HUBUNGAN KESELAMATAN, KASIH KARUNIA, IMAN DAN PERBUATAN
Pdt.Samuel T. Gunawan,M.Th.
HUBUNGAN KESELAMATAN, KASIH KARUNIA, IMAN DAN PERBUATAN. “(Efesus 2:8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (2:9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. (2:10) Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:8-9).
Intitesis : Kasih karunia Allah mendahului iman sejati dan iman sejati menghasilkan ketaatan. Ketaatan Kristen bukanlah penyebab melainkan akibat dari iman kepada kasih karunia Allah. Kekristenan dari awal sampai akhir adalah kasih karunia Allah. Alkitab mengatakan, “karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman” (Efesus 2:8), dan lagi “orang benar akan hidup oleh iman” dari awal sampai akhir. (Ibrani 10:38; Galatia 3:11; Roma 1:17; Habakuk 2:4).
Alkitab mengatakan, “Karena iman, maka Nuh dengan taat...” (Ibrani 11:7) dan "Karena iman Abraham taat...” (Ibrani 11:8). Inilah yang dimaksud Yakobus bahwa iman sejati ditunjukkan oleh perbuatan baik. John Piper mengatakan, “Kehidupan yang penuh ketaatan “memang timbul” dari iman sejati yang hidup. Perbuatan baik “adalah buah iman”. Iman yang membenarkan bukan saja mendampingi perbuatan baik, melainkan juga merupakan agen yang digunakan kasih karunia Allah untuk menimbulkan perbuatan baik. Demikianlah perbuatan baik itu adalah bukti iman yang otentik”. (John Piper, dalam buku Kasih Karunia Di Masa Depan, hal. 31).
KESELAMATAN MERUPAKAN PEMBERIAN ANUGERAH
Keselamatan adalah transformasi radikal atau perubahan menyeluruh yang ditandai oleh tiga tingkatan keselamatan, yaitu :
(1) Keselamatan masa lalu (posesif). Seseorang yang percaya kepada kristus, telah menerima pengampunan dosa dan dibebaskan dari dosa masa lalu, yaitu : dosa pertalian, dosa warisan dan dosa pribadi. Alkitab menyatakan bahwa Kristus telah melakukan pekerjaan penebusan dan menggenapinya di kayu salib. Semua jenis dosa telah ditanggung oleh Kristus (Efesus 2:8; Titus 3:5);
(2) Keselamatan masa kini (progresif). Keselamatam masa kini adalah tingkatan yang menyangkut semua orang percaya. Mereka diselamatkan dari kuasa dosa, dikuduskan dan dipelihara (Ibrani 7:25). Mereka yang ada di dalam Kristus dibebaskan dari hukum dosa dan hukum maut (Roma 8:1-3). Keselamatam ini juga mencakup kepastian dan jaminan pemeliharaan Allah terus penerus (progresif) dalam kehidupan orang percaya selama mereka tinggal di dalam dunia ini;
(3) Keselamatan masa depan (prospektif). Hal ini terjadi pada saat Kristus memberikan kepada kita penyelamatan seutuhnya bersama Dia. Ia akan menyelamatkan kita dari dunia yang penuh dengan dosa, penderitaan dan air mata ini serta menyelamatkan kita dari murka Allah yang akan datang atas dunia, dimana kita akan bersama-sama dengan Dia di sorga selama-lamanya (Roma 5:9,10). Inilah wujud dari keselamatan yang kekal.
Keselamatan berakar di dalam kekekalan dan di wujudkan di dalam dimensi waktu. Keselamatan merupakan suatu realitas ilahi yang sedang masuk ke dalam diri manusia untuk mengubah kecenderungan dasar manusia, membersihkan manusia dari dosa dan ketidakbenaran, melepaskan manusia dari perhambaan dan kebejatan, mengajarkan sifat Allah kepada manusia, menciptakan kembali citra Kristus di dalam manusia, menjadikan manusia sebagai anak Allah, dan memperlengkapinya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik.
Dengan demikian keselamatan itu bukan sekedar teori filsafat yang perlu dipertimbangkan, bukan juga realitas objektif yang hanya patut dikagumi. Keselamatan bukan sekedar pernyataan teologis yang perlu diperdebatkan, ataupun pokok pembicaraan mengagumkan yang perlu dikhotbahkan. Keselamatan adalah sebuah realitas pasti karena Allah menghendakinya. Allahlah yang merencanakan keselamatan dan mengadakannya, Ia juga yang mewujudkannya.
Keselamatan seluruhnya hanyalah oleh anugerah. Alkitab menyatakan fakta mengenai manusia yang berdosa, moralnya yang rusak total secara alamiah, dan keadaannya yang digelapkan, diperbudak, serta terasing. Terhadap hal ini Alkitab secara teguh berpegang pada doktrin tentang dosa serta keasalah asali dan keadaan manusia yang terhilang (Roma 3:9-24).
Keselamatan itu semata-mata adalah anugerah Allah, yang artinya, tidak ada sedikitpun melibatkan jasa dan usaha manusia. Pernyataan rasul Paulus yang tegas dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan-perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah oleh iman. R.C. Sproul menyatakan, “deklarasi utama dari reformasi adalah sola gratia, yaitu keselamatan hanya merupakan anugerah Allah semata-mata”.
Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita memang tidak layak untuk menerimanya. Jadi, seseorang masuk surga bukan karena kebaikan, kepatuhan, ataupun jasa-jasanya melainkan karena ia telah menerima anugerah hidup kekal dalam Kristus.
Anugerah hidup kekal itu dapat dimiliki hanya karena keberadaannya “dalam Kristus”. Frase “dalam Krisus” adalah terjemahan Yunani “en Christō” yang muncul sekitar tujuh puluh kali di dalam surat-surat rasul Paulus, dan dua kali dalam surat Petrus (1 Petrus 3:16; 5:14). Misalnya, rasul Paulus mengatakan, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus (en Christō), ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Korintus 5:17); “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus (en Christō) Yesus” (Roma 8:1); “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus (en Christō) telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Efesus 1:3-4); “Tetapi sekarang di dalam Kristus (en Christō) Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus” (Efesus 2:13).
Kesatuan dengan Kristus ini pertama kali terjadi saat kita mengalami regenerasi (lahir baru) oleh Roh Kudus. Saat regenerasi kesatuan antara Kristus dan orang percaya secara aktual diterjadi. Kesatuan pada saat regenarasi ini bukan sekedar awal dari keselamatan, tetapi kesatuan ini juga mendukung, mengisi, dan menyempurnakan keseluruhan proses keselamatan.
Sehingga tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa kesatuan dengan Kristus itu sebagai sentral dari keselamatan. John Murray dengan tepat menyatakan, “Tidak ada yang lebih setral atau mendasar selain dipersatukan dan dipersekutukan dengan Kristus... Kesatuan dengan Kristus sungguh-sungguh merupakan kebenaran sentral dari seluruh doktrin keselamatan...” (Murray, John., 1999. Penerapan dan Penggenapan Penebusan. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal 203).
Karena hal itulah dengan rendah hati dengan senang hati kita mengakui bahwa keselamatan dari permulaan sampai selesai berasal dari Allah, bahwa itu adalah anugerah Allah, dan bahwa segala kemuliaan haruslah ditujukan kepada Allah.
KESELAMATAN HANYA DITERIMA DENGAN IMAN
Perjanjian Baru lebih banyak menyebutkan tentang iman ketimbang pertobatan. Kata benda Yunani “πιστις-pistis” digunakan 243 kali dan selalu diterjemahkan dengan “iman (faith)”. Kata kerja “πιστευω-pisteuô” muncul sebanyak 246 kali dan selalu diterjemahkan dengan “percaya (believe). Pada saat kata “iman” dan “percaya” digunakan muncul dalam Perjanjian Baru pada umumnya merupakan terjemahan dari kata pistis dan pisteuô tersebut.
Charles F. Beker menyebutkan beberapa pengertian yang di dalamnya iman digunakan, yaitu:
(1) Dalam arti luas, iman adalah keyakinan benar. Kita mempercayai hal yang kita anggap benar;
(2) Iman adalah hal menaruh kepercayaan. Kata dalam bahasa Yunani untuk iman berarti diyakinkan bahwa sesuatu atau seseorang dapat dipercaya. Keabsahan subjektif dalam menilai keyakinan memiliki tiga tingkat, yaitu: pendapat, kepercayaan, dan pengetahuan. Pendapat merupakan penilaian secara sadar yang tidak memadai baik secara subjektif maupun objektif. Kepercayaan memadai secara subjektif, tetapi diakui tidak memadai secara subjektif. Sedangkan pengetahuan memadai secara subjektif maupun objektif;
(3) Iman adalah keyakinan yang lebih kuat daripada pendapat tetapi lebih lemah daripada pengetahuan; Iman didasarkan pada pengetahuan. Kita tidak mungkin mempercayai hal yang tidak kita ketahui. Iman harus mempunyai objek. Kita tidak dapat beriman terhadap hal-hal yang tidak ada dengan kata lain hal yang tidak ada tidak dapat menjadi objek iman (Bandingkan Roma 10:14).
Penekanan yang diberikan kepada iman dan percaya harus dilihat dengan latar belakang karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus. Gagasan bahwa Allah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia merupakan inti Perjanjian Baru. Yesus Kristus melakukan karya penyelamatan manusia melalui kematianNya yang mendamaikan manusia dengan Allah di salibNya.
Iman ialah sikap yang didalamnya seseorang melepaskan andalan pada segala usahanya sendiri untuk mendapatkan keselamatan, baik berupa kebajikan, kebaikan susila atau apa saja, kemudian sepenuhnya mengandalkan Yesus Kristus, dan mengharap hanya dari Dia segala sesuatu yang dimaksud oleh “keselamatan”. Sewaktu kepala penjara di Filipi bertanya, “Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat supaya aku selamat?”. Dijawab oleh Paulus dan Silas tanpa ragu-ragu, ”Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat” (Kisah Para Rasul 16:30; bandingkan Yohanes 3:16). Jadi iman adalah satu-satunya jalan, melalui mana manusia beroleh keselamatan.
Perhatikanlah bahwa pernyataan klasik “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, menunjukkan bahwa kita menerima anugerah Allah itu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus. Rasul Petrus dengan tegas mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12).
Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia untuk diselamatkan hanya percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya). Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus”, dan ini diterima pada saat lahir baru (regenerasi).
KESELAMATAN BERTUJUAN MEMBERIKAN HIDUP YANG KEKAL
Seorang yang percaya kepada Yesus Kristus dijamin mendapat hidup kekal. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16).
Kata “binasa” dalam ayat ini adalah “apolêtai” yang berarti “hilang, terbuang, menjadi kebinasaan, dan kematian”. Kata “binasa” disini tidak hanya menunjuk pada kematian jasmani, tetapi pada perpisahan kekal dengan Allah dan pada hukuman kekal di neraka. Sedangkan frase Yunani “tidak binasa” dalam ayat ini adalah “mê apolêtai” yang berarti “tidak menjadi binasa”.
Frase Yunani “beroleh hidup yang kekal” dalam Yohanes 3:16 adalah “all ekhê zôên aiônion”. Kata “ekhê” berarti “mempunyai” atau “memiliki” dan kata “zôên” berasal dari kata “zôê” berarti “hidup yang baru” atau “hidup yang telah diperbaharui”. Sedangkan kata “aiônion” menujukkan “keabadian” atau “ketiadaan akhir”.
Jadi menurut Yohanes 3:16, Allah memberikan AnakNya yang tunggal, Kristus itu bukan hanya supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, tetapi untuk menyelamatkan dan memberikan hidup kekal kepada mereka. Allah memberikan (mengorbankan) AnakNya yang tunggal dan mati di kayu salib, dengan tujuan untuk mengaruniakan hidup kekal (zôên) kepada manusia sebagai kontras dari kebinasaan (apolêtai).
Bagi kita, hidup itu bukan hanya “kronos”, yaitu saat hidup di dunia ini di masa kini, tetapi juga “aiônios” yaitu di masa depan di dalam kekekalan. Alkitab mengatakan “... tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Roma 6:23). Dan lagi, “... Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup. Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal” (1 Yohanes 5:11-13).
Perlu diketahui bahwa ada dua istilah Yunani yang digunakan untuk kata “hidup”, yaitu “bios” dan “zoe”. Kata Yunani “bios” digunakan untuk menunjukkan bentuk kehidupan yang dimiliki setiap orang, yaitu kehidupan biologi yang dipertahankan dengan makanan, udara, dan air, tetapi pada akhirnya berakhir dengan kematian.
Sedangkan kata zoe digunakan untuk menunjukkan kehidupan rohani, yaitu jenis kehidupan yang diberikan dan ditanamkan Allah yang bersifat kekal ketika seseorang lahir baru atau regenerasi (2 Korintus 5:17). Kedua jenis hidup ini berbeda satu dengan lainnya. Bios bersifat sementara dan fana, sedangkan zoe bersifat permanen dan kekal. Bios bersifat berpusat pada diri sendiri, sedangkan zoe berpusat pada Allah dan pada orang lain.
Kata “zoe” muncul sebanyak tiga puluh tiga kali dalam Injil Yohanes. Sedangkan kata “zôên aiônion” disebutkan sebanyak tujuh belas kali. Penulis Injil Yohanes secara eksplisit menunjukkan dua pengertian dari memiliki hidup yang kekal, yaitu :
(1) Kehidupan pada masa yang akan datang, yaitu dibangkitkan untuk hidup kekal pada akhir zaman (Yohanes 6:40,54; 6:39,44; 11:24;12:,25,48);
(2) Kehidupan sekarang yang tersedia untuk setiap orang yang percaya kepada Yesus (Yohanes 3:16; 5:24; 10:10).
Pengertian ini sama seperti yang diyakini Leon Moris, seorang pakar teologi Perjanjian Baru yang mengakui bahwa pada dasarnya Yohanes memakai kata “zôên aiônion” dengan maksud untuk menunjukkan “kehidupan yang berlangsung pada masa yang akan datang.
Kehidupan yang oleh orang lain dinanti-nantikan untuk zaman yang akan datang, oleh Yohanes dibicarakan sebagai kehidupan yang sudah ada sekarang ini. Sekarang ini juga orang beriman mengalami hidup kekal itu. Tidak perlu mereka menanti sampai mereka mati dulu untuk bisa mengenal hidup menurut arti yang paling mendalam. ... Yohanes berbicara tentang mereka yang akan dibangkitkan Yesus pada akhir zaman (Yohanes 6:39-40,44,54).
Akan tetapi pemikiran utama Yohanes adalah bahwa hidup kekal itu sudah dimiliki sekarang ini oleh orang-orang yang datang kepada Kristus”. (Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal 370-371). Dengan demikian ada dua aspek dari kehidupan kekal itu, yaitu masa sekarang dan masa depan.
Artinya, hidup kekal yang diterima pada masa depan merupakan kelanjutan dari kehidupan kekal yang diterima dan dialami di masa sekarang, seperti yang dikatakan Yesus, “... Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?” (Yohanes 11:25-26).
Lalu apakah yang dimaksud dengan hidup kekal itu? Hidup kekal adalah konsep kunci dari Injil Yohanes. Konsep ini bukan hanya menunjuk suatu keberadaan tanpa akhir, tetapi lebih mengarah kepada perubahan mutu kehidupan yang datang melalui “persatuan dengan Kristus (union with Chraist)”.
Hidup kekal bukan hanya mengacu pada keabadian melainkan juga pada kualitas kehidupan, yaitu kehidupan yang membebaskan manusia dari kuasa dosa dan Iblis, serta meniadakan yang duniawi dalam kehidupan manusia supaya dapat mengenal Allah dengan benar. Dengan demikian hidup kekal dapat didefinisikan sebagai “suatu jenis kehidupan ilahi yang dianugerahkan Allah pada saat seseorang lahir baru dan percaya kepada Kristus”.
KESELAMATAN DIMAKSUDKAN MENGHASILKAN SUATU CIPTAAN BARU DI DALAM KRISTUS YANG BERBAGIAN DALAM MORAL DAN KEBAIKAN TUHAN
Regenerasi adalah perubahan yang radikal dan seketika yang diperlukan untuk memampukan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa untuk dapat kembali melakukan hal yang benar menurut pandangan Tuhan. Regenerasi merupakan suatu perubahan radikal dari kematian rohani menjadi kehidupan rohani yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
Kita tidak memiliki peran apapun dalam kelahiran baru ini; sepenuhnya merupakan tindakan Allah. Sebab jika kita telah mati secara rohani, bagaimana mungkin orang mati dapat bekerjasama dengan Allah untuk menghidupkan dirinya sendiri? (Efesus 2:5).
Kata Yunani “palingensia” muncul dalam Matius 19:28 dengan kata penciptaan kembali dan dalam Titus 3:5 diterjemahkan dengan kata kelahiran kembali. Kata ini berkaitan dengan pribadi seseorang dan juga alam semesta serta bersifat eskatologis. Kata Yunani yang berhubungan dengan perubahan dan dilahirkan oleh Roh Kudus adalah “anothen” dan “gennao” yang berarti memperanakkan atau melahirkan kembali (Yohanes 3:3-8; Galatia 4:9).
Beberapa sebutan yang menyimbolkan regenerasi antara lain : (1) Hati yang baru (Yehezkiel 36:26). (2) Ciptaan baru (2 Korintus 5:17). (3) Sunat hati (Roma 2:29; Kolose 2:11). (4) Batin yang diubah (Roma 7:22; 2 Korintus 4:16).
Regenerasi adalah awal dari seluruh proses pembaharuan. Karena regenerasi merupakan pemberian hidup yang baru, maka artinya regenerasi merupakan awal dari proses-proses pembaharuan hidup. Dengan demikian, orang yang lahir baru telah mengalami langkah pertama dari pembaharuan. Proses-proses pembaharuan hidup yang mengikuti regenerasi itu bersifat progresif dan disebut “pengudusan yang dinamis”.
Paulus mengingatkan “..karena kamu telah menanggalkan (apekdysamenoi) manusia lama (palaion anthropos) serta kelakuannya, dan telah mengenakan (endysamneoi) manusia baru (kainon anhtropos) yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya” (Kolose 3:9-10).
Paulus dalam ayat ini Paulus bukan bermaksud memberitahukan bahwa orang-orang percaya di Kolose bahwa mereka sekarang atau setiap hari harus menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru berulang-ulang kali, tetapi Paulus menegaskan bahwa mereka telah mengalaminya pada saat regenerasi dan telah melakukannya perubahan ini ketika mereka pada saat konversi menerima dengan iman apa yang telah dikerjakan Kristus bagi mereka.
Kata Yunani menanggalkan (apekdysamenoi) dan mengenakan (endysamneoi) menggunakan bentuk aorist tense yang mendeskripsikan kejadian seketika; Jadi Paulus sedang merujuk kepada apa yang telah dilakukan orang percaya di Kolose ini di masa yang lalu. Lalu apakah yang dimaksud Paulus dengan frase “terus menerus diperbaharui”? Walaupun orang-orang percaya adalah pribadi-pribadi baru, akan tetapi mereka belumlah mencapai kesempurnaan yang tanpa dosa; mereka masih harus bergumul melawan dosa.
Pembaharuan ini merupakan proses seumur hidup. frase ini menjelaskan kepada kita bahwa setelah lahir baru kita harus terus menerus mengalami proses pengudusan mencakup pengudusan pikiran, kehendak, emosi, dan hati nurani.
Alkitab menyebutnya dengan istilah “pengudusan”, yang bersifat dinamis bukan statis, yang progresif bukan seketika; yang memelukan pembaharuan, pertumbuhan dan transformasi terus menerus (1 Tesalonika 5:23; Ibrani 10:14; 2 Petrus 3:18). Selanjutnya, Paulus dalam Efesus 4:23 mengingatkan orang percaya “supaya kamu dibaharui (ananeousthai) di dalam roh dan pikiranmu”. Bentuk infinitif ananeousthai yang diterjemahkan dengan “dibaharui” adalah bentuk present tense yang menunjuk kepada suatu proses yang berkelanjutan.
Jadi, orang-orang percaya yang telah lahir baru dan menjadi ciptaan baru di dalam Kristus masih diperintahkan untuk mematikan perbuatan-perbuatan daging dan segala sesuatu yang berdosa di dalam diri mereka beruapa keinginan-keinginan daging (Roma 8:13; Kolose 3:5), serta menyucikan diri dari segala sesuatu yang mencemari tubuh dan roh (2 Korintus 7:1).
Selanjutnya, pernyataan klasik tentang keselamatan hanya “karena kasih karunia oleh iman” adalah frase Yunani “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, langsung diikuti oleh pernyataan ini “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10).
Frase Yunani “pekerjaan baik” dalam ayat ini adalah “ergois agathois” diterjemahkan “perbuatan-perbuatan yang baik”. Kata “agathois” berasal dari kata “agathos” yaitu kata Yunani biasa untuk menerangkan gagasan yg “baik” sebagai kualitas jasmani atau moral. Kata ini dapat berarti “baik, mulia, patut, yang terhormat, dan mengagumkan”.
Jadi, pelayanan kita untuk Allah dilakukan karena rasa terima kasih kita untuk kasih karuniaNya, bukan sebagai upaya untuk menggantikan kasih karunia dengan pekerjaan atau perbuatan-perbuatan yang baik. Perhatikan apa yang Paulus katakan mengenai dirinya sendiri, “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia.
Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” (1 Korintus 15:10). Rasul Paulus yang telah mengatakan bahwa ia diselamatkan hanya karena kasih karunia yang tidak sepatutnya ia terima, namun ia tidak duduk dan bermalas-malasan, melainkan melayani Tuhan dan bekerja dengan giat bagi Allah.
Telah disebutkan diatas, menurut Paulus dalam Efesus 2:8 bahwa kita tidak diselamatkan karena perbuatan-perbuatan. Tetapi menurut Yakobus, iman tanpa perbuatan adalah mati. Apakah Yakobus bertentangan dengan Paulus? Jawabannya tidak, karena Paulus dan Yakobus menggunakan kata “ergon” atau perbuatan/pekerjaan dengan pengertian yang berbeda.
Ketika Paulus menyebut diselamatkan bukan karena perbuatan atau pekerjaan maka yang dimaksud adalah menunjuk kepada keinginan seseorang untuk memperoleh perkenan dan keselamatan melalui usaha menanati hukum taurat dengan kekuatan sendiri dan bukan melalui iman pada anugerah Tuhan.
Sedangkan ketika Yakobus menggunakan kata perbuatan (ergon, bentuk tunggal dari erga yang berarti perbuatan atau pekerjaan) menunjuk kepada perbuatan-perbuatan yang bersumber dari iman sejati dan kehidupan yang telah diselamatkan. Kata “ergon” dalam Yakobus menunjuk kepada kualitas dasar dari kehidupan seseorang yang dinyatakaan dengan perilakunya. Tindakan atau perbuatan seseorang mencerminkan fakta bahwa iman sejati ada di dalam perbuatan-perbuatan itu.
Dengan demikian hubungan antara iman dan perbuatan adalah bahwa setelah diselamatkan kita harus aktif mengerjakan keselamatan itu didalam kehidupan kita dengan perbuatan-perbuatan yang kita lakukan atau hal-hal yang kita kerjakan. (Filipi 2:12-13; Efesus 2:10, agatha). Perbuatan-perbuatan itu merupakan tanda apakah iman kita itu benar-benar hidup (Yakobus 2:14-17) dan tanda ketaatan iman kepada Allah, yang berbeda dengan setan yang percaya pada Allah tetapi tidak taat (Yakobus 2:18-20).
Akhirnya, Tullian Tchividjian mengatakan demikian, “Kebohongan terbesar tentang kasih karunia yang setan ingin dipercayai oleh gereja adalah gagasan bahwa kasih karunia itu berbahaya dan, oleh karenanya, perlu diperhatikan. Dengan mempercayai kebohongan itu, kita tidak hanya membuktikan kita tidak mengerti kasih karunia, tapi kita melanggar perluasan Injil dalam hidup kita dan dalam gereja dengan melestarikan perbudakan kita sendiri.
Kebenarannya adalah, ketidaktaatan terjadi bukan ketika kita berpikir terlalu banyak tentang kasih karunia, tetapi ketika kita berpikir terlalu sedikit tentangnya. Sebagai seorang gembala, salah satu tanggung jawab saya adalah memuridkan orang-orang untuk mengerti tentang ketaatan yang lebih dalam, mengajar mereka untuk berkata tidak pada hal-hal yang Tuhan benci dan ya kepada ha-hal yang Tuhan cintai.
Terlalu sering kita dengan salah menyimpulkan bahwa satu-satunya jalan untuk orang tidak bermoral tetap bermoral adalah dengan memberi mereka lebih banyak peraturan, memberi hukum Taurat. Namun faktanya adalah, satu-satunya cara orang tidak bermoral mulai taat adalah ketika mereka merasakan penerimaan Allah yang tak bersyarat dan radikal terhadap orang-orang berdosa. Kasih karunia saja meluluhkan hati dan mengubah kita dari dalam keluar.
Kemajuan dalam ketaatan terjadi hanya ketika hati kita menyadari bahwa kasih Allah bagi kita tidak bergantung pada kemajuan kita dalam ketaatan” (Tullian Tchividjian, dalam buku Yesus + Nihil = Segalanya, hal. 57. Tullian Tchividjian adalah pendeta dan gembala di Gereja Coral Ridge Prebyterian yang didirikan DR. James Kennedy. Ia juga pengajar di Knox Theological Seminary).HUBUNGAN KESELAMATAN, KASIH KARUNIA, IMAN DAN PERBUATAN.
https://teologiareformed.blogspot.com/