BUKU SEPUTAR BAHASA ROH
Pdt.Esra Alfred Soru.
ISI BUKU SEPUTAR BAHASA ROH:
I.APAKAH BAHASA ROH ITU ?
II.BAHASA ROH MACAM APAKAH YANG TERDAPAT DI JEMAAT KORINTUS?
III.BAHASA ROH
I.APAKAH BAHASA ROH ITU ?
Persoalan yang tidak kalah kontroversialnya pada kekristenan masa kini di samping persoalan tentang baptisan air adalah tentang bahasa roh. Tak dapat dipungkiri bahwa perbedaan pemahaman tentang bahasa roh telah memisahkan gereja-gereja Kristen pada kelompok-kelompok yang berseberangan. Herlianto dalam tulisannya tentang karunia berbahasa lidah ini memulainya dengan mengutip apa yang dikatakan Wayne House:
“Dari semua subyek pembahasan yang dibicarakan dalam lingkup kekristenan, mungkin hanya sedikit yang mendapat lebih banyak perhatian daripada subyek berbahasa lidah".[1]
Ia menambahkan :
“Meskipun tulisan-tulisan tentang subyek ini sudah begitu banyak, diskusi tentang isu ini terus berlangsung sampai saat ini. Patutlah kita catat bahwa "berbahasa lidah" telah menjadi salah satu penyebab utama perpecahan dalam gereja. Ratusan, bahkan ribuan gereja telah terpecah-belah. Pendeta-pendeta dilarang berkhotbah di mimbar, anggota-anggota gereja dikucilkan, dan teman menjadi lawan”[2]
Sedangkan John F. Mac Arthur, Jr ketika membahas persoalan mengenai bahasa roh berkata bahwa :
“Tak pelak lagi bahwa karunia paling kontroversial yang berhubungan dengan gerakan Kharismatik adalah “bahasa roh”. Berlusin-lusin buku pro, kontra dan netral telah ditulis mengenai bahasa roh. Sebagian memberikan pandangan positif, menggambarkan bahasa roh sebagai summum bonum (manfaat bagi kebanyakan orang) rohani, suatu pengalaman tak terbandingkan untuk mendekatkan orang kepada Yesus...Namun lainnya mengecam bahasa roh sebagai sesuatu yang berbahaya atau mengecoh” [3]
Kontroversi ini semakin kuat karena diwarnai dengan sikap-sikap ekstrim yang menyertainya sebagaimana diungkapkan J. Sidlow Baxter :
‘Dewasa ini ada gerakan-gerakan Kristen yang menekankan hal ‘berkata-kata dengan bahasa roh’...Ada yang mengajarkan bahwa segala karunia Roh dimaksudkan untuk harus diterima oleh semua orang percaya. Merekamendesak orang percaya untuk menerima ‘baptisan Roh Kudus’, yang menurut mereka akan membawa segala karunia Roh itu. Mereka berkata, tanda bahwa seseorang telah menerima baptisan Roh Kudus ialah bisa berkata-kata dengan bahasa roh. Mereka menasihatkan orang agar jangan puas sebelum beroleh bukti baptisan itu. Mereka berpendapat, karunia Roh ini, terutama bahasa roh, dan karunia menyembuhkan, membuktikan taraf rohani yang lebih tinggi’.[4]
dan hal ini tentu saja membingungkan cukup banyak di antara jemaat Kristen yang sementara mencari-cari dan bertanya-tanya tentang pokok ini lebih dalam. Baxter melanjutkan :
‘Termasuk orang-orang yang mengajar demikian, ada banyak yang rohani dan indah budi pekertinya. Tapi pada lain pihak, ribuan orang Kristen telah dibawa masuk ke dalam perhambaan dan kebingungan. Lagi pula berkata-kata dengan bahasa roh seringkali berasal dari iblis, bukan dari Roh Kudus’.[5]
Untuk itu kita wajib mempelajari dan mengajarkan doktrin ini dengan seksama. Tony Campolo menulis:
"Adalah kewajiban setiap orang Kristen untuk meneliti dengan seksama apa yang sedang terjadi dengan semua fakta yang berhubungan dengan fenomena agama yang sedang berkembang ini. Hal ini amat penting mengingat begitu banyak ketidakaslian dan penipuan dalam Pentakostalisme".[6]
Dan tentunya jawaban akurat bagi semua pertanyaan kita haruslah datang dari Alkitab selaku Firman Allah yang hidup.
Persoalan pertama yang perlu kita angkat dalam hubungan dengan masalah bahasa roh ini adalah pengertian dari bahasa roh itu sendiri? Apakah bahasa roh itu sesungguhnya? Hal ini penting karena jika kita tidak sepakat tentang pengertian bahasa roh ini maka mustahil kita dapat memahami konsepnya dengan lebih dalam dan benar.
Istilah bahasa roh dalam bahasa Yunaninya ialah “glossalalia”. Kata “glossalalia” ini sebenarnya berasal dari dua kata yakni “glossa” dan “lalein”.“Glossa” berarti “lidah” sebagai ‘an organ of speech’ (Yakobus 3 :5-9)[7] atau sebagai alat tubuh untuk merasai (Lukas 16 :24).[8] Selain itu kata ini juga bisa diartikan sebagai “bahasa” yakni sistem perkataan-perkataan yang dipakai oleh bangsa atau kelompok tertentu, misalnya Yesaya 45 :23 ; Kisah Para Rasul 2 :6, 11, Wahyu 5 :9, dll.[9] A.M. Macdonald memberi keterangan bahwa kata ini bisa berarti ‘tongue’ bisa juga berarti ‘a word requizing explanation’.[10] Sedangkan kata “lalein” berarti berbicara/berkata-kata. Jadi secara hurufiah, glossalaliaberarti berbicara dengan lidah atau berkata-kata dengan bahasa.[11] Itulah sebabnya bahasa roh ini sering juga disebut dengan istilah ‘bahasa lidah’. Njiolah memberikan keterangan tambahan bahwa dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, fenomena ‘glossalalia’ ini bisa diungkapkan dengan menggunakan kata kerja ‘lalein’ plus kata benda ‘glossa’, baik tunggal maupun jamak dalam kasus dativus. Karena itu, sering ditemukan ungkapan ‘lalein (en) glosse’ yang berarti ‘berbicara (berkata-kata) dengan (dalam) lidah (bahasa)’, atau ‘lalein (en) glossais’ yang berarti ‘berbicara (berkata-kata) dengan (dalam) lidah-lidah (bahasa-bahasa)”.[12] Istilah ini di dalam Alkitab nampak dalam tiga kitab berbeda yakni Markus (pasal 16), Kisah Para Rasul (pasal 2, 10 dan 19)dan 1 Korintus (pasal 12-14). Perhatikanlah beberapa ayat di antaranya Mark16 :17 :
“Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya, mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka”. (Yun : Seemeía dé toís pisteúsasin taúta parakoloutheései En toó onómatí mou daimónia ekbaloúsin Gloóssais laleésousin kainaís).
Kisah Para Rasul 2:4 :
“Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya” (Yun : Kaí epleéstheesan pántes Pneúmatos Hagíou kaí eérxanto laleín hetérais gloóssais kathoós tó Pneúma edídou apofthéngesthai autoís).
Kisah Para Rasul 10 :46 :
“Sebab mereka mendengar orang-orang itu berkata-kata dalam bahasa roh dan memuliakan Allah..’ (Yun : Eékouon gár autoón laloúntoon gloóssais kaí megalunóntoon tón Theón...).
Kisah Para Rasul 19 :6 :
‘Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat’ (Yun : Kaí epithéntos autoís toú Paúlou tás cheíras eélthe tó Pneúma tó Hágion ep autoús eláloun te gloóssais kaí eprofeéteuon). 1 Korintus 12-14 yang membahas bahasa roh lebih luas, juga memakai kata “glossa”.
Kata “glossa” ini, sama seperti pengertian hurufiahnya adalah kata yang umum dalam bahasa Yunani untuk “bahasa”. Beberapa kali dalam PB istilah ini dimaksudkan sebagai bahasa manusia, tetapi inilah kata yang umum yang digunakan untuk bahasa, bahkan dalam Septuaginta (LXX) kata ini digunakan sebanyak 30 kali dan selalu berarti bahasa manusia biasa yang bisa dimengerti. Jadi sesungguhnya ini adalah bahasa manusia biasa, bahasa dunia yang digunakan sehari-hari, bahasa yang dikenal dan bukanlah suatu bahasa aneh, bahasa ‘surgawi’, atau suatu bahasa ekstatik yang sama sekali tidak bisa dikenali.[13] Pengertian semacam ini akan lebih kuat jika kita memperhatikan beberapa argumentasi di bawah ini :
1. Kisah Para Rasul 2:4 mengatakan bahwa setelah penuh dengan Roh Kudus, murid-murid mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. Bahasa apakah ini? Apakah ini adalah suatu bahasa ‘surgawi’? Apakah ini adalah suatu bahasa ekstase religius yang tidak dikenali? Tidak! Albert Barnes mengatakan bahwa “The languages which they spoke are specified in Acts 2:9-11 (bahasa-bahasa lain yang dikatakan mereka dinyatakan dalam Kisah Para Rasul 2:9-11)[14] yakni bahasa Partia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea, Kapodokia, Pontus, Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, Libia dan Roma. Ini adalah bahasa-bahasa di dunia (bukan bahasa ‘surgawi’) yang dikenali dan dimengerti oleh pendengarnya sebagaimana kata ayat 8 :
“Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita”.
