Proto-Euangelion: Injil Yang Pertama

David Platt.
Proto-Euangelion: Injil Yang Pertama
Kejadian 3:1-24.
Maha Besar Kau Tuhan! Betapa Besarnya Allah itu! Murka Allah seperti banjir yang terbendung. Pada saat ini, aliran air itu semakin banyak dan naik semakin tinggi sampai sebuah saluran dibuka. Semakin lama aliran air dibiarkan terbendung, maka semakin cepat dan kuat ia akan mengalir ketika bendungan itu dibuka.

Memang benar bahwa penghakiman atas perbuatan-perbuatan jahat Anda belum dilaksanakan; sampai saat ini, banjir pembalasan Allah masih tertahan. Tetapi kesalahan Anda selama ini terus menerus bertambah, dan setiap hari Anda menumpuk lebih banyak murka. Air itu terus menerus meninggi dan semakin deras. Dan tidak ada satu hal pun, kecuali kemauan Allah saja yang dapat menahan air itu. Sesungguhnya aliran itu tidak mau berhenti, bahkan hendak terus menekan maju andai saja Allah mau melepaskan genggaman tangan-Nya pada pintu air.

Jika itu terjadi, maka segera pintu air akan terbuka dan banjir kemarahan dan murka Allah yang menyala-nyala akan segera menyeruak dengan sengit dan tak terbayangkan, serta akan mendatangi Anda dengan kekuatan yang sangat dahsyat. Dan walaupun kekuatan Anda seribu kali lebih besar daripada aliran itu, ya, seribu kali lebih kuat daripada kekuatan orang yang gagah perkasa, daripada setan yang paling kuat di neraka, tidak ada satu hal pun yang mampu menahan atau bertahan menghadapinya.

Busur murka Allah dibengkokkan dan anak panahnya sudah siap dilesatkan. Dan keadilan mengarahkan anak panah ke hati Anda dan meregangkan busurnya, dan tidak ada satu hal pun yang dapat mencegahnya, kecuali hanya kemauan Allah saja. Dan apabila Allah yang sedang murka tidak pernah berjanji atau berkewajiban, atau memikirkan tentang Seorang Perantara, maka tidak ada satu cara pun yang bisa mengamankan kita. Singkatnya, kita tidak memiliki tempat perlindungan, tidak ada yang bisa dijadikan pegangan; yang mengawal kita setiap saat adalah kesewenang-wenangan, kesabaran yang tidak didasarkan janji atau kewajiban dari pribadi Allah yang sedang murka.

Ini adalah khotbah Jonathan Edwards yang tajam di suatu masa yang dikenal sebagai Kebangkitan Besar gereja, di mana tak terbilang jumlah orang yang datang untuk percaya kepada Kristus, dan gereja-gereja diperbaharui dalam banyak hal, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal itu terjadi karena mereka dibangkitkan – Kebangkitan Besar pertama—mereka disadarkan akan siapa sesungguhnya Allah itu dan akan karakter-Nya. Walaupun pada hari ini saya tidak akan berkhotbah seperti yang Jonathan Edwards khotbahkan pada saat itu, saya ingin kita melihat di bagian paling awal dari Alklitab, suatu gambaran mengenai karakter Allah yang lengkap. Beberapa pasal pertama di dalam Perjanjian Lama merupakan dasar yang memberikan kepada kita suatu pemahaman akan siapa Allah itu, dan menjadi fondasi dari semua bagian lain di dalam Alkitab. Saya berpikir ada beberapa karakter Allah yang yang akan kita pelajari di dalam Kejadian 3, yang sangat perlu kita singgahi kembali pada hari ini di gereja.

Jadi, yang akan kita lakukan adalah membaca Kejadian 3. Perikop ini mungkin sudah Anda kenal dengan baik, yaitu tentang Kejatuhan manusia, masuknya dosa ke dalam dunia.

Walaupun ini merupakan bagian yang sudah sering Anda dengar, jangan biarkan diri Anda kehilangan makna pentingnya Saya berdoa agar pagi ini kita membaca bagian ini dengan mata yang segar, seolah-olah kita baru pertama kali membacanya. Ini sama seperti beberapa film yang senang Anda tonton berulang kali. Anda tahu apa yang akan terjadi di akhir film itu, tetapi tetap saja Anda menikmati film itu dari awal. Sebut saja aktor itu bernama Rudy. Anda sudah tahu bahwa pada bagian akhir mereka akan menang. Rudy akan muncul di lapangan, dan itu akan menjadi sangat luar biasa. Tetapi Anda duduk dua jam sebelumnya hanya untuk menyaksikan hal itu terjadi. Jadi, tetaplah duduk. Kita tahu akhir dari bagian ini. Tetapi mari tetap duduk dan mulai menyaksikan dari awal, dan marilah kita menjadi orang yang senang menyaksikan kisah yang disingkapkan Tuhan di dalam Firman-Nya berulang kali.  Kejadian 3. Ikuti pembacaan saya dimulai dari ayat pertama. Kita akan membaca seluruh pasal. Saya ingin Anda membayangkan kisah ini. Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?" Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: "Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan,  tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati." Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati,  tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat." Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya.  Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat. Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon pohonan dalam taman.

Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah engkau?"  Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi." Firman-Nya: "Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu? Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.” [Dengarkan kaum pria, ada hal-hal yang tidak pernah berubah, bukan? Berapa sering kita mengatakan, “Wanita itu yang melakukannya.”] Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: "Apakah yang telah kauperbuat ini?" Jawab perempuan itu: "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan."  [Dalam bagian ini kaum wanita tidak akan dibebaskan dari tanggung jawab. Kesalahan tetap dialihkan kepada si ular yang berada di dekatnya.]  Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu: "Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu.  Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya."  Firman-Nya kepada perempuan itu: "Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu." Lalu firman-Nya kepada manusia itu: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu:   semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu." Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup.  Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka. Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu

dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya."  Lalu TUHAN Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil.  Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan. (Kejadian 3). Jadi, pada umumnya, ketika kita mempelajari suatu perikop Alkitab, kita terbiasa memulai dari awal, dan menyusurinya sampai akhir. Tetapi saya pikir, dari cara kisah ini ditulis dalam bahasa aslinya di Perjanjian Lama, alih-alih memulai dari awal menuju ke ahir, lebih baik kita bergerak dari luar, dari awal menuju akhir dan kemudian ke bagian tengah. Ada kalimat utama tepat di tengah dari pasal ini yang merupakan titik fokus – fokus – dari segala sesuatu yang akan berlangsung setelah itu di dalam Alkitab. Dan saya merasa segala sesuatu dari awal pasal ini sampai kepada akhirnya terjalin menuju titik fokus itu dengan cara yang berbeda. Jadi, seperti itulah yang akan kita lakukan. Kita akan perlahan-lahan bolak balik dari awal ke akhir sampai kita mendapati diri kita berada di titik pusat dari perikop itu, dan sepanjang jalan saya ingin kita melihat tiga karakteristik Allah.

Penghakiman Allah

Pertama -- nomor satu – Catatlah di buku catatan Anda. Saya ingin kita melihat penghakiman Allah di Kejadian 3; penghakiman Allah. Dosa masuk ke dalam dunia untuk pertama kalinya di dalam Kejadian 3. Melalui godaan ini, si ular – bukan ular biasa, karena ini adalah Iblis, Sang Musuh, memakai ular sebagai alat, dan ketika dosa masuk, kita melihat suatu gambaran tentang penghakiman Allah. Sebelum sampai pada titik ini, segala sesuatunya baikbaik saja. Ketika Allah melihat semua yang telah Dia ciptakan, Dia berkata apa? Baik. Semuanya baik. “Semua itu baik…” “Semua itu baik…” “Semua itu baik…” berulang kali dituliskan di dalam Kejadian 1 dan 2

