalah orang-orang yang pernah mereka cintai tetapi kemudian mengecewakan mereka. Kalau seseorang tidak pernah kita cintai, dia tidak menimbulkan gangguan dalam jiwa kita. Ketika dia kita cintai, lalu membuat kita kecewa, maka timbullah kebencian dan pembunuhan. Hal seperti ini menjadi lebih serius dan lebih bermasalah pada orang-orang homoseks. 

Orang homoseks, kalau pihak yang satu menikah, maka pihak yang lain mau membunuh dia karena tidak mendapatkannya. Berhati-hatilah dengan orang-orang seperti ini. Jangan mempersamakan seks yang tidak beres dengan cinta yang murni. Orang homoseks memiliki keinginan yang kuat untuk memiliki pihak lain secara keseluruhannya, sehingga kalau dia tidak mendapatkan, dia akan menghancurkan semua yang dulu dia cintai tapi sekarang tidak dia dapatkan. Ini semua adalah kejatuhan manusia yang menimbulkan kesulitan-kesulitan emosi yang luar biasa.

BELAJAR MEMILIKI EMOSI KRISTUS 

Di dalam emosi ada dua aspek cinta dan aspek benci. Bagaimana saya bisa menguduskan aspek cinta setelah kejatuhan Adam? Mari kita kembali belajar dari Yesus Kristus. Kita memang diperbolehkan mempunyai target yang tinggi. Kita boleh memiliki kemauan yang besar. Kita boleh mempunyai ambisi yang besar. Tetapi semua itu harus ditaklukkan di bawah prinsip yang telah diteladankan oleh Yesus Kristus, yaitu mencintai keadilan dan membenci kefasikan.


Karena mencintai keadilan, maka kamu harus mengendalikan kebencianmu ke arah yang kudus. Kalau kamu benar-benar mencintai keadilan sebagai prinsip-prinsip hidup, dan dari situ mengetahui apa yang harus dibenci maka hidupmu pasti beres. Orang yang tidak bisa menggabungkan dan mengharmoniskan kedua hal ini, ketika membenci selalu menganggap dirinya sedang menjalankan keadilan. Ini fatal sekali. 

Seringkali kita bertanya pada seseorang, “Mengapa kamu membenci dengan begitu kuat?” Dia menjawab, “Saya sedang melakukan keadilan.” Orang yang mencintai keadilan akan membenci dosa, bukan orang berdosa; orang yang bisa memisahkan antara “dosa” dan “orang berdosa” dengan baik adalah orang yang sudah matang, karena emosinya itu telah dikuduskan oleh Tuhan. Dia akan bisa mengatakan, “Yang saya benci bukan kamu. Yang saya benci adalah dosa yang ada padamu. Karena itu dengan cinta kasih aku datang kepadamu, memberi anjuran dan penguraian, hai saudara yang terkasih, tinggalkanlah dosa itu.” Nah, ini cara yang benar. Memang tidak mudah.

Saya takut orang yang belajar EQ (Emotional Quotient, yaitu Inteligensia Emosi dari seseorang. Pemikiran ini mengajar untuk memberikan timbangan terhadap IQ (Inteligensia Quotient), hanya sebagai pelajaran rutinitas, pelajaran teknik, dan pelajaran akademis. Di dalam Kekristenan, semua teori bukanlah teori buatan. Semua teori adalah kebenaran yang dilaksanakan dan digenapkan oleh Kristus. Dalam iman Kristen, Yesus Kristus sendiri menjadi wujud dari segala moral, pelaksana dari segala ide, wahyu Tuhan Allah tentang kewajiban manusia secara wujud. Di dalam diri Kristus, apa yang dikatakan dan dilakukan-Nya merupakan wahyu Allah yang paling klimaks yang diberikan kepada manusia. Maka pada waktu kita melihat Kristus, kita bukan hanya melihat seorang pengajar teori yang hebat, melainkan melihat satu Kebenaran yang sedang hidup. Kita melihat wujud Kebenaran itu sendiri, pelaksana kehendak Allah itu sendiri.

Orang Kristen yang baik adalah orang Kristen yang mewujudkan kebenaran melalui pelaksanaan hidupnya, bukan hanya mengajar melalui lidah. Saya sendiri sebagai hamba Tuhan harus menjalankan, mengalami, menghidupkan apa yang berani saya ajarkan. Itulah kesulitan menjadi seorang Kristen.

Kalau kamu betul-betul mengasihi keadilan, barulah kamu mengetahui apa yang harus kamu benci, yaitu membenci kefasikan. Jadi di sini bukan mengasihi daging, mengasihi orang, mengasihi seks, atau mengasihi suatu obyek yang kelihatan, tetapi mengasihi sebuah prinsip keadilan. Lalu ketika kamu membenci, kamu bukan membenci orangnya, tapi membenci kefasikannya. Ini ajaran dan hidup Yesus Kristus. Karena Engkau mengasihi keadilan, karena Engkau membenci kefasikan, maka Allah Bapa mengurapi Engkau dengan minyak kesukaan. Demikian juga Roh Kudus akan memberikan sukacita kepada setiap orang yang mencintai keadilan dan membenci kefasikan. Puji Tuhan.

Mari kita hidup di dalam cinta yang kudus dan hidup dalam kebencian yang suci. Kita perlu menghilangkan kebencian, kemarahan, kecemburuan, dendam, kedengkian yang berdosa, tetapi kita boleh membenci, cemburu, yang sesuai dengan emosi Tuhan. Kita harus mencintai yang dicintai Tuhan, membenci yang dibenci Tuhan. Itu namanya sinkronisasi emosi. Kita harus senantiasa berdoa, “Tuhan, ajarkan aku mencintai yang Engkau cintai, ajarkan aku membenci yang Engkau benci. Sehingga cintaku, kebencianku, cemburuku, sukacitaku, berada di dalam apa yang Kau senang, Kau suka, Kau benci.”

Semakin tinggi sinkronisasi emosi ini semakin meningkat pula kerohanianmu. Semakin kamu bersatu dengan emosi Tuhan, kamu akan semakin dewasa, semakin sempurna, dan semakin menyerupai Tuhan. Kamu bukannya melakukan cinta kasih secara paksa, bukan melakukan kebencian secara tidak rela, tetapi karena kamu betul-betul mencintai keadilan, betul-betul membenci kefasikan; maka sambil membenci kefasikan ada kesukaan, sambil mencintai keadilan ada kesukaan.

Bagi seorang hakim, ketika dia semakin mencintai keadilan, mungkin dia semakin terancam oleh orang-orang yang tidak senang kepadanya. Mungkin hidupnya akan semakin pahit, semakin berbahaya, tetapi kalau dia mengerti ayat ini, dia akan semakin menikmati sukacita meskipun dibunuh. Yesus tidak pernah menangis mengeluh karena naik ke kayu salib. Yesus tidak membalas dendam ketika dipakukan oleh orang berdosa. Dalam keadaan paling sulit, Dia berkata, “Ya Bapa, inilah kehendak-Mu yang indah.” Pada waktu dipaku, Dia berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23:34). Yesus mempunyai sukacita dalam menjalankan kehendak Tuhan berdasarkan cinta-Nya kepada kebenaran, kebencian-Nya kepada kefasikan.

Mari kita mempersembahkan emosi kebencian yang ada di dalam diri kita ke dalam tangan Tuhan kita, supaya semakin dikuduskan, supaya kita dapat membenci sesuai dengan kehendak Tuhan. 

BAB XIII : PENGUDUSAN EMOSI.

KASIH YANG SEMPURNA

“Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih. Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.” 

(1 Yohanes 4:16-21)

Jika kita mengasihi kejahatan, mengasihi dosa, mengasihi dunia dan kedagingan, maka kasih seperti ini adalah kasih yang dibenci oleh Tuhan. Kasih ini adalah kasih yang melawan Tuhan. Orang yang mengasihi dunia disebut sebagai orang yang melawan Bapa. Jika kasih kita kepada dunia ini bertambah, maka kasih kita kepada Bapa pasti semakin berkurang. Dari sini kita melihat bahwa kasih bisa memiliki arah yang sangat berlawanan.