Menurut Billy Graham:
“Bahasa-bahasa lidah ini adalah bahasa yang dimengerti oleh orang-orang dari seluruh kekaisaran Roma yang datang ke Yerusalem untuk Pentakosta”.[15]
Richard Longenecker mencatat bahwa :
“Para murid yang berkata-kata itu orang Galilea, tentunya tidak berbicara dalam bahasa mereka, di mana umumnya dianggap tidak berpendidikan dan tidak berbudaya. Ucapan orang Galilea segera menunjukkan asalnya, karena mereka tidak dapat mengucapkan suara guteral (suara yang dikeluarkan dari tenggorokan) dan cenderung menelan suku kata tertentu.Karena itu, orang Galilea dicemooh oleh orang dari kota besar seperti dari Yerusalem. Maka, bagaimana mungkin para murid yang tidak berpendidikan dapat mengucapkan bahasa-bahasa dari bangsa lain dengan lancar dan baik? Tidak heran bahwa orang-orang yang mendengar para murid waktu itu menjadi tercengang”. [16]
Selain itu pula Kisah Para Rasul 2 :6-8 ternyata menggunakan kata “dialektos”. Perhatikan ayat 6-8 dalam teks Yunaninya :
Genoménees dé teés fooneés taútees suneélthen tó pleéthos kaí sunechúthee hóti eékouon heís hékastos teé idía dialéktoo laloúntoon autoón. Exístanto dé kaí ethaúmazon légontes. Ouch idoú hápantes hoútoí eisin hoi laloúntes Galilaíoi. Kaí poós heemeís akoúomen hékastos teé idíadialéktoo heemoón en heé egenneétheemen.
Kata “dialektos” ini berarti dialeg atau logat. Jadi ini adalah bahasa manusia dan logat manusia. Mengomentari ayat ini, John F. Mac Arthur, Jr berkata bahwa :
“…sebagian dari mereka yang hadir pada Pentakosta mendengar pesan Allah diberitakan dalam bahasa mereka sendiri, sebagian lagi dalam dialek (logat) mereka. Penggolongan seperti bahasa dan logat tak akan dapat dipakai kalau yang muncul adalah bahasa ekstatik “. [17]
2. Kalau kita memperhatikan dengan seksama, ternyata bahwa di seluruh kitab Kisah Para Rasul istilah Yunani untuk bahasa roh yakni “glossa” (Kisah Para Rasul 10:46; 19:6) selalu ditulis dalam bentuk jamak (glossais) yang berarti keanekaragaman bahasa. Dari bentuk jamak ini saja jelas menunjuk kepada bahasa yang dikenali. Mac Arthur, Jr kembali berkata :
‘Ricuan (bahasa yang tidak dimengerti) tidak mungkin muncul dalam bentuk jamak karena bentuk seperti itu tidak mungkin jamak. Ricuan tak mungkin digolongkan lebih dari satu’.[18]
Bentuk jamak ini juga nampak dalam 1 Korintus 14 dan menariknya adalah bahwa setiap kali Paulus ingin menggambarkan bahasa roh palsu (yang tidak dimengerti), justru ia menggunakannya dalam bentuk tunggal seperti dalam ayat 2, 4, 13, 14 dan 19. Apa yang dikatakan Mac Arthur ini benar jika dibandingkan dengan keterangan dari Alexander Souter bahwa penggunaan kata “glossa” ini ‘usually in the plural’ (pada umumnya dalam bentuk jamak).[19]
3. Hal lain yang juga mendukung pengertian ini adalah bahwa dalam 1 Korintus 12:10 ketika Paulus mengacu pada masalah penafsiran bahasa roh ini, ia menggunakan kata “hermeneuo”. Perhatikan teks aslinya :
álloo dé energeémata dunámeoon álloo dé profeeteía álloo dé diakríseis pneumátoon hetéroo génee gloossoón álloo dé hermeeneía gloossoón.
Kata ‘hermeneuo’ ini berarti ‘terjemahan’. Karena yang dibicarakan adalah masalah terjemahan maka dapat dipastikan bahwa ini adalah bahasa yang bisa dikenali/dimengerti sebagaimana kata Mac Arthur :
‘Yang bisa diterjemahkan adalah bahasa yang baik di mana kita mengambil satu bahasa yang satu dan diterjemahkan ke bahasa yang lain sehingga bisa dimengerti. Ricuhan dan bahasa ekstatik tidak bisa diterjemahkan dengan baik’ [20]
maupun S. Lewis Johnson, Jr yang ketika membicarakan karunia menafsirkan bahasa roh mengatakan bahwa :
“having to do with known languages rather than with ecstatic utterance, …” (yang ada hubungannya dengan bahasa yang dikenal dan bukan ucapan ketika mengalami ekstase).[21]
Kata yang sama juga nampak dalam 1 Korintus 14 :27.
Dari data-data ini dapat kita simpulkan bahwa bahasa roh/bahasa lidah yang sesungguhnya menurut konsep Alkitab bukanlah suatu bahasa dari luar dunia ini (bahasa ‘surgawi’), bukan suatu bahasa ekstase (yang mengeluarkan bunyi-bunyi aneh seperti desisan-desisan tak dikenali dan kata-kata yang diucapkan berulang-ulang laksana sebuah mantera) seperti yang menjadi trend saat ini, bukan suatu bahasa yang tidak dapat dimengerti seperti yang disangka banyak orang. Charles C. Ryrie mendefinisikan bahasa roh/bahasa lidah sebagai : ‘Kemampuan yang diberikan Allah untuk berbicara dalam suatu bahasa dunia yang tidak dikenal oleh orang yang berbicara’.[22]Kalau demikian muncul pertanyaan, di manakah nilai supranatural dari bahasa roh? Nilai supranatural atau adikodrati dari bahasa roh ini tidak terletak kepada jenis bahasanya (dalam artian bahasa ekstatik) melainkan pada kemampuan berbicara bahasa-bahasa lain tanpa pernah mempelajarinya terlebih dahulu sebagaimana kata George E. Ladd :
“By a miracle the language of the apostles was translated by the Holy Spirit into many diverse languages without a human translator” (melalui mujizat, bahasa para rasul itu diterjemahkan oleh Roh Kudus ke dalam berbagai bahasa tanpa penerjemah manusia).[23]
Jadi ini sama dengan ‘Angalai’[24] yang tiba-tiba berbahasa Spanyol tanpa pernah mempelajarinya terlebih dahulu. Walaupun mungkin orang yang mendengarkannya tidak mengerti bahasa Spanyol namun bahasa Spanyol itu ada di dunia ini dan digunakan oleh orang Spanyol, bukan sebuah bahasa dari luar dunia. Inilah bahasa roh yang Alkitabiah.
Sebuah Contoh
Untuk menggambarkan seperti apakah bahasa roh dalam pengertian di atas, baiklah kita perhatikan satu contoh/kisah nyata yang diceritakan oleh Stephen Tong sebagai berikut :
‘Pernah suatu kali di Rusia, ada seorang pengkhotbah Amerika yang berkeliling memberitakan Injil. Selama itu, ada seorang pemuda Gereja Baptis setempat dengan setia menjadi penerjemahnya ke dalam bahasa Rusia. Pengkhotbah Amerika itu dengan setia memberitakan Injil ke gereja-gereja bawah tanah di Rusia. Pada suatu hari, ketika ia datang mau berkhotbah, orang memberitahu kepadanya bahwa ia tidak dapat lagi berkhotbah, karena pendengar tidak mengerti bahasa Inggris, sedangkan pendengarnya sudah ditangkap oleh KGB. Ia sedih sekali dan ia berdoa dengan sungguh. Malam itu ia tetap ke tempat kebaktian, tidak ada orang yang dapat menerjemahkannya. Tuhan bekerja di dalam hatinya dan ia mulai berkhotbah. Ketika ia berkhotbah, semua yang mendengar, mendengarnya dalam bahasa Rusia.[25]
Stephen Tong mengakhiri ceritanya dengan berkata “Hal ini terjadi dan inilah karunia Roh Kudus yang sejati [26]. Mungkin apa yang dikatakan Stephen Tong ini dilihat sebagai mujizat pendengaran (terjadi pada telinga pendengar) dan bukan mujizat perkataan (terjadi pada lidah pembicara seperti para rasul) namun baiklah kita simak kata-kata Donald Guthrie, seorang pakar Perjanjian Baru dari Inggris :
‘Tidak jelas apakah Lukas memahami mujizat itu sebagai mujizat percakapan atau mujizat pendengaran, tetapi ia tidak sangsi bahwa itulah pekerjaan Roh Kudus’ [27]
Bagaimana Dengan Kita, Kini dan Di sini?
Setelah melihat pengertian bahasa roh yang Alkitabiah, biarlah sejenak kita merenungkan apa yang sementara terjadi di antara kita, kini dan di sini. Ada begitu banyak orang Kristen, kelompok-kelompok Kristen yang mengaku berbahasa roh namun bahasa yang mereka pakai adalah bahasa yang aneh, bahasa ekstatik yang diwarnai dengan luapan-luapan emosi yang kadang tak terkendali dan bahasa yang sama sekali tidak dikenali di dunia ini dan kadang hanya berupa desisan-desisan semata. Satu dua kalimat yang hanya diulang-ulang seolah-olah seperti menghipnotis diri sendiri. Ada pengkhotbah yang menyisipkan bahasa-bahasa aneh di sela-sela doa dan khotbahnya, ada pemimpin pujian (Song Leader) yang bahkan ‘berbahasa roh’ sambil bernyanyi atau bernyanyi dalam ‘bahasa roh’, (bernyanyi dalam roh?) ada pendeta yang dengan begitu bangganya ‘berbahasa roh’ dari panggung-panggung KKR namun sayang ‘bahasa roh’nya lebih kepada suatu bahasa ekstatik yang hanya terdiri dari beberapa kata atau kalimat yang diulang-ulang tanpa diterjemahkan sama sekali. ‘Qua Vadis My Christianity?
II.BAHASA ROH MACAM APAKAH YANG TERDAPAT DI JEMAAT KORINTUS?
Dalam bab pertama telah dijelaskan dan dibuktikan bahwa sesungguhnya bahasa roh yang Alkitabiah itu bukanlah suatu bahasa aneh yang berasal dari luar dunia, bukan bahasa ‘surgawi’ dan bukan suatu bahasa ekstase rohani melainkan bahasa yang ada di dunia ini yang bisa dipahami oleh pemilik bahasa itu. Nilai adikodrati dari bahasa roh ini terletak pada kemampuan berbahasa yang tidak didahului dengan pembelajaran sebelumnya bahkan sama sekali tidak mengetahuinya. Warren L. Litzman berkata bahwa :
“Berkata-kata dengan bahasa roh adalah tuturan adikodrati oleh Roh Kudus dalam bahasa-bahasa yang tidak pernah dipelajari oleh si penutur-tidak dipahami oleh akal si penutur…Bahasa roh ini sama sekali tidak bertalian dengan kecakapan ilmu bahasa, juga tidak berhubungan dengan akal atau kecerdasan manusia”[1]
Contoh yang sangat kuat untuk konsep semacam ini adalah bahasa roh dalam kasus hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2).
