YOHANES 19:31-37 (PEMATAHAN KAKI DAN PENUSUKAN TOMBAK)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
Bacaan: YOHANES 19:31-37.
I) Pematahan kaki (Yohanes 19:31-33,36).
1) Dalam tradisi penyaliban orang Romawi, mereka membiarkan begitu saja orang yang disalib itu sampai mati. Ini bisa memakan waktu berhari-hari. Setelah orang itu mati, kadang-kadang mereka membiarkan mayat itu begitu saja pada salibnya sebagai peringatan bagi semua orang, dan kadang-kadang mereka menurunkannya dan membiarkan mayat itu dimakan burung pemakan bangkai atau anjing.
otomotif, gadget, bisnis |
William Barclay: “When the Romans carried out crucifixion under their own customs, the victim was simply left to die on the cross. He might hang for days in the heat of the midday sun and the cold of the night, tortured by thirst and tortured also by the gnats and the flies crawling in the weals on his torn back. Often men died raving mad on their crosses. Nor did the Romans bury the bodies of crucified criminals. They simply took them down and let the vultures and the crows and the dogs feed upon them” (= Pada waktu orang Romawi melakukan penyaliban dalam tradisi mereka, korban dibiarkan begitu saja untuk mati pada salib. Ia bisa tergantung selama berhari-hari dalam panasnya matahari pada tengah hari dan dinginnya malam, disiksa oleh kehausan dan disiksa juga oleh serangga dan lalat yang merayap pada punggungnya yang sudah tercabik-cabik. Seringkali orang-orang mati pada salib mereka sambil ngoceh tak karuan seperti orang gila. Juga orang Romawi tidak mengubur mayat-mayat dari penjahat-penjahat yang disalib. Mereka hanya menurunkan mereka dan membiarkan burung pemakan bangkai dan gagak dan anjing memakan mereka) - hal 260.
2) Orang-orang (tokoh-tokoh) Yahudi meminta dilakukannya pematahan kaki dan penurunan mayat dari kayu salib (Yohanes 19: 31). Mengapa?
a) Karena mereka harus mempersiapkan diri untuk masuk hari Sabat (Yohanes 19: 31).
Persiapan Sabat dimulai Jum’at pukul 3 siang.
b) ‘Sabat itu adalah hari yang besar’ (Yohanes 19: 31).
Maksudnya hari itu adalah hari Sabat yang istimewa, karena menjelang / bertepatan dengan Paskah / Passover.
Pulpit Commentary: “on that particular year the weekly sabbath would coincide with the 15th of Nissan, which had a sabbath value of its own” (= pada tahun itu sabbat mingguan bertepatan dengan tanggal 15 dari bulan Nissan, yang mempunyai nilai sabbat sendiri) - hal 436.
Catatan: Paskah di sini bukan ‘Easter’ (= Paskah Perjanjian Baru, yang menunjuk pada hari Kebangkitan Yesus; ini sebetulnya tidak pernah ada dalam Kitab Suci), tetapi ‘Passover’ (= Paskah Perjanjian Lama, yaitu hari peringatan keluarnya orang Israel dari Mesir).
c) Mereka tidak mau bahwa pada hari Sabat yang istimewa itu, tanah mereka dinajiskan oleh adanya mayat / orang yang tergantung pada salib.
Bdk. Ulangan 21:22-23 - “‘Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.’”.
Tentang hukum dalam Ul 21:22-23 ini, perlu diketahui bahwa pada jaman Perjanjian Lama salib belum dikenal. Karena itu Ul 21:22-23 sebetulnya menunjuk pada hukuman gantung dimana orangnya langsung mati, atau menunjuk kepada orang yang setelah dihukum mati, lalu mayatnya digantung.
Tetapi pada jaman Yesus, hukum ini diterapkan pada penyaliban yang bisa berlangsung berhari-hari. Bahwa orang yang disalib bisa bertahan berhari-hari, terlihat dari kutipan-kutipan di bawah ini:
· ‘The International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article berjudul ‘Cross’ berkata sebagai berikut:
“The length of this agony was wholly determined by the constitution of the victim and the extent of the prior flogging, but death was rarely seen before 36 hours had passed” (= Lamanya / panjangnya penderitaan ini sepenuhnya ditentukan oleh keberadaan korban itu secara fisik dan mental dan tingkat pencambukan yang mendahuluinya, tetapi kematian jarang terlihat sebelum 36 jam berlalu).
· Thomas Whitelaw: “When violence was not used, the crucified often lived 24 or 36 hours, sometimes three days and nights” (= Kalau kekerasan tidak digunakan, orang yang disalib sering hidup selama 24 atau 36 jam, kadang-kadang 3 hari 3 malam) - hal 410.
· William Barclay dalam komentarnya tentang Lukas 23:32-38 berkata sebagai berikut:
“Many a criminal was known to have hung for a week upon his cross until he died raving mad” (= Banyak penjahat diketahui tergantung selama seminggu pada salibnya sampai ia mati sambil mengoceh tidak karuan seperti orang gila).
· ‘Unger’s Bible Dictionary’ dalam artikel berjudul ‘Crucifixion’ berkata sebagai berikut:
“Instances are on record of persons surviving nine days” (= Ada contoh-contoh / kejadian-kejadian yang tercatat dari orang-orang yang bertahan sampai 9 hari).
Bdk. Markus 15:44 - “Pilatus heran waktu mendengar bahwa Yesus sudah mati. Maka ia memanggil kepala pasukan dan bertanya kepadanya apakah Yesus sudah mati”.
Pilatus merasa heran karena Yesus mati dengan begitu cepat, dan ini menunjukkan bahwa biasanya penyaliban membutuhkan waktu lebih lama untuk membunuh korbannya.
d) Kalau orang hukuman itu diturunkan dari salib dalam keadaan masih hidup, maka itu berarti bahwa ia tidak jadi dihukum mati. Karena itulah mereka meminta dilakukan pematahan kaki lebih dulu, supaya orang hukuman itu cepat mati. Setelah orangnya mati, barulah mayatnya diturunkan.
Dari semua ini terlihat bahwa orang-orang Yahudi ini berusaha mentaati peraturan kecil (yaitu Ul 21:22-23), tetapi melanggar peraturan besar, yaitu membunuh Yesus yang tak bersalah. Bandingkan dengan kecaman Yesus terhadap mereka dalam Matius 23:23-24 - “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan”.
Charles Haddon Spurgeon: “Their consciences were not wounded by the murder of Jesus, but they were greatly moved by the fear of ceremonial pollution. Religious scruples may live in a dead conscience” (= Hati nurani mereka tidak terluka oleh pembunuhan terhadap Yesus, tetapi mereka sangat tergerak oleh rasa takut akan pencemaran yang bersifat upacara. Keberatan agamawi yang kecil-kecil bisa hidup dalam hati nurani yang mati) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 665.
3) Tentang pematahan kaki.
Para penafsir mengatakan bahwa pematahan kaki orang yang disalib ini dilakukan pada bagian di antara lutut dan pergelangan kaki, dan ini dilakukan dengan menggunakan besi atau martil yang berat. Ini tentu merupakan suatu tindakan yang sangat kejam, karena menimbulkan rasa sakit yang luar biasa, tetapi pematahan kaki ini ‘mengandung kebaikan’ karena hal ini mempercepat kematian.
Pulpit Commentary: “Though a cruel act, it was designed to shorten the sufferings of the crucified” (= Sekalipun merupakan tindakan yang kejam, tindakan ini bertujuan untuk memperpendek penderitaan orang yang disalib) - hal 439.
Pulpit Commentary: “ ... a brutal custom, which added to the cruel shame and torment, even though it hastened the end” (= ... kebiasaan / tradisi yang brutal, yang ditambahkan pada rasa malu dan penyiksaan yang kejam, sekalipun ini mempercepat kematian) - hal 432.
Ada 2 pandangan mengapa pematahan kaki bisa mempercepat kematian:
a) Karena sesak nafas.
F. F. Bruce: “The common view today seems to be that the breaking of the legs hastened death by asphyxiation. The weight of the body fixed the thoracic cage so that the lungs could not expel the air which was breathed in, but breathing by diaphragmatic action could continue for a long time so long as the legs, fastened to the cross, provided a point of leverage. When the legs were broken this leverage was no longer available and total asphyxia followed rapidly” (= Kelihatannya pandangan yang umum pada jaman ini adalah bahwa pematahan kaki mempercepat kematian oleh sesak nafas. Berat badan menyebabkan ruang dada tidak bisa dikempiskan sehingga paru-paru tidak dapat mengeluarkan udara yang dihisap, tetapi bernafas dengan menggunakan diafragma bisa dilakukan untuk waktu yang lama selama kaki, yang dipakukan pada salib, memberikan tekanan ke atas. Pada waktu kaki-kaki dipatahkan pengangkatan ke atas ini tidak ada lagi, dan sesak nafas total akan menyusul) - hal 375.
b) Adanya rasa sakit yang luar biasa atau shock / kejutan yang ditimbulkannya, sehingga menyebabkan terjadinya kematian.