KEHARUSAN KASIH

Bagaimanapun juga, setiap orang harus mengasihi dan dikasihi. Kasih merupakan salah satu aspek hidup manusia yang paling penting, khususnya didalam mempengaruhi diri kita sendiri dan juga dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa kasih, tidak ada hidup yang dapat bertumbuh dengan sehat. Psikologi modern memberi tahu kita bahwa manusia akan menjadi abnormal karena cinta yang diterimanya tidak beres. Jika seorang tidak menerima cinta dengan benar, dia tidak akan bisa bertumbuh dengan baik, dan nanti dia juga akan mencintai orang lain secara tidak beres juga. Akibatnya, seluruh relasi dan reaksi cinta itu menjadi abnormal. Seorang anak yang dibesarkan dengan terus dibenci dan dipukuli akan bertumbuh menjadi pemuda yang penuh kebencian dan suka memukuli orang lain. Dia merasa bahwa membenci dan memukul adalah suatu bentuk relasi yang normal, karena itulah pengalaman relasi yang dia alami sejak kecil.

Pengalaman itu menjadi pengalaman yang paling riil dan paling sungguh-sungguh di dalam hidupnya. Orang yang mengalami “dikerjai” dalam acara ospek, ketika menjadi mahasiswa senior, akan cenderung “mengerjai” lagi adik kelasnya di dalam acara Ospek tahun berikutnya. Sikap-sikap hidup yang tidak beres yang ada di dalam diri kita biasanya disebabkan oleh adanya pengalaman bagaimana dulu kita diperlakukan dengan tidak baik oleh orang lain. Jika sekarang kamu menjadi orang aneh itu mungkin karena dulu ada orang aneh yang memperlakukan kamu dengan aneh. Karena itu, kini kita perlu sangat berhati-hati dan memperhatikan baik-baik bagaimana kita memperlakukan orang lain, sehingga dunia ini akan semakin bertambah kasih, perdamaian dan saling pengertian karena kita telah memperlakukan orang lain dengan cara demikian. 

Terkadang kita sangat ingin orang lain berbuat baik pada kita, tetapi kita sangat pelit berbuat baik pada orang lain. Kita ingin dihormati oleh orang lain, tetapi kita sulit sekali menghormati orang lain. Kita sering kali ingin diperhatikan dan dipelihara oleh orang lain, tetapi sebaliknya, kita sedemikian sulit memperhatikan dan memelihara orang lain. Karena itulah, Tuhan Yesus mengajarkan,”Hukum Emas” (the golden rule) ini kepada kita, “sebagaimana kamu ingin diperlakukan, perlakukan orang lain sedemikian. Doktrin seperti inilah yang menjadikan Kekristenan mempunyai moralitas yang lebih tinggi daripada teori moral dari agama atau filsafat manapun. Pengajaran moral “Hukum Emas” ini mengandung inisiatif dan sikap aktif tentang bagaimana kita harus memperlakukan orang lain terlebih dahulu, sebelum kita berharap orang lain akan memperlakukan itu kepada kita.

Kekristenan mengajarkan kepada kita etika inisiatif dan aktif, bukan etika pasif dan negatif. Ajaran Kristen bukan mengajarkan, “Kalau orang lain sudah berbuat baik terhadap saya, maka saya terpaksa harus juga baik kepada orang lain.” Kita harus memiliki imajinasi bagaimana kita mau diperlakukan dengan baik oleh orang lain, atau bagaimana kita mau dihormati oleh orang lain , tetapi kita harus menghormati orang lain terlebih dahulu, menghargai orang lain terlebih dahulu, memelihara orang lain terlebih dahulu. Jadi, dengan imajinasi itu kita menjadi inisiator di dalam melakukan kebaikan. Sering kali kita menjadi orang yang pasif dan menanti inisiatif orang lain. Kalau kita sudah menerima kebaikan sepuluh kali, baru kita memikirkan kebaikan satu kali kepada orang lain. Bukan saja demikian, ada yang jauh lebih parah. Ada yang sudah sepuluh kali diperlakukan baik, ketika tidak diperlakukan baik yang kesebelas kalinya, dia mencap orang itu jahat. Kasihan sekali.

Apakah hak kita sehingga kita harus diperlakukan baik oleh orang lain? Kalaupun ada orang yang berbuat baik kepada kita, apakah kita memang patut menerimanya? Sering kali kita beranggapan kalau orang berbuat baik kepada kita, itu adalah hal yang selayaknya, dan kita memang patut untuk menerima perlakuan sedemikian. Siapakah kita? Sebenarnya kita tidak berbeda dengan semua orang lainnya, yang sama-sama dilahirkan telanjang. Tidak ada bayi yang lahir memakai celana, apalagi dasi. Kita semuanya dilahirkan telanjang, tidak memiliki apa-apa. Hanya mungkin karena keluargamu lebih kaya daripada orang lain, maka kamu merasa seharusnya diperlakukan lebih terhormat dari pada orang lain. Mengapa kamu selalu mencari tempat yang paling terhormat, yang paling baik, atau yang paling dihargai orang lain? Terkadang saya berfikir bahwa hidup kita sering kali sudah terlalu nyaman. Masih banyak orang yang hidup jauh lebih tidak nyaman daripada kita. Dunia ini membutuhkan cinta kasih, membutuhkan pengertian; dan kebutuhan itu perlu disadari dan dipikirkan oleh orang-orang yang mempunyai pikiran inisiatif, yang mau menuntut diri dan berimajinasi “bagaimana seandainya saya berada diposisinya?”

Tahukah kamu bahwa orang kaya setiap hari bisa menghabiskan air kira-kira 600 liter untuk mandi, mencuci mobil, menyiram tanaman dirumahnya, dan berbagai aktivitas lainnya. Sebaliknya, orang miskin terkadang satu hari hanya mendapatkan jatah tidak sampai 2 liter saja. Kita perlu menyadari bahwa air bersih dibumi ini semakin hari semakin berkurang, sehingga waktu beberapa puluh tahun kedepan bisa terjadi krisis air yang cukup serius. Ketika di hotel, saat mandi, saya bisa menghabiskan beratus liter air untuk mandi di bathub. Saya merasa itu terlalu mewah, sehingga saya selalu berusaha sehemat mungkin memakai air. Memang kekayaan seluruh bumi ini dipercayakan kepada manusia, tetapi itu bukan berarti kita boleh memboroskan atau memakainya secara sembarangan. Bukan berarti karena kita memiliki uang, kita boleh memakainya secara boros. Jangan berfikir kita boleh menghambur-hambur kekayaan dan sumber alam secara sesuka hati karena kita memiliki kemungkinan itu.

Kini bahan bakar kita semakin menipis, lalu suatu saat akan habis. Saat ini penduduk Amerika Serikat, yang hanya 4 persen dari seluruh populasi dunia, menghabiskan 60% persen konsumsi bahan bakar sedunia. Ini merupakan ketidak adilan yang luar biasa bagi dunia kita. Jika kita memikirkan dengan mendalam dan matang, kita akan menyadari bahwa sebagai manusia kita masih mempunyai banyak sekali kelemahan. Kita penuh dengan dengan kelemahan yang belum kita pelajari, dan ada banyak potensi yang belum kita pertumbuhkan dalam kehidupan kita. Dalam banyak gerakan anti peperangan, muncul slogan “No blood for oil” (jangan tumpahkan darah untuk mendapatkan minyak). Ini menggambarkaan bahwa negara yang takut kekurangan bahan bakar (minyak) berupaya menguasai minyak supaya rasa amannya terjaga. Setiap negara, demi mencari keuntungan bagi negaranya, mengemukakan dalih-dalih yang kelihatannya begitu penuh kasih dan memperhatikan kepentingan umat manusia. Disini kita melihat betapa manusia sudah berdosa, sudah tersesat, dan menyeleweng dari kebenaran dan kasih Allah yang sejati.

ALKITAB DAN KASIH

Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa orang yang hidup di dalam kasih, dia hidup di dalam Allah; orang yang tidak hidup di dalam kasih, dia tidak hidup di dalam Allah. Jika kita mengatakan bahwa kita hidup di dalam Kristus atau kita hidup di dalam Allah, maka secara status kita memang sudah diselamatkan. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari, belum tentu kita sudah betul-betul hidup di dalam Kristus atau hidup di dalam Allah. Di ayat yang kita baca ini, terdapat dua kalimat yang melihat dari sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang pertama memberikan kita pengertian bahwa kasih yang ada dalam diri kita belumlah sempurna. Sudut pandang kedua membukakan kepada kita bahwa kita yang belum sempurna juga bertumbuh di dalam kasih. “Kasih itu menjadi sempurna di dalam kita” berarti kita memiliki kasih dan kepemilikan itu terus bertumbuh, sehingga kita mempunyai semakin banyak kasih. Kita melihat kasih itu menjadi sempurna di dalam diri kita, dan akhirnya kita disempurnakan di dalam kasih.