Esensi dosa… Dan ketika tiba pada Kejadian 3, kita melihat suatu gambaran yang berbeda, bukan hanya kebaikan Allah, tetapi penghakiman Allah masuk. Saya ingin Anda melihat hal ini dalam dua cara. Yang pertama sekali, saya ingin kita merenungkan tentang esensi dari dosa kita dan esensi

dosa di dalam Kejadian 3. Renungkanlah esensi dari dosa kita dan ketika kita melihat dosa masuk ke dalam dunia, saya ingin membaginya menjadi dua bidang berbeda yang saya rasa akan menggabungkan keduanya untuk memahami esensi dari apa yang dimaksud dengan dosa. Karena berbuat dosa lebih dalam maknanya daripada sekedar memakan sebuah apel dari pohon yang seharusnya tidak boleh Anda makan buahnya. Ada buah, ada akibat dari sesuatu yang esensinya jauh lebih mendalam. Dan saya ingin Anda melihat esensi itu pada dua tingkatan. Pertama sekali, esensi dosa adalah mempertanyakan karakter Allah; mempertanyakan karakter Allah. Dan saya yakin ini adalah esensi dosa di dalam Kejadian 3. Izinkan saya menunjukkannya kepada Anda. Pertama, Anda perlu membuka Kejadian 2. Yang ingin saya lakukan adalah membaca latar belakang dari Kejadian 3. Dan saya minta Anda melingkari kata Allah setiap kali nama Allah disebutkan. Setiap kali Anda melihat nama Allah disebutkan di dalam Kejadian 2, lingkarilah. Anda akan mengetahui tujuan saya ketika kita tiba di Kejadian 3, tetapi percaya saja kepada saya sampai kita tiba di sana.  Lingkari setiap kali Anda melihat nama Allah di dalam Kejadian 2. Kita akan memulai dari ayat 4. Dikatakan, “Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan…” Izinkan saya berhenti sejenak di sana untuk beberapa saat. Kejadian 1 menceritakan kepada kita tentang kisah penciptaan. Kejadian 2 memberikan kepada kita kisah lain tentang penciptaan, bukan berarti ada dua penciptaan; bukan dua dunia yang diciptakan di sini. Tetapi, pada dasarnya, kisah tentang penciptaan disampaikan dari dua perspektif yang berbeda. Kejadian 1 memberikan cakupan yang lebih universal. Kejadian 2 berfokus pada laki-laki dan perempuan, siapa mereka, dan hubungan yang lebih intim antara Allah dengan mereka. Jadi, itulah yang sedang kita baca di sini. Kejadian 2:4: “...Ketika TUHAN Allah...” Nah, itu dia; lingkari itu. Lingkari “TUHAN Allah”. Dengan nama itulah Allah disebutkan. “…menjadikan langit dan bumi, belum ada semak apapun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apapun di padang, sebab TUHAN Allah …” Lingkari lagi. “...belum menurunkan hujan ke bumi, dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu.”

Ayat 7 berkata, “Ketika itulah TUHAN Allah...” Lingkari di sana. “...membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Ayat 8, sekarang lingkari lagi:

“Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentukNya itu. Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.” Sekarang, kita langsung menuju ke ayat 15. Ayat itu berkata, “TUHAN Allah…” Lingkari di sana.“... mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” Ayat 16 dan 17, “Lalu TUHAN Allah...” Lingkari lagi “...memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."  Ayat 18: “TUHAN Allah berfirman,‘Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.’” Ayat 19, “Lalu TUHAN Allah...” Saya menyadari ini akan diulang-ulang, tetapi ikuti saya saja. Lingkari di sana. “...membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara.” Dan menuju ayat 21: “Lalu TUHAN Allah...” Lingkari di sana. “...membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.” Kemudian akhirnya, ayat 22 berkata, “Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.”  Sekarang, izinkan saya memberikan kepada Anda sedikit latar belakang tentang “TUHAN Allah”. Dan dengan sebutan inilah nama Allah disebutkan berulang kali di sepanjang Kejadian 2. Sesungguhnya, ada dua sebutan yang digabungkan: “TUHAN” dan “Allah”. Dalam bahasa asli Perjanjian Lama, “TUHAN” secara harafiah berarti “Yahweh”,  dan ini adalah sebutan untuk Allah yang kita lihat di sepanjang Alkitab yang menunjuk bukan hanya kepada Allah saja, tetapi kepada Allah dan hubungan Dia dengan umat-Nya. Allah sebagai Tuhan dari umat-Nya, Allah yang menunjukkan kasih dan perhatian, kemurahan dan kebaikan kepada umatNya. Ini adalah nama perjanjian antara Allah dengan umat-Nya. Dan “perjanjian” pada dasarnya berarti bahwa mereka telah masuk ke dalam suatu hubungan dengan Dia. Dan Dia sedang menunjukkan kasih dan kemurahan dan kebaikan kepada mereka. Jadi sebutan itu sungguhsungguh menekankan kebaikan Allah.  Dan bagian kedua dari sebutan itu, “Tuhan Allah”, yaitu “Elohim”, dalam bahasa asli Perjanjian Lama secara harafiah berarti “Allah yang Mahakuasa”.

Kita menyanyikan “Besarlah Tuhan yang Mahakuasa.” “Mahakuasa” adalah sebutan yang ditujukan kepada Tuhan, dan seharusnya ini menekankan pada kemurahan-Nya, perhatian dan kasih-Nya kepada umat-Nya. Ini menekankan kuasa-Nya, dan kebesaran-Nya, kedaulatan-Nya dan kekuasaan-Nya. Dialah Pribadi yang mahakuasa. Dia Mahakuasa; segala kuasa adalah milik-Nya. Jadi, Anda memperoleh kebaikan Tuhan di dalam sebutan “Tuhan” atau “Yahweh”. Anda memperoleh kebesaran Allah: “Elohim”. Gabungkanlah kebaikan dan kebesaran, maka Anda mendapatkan Tuhan Allah. Seperti itulah Tuhan ditunjukkan kepada kita di sepanjang Kejadian 2. Sekarang, di sinilah hal ini menjadi semakin menarik. Perhatikanlah Kejadian 3. “Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat....” Nah, ada lagi; lingkari itu. “...yang dijadikan oleh TUHAN Allah.” Tetapi di sinilah terjadi perubahan. “Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman…" (Kejadian 3:2). Dan dengan tibatiba, Iblis, melalui ular, menghilangkan satu dari sebutan Tuhan itu dan ia mulai menggunakan hanya “Elohim” saja. "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?"  Perhatikan ayat 5. “Tetapi Allah
  ...” Jadi kali ini saya tidak melingkari kata itu, tetapi menggaris bawahinya atau melingkari dengan bentuk kotak untuk menunjukkan bahwa ada perbedaan di sini.  Tandai dengan bentuk kotak, "Tentulah Allah...” di dalam ayat 1 di sana dan di sini ayat 5. “Tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah…"
   (Kejadian 3:5). Di sana si ular sedang menggoda. Dalam ayat 2, Allah memang berkata, “Janganlah kamu makan buah dari pohon itu.” Jadi, dalam ayat 1, ayat 2 dan dua kali di dalam ayat 5, kita melihat tiga kali ular menyebut Tuhan sebagai “Elohim”, dan satu kali Hawa mengakuinya dan berkata, “Baiklah, Dia adalah ‘Elohim’” dan mulai menyebut Tuhan sebagai Elohim. Apakah Anda melihat bagaimana Iblis, Sang Musuh secara tersirat menunjukkan kebesaran Allah terpisah dari kebaikan Allah? Bayangkanlah: “Apakah Pribadi yang memiliki segala kuasa, mahakuasa, Allah yang Mahakuasa ini – sungguh-sungguh mengatakan bahwa engkau tidak boleh melakukan hal ini?” Dan perhatikanlah, apa yang tersirat dari perkataan itu? “Apakah Allah sungguh-sungguh memperhatikan engkau? Apakah Allah sungguh-sungguh mengasihi engkau? Apakah Allah sungguh-sungguh tahu apa yang terbaik bagimu? Kalau engkau makan buah dari pohon itu, maka engkau akan menjadi seperti Dia. Dia tidak tahu apa yang terbaik bagimu. Dia memberikan batasan-batasan yang tidak perlu terhadapmu.

Dan kita mulai melihat Iblis mengalihkan fokus Hawa kepada kebesaran Tuhan, sementara mengabaikan kebaikan dan perhatian serta kasih-Nya.