Charles Haddon Spurgeon: “... hastening death by the terrible pain which it would cause, and the shock to the system which it would occasion” (= ... mempercepat kematian oleh rasa sakit yang luar biasa yang disebabkannya, dan kejutan pada sistim yang ditimbulkannya) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 666.
William Hendriksen: “Such breaking of the bones (crurifragium, as it is called) by means of the heavy blows of a hammer or iron was frightfully inhuman. It caused death, which otherwise might be delayed by several hours or even days. Says Dr. S. Bergsma in an article ...: ‘The shock attending such cruel injury to bones can be the coup de grace causing death’” [= Pematahan tulang (disebut dengan istilah crurifragium) dengan cara pemukulan menggunakan martil atau besi merupakan sesuatu yang menakutkan yang tidak manusiawi. Ini menyebabkan kematian, yang sebetulnya bisa ditunda beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Kata Dr. S. Bergsma dalam suatu artikel... : ‘Kejutan yang ditimbulkan oleh pelukaan yang kejam pada tulang seperti itu bisa menjadi tindakan yang mengakhiri penderitaan dengan kematian’] - hal 436.
Ada juga yang menggabungkan kedua pandangan di atas.
Leon Morris (NICNT): “The victims of this cruel form of execution could ease slightly the strain on their arms and chests by taking some of their weight on the feet. This helped to prolong their lives somewhat. When the legs were broken this was no longer possible. There was then a greater constriction of the chest, and the death came on more quickly. This was aided also, of course, by the shock attendant on the brutal blows as the legs were broken with a heavy mallet” (= Korban-korban dari hukuman mati yang kejam ini bisa mengurangi sedikit ketegangan pada lengan dan dada mereka dengan memindahkan sebagian berat pada kaki / menekan pada kaki. Ini menolong untuk memperpanjang hidup mereka. Pada saat kaki mereka dipatahkan ini tidak lagi mungkin dilakukan. Karena itu lalu terjadi kesesakan yang lebih besar pada dada, dan kematian datang lebih cepat. Tentu saja ini didukung pula oleh kejutan yang menyertai pukulan-pukulan brutal pada saat kaki-kaki mereka dipatahkan dengan martil yang berat) - hal 817-818.
4) Para tentara Romawi lalu mematahkan kaki dari 2 penjahat yang disalib bersama Yesus (Yohanes 19: 32).
a) Sesuatu yang penting diperhatikan dalam bagian ini adalah bahwa penjahat yang bertobat mengalami nasib yang sama dengan penjahat yang tidak bertobat. Tuhan tidak lalu mengadakan ‘rapture’ (= pengangkatan) bagi dia sebelum hal itu dilakukan!
Charles Haddon Spurgeon: “It is a striking fact that the penitent thief, although he was to be in Paradise with the Lord that day, was not, therefore, delivered from the excruciating agony occasioned by the breaking of his legs. We are saved from eternal misery, not from temporary pain. ... You must not expect because you are pardoned, even if you have the assurance of it from Christ’s own lips, that, therefore, you shall escape tribulation” (= Adalah merupakan fakta yang menyolok bahwa pencuri / penjahat yang bertobat, sekalipun akan bersama dengan Tuhan di Firdaus pada hari itu, tidak dibebaskan dari penderitaan yang menyakitkan yang ditimbulkan oleh pematahan kakinya. Kita diselamatkan dari kesengsaraan kekal, bukan dari rasa sakit sementara. ... Engkau tidak boleh mengharapkan, karena engkau diampuni, bahkan jika engkau mendapatkan keyakinan tentangnya dari bibir Kristus sendiri, bahwa karena itu engkau akan lolos dari kesengsaraan) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 666.
Penerapan:
· Seorang kristen berkata kepada saya bahwa menurut dia 5 orang kristen yang mati dibakar di Situbondo pada beberapa waktu yang lalu itu, pasti tidak merasa sakit. Sebelum mereka merasa sakit, Tuhan sudah ‘mengangkat’ mereka. Saya sama sekali tidak yakin akan kebenaran kata-kata yang tidak mempunyai dasar Kitab Suci ini!
· Kalau ada gempa bumi, banjir, atau bencana lain apapun juga, jangan heran kalau gereja / orang kristen juga terkena. Tuhan memang bisa menghindarkan hal itu dari gereja / orang kristen, dan kadang-kadang Ia melakukan hal itu, tetapi seringkali Ia membiarkan orang kristen terkena bencana bersama-sama dengan orang kafir!
b) Sekalipun pematahan kaki ini memberi penderitaan yang luar biasa bagi penjahat yang bertobat itu, tetapi pematahan kaki ini juga dipakai oleh Tuhan untuk memberi berkat kepadanya, karena melalui pematahan kaki ini ia mati pada hari itu juga, sehingga kata-kata / janji Yesus kepadanya dalam Lukas 23:43 tergenapi.
Charles Haddon Spurgeon: “Suffering is not averted, but it is turned into a blessing. The penitent thief entered into Paradise that very day, but it was not without suffering; say, rather, that the terrible stroke was the actual means of the prompt fulfilment of his Lord’s promise to him. By that blow he died that day; else might he have lingered long” (= Penderitaan tidak dicegah / dihindarkan, tetapi penderitaan itu diubah menjadi suatu berkat. Pencuri yang bertobat itu masuk ke Firdaus hari itu juga, tetapi itu tidak terjadi tanpa penderitaan; sebaliknya pukulan yang mengerikan itu merupakan jalan / cara yang sebenarnya untuk penggenapan yang tepat dari janji Tuhannya kepadanya. Oleh pukulan itu ia mati pada hari itu; kalau tidak ia mungkin akan tetap hidup lama) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 666.
5) Yesus sudah mati, sehingga kakiNya tidak dipatahkan (Yohanes 19: 33).
a) Allah mengatur supaya Yesus mati lebih dulu, supaya tulangNya tidak dipatahkan. Bisa juga dikatakan bahwa Yesus sendiri mengatur supaya Ia mati lebih dulu, sehingga tulangNya tidak dipatahkan. Bahwa Yesusnya sendiri mengatur kematianNya bisa terlihat dari Matius 27:50 dan Lukas 23:46 dimana Ia mati karena Ia menyerahkan nyawa / rohNya ke tangan Bapa. Bandingkan ini dengan Yohanes 10:17b-18 yang berbunyi: “Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali”.
Calvin: “That they break the legs of the two robbers, and after having done so, find that Christ is already dead, and therefore do not touch his body, appears to be a very extraordinary work of the providence of God. Ungodly men will, no doubt, say that it happens naturally that one man dies sooner than another; but, if we examine carefully the whole course of the narrative, we shall be constrained to ascribe it to the secret purpose of God, that the death of Christ was brought on much more rapidly than men could have at all expected, and that this prevented his legs from being broken” (= Bahwa mereka mematahkan kaki-kaki dari kedua perampok, dan setelah melakukan hal itu, mendapatkan bahwa Kristus sudah mati, dan karena itu tidak menyentuh tubuhNya, kelihatannya merupakan pekerjaan yang sangat luar biasa dari providensia / pengaturan Allah. Orang-orang yang jahat / tidak percaya tidak diragukan lagi akan mengatakan bahwa merupakan sesuatu yang alamiah bahwa satu orang mati lebih cepat dari yang lain; tetapi, jika kita memeriksa dengan seksama seluruh jalan cerita, kita akan terpaksa untuk menganggapnya berasal dari rencana rahasia dari Allah, bahwa kematian Kristus terjadi jauh lebih cepat dari yang bisa diharapkan oleh manusia, dan bahwa hal ini mencegah pematahan kaki-kakiNya) - hal 239.
b) Ini tidak berarti bahwa Ia tidak memikul seluruh hukuman dosa kita.
Perhatikan ay 28 yang mengatakan bahwa ‘semuanya telah selesai’. Juga ay 30 dimana Yesus berkata ‘Sudah selesai’. Jadi Ia menyerahkan nyawa / rohNya, setelah seluruh penebusan dosa yang dilakukanNya selesai.
Tetapi bagaimana bisa selesai padahal Ia belum mati? Calvin mengatakan bahwa tentu Yesus sudah memperhitungkan kematianNya di dalam kata-kata ‘Sudah selesai’ itu.
c) Mengapa Allah / Yesus mengatur sehingga kaki Yesus tidak dipatahkan?
Jawabnya ada dalam Yohanes 19: 36: “Sebab hal itu terjadi, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci: ‘Tidak ada tulangNya yang akan dipatahkan.’”. Jadi, kaki / tulang Yesus dijaga supaya tidak dipatahkan, supaya nubuat Kitab Suci / Perjanjian Lama tergenapi. Nubuat yang mana?