Sedikit orang yang memikirkan apakah kasihnya bertambah, apakah imannya bertambah, apakah pengharapannya bertambah. Kebanyakan orang memikirkan apakah uangnya bertambah, apakah haknya bertambah, apakah kekayaannya bertambah. Pada saat kita mampu mengalihkan seluruh hidup kita dari yang kelihatan menjadi yang tidak kelihatan, yang sementara menjadi yang kekal, yang fana menjadi yang baka, disitulah kerohanian kita bertumbuh. Kita sering memikirkan pertambahan uang kita, tetapi tidak memikirkan pertumbuhan iman kita. Kita memikirkan usaha kita maju atau tidak, dan tidak memikirkan kerohanian kita maju atau tidak. Banyak orang mendengar khotbah sekedar untuk memuaskan kepentingan rasionya atau untuk mencari bahan khotbah bagi dirinya. 

Seumur hidup saya berkhotbah, saya tidak pernah mencuri khotbah orang lain, memakai khotbah orang lain untuk saya khotbahkan, lalu saya akui sebagai khotbah saya. Setiap khotbah merupakan hasil pergumulan iman, pergumulan pikiran, pengalaman, dan perenungan yang sedalam mungkin akan Firman Tuhan. Orang yang hanya mengambil khotbah orang lain akan kehilangan kuasa rohani. Kita perlu menggumulkan Firman Tuhan, lalu mengaplikasikannya dalam kehidupan kita, dan mengkhotbahkannya. Dengan demikian, Firman Tuhan betul-betul menguasi hidup dan pikiran kita, sehingga khotbah kita menjadi khotbah yang berkuasa , karena yang berkuasa bukan diri kita, tetapi Firman Tuhan itu sendiri.

ALLAH ADALAH KASIH

“Orang yang hidup di dalam kasih hidup di dalam Allah. Orang yang tidak hidup di dalam kasih tidak hidup di dalam Allah.” Prinsip ini di dasarkan pada kenyataan bahwa Allah adalah kasih adanya. Pernyataan ini tidak bisa ditemukan dalam kitab apapun, termasuk di dalam kitab-kitab suci lain yang ada dimuka bumi ini. Tidak ada pengajaran filsafat yang menyatakan bahwa Allah adalah kasih. Banyak agama mengajarkan bahwa Allah mengasihi, atau bahwa kasih merupakan salah satu sifat Allah yang penting. Namun tidak ada satupun ajaran yang mengajarkan bahwa Allah itulah kasih. Allah adalah kasih hanya ada dalam pengajaran iman Kristen. Allah mengasihi, manusia juga mengasihi. Allah mempunyai sifat kasih, dan manusia juga mempunyai sifat kasih. 

Di sini kita tidak melihat perbedaan. Tetapi iman Kristen mengatakan bahwa manusia mengasihi, tetapi Allah adalah kasih. Manusia mempunyai sifat kasih, tetapi Allah itu adalah kasih. Allah adalah kasih, maka manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah juga memiliki sifat kasih. Manusia serupa dengan Allah, tetapi manusia bukanlah Allah. Manusia memiliki kasih karena mendapatkan kasih itu dari Allah yang adalah diri-Nya kasih. Allah membagikan kasih-Nya, sehingga manusia mungkin memiliki kasih. Maka, orang yang hidup di dalam kasih hidup di dalam Allah. Semakin kita hidup di dalam Tuhan Allah, semakin kasih-Nya melimpah di dalam diri kita, sehingga kita semakin hidup di dalam kasih.

Mungkinkah manusia bertumbuh tanpa kasih? Tidak mungkin. Yang mewakili Allah memberikan kasih sehingga kita dapat bertumbuh baik adalah ibu kita. Setiap ibu adalah orang yang agung bagi anak-anaknya. Ibu-ibu yang baik pasti akan cenderung memikirkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Namun orang tua yang hanya mementingkan anak-anaknya sendiri, sampai-sampai memikirkan bahwa anak orang lain bukan manusia, adalah orang tua yang kurang mengerti cinta kasih Allah. Ada ibu-ibu yang begitu membicarakan tentang anaknya menjadi sedemikian bersemangat, tetapi begitu membicarakan anak orang lain langsung cemberut dan tidak peduli. Namun dalam posisi sedemikianpun, tetap ibu ini menjadi wakil Allah bagi anaknya, dengan membagikan cinta kasih yang agung kepada mereka. Ketika kasih itu akhirnya bisa semakin berkembang dan semakin melimpah, dia mulai bisa menganggap anak-anak lain juga seperti anaknya dan memberikan cinta kasih yang semakin melimpah kepada mereka juga. Dengan demikian, keagungannya semakin bertambah karena dia bisa berbagi kasih kepada semakin banyak orang.

Mungkin ada orang yang mengatakan bahwa dia tidak mencintai sembarang orang. Dia hanya bisa mengasihi orang-orang tertentu saja, karena memang kasihnya hanya terbatas untuk orang-orang itu saja. Itu pendapat yang tidak benar. Jika kita melihat sebuah lampu yang menyala, maka terang itu bisa dibagikan untuk setiap orang yang ada di dalam ruang itu. Tidak peduli satu orang atau sepuluh orang yang ada di dalam ruang itu, cahaya itu tetap akan menyinari mereka semua. Pengertian ini mulai menerangi saya sekitar 40 tahun yang lalu. Kalau seorang ibu memiliki seorang anak, maka anak itu akan mendapatkan cinta kasih dari ibu itu. Kalau ibu itu mempunyai 10 orang anak, apakah kesepuluh anak itu juga akan menikmati cinta kasih dari ibu tersebut? ya. Mereka semua akan mendapatkan cinta kasih dari ibu tersebut. Cinta ini merupakan hal melampaui dalil waktu. 

Ada orang yang memiliki banyak anak, tapi tetap memiliki kesuksesan hidup yang sama dengan orang yang tidak memiliki anak. Ada orang yang tidak memiliki anak, tetapi tetap menjadi lebih sukses karena bisa bekerja tanpa diganggu oleh anak. Johan Sebastian Bach memiliki delapan belas orang anak, sedangkan George Friedrich Handel tidak menikah dan tidak memiliki anak. Seharusnya Bach menjadi begitu sibuk sehingga tidak bisa sukses, sedangkan Handel tidak begitu sibuk sehingga bisa lebih sukses. Ternyata tidak demikian. Karya Bach tidak kalah baik dan tidak kalah banyak daripada Handel. Cinta kasih memiliki kemampuan untuk menjangkau unknown quantity (kuantitas yang tak terhitung), sehingga tidak habis namun melimpah dan terus bisa dibagikan kepada orang lain.

Ibu dari John Wesley, pendiri gereja Methodis, memiliki delapan belas anak. Dia menjaga setiap anak satu per satu, memelihara satu per satu, memberi nasihat satu per satu. Jika ada satu anak yang tidak hadir, ketika anak itu datang, dia mengulangi lagi semua nasihat nya sampai jelas. Ada orang bertanya kepadanya, “Apakah kamu tidak lelah?” Dia menjawab, “Jika ada satu anak yang saya lupa ajar atau lupa beri tahu, berarti saya adalah ibu yang tidak bertanggung jawab. Saya menganggap saya sudah gagal menjadi ibu.” Semua itu dikerjakan olehnya karena cintanya yang begitu melimpah kepada anak-anaknya.

Kita dicipta oleh Tuhan di dalam suatu bentuk relasi yang mutual. Kita perlu dikasihi dan kita perlu mengasihi. Keduanya harus seimbang, barulah kehidupan relasi kita menjadi sehat. Kalau kita mengasihi tetapi tidak dikasihi, akan timbul ketimpangan, Kalau kita dikasihi tetapi tidak mengasihi, itu pun akan menjadi timpang. Ketika seorang anak terus menerus mendapatkan cinta kasih dari orang tuanya, kita tidak boleh berfikir bahwa dia sudah puas karena mendapatkan kepenuhan limpahan kasih. Dia baru puas dan baru sehat ketika dia juga bisa belajar mengasihi orang lain. Ketika anak itu menjadi dewasa, dia semakin merasakan kebutuhan ini. Dia merasakan kebutuhan untuk bisa mengasihi, bukan sekedar dikasihi. 

