Menghias Tubuh: Eksposisi 1Petrus 3:3
Pdt.Budi Asali, M.Div.
Menghias Tubuh: Eksposisi 1Petrus 3:3. 1Petrus 3:3: “Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah,”.
Bdk. 1Timotius 2:9-10 - “(9) Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal, (10) tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah”.
otomotif, gadget, bisnis |
1) Pertama-tama perlu diperhatikan bahwa ‘menghiasi tubuh’ berbeda dengan ‘memelihara kesehatan tubuh’, misalnya dengan menjaga makanan, berolah raga dan sebagainya. Yang ini boleh dikatakan bahkan diharuskan.
Efesus 5:29 - “Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat”.
Ayat ini secara implicit menunjukkan bahwa kalau kita mengasihi diri kita sendiri, kita harus memelihara dan merawat tubuh kita. Tetapi yang inipun masih lebih rendah dari pada ‘memperindah’ jiwa!
1Timotius 4:8 - “Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang”.
Kata ‘ibadah’ itu salah terjemahan; dan TB2-LAI tidak memperbaikinya.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘godliness’ (=kesalehan).
Kata-kata ‘terbatas gunanya’ menunjukkan bahwa sebetulnya memang ada gunanya. Tetapi manfaatnya hanya untuk dunia ini! Sedangkan kesalehan, bermanfaat untuk dunia ini maupun untuk dunia yang akan datang.
2) Bagian ini menunjukkan bahwa sekalipun pada jaman itu mayoritas orang kristen itu miskin, tetapi ada juga di antara mereka yang kaya (Pulpit Commentary, hal 129).
3) Tuhan melarang untuk menghias tubuh secara berlebihan.
Ada beberapa penafsiran yang saya anggap extrim tentang ayat ini, misalnya Calvin yang melarang perempuan mengkrul rambutnya.
Calvin: “they were not artificially to curl or wreath their hair, as it was usually done by crisping-pins, or otherwise to form it according to the fashion; nor were they to set gold around their head: for these are the things in which excesses especially appear” (=mereka tidak boleh mengkrul / meroll rambut secara buatan, seperti yang biasanya dilakukan dengan penjepit penggulung, atau membentuknya sesuai dengan mode; juga mereka tidak boleh menggunakan emas melingkari / pada kepala mereka: karena ini adalah hal-hal dalam mana hal-hal yang berlebihan terlihat secara khusus) - hal 96.
Adam Clarke: “No female head ever looks so well as when adorned with its own hair alone. This is the ornament appointed by God. To cut it off or to cover it is an unnatural practice; and to exchange the hair which God has given for hair of some other colour, is an insult to the Creator. How the delicacy of the female character can stoop to the use of false hair, and especially when it is considered that the chief part of this kind of hair was once the natural property of some ruffian soldier, who fell in battle by many a ghastly wound, is more than I can possibly comprehend” [=Tidak ada kepala perempuan yang terlihat sebagus seperti pada waktu dihiasi hanya dengan rambutnya sendiri. Ini adalah hiasan yang ditetapkan oleh Allah. Memotongnya (mungkin maksudnya ‘menggundul’) atau menutupinya merupakan praktek yang tidak alamiah; dan menukar rambut yang Allah telah berikan dengan rambut dengan warna yang lain, merupakan suatu penghinaan terhadap sang Pencipta. Bagaimana kehalusan dari sifat perempuan bisa merendahkan diri dengan menggunakan rambut palsu, dan khususnya pada waktu dipikirkan bahwa bagian terutama dari rambut jenis ini dulu merupakan milik alamiah dari tentara-tentara brengsek, yang jatuh dalam pertempuran dengan banyak luka yang menganga, melampaui pengertian saya] - hal 857.
Saya tidak mengerti apa yang ia maksudkan dengan bagian terakhir; mungkin itu menunjukkan bahwa pada jaman itu ada bagian dari rambut palsu yang diambil dari tentara yang mati. Tetapi yang jelas Clarke anti dengan rambut palsu. Mungkin, kalau seorang perempuan mempunyai rambut sendiri, dan tidak ada problem dengan rambutnya, maka penggunaan rambut palsu bisa disalahkan. Tetapi bagaimana kalau karena penyakit atau bawaan, perempuan itu lalu gundul? Apakah ia tidak boleh menggunakan rambut palsu?
Adam Clarke: “All the ornaments placed on the head and body of the most illustrious female, are, in the sight of God, of no worth” (=Semua perhiasan yang diletakkan pada kepala dan tubuh dari perempuan yang paling terkenal, dalam pandangan Allah adalah tidak berharga) - hal 857.