Namun demikian, bagaimana dengan bahasa roh yang dipraktekkan dalam jemaat Korintus? Apakah bahasa roh yang dipakai oleh jemaat Korintus itu adalah bahasa roh yang sama dengan konsep bahasa roh Pentakosta? Apakah ajaran Paulus tentang bahasa roh di Korintus menunjuk pada pengertian yang sama dengan bahasa roh Pentakosta?[2] Pertama-tama kita harus melihat bahwa ada sejumlah ayat yang mengindikasikan bahwa bahasa roh (konsep Paulus) yang disampaikan kepada jemaat Korintus berbeda dengan bahasa roh Pentakosta dan itulah sebabnya ada orang yang meyakini bahwa bahasa roh yang Alkitabiah juga adalah suatu bahasa dari luar dunia, suatu bahasa surgawi, bahasa malaikat, bahasa komunikasi antara Allah dan manusia di samping bahasa dari dalam dunia seperti kasus Pentakosta sebagaimana kata William W. Menzies dan Stanley M. Horton :
“Fenomena bahasa roh sekurang-kurangnya mempunyai dua fungsi penting lainnya. Bahasa roh pribadi, yaitu karunia berkata-kata dalam bahasa yang tidak dikenal dalam ibadah pribadi, mempunyai nilai yang sangat bermanfaat yang mendatangkan kemajuan bagi orang yang sedang berdoa…Bahasa roh yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul merupakan bukti dan bersifat pribadi, sedangkan bahasa roh yang disebutkan dalam surat-surat kiriman adalah umum dan dimaksudkan untuk meneguhkan orang secara umum.[3]
Robert V. Morris juga berkata :
“Bagi saya…karunia bahasa roh ternyata merupakan karunia pujian. Dengan menggunakan bahasa tak dikenal yang telah Allah berikan pada saya, saya merasakan bangkit dalam diriku kasih, rasa kagum, hormat yang murni dan bebas, yang tak pernah bisa saya capai dalam doa yang tercerna”.[4]
Dengan demikian itu dapat menjadi standar bagi bahasa roh yang benar dan Alkitabiah. Adapun perbedaan ini terletak pada beberapa hal yakni :
1. Bahasa roh pada hari Pentakosta bisa dimengerti oleh orang-orang yang mendengarkannya sedangkan bahasa roh di Korintus tidak dapat dimengerti dan karenanya membutuhkan penafsiran/penerjemahan.
2. Bahasa roh pada hari Pentakosta ditujukan kepada manusia berupa kesaksian tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah (Kisah Para Rasul 2:11) sedangkan bahasa roh di Korintus ditujukan kepada Allah berupa doasebagaimana kata 1 Korintus 14:2 : “Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah…” dan ayat 14 : “Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa. Benarkah demikian? Apakah ayat-ayat di atas dapat menambah atau memperluas pengertian dari bahasa roh? Sebelum kita menjawabnya, baiklah kita lihat dulu sedikit latar belakang jemaat Korintus.
Latar Belakang Korintus
Ada sejumlah hal yang sangat menonjol dari kota Korintus :
1. Korintus adalah kota yang hebat.
Kota ini adalah sebuah kota kuno di Yunani, dalam banyak hal merupakan kota metropolitan Yunani yang terkemuka pada zaman Paulus. Kota ini adalah ibu kota propinsi Akhaya yang termasuk wilayah pemerintahan Roma yang terletak di tempat yang strategis dan penting, yakni di persimpangan jalan raya dari sebelah barat dan jalan raya dari sebelah timur. Letaknya di antara teluk Korintus dan teluk Sardonis (bagian selatan negara Yunani) yang menghubungkan daratan utama Yunani dan kepulauan Peloponesos, penduduknya terdiri dari banyak macam bangsa (Roma, Yunani dan Asia), terkenal karena kemajuannya dalam perdagangan dan kebudayaannya yang tinggi sehingga disebut juga sebagai ‘Kerajaan Roma mini’. Seperti halnya banyak kota yang makmur pada masa kini, Korintus menjadi kota yang angkuh secara intelek dan kaya secara materi.
2. Korintus adalah kota yang bejat.
Di samping kemajuan dan kehebatan kota ini, segala macam dosa pun merajalela di kota ini yang terkenal karena perbuatan cabul dan hawa nafsu. Di kota ini terdapat pusat penyembahan dewi Aproditi yang mana menyediakan 1000 perempuan pelacur (pelacur bakti) yang dianggap keramat untuk melayani nafsu para penyembah. Mac Arthur mengutip kata-kata William Barclay tentang hal ini :
‘Di atas tanah genting...tegak bukit Akropolis, dan di atasnya berdiri kuil besar Aphrodit, dewi cinta. Di kuil itu tinggal seribu nabiah sebagai pelacur-pelacur suci, dan di malam hari mereka turun dari Akropolis dan menawarkan ‘dagangan’ mereka di jalan-jalan Korintus hingga muncul pepatah Yunani : ‘Bukan setiap laki-laki yang bisa menempuh perjalanan ke Korintus’.[5]
Jadi dosa seksual mewarnai kehidupan Korintus sampai-sampai jika ada orang yang tidur dengan pelacur diistilahkan sebagai ‘berkorintus’. Jadi jika seseorang berkata : ‘saya mau pergi berkorintus’ artinya ia hendak tidur dengan seorang pelacur. Selain itu pula pesta pora, kemabukan juga mewarnai kehidupan kota ini. William Barclay mengatakan bahwa :
‘Aelian, penulis Yunani, menceritakan kepada kita bahwa jika ada orang Korintus yang ditampilkan di panggung pertunjukkan Yunani, maka peran yang diberikan kepadanya pastilah peran orang mabuk’.[6]
3. Korintus merupakan produk agama-agama misteri.
Mac Arthur memberikan sejumlah informasi yang akurat bahwa ternyata di Korintus telah tumbuh cukup banyak agama-agama misteri dalam berbagai bentuk yang berkaitan dengan agama-agama kafir Babel. Agama-agama misteri ini memiliki tata cara dan upacara-upacara yang canggih, yang mencakup kelahiran kembali lewat baptisan, korban untuk dosa, pesta dan puasa. Para penganut agama misteri ini pun mempraktekkan pemotongan anggota tubuh sendiri serta penyiksaan diri (askese). Mereka juga percaya akan peziarahan, pengakuan dosa bersama, persembahan, penyucian keagamaan, pembayaran hukuman karena dosa. Sementara agama-agama misteri ini mencakup banyak tata cara dan upacara, mungkin tak ada yang lebih khas pada mereka dari keterlibatan dalam apa yang mereka sebut ekstase. Ekstase dimaksudkan sebagai cara untuk mengembangkan persekutuan magis lewat perasaan dengan para dewa. Mereka akan melakukan hampir apa saja untuk masuk ke dalam halusinasi setengah sadar lewat pesona hipnotis (termasuk mengeluarkan bunyi/suara ricuhan ekstase yang aneh seperti kerasukan). Di sana mereka yakin mereka secara sensual berhubungan dengan para dewa. Sementara memasuki keadaan yang menyenangkan, mereka seolah-olah terbius. Mereka menganggap diri bersatu dengan Allah.[7] S. Angus mengatakan bahwa :
“Ekstase yang dialami oleh para penyembah agama misteri membawa mereka ke dalam kondisi mistik yang tak terelakkan di mana fungsi-fungsi normal seseorang berada dalam keadaan tak menentu dan pergumulan moral yang membentuk kepribadian sungguh-sungguh hilang atau dikendurkan sementara yang emosional dan naluri dikuatkan”.[8]
Angus menambahkan :
“Keadaan-keadaan ekstase ini dapat dibangkitkan melalui berjaga, berpuasa, penantian religius yang ketat, tari-tarian cepat, rangsangan fisik, perenungan terhadap benda-benda kudus, dampak dari musik yang merangsang, penghiburan bau-bauan, tularan revivalistik (seperti yang terjadi di gereja Korintus), halusinasi, sugesti, dan segala cara lainnya termasuk pada peralatan misteri”.[9]
Inilah kondisi kota Korintus pada zaman itu. Denis Green dengan baik menyimpulkan keadaan Korintus ini dengan berkata :
‘Maka kota Korintus sangat strategis (untuk pekabaran Injil), penduduknya cerdik pandai (karena pengaruh ilmu pengetahuan Yunani), cukup kaya (oleh karena usaha dagang), tetapi bermoral buruk’[10]
Jemaat Korintus dan Persoalannya
Dalam keadaan semacam inilah bersama dengan Priskila dan Akwila (1 Korintus 16:19) dan rombongan rasulinya sendiri (Kisah Para Rasul 18:5), Paulus mendirikan jemaat Korintus itu selama delapan belas bulan pelayanannya di Korintus pada masa perjalanan misinya yang kedua (Kisah Para Rasul 18:1-17). Jemaat di Korintus terdiri dari beberapa orang Yahudi tetapi kebanyakan adalah orang bukan Yahudi yang dahulu menyembah berhala yang tentunya pernah mengalami semua gejala ekstase kafir seperti yang disebutkan di atas. Setelah Paulus meninggalkan Korintus, berbagai macam masalah timbul dalam gereja yang masih muda itu, yang memerlukan wewenang dan pengajaran rasulinya melalui surat-menyurat dan kunjungan pribadi. Itulah sebabnya Paulus menulis surat kepada mereka untuk membahas persoalan-persoalan yang timbul di dalam jemaat yang telah didirikan oleh Paulus di Korintus itu. Persoalan-persoalan yang terjadi dalam jemaat Korintus sesungguhnya adalah penyusupan sisa-sisa kebudayaan kafir Korintus ke dalam gereja. Sejumlah kasus dosa seksual yang dibicarakan Paulus jelas bersumber dari latar belakang kota ini yang memang bejat secara moral dan yang paling penting dalam pembahasan kita adalah bahwa sejumlah kasus dalam ibadah jemaat terutama penggunaan karunia-karunia roh dalam hal ini ‘bahasa roh’ (1 Kor 14) adalah penyusupan dari ajaran/ciri khas agama-agama misteri itu yang biasanya mempraktekkan ‘bahasa roh’ ekstase yang tidak dapat dipahami, suatu bahasa komunikasi dengan para dewa. Dapat dipikirkan kemungkinan bahwa jemaat di Korintus ketika dipenuhi Roh Kudus pernah berbicara dalam bahasa roh yang sejati (seperti bahasa roh Pentakosta) sebagaimana kata J. Ruef :