Sering kali dalam peralihan dari dikasihi menjadi mengasihi terjadi kesenjangan yang menyebabkan kita kesepian. Seorang suami yang selama ini merasa sedemikian dicintai oleh istrinya, suatu saat merasakan kehilangan, karena kini mereka memiliki anak, dan istrinya mulai mengalihkan kasihnya ke objek kasihnya yang baru, yaitu ke anaknya. Saat itu suami itu merasa kesepian. Dia mulai berfikir bahwa istrinya telah melupakannya. Dia merasakan kebutuhannya untuk dikasihi. Manusia baru mempunyai kesempurnaan kalau terjadi keseimbangan di mana dia bisa dikasihi dan mengasihi. Kita perlu dikasihi, tetapi kita juga perlu mengasihi. Ketika kedua mencapai keseimbangan, kita akan merasa sangat berbahagia.

Apakah kasih itu bersifat aktif atau pasif? Jawabnya adalah pasif. Terkadang kita berkata.”Mengapa kamu tidak lebih mengasihi saya lagi?” Kalimat seperti ini tidak boleh dimutlakkan. Terkadang kita sulit mengasihi kecuali kasih itu terlebih dahulu tiba dan melimpah atas diri kita. Kasih tidak bisa berpura-pura. Kasih yang dilakukan dengan pura-pura bukanlah kasih yang sejati. Kasih yang dipaksakan adalah kasih yang tidak alamiah, sehingga ada unsur-unsur yang tidak kita mengerti. 

Di dalam cerita Yunani Kuno, dikatakan bahwa manusia itu dicipta hanya separuh saja, sehingga ketika dia dewasa, dia akan mencari separuhnya yang hilang. Itulah yang kemudian dikenal sebagai pernikahan. Mereka juga percaya adanya dewa Cupid, yang selalu membawa panah asmara. Ketika panah itu dilepaskan dan mengenai dua insan manusia, maka keduanya akan saling mencintai dan tidak bisa terlepas lagi. Maka dengan ini, kita melihat bahwa cinta itu pasif, sekalipun sepertinya terlihat aktif. Demikian juga kita dicipta oleh Allah yang adalah kasih, jadi kasih kita berasal dari Allah. Maka kita perlu belajar dan menikmati kasih dan Firman Allah, dari wahyu Allah dan dari kuasa Allah.

TIGA TINGKATAN KASIH

Saya membagi kasih ke dalam 3 tahap atau tingkatan: (1) Kasih kepada Allah; (2) Kasih Kepada Manusia; (3) Kasih kepada Benda.

1. Kasih kepada Allah

Kasih kepada benda adalah kasih yang paling rendah. Kasih kepada manusia jauh lebih tinggi. Kasih kepada Tuhan Allah adalah kasih yang paling tinggi. Di dalam pengajarannya, Jonathan Edwards mengatakan, kasih harus menjadi lebih besar kepada objek yang lebih besar, menjadi lebih kecil kepada objek yang lebih kecil. Pemikiran ini pernah dikritik oleh seorang theolog di Tiongkok, tetapi saya kira pemikiran asli Jonathan Edewards adalah pemikiran yang anggun yang tidak perlu dikritik. Karena Allah adalah yang terbesar dan tertinggi, maka kita seharusnya memberikan kasih yang tertinggi kepada-Nya. Tetapi kepada objek-objek yang remeh, kita menaruh kasih yang kecil. Kritik yang muncul dalam buku Peter sekitar enam puluh tahun yang lalu adalah: “Kalau pikiran itu benar, berarti Allah salah karena Allah memberikan kasih yang besar kepada objek (manusia) yang tidak patut dikasihi.” Bukankah dengan demikian teori Jonathan Edwards dibalikkan. “Mengapa Allah mengasihi kita yang begitu hina dan remeh dengan kasih yang begitu besar?” Apa yang dikatakan Jonathan Edwards adalah tugas manusia. Kalau Allah mengasihi yang remeh, sehingga perlu kasih Allah. Itu adalah kasih ilahi yang memberi contoh kepada kita untuk mencintai yang tidak patut dicintai. Namun demikian, kita tetap harus mencintai Allah lebih dari yang lain. Itulah tuntutan Yesus Kristus. Yesus bertanya kepada Petrus, “Apakah kamu mengasihi Aku lebih dari semuanya ini?” Jadi menurut saya Jonathan Edwards tidak salah. Kita harus mengutamakan Tuhan. Mengasihi Tuhan lebih dari semua yang lain. Tuntutan Yesus Kristus juga mengatakan barang siapa yang mengasihi Aku tidak lebih daripada mengasihi suaminya, istrinya, ayahnya, anak-nya, dia tidak layak mengikut Aku. Mengasihi Allah yang agung dengan kasih yang lebih besar adalah hal yang normal. Itu tidak salah.

2. Kasih kepada Manusia

Taraf kedua barulah bagaimana mencintai manusia. Karena manusia dicipta menurut Peta dan Teladan Allah, manusia mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada binatang dan lebih tinggi dari pada semua hal yang lain. Ada orang yang mencintai anjingnya sedemikian luar biasa, sampai-sampai jika anjingnya tidak masuk surga dia juga tidak mau masuk sorga. Ada orang bertanya kepada Billy Graham: “Saya mencintai anjingku, besok kalau saya pergi ke sana, apakah dia boleh pergi ke situ?” Saya tidak tahu atas dasar apa Billy Graham menjawab, “Disorga anjingmu juga boleh masuk.” Mungkin dia ketakutan orang itu tidak mau menjadi Kristen. Kalau saya yang menjawab, saya akan jawab, “Anda semua yang memiliki anjing dengar baik-baik, kalau nanti sekalipun anjingmu tidak boleh masuk, kamu tinggalkan dia di luar pintu sorga, lalu kamu saja yang masuk, karena kamu akan menemukan semua manusia yang ditebus jauh lebih baik dari pada anjing.” Binatang tidak boleh dipersamakan dengan manusia. Mereka diciptakan untuk manusia, bukan diciptakan setara dengan manusia. Kita harus mengutamakan manusia lebih daripada bintang. Kita harus mengutamakan manusia lebih daripada benda yang lain karena manusia lebih tinggi daripada hal-hal ini.

Seorang anak bicara kepada saya, ”Saya memecahkan gelas, lalu ayah marah kepada saya. Itu berarti ayah saya lebih mencintai gelas daripada mencintai saya.” Saya membalasnya, ”Bukan demikian. Itu karena kamu bisa dididik, sedangkan gelas tidak bisa dididik. Ayahmu mencintai kamu, mendidik kamu supaya kamu tahu kamu tidak boleh sembarangan merusak barang. Jika ayahmu mendidik kamu, bukan berarti ayahmu tidak mencintai kamu,” Kadang kita berfikir jika kita merusak sesuatu barang, lalu ada orang yang marah, berarti dia mencintai barang itu lebih daripada kita. Kita harus sadar bahwa pola pikirnya tidak selalu demikian. Cinta kepada Tuhan Allah adalah cinta kepada Sang Pencipta. Cinta kepada manusia adalah cinta kepada peta teladan Sang Pencipta. Cinta kepada barang adalah cinta kepada ciptaan yang tidak berpeta dan teladan Sang Pencipta. Tiga tingkatan cinta ini harus kita bedakan. Barang siapa mencintai uang lebih dari Tuhan, cintanya kepada Allah menjadi abnormal.

Barangsiapa mengasihi Tuhan dan cintanya itu tidak dibubuhi rasa takut, maka cinta itu bisa memperalat Tuhan. Ini adalah penggunaan dan penerapan kasih yang berbahaya. Memang di dalam ayat tadi dikatakan bahwa “di dalam kasih tidak ada ketakutan.” Mengapa kini kita harus mengaitkan kasih dengan rasa takut? Sering kali kita mengontraskan antara kasih dan takut. Di sini kita perlu belajar suatu bentuk sinkronisasi yang sangat berbeda dari yang sering dipikirkan dunia.

Pertama, kita perlu mengerti bahwa rasa takut yang disebutkan di sini bukanlah ketakutan seperti melihat penjahat atau melihat orang yang akan merugikan kita, tetapi perasaan takut dalam pengertian hormat yang sangat terhadap Pribadi yang sedemikian agung. Kita takut kepada Tuhan karena suatu perasaan hormat yang teramat dalam (reverence), suatu kekaguman yang sangat besar terhadap Pribadi yang begitu agung, sampai-sampai kita tidak berani berbuat apa-apa dihadapan-Nya. 

Maka ketakutan di sini bukan ketakutan yang membuat kita tidak mempunyai relasi dengan_nya, tetapi justru karena kita takut kehilangan relasi dengan-Nya, tetapi justru karena kita takut kehilangan relasi dengan Nya. Kita takut dan hormat kepada Tuhan yang adalah Pemimpin kita, yang adalah Pencipta kita, dan yang adalah Tuhan kita.

Di dalam Alkitab terjemahan Tionghoa, dibedakan antara “jing pa” (takut dengan gentar) dan “jing gui” (takut dengan hormat. Jadi, apakah kita perlu gemetar ketakutan kepada Tuhan? Tidak. Yang gemetar ketakutan kepada Tuhan adalah iblis. Kita perlu sadar bahwa iblis sangat takut kepada Allah. Tidak ada setan atau iblis yang atheis. Alkitab mengungkapkan halitu dengan jelas. Iblis percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah itu esa, tetapi dia sangat gemetar ketakutan. Artinya, dia percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah itu adalah Allah yang menghakimi dan menghukum dia. Itu menyebabkan dia ketakutan. Tidak ada relasi antara Allah dan Iblis. Maka iblis percaya tanpa relasi, dan dengan sendirinya, percaya tanpa keselamatan.

Kita tidak perlu takut, karena Allah yang kita percaya adalah Allah yang menyelamatkan kita. Dia telah memberikan Anak-Nya yang tunggal untuk mati, mencurahkan darah untuk membasuh segala dosa, dan memberikan pembaruan, pendamaian, dan hidup yang kekal kepada kita. Dengan demikian, kita tidak perlu gemetar ketakutan. Gemetar ketakutan menandakan tidak adanya relasi. Tetapi kita telah berelasi dengan Allah, maka kini kita memiliki ketakutan yang hormat. Kita menghormati Allah sebagai Tuhan, sebagai Pencipta yang kekal. Kalau kita tidak memiliki rasa hormat yang disertai dengan cinta kepada Allah, maka kita akan cenderung mempermainkan dan memperalat Allah yang menjadi objek kasih kita.

Orang yang mengasihi Allah, tetapi tidak takut kepada Allah, adalah orang yang mengasihi Allah dengan motivasi ingin memperalat Allah. Kita bisa melihat satu contoh. Ada orang yang kelihatannya begitu rajin ke gereja, kelihatan bersungguh-sungguh melayani, tetapi seluruh kekuatannya di masyarakat sama sekali tidak mencerminkan iman Kristennya, atau bahkan di dalam hidup sehari-harinya dia melawan prinsip-prinsip Kekristenan. 

Orang seperti ini adalah orang yang memperalat Allah. Dia hanya melakukan ritual Kristen, tetapi dia tidak menghormati Allah. Itu menunjukkan bahwa dia tidak sungguh-sungguh mengasihi Allah. Kalau dia mengasihi Allah, dia tidak akan melawan Allah sedemikian. Kalau seorang kelihatan begitu aktif melayani, tetapi dalam hidup kesehariannya rusak dan menebarkan nama busuk di masyarakat, maka dia telah menghancurkan Kekristenan. Dia bukan sedang melayani Tuhan dan menyaksikan iman Kristen yang benar. Jika kita rajin ke gereja, rajin mendengarkan khotbah, bahkan belajar theologi dan pendalaman iman, tetapi seluruh cara kerja, cara pergaulan, dan cara hidup kita lebih rusak daripada orang non-Kristen, lebih baik kita keluar dan jangan mengaku sebagai orang Kristen, karena itu akan merusak nama Tuhan dan membuat orang menghina Kekristenan.

Saya juga sangat kuatir dengan anak-anak muda yang mengatakan bahwa dia begitu terbeban melayani suatu bidang tertentu. Kita sering kali mencampurkan apa yang kita suka dengan apa yang kita sebut sebagai beban. Beban adalah suatu pekerjaan yang sangat berat, yang tidak ingin kita kerjakan, tetapi karena Tuhan yang memerintahkannya maka kita mau sungguh-sungguh mengerjakannya. Dengan demikian, beban itu merupakan beban pelayanan bagi kita, tetapi kita mengerjakannya dengan sukacita. Tetapi sering kali yang kita sebut sebagai beban adalah apa yang sebenarnya kita suka kerjakan dan paling tidak ada beban. Tetapi kalau suatu itu betul-betul menjadi beban berat dan tidak suka kita kerjakan, kita akan katakan bahwa kita tidak terbeban mengerjakan hal itu. Hal ini membuat orang menjadi bingung dan rancu dengan arti kata beban dan keinginan. Janganlah kita memanipulasi kata beban untuk hal-hal yang ingin kita kerjakan.

Demikian pula kita harus membedakan antara kata suka dan kata cinta atau kasih. Kalau kita menyukai sesuatu, jangan kita berasumsi yang kita sukai juga suka kepada kita. Ketika seorang mengatakan, “Saya sangat suka kepiting,” maka kepiting harus cepat-cepat lari dari dia. Kepiting sangat tidak suka dengan perkataan dan sikap itu, karena itu akan membuat dia mati dan naik ke penggorengan milik orang yang suka kepadanya. Kalau kita mengasihi, kita harus melakukan yang baik bagi yang kita kasihi atau menjadikannya objek manipulasi kita. Itu bukan kebenaran Firman Tuhan. 

Ada orang mengatakan bahwa dia begitu terbeban menyanyi. Kalau dia betul terbeban untuk menyanyi, maka seharusnya dia belajar bagaimana bisa menyanyi yang baik. Dia mau melatih suaranya dengan berlatih keras pada guru-guru yang baik. Itu orang yang betul-betul terbeban menyanyi. Tetapi kebanyakan orang tidak mau seperti itu, mereka hanya cepat-cepat pakai jas lalu tampil di depan jemaat untuk menyanyi. Ini bukan terbeban menyanyi, dia hanya mau memperalat menyanyi untuk menjadi alat menonjolkan diri di depan umum. Kalau kita tidak mau sungguh-sungguh mencintai sesama kita, tidak mau memberitakan Injil kepada mereka, maka kita hanya mempermainkan kata cinta. Kalau kita mencintai Tuhan, tentu kita mau mendengar apa yang dia katakan dan mau memegang kebenaran-Nya. Kalau tidak, itu berarti kita hanya memperalat Tuhan untuk kepentingan kita.

Kalau kamu mencintai seseorang tetapi tidak menghargai dia sebagai manusia, maka kamu sedang memperalat dia dan berusaha memiliki dan menguasai dia. Ini sikap manipulasi. Ada orang-orang yang mencintai seseorang sampai-sampai yang dicintai terasa begitu terbelenggu, yang dicintai tercekik sampai tidak bisa bernafas, bahkan yang dicintai sampai mati terjepit. Itu disebut sebagai cinta posesif. Cinta seperti ini adalah cinta yang manipulatif, bahkan bisa berlanjut sampai menjadi cinta yang membunuh. Dalam hal ini, kamu mencintai sambil membunuh. Jika kamu berkata kamu mencintai Tuhan, lalu kamu begitu rajin berdoa, menyanyi, mengikuti kebaktian, melayani, tetapi melawan prinsip-prinsip kebenaran Allah, maka sebenarnya kamu sedang memanipulasi Allah. 

Itu sebabnya Tuhan Yesus berkata: ”Barang siapa mengasihi Aku, hendaklah dia memegang perintah-Ku dan melakukannya.” Mencintai Tuhan Allah berarti kita harus menjalankan perintah Allah. Jika kita mengasihi Allah, kita harus mengasihi sesama kita. Apa gunanya kita mengatakan bahwa kita mengasihi Allah, tapi sambil “mengerjai” saudara kita? Mungkinkah kita mengasihi Allah, sambil memeras sesama kita? Apa artinya kita berkata bahwa kita mengasihi Allah? Jika berbuat jahat kepada saudara kita, itu omong kosong besar. Mulut kita mengatakan mengasihi Allah, tetapi hati kita memperalat Allah. Mulut kita mengatakan kita mengasihi sesama, tetapi hati kita memperalat, mengeruk, merampas, dan merugikan sesama kita. Ini bukan kasih yang sejati kepada sesama kita.

3. Cinta Kepada Benda

Kalau kita mencintai sebuah benda, tetapi tidak menghargai nilai benda itu, dan hanya ingin mendapatkan keuntungan melalui benda itu, itu namanya cinta yang egois. Saya senang benda-benda seni, jadi tidak mungkin barang seni saya lewatkan. Saya akan berusaha untuk betul-betul melihat dan memperhatikannya. Saya bisa berdiri di depan sebuah lukisan selama setengah jam sambil terus memperhatikan kira-kira logos (pencerahan) apa yang akan dinyatakan pelukis kepada zaman ini dan kepada sejarah. 

Setiap seniman itu seorang filsuf. Ketika seorang seniman melukis sesuatu di dalam gambar, dia benar-benar mau mengutarakan interprestasinya terhadap sesuatu dan mau memberikan makna kepada sesuatu itu. Itulah logikos di atas kanvas, yang merupakan pengutaraan filsafatnya. Jika dia benar-benar seseorang yang orisinal, yang sungguh-sungguh mengutarakan sesuatu di dalam kanvas menurut apa yang dirasakan terbaik, maka orang tersebut harus kita hormati. Orang-orang itu mungkin bukan orang yang nomor satu secara teknik, tetapi secara motivasi selalu nomor satu. Dengan pengertian demikian, ketika kita melihat lukisannya, kita akan mengagumi lukisan itu dan mendapatkan pencerahan dari dalamnya. Seseorang anak kecil beranggapan lukisan itu bagus jika warnanya bagus dan bermacam-macam, tetapi orang yang mengerti seni melihat makna lebih penting daripada teknik. 

Tetapi ada orang-orang yang menyukai seni bukan karena mengerti seni atau mengagumi seni, tetapi karena dia berfikir bahwa karya-karya seni itu bisa diperjualbelikan dan menghasilkan keuntungan. Ini sikap yang berbeda dari sikap seorang pengagum seni. Orang ini tidak bisa sungguh-sungguh menghargai karya seni itu, karena dia sebenarnya tidak mengerti makna dari karya seni tersebut. Dia hanya tahu bahwa karya seni itu bisa menghasilkan keuntungan besar bagi dirinya. Artinya, dia hanya melihat aspek ekonomis dan tidak mengerti aspek estetis dari karya seni tersebut. Di sini karya seni itu tidak lagi dihargai, tetapi dimanipulasi. Demikian juga, mari kita belajar menghormati Tuhan dan bukan memanipulasi Dia. Inilah cinta yang kudus, cinta yang bersih dan murni. Cinta yang kotor dan merusak, menajiskan, dan menghancurkan hidup, tetapi cinta yang kudus memberi hidup, melengkapi dan mempertumbuhkan hidup.

TINGKATAN KASIH KEPADA MANUSIA

Kini kita perlu secara khusus membahas lebih terperinci tentang cinta kasih yang terjadi di antara sesama manusia. Cinta kasih yang terjadi di antara sesama manusia ini masih perlu kita bagi lagi menjadi beberapa tingkatan.

1. Mengasihi Yang Agung

Tingkatan yang pertama adalah bagaimana kita harus mengasihi orang yang agung, yang tinggi, dan hormat. Kita perlu mengasihi orang-orang yang dari mereka kita bisa belajar banyak. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang melampaui zaman. Orang-orang agung ini adalah orang-orang yang lintas zaman, mereka senantiasa dikenang, dihormati, dan dipelajari oleh orang-orang di segala zaman. Mungkinkah orang di abad ke-21 mencintai orang yang sudah meninggal tiga ribu tahun yang lalu? Mungkin saja. Kita bisa mencintai Musa, Daud, Abraham, atau tokoh-tokoh lainnya. Kita bisa belajar dari teladan hidup mereka, karena mereka begitu anggun, begitu terhormat, begitu bernilai sampai sekarang. Walaupun mereka sudah meninggal sekian lama, sudah menjadi mayat, sudah menjadi tulang belulang, bahkan sudah tidak adalagi bekasnya, namun pikiran dan hidup mereka tetap mempengaruhi manusia dari zaman ke zaman. Itulah kasih manusia yang melampaui pergerakan zaman dan melampaui waktu. Kita menghormati dan mengasihi Paulus, Petrus, dan murid-murid Tuhan Yesus lainnya atau tokoh-tokoh besar yang kita pelajari satu persatu dalam Ibarani pasal 13. 

Kita dapat mencintai manusia, bahkan mencintai orang sudah mati ribuan tahun yang lalu. Cinta itu bisa melampaui zaman, melampaui segala bentuk fenomena. Orang mengatakan bahwa Socrates adalah orang yang wajahnya bagaikan badut, tetapi memiliki jiwa Tuhan Allah. Jadi, ketika kita melihat wajahnya, kita akan melihat sedemikian buruknya, tetapi di lain pihak, seluruh dunia menghormatinya karena dia mempunyai jiwa yang anggun sekali. Inilah cinta kepada manusia, yang melampaui zaman, bangsa, suku, keelokan (penampilan fisik). Inilah cinta yang sungguh; cinta kepada orang yang anggun, tinggi, hormat. Jadikanlah dirimu seorang yang patut dikasihi umat manusia; bahkan setelah kamu meninggal beratus tahun lamanya, kiranya hidupmu boleh menjadi hidup yang dirindukan dan diteladani disepanjang segala zaman.

2. Mengasihi Yang Setara

Tingkatan kedua dari mengasihi sesama adalah bagaimana kita bisa mengasihi sesama kita yang sederajat dengan kita. Itu yang kita kenal sebagai kasih persaudaraan, kasih persahabatan. Sama-sama menjadi Kristen, sama-sama menjadi majelis, sama-sama menjadi hamba Tuhan, sama-sama hidup di dalam satu negara, sama-sama di dalam satu zaman, di tempat dan waktu yang sama. Mari kita mengasihi dengan kasih persaudaraan dan persahabatan sebagai kawan dengan kawan. Ini adalah cinta kasih yang sejajar. Kita tidak mutlak harus luar biasa menghormati seseorang baru dapat mencintainya. Ada orang yang hanya melihat ke atas dan tidak melihat ke bawah; dia menghina orang yang sedikit kalah intelektualitasnya dibandingkan dirinya. Itu tidak boleh dan tidak baik dilakukan. 

Sebagai seorang pendeta senior, bahkan jauh lebih senior daripada kebanyakan rekan kerja saya di Gereja, saya tetap berusaha untuk mau melihat kebaikan mereka satu per satu. Setiap rekan kerja yang saya undang untuk bersama berjuang dalam pelayanan adalah orang yang saya nikmati kelebihan mereka. Kalau ada orang yang mengatakan bahwa saya tidak bisa memakai orang pandai, saya rasa kalimat itu bohong, fitnah. Dan saya marah sekali, karena di antara rekan kerja yang saya panggil, banyak orang pintar. Dan sepintar apa pun mereka, jika mereka merasa lebih pintar dan tidak mau bekerja sama dengan saya, itu berarti merekalah yang tidak mau bekerja sama dengan saya. Bukan saya yang tidak mau bekerja sama dengan orang pintar.

Mari kita belajar, jangan karena melihat orang memiliki sedikit kekurangan dibandingkan dengan kita, maka kita menghina dia. Ketika saya memanggil rekan-rekan kerja saya, mereka menjadi teman baik saya. Namun, antara teman baik saya dan teman baik saya yang lain, ternyata bisa tidak baik. Si A adalah teman baik saya, demikian pula si B, tetapi A dan B ternyata tidak menjadi teman baik. Saya sangat berharap teman baik saya juga akan berteman baik dengan teman baik saya yang lain. Dengan demikian mereka juga bisa belajar saling mengasihi, saling menghargai, saling menghormati. Dengan demikian, teman baiki saya yang satu dengan teman baik yang lain menjadi teman. Jika saya yang lebih senior mau menjadi teman dari rekan-rekan yang lebih senior mau menjadi teman dari rekan-rekan yang lebih junior, melainkan bisa menikmati kelebihan mereka masing-masing, kiranya teman-teman junior saya juga boleh saling menghormati dan tidak menghina sesama rekan dan juga boleh menikmati kelebihan mereka masing-masing. Kalau bisa, saya mau memupuk, mengoreksi, dan memberi tahu supaya mereka bisa maju dengan sikap yang sama. Tuhan mau dicintai oleh kita, dan Tuhan mau kita juga saling mencintai. Yesus berkata, ”Sebagaimana Bapa mencintai Aku, demikian Aku mencintai kamu. Dan Aku memberi perintah kepadamu untuk saling mengasihi.”

Di dalam mengasihi sesama, hal terbaik yang diperlakukan adalah terjadinya saling menerima (coacceptance), kita harus memposisikan diri dalam posisi sejajar dengan orang yang kita kasihi, sehingga kita tidak menjadi superior di hadapan dia. Kita perlu menghargai kelebihan-kelebihan yang dia miliki, sama seperti dia juga menghargai kelebihan-kelebihan yang kita miliki. Jika kita menghina orang lain karena kita anggap kita lebih superior daripada dia, itu berarti kita tidak bisa melihat kelebihan yang ada pada dia, dan malah mengukur dia menurut kelebihan-kelebihan kita. Bentuk relasi seperti ini tidak mencerminkan kasih kepada sesama. Khususnya ketika kita mau belajar menerima orang-orang yang sulit kita terima, dibutuhkan suatu kesabaran yang sangat besar. Tetapi hal ini sangat penting, karena dari sini nanti akan terbentuk suatu harmoni masyarakat. Kalau kita hanya menerima yang mudah kita terima, akan terbentuk pengelompokan masyarakat dan akan berakhir dengan pertikaian dan peperangan. 

Kasih yang baik kepada sesama merupakan rahasia keharmonisan masyarakat. Maka kata kunci yang penting di dini adalah sinkronisasi. Perlu ada kinerja dan gerak bersama. Saya menerima kamu sebagaimana adanya, dan kamupun menerima saya sebagaimana adanya. Menerima seseorang berarti menerima kelebihan dan sekaligus kelemahannya. Jika kita hanya mau menerima yang baik, lalu menghina semua kekurangan. Itu bukanlah sikap kasih. Tetapi kasih adalah ketika kita menerima seseorang, kita melihat ada kelemahan-kelemahan pada dirinya, dan kita tidak suka pada kelemahan-kelemahan itu, namun kita tetap mengasihi dia dan menerima dia. Itulah kasih yang Tuhan Yesus terapkan dan lakukan terhadap umat-Nya. Dengan demikian, jika kita bisa mengasihi seperti itu, kita baru belajar mengasihi orang yang hebat, yang sangat baik, itu bukan kasih, itu hanyalah suatu kekaguman. 

Dan sering kali, perasaan kekaguman akan kehebatan orang bisa mengarah kepada motivasi ingin memperalat dan mendapatkan keuntungan dari dirinya. Siapa yang tidak mau menyayangi orang yang sangat cantik, siapa yang tidak mau mencintai orang yang sangat ganteng, siapa yang tidak mau dekat dengan orang yang pandai. Lalu, apakah orang kurang cantik boleh dihina, yang kurang pandai boleh disisihkan? Mengasihi adalah belajar belajar memberikan sesuatu kepada yang tidak patut menerima.

Pada suatu saat, saya membaca sebuah artikel yang menceritakan bagaimana seorang suami begitu mengasihi istrinya, sekalipun istrinya mengalami kecelakaan dan hidungnya hancur. Saya saat itu mencoba mengevaluasi kerohanian saya, apakah saya bisa bersikap seperti suami itu. Suami istri ini mempunyai anak-anak yang baik. Secara teori saya belajar bagaimana mengasihi, tetapi secara praktis ternyata sedemikian sulit bagi kita untuk bisa mengasihi orang yang sulit dikasihi. Saya minta Tuhan mengampuni saya.

Kita harus belajar mengasihi yang tidak patut dikasihi. Kita harus belajar menghormati seseorang karena dia juga manusia. Kita tidak menghormati dia pandai atau baik atau punya keunggulan tertentu. Kita perlu menghormati dia karena dia adalah manusia. Seorang ibu harus menerima bagaimanapun keadaan anaknya, karena memang dia tidak berhak memilih. Memang hal ini tidak terlalu terasa jika anak kita sehat, lahir dengan utuh sempurna, dan rupawan. Tetapi bagaimana jika anak kita lahir cacat? Apakah kita masih bisa tetap mengasihinya? 

Saya pernah melihat seorang ibu yang menggendong anaknya yang idiot sampai sepuluh tahun. Setelah sepuluh tahun, ibu ini tidak bisa bertahan lagi, lalu menyerahkan anaknya kepada pemerintah Amerika Serikat. Tapi paling tidak ibu ini sudah bisa bertahan sepuluh tahun. Itu bukanlah keadaan yang mudah untuk dijalani. Tuhan telah mengasihi kita, maka kita perlu belajar saling mengasihi. Kalau Tuhan mau mencari kelemahan dan kekurangan kita, pasti setiap kita sudah dibuang ke neraka. Jika Tuhan bisa mengasihi kita yang tidak layak dikasihi ini, sebaliknya kita tidak bisa mengasihi orang lain, lalu kita mengatakan bahwa kita adalah orang Kristen, maka kita adalah penipu dan pembohong. Kita harus belajar mengasihi mereka yang tidak patut kita kasihi, sehingga tidak ada seorangpun yang kita hina atau kita benci. Memang sangat tidak mudah untuk mengasihi yang tidak mengasihi kita, tetapi itulah yang Tuhan kehendaki.

3). Mengasihi Yang Lebih Rendah

Ketiga, kita juga harus mengasihi mereka yang lebih rendah posisinya daripada kita. Bukan persahabatan, bukan perkawanan, tetapi suatu perasaan belas kasihan. Kita mengagumi orang yang lebih tinggi posisinya daripada kita. Kita mengasihi orang yang sejajar dengan kita, dan kita memberikan belas kasihan kepada mereka yang berada lebih rendah daripada kita. Alkitab mengatakan jika seseorang menutup hatinya dan tidak mau memberi belas kasihan kepada orang lain. Tuhan pun akan menutup hati-Nya dan tidak memberikan belas kasihan kepadanya. Berbahagialah mereka yang memberikan belas kasihan kepada orang lain, karena mereka juga akan mendapatkan belas kasihan Tuhan. Inilah emosi yang begitu tinggi dan anggun dari Tuhan Yesus Kristus. Ketika Tuhan Yesus berinkarnasi di dunia, Alkitab sepuluh kali mencatat Dia tergerak oleh belas kasihan kepada manusia. Memang orang yang bertindak dengan cara yang tidak jujur dan bersifat memeras harus kita didik dan kita hajar, namun mereka yang jujur perlu mendapatkan belas kasihan. Kita harus mengasihani mereka yang betul-betul jujur, tulus dan yang posisinya lebih rendah daripada kita.

Di tengah masyarakat, apalagi belakangan ini, kejahatan semakin merajalela. Ada pegemis-pengemis yang luar biasanya jahatnya. Mereka sengaja memakai pakaian kotor supaya kelihatan miskin untuk mendapatkan uang lebih banyak daripada mereka yang bekerja keras banting tulang. Orang seperti ini bukan memerlukan belas kasihan, tetapi memerlukan hajaran yang keras. 

Di suatu kota di Indonesia, saya mengetahui ada orang yang menyewakan pakaian seharga dua puluh ribu rupiah sehari. Pakaian itu adalah pakaian yang kotor dan compang camping. Tetapi dengan memakai pakaian itu dan meminta-minta, orang bisa mendapatkan uang lima puluh ribu rupiah sehari. Maka ada orang-orang yang mau menyewa pakaian ini karena berfikir akan mendapatkan keuntungan dengan meminta-minta. Yang lebih jahat lagi, ada orang-orang yang sengaja mematahkan tangan anaknya dan menggendong anak itu untuk mendapatkan uang. Adalah tugas pemerintah untuk menghukum dan membereskan orang-orang seperti ini, karena ini merupakan tindak kejahatan, yaitu melakukan manipulasi terhadap orang-orang yang memiliki hati nurani yang baik.

Alkitab mengatakan, jika kamu memiliki kelebihan uang, berikanlah itu kepada mereka yang patut menerimanya. Tetapi siapakah yang patut menerima itu? Bagi saya, orang yang berhak menerima belas kasihan dan uang kita adalah kepada mereka yang sudah bekerja keras membanting tulang tapi masih tetap hidup dalam kekurangan, dan merasa tidak patut menerima pemberian kita. Orang-orang seperti inilah yang justru patut menerima pemberian kita. Orang yang tidak mau bekerja, yang hanya mau meminta-minta, mengambil keuntungan dari belas kasihan orang, justru patut menerima belas kasihan kita. Kita harus memiliki kebijaksanaan yang cerdik dan cerdas untuk bisa mengatur semua pemberian kita, agar kasih kita tidak dipermainkan dan belas kasihan kita tidak diperalat oleh mereka yang jahat. Banyak anak muda yang penuh dengan rasa belas kasihan akhirnya tertipu oleh orang-orang jahat ini. Saya juga pernah ditipu oleh orang yang mengaku menjadi Krsiten dan mau dibunuh, ternyata dia berbohong. Namun, dosen saya pernah mengatakan,”Lebih baik terus membantu orang lain sekalipun ditipu, daripada tidak pernah membantu karena takut ditipu.” Yang paling jahat adalah kita menipu orang lain yang berbelas kasihan. Yang membahagiakan saya adalah sekalipun sering kali salah dan tertipu, tetapi saya tidak menipu. Namun, kita perlu terus belajar sehingga kita tidak mudah ditipu, dan lebih jauh lagi, bisa menemukan siapa penipunya dan ikut membereskan kerusakan di dalam masyarakat.

4. Mengasihi Musuh

Dan kasih yang paling besar bukan lah mengasihi yang lebih tinggi, yang sejajar, atau yang lebih rendah, tetapi mengasihi musuh. Ini adalah pengajaran yang luar biasa dari Alkitab. Kasih inilah yang diajarkan dan dijalankan oleh Yesus Kristus. Tuhan Yesus Kristus mengatakan. “Ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang telah mereka perbuat,”. Selain Tuhan Yesus, tidak pernah disepanjang sejarah ada teori kasih seperti itu. Mengasihi musuh dimulai dari pengajaran Yesus Krsitus. Ajaran kasih seperti ini tidak bisa kita temukan dalam filsafat Aristotle, atau Plato, atau Socrates. Demikian juga tidak ada dalam pengajaran Lao Tze, Mao Ze Dong, Konfusius, atau Hindusme. Ada pengajaran Lao Tze yang mencoba mendekati ajaran itu. Lao Tze mengajarkan: ”Terhadap orang yang baik kepadamu, baiklah juga padanya, dan juga baik kepada orang yang tidak baik kepadamu.” Ini adalah puncak ajaran moral Lao Tze. Etika Konfusius belumlah setinggi itu. Konfusius mengajarkan: ”Moral dibalas moral: dengan kebajikan membalas kebajikan; dengan tegas dan lurus membalas kejahatan.” Jadi, kalau ada orang yang tidak baik kepadamu, kamu harus tegas dan jujur membalas kejahatannya. Tetapi kalau orang itu baik kepadamu, kamu juga harus baik kepadanya.


Memang Lao Tze mengatakan agar kita juga berbuat baik kepada orang yang tidak baik kepada kita. Tetapi dia sama sekali tidak sampai ketingkat bagaimana kita bukan hanya baik, tetapi mengasihi musuh kita, dan mendoakan dia, mendoakan orang-orang yang menganiaya kita. Tuhan Yesus bukan hanya menjalankan keduanya, yaitu mengasihi musuh dan mendoakan yang menganiaya Dia, tetapi Tuhan Yesus juga mengusahakan pengampunan mereka. Dan Dia rela mati untuk mereka yang membunuh-Nya. Orang yang agung adalah orang yang hidupnya bisa melampaui teorinya yang sedemikian tinggi. Orang yang hina adalah orang yang teorinya lebih tinggi daripada hidupnya. Orang biasa adalah orang yang tahu teori yang sulit, tetapi lebih sulit lagi menjalankannya dalam hidupnya. Yesus Kristus mati bagi orang-orang yang membunuh-Nya. Dia digantung di kayu salib, tetapi Dia justru mendoakan mereka yang memaku-Nya disana. Itulah Sang Juruselamat.

PENUTUP: PENGUDUSAN EMOSI.

Hambatan dalam mengasihi

Dalam bagian yang terakhir ini, apakah yang menghambat kita untuk mengasihi? Ada tiga hal yang menyebabkan kita terhambat untuk mengasihi. Pertama, Yesus berkata, pada akhir zaman, pelanggaran hukum akan semakin banyak sedangkan kasih semakin sedikit. Mengapa cinta kasih kita hilang. Karena kita berani melanggar hukum. Semakin berani kita melanggar hukum semakin tidak ada cinta kasih. Kedua, mengapa kita tidak ada cinta kasih? Karena terlalu diisi cinta kepada dunia sehingga akhirnya tidak ada lagi cinta untuk orang lain. Orang yang semakin mencintai dunia, semakin meneladani dunia, dan semakin tidak mencintain Tuhan Allah. Ketiga, orang yang semakin memperhatikan diri sendiri, sehingga tidak ada waktu dan kesempatan untuk mencintai orang lain, tentu juga tidak sempat lagi mencintai Tuhan.

Membangkitkan Kembali Cinta Kasih Yang Pudar

Bagaiman kita kembali membangkitkan cinta kasih yang telah redup? Pertama, kita perlu penyangkalan diri. Penyangkalan diri mengakibatkan kita mengetahui bagaimana mengasihi orang lain. Kalau diri kita menjadi pusat segala sesuatu, bahkan Allahpun harus melayani kita, maka tidak mungkin kita dapat membagikan sesuatu untuk orang lain.

Kedua, kita harus meneladani Yesus Kristus. Yesus berkata, ”Pikulah kuk-Ku dan tanggunglah beban-Ku. Belajarlah dari-Ku. Akulah peta teladan yang menjadi contoh bagimu. Ikutlah teladan-Ku, pikullah Kuk Ku, tanggung bebanKu, beban-Ku ringan adanya.”

Ketiga, kita perlu dipenuhi Roh Kudus, ketika Roh Kudus berbuah, buah pertama yang muncul adalah kasih, Di dalam sembilan citra buah Roh Kudus, justru tidak ada sifat”kudus.” Karena itu adalah sifat essensi paling dasar yang melekat pada Roh Kudus itu sendiri. Buah pertama dari Roh Kudus adalah kasih. Kasih, sukacita, damai sejahtera dan seterusnya. Orang yang dipenuhi Roh Kudus pasti dipenuhi dengan kasih. Jikalau ada yang mengatakan orang ini penuh dengan Roh Kudus, tetapi kamu melihat dia penuh dengan Roh Kudus, tetapi kamu melihat dia penuh dengan kebencian, janganlah kamu melihat dia penuh dengan kebencian, janganlah kamu percaya kepadanya, karena Buah Roh Kudus yang pertama adalah kasih.

Terakhir, kita perlu senantiasa mengingat anugerah-Nya. Kasih itu hilang karena orang lupa bagaimana dia telah menerima anugerah dari Allah. Yesus berkata kepada jemaat Effesus, ”Janganlah kehilangan cinta yang semula.” Cinta yang mula-mula selalu bodoh, tetapi cinta yang mula-mula itu selalu murni. Masih ingat cinta pertama anda? Ketika anak saya pertama kali mengatakan, ”Pa, saya senang kepada seseorang.” Saya cuman menjawab.”Jangan-jangan itu cinta monyet.” Sebab saat itu dia baru berusia 17 Tahun. Kebanyakan cinta pertama tidak jadi. Kebanyakan cinta pertama juga tidak terlalu bahagia. Cintanya sungguh-sungguh namun bodoh karena tidak berpengalaman. 

Walaupun demikian, waktu Tuhan mencintai kita, Dia tidak bodoh. Cinta Allah adalah cinta yang murni. Cinta yang diberikan Tuhan di dalam diri kita juga memiliki kemurnian. Pada saat cinta itu tiba pada kita, kita memang masih bodoh, tetapi kita mencintai dengan cinta yang murni. Kita ingat juga bagaimana kita menerima berkat Allah yang sedemikian besar. Dengan itu kita memupuk cinta kasih kepada orang lain. 

Kiranya Tuhan membersihkan cinta kita, baik kepada Tuhan Allah, kepada manusia dan kepada segala sesuatu, sebagai berkat-Nya dan pernyataan kasih-Nya. PENGUDUSAN EMOSI

Amin.
Next Post Previous Post