Kata-kata Clarke yang menentang seadanya perhiasan ini, juga saya anggap sebagai penafsiran yang extrim dari ayat ini.
Adam Clarke: “The women who trust NOT in God are fond of dress and frippery; those who trust in God follow nature and common sense” (=Perempuan-perempuan yang tidak percaya kepada Allah gemar akan pakaian dan pakaian yang menyolok; mereka yang percaya kepada Allah mengikuti alam dan akal sehat) - hal 857-858.
Kata-kata ‘mengikuti alam’ secara implicit menunjukkan bahwa ia menghendaki perempuan tampil ‘apa adanya’. Menurut saya inipun merupakan sesuatu yang extrim.
Adam Clarke: “It will rarely be found that women who are fond of dress, and extravagant in it, have any subjection to their husband but what comes from mere necessity. Indeed, their dress, which they intend as an attractive proof that they have neither love nor respect for their own husbands” (=Jarang ditemui bahwa perempuan-perempuan yang gemar akan pakaian, dan boros / royal / berlebihan dalam hal itu, mempunyai ketundukan kepada suami mereka kecuali apa yang datang dari keharusan. Bahkan pakaian mereka, yang mereka maksudkan sebagai suatu daya tarik, membuktikan bahwa mereka tidak mencintai atau menghormati suami mereka sendiri) - hal 858.
Saya berpendapat bahwa kata-kata Clarke ini, sekalipun memang memungkinkan, tetapi tidak pasti. Istri bisa saja berdandan demi suaminya.
Matthew Henry mengatakan bahwa mengepang-ngepang rambut pada saat itu biasanya dilakukan oleh perempuan cabul. Juga perhiasan emas, sekalipun digunakan oleh Ribka dan Ester, tetapi belakangan menjadi perhiasan terutama bagi pelacur dan orang-orang jahat. Kalau ini benar, maka ini merupakan sesuatu yang patut dipertimbangkan dalam menafsirkan ayat ini. Ini berarti bagian ini harus dikontextualisasikan / disesuaikan dengan jaman. Kalau jaman sekarang hal-hal itu tidak lagi dilakukan hanya oleh pelacur / perempuan yang tak bermoral, maka tentu peraturan ini tidak bisa diberlakukan secara strict.
Sekalipun Calvin cukup extrim dalam persoalan rambut, tetapi dalam persoalan pakaian indah dan perhiasan, ia tidak demikian. Tentang perhiasan emas dan pakaian indah, Calvin kelihatannya tidak melarang secara mutlak. Ia berpendapat bahwa yang dilarang adalah perhiasan yang berlebihan / mewah.
Calvin: “wives are to adorn themselves sparingly and modestly: for we know that they are in this respect much more curious and ambitious than they ought to be. ... he reproves generally sumptuous or costly adorning, ... Peter did not intend to condemn every sort of ornament, but the evil of vanity, to which women are subject. ... ; for excessive elegance and superfluous display, in short, all excesses, arise from a corrupted mind” (=istri-istri harus menghiasi diri mereka sendiri secara hemat dan sederhana / cukupan: karena kita tahu bahwa dalam hal ini mereka jauh lebih rajin / bersemangat dan ambisius dari pada yang seharusnya. ... ia secara umum mencela penghiasan yang mewah dan mahal, ... Petrus tidak bermaksud untuk mengecam setiap jenis perhiasan, tetapi mengecam kejahatan dari kesia-siaan, terhadap mana perempuan-perempuan tunduk. ...; karena kemewahan dan pameran yang berlebihan, singkatnya semua yang berlebihan, timbul dari pikiran yang jahat) - hal 96-97.
Baca Juga: Mengapa Sekolah Minggu Penting?
Pulpit Commentary bahkan mengatakan (hal 162), bahwa seorang perempuan yang sama sekali tidak mempedulikan hiasan di rumahnya atau pada dirinya, adalah orang yang ceroboh / tidak perhatian, dan kelihatannya tidak akan mempunyai banyak pengaruh untuk mempertobatkan suaminya. Saya bahkan bisa menambahkan bahwa itu bahkan bisa menyebabkan suaminya mencari perempuan lain (WIL).
Saya berpendapat bahwa bagian ini bukan melarang perempuan / istri secara mutlak untuk menggunakan perhiasan ataupun untuk menata rambutnya sesuai dengan mode, tetapi hanya menekankan supaya perempuan / istri tidak berlebihan dalam berhias, menggunakan perhiasan, menata rambut ataupun menggunakan pakaian yang mahal.
Illustrasi: tentang cara berhias yang berlebihan, ada suatu cerita. Seorang anak laki-laki yang masih usia 5 tahun nonton TV dengan ayahnya. Ia lalu melihat film orang Indian yang wajahnya diwarna-warni. Ia heran dan bertanya kepada ayahnya: ‘Mengapa wajah mereka diwarna-warni?’. Ayahnya menjawab: ‘Itu kebiasaan orang Indian kalau mau berperang’. Sebentar lagi kakak perempuannya keluar dari kamar, dan mau berangkat ke pesta. Melihat sang kakak perempuan, anak laki-laki itu lari kepada ayahnya sambil berteriak: ‘Papa, cie-cie mau berangkat perang!’.
Dalam Yesaya 3 kita juga melihat betapa Tuhan tidak menyenangi cara berhias yang berlebihan, dan Tuhan menghukum perempuan-perempuan seperti itu.
Yesaya 3:16-24 - “(16) TUHAN berfirman: Oleh karena wanita Sion telah menjadi sombong dan telah berjalan dengan jenjang leher dan dengan main mata, berjalan dengan dibuat-buat langkahnya dan gemerencing dengan giring-giring kakinya, (17) maka Tuhan akan membuat batu kepala wanita Sion penuh kudis dan TUHAN akan mencukur rambut sebelah dahi mereka. (18) Pada waktu itu Tuhan akan menjauhkan segala perhiasan mereka: gelang-gelang kaki, jamang-jamang dan bulan-bulanan; (19) perhiasan-perhiasan telinga, pontoh-pontoh dan kerudung-kerudung; (20) perhiasan-perhiasan kepala, gelang-gelang rantai kaki, tali-tali pinggang, tempat-tempat wewangian dan jimat-jimat; (21) cincin meterai dan anting-anting hidung; (22) pakaian-pakaian pesta, jubah-jubah, selendang-selendang dan pundi-pundi; (23) cermin-cermin, baju-baju dalam dari kain lenan, ikat-ikat kepala dan baju-baju luar. (24) Maka sebagai ganti rempah-rempah harum akan ada bau busuk, sebagai ganti ikat pinggang seutas tali, sebagai ganti selampit rambut kepala yang gundul, sebagai ganti pakaian hari raya sehelai kain kabung; dan tanda selar sebagai ganti kemolekan”.
Pulpit Commentary: “St. Peter’s language is, of course, comparative, ... He does not mean to forbid all plaiting of hair or wearing of gold any more than putting on of apparel; he means that these are poor and contemptible compared with the costlier ornaments which he recommends in their stead. Christian women should be simple and unaffected in dress as in behaviour. In general, the best rule is to avoid singularity” (=Bahasa dari Santo Petrus tentu saja bersifat membandingkan, ... Ia tidak bermaksud untuk melarang semua penjalinan rambut atau pemakaian emas maupun mengenakan pakaian; ia memaksudkan bahwa hal-hal ini adalah jelek / rendah dan menjijikkan dibandingkan dengan perhiasan yang lebih mahal yang ia anjurkan sebagai gantinya. Perempuan-perempuan Kristen harus sederhana dan alamiah / tak dibuat-buat dalam pakaian maupun dalam kelakuan. Secara umum, peraturan terbaik adalah menghindari keanehan / ketidak-biasaan) - hal 139.
BACA JUGA: 10 HUKUM TAURAT: KŠµluaran 20:3-17
Saya berpendapat bahwa bagian yang saya garis bawahi itu penting sekali. Jadi, penekanannya adalah: seorang perempuan tidak boleh berdandan, menggunakan pakaian indah, memakai perhiasan, sehingga menyolok, dan membuat dia lain dari yang lain. Kalau ia melakukan ini, ia sudah berlebihan dalam hal itu.
4) Kalau hal ini dilarang untuk istri / perempuan, saya berpendapat ini harus lebih ditekankan lagi untuk laki-laki / suami, karena ada laki-laki / suami yang memang ‘pesolek’!
5) Ada penafsir yang mengatakan bahwa penekanan penghiasan diri secara berlebihan menunjukkan hati yang jahat.
Adam Clarke: “How few Christian women act this part! Women are in general at as much pains and cost in their dress, as if by it they were to be recommended both to God and man. It is, however, in every case, the argument either of a shallow mind, or of a vain and corrupted heart” (=Betapa sedikitnya perempuan-perempuan Kristen melakukan bagian ini! Perempuan-perempuan pada umumnya berjuang mati-matian dalam pakaian mereka, seakan-akan olehnya mereka dipuji oleh Allah dan manusia. Tetapi dalam setiap kasus ini merupakan penjelasan tentang pikiran yang dangkal atau tentang hati yang sia-sia dan jahat) - hal 857
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America