‘Bahwa berpijak dari peristiwa para rasul, mungkin sekali-sekali anggota-anggota jemaat di Korintus juga telah mengalami bahasa roh pada waktu menjadi Kristen, dan oleh karena itu mereka sangat menghargai karunia itu, yang menandai satu titik yang menentukan dalam hidup mereka’[11]
Namun penghargaan dan penekanan yang berlebih-lebihan terhadap karunia ini lama kelamaan berkembang menjadi sebuah kesesatan di mana mereka berusaha dan memaksakan diri untuk berbahasa roh dan akibatnya adalah menyusupnya ‘bahasa roh’ kafir dari agama-agama misteri ke dalam gereja tanpa mereka sadari dan ‘bahasa roh’ semacam inilah yang berkembang dengan subur dalam jemaat Korintus. Mac Arthur berkata : ‘...mereka menyeret ke dalam kehidupan gereja mereka segala ciri keberadaan kafir mereka yang lama’.[12] Benarlah juga kata-kata Morley :
‘Selain itu yang membuat sebagian jemaat begitu menghormati bahasa lidah adalah pengaruh dari sisa-sisa budaya dan agama kafir dari latar belakang jemaat Korintus sendiri, yang mungkin sekali sudah pernah terpesona (ekstase) atau kesurupan. Di mana ucapan yang tidak dapat dimengerti adalah salah satu bagian dari agama kafir’.[13]
Bandingkan kata-kata Morley ini dengan komentar Mac Arthur yang lain :
“Korintus adalah kota yang dipenuhi oleh para imam kafir, laki-laki dan perempuan, juru tenung dan sihir. Orang dalam berbagai keadaan ekstase mengaku memiliki kuasa dan inspirasi ilahi. Dan karena gereja Korintus telah menjadi jasmani, banyak dari kegiatan kafir seperti ini terus menyusup. Satu alasan hingga hal itu bisa masuk ialah bahwa orang-orang percaya di Korintus menantikan Roh Kudus bekerja. Mereka percaya bahwa pencurahan Roh dalam Yoel 2 kini mulai dipenuhi”.[14]
Karena alasan inilah maka Paulus menulis surat tersebut kepada jemaat Korintus sebagaimana dikatakan Donald Guthrie :
“Nampaknya bahasa lidah, yang hanya dibahas oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, telah berkembang di Korintus tanpa arah dan diberi penilaian yang berlebihan sehingga terjadi kekacauan. Orang-orang yang belum percaya menyebut orang-orang Kristen itu gila (1 Korintus 14:23)”.[15]
Jadi surat Paulus ini bersifat kritikan seperti diungkapkan Gordon D. Fee :
‘Kalau hanya membaca 1 Korintus 12 saja, maka kelihatannya rasul Paulus sementara menginformasikan atau memberi pengajaran tentang karunia-karunia Roh, namun setelah membaca 1 Kor 14, maka jelaslah bahwa maksud rasul Paulus dalam tulisan ini bukanlah sedang mengajarkan atau menginformasikan karunia-karunia Roh, tetapi bertujuan untuk mengoreksi jemaat Korintus akan penyalahgunaan bahasa Roh’.[16]
Ada kesan yang sangat kuat bahwa dalam tulisannya Paulus menyindir jemaat Korintus dengan menghubungkan bahasa roh yang mereka pakai dengan latar belakang kekafiran mereka. Contohnya seperti dalam 1 Korintus 13:1 :
“Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing”.
Ini jelas mengarah pada kekafiran karena gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing menunjuk kepada ibadah kafir, karena alat-alat tersebut sering digunakan dalam acara-acara agama pada saat itu.[17]
Dari pemahaman yang mendalam tentang konteks dan latar belakang jemaat Korintus ini maka kita dapat berkata bahwa bahasa roh yang dipraktekkan dalam jemaat Korintus sangat berbeda dengan bahasa roh Pentakosta dan dengan demikian bukanlah bahasa roh yang sejati melainkan penyusupan dan pengaruh ‘bahasa roh’ kafir. Dengan demikian ciri khas bahasa roh dalam jemaat Korintus tidak bisa bahkan tidak boleh menjadi standar bahasa roh gereja Kristen yang sejati. Yang harus menjadi standar bahasa roh yang sejati adalah yang terjadi pada hari Pentakosta karena Alkitab mencatat dengan pasti bahwa bahasa roh itu terjadi karena pekerjaan Roh Kudus. Perhatikanlah apa yang dikatakan oleh S Lewis Johnson, Jr, seorang profesor bidang eksegese dan literatur Perjanjian Baru pada Dallas Theological Seminary :
“In view of the fact that Luke was a close companion of Paul (he may even have been in Corinth) and wrote Acts after the Corinthian correspondence, it would seem logical for him to note the distinction between the phenomenon in Acts and that in Corinth, if any existed. In other words, 1 Corinthians should be interpreted by Acts, the unknown by the known, a good hermeneutical principle” (Mengingat fakta bahwa Lukas adalah sahabat dekat Paulus (mungkin dia sendiri juga di Korintus waktu itu) dan menulis kitab Kisah Para Rasul sesudah korespondensi Korintus, rasanya logis bila Lukas memperhatikan perbedaan di antara peristiwa yang terjadi di Kisah Para Rasul dengan keadaan di Korintus, jika perbedaan itu memang ada. Dengan kata lain, 1 Korintus harus ditafsirkan sesuai dengan Kisah Para Rasul, yang tidak dikenal harus ditafsirkan oleh yang dikenal, sebuah prinsip hermeneutika yang baik).[18]
Johnson melanjutkan :
“Furthermore, the terminology of Paul is identical with that of Luke in Acts, although Luke further defines his terminology. Paul uses the Greek word glossa meaning tongue; Luke uses this word and further defines it as being a dialektos (Acts 1:19; 2:6,8; 21:40; 22:2; 26:14), a word which in every case refers to a language of a nation or a region. It is quite unlikely that the phenomena, described by the two writers in identical terms, would be dissimilar” (Selanjutnya, peristilahan yang dipakai Paulus identik dengan peristilahan yang dipakai Lukas di dalam Kisah Para Rasul, sekalipun Lukas mendefinisikannya lebih jauh peristilahan yang dipakainya itu. Paulus menggunakan istilah Yunani “glossa”, yang artinya “lidah”; Lukas juga mempergunakan kata ini dan mendefinisikannya sebagai sebuah diakletos (Kisah Para Rasul 1:19; 2:6-8; 21:40; 22:2; 26:14), sebuah istilah yang selalu mengacu kepada bahasa suatu bangsa atau suatu daerah. Sangat kecil kemungkinan bahwa satu fenomena yang dilukiskan oleh dua penulis dengan istilah yang sama memiliki arti yang berbeda”).[19]
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa bahasa roh Pentakosta dan bahasa roh yang dipraktekkan jemaat Korintus itu berbeda namun bahasa roh Pentakosta dan bahasa roh yang diajarkan Paulus kepada jemaat Korintus(melalui kritikan-kritikan) adalah sama. Jadi bahasa roh yang sejati adalah bahasa roh Pentakosta di mana :
1. Bahasa yang digunakan adalah bahasa di dalam dunia ini, yang dikenal dan bukan sebuah ricuhan atau suatu bahasa ekstase religius.
2. Fungsi bahasa roh itu adalah sebagai sarana penginjilan kepada orang-orang Yahudi maupun kepada orang-orang kafir (non Yahudi) yang belum percaya dan bukan sarana untuk berkomunikasi dengan Allah.
Bagaimana dengan ‘Bahasa malaikat’? (1 Korintus 13:1)
Untuk membantah pandangan dan kesimpulan di atas, ada juga yang mengajukan argumentasi dengan istilah yang terdapat dalam 1 Korintus 13 :1 yakni ‘bahasa malaikat’ yang diyakininya sebagai sebutan untuk bahasa roh. Dengan demikian bahasa roh itu adalah bahasa malaikat atau dengan kata lain bahasa roh yang sebenarnya adalah bahasa malaikat. Jadi sangat mungkin bahwa bahasa roh itu adalah sebuah bahasa ekstatik. Ini tentu menarik namun kita harus kembali pada prinsip hermeneutika Alkitab yang benar yang selalu memperhatikan konteks pembahasan.
BACA JUGA: KARUNIA ROH KUDUS
Dalam surat 1 Korintus, Paulus secara khusus membicarakan masalah karunia (termasuk di dalamnya karunia bahasa roh) dalam 2 pasal sekaligus yakni pasal 12 dan 14. Tentu kita bertanya, mengapa bukan pasal 12 dan 13 atau 13 dan 14? Mengapa harus ada 1 pasal tentang kasih di antara 2 pasal yang membicarakan masalah karunia Roh? Di sini kita bisa melihat maksud Paulus bahwa penerapan karunia rohani selalu harus didasarkan pada kasih sebab tanpa kasih semua karunia, sehebat apa pun menjadi tidak berguna. Larry Christenson dalam artikelnya mengatakan :
‘Paulus menerangkan bahwa walaupun ada banyak karunia, semuanya berasal dari satu sumber, Allah ; dan semuanya harus dipakai dengan kasih untuk kebaikan bersama’.[20]
III.BAHASA ROH
Pdt. Budi Asali, M. Div.
I) KARUNIA YANG TERUTAMA?
Dalam kalangan Kharismatik diajarkan bahwa bahasa Roh adalah karunia yang terutama dan terpenting. Ini jelas salah karena:
1) Dalam daftar karunia-karunia, bahasa Roh selalu diletakkan di tempat terakhir.
1Korintus 12:8-10,28-30 - “(8) Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. (9) Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. (10) Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. ... (28) Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh. (29) Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, (30) atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh?”.
2) 1Korintus 14:1 menyatakan bahwa karunia yang terutama adalah karunia bernubuat.