· Ada yang mengatakan bahwa nubuat yang tergenapi adalah Mazmur 34:21 - “Ia melindungi segala tulangnya, tidak satupun yang patah” (Catatan: dalam bahasa Inggris - Psalm 34:20).
George Hutcheson: “the promise made to all the godly, Psalm 34:20, was eminently accomplished in him” (= janji yang dibuat bagi semua orang saleh, Maz 34:21, secara menyolok tercapai dalam Dia) - hal 407.
Tetapi kebanyakan penafsir menganggap bahwa tidak dipatahkannya kaki Yesus bukan merupakan penggenapan dari Mazmur 34:21 ini, karena ayat ini tidak berbicara tentang Kristus, tetapi tentang orang benar secara umum. Dan kalau dikatakan tulang orang benar dijaga supaya tidak patah, tentu tidak boleh diartikan secara hurufiah. Maksudnya adalah bahwa Allah akan menjaga kesejahteraannya secara umum.
· Peraturan tentang domba Paskah dalam:
* Keluaran 12:46 - “Paskah itu harus dimakan dalam satu rumah juga; tidak boleh kaubawa sedikitpun dari daging itu keluar rumah; satu tulangpun tidak boleh kamu patahkan”.
* Bilangan 9:12 - “Janganlah mereka meninggalkan sebagian dari padanya sampai pagi, dan satu tulangpun tidak boleh dipatahkan mereka. Menurut segala ketetapan Paskah haruslah mereka merayakannya”.
Kedua ayat ini memberi peraturan tentang domba Paskah (Passover Lamb), dimana tulangnya tidak boleh dipatahkan, dan domba Paskah ini adalah TYPE / gambaran dari Kristus.
1Korintus 5:7 - “Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”.
F. F. Bruce: “Whereas in Ps. 34:20 the guarding of the righteous man’s bones means the preservation of his general well-being, the literal sense of the term in John’s narrative consorts better with its literal sense in the prescription regarding the passover lamb” (= Mengingat bahwa dalam Maz 34:21 penjagaan tulang orang benar berarti penjagaan / pemeliharaan kesejahteraan / kesehatannya secara umum, arti hurufiah dari istilah itu dalam cerita Yohanes lebih cocok dengan arti hurufiahnya dalam petunjuk / ketentuan tentang domba Paskah) - hal 377.
II) Penusukan tombak (Yohanes 19: 34-35,37).
1) Tentara Romawi sebetulnya mau mematahkan kaki Yesus, tetapi melihat bahwa Yesus sudah mati, mereka tidak mematahkan kaki Yesus. Tetapi seorang tentara, mungkin karena ingin memastikan kematian Yesus, atau mungkin karena sekedar ingin melakukan sesuatu yang brutal terhadap mayat Yesus, lalu menusuk Yesus dengan tombak (Yohanes 19: 34).
2) Dongeng Roma Katolik tentang si penusuk tombak ini.
Adam Clarke: “The soldier who pierced our Lord’s side has been called by the Roman Catholic writers Longinus, which seems to be a corruption of lonch, lonche, a spear or dart, the word in the text. They moreover tell us that this man was converted - that it was he who said, Truly this was the Son of God - that he travelled into Cappadocia, and there preached the Gospel of Christ, and received the crown of martyrdom. But this deserves the same credit as the other legends of the Popish Church” [= Tentara yang menikam sisi / rusuk Tuhan kita disebut oleh penulis-penulis Roma Katolik sebagai Longinus, yang kelihatannya merupakan suatu perusakan dari kata lonch, LONCHE, sebuah tombak atau panah, kata yang digunakan dalam text ini. Selanjutnya mereka menceritakan kepada kita bahwa orang ini bertobat - bahwa ialah yang berkata: ‘Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah’ (Mat 27:54b) - bahwa ia mengadakan perjalanan ke Kapadokia, dan di sana mengkhotbahkan Injil Kristus, dan menerima mahkota kematian syahid. Tetapi ini layak mendapatkan kepercayaan yang sama seperti dongeng-dongeng lain dari Gereja Paus / Roma Katolik] - hal 653.
3) Penusukan tombak terhadap Yesus.
a) Di bagian mana Yesus ditusuk dengan tombak?
Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘lambung’ (Yohanes 19: 34). Ini salah terjemahan.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘side’ (= sisi / rusuk).
b) Yesus ditusuk tombak di rusuk / sisi yang mana? Yang kiri atau yang kanan?
1. Ada tradisi yang mengatakan rusuk kanan, dan beberapa penafsir mengatakan bahwa kita tidak bisa tahu apakah itu rusuk kiri atau kanan.
F. F. Bruce: “John does not say which side was pierced (an early tradition specifies the right side)” [= Yohanes tidak mengatakan sisi / rusuk yang mana yang ditikam (suatu tradisi kuno menyatakan sisi / rusuk kanan)] - hal 375.
Adam Clarke: “Whether it was the right or the left side of Christ that was pierced has been a matter of serious discussions among the divines and physicians; and on this subject they are not yet agreed. That it is of no importance we are sure, because the Holy Ghost has not revealed it. Luke Cranache, a famous painter, whose piece of the crucifixion is at Augsburg, has put no wound on either side: when he was asked the reason of this - I will do it, said he, when I am informed which side was pierced” (= Apakah itu adalah sisi / rusuk kanan atau kiri dari Kristus yang ditikam merupakan persoalan yang dibicarakan secara serius di antara ahli-ahli theologia dan dokter-dokter; dan tentang hal ini mereka belum sepakat. Kami yakin bahwa ini bukan merupakan sesuatu yang penting, karena Roh Kudus tidak menyatakannya. Luke Cranache, seorang pelukis yang terkenal, yang lukisan tentang penyalibannya ada di Augsburg, tidak memberi luka pada sisi / rusuk manapun: pada waktu ia ditanya alasannya - Aku akan memberinya, katanya, pada waktu aku diberi informasi sisi / rusuk yang mana yang ditikam) - hal 653.
2. Tetapi saya sangat condong untuk menyetujui pandangan dari mayoritas penafsir yang mengatakan bahwa yang ditikam adalah rusuk kiri. Alasannya:
· Seorang tentara dilatih untuk membunuh, sehingga ia tenrtu akan menusuk jantung, yang ada di dada kiri.
· Kalau tentara itu tidak kidal, maka ia akan memegang tombak dengan tangan kanan di bagian belakang tombak dan tangan kiri di bagian depan tombak. Dalam posisi seperti ini, kalau ia mau menusuk rusuk kanan Yesus, ia harus berada hampir di belakang Yesus. Ini rasanya tidak memungkinkan. Lebih mungkin ia menusuk pada posisi berhadapan dengan Yesus, sehingga pasti akan menusuk rusuk kiri Yesus.
William Hendriksen: “If the spear was held in the right hand, as is probable, it was in all likelihood the left side of Jesus that was pierced” (= Jika tombak itu dipegang dalam tangan kanan, dan ini mungkin sekali, maka besar kemungkinannya bahwa sisi / rusuk kiri Yesus yang ditusuk) - hal 437.
· Ada juga yang mengatakan bahwa kalau yang ditusuk bukan rusuk kiri maka tidak mungkin bisa keluar darah dan air.
c) Arah penusukan tombak.
Kita perlu mengingat bahwa orang yang disalib posisinya lebih tinggi sekitar 3 kaki (90 cm) dari orang lain.
William Barclay (dalam Lukas 23:32-38): “It was quite low, so that the criminal’s feet were only two or three feet above the ground” (= Itu cukup rendah, sehingga kaki dari orang kriminil itu hanyalah 2 atau 3 kaki di atas tanah).
Penafsir yang lain mengatakan jarak / tinggi kaki orang yang disalib dari tanah adalah 3-4 kaki.
Karena orang yang disalib itu letaknya agak tinggi, jelas bahwa arah penusukan tombak itu ke atas (ke jantung).
Charles Haddon Spurgeon: “... probably thrusting his lance quite through the heart” (= ... mungkin menusukkan tombaknya betul-betul menembus jantung) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 667.
d) Dalamnya penusukan tombak / besarnya luka penusukan tombak.
Luka pada rusuk Yesus karena penusukan tombak ini cukup besar. Itu terlihat dari:
· Yohanes 20:25 - ‘... sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambungNya ...’.
· Yohanes 20:27 - ‘Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tanganKu, ulurkanlah tanganmu dan cucukkanlah ke dalam lambungKu ...’.
Untuk bekas paku di tangan Yesus, Thomas ingin mencucukkan jarinya, tetapi untuk bekas tombak pada rusuk Yesus, Thomas ingin mencucukkan tangannya. Ini menunjukkan bahwa bekas penusukan tombak itu sangat besar dan jauh lebih besar dari bekas paku di tangan Yesus. Supaya bisa menghasilkan lubang sebesar itu tombak harus ditusukkan cukup dalam, sedikitnya sedalam 4-5 inci.
e) Komentar tentang lubang penusukan tombak.
George Hutcheson: “As a hole was made in Adam’s side to take out a wife, so a hole was made in his side to take in his beloved bride to his heart” (= Sebagaimana sebuah lubang dibuat pada rusuk Adam untuk mengeluarkan seorang istri, begitu juga sebuah lubang dibuat di rusukNya untuk memasukkan pengantin tercintaNya kepada jantung / hatiNya) - hal 406.
f) Perlu ditekankan bahwa bukan penusukan tombak itu yang menyebabkan Yesus mati, karena pada waktu ditusuk tombak, Yesus sudah mati (Yohanes 19: 33), hanya saja kita tidak tahu sudah berapa lama Ia mati.
Hendriksen mengutip Dr. Bergsma:
“To presuppose, as some do, that the spear pierced the still living heart, and thus to account for the blood and water is contrary ... to science, for pure blood would have issued forth. It was in the crucifixion itself that his death was to be accomplished, not in a spear-thrust by a soldier” (= Menganggap, seperti yang dilakukan beberapa orang, bahwa tombak itu menusuk jantung yang masih hidup, sehingga menyebabkan keluarnya darah dan air, bertentangan ... dengan ilmu pengetahuan, karena kalau demikian maka darah murni yang akan keluar. Dalam penyaliban itu sendirilah kematianNya terjadi, bukan dalam penusukan tombak oleh seorang tentara) - hal 438.
4) Pada waktu Yesus ditusuk tombak, maka keluar darah dan air (Yohanes 19: 34b).
Keluarnya darah dan air dari rusuk Yesus ini membingungkan semua penafsir, karena banyak orang berkata bahwa kalau orang hidup ditusuk maka hanya akan keluar darah (tanpa air), dan kalau orang mati ditusuk maka tidak akan keluar apa-apa. Lalu mengapa pada waktu Yesus ditusuk, bisa keluar darah dan air?
Ada yang sekedar mengatakan bahwa Yohanes tidak mempedulikan penyebab kematian Kristus, atau bagaimana Kristus mati, tetapi hanya peduli dengan fakta bahwa Kristus memang sudah mati.
F. F. Bruce: “... but it was with the fact of death, not with the cause of death, that John was concerned” (= ... tetapi yang diperhatikan oleh Yohanes adalah fakta kematiannya, bukan penyebab kematiannya) - hal 375-376.
Tetapi kebanyakan penafsir berusaha menjelaskan bagaimana darah dan air itu bisa keluar dari rusuk Yesus. Dan ada bermacam-macam teori yang mencoba untuk menjelaskan hal ini:
a) Ini adalah mujijat / tanda.
Origen mengatakan bahwa darah membeku pada orang mati, dan air juga tak akan keluar dari orang mati. Karena itu ini jelas adalah suatu mujijat.
b) Darah keluar dari jantung dan air keluar dari pericardium / kantung pembungkus jantung.
Barnes’ Notes: “The heart is surrounded by a membrane called the pericardium. This membrane contains a serous matter or liquor resembling water, which prevents the surface of the heart from becoming dry by its continual motion” (= Jantung dibungkus oleh membran yang disebut pericardium. Membran ini terdiri dari zat yang tipis dan berair atau cairan yang mirip air, yang menjaga supaya permukaan jantung tidak menjadi kering karena pergerakannya yang terus-menerus) - hal 355.
Catatan: Pericardium = PERI (= around / sekeliling) + KARDIA (= heart / jantung). Jadi Pericardium = ‘the thin, membrane sac enclosing the heart’ (= kantung membran tipis yang membungkus jantung).
Adam Clarke: “It may be naturally supposed that the spear went through the pericardium and pierced the heart; that the water proceeded from the former, and the blood from the latter”(= Adalah wajar untuk menganggap bahwa tombak itu menembus pericardium dan menusuk jantung; bahwa air keluar dari yang terdahulu, dan darah dari yang terakhir) - hal 654.
c) Ini disebabkan pencambukan yang dialami Yesus.
‘The International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article berjudul ‘Blood and water’:
“A. F. Sava ... suggests that the blood and water were accumulated in the pleural cavity between the rib cage and the lung. He shows that severe nonpenetrating chest injuries are capable of producing such an accumulation, and suggests that a scourging such as Jesus received several hours before His death was sufficient to account for the accumulation that flowed forth when the chest wall was pierced. Also, there was enough time between the scourging and the piercing to allow the red blood cells to separate from the lighter clear serum” (= A. F. Sava ... mengusulkan bahwa darah dan air terkumpul dalam rongga di antara rusuk dan paru-paru. Ia menunjukkan bahwa luka-luka hebat yang tidak menembus dada bisa menimbulkan pengumpulan seperti itu, dan mengatakan bahwa pencambukan seperti yang diterima oleh Yesus beberapa jam sebelum kematianNya cukup untuk menimbulkan pengumpulan itu, yang lalu keluar pada waktu dinding dada ditikam. Juga, ada cukup waktu antara pencambukan dan penikaman untuk mengijinkan sel-sel darah merah berpisah dengan cairan jernih yang lebih encer).
d) Tubuh / daging Yesus unik, karena tidak mengalami pembusukan.
Charles Haddon Spurgeon: “It was supposed by some that by death the blood was divided, the clots parting from the water in which they float, and that in a perfectly natural way. But it is not true that blood would flow from a dead body if it were pierced. ... The flowing of this blood from the side of our Lord cannot be considered as a common occurrence ... Granted, that blood would not flow from an ordinary dead body; yet remember, that our Lord’s body was unique, since it saw no corruption. ... therefore there is no arguing from facts about common bodies so as to conclude therefrom anything concerning our blessed Lord’s body. ... It is scarcely reverent to be discoursing of anatomy when the body of our adorable Lord is before us. Let us close our eyes in worship rather than open them in irreverent curiosity” (= Beberapa orang menganggap bahwa oleh kematian darah dipisahkan, bekuan-bekuan darah berpisah dari air dimana mereka mengapung, dan itu terjadi betul-betul secara alamiah. Tetapi adalah tidak benar bahwa darah akan keluar dari mayat yang ditikam. ... Mengalirnya darah dari rusuk Tuhan kita tidak bisa dianggap sebagai kejadian yang umum ... Memang darah tidak akan mengalir dari mayat biasa; tetapi ingat bahwa tubuh Tuhan kita itu unik, karena tubuh itu tidak mengalami pembusukan. ... karena itu tidak ada perdebatan dari fakta-fakta tentang mayat-mayat biasa yang bisa dipakai untuk menyimpulkan dari sana apapun tentang tubuh Tuhan kita yang mulia / diberkati. ... Hampir merupakan sesuatu yang tidak hormat untuk bercakap-cakap mengenai anatomi pada waktu tubuh dari Tuhan yang patut dipuja ada di hadapan kita. Hendaklah kita menutup mata kita dalam penyembahan dari pada membukanya dalam keingin-tahuan yang tidak hormat) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 667.
Catatan:
· Spurgeon mengatakan bahwa tubuh Kristus tidak mengalami pembusukan berdasarkan Kis 2:31, yang mengutip dari Mazmur 16:10. Tetapi untuk bagian-bagian ini Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena menterjemahkannya: “Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa dagingNya tidak mengalami kebinasaan”.
NASB/Lit: ‘nor did His flesh suffer decay’ (= dagingNya tidak mengalami pembusukan).
NIV: ‘nor did his body suffer decay’ (= tubuhNya tidak mengalami pembusukan).
KJV: ‘neither his flesh did see corruption’ (= dagingNya tidak mengalami pembusukan).
RSV: ‘nor did his flesh see corruption’ (= dagingNya tidak mengalami pembusukan).
· Penjelasan Spurgeon ini tidak menjelaskan mengapa rusuk Yesus bisa mengeluarkan air.
e) Darah dari jantung, air dari lambung.
Tasker (Tyndale) mengutip kata-kata / pendapat seorang dokter yang bernama John Lyle Cameron:
“After pointing out that the unexpectedly early death of Jesus is a clear indication that a fatal complication had suddenly developed, he asserts that the insatiable thirst and the post-mortem treatment of the body described in John 19:34 substantiate the conclusion that this complication could only have been acute dilatation of the stomach. He then adds: ‘The soldier was a Roman: he would be well trained, proficient, and would know his duty. He would know which part of the body to pierce in order that he might obtain a speedily fatal result or ensure that the victim was undeniably dead. He would thrust through the left side of the chest a little below the centre. Here he would penetrate the heart and the great blood vessels at their origin, and also the lung on the side. The soldier, standing below our crucified Lord as He hung on the cross, would thrust upwards under the left ribs. The broad, clean cutting, two-edged spearhead would enter the left side of the upper abdomen, would open the greatly distended stomach, would pierce the diaphragm, would cut, wide open, the heart and great blood vessels, arteries and veins now fully distended with blood, a considerable proportion of all the blood in the body, and would lacerate the lung. The wound would be large enough to permit the open hand to be thrust into it. Blood from the greatly engorged veins, pulmonary vessel and dilated right side of the heart, together with water from the acutely dilated stomach, would flow forth in abundance.’” (= Setelah menunjukkan bahwa kematian cepat yang tidak terduga dari Yesus merupakan petunjuk yang jelas bahwa komplikasi yang fatal telah terjadi, ia menegaskan bahwa kehausan yang tidak terpuaskan dan tindakan yang dilakukan kepada tubuh setelah mati dalam Yoh 19:34 menyokong / membenarkan kesimpulan bahwa komplikasi ini adalah lambung / usus yang membesar secara akut. Ia lalu menambahkan: ‘Tentara itu adalah tentara Romawi: ia terlatih dengan baik, cakap, dan tahu kewajibannya. Ia tahu bagian mana dari tubuh yang harus ditusuk supaya mendapatkan hasil fatal yang cepat atau memastikan bahwa korban itu betul-betul mati. Ia menikam melalui bagian kiri dari dada sedikit di bawah pusat. Di sini ia akan menembus jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar pada asal mulanya / pangkalnya, dan juga paru-paru. Tentara itu, berdiri di bawah Tuhan kita yang tergantung pada kayu salib, menusuk ke atas di bawah rusuk kiri. Mata tombak yang lebar, tajam, bermata dua menusuk perut atas, membuka lambung / usus yang menggelembung besar, menusuk diafragma, memotong, membuka lebar, jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, arteri dan pembuluh darah yang sekarang / saat itu menggelembung dengan darah, bagian yang cukup banyak dari semua darah dalam tubuh, dan mencabik paru-paru. Luka itu cukup besar untuk memungkinkan tangan terbuka dimasukkan ke dalamnya. Darah dari pembuluh darah yang sangat padat dengan darah, pembuluh paru-paru dan bagian kanan dari jantung yang membesar, bersama-sama dengan air dari lambung / usus yang membesar secara akut, mengalir keluar dalam jumlah yang banyak) - hal 212-213.
f) Teori jantung pecah.
William Barclay: “Normally, of course, the body of a dead man will not bleed. It is suggested that what happened was that Jesus’s experiences, physical and emotional, were so terrible that his heart was ruptured. When that happened the blood of the heart mingled with the fluid of the pericardium which surrounds the heart. The spear of the soldier pierced the pericardium and the mingled fluid and blood came forth. It would be poignant thing to believe that Jesus, in the literal sense of the term, died of a broken heart” (= Biasanya, tentu saja, tubuh orang mati tidak mengeluarkan darah. Diusulkan bahwa apa yang terjadi adalah bahwa pengalaman Yesus, secara fisik dan emosi, begitu mengerikan sehingga jantungNya pecah. Pada saat hal ini terjadi darah dari jantung bercampur dengan cairan dari kantung pembungkus jantung. Tombak tentara itu menusuk kantung pembungkus jantung dan campuran cairan dan darah itu keluar. Adalah sesuatu hal yang memedihkan untuk percaya bahwa Yesus, dalam arti hurufiah dari istilah ini, mati karena jantung yang pecah) - hal 261.
William Hendriksen: “... the death of Jesus resulted from rupture of the heart in consequence of great mental agony and sorrow. Such a death would be almost instantaneous, and the blood flowing into the pericardium would coagulate into the red clot (blood) and the limpid serum (water). This blood and water would then be released by the spear-thrust” [= ... kematian Yesus diakibatkan oleh pecahnya jantung sebagai akibat dari penderitaan mental dan kesedihan yang hebat. Kematian seperti itu terjadi hampir seketika, dan darah yang mengalir ke pericardium (kantung membran tipis yang membungkus jantung) akan membeku / mengental menjadi gumpalan merah (darah) dan serum / cairan yang transparan (air). Darah dan air ini lalu keluar karena tusukan tombak] - hal 437.
William Hendriksen: “He (Dr. Bergsma) wisely refrains from drawing a definite conclusion. The matter is too uncertain, and specialists on heart-diseases (and particularly on the rupture of the heart) do not seem to be in complete agreement. Nevertheless, it is clear from the article that Dr. Bergsma leans somewhat toward the ruptured-heart theory as an explanation of the blood and water issuing from the side of Jesus” [= Ia (Dr. Bergsma) secara bijaksana menahan diri dari penarikan kesimpulan yang pasti. Persoalan ini terlalu tidak pasti, dan para spesialis penyakit jantung (dan khususnya tentang pecahnya jantung) tidak sependapat dalam hal ini. Meskipun demikian, jelas dari artikel itu bahwa Dr. Bergsma condong pada teori jantung pecah ini sebagai penjelasan dari darah dan air yang keluar dari sisi / rusuk Yesus] - hal 437.
Keberatan terhadap teori jantung pecah:
‘The International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article berjudul ‘Blood and water’ menolak teori jantung pecah ini dengan berkata:
“The romantic notion that Jesus died literally of a broken heart - first advanced by Stroud in 1847 - has fallen from favor. Spontaneous rupture of the heart is not unknown, but it does not occur under the pressure of mental or emotional stress. It is the result of preexisting heart disease, for which, in the case of Jesus, we have no indication” (= Pikiran / gagasan yang romantis bahwa Yesus secara hurufiah mati karena jantung yang pecah - yang mula-mula diajukan oleh Stroud pada tahun 1847 - telah kehilangan peminat. Pecahnya jantung dengan sendirinya memang dikenal, tetapi hal itu tidak terjadi di bawah tekanan mental atau emosi. Itu merupakan akibat dari penyakit jantung yang mendahuluinya, untuk mana, dalam kasus Yesus, kita tidak mempunyai petunjuk).
Jawaban terhadap keberatan ini:
Apa yang Yesus alami pada saat itu memang luar biasa, sehingga tidak perlu heran kalau terjadi hal yang unik / lain dari pada lain.
· Hendriksen mengutip Dr. Bergsma:
“... the presence of any considerable quantity of serum and blood clot, issuing after a spear wound as described above, could only come from the heart or the pericardial sac. We must agree from the outset that no pre-existing disease affected Christ’s body. He was a perfect lamb of God. It is extremely rare, well-nigh impossible, authorities say, for the normal heart muscle to rupture. Christ, however, suffered as no man before or since has suffered. Ps. 69:20 says prophetically, ‘Reproach has broken my heart.’ The next verse continues, ‘They gave me gall for my food; and in my thirst they gave me vinegar to drink’. We take the second prophecy as literally fulfilled, but many consider it fantastic to take verse 20 also literally. If Christ’s heart did not rupture, it is difficult to explain any accumulation of blood and water as described by John. The normal pericardial effusion of an ounce or less would be a mere trickle unobserved by anyone” [= ... adanya sejumlah cairan dan bekuan darah yang keluar dari luka tusukan tombak seperti digambarkan di atas, hanya bisa keluar dari jantung atau dari kantung tipis pembungkus jantung. Kita harus setuju dari permulaan bahwa sebelum ini tidak ada penyakit pada tubuh Kristus. Ia adalah domba Allah yang sempurna. Orang-orang yang mempunyai otoritas berkata bahwa adalah sesuatu yang sangat jarang, hampir tidak mungkin, bahwa sebuah otot jantung bisa pecah. Tetapi Kristus, menderita seperti yang tidak pernah dialami oleh siapapun sebelum atau sesudah itu. Maz 69:21 menubuatkan, ‘Cela itu telah mematahkan / memecahkan jantungku’. Ayat selanjutnya melanjutkan, ‘Mereka memberiku empedu sebagai makananku; dan pada waktu aku haus mereka memberi aku minum cuka / anggur asam’. Kita menganggap bahwa nubuat yang kedua digenapi secara hurufiah, tetapi banyak yang menganggapnya sebagai sesuatu yang fantastis untuk menafsirkan Yohanes 19: 21 juga secara hurufiah. Jika jantung Kristus tidak pecah, adalah sukar untuk menjelaskan pengumpulan darah dan air seperti yang digambarkan oleh Yohanes. Keluarnya cairan dari pericardial / kantung pembungkus jantung normal sebanyak 1 ounce (± 28 gram atau ± 28 cc) atau kurang dari itu hanya merupakan cucuran kecil yang tidak akan diperhatikan oleh siapa pun] - hal 438.
Catatan:
¨ Dalam Kitab Suci Indonesia Mazmur 69:21a berbunyi: “Cela itu telah mematahkan hatiku”.
Tetapi dalam terjemahan NIV Psalm 69:20 berbunyi: “Scorn has broken my heart” (= Caci maki telah mematahkan hatiku / memecahkan jantungku).
¨ Dalam Kitab Suci Indonesia Mazmur 69:22 berbunyi: “Bahkan mereka memberi aku makan racun dan pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam”. Ini jelas salah terjemahan.
Dalam terjemahan NIV Psalm 69:21 berbunyi: “They put gall in my food and gave me vinegar for my thirst” (= Mereka memberi empedu dalam makananku dan memberiku cuka / anggur asam untuk kehausanku).
· William Hendriksen: “This theory emphasizes the greatness of Christ’s mental and spiritual agony. Ordinarily death by crucifixion might not cause the heart to rupture, but this was no ordinary death. This Sufferer bore the wrath of God against sin. He suffered eternal death, the pangs of hell!” (= Teori ini menekankan kehebatan dari penderitaan mental dan rohani Kristus. Biasanya kematian oleh penyaliban tidak menyebabkan jantung pecah, tetapi ini bukanlah kematian biasa. Penderitanya memikul murka Allah terhadap dosa. Ia mengalami penderitaan kematian kekal, rasa sakit dari neraka!) - hal 440.
· ‘The International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article berjudul ‘Bloody sweat’ (= keringat berdarah):
“As the agony of Our Lord was unexampled in human experience, it is conceivable that it may have been attended with physical conditions of a unique nature” (= Karena penderitaan Tuhan kita tidak ada contohnya dalam pengalaman manusia, maka dapat dimengerti bahwa hal itu disertai dengan kondisi-kondisi fisik yang bersifat unik).
Kalau di taman Getsemani, pada waktu Yesus bergumul dalam doa, sudah terjadi phenomena yang luar biasa, yang boleh dikatakan tidak masuk akal, yaitu keluarnya keringat seperti titik darah (Lukas 22:44), maka kalau pada salib terjadi phenomena yang lebih luar biasa / lebih tidak masuk akal, seperti jantung yang pecah, itu bukanlah sesuatu yang mengherankan.
5) Apa artinya darah dan air yang keluar dari rusuk Yesus itu?
a) Ada yang berkata: Tidak ada arti apa-apa, kecuali menunjukkan bahwa Yesus sudah mati.
Adam Clarke: “the issuing of the blood and water appears to be only a natural effect of the above cause, and probably nothing mystical or spiritual was intended by it. However, it affords the fullest proof that Jesus died for our sins” (= keluarnya darah dan air kelihatannya hanya merupakan akibat alamiah dari penyebab di atas, dan mungkin tidak ada sesuatu yang bersifat mistik atau rohani yang dimaksudkan olehnya. Tetapi bagaimanapun itu memberikan bukti yang paling penuh bahwa Yesus mati untuk dosa-dosa kita) - hal 654.
b) Tetapi kebanyakan penafsir memberikan arti bagi darah dan air yang keluar dari rusuk Yesus itu. Tetapi tentang apa arti darah dan air di sini, ada bermacam-macam penafsiran:
1. Cara / alat keselamatan.
Pulpit Commentary: “Macarius Magnes and Apollinarius saw an allusion to the side of Adam, from which Eve, the source of evil, was taken; that now the side of the second Adam should give forth the means of salvation and deliverance” (= Macarius Magnes dan Apollinarius melihat hubungan tak langsung dengan sisi / rusuk Adam, dari mana Hawa, sumber kejahatan, diambil; bahwa sekarang sisi / rusuk dari Adam kedua mengeluarkan alat / cara keselamatan dan pembebasan) - hal 433.
Saya berpendapat bahwa pandangan ini kurang specific.
2. Air menunjuk pada Baptisan, dan darah menunjuk pada Perjamuan Kudus.
Saya tidak setuju dengan penafsiran ini karena merupakan sesuatu yang aneh kalau suatu simbol (darah dan air) menunjuk pada simbol yang lain (Perjamuan Kudus dan Baptisan).
3. Darah menunjuk pada pengampunan dosa, air menunjuk pada kehidupan secara rohani.
Pulpit Commentary: “(a) The blood indicated life sacrificed. (b) Water was the symbol of the spiritual life. The death of Christ secured at once the cleansing away of sin, and the quickening of dead souls by the Spirit” [= (a) Darah menunjukkan hidup yang dikorbankan. (b) Air merupakan simbol dari hidup rohani. Kematian Kristus memastikan secara serentak pembersihan dosa, dan penghidupan jiwa-jiwa yang mati oleh Roh] - hal 439.
4. Pandangan Calvin dan Spurgeon.
a. Calvin menganggap bahwa:
· darah menunjuk pada penebusan, yang menyebabkan kita mendapatkan justification / pembenaran.
· air menunjuk pada pembasuhan, yang menyebabkan kita mendapatkan sanctification / pengudusan.
Ini menunjukkan bahwa Yesus adalah Anti-Type dari sacrifice / korban (» darah) dan washings / pembasuhan (» air) dalam Perjanjian Lama.
b. Spurgeon membandingkan bagian ini dengan Zakharia 12:10, dan ia mengajak untuk membaca Zakharia ini terus sampai Zakh 13:1 yang berbunyi: “Pada waktu itu akan terbuka suatu sumber bagi keluarga Daud dan bagi penduduk Yerusalem untuk membasuh dosa dan kecemaran”.
Ia lalu menyimpulkan bahwa ‘darah’ menangani ‘dosa’, dan ‘air’ menangani ‘kecemaran’.
Jelas bahwa pandangan Calvin dan Spurgeon ini boleh dikatakan sama, dan saya paling condong pada pandangan ini.
Rupa-rupanya berdasarkan ajaran inilah seorang yang bernama Toplady menulis lagu yang berjudul: ROCK OF AGES, CLEFT FOR ME (‘Padamu Batu Zaman’).
Rock of Ages, cleft for me, (= Batu karang jaman, celah bagiku,)
Let me hide myself in Thee; (= Biarlah aku menyembunyikan diriku di dalamMu,)
Let the water and the blood, (= Biarlah air dan darah,)
From Thy riven side which flowed, (= yang mengalir dari rusuk / sisiMu yang terluka,)
Be of sin the double cure, (= menjadi penyembuhan / pengobatan ganda bagi dosa,)
Cleanse me from its guilt and power. (= mencuci aku dari kesalahan dan kuasanya).
Not the labors of my hands, (= bukan pekerjaan tanganku,)
Can fulfill Thy law’s demands; (= Dapat memenuhi tuntutan hukumMu;)
Could my zeal no respite know, (= Andaikata semangatku tidak mengenal istirahat,)
Could my tears forever flow, (= Andaikata airmataku mengalir selama-lamanya,)
All for sin could not atone; (= Semua itu tidak bisa menebus dosa;)
Thou must save, and Thou alone. (= Engkau harus menyelamatkan, dan Engkau saja).
Nothing in my hand I bring, (= Tidak ada yang kubawa dalam tanganku,)
Simply to Thy cross I cling; (= Hanya kepada salib aku berpegang;)
Naked, come to Thee for dress, (= Telanjang, datang kepadaMu untuk pakaian,)
Helpless, look to Thee for grace; (= Tak berdaya, memandangMu untuk kasih karunia;)
Foul, I to the fountain fly, (= Kotor, Aku terbang kepada air mancur,)
Wash me, Saviour, or I die! (= Cucilah aku, Juruselamat, atau aku mati).
While I draw this fleeting breath, (= Sementara waktu aku menarik nafas penghabisan,)
When mine eyes shall close in death, (= Ketika mataku tertutup dalam kematian,)
When I soar to worlds unknown, (= Ketika aku terbang ke dunia tak dikenal,)
See Thee on Thy judgment throne, (= melihat-Mu pada takhta penghakiman-Mu,)
Rock of Ages, cleft for me, (= Batu karang jaman, celah bagiku,)
Let me hide myself in Thee. (= Biarlah aku menyembunyikan diriku di dalam-Mu.)
Catatan: kata-kata dalam bahasa Indonesia di atas ini hanya terjemahan, bukan untuk dinyanyikan.
c) Satu pertanyaan lagi yang perlu dipertanyakan adalah: adakah hubungan antara ‘darah dan air’ di sini dengan ‘air dan darah’ dalam 1Yohanes 5:6a?
1Yoh 5:6a - “Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah”.
F.F. Bruce menjawab pertanyaan ini sebagai berikut:
“... it is doubtful whether there is any direct correlation between the ‘water and blood’ of 1John 5:6,8, and the ‘blood and water’ mentioned here” (= ... adalah meragukan apakah ada hubungan langsung antara ‘air dan darah’ dari 1Yohanes 5:6,8 dan ‘darah dan air’ yang disebutkan di sini) - hal 376.
Tetapi Calvin dan banyak penafsir lain beranggapan bahwa ay 34 ini memang sangat berhubungan dengan 1Yohanes 5:6.
d) Satu lagi arti yang diberikan oleh banyak penafsir tentang darah dan air yang keluar dari rusuk Yesus ialah bahwa hal ini menunjukkan kalau Yesus betul-betul adalah manusia. Ini untuk menentang pandangan dari ajaran yang disebut Docetism, yang mengatakan bahwa Yesus hanya kelihatannya saja mempunyai tubuh manusia.
6) Pencatatan peristiwa ini oleh Yohanes. Yohanes 19: 35: “Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya”.
a) Clarke mengatakan (hal 654) bahwa Yohanes harus sangat dekat dengan salib untuk bisa membedakan air dan darah yang keluar dari rusuk Yesus.
b) Yohanes 19: 35 ini kelihatannya menunjukkan bahwa peristiwa dalam Yohanes 19: 34 adalah sesuatu yang luar biasa.
Charles Haddon Spurgeon: “... he took care to report it with a special note” (= ... ia berhati-hati untuk melaporkannya dengan catatan khusus) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The Passion and Death of Our Lord’, hal 667.
Adanya ay 35 ini menyebabkan dari banyak pandangan mengapa dari rusuk Yesus bisa keluar darah dan air itu, saya lebih condong pada pandangan yang bersifat luar biasa (pandangan no 1 atau no 6).
c) Tujuan Yohanes menuliskan ini adalah:
· supaya kita bisa yakin bahwa Kristus betul-betul sudah mati.
· untuk menunjukkan pentingnya fakta kematian Kristus bagi iman kita (bdk. 1Korintus 15:3).
· supaya orang percaya kepada Yesus (Yohanes 19: 35b).
Kalau kita mengetahui sesuatu tentang Kristus, kita harus meneladani rasul Yohanes, dengan menyaksikan hal itu kepada orang-orang lain, supaya mereka juga bisa percaya kepada Kristus.
7) Tanpa disadari oleh tentara Romawi yang menombak Yesus itu, tindakannya ini menggenapi nubuat Kitab Suci / Perjanjian Lama tentang Yesus. Ini terlihat dari Yohanes 19: 37 yang mengutip dari Zakh 12:10.
a) Penggenapan nubuat.
Charles Haddon Spurgeon: “Two things are predicted: not a bone of him must be broken, and he must be pierced. ... He must not only be pierced with the nails, and so fulfill the prophecy, ‘They pierced my hands and my feet’; but he must be conspicuously pierced, so that he can be emphatically regarded as the pierced one. How were these prophecies, and a multitude more, to be accomplished? Only God himself could have brought to pass the fulfillment of prophecies which were of all kinds, and appeared to be confused, and even in contradiction to each other. It would be an impossible task for the human intellect to construct so many prophecies, and types, and foreshadowings, and then to imagine a person in whom they should all be embodied. But what would be impossible to men has been literally carried out in the case of our Lord. ... That which lies immediately before us was a complicated case; for if reverence to the Saviour would spare his bones, would it not also spare his flesh? If a coarse brutality pierced his side, why did it not break his legs? How can men be kept from one act of violence, and that an act authorized by authority, and yet how shall they perpetrate another violence which had not been suggested to them? But, let the case be as complicated as it was possible for it to have been, infinite wisdom knew how to work it out in all points; and it did so” [= Dua hal diramalkan: tidak satu tulangNya yang boleh dipatahkan, dan Ia harus ditusuk / ditikam. ... Ia bukan hanya harus ditusuk dengan paku-paku, dan dengan demikian menggenapi nubuat: ‘mereka menusuk tangan dan kakiku’ (Maz 22:17b); tetapi Ia harus ditusuk / ditikam secara menyolok, sehingga Ia bisa dianggap dengan tegas sebagai ‘Yang ditusuk / ditikam’. Bagaimana nubuat-nubuat ini, dan banyak lagi yang lain, bisa dicapai / digenapi? Hanya Allah sendiri yang bisa melaksanakan penggenapan dari nubuat-nubuat yang beraneka ragam, yang kelihatannnya kacau / membingungkan, dan bahkan bertentangan satu dengan yang lainnya. Merupakan tugas yang mustahil bagi pikiran manusia untuk menyusun begitu banyak nubuat, type, dan bayangan, dan lalu membayangkan seorang pribadi dalam siapa semua itu harus diwujudkan. Tetapi apa yang mustahil bagi manusia telah dilaksanakan secara hurufiah dalam kasus Tuhan kita. ... Apa yang terletak persis di hadapan kita adalah kasus yang rumit; karena jika hormat kepada sang Juruselamat menyebabkan tentara itu tidak mematahkan tulangNya, bukankah rasa hormat itu juga akan menyebabkan ia juga membiarkan dagingNya? Jika kebrutalan yang kasar menusuk / menikam sisi / rusukNya, mengapa kebrutalan itu tidak mematahkan kaki-kakiNya? Bagaimana manusia bisa ditahan dari satu tindakan kekerasan / kekejaman, dan itu merupakan tindakan yang telah disahkan oleh orang yang berwenang, dan bagaimana ia melakukan kekerasan / kekejaman yang lain yang tidak pernah diusulkan / dianjurkan kepadanya? Tetapi biarlah kasus ini serumit apapun, hikmat yang tak terbatas tahu bagaimana mengerjakannya secara keseluruhan; dan demikianlah dilakukannya] - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 667,668.
Charles Haddon Spurgeon: “Both prophecies must be carried out, and they were so in a conspicuous manner. But why need I say that this fulfilment was indispensable? Beloved, the keeping of every word of God is indispensable. It is indispensable to the truth of God that he should be true always: for if one word of his can fall to the ground, then all may fall, and his veracity is gone. If it can be demonstrated that one prophecy was a mistake, then all the rest may be mistakes. If one part of the Scripture is untrue, all may be untrue, and we have no sure ground to go upon. ... Unless all the Word of God is sure, and pure ‘as silver tried in a furnace of earth, purified seven times,’ then we have nothing to go upon, and are virtually left without a revelation from God. If I am to take the Bible and say, ‘Some of this is true, and some of it is questionable,’ I am no better off than if I had no Bible. A man who is at sea with a chart which is only accurate in certain places, is not much better off than if he had no chart at all. ... Beloved, it is indispensable to the honour of God and to our confidence in his Word, that every line of Holy Scripture should be true” [= Kedua nubuat harus dilaksanakan, dan harus dilaksanakan dengan cara yang menyolok. Tetapi mengapa saya perlu mengatakan bahwa penggenapan ini merupakan sesuatu yang sangat diperlukan? Kekasih, penjagaan dari setiap firman Allah adalah sangat diperlukan. Adalah sangat diperlukan bagi firman Allah bahwa ia harus selalu benar: karena jika satu firman darinya bisa jatuh ke bumi, maka semua bisa jatuh, dan kejujuran / ketelitiannya hilang. Jika bisa didemonstrasikan bahwa satu nubuat merupakan suatu kesalahan, maka semua sisanya bisa merupakan kesalahan. Jika satu bagian Kitab Suci tidak benar, semua bisa tidak benar, dan kita tidak mempunyai dasar yang pasti untuk berjalan di atasnya. ... Kecuali semua Firman Allah itu pasti, dan murni ‘seperti perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah’ (Mazmur 12:7), maka kita tidak mempunyai apa-apa untuk berjalan di atasnya, dan kita sebetulnya ditinggalkan tanpa wahyu / penyataan dari Allah. Jika saya mengambil Alkitab dan berkata: ‘Sebagian dari ini adalah benar, dan sebagian darinya meragukan’, maka saya tidak lebih baik dari pada jika saya tidak mempunyai Alkitab. Seseorang yang ada di laut dengan sebuah peta yang hanya akurat pada tempat-tempat tertentu, tidak lebih baik dari pada jika ia tidak mempunyai peta sama sekali. ... Kekasih, adalah sangat perlu bagi kehormatan Allah dan bagi keyakinan kita dalam FirmanNya, bahwa setiap baris dari Kitab Suci yang Kudus harus benar] - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 670.
Catatan: kata-kata Spurgeon ini seharusnya direnungkan oleh orang-orang Liberal, yang menolak inerrancy (= ketidak-bersalahan) dari Kitab Suci.
b) Ada Providence of God / pengaturan oleh Allah yang mengatur penggenapan nubuat-nubuat ini.
Charles Haddon Spurgeon: “It did not seem at all likely that when the order was given to break the legs of the crucified, Roman soldiers would abstain from the deed. ... Roman soldiers are apt to fulfil their commission very literally, ... The order is given to break their legs; two out of the three have suffered, and yet no soldier may crush a bone of that sacred body. They see that he is dead already, and they break not his legs. As yet you have only seen one of the prophecies fulfilled. He must be pierced as well. And what was that which came into that Roman soldier’s mind when, in a hasty moment, he resolved to make sure that the apparent death of Jesus was a real one? Why did he open that sacred side with his lance? He knew nothing of the prophecy. ... Why, then, does he fulfil the prediction of the prophet? There was no accident or chance here. Where are there such things? The hand of the Lord is here, and we desire to praise and bless that omniscient and omnipotent Providence which thus fulfilled the word of revelation. God hath respect unto his own word, and while he takes care that no bone of his Son shall be broken, he also secures that no text of Holy Scripture shall be broken” (= Kelihatannya sama sekali tidak mungkin bahwa pada saat perintah diberikan untuk mematahkan kaki-kaki dari orang-orang yang disalib, tentara-tentara Romawi itu tidak melakukan tindakan tersebut. ... Tentara-tentara Romawi cenderung untuk menggenapi perintah mereka secara hurufiah, ... Perintah diberikan untuk mematahkan kaki-kaki mereka; 2 dari 3 orang yang disalib telah mengalami hal itu, tetapi tidak ada tentara yang boleh meremukkan satu tulangpun dari tubuh yang kudus / keramat itu. Mereka melihat bahwa Ia sudah mati, dan mereka tidak mematahkan kaki-kakiNya. Tetapi engkau baru melihat satu dari nubuat-nubuat itu yang digenapi. Ia juga harus ditusuk / ditikam. Dan apa yang masuk ke dalam pikiran dari tentara Romawi itu pada waktu dalam saat yang begitu singkat ia memutuskan untuk memastikan bahwa Yesus yang kelihatannya sudah mati itu betul-betul sudah mati? Mengapa ia membuka sisi / rusuk yang kudus / keramat itu dengan tombaknya? Ia tidak tahu apa-apa tentang nubuat itu. ... Lalu mengapa ia menggenapi ramalan dari sang nabi? Tidak ada kebetulan di sini. Dimana ada hal seperti itu? Tangan Tuhan ada di sini, dan kami ingin memuji dan memuliakan Providence yang mahatahu dan mahakuasa yang dengan demikian menggenapi kata-kata wahyu. Allah menghormati FirmanNya sendiri, dan sementara Ia memperhatikan supaya tidak ada tulang AnakNya yang dipatahkan, Ia juga memastikan supaya tidak ada text Kitab Suci yang kudus yang dipatahkan / dilanggar) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 668,669.
c) Para tentara itu melakukan semua itu sebagai orang / agen bebas, tetapi pada saat yang sama mereka melakukan apa yang sudah ditetapkan oleh Allah.
Spurgeon menekankan bahwa para tentara bertindak dengan kehendak bebas (free will) mereka, baik pada waktu mereka tidak mematahkan kaki Yesus, maupun pada waktu seorang dari mereka menikam Yesus dengan tombak, tetapi pada saat yang sama mereka menggenapi ketetapan kekal dari Allah.
Charles Haddon Spurgeon: “They acted of their own free will, and yet at the same time they fulfilled the eternal counsel of God. Shall we never be able to drive into men’s mind the truth that predestination and free agency are both facts? Men sin as freely as birds fly in the air, and they are altogether responsible for their sin; and yet everything is ordained and foreseen of God. The fore-ordination of God in no degree interferes with the responsibility of man. I have often been asked by persons to reconcile the two truths. My only reply is - They need no reconciliation, for they never fell out. Why should I try to reconcile two friends? Prove to me that the two truths do not agree. In that request I have set you a task as difficult as that which you propose to me. These two facts are parallel lines; I cannot make them unite, but you cannot make them cross each other” (= Mereka bertindak dengan kehendak bebas mereka, tetapi pada saat yang sama mereka menggenapi rencana yang kekal dari Allah. Apakah kita tidak akan pernah bisa menancapkan ke dalam pikiran manusia kebenaran bahwa predestinasi dan kebebasan agen / manusia dua-duanya merupakan fakta? Manusia berbuat dosa sebebas burung-burung yang terbang di udara, dan mereka semuanya bertanggung jawab untuk dosa mereka; tetapi segala sesuatu ditetapkan dan dilihat lebih dulu oleh Allah. Penetapan lebih dulu dari Allah sama sekali tidak mengganggu tanggung jawab manusia. Saya sering ditanya oleh orang-orang untuk mendamaikan dua kebenaran ini. Jawaban saya hanyalah - Mereka tidak membutuhkan pendamaian, karena mereka tidak pernah bertengkar. Mengapa saya harus mendamaikan 2 orang sahabat? Buktikan kepada saya bahwa dua kebenaran itu tidak setuju / cocok. Dalam permintaan itu saya telah memberimu suatu tugas yang sama sukarnya seperti yang kaukemukakan kepada saya. Kedua fakta ini adalah garis-garis yang paralel; saya tidak bisa membuat mereka bersatu, tetapi engkau tidak bisa membuat mereka bersilangan) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 670-671.
Pandangan Spurgeon di atas ini merupakan pandangan Calvinisme / Reformed yang murni, dan sama sekali bukan merupakan pandangan Hyper-Calvinisme. Kalau saudara mau tahu apa itu Hyper-Calvinisme, perhatikan kata-kata Edwin H. Palmer di bawah ini.
Edwin H. Palmer: “Hyper-Calvinism. Diametrically opposite to the Arminian is the hyper-Calvinist. He looks at both sets of facts - the sovereignty of God and the freedom of man - and, like the Arminian, says he cannot reconcile the two apparently contradictory forces. Like the Arminian, he solves the problem in a rationalistic way by denying one side of the problem. Whereas the Arminian denies the sovereignty of God, the hyper-Calvinist denies the responsibility of man. He sees the clear Biblical statements concerning God’s foreordination and holds firmly to that. But being logically unable to reconcile it with man’s responsibility, he denies the latter. Thus the Arminian and the hyper-Calvinist, although poles apart, are really very close together in their rationalism” (= Hyper-Calvinisme. Bertentangan frontal dengan orang Arminian adalah orang yang hyper-Calvinist. Ia melihat pada kedua fakta - kedaulatan Allah dan kebebasan manusia - dan, seperti orang Arminian, ia mengatakan bahwa ia tidak dapat mendamaikan kedua kekuatan yang tampaknya bertentangan itu. Seperti orang Arminian, ia memecahkan problem itu dengan cara yang logis dengan menyangkal satu sisi dari problem itu. Sementara orang Arminian menyangkal kedaulatan Allah, maka penganut Hyper-Calvinisme meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan lebih dulu dari Allah dan memegang hal itu dengan teguh. Tetapi karena tidak mampu mendamaikannya secara logis dengan tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang hyper-Calvinist, sekalipun merupakan kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya sangat dekat dalam cara berpikirnya) - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 84.
d) Mengapa dalam Yohanes 19: 37, dan dalam Zakharia 12:10 itu, orang-orang Yahudi dianggap sebagai orang-orang yang menikam Yesus? Bukankah yang menikam Yesus adalah tentara Romawi?
Jawab: orang-orang Yahudi adalah penyebab / biang keladi dari penderitaan dan kematian Kristus, dan karena itu mereka dianggap sebagai pelaku dari semua itu.
George Hutcheson: “malicious upstirrers unto cruelty are more guilty than the ignorant executors thereof; therefore doth the scripture ascribe this act to the Jews; they pierced him, by the hand of the soldiers” (= penghasut-penghasut jahat kepada kekejaman lebih bersalah dari pada pelaksana yang tidak tahu apa-apa; karena itu Kitab Suci menganggap tindakan ini sebagai tindakan dari orang-orang Yahudi; mereka menikam Dia oleh tangan para tentara) - hal 408.
Bdk. Kisah para rasul 2:36 - “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.’”.
e) Arti YOHANES 19: 37: “Dan ada pula nas yang mengatakan: ‘Mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam.’”.
Ini bisa diterapkan dalam 2 arti yang berbeda:
1. Ini merupakan ancaman bahwa Yesus akan datang sebagai pembalas.
Bandingkan ini dengan Wahyu 1:7 yang berbunyi: “Lihatlah, Ia akan datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia. Dan semua bangsa di bumi akan meratapi Dia. Ya, amin”.
Perlu diketahui bahwa kata-kata ‘meratapi Dia’ dalam Wahyu 1:7 ini bukan menunjukkan pertobatan, tetapi ketakutan / keputusasaan (bdk. Wahyu 6:12-17).
2. Ini merupakan janji bahwa orang-orang Yahudi akan bertobat / percaya kepada Yesus (bdk. Zakharia 12:10 yang menunjukkan pertobatan).
Zakharia 12:10 - “‘Aku akan mencurahkan roh pengasihan dan roh permohonan atas keluarga Daud dan atas penduduk Yerusalem, dan mereka akan memandang kepada dia yang telah mereka tikam, dan akan meratapi dia seperti orang meratapi anak tunggal, dan akan menangisi dia dengan pedih seperti orang menangisi anak sulung”.
Pertobatan orang-orang Yahudi terjadi pada hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2:37-41). Bagi mereka yang bertobat, tentu saja tidak akan mengalami Wahyu 1:7.
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-