Mempertanyakan karakter Allah, dan Anda melihat hal ini karena di seluruh bagian selanjutnya di dalam Kejadian 3, sebutan itu kembali lagi menjadi “Tuhan Allah”. Setelah dosa terjadi di dalam Kejadian 3, lihatlah ayat 8. “Ketika mereka mendengar bunyi…” Dan Anda lingkari lagi: “...langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan...” Ayat 9: “Tetapi TUHAN Allah...” Lingkari di sana. Ayat 13, “...Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu...” Ayat 14, “...Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu...” Kemudian, Anda tiba di bagian paling akhir dari pasal ini, ayat 21: “Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang...” Ayat 22, “...Berfirmanlah TUHAN Allah...” Anda bisa melingkarinya di sana. “...Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita.” Ayat 23, “Lalu TUHAN Allah...” Anda bisa melingkarinya di sana. Pada kedua sisi dari kisah mengenai kejatuhan manusia, dosa masuk ke dalam dunia, Anda melihat kemurahan Tuhan dan kebesaran-Nya. Di bagian tengah, Anda melihat kebesaran Tuhan dipisahkan dari kebaikan Tuhan oleh si ular, dan pada akhirnya Hawa pun memandang Tuhan seperti itu. Saya ingin Anda memikirkan tentang betapa pentingnya esensi dosa. Dosa pada esensinya adalah tidak mempercayai kebaikan Tuhan. Dosa pada esensinya adalah tidak mempercayai bahwa Allah sungguh-sungguh mempedulikan kita, atau Allah sungguh-sungguh menginginkan apa yang terbaik bagi kita.  Renungkanlah hal itu. Ketika kita melakukan hal yang tak bermoral, kita sedang berkata, “Aku lebih tahu daripada Allah apa yang memberi lebih banyak kesenangan bagi diriku.” Ketika kita menyusuri jalan ketidaktaatan, kita sedang berkata, ”Aku rasa ini jalan yang lebih baik bagiku daripada yang Tuhan berikan.” Dan inilah esensi dosa. Saya tidak yakin esensi dosa adalah Adam dan Hawa melangkah lebih jauh dan mencicipi satu gigitan buah itu. Esensi dosa di dalam hati mereka berkata, “Mungkin Tuhan bukan Pribadi seperti yang dikatakan-Nya. Mungkin Dia tidak baik. Mungkin Dia tidak mempedulikan kita.”  Dan itu adalah esensi dari semua dosa kita yang ada di dalam ruangan ini. Bukan hanya ketika kita berbohong maka kita berdosa, tetapi merupakan fakta bahwa di dalam inti dari kemanusiaan kita, ada sesuatu di dalam diri kita yang berkata, “Allah tidak mempedulikan kita. Allah tidak tahu apa yang terbaik bagi kita.”

Jadi kita membiarkan diri kita mengikuti cara kita sendiri, pilihan kita sendiri dan keinginan kita sendiri dan bukan apa yang Tuhan mau. Ini adalah tidak mempercayai karakter Allah. Pada dasarnya, kita menempatkan diri kita menggantikan posisi Allah, dan kita berkata, “Aku bisa menentukan apa yang terbaik bagiku.” Kita tidak percaya dan bergantung kepada-Nya, dan itulah dosa.  Sekarang, hal ini banyak terjadi sekarang ini karena hal tersebut menjangkiti ideologiideologi populer yang pada dasarnya berkata, kita ini sesungguhnya baik. Banyak orang, bahkan yang berada di gereja, kadang bertanya kepada saya – mereka berkata, “Baiklah, bagaimana tentang orang ini? Ya, mereka bukan seorang Kristen, tetapi lihatlah semua hal baik yang mereka lakukan. Sifat alami mereka luar biasa. Perhatikanlah semua hal baik yang mereka lakukan.” Baiklah, dosa bukan hanya ketika seseorang berbohong; dosa adalah ketika seseorang melakukan sesuatu, tanpa ketergantungan penuh dan total kepada Allah. Dosa adalah tidak memiliki kepercayaan yang penuh dan total kepada Allah sebagai Tuhan, Allah yang baik dan memegang kendali atas kehidupan mereka. Itulah dosa. Itulah esensi dosa. Sudah menjadi sifat alami kita untuk menempatkan diri kita di posisi Allah. Berikut adalah mantera zaman sekarang: pemenuhan diri sendiri, kepercayaan diri, penentuan nasib sendiri, menempatkan diri Anda pada  posisi Allah. Itulah esensi dosa yang diperkenalkan di dalam Kejadian 3. Tetapi bukan hanya mempertanyakan karakter Allah; yang kedua, adalah mempertanyakan Firman Allah. Meragukan Firman Allah. Sekarang, renungkanlah tentang hal ini. Firman Allah demikian berkuasa sejak awal. Allah berfirman dan segala sesuatu terjadi. Pada mulanya Allah berfirman, dan bumi tercipta. Anda melihat hal ini di sepanjang Kejadian 1. Ayat 3, “Berfirmanlah Allah...” Ayat 6, “Berfirmanlah Allah...” Ayat 9, “Berfirmanlah Allah...” Ayat 14, ““Berfirmanlah Allah...” Ayat 20, “Berfirmanlah Allah...” Ayat 24, “Berfirmanlah Allah...” Kemudian ayat 26, “Berfirmanlah Allah...” Ayat 29, “Berfirmanlah Allah...”  Berulang kali, Berfirmanlah Allah, dan Anda tiba di Kejadian 3:3, apa yang Setan katakan? “Apakah Allah berfirman?” Itu bukan hanya suatu pertanyaan tentang karakter Allah. Untuk pertama kalinya, kita menemukan sebuah pertanyaan di dalam Alkitab, dan itu menghadirkan dilema pertama dalam sejarah umat manusia. Apakah Allah sungguh-sungguh serius dengan apa yang Dia firmankan? Atau mungkin, bukan itu yang Dia maksudkan, dan tiba-tiba, apa yang Tuhan firmankan saat ini terbuka bagi penafsiran manusia dan penilaian manusia, dan kita

ditempatkan pada suatu posisi di mana kitalah yang menentukan apa yang Allah firmankan atau tidak Dia firmankan, dan bukan Allah yang menentukan hal itu. Sekarang kitalah yang menentukan apa yang benar dan yang salah, bukan Allah.

Segera setelah si ular berkata, “Apakah Allah sungguh-sungguh berfirman?”, Hawa seharusnya mulai curiga. Baiklah, seharusnya dia sudah mulai curiga atas kenyataan bahwa ia sedang berbicara dengan seekor ular, tetapi lebih dalam daripada itu, segera setelah ia mendengar, “Apakah Allah sungguh-sungguh berfirman?”, tiba-tiba menyusup ke dalam asumsi ini bahwa apa pun yang Allah firmankan terbuka bagi penilaian kita; bahwa perintah Allah sesungguhnya merupakan suatu sumber pertanyaan bagi kita.  Dan hal ini hidup dan berkembang dengan sangat baik dalam budaya di abad ke-21 saat ini. Anda tidak dapat mengatakan apa yang benar dan apa yang salah. Masing-masing kita menentukan bagi diri kita sendiri apa yang benar dan apa yang salah. Anda tidak bisa mengatakan apa yang sungguh-sungguh benar. Masing-masing kita menentukan bagi diri kita sendiri, bahwa apa yang benar menurut saya mungkin tidak benar menurut Anda. Apa yang benar bagi saya mungkin tidak benar bagi Anda. Dan hal itu terbuka untuk ditafsirkan. Dan kebenaran Allah yang mutlak, otoritas-Nya yang mutlak dibawa masuk ke dalam pertanyaan, dan otoritas manusia dinaikkan. Dan itulah esensi dosa.  Saya ingin membagikan kepada Anda beberapa artikel yang baru-baru ini saya baca di sebuah majalah universitas, kampus universitas, yang sudah tersebar luas. Dengarkanlah kutipan dan editorial berikut ini dari sebuah majalah kampus. Yang pertama, “Kerohanian Tidak Memiliki Jawaban Benar”.

Dikatakan di sana, Yang paling membingungkan adalah, dalam seluruh diskusi tentang agama, toleransi tampaknya semakin lemah. Tragedi dari situasi ini adalah jika kita mendengar, kita akan menyadari bahwa semua agama dan filosofi pada dasarnya sama. Sementara kita repot memperdebatkan interpretasi mana yang terbaik, kita gagal untuk menyadari bahwa semua interpretasi lebih banyak kemiripannya daripada perbedaannya. Kita semua memegang suatu keyakinan utama bahwa ada suatu kuasa yang lebih besar yang menaungi keberadaan kita. Sebagian dari kita menyebut kuasa itu Allah atau Yesus, sebagian menyebutnya Allah atau Budha, sedangkan yang lain menyebutnya Karma, Chi,

Menara, Kekuatan. Sebagian orang tidak memberi sebutan apa-apa, tetapi pasti mengetahui kuasa itu ketika kita merasakannya. Jadi intinya adalah, jangan terlalu terperangkap dengan interpretasi Anda sendiri mengenai kebenaran sehingga Anda menutup diri Anda terhadap pendapat orang lain.

Kerohanian tidak memiliki jawaban benar, demikian yang dikatakan oleh budaya kita.

Yang lain berjudul, “Kerohanian Adalah Suatu Topik yang Disalahpahami”. Dengarkanlah ini.

Manusia mencemaskan apa yang tidak mereka ketahui, dan kerohanian meredakan ketakutan itu dengan memberikan kepada mereka semacam fondasi, agama apa pun yang mereka pilih untuk mereka anut. Saya percaya bahwa Yesus Kristus memberikan nyawanya bagi dosa-dosa saya. Tetapi orang-orang terbentuk melalui pengalaman mereka. Mereka akan memilih agama apa pun yang mereka rasa cocok. Anda tidak bisa memaksa seseorang, kecuali memberitahu mereka apa yang Anda rasa benar. Jadi, anutlah satu keyakinan, tetapi pastikan bahwa hati nurani Anda setuju dengan itu.

Apakah Anda mendengarnya? “Hawa, pastikan bahwa hati nuranimu setuju. Pertimbangkanlah hal ini, dan jika engkau tidak setuju dengan hal itu, maka ambillah buah ini.” Artikel itu berlanjut,

Kerohanian yang sedang saya bicarakan mengungkapkan kasih dan persekutuan terhadap sesama manusia. Kehidupan ini adalah sebuah permadani [Di sini gaya bahasanya mulai puitis] yang sedang terus menerus dirajut. Dan dengan semua benang-benang rohani, Anda menjadikan permadani kehidupan Anda lebih kuat. Tetapi terutama, jadikan diri Anda nyaman dan dalam kehidupan ini pilihlah jalur rohani yang akan membuat seluruh dunia Anda lebih manis.

Jadikan dirimu nyaman, Hawa. Pilihlah apa yang menurutmu akan menjadikan itu lebih baik dan hal itu menghantarnya masuk ke dalam asumsi bahwa Allah tidak tahu apa yang sedang Dia bicarakan. Dan perintah-perintah-Nya perlu dipertanyakan, dan kita memiliki hak untuk

menentukan apa yang benar dan salah, yang baik dan jahat, yang asli atau palsu. Dan itu adalah esensi dosa. Mempertanyakan karakter Allah dan mempertanyakan firman Allah.

Akibat dosa … Ternyata, hasilnya adalah mereka pergi dan mereka makan buah itu. Saat ini, saya  ingin Anda melihat akibat dosa. Tiga diantaranya diungkapkan di sini. Akibat dosa nomor satu – akibat dosa yang pertama yang kita lihat di dalam Kejadian 3 adalah perasaan bersalah; Akibat dosa yang pertama adalah perasaan bersalah. Dalam ayat 7, Alkitab mengatakan bahwa setelah mereka makan buah itu, “Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.” Rasa bersalah. Ketelanjangan yang tidak dipersalahkan di dalam Kejadian 2 sekarang terpapar di dalam Kejadian 3. Mereka berkata bahwa mereka perlu membuat pakaian karena perasaan bersalah yang mereka rasakan, bukan satu terhadap yang lain, tetapi terhadap Allah. Mereka terekspos akibat dosa mereka.  Itulah sebabnya dari sini kita melihat di bagian lain dari Perjanjian Lama mengenai ketelanjangan, bahwa ditelanjangi adalah suatu tanda mengenai penghukuman Allah. Ini adalah bagian dari apa yang Allah nubuatkan akan terjadi di pembuangan. Pakaian mereka akan dilucuti. Dosa-dosa mereka akan disingkapkan. Perasaan bersalah.  Akibat dosa yang kedua: Rasa malu. Perhatikanlah ayat 8. “Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah...” Ini tidak berarti bahwa Allah berjalan secara fisik. Ini adalah gaya bahasa untuk memberikan gambaran bagi kita mengenai Allah yang berinteraksi dengan umat-Nya, bersekutu dengan umat-Nya. Dikatakan bahwa ketika mereka merasakan kehadiran Allah, mereka menyembunyikan diri dari Dia. Perhatikanlah, ini berbeda drastis dengan bagian akhir dari Kejadian 2. Lihatlah Kejadian 2:25 di Taman Eden sebelum ada dosa, sebelum mereka mempertanyakan karakter Allah dan mempertanyakan Firman Allah. Ayat 25 berkata, “Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa...” Apa? “...malu.” Sekarang, mereka memiliki rasa malu, bahkan ketika berada di hadirat Allah, jadi mereka bersembunyi karena mereka tahu mereka telah berdosa, dan mereka tidak bisa menyembunyikan hal itu. Itulah sebabnya mereka menyembunyikan diri. Gambaran rasa malu menyusup masuk.

Mereka berpindah dari suatu posisi benar-benar terhormat dalam hubungan dengan Allah menjadi benar-benar merasa malu, sehingga mereka ingin bersembunyi dari hadirat Allah.

Perasaan bersalah, rasa malu, dan akibat ketiga adalah rasa takut. Akibat ketiga adalah rasa takut. “Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu”, di ayat 9, “‘Di manakah engkau?’” Bukan berarti bahwa Allah tidak tahu di mana keberadaan mereka, tetapi apakah Anda memperhatikan bahwa Allah menggunakan pertanyaan di sepanjang kisah ini untuk membantu manusia menyadari dan mengerti di mana ia berada? Dengarkanlah jawaban manusia itu di dalam ayat 10: Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi." Apa yang sebelumnya merupakan persekutuan yang indah dan sempurna di mana mereka menikmati berada di hadirat Allah, sekarang menjadi rasa takut di hadirat Allah. Bahkan takut untuk berada dekat dengan Allah, dan memang sepantasnyalah mereka merasa seperti itu. “Apa maksud Anda, Dave?” Ketika Anda mundur ke Kejadian 2:17, ingat apa yang Allah katakan? “Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau,” apa? “...mati.” Jika Allah telah mengatakan demikian, dan Anda memakan buah itu, Anda pun akan menyembunyikan diri. Anda akan merasa takut. Perasaan bersalah, malu, dan takut masuk sebagai konsekuensi dosa yang esensinya adalah mempertanyakan karakter Allah dan meragukan Firman Allah.   Jadi, saya ingin kita menyadari bahwa ini bukanlah sekedar sebuah cerita yang kita baca mengenai apa yang terjadi dahulu di dalam sejarah. Memang, ini adalah sebuah kisah nyata. Ini bukan sebuah dongeng binatang yang kita percayai. Bukan, ini adalah sebuah kisah nyata, tetapi implikasi dari kisah ini bagi kita pada masa kini sangat besar. Karena di pusat kemanusiaan kita, kita mempertanyakan karakter Allah, dan di pusat kemanusiaan kita, kita mempertanyakan Firman Allah. Kita semua yang berada di dalam ruangan ini memiliki kerinduan untuk menempatkan diri kita pada posisi di mana Allah ada. Kita tidak bergantung kepada Dia; Kita rindu untuk melepaskan diri dari Dia. Kita memiliki sifat alami yang cenderung mau menjauhkan diri dari Allah. Dan untuk alasan itu, betapa pun kita berusaha untuk mendefinisikan benar dan salah, kita mendapati diri kita melakukan yang salah, ada perasaan bersalah, ada perasaan malu yang masuk bersama dengan perasaan bersalah sehingga sering kali kita terbawa dalam budaya kita, karena kita mempercayai kebohongan Iblis.

Dan ada rasa takut di hadapan Allah, karena Dia sangat baik, dan karena Dia sangat kudus, dan kita berdiri di hadapan-Nya dengan karakter yang sama sekali bertentangan dengan sifat-Nya, sifat alami yang ada di dalam kita penuh dengan dosa.  Batasi Alkitab Anda pada halaman ini, dan bukalah ke sebelah kanan, menuju Perjanjian Baru. Saya ingin menunjukkan kepada Anda mengenai hal ini di dalam Roma 5. Saya ingin menunjukkan kepada Anda bagaimana Paulus menjembatani jurang yang terjadi di Kejadian 3, terus berlanjut hingga ke zamannya di dalam Perjanjian Baru, dan implikasinya bagi kehidupan kita saat ini. Perhatikanlah Roma 5. Saya ingin Anda melihat dan menggaris bawahi beberapa kalimat di dalam ayat-ayat tersebut yang berbicara tentang bagaimana Kejadian 3 berhubungan erat dengan kita pada masa kini. Perhatikanlah Roma 5:12, tepat setelah Kisah Para Rasul, kitab yang pernah kita pelajari. Satu kitab setelah itu, dan Anda akan mendapati Roma 5:12. Garis bawahi ini: “dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang...” Siapakah satu orang itu? Adam. “Dosa masuk ke dalam dunia melalui Adam, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” Anda melihat hubungan antara Adam dan kita? “Dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” Turun ke ayat 15. Dikatakan, “Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran. Karena pelanggaran satu orang semua orang...” Artinya, kita semua, “...mati akibat pelanggaran Adam.” Bukan hanya karena dahulu ia berdosa, tetapi karena sifat dosa yang ada padanya ada di dalam diri kita semua yang berada di ruangan ini. Hal itu berlanjut, ayat 16: “Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang....” Ini dia. “Penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman.” Satu orang berdosa dan penghukumannya bagi semua orang. Perhatikanlah ayat 17; Dikatakan lagi. “Oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu…” Sekarang, di sinilah sesungguhnya terjadi keterkaitan itu. Ayat 18, “Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman...” Karena satu pelanggaran di dalam Kejadian 3, penghukuman diperoleh semua orang; karena penghukuman dihantar masuk dalam penghakiman Allah di Kejadian 3. Tetapi kita semua tahu dari pengalaman. Probabilitas statistik untuk kita yang ada dalam ruangan ini berbuat dosa adalah 100 persen.

Ini bukan hanya karena Anda pernah berbohong satu kali. Ini karena di dalam pusat kemanusiaan Anda dan saya, kita memiliki sifat alami Adam yang mempertanyakan karakter Allah dan meragukan Firman Allah. Dan sampai kita berhadapan muka dengan muka dengan kenyataan tersebut, kita hidup dalam sebuah dunia khayal.  Yang seperti itu hanyalah tipuan Musuh sama seperti yang dialami Adam dan Hawa di dalam Kejadian 3. Dan akibatnya adalah kita benar-benar kehilangan pandangan mengenai penghakiman Allah. Marilah kita hadapi kenyataan, bapak-bapak dan ibu-ibu, dan marilah melihat fakta bahwa kita berdiri di hadapan Allah dengan sifat dasar yang sangat bertentangan dengan Dia. Akibatnya bagi kehidupan kita semua adalah penghakiman-Nya atas dosa-dosa kita.

Kemurahan Allah

Bersyukur Kejadian 3 tidak berhenti di titik ini. Merupakan hal yang baik bahwa kita tidak menutup Alkitab kita sekarang dan berkata, “Sekarang, kita pergi dengan dosa-dosa kita dan dengan penghakiman Allah, titik. Selamat Hari Minggu.” Bukan itu berita dari Alkitab dan dari Kejadian 3. Kembali lagi ke sana. Saya ingin Anda melihat bukan hanya penghakiman Allah, tetapi yang kedua, kemurahan Allah. Saya ingin Anda melihat kemurahan Allah. Di sini semua sungguh-sungguh menjadi baik. Dalam Kejadian 3, bagaimana kita melihat kemurahan Allah? Ayat 8 berkata, “Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah engkau?"
 (Kejadian 3:89) Hal ini jangan sampai terlewatkan. Mereka telah diberitahu bahwa, ketika engkau makan buah ini, engkau akan mati, tetapi mereka masih tetap hidup. Sesungguhnya Allah menghampiri mereka. Sesungguhnya Allah berbicara kepada mereka.

Dia mencari orang yang merasa bersalah. Kita melihat kemurahan Allah, pertama-tama, melalui kenyataan bahwa Dia mencari orang yang merasa bersalah. Allah mencari orang yang merasa bersalah, mereka yang telah berbuat dosa terhadap Dia. Allah tidak meninggalkan mereka tanpa kehadiran-Nya. Dia tetap menghampiri mereka. Dia tetap berbicara kepada mereka.

Sebagaimana kita akan lihat di bagian akhir Firman Tuhan, Dia sedang memulihkan mereka. Allah mencari orang yang merasa bersalah, dan Allah yang mencari orang yang merasa bersalah di dalam Kejadian 3, terus melakukan hal yang sama di sepanjang sisa Perjanjian Lama.  Beberapa pasal lagi, Anda akan bertemu dengan Abraham. Kita menggambarkan Abraham sebagai bapa iman kita dalam banyak hal, tetapi jangan lupa, sebelum Allah mencari Abraham, Abraham adalah seorang penyembah berhala, yang sama sekali berpaling dari Allah. Dia menyembah ilah-ilah palsu dan bukan menyembah Allah dan mencuri kemuliaan dari nama Allah. Dan di dalam Kejadian 12, Allah mencari dia dan berkata, “Abraham, Aku ingin mencurahkan berkat-Ku kepadamu.” Kemudian, Yakub, beberapa generasi di bawahnya, adalah seorang penipu; itulah sesungguhnya arti dari namanya. Dia melarikan diri dari dosanya dan kita melihat Allah mencari dia, berlari menghampirinya.  Musa, di Keluaran 3, adalah seorang pelarian di sebuah tanah asing, dan Allah berlari menghampirinya, dan Dia mencari Musa. Bahkan seorang pria seperti Elia, seorang nabi besar Allah di puncak dari pelayanannya, mulai lari dari Allah dan melarikan diri menjauhi Dia. “Aku takut terhadap Engkau, ya Allah. Aku takut akan tugas yang Engkau berikan kepadaku.” Dia mulai melarikan diri dan Allah mencari Elia di dalam 1 Raja-raja 19. Kabar baiknya adalah bahwa Allah yang mencari Adam dan Hawa, dan Allah yang mencari Abraham, dan Allah yang mencari Yakub, dan Musa, dan Allah yang mencari Elia, adalah Allah yang sama yang mencari orang-orang yang merasa bersalah pada masa kini. Dia mencari kita; Dia mengejar kita. Jangan abaikan betapa radikalnya hal ini terkait dengan agamaagama di dunia. Izinkan saya memberi ilustrasi. Saya pernah menceritakan kepada Anda tentang pengalaman saya ketika duduk di kelas delapan, ketika saya ingin sekali bergabung dalam tim bola basket kelas delapan. Saya harus belatih keras untuk bisa memasukkan bola ke dalam keranjang. Bukti dari sifat kejatuhan kita dan kurangnya hikmat. Tetapi pada akhirnya saya diterima.  Tetapi ketika sudah masuk sebagai anggota tim, segera saya mendapati bahwa saya berada di klub yang saya sebut sebagai klub 20/20/20. Ketika bergabung dengan tim itu, saya tidak menyadari bahwa saya akan berada di klub 20/20/20. Pada dasarnya, klub 20/20/20 adalah ini: Kapan saja tim unggul 20 poin atau ketinggalan 20 poin dengan sisa waktu 20 detik, saya akan masuk ke dalam permainan.

Jadi, kapan saja situasi itu terjadi, dan setiap orang sedang melakukan pelanggaran, maka pelatih akan memandang ke arah bangku di bagian bawah dan berkata, “David, ini saatnya engkau masuk.” Jadi itulah peran yang saya mainkan.  Baiklah, saya tahu bahwa ketika naik ke kelas sembilan nanti, saya tidak akan punya kesempatan seperti di kelas delapan ini untuk benar-benar menunjukkan kemampuan saya di lapangan. Jadi saya tahu saya perlu bekerja keras, karena saya harus menjalani uji coba lagi. Jadi, sepanjang musim panas, saya menghabiskan waktu berjam-jam – benar-benar berjam-jam – setiap hari di lapangan. Para pelatih telah membuka diri dan sekali-sekali, mereka mampir untuk melihat siapa yang paling sering berada di sana. Sayalah satu-satunya orang yang berada di sana, berlatih sekeras mungkin. Saya ingin terpilih menjadi anggota tim.  Jadi, saya harus berlatih, mempraktekkan semua yang telah saya latih, bekerja sekeras mungkin. Saya membuktikan kepada para pelatih dan kami tiba di saat final. Pelatih mengumpulkan semua orang yang sudah berlatih, memberikan daftar di hadapan saya dan berkata, “Baiklah, inilah anggota tim.” Dan ia mulai membacakan nama-nama anggotanya. Ketika sampai di nama terakhir, saya berpikir, “Pelatih, Anda lupa seseorang.” Dan saya menghampirinya dan bertemu dengan pelatih setelah itu dan ia berkata, “Tidak, David, saya tidak melupakan namamu. Engkau tidak masuk tim.” Saya tidak menyimpan kepahitan terhadap orang itu. Saya hampir lupa tentang hal itu. Dia menghancurkan karir saya di SMP. Saya teringat betapa susah payah saya berlatih dan melakukan segala sesuatu yang dapat saya lakukan, hari lepas hari lepas hari, berjam-jam setiap hari, dan pada akhirnya mendapati bahwa saya tidak terpilih.  Itu adalah gambaran dari agama-agama di dunia saat ini. Jika Anda sudah cukup banyak melakukan, cukup banyak mengikuti, jika Anda sudah cukup banyak memberi, jika Anda sudah membuat langkah-langkah tepat mengikuti lima pilar, menjalani jalan berlapis delapan, -- jika Anda melakukan hal-hal ini, maka Anda akan berhasil. Kekristenan menjungkirbalikkan hal itu. Alih-alih berusaha untuk mencapai tujuan, kita malah lari dari Allah. Alih-alih berbalik dari jalan kita, hari demi hari kita menunjukkan bahwa kita tidak bisa mencapai tujuan. Sang Pelatih sedang mengejar kita sekarang. Dia sedang menyusul kita. Dia sedang mencari kita. Bahkan ketika kita berlari, Dia sedang mengejar kita. Kita menyadari ada pribadi Allah yang mencari orang yang merasa bersalah. Walaupun saya tidak akan pernah dapat mencapai apa yang diputuskan oleh Allah atas semesta alam, Dia akan memanggil nama Anda. Itulah kabar baik di 

dalam Kejadian 3. Ya, ada perasaan bersalah. Tetapi juga ada pribadi Allah yang mencari orang yang merasa bersalah. Itu menjadi kabar yang lebih baik.

Dia Menyelubungi Orang Yang Merasa Malu. Yang kedua, kemurahan Allah: Dia tidak hanya akan mencari orang yang merasa bersalah, tetapi Dia menyelubungi orang yang merasa malu. Ingatlah bahwa perasaan bersalah dan rasa malu adalah akibat dosa. Dia menyelubungi orang yang merasa malu. Perhatikanlah Kejadian 3. Ingatlah, kita akan bolak balik, dari bagian awal ke bagian akhir, kemudian menuju ke tengah. Lihatlah pada Kejadian 3:21. “Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.” Karena perasaan bersalah mereka, mereka menyadari bahwa mereka telanjang. Allah mengambil pakaian dari kulit binatang dan mengenakannya kepada mereka. Saya ingin Anda merenungkan hal ini. Tuhan atas semesta alam mengambil pakaian dari kulit binatang. Jadi, apa yang dimaksud dengan kulit binatang? Hanya ada satu pilihan di sana. Satu pilihan adalah bahwa Dia akan mengambil kulit binatang yang diciptakan-Nya untuk memakaikannya kepada mereka. Maksud dari hal itu adalah, untuk pertama kalinya, kematian telah masuk ke dalam kisah di dalam kitab Kejadian ini. Kematian seekor hewan yang tidak bersalah di sini, yang kulitnya diambil untuk menutupi rasa malu laki-laki dan perempuan itu akibat dosa mereka. Izinkan saya mengulanginya satu kali lagi: Allah menyebabkan seekor binatang mati untuk menutupi rasa malu dalam perasaan bersalah mereka—kematian seekor hewan yang tidak bersalah untuk menutupi rasa malu dan rasa bersalah mereka. Ini adalah pola yang mulai tersingkap di sepanjang sisa kitab-kitab Perjanjian Lama. Agar bisa menghampiri Allah, agar bisa diterima dalam hadirat-Nya, harus ada suatu korban persembahan dari seekor binatang yang tak bercela, yang akan menyelubungi dosa Anda. Imamat 16 berkata “pendamaian”; itu berarti “menutupi dosa Anda”. Panggung disiapkan bagi Allah, yang akan menggunakan kematian seorang yang tidak berdosa, dan Dia akan memakai kematian-Nya untuk menutupi rasa malu akibat dosa kita. Allah akan menjadikan Dia yang tak berdosa menjadi berdosa bagi kita, sehingga pada kita dapat dikenakan jubah kebenaran Allah. Dia menutupi orang yang merasa malu dan membawa kita dari suatu tempat di mana ada rasa malu ke suatu tempat kehormatan melalui darah Yesus Kristus, satu manusia, yang kematianNya menutupi dosa kita.

Perjanjian Lama itu bagus, bukan. Dia melindungi orang yang merasa takut. Dalam kemurahan Allah, Dia mencari orang yang merasa bersalah, Dia menyelubungi orang yang merasa malu, dan kemudian, yang ketiga, Dia melindungi orang yang merasa takut. Anda tiba pada bagian akhir, dan Alkitab berkata di akhir ayat 22, “Jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya. Lalu TUHAN Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil.” (Kejadian 3:23). Jangan melewatkannya. Manusia dengan dosanya berada di bawah penghukuman Allah. Jika itu terjadi untuk selamalamanya, maka tidak akan akan menjadi berita baik. Anda tidak akan mau selamanya berada di dalam keadaan Adam dan Hawa pada titik ini. Tidak seorang pun ingin berada dalam keadaan ini selama-lamanya.  Jadi, Tuhan Allah mengusir mereka, dan Dia melindungi mereka justru pada saat mereka merasa takut. Anda berkata, “Apakah baik apabila mereka diusir keluar dari taman itu?” Tentu saja. Itu adalah akibat dari dosa mereka. Ketika dosa menyusup masuk ke dalam dunia, hal yang tidak Anda inginkan adalah bahwa dosa itu akan ada selama-lamanya. Jadi Tuhan menyiapkan sebuah rencana untuk melindungi yang merasa takut, untuk membuat sebuah jalan agar hal ini tidak menjadi akhir dari cerita.

Janji Allah

Hal itu menuntun kita tepat kepada karakter Allah yang ketiga. Kita telah melihat penghakiman-Nya, kita telah melihat kemurahan-Nya. Kemurahan dijelaskan dalam fakta bahwa manusia itu tidak mati. Justru, ada satu hal lagi. Saya lupa menyebutkan ayat 20. Perhatikan ayat itu.  “Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya...” Dia telah menamai semua binatang, yang tentunya merupakan suatu proses yang menarik. Kijang, burung unta; Adam tentunya adalah seorang yang sangat kreatif. “Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya...” Mengapa ia menamai isterinya Hawa? Apa arti nama “Hawa”? “sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup.”

Aneh, bukan. Bukan nama Hawa, tetapi fakta bahwa Adam, setelah berbuat dosa, setelah mereka makan buah yang telah dijanjikan bahwa ketika mereka makan buah itu mereka akan mati – Hawa adalah wanita yang menurut Adam patut disalahkan atas semua kejadian tersebut – Adam berkata, “Aku akan memanggilnya Hawa, yang berarti ibu dari semua yang mati.” Tidak, ibu dari semua yang hidup. Akan ada sebuah jalan; kita masih bisa tinggal di hadirat Allah.  Bagaimana hal itu akan terjadi saat ini? Kita memiliki karakter ketiga: penghakiman Allah, kemurahan Allah, dan janji Allah. Kita telah tiba pada pusatnya di mana seluruh pasal ini difokuskan ke pusatnya, yaitu: Janji Allah. Dan berulang kali, yang akan Anda lihat adalah katakata seperti, “Aku akan”, atau “engkau akan”, disebutkan berkali-kali. “Aku akan melakukan ini”, “Engkau akan mendapatkan ini”. Janji-janji Allah; janji Allah. Dan yang Anda lihat adalah tiga cara yang berbeda dengan tiga orang yang berbeda. Anda melihat hukuman ilahi untuk dosa ditunjukkan dalam janji-janji ini, dan kemudian, penjelasan mengenai akibat dari dosa itu. Sekarang, kita akan bergerak dari luar ke bagian tengah.  Sekarang, renungkanlah hal itu. Siapa yang pertama dihampiri oleh Allah? Allah menghampiri Adam terlebih dahulu. Jadi, mari renungkan, “Apa yang Allah katakan kepada Adam? Lihatlah ayat 17,

Lalu firman-Nya kepada manusia itu: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu." (Kejadian 3:17-19)

Kita akan mengalami benturan dengan lingkungan kita. Jadi, apa janji untuk manusia, khususnya untuk Adam? Yang pertama, catatlah: Kita akan mengalami benturan dengan lingkungan kita. Itulah janji Allah. Adam diciptakan untuk memerintah atas bumi ini. Tetapi sebagai akibat dari dosanya, inilah yang diberitahukan kepada 

dia, “Akibatnya di sini adalah bahwa mengatur bumi dan memerintah atas bumi akan menyebabkan susah payah dan kerja keras sepanjang hari seumur hidupmu.” Ya, ia masih hidup saat ini, tetapi apa yang dikatakan oleh ayat 19? “dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi,” kembali ke mana? “...tanah, karena dari situlah engkau diambil sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."  Ini adalah suatu kebenaran Firman Tuhan yang serius bahwa kita semua kembali menjadi debu. Kehidupan manusia di bumi akan berakhir, dan tubuh kita akan dikembalikan ke tanah. Sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu, suatu benturan dengan lingkungan kita. Suatu kebenaran yang serius di dalam Kejadian 3

Kita akan mengalami konflik dengan sesama. Janji kedua: Bukan saja akan terjadi benturan dengan lingkungan kita – saat ini kita akan melihat Hawa. Orang kedua yang dihampiri Allah adalah Hawa. Marilah perhatikan bagaimana Hawa dijanjikan bahwa kita akan mengalami konflik dengan sesama; kita akan mengalami konflik dengan sesama. Pandanglah Hawa. “Firman-Nya kepada perempuan itu...”  Di ayat 16, “Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.” Pikirkanlah tentang konflik antar sesama yang dijelaskan di sana. Hawa diberitahu, dalam hubungan yang paling intim, -- hubungan yang paling dekat yang dimiliki oleh seorang wanita adalah dengan anak yang dilahirkannya dan juga dengan suaminya – tetapi di tengah-tengah kedua peristiwa itu bahwa akan ada rasa sakit dalam hubungan yang paling mendalam tersebut. Dosa kita terhadap Allah akan memiliki suatu pengaruh drastis bagi hubungan kita dengan sesama. Kita tahu bahwa hal itu memang nyata walaupun dalam cara yang berbeda-beda. Di sepanjang perjalanan kita, kita telah melihat efek dosa dalam hubungan kita dengan orang lain. Bahkan dengan mereka yang kita pikir tidak akan mungkin terjadi hal seperti itu. Seringkali, dengan orang-orang yang paling dekat dengan kitalah, kita mengalami luka yang paling besar. Apakah itu hubungan pernikahan, hubungan keluarga, hubungan sahabat karib, akan ada konflik yang terjadi antara suami dengan isteri, ibu dengan anaknya, sampai antara bangsa dengan bangsa di dalam Perjanjian Lama. Konflik dengan sesama sebagai akibat dari dosa kita.

Kita akan berperang melawan dosa. Jadi, janji pertama: Kita akan mengalami benturan dengan lingkungan kita; kedua, kita akan mengalami konflik dengan sesama; ketiga—dan ini adalah titik fokus di sini. Kita tiba di bagian pertengahan, ketika Allah menghadapi si ular dan memberikan sebuah janji. Kita akan berperang melawan dosa; berperang melawan dosa. Saya memakai istilah itu dengan sengaja. Saya ingin Anda melihat pada apa yang Allah katakan kepada ular di ayat 14. "Karena engkau berbuat demikian...” Perhatikanlah apa yang Allah katakan: “Terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu.” Jadi, itulah dan hanya itu saja yang merupakan kutukan kehinaan. Bukan hanya terhadap si ular, tetapi kepada sang Musuh; kutukan kehinaan. Tetapi kemudian perhatikan apa yang terjadi di ayat 15: “Aku akan mengadakan permusuhan...” Anda bisa membuat catatan di Alkitab Anda di ayat tersebut. “Permusuhan” secara harafiah berarti “peperangan, pertempuran, perjuangan.” Garis tempur sudah dibuat. “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya.” (Kejadian 3:15). Inilah gambaran yang dibuat di Kejadian 3. Permusuhan, garis tempur dibuat antara sang Musuh dengan wanita itu.  Tetapi bukan hanya mereka secara individu, perhatikan ayat selanjutnya ketika kata ganti yang bersifat tunggal berubah menjadi bentuk jamak: “...keturunanmu dan keturunannya...” Bukan berarti Sang Musuh, Iblis akan menghasilkan keturunan seperti Hawa. Bukan itu yang dimaksudkan di sini. Tetapi benih dari apa yang terjadi di dalam Kejadian 3, benih dari pekerjaan Iblis, akan terus berkembang biak. Sedangkan Hawa tentunya akan terus melahirkan keturunan. Akan ada suatu pertempuran terus menerus antara keturunan Hawa dan Sang Musuh, si setan, pertempuran terus menerus melawan dosa, suatu pertempuran yang tidak asing bagi kita dalam kehidupan kita. Terus menerus menarik diri untuk menjauhi Allah. Kita semua yang berada di ruangan ini sepanjang minggu terus menerus menghadapi godaan, mengalami efek dari permusuhan yang dimulai di Kejadian 3:15 ini. Bahkan Paulus, seorang pengikut Kristus yang setia, di dalam Roma 7 berkata, “Aku tidak melakukan apa yang ingin kulakukan, dan aku melakukan apa yang aku benci.” Dan hal itu berlangsung berulang-ulang, dan Anda melihat pertempuran. Pertempuran ini berlangsung di sepanjang Perjanjian Lama sampai pada kehidupan kita saat ini.

Peperangan besar-besaran, tetapi janji belum berhenti di sana. Jika itu terjadi, akan jadi kabar buruk, karena kita akan terus berada dalam peperangan sepanjang waktu; kita tidak akan pernah mendapatkan kemenangan. Tetapi jangan lewatkan ini: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kejadian 3:15). Apa maksudnya? Baiklah, Dia akan meremukkan kepalamu. Itu menunjuk kepada ular, bukan?  Jadi, siapakah keturunan itu? Kita mendengar ada kata Hawa dan keturunannya. Ini bentuknya tunggal, Hawa, seorang wanita, dan kemudian keturunannya, yang bentuknya tunggal, tetapi siapakah “Dia” ini? Apakah ini satu orang? Itu sebuah pertanyaan yang baik. Siapakah Dia? Seorang manusia di dalam Kejadian 3:15 yang akan meremukkan kepala Sang Musuh. Dan engkau, Sang Musuh, akan meremukkan tumit-Nya. Dia akan meremukkan kepalamu; engkau akan meremukkan tumit-Nya. Pertempuran akan memuncak, bukan antara keturunan sang Musuh dan keturunan Hawa, tetapi antara sang Musuh dengan satu manusia ini. Dia akan berhadapan muka dengan muka dalam pertempuran ini, dalam peperangan ini. Dan apa yang akan terjadi? Dikatakan bahwa ular akan meremukkan tumit-Nya. Yesaya 53, “Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita.” Engkau akan meremukkan tumit-Nya. Tetapi sekarang Allah mengatakan suatu pernyataan keras dalam Perjanjian Lama, dan Dia berkata, “Dia akan benarbenar meremukkan kepalamu sampai pecah.” Jadi, apa artinya itu? Baiklah, saya senang Anda bertanya. Pesan di dalam Kejadian 3 adalah ini: Kita akan berperang melawan dosa, tetapi pada akhirnya, dua kebenaran akan muncul. Pertama: Setan akan diinjak-injak; ia akan diremukkan. Kebenaran kedua: Kristus akan menang. “Manusia itu akan meremukkan kepalamu. Engkau mungkin membuat tumit-Nya hancur, engkau mungkin menyakiti Dia, tetapi tiga hari kemudian, Dia akan bangkit kembali, dan engkau akan tiada. Dia akan meremukkan kepalamu; engkau akan meremukkan tumit-Nya.” Anda harus memahami hal ini. Mari kita buka Roma 16; lihatlah ini. Bukankah ini indah? Kejatuhan manusia menjadi kejatuhan Iblis melalui janji Allah. Kejatuhan manusia sekarang telah menjadi kejatuhan Iblis. Perhatikanlah Roma 16. Paulus tiba di akhir dari kitab ini dan surat ini ia tuliskan kepada orang-orang Kristen di Roma. Dia akan mengakhiri surat ini. Saya ingin Anda mendengar bagaimana ia menutup surat ini.

Kita akan mulai dengan ayat 17, miliki gambaran itu. “Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, supaya kamu waspada terhadap mereka, yang bertentangan dengan pengajaran yang telah kamu terima, menimbulkan perpecahan dan godaan. Sebab itu hindarilah mereka!” Ayat 18, “Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri. Dan dengan kata-kata mereka yang muluk-muluk dan bahasa mereka yang manis mereka menipu orang-orang yang tulus hatinya.” Roma 16:19: “Kabar tentang ketaatanmu telah terdengar oleh semua orang. Sebab itu aku bersukacita tentang kamu. Tetapi aku ingin supaya kamu bijaksana …”
   Sekarang dengarkanlah:
  “...bijaksana terhadap apa yang baik, dan bersih terhadap apa yang jahat.” Anda melihat baik dan jahat diletakkan berdampingan di sana? Kemudian, ia berkata di dalam ayat 20, “Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu. Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kamu!” Semoga hari Anda menyenangkan. Bukankah itu cara yang luar biasa untuk menutup kitab Roma? “Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu. Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kamu!” Wow, itulah kabar baik! Segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu. Lihatlah Wahyu 22; Wahyu 22. Iblis dihancurkan. Memang demikian. Ia tiba di satu titik di mana hidupnya berakhir. Wahyu 22. Sekarang, ingatkah Anda dari mana segala sesuatunya dimulai? Di taman, Pohon Kehidupan, pohon yang memberi kehidupan di mana Anda bisa hidup selama-lamanya. Manusia diusir dari taman itu di dalam Kejadian 3, karena kemenangan Kristus.  Dengarkanlah Wahyu 22. “Lalu ia menunjukkan kepadaku sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal, dan mengalir ke luar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu. Di tengahtengah jalan kota itu, yaitu di seberang-menyeberang sungai itu, ada …”
  Apa?
  “pohon-pohon kehidupan yang berbuah dua belas kali, tiap-tiap bulan sekali” (Wahyu 22:1-2).
  Dan Kita tidak akan diusir lagi.

Dengarkan apa yang dikatakan.

Daun pohon-pohon itu dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa. Maka tidak akan ada lagi laknat. Takhta Allah dan takhta Anak Domba akan ada di dalamnya dan hambahamba-Nya akan beribadah kepada-Nya, dan mereka akan melihat wajah-Nya, dan nama-Nya akan tertulis di dahi mereka. Dan malam tidak akan ada lagi di sana, dan

mereka tidak memerlukan cahaya lampu dan cahaya matahari, sebab Tuhan Allah akan menerangi mereka, dan mereka akan memerintah …" (Wahyu 22:2-5).

Jangan lewatkan ini: Bukan saja Dia akan memerintah, tetapi “mereka akan memerintah bersama Dia sebagai raja sampai selama-lamanya”(Wahyu 22:5). Inilah keindahan dari apa yang dimulai di Kejadian 3, dan kita tiba pada bagian akhir dari kitab ini, karena Iblis telah diinjak-injak, karena Kristus telah menang oleh kasih karunia dan kemurahan Allah yang Mahakuasa. Walaupun pada dasarnya kita memiliki sifat dosa yang mempertanyakan karakter Allah dan meragukan Firman Allah, Allah menggantikannya dengan janji-Nya yang penuh kasih sayang. Dia berkata, “Akan ada suatu hari, ketika Kristus akan menang, tetapi bukan hanya itu saja, bapak-bapak dan ibu-ibu, Anda akan menang bersama Kristus. Dia akan meremukkan kepala Iblis, dan Iblis hanya akan bisa meremukkan tumit-Nya.” Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.  Di seluruh ruangan ini, saya berdoa agar kita melihat Allah dan seluruh karakter-Nya, penghakiman-Nya, belas kasihan-Nya dan kesetiaan-Nya yang mutlak terhadap janji-Nya. Dan di seluruh ruangan ini, saya menantang Anda – jika Anda belum pernah percaya kepada Tuhan Yesus yang dapat menyelamatkan Anda dari konsekuensi sifat dosa Anda – saya ingin menantang Anda untuk percaya kepada-Nya, percaya kepada karakter-Nya, percaya kepada Firman-Nya. Bahkan ketika kita memulai pembahasan hari ini, banyak diantara Anda yang berpikir, sama seperti si ular berkata kepada Hawa, “Apakah ini sungguh-sungguh benar? Apakah ini sungguh-sungguh benar?” Godaan itu pun masih nyata sampai dengan hari ini. Saya berdoa agar Anda percaya kepada Yesus, meminta-Nya untuk mengampuni sifat dosa Anda. Alkitab berkata bahwa Dia siap menyambut Anda pada hari ini. Dia mencari Anda. Dia mencari Anda ketika Anda merasa bersalah. Dia siap menyelubungi Anda dengan pengampunan-Nya dan membawa Anda bukan kepada rasa takut, tetapi kepada damai sejahtera, damai sejahtera yang hanya bisa Anda peroleh ketika Anda tahu bahwa Anda memiliki hidup yang kekal bersama Dia. Tipuan itu masih nyata sampai dengan hari ini. Iblis sedang berkata bahwa tidak ada penghakiman bagi dosa. Dia masih meyakinkan orang-orang di seluruh ruangan ini bahwa, pada akhirnya, segala sesuatu akan baik-baik saja, bahwa tidak akan ada penghakiman yang akan Anda hadapi ketika 

Anda meninggal – apakah dalam bentuk reinkarnasi, ataukah masuk ke dalam lubang gelap yang ujungnya merupakan suatu sinar terang, atau mungkin keyakinan bahwa hidup Anda berakhir ketika Anda meninggal – semua itu tidak benar. Saya berdoa agar Anda akan merangkul Kristus hari ini.  Saya juga berdoa agar di seluruh ruangan ini, kita semua yang menyebut diri kita pengikut Kristus akan memandang dosa sebagai sesuatu yang sangat serius, dan akan menyadari harga yang tak ternilai dari pengorbanan Yesus di Kalvari yang dijanjikan di dalam Kejadian 3, dan hal itu akan menjadi nyata dalam hidup kita. Marilah kita berhenti berusaha untuk membenarkan dosa kita dan berhenti berusaha mengalihkan kesalahan dan membiarkan kebenaran Kristus menjadi jubah kita. Kita akan merayakan kebenaran ini dalam perjamuan kudus yang akan segera kita laksanakan. Saya ingin mengundang kita semua di seluruh ruangan ini untuk merenungkan janji tentang Kristus di dalam Kejadian 3 dan penggenapan janji itu dalam kematian-Nya, ketika Dia mencurahkan tubuh dan darah-Nya. Ya Tuhan, kami memuji Engkau untuk kebenaran dari Kejadian 3.  Proto-Euangelion: Injil Yang Pertama 
Next Post Previous Post