1Korintus 14:1 - “Kejarlah kasih itu dan usahakanlah dirimu memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat”.
3) Seluruh 1Kor 14 meninggikan karunia bernubuat dan merendahkan karunia bahasa Roh.
1Korintus 14:1-40 - “(1) Kejarlah kasih itu dan usahakanlah dirimu memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat. (2) Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorangpun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia. (3) Tetapi siapa yang bernubuat, ia berkata-kata kepada manusia, ia membangun, menasihati dan menghibur. (4) Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun Jemaat. (5) Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh, tetapi lebih dari pada itu, supaya kamu bernubuat. Sebab orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga menafsirkannya, sehingga Jemaat dapat dibangun. (6) Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran? (7) Sama halnya dengan alat-alat yang tidak berjiwa, tetapi yang berbunyi, seperti seruling dan kecapi--bagaimanakah orang dapat mengetahui lagu apakah yang dimainkan seruling atau kecapi, kalau keduanya tidak mengeluarkan bunyi yang berbeda? (8) Atau, jika nafiri tidak mengeluarkan bunyi yang terang, siapakah yang menyiapkan diri untuk berperang? (9) Demikianlah juga kamu yang berkata-kata dengan bahasa roh: jika kamu tidak mempergunakan kata-kata yang jelas, bagaimanakah orang dapat mengerti apa yang kamu katakan? Kata-katamu sia-sia saja kamu ucapkan di udara! (10) Ada banyak--entah berapa banyak--macam bahasa di dunia; sekalipun demikian tidak ada satupun di antaranya yang mempunyai bunyi yang tidak berarti. (11) Tetapi jika aku tidak mengetahui arti bahasa itu, aku menjadi orang asing bagi dia yang mempergunakannya dan dia orang asing bagiku. (12) Demikian pula dengan kamu: Kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih dari pada itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun Jemaat. (13) Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya. (14) Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa. (15) Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku. (16) Sebab, jika engkau mengucap syukur dengan rohmu saja, bagaimanakah orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat mengatakan ‘amin’ atas pengucapan syukurmu? Bukankah ia tidak tahu apa yang engkau katakan? (17) Sebab sekalipun pengucapan syukurmu itu sangat baik, tetapi orang lain tidak dibangun olehnya. (18) Aku mengucap syukur kepada Allah, bahwa aku berkata-kata dengan bahasa roh lebih dari pada kamu semua. (19) Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh. (20) Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu! (21) Dalam hukum Taurat ada tertulis: ‘Oleh orang-orang yang mempunyai bahasa lain dan oleh mulut orang-orang asing Aku akan berbicara kepada bangsa ini, namun demikian mereka tidak akan mendengarkan Aku, firman Tuhan.’ (22) Karena itu karunia bahasa roh adalah tanda, bukan untuk orang yang beriman, tetapi untuk orang yang tidak beriman; sedangkan karunia untuk bernubuat adalah tanda, bukan untuk orang yang tidak beriman, tetapi untuk orang yang beriman. (23) Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila? (24) Tetapi kalau semua bernubuat, lalu masuk orang yang tidak beriman atau orang baru, ia akan diyakinkan oleh semua dan diselidiki oleh semua; (25) segala rahasia yang terkandung di dalam hatinya akan menjadi nyata, sehingga ia akan sujud menyembah Allah dan mengaku: ‘Sungguh, Allah ada di tengah-tengah kamu.’ (26) Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun. (27) Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya. (28) Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah. (29) Tentang nabi-nabi--baiklah dua atau tiga orang di antaranya berkata-kata dan yang lain menanggapi apa yang mereka katakan. (30) Tetapi jika seorang lain yang duduk di situ mendapat penyataan, maka yang pertama itu harus berdiam diri. (31) Sebab kamu semua boleh bernubuat seorang demi seorang, sehingga kamu semua dapat belajar dan beroleh kekuatan. (32) Karunia nabi takluk kepada nabi-nabi. (33) Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera. (34) Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat. (35) Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat. (36) Atau adakah firman Allah mulai dari kamu? Atau hanya kepada kamu sajakah firman itu telah datang? (37) Jika seorang menganggap dirinya nabi atau orang yang mendapat karunia rohani, ia harus sadar, bahwa apa yang kukatakan kepadamu adalah perintah Tuhan. (38) Tetapi jika ia tidak mengindahkannya, janganlah kamu mengindahkan dia. (39) Karena itu, saudara-saudaraku, usahakanlah dirimu untuk memperoleh karunia untuk bernubuat dan janganlah melarang orang yang berkata-kata dengan bahasa roh. (40) Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur”.
II) KEHARUSAN BERBAHASA ROH.
Dalam kalangan Kharismatik pada umumnya diajarkan bahwa orang kristen yang sudah dibaptis oleh Roh Kudus atau dipenuhi oleh Roh Kudus, harusberbahasa Roh.
Sebetulnya ada banyak yang bisa dibahas, tetapi karena keterbatasan waktu, saya hanya akan membahas 2 text Kitab Suci saja yang sering mereka pakai sebagai dasar dari pandangan ini, yaitu:
1) Kisah Para Rasul 2:1-4 - “(1) Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. (2) Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; (3) dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. (4) Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya”.
Jawaban saya:
a) Dalam Kitab Suci ada bagian yang bersifat Descriptive (= bersifat menggambarkan), dan ada bagian Kitab Suci yang bersifat Didactic(= bersifat pengajaran).
Bagian yang bersifat Descriptive adalah bagian yang berupa cerita yang terjadi sungguh-sungguh dan bersifat menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu. Ini tidak boleh dipakai sebagai rumus / hukum / norma!
Illustrasi: Dalam hal ini, membaca dan menafsirkan Kitab Suci mempunyai persamaan dengan membaca dan menafsirkan surat kabar. Kalau saudara membaca surat kabar, dan di sana diceritakan tentang adanya orang yang terkena serangan jantung pada waktu nonton TV, maka hal ini tentu bukan norma / hukum. Cerita ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang nonton TV pasti terkena serangan jantung. Juga kalau di surat kabar diceritakan adanya satu keluarga yang piknik ke Tretes dan lalu mengalami kecelakaan, sehingga mati semua. Ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang piknik sekeluarga akan mengalami kecelakaan dan mati semua.
Contoh:
1. Keluaran 14, yang menceritakan peristiwa dimana Allah membelah Laut Teberau sehingga bangsa Israel bisa menyeberang di tanah kering, adalah suatu bagian yang bersifat Descriptive(menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu). Ini bukan rumus / norma / hukum, artinya, kita tidak diperintahkan untuk menyeberangi laut dengan cara seperti itu!
2. Yosua 6 yang menceritakan robohnya tembok Yerikho setelah dikelilingi selama 7 hari juga merupakan bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan hukum / norma dalam peperangan.
3. Keluaran 16:13-16 yang menceritakan pemberian manna kepada bangsa Israel di padang gurun, jelas juga merupakan bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan sebagai rumus / norma dalam kehidupan orang kristen di padang gurun.
4. Kisah Para Rasul 5:18-19 dan Kis 12:3-11 menceritakan bahwa pada waktu rasul-rasul ditangkap dan dipenjarakan, Tuhan membebaskannya dengan menggunakan mujijat. Ini lagi-lagi merupakan bagian yang bersifat Descriptive, dan tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang ditangkap / dipenjarakan pasti dibebaskan secara mujijat. Kenyataannya Yohanes Pembaptis dipenjarakan lalu dipenggal (Mat 14:3-12); Yesus sendiri ditangkap lalu disalibkan sampai mati, dan rasul Yakobus ditangkap lalu dipenggal (Kisah Para Rasul 12:2).
5. Yoh 11 menceritakan bahwa Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari. Ini adalah bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang mati akan bangkit pada hari ke 4.
6. Kisah Para Rasul 28:1-6 juga bersifat descriptive dan tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk mengajar bahwa orang kristen tidak akan mengalami bahaya apa-apa kalau digigit ular berbisa.
7. Ada banyak bagian yang bersifat Descriptive dalam Kitab Suci tentang hal-hal yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, yang bukan merupakan norma / hukum, dan karenanya tidak harus kita lakukan. Misalnya:
· Yesus tidak pernah menikah / pacaran. Ini tentu tidak berarti bahwa semua orang kristen tidak boleh pacaran / menikah.
· Yesus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun (Matius 4:1-11 Lukas 4:1-13). Ini tidak berarti bahwa semua orang kristen harus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun.
· Yesus dan Petrus berjalan di atas air (Matius 14:22-29). Ini tidak berarti bahwa setiap orang kristen harus bisa melakukan hal itu.
· Yesus hanya mempunyai 12 murid (Matius 10:1-4). Ini tidak boleh diartikan seakan-akan Sekolah Theologia / gereja hanya boleh mempunyai 12 murid / jemaat.
Bagian yang bersifat Didactic adalah bagian yang bersifat pengajaran (Yunani: DIDACHE), dan bisa berbentuk suatu pernyataan, janji, perintah atau larangan. Ini adalah rumus / hukum / norma bagi kita.
Contoh:
1. Kisah Para Rasul 16:31 yang berbunyi “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat” adalah bagian yang bersifat Didactic. Karena itu, ini merupakan hukum / norma, artinya setiap orang yang percaya kepada Yesus pasti selamat.
2. Filipi 4:4 yang berbunyi “Bersukacitalah senantiasa” adalah bagian yang bersifat Didactic. Ini adalah hukum / norma bagi kita, yang menyuruh kita bersukacita senantiasa.
3. 10 Hukum Tuhan dalam Keluaran 20:3-17 merupakan bagian yang bersifat Didactic, sehingga merupakan Hukum / Norma bagi kita semua.
Jadi, pada waktu mendengar suatu khotbah / ajaran, telitilah apakah text yang dipakai sebagai dasar itu adalah text yang bersifat descriptive atau didactic! Ini bisa menghindarkan saudara dari ajaran-ajaran yang salah / sesat!
Jaman sekarang, khususnya dalam kalangan Pentakosta / Kharismatik, karena kurangnya / tidak adanya pengertian tentang Hermeneutics, yang menyebabkan mereka tidak membedakan antara bagian yang bersifat Descriptive dan bagian yang bersifatDidactic, maka ada banyak pengajaran salah yang ditimbulkan karena mereka menggunakan bagian yang bersifat descriptivesebagai rumus / hukum / norma, seolah-olah itu adalah bagian yang bersifat didactic.
Misalnya:
· karena Abraham kaya, maka orang Kristen harus kaya.
· karena ada orang yang disembuhkan oleh Yesus, maka orang Kristen yang sakit harus sembuh.
· karena Yesus dibaptis selam (padahal ini belum tentu), maka orang Kristen harus dibaptis selam.
· karena rasul-rasul berbahasa Roh dalam Kis 2:1-4, maka semua orang Kristen yang dipenuhi Roh Kudus harus berbahasa Roh.
Kis 2:1-4 adalah bagian Kitab Suci yang bersifat descriptive(menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu), dan karena itu ini tidak boleh dijadikan norma / hukum / rumus.
Kalau Kisah Para Rasul 2:1-4 dianggap sebagai rumus, lalu bagaimana dengan ayat-ayat di bawah ini?
* Dalam Lukas 1:67 dikatakan bahwa Zakharia penuh Roh Kudus dan ia lalu bernubuat.
Lukas 1:67 - “Dan Zakharia, ayahnya, penuh dengan Roh Kudus, lalu bernubuat, katanya”.
* Juga dalam Kis 19:6 dikatakan ada orang-orang yang menerima Roh Kudus dan mereka lalu berbahasa Roh dan bernubuat.
Kisah Para Rasul 19:6 - “Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat”.
Apakah semua ini juga mau dijadikan rumus, dan kita lalu percaya bahwa orang yang mempunyai Roh Kudus harus bernubuat? Tentu saja tidak, karena bagian-bagian ini juga merupakan bagian Kitab Suci yang bersifat descriptive!
* Dalam Kitab Suci juga ada peristiwa lain di mana 3.000 orang percaya kepada Kristus (jelas mereka menerima baptisan Roh Kudus - bdk. Kis 2:38), tetapi tidak mengalami bahasa Roh (Kis 2:41).
Kis 2:38,41 - “(38) Jawab Petrus kepada mereka: ‘Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. ... (41) Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa”.
* Stefanus yang penuh Roh Kudus (Kis 7:55) juga tidak pernah dikatakan berbahasa Roh.
Kisah Para Rasul 7:55 - “Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah”.
b) Konsekwensi pengharusan berbahasa Roh berdasarkan Kisah Para Rasul 2:1-4.
Kalau Kis 2:1-4 itu tetap mau dipaksakan sebagai rumus, mengapa bunyi seperti tiupan angin dan lidah api yang hinggap pada kepala orang-orang itu tidak dianggap sebagai rumus juga?
Kis 2:1-4 - “(1) Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. (2) Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; (3) dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. (4) Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya”.
Jadi, yang terjadi pada saat itu adalah hal-hal sebagai berikut:
1. Bunyi seperti tiupan angin keras.
2. Lidah-lidah api hinggap pada kepala mereka masing-masing.
3. Mereka penuh dengan Roh Kudus.
4. Mereka berbahasa Roh.
Mengapa hanya no 3 dan 4 yang diharuskan? Mengapa no 1 dan 2 tidak diharuskan?
2) Markus 16:17-18 - “(17) Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi namaKu, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, (18) mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh.’”.
Jawaban saya:
a) Perlu diketahui bahwa Markus 16:9-20 sangat diperdebatkan keasliannya (ingat bahwa yang memperdebatkan hal ini bukanlah orang liberal yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci, tetapi orang-orang injili / alkitabiah). Memang mungkin sekali Mark 16:9-20 bukanlah bagian orisinil dari Kitab Suci tetapi merupakan suatu penambahan! Alasannya:
1. Manuscript-manuscript berbeda satu dengan yang lain dalam bagian ini.
· ada manuscript-manuscript yang memuat Mark 16:9-20.
· ada manuscript-manuscript (Yang paling kuno dan yang bisa dipercaya) yang hanya terhenti sampai Markus 16:8 [headnoteNIV: ‘the two most reliable early manuscripts do not have Mark 16:9-20’ (= Dua manuscript yang paling kuno dan paling bisa dipercaya tidak mempunyai Mark 16:9-20). Footnote NASB: ‘Some of the oldest mss. do not contain vv 9-20’ (= Beberapa dari manuscript yang paling kuno tidak mempunyai ay 9-20)].
· ada 1 manucript yang tidak memuat Mark 16:9-20, tetapi menambahkan Mark 16:8b “Dengan singkat mereka sampaikan semua pesan itu kepada Petrus dan teman-temannya. Sesudah itu Yesus sendiri dengan perantaraan murid-muridNya memberitakan dari Timur ke Barat berita yang kudus dan tak terbinasakan tentang keselamatan yang kekal itu” (lihat Footnote / catatan kaki RSV yang berbunyi sebagai berikut: “Some of the most ancient authorities bring the book to a close at the end of verse 8. One authority concludes the book by adding after verse 8 the following: But they reported briefly to Peter and those with him all that they had been told. And after this, Jesus himself sent out by means of them, from east to west, the sacred and imperishable proclamation of eternal salvation. Other authorities include the preceding passage and continue with verses 9-20. In most authorities verses 9-20 follow immediately after verse 8; a few authorities insert additional material after verse 14” (= beberapa otoritas / manuscript yang paling kuno mengakhiri kitab ini pada akhir ayat 8. Satu otoritas / manuscript menyimpulkan kitab ini dengan menambahkan setelah ayat 8 kata-kata ini: ‘Tetapi mereka menyampaikan secara singkat kepada Petrus dan mereka yang bersama dengan dia semua yang telah diceritakan kepada mereka. Sesudah ini, Yesus sendiri memberitakannya dengan perantaraan mereka, dari Timur ke Barat, proklamasi keselamatan yang kudus / sakral dan tak bisa binasa itu’. Otoritas / manuscript yang lain memasukkan bagian sebelumnya dan melanjutkan dengan ayat 9-20. Dalam kebanyakan otoritas / manuscript ayat 9-20 langsung menyusul ayat 8; sedikit otoritas / manuscript memasukkan tambahan materi setelah ayat 14).
· ada manuscripts yang memuat seluruhnya, seperti Kitab Suci Indonesia.
Catatan: Kitab Suci Indonesia menulis baik Mark 16:8b maupun Mark 16:9-20 (KJV / RSV / NIV / NASB tidak ada yang menulis Mark 16:8b).
2. Bentuk dan kata-kata Mark 16:9-20 berbeda dengan bentuk dan kata-kata dalam seluruh Markus.
Contoh:
Markus 16:9, secara hurufiah: ‘the first day’ (= hari pertama).
Mark 16:2, secara hurufiah: ‘day one’ (= hari satu).
b) Kalaupun Markus 16:9-20 itu mau diterima sebagai Kitab Suci, maka kita perlu memperhatikan bahwa dalam Mark 16:17-18, ada 5 tanda yang menyertai orang kristen:
1. Mengusir setan.
2. Berbicara dalam bahasa baru / Roh.
3. Memegang ular.
4. Minum racun maut tetapi tidak celaka.
5. Menyembuhkan orang sakit.
Markus 16:17-18 - “(17) Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi namaKu, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, (18) mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh.’”.
Tanda ke 3 dan ke 4 tidak di claim oleh kebanyakan orang Kharismatik. Mereka hanya menekankan pengusiran setan, penyembuhan penyakit, dan bahasa Roh. Mengapa? Ini menunjukkan ketidak-konsekwenan!
c) Kalau bahasa Roh merupakan tanda orang beriman, mengapa Stefanus (Kis 6-7) tidak pernah berbahasa Roh? Dan apakah semua orang Protestan (termasuk John Calvin, Martin Luther, Billy Graham, dsb) tidak beriman? Dan apakah selama lebih dari 18 abad, dalam gereja tidak ada orang beriman? (Ingat bahwa bahasa Roh baru mulai populer pada awal abad 20, dan makin menjadi-jadi mulai sekitar 1960-an).
Ada orang Kharismatik yang lalu berkata: ‘orang-orang Protestan itu bukannya tidak beriman, tetapi tidak dewasa dalam iman’. Tetapi ini tidak masuk akal sebab:
1. Markus 16:17-18 mengatakan bahwa itu adalah tanda orang percaya, bukan tanda orang yang dewasa dalam iman!
2. Kisah Para Rasul 10:44-46, orang-orang yang berbahasa Roh itu baru bertobat! Bagaimana mungkin mereka dewasa dalam iman?
Kis 10:44-46 - “(44) Ketika Petrus sedang berkata demikian, turunlah Roh Kudus ke atas semua orang yang mendengarkan pemberitaan itu. (45) Dan semua orang percaya dari golongan bersunat yang menyertai Petrus, tercengang-cengang, karena melihat, bahwa karunia Roh Kudus dicurahkan ke atas bangsa-bangsa lain juga, (46) sebab mereka mendengar orang-orang itu berkata-kata dalam bahasa roh dan memuliakan Allah. Lalu kata Petrus”.
3. Bahasa Roh adalah suatu karunia yang tujuannya untuk melayani, bukan untuk mengukur kedewasaan iman seseorang! Ini sama saja dengan karunia berkhotbah, karunia menyanyi dsb, yang sama sekali tidak menunjukkan kedewasaan iman seseorang.
4. Orang Korintus yang berbahasa Roh itu dianggap ‘bayi’ dan ‘manusia duniawi’ oleh Paulus.
1Korintus 3:1-3 - “(1) Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. (2) Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. (3) Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?”.
5. Apakah selama 18 abad tidak ada orang yang dewasa imannya dalam gereja?
Sebaliknya, sekarang saya ingin menunjukkan ayat dasar yang jelas TIDAK mengharuskan orang kristen berbahasa Roh, yaitu 1Kor 12:8-10,28-30 - “(8) Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. (9) Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. (10) Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. ... (28) Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh. (29) Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, (30) atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh?”.
III) AKIBAT KEHARUSAN BERBAHASA ROH.
Akibat dari ajaran yang mengharuskan orang kristen berbahasa Roh.
1) Banyak orang kristen yang meragukan imannya.
Karena dikatakan bahwa orang kristen harus bisa berbahasa Roh, maka orang kristen yang tidak bisa berbahasa Roh, dan yang tidak punya pengertian Firman Tuhan yang terlalu baik, lalu menjadi ragu-ragu terhadap iman mereka sendiri. Mereka lalu bertanya-tanya: ‘Benarkah saya sudah percaya kepada Yesus? Apakah saya sudah mempunyai Roh Kudus? Kalau ya, mengapa saya tidak bisa berbahasa Roh? Apa yang salah dengan iman / kekristenan saya?’.
Kalau saudara adalah orang kristen yang meragukan iman / kekristenan saudara, maka pikirkan / renungkan 2 hal di bawah ini:
a) Kalau saudara meragukan iman / kekristenan saudara karena:
· saudara ragu-ragu tentang Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
· saudara ragu-ragu tentang penebusan / penghapusan seluruhdosa saudara.
· saudara tidak cinta / rindu Firman Tuhan.
· saudara tidak mengalami perubahan hidup ke arah yang positif.
Maka harus saya katakan bahwa keraguan saudara tentang iman / kekristenan saudara itu memang sah! Mungkin sekali saudara memang bukan orang kristen yang sejati dan belum diselamatkan. Bertobatlah dan percayalah kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara, maka saudara akan diselamatkan!
b) Tetapi kalau saudara meragukan iman / kekristenan saudara, hanya karena saudara tidak bisa berbahasa Roh, maka itu bukanlah keraguan yang sah. Saudara sudah ditipu oleh setan melalui ajaran yang salah ini!
2) Banyak orang kristen ‘mencari’ bahasa Roh.
Mereka ‘mencari’ / berusaha mendapatkan bahasa Roh dengan bermacam-macam cara seperti berdoa / meminta kepada Tuhan, belajar berbahasa Roh, dsb. Disamping itu juga ada ‘hamba-hamba Tuhan’ yang mengajarkan cara-cara untuk bisa berbahasa Roh (kursus bahasa Roh) dan bahkan ada banyak gereja-gereja yang punya hari pertemuan khusus untuk orang-orang yang ingin mendapatkan bahasa Roh.
Sekarang, yang perlu kita pertanyakan adalah: bisakah / bolehkah orang kristen mencari / berusaha mendapatkan suatu karunia tertentu? Orang-orang Kharismatik pasti menjawab dengan jawaban: Ya! Dasar Kitab Suci yang biasanya mereka pakai untuk jawaban ini adalah 1Kor 12:31 1Kor 14:1,12,13,39 yang seolah-olah menunjukkan bahwa kita memang bisa berusaha (bahkan ‘harus berusaha’) mendapatkan karunia-karunia tertentu yang tadinya tidak kita miliki.
1Kor 12:31a - “Jadi berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang paling utama”.
1Korintus 14:1,12,13,39 - “(1) Kejarlah kasih itu dan usahakanlah dirimu memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat. ... (12) Demikian pula dengan kamu: Kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih dari pada itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun Jemaat. (13) Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya. ... (39) Karena itu, saudara-saudaraku, usahakanlah dirimu untuk memperoleh karunia untuk bernubuat dan janganlah melarang orang yang berkata-kata dengan bahasa roh”.
Tanggapan saya:
a) Kitab Suci jelas berkata bahwa pemberian karunia-karunia dilakukan oleh Allah / Roh Kudus sesuai dengan kehendakNya (bukan sesuai kehendak kita / orang kristen!). Dasar Kitab Sucinya adalah:
b)
· 1Korintus 12:7-11 - “(7) Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. (8) Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. (9) Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. (10) Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. (11) Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya”.
Perhatikan khususnya kata-kata ‘seperti yang dikehendakiNya’, dimana kata ‘Nya’ menunjuk kepada ‘Roh Kudus’. Ini jelas menunjukkan bahwa pemberian karunia tergantung kehendak Roh Kudus, bukan kehendak kita / orang kristen.
· Efesus 4:7 - “Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus”.
Kata-kata ‘menurut ukuran pemberian Kristus’ artinya menurut apa yang Ia anggap cocok.
· Ibrani2:4 - “Allah meneguhkan kesaksian mereka oleh tanda-tanda dan mujizat-mujizat dan oleh berbagai-bagai penyataan kekuasaan dan karena Roh Kudus, yang dibagi-bagikanNya menurut kehendakNya”.
* Ibr 2:4 dalam terjemahan bahasa Indonesia hanya menyebutkan ‘Roh Kudus’, tetapi KJV / RSV / NIV / NASB semua menyebutkan ‘gifts of the Holy Ghost / Spirit’ (= karunia-karunia Roh Kudus).
* Ayat ini juga diakhiri dengan kata-kata ‘menurut kehendakNya’, dan ini lagi-lagi menunjukkan bahwa pembagain karunia-karunia Roh Kudus itu terjadi sesuai dengan kehendak Roh Kudus, bukan sesuai kehendak / keinginan orang kristen.
Jadi, jelas bahwa Kitab Suci mengajarkan bahwa pemberian karunia-karunia itu dilakukan sesuai kehendak Allah [the sovereign will of God (= kehendak yang berdaulat dari Allah)]. Jadi, kalau kita sudah mempunyai suatu karunia tertentu, maka jelas bahwa merupakan kehendak Allah bahwa kita mempunyai karunia itu, dan bukan merupakan kehendak Allah bahwa kita mempunyai karunia yang lain. Karena itu, kalau kita diberi suatu karunia dan kita lalu berdoa untuk meminta karunia yang lain, maka itu jelas merupakan doa yang tidak akan dikabulkan oleh Tuhan karena tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
1Yohanes 5:14 - “Dan inilah keberanian percaya kita kepadaNya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepadaNya menurut kehendakNya”.
b) Setiap orang kristen adalah anggota-anggota tubuh Kristus.
1Kor 12:12,13,27 - “(12) Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. (13) Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh. ... (27) Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya”.
Jelas bahwa tiap anggota tubuh mempunyai kemampuan dan fungsinya sendiri-sendiri dan tidak mungkin satu anggota tubuh menginginkan kemampuan dari anggota tubuh yang lain.
Misalnya: jari ingin melihat, atau telinga ingin berbicara. Ini pasti tidak mungkin!
c) Penjelasan tentang 1Korintus 12:31 (bdk. 1Kor 14:1,12,39).
Kata Yunani yang diterjemahkan ‘berusahalah untuk memperoleh’ dalam 1Korintus 12:31 adalah ZELOUTE (Kata ZELOUTE ini juga digunakan dalam 1Kor 14:1,12,39).
1. Arti kata ini.
· Kata ZELOUTE sebetulnya berarti ‘to be zealous for something’ (= bersemangat untuk sesuatu). ‘Bersemangat untuk sesuatu’ tentu tidak sama dengan ‘berusahalah untuk memperoleh’! Kalau kita dikatakan harus bersemangat untuk suatu karunia Roh Kudus tertentu, tentu itu tidak bisa diartikan bahwa kita disuruh berusaha untuk memperoleh karunia itu!
· John Calvin (ingat bahwa ia hidup pada abad 16, jauh sebelum ada gerakan Kharismatik) mengatakan bahwa ZELOUTE artinya adalah ‘seek after’ (= carilah), tetapi juga bisa diterjemahkan ‘value highly’ (= hargailah / nilailah tinggi).
2. Kata itu adalah kata perintah bentuk jamak.
Karena itu Peter Masters dan John C. Whitcomb dalam buku ‘The Charismatic Phenomenon’ berkata bahwa ayat ini tidak ditujukan kepada pribadi-pribadi dalam gereja tetapi kepada gereja secara keseluruhan / kolektif. Jadi, yang dimaksud oleh Paulus bukanlah supaya setiap orang kristen mencari karunia yang terutama, tetapi supaya gereja secara keseluruhan mencari karunia-karunia yang terutama. Karena dalam 1Kor 14 Paulus lalu mengatakan bahwa karunia bernubuat adalah karunia yang terutama, maka gereja secara keseluruhan harus mencari karunia ini. Jadi misalnya pada waktu gereja mencari pendeta, gereja harus mencari orang yang memang mempunyai karunia berkhotbah / mengajarkan Firman Tuhan.
Calvin juga beranggapan bahwa ayat ini ditujukan untuk gereja, bukan untuk pribadi.
Catatan: Ini seperti perintah untuk bersaksi sampai ke ujung bumi dalam Kis 1:8. Ini bukan perintah untuk setiap individu Kristen, seakan-akan setiap orang Kristen harus keliling dunia untuk memberitakan Injil! Ini adalah perintah yang diberikan kepada Gereja yang Kudus dan Am (Universal) secara kolektif. Jadi bisa saja ada orang kristen yang terpanggil untuk memberitakan Injil kepada bangsanya sendiri / kotanya sendiri, tetapi ada juga yang terpanggil untuk menjadi missionaris untuk pergi memberitakan Injil ke pelosok-pelosok dunia.
3. Andaikatapun kata ZELOUTE diterjemahkan ‘berusahalah untuk memperoleh’ dan diterapkan kepada individu-individu kristen, tetap saja dari sini kita tidak akan mendapatkan doktrin bahwa orang kristen harus mencari karunia bahasa Roh. Karena apa? Dalam 1Korintus 12:31 dikatakan bahwa ‘berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang paling utama’. Dan di atas telah kita bahasa bahwa bahasa Roh jelas bukan karunia yang paling utama! Dan 1Korintus 14:1,39 menyebutkan secara explicitbahwa karunia terutama yang harus dicari itu adalah karunia bernubuat, bukan karunia bahasa Roh!
Kalau demikian mengapa dalam 1Korintus 14:13 seseorang yang mempunyai karunia bahasa Roh diharuskan meminta karunia penafsiran bahasa Roh?
Ini suatu perkecualian. Mengapa dikecualikan? Rupa-rupanya karena karunia bahasa Roh dan karunia penafsiran bahasa Roh adalah dua karunia yang berpasangan. Karena itu seringkali disebutkan secara berurutan (1Kor 12:10,30) dan dikatakan bahwa karunia bahasa Roh tidak ada gunanya, kalau tidak disertai karunia penafsiran bahasa Roh (1Kor 14:5-9,26-28), dan jelas bahwa karunia penafsiran bahasa Roh juga tidak ada gunanya kalau tidak disertai karunia bahasa Roh. Karena itulah maka orang yang mempunyai karunia bahasa Roh disuruh meminta karunia penafsiran bahasa Roh.
Dalam perkecualian ini sajalah kita bisa meminta suatu karunia, tetapi tidak bisa dalam hal-hal yang lain.
3) Timbul bahasa roh yang palsu.
Gereja (dan persekutuan) Pentakosta dan Kharismatik jaman sekarang dipenuhi dengan ‘bahasa roh’. Dalam setiap pertemuan ibadah / persekutuan, bahkan tiap hari secara pribadi, berjuta-juta orang Kharismatik di seluruh dunia ‘berbahasa roh’. Perlu saudara perhatikan bahwa ini adalah suatu keadaan yang bahkan dalam Kitab Sucipun tidak pernah terjadi!
Dalam Kitab Suci peristiwa bahasa Roh hanya terjadi pada Kisah Para Rasul 2:1-13 Kis 10:44-46 Kis 19:1-6. Lalu ada beberapa bagian lain yang membicarakan bahasa Roh yaitu dalam Mark 16:17 1Kor 12-14. Mengapa dalam Kitab Suci sendiri begitu sedikit, sedangkan jaman sekarang begitu sering / banyak orang berbahasa roh? Jelas bahwa sekarang ada banyak bahasa roh yang palsu, bahkan mayoritas dari bahasa roh jaman sekarang ini adalah bahasa roh yang palsu!
· Itu adalah suatu dusta sengaja, karena orang yang sebetulnya tidak punya bahasa Roh, lalu berbuat seakan-akan punya bahasa Roh. Dengan ini mereka bersikap munafik dan mendustai orang-orang di sekelilingnya!
· Itu merupakan suatu kesengajaan untuk memalsukan sesuatu yang dari Allah.
Jangan lupa bahwa bahasa Roh yang benar adalah suatu karunia dari Allah. Dengan seseorang mengusahakannya sendiri, ia menjadi seorang pemalsu karunia Allah.
Cara mengecheck bahasa Roh asli / palsu.
a) Orang yang berbahasa Roh itu Kristen sungguh-sungguh atau tidak?
1. Periksalah kepercayaan / pengertian orang itu tentang hal-hal dasar dari kekristenan. Misalnya:
· Apakah ia mengerti dan percaya bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia?
· Apakah ia mengerti dan percaya bahwa keselamatan terjadi karena iman, bukan karena perbuatan baik?
· Apakah ia mengerti dan percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya Juruselamat dan satu-satunya jalan ke surga?
· Apakah ia mempunyai keyakinan selamat / masuk surga, dan apakah keyakinan ini mempunyai dasar yang benar?
Kalau pengertian dan kepercayaannya tentang hal-hal dasar ini sudah salah, ia pasti bukanlah orang kristen yang sejati.
2. Periksalah hidup orang itu (bdk. Matius 7:15-20).
Kalau orang itu:
· sama sekali tidak mengalami perubahan hidup ke arah yang positif, maka ia pasti bukan kristen (Yakobus 2:17,26).
· hidup dalam dosa / berbuat dosa dengan sengaja dan terus menerus, meremehkan dosa, bangga pada waktu berbuat dosa, atau tidak membenci dosa, maka ia juga pasti bukan kristen.
· kalau orang itu tidak cinta Firman Tuhan / tidak senang belajar Firman Tuhan, itu lagi-lagi menandakan bahwa ia adalah orang kristen KTP!
Kalau ia bukan orang Kristen yang sejati, sudah pasti bahasa Rohnya palsu, karena bahasa Roh, sama dengan karunia-karunia Roh yang lain, hanya diberikan kepada orang yang betul-betul percaya kepada Kristus.
b) Apakah orang itu dalam berbahasa Roh menuruti peraturan Tuhan dalam 1Kor 14:26-28 tentang penggunaan bahasa Roh dalam kebaktian?
1Korintus 14:26-28 - “(26) Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun. (27) Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya. (28) Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah”.
Jadi, ada 3 peraturan tentang penggunaan bahasa Roh dalam kebaktian:
· Maksimum 2-3 orang.
· Harus satu persatu, tidak boleh berbarengan.
· Harus ada penafsiran / penterjemahan.
Kalau peraturan ini dilanggar (dan hampir semua orang yang berbahasa Roh pada jaman ini melanggar peraturan ini!), maka mungkin sekali itu adalah bahasa Roh yang palsu!
c) Bahasa Rohnya harus betul-betul bahasa manusia (real human language).
Orang-orang Kharismatik menganggap bahwa ada bahasa Roh yang adalah bahasa manusia dan ada bahasa Roh yang adalah bahasa malaikat.
Dasar Kitab Suci mereka:
· 1Korintus 13:1 - “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing”.
· 1Korintus 14:2 - “Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorangpun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia”.
Tanggapan saya:
1. 1Kor 13:1-3 jelas merupakan gaya bahasa Hyperbole (= gaya bahasa yang melebih-lebihkan)! Perhatikan 1Kor 13:2,3 yang juga melebih-lebihkan dan bahkan tidak pernah betul-betul terjadi. Jadi, tidak bisa diartikan bahwa memang ada bahasa Roh yang adalah bahasa malaikat.
1Korintus 13:1-3 - “(1) Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. (2) Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. (3) Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku”.
2. 1Korintus 14:2 - ‘sebab tak ada seorangpun yang mengerti bahasanya’.
a. Kata ‘bahasanya’ ini sebetulnya tidak ada!
NASB: ‘for no one understands’ (= karena tidak seorangpun mengerti).
NIV / RSV: ‘no one understands him’ (= tidak seorangpun mengerti dia).
KJV: ‘for no man understandeth him’ (= karena tidak seorangpun mengerti dia).
b. Yang dimaksud dengan ‘tidak ada seorangpun yang mengerti’ adalah ‘tidak ada seorangpun dari orang-orang yang hadir saat itu di tempat itu yang mengerti’ (bukan ‘tidak ada seorangpun di seluruh dunia yang mengerti’). Bandingkan dengan 1Kor 14:16 yang mengatakan ‘yang hadir’.
1Korintus 14:16 - “Sebab, jika engkau mengucap syukur dengan rohmu saja, bagaimanakah orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat mengatakan ‘amin’ atas pengucapan syukurmu? Bukankah ia tidak tahu apa yang engkau katakan?”.
3. Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa bahasa roh itu haruslah bahasa manusia:
a. John Firman MacArthur, Jr mengatakan bahwa kata Yunani ‘GLOSSA’ dalam Kitab Suci umumnya berarti bahasa manusia. Memang sekalipun kata ‘GLOSSA’ sering diartikan ‘lidah’ biasa (Markus 7:33,35 Roma 3:13 Yakobus 3:5 Kis 2:3) tetapi kalau kata ‘GLOSSA’ ini menunjuk pada ‘bahasa’ maka itu selalu berarti ‘bahasa manusia’ (seperti dalam Wahyu 5:9 7:9 10:11 13:7 14:6 17:15).
b. Ada 3 kata bahasa Yunani yang bisa diartikan ‘menafsirkan’:
· ‘HERMENEUO’.
Ini dipakai dalam 1Korintus 12:10 1Korintus 14:26. Kata ini juga dipakai dalam Yoh 1:38,42 Yoh 9:7 Ibr 7:2. Dari ayat-ayat itu, jelas bahwa kata itu harus diartikan ‘menterjemahkan’.
· ‘DIERMENEUO’.
Ini dipakai dalam 1Kor 12:30 1Kor 14:5,13,27,28. Kata ini juga dipakai dalam Kis 9:36 dan Luk 24:27.
· ‘METHERMENUO’.
Ini dipakai dalam Matius 1:23 Markus 5:41 Mark 15:22,34 Yoh 1:41 Kisih Para Rasul 4:36 Kis 13:8.
Ketiga kata ini sebetulnya artinya sama yaitu ‘menafsirkan’, ‘menjelaskan’, ‘menterjemahkan’. Tetapi dalam Perjanjian Baru selalu diambil arti ‘menterjemahkan’, kecuali dalam Luk 24:27 dimana harus diartikan ‘menafsirkan’ / ‘menjelaskan’. Karena itu, dalam 1Kor 12:10,30 dan 1Kor 14:5,13,26,27,28 besar kemungkinannya juga harus diambil arti ‘menterjemahkan’. Dan kalau ini benar, maka itu harus berarti bahwa bahasa roh itu adalah bahasa manusia (bukan sekedar bunyi yang aneh-aneh yang sama terus-menerus dan tidak mengandung arti apa-apa! Yang seperti itu tidak bisa diterjemahkan, karena bukan bahasa!)
c. Dalam 1Kor 14:10-11 secara implicit ditunjukkan bahwa bahasa roh harus merupakan bahasa manusia / asing.
1Korintus 14:10-11 - “(10) Ada banyak--entah berapa banyak--macam bahasa di dunia; sekalipun demikian tidak ada satupun di antaranya yang mempunyai bunyi yang tidak berarti. (11) Tetapi jika aku tidak mengetahui arti bahasa itu, aku menjadi orang asing bagi dia yang mempergunakannya dan dia orang asing bagiku”.
Kesimpulan:
Saya mempunyai kecondongan sangat kuat bahwa bahasa Roh haruslah bahasa manusia (bahasa asing). Jadi, kalau ada orang yang ‘berbahasa roh’ dengan mengeluarkan bunyi yang sama terus-menerus, yang jelas bukan bahasa manusia, maka saya mempunyai kecondongan sangat kuat untuk menganggapnya sebagai bahasa roh yang palsu.
IV) DOA DENGAN BAHASA ROH.
Kebanyakan orang Kharismatik menyetujui dan bahkan menganjurkan dilakukannya doa dalam bahasa Roh. Ayat-ayat Kitab Suci yang sering dipakai sebagai dasar adalah:
1) 1Korintus 14:2 yang berbunyi sebagai berikut:
“Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorangpun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia”.
Ada 2 hal mereka soroti dari ayat ini:
a) 1Korintus 14:2a mengatakan bahwa orang yang ‘berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah’. Berkata-kata kepada Allah adalah berdoa. Jadi, ini menunjukkan bahwa bahasa roh memang boleh dipakai untuk berdoa.
b) 1Kor 14:2b berbicara tentang ‘hal-hal yang rahasia’ yang diucapkan oleh orang yang berbahasa roh, sehingga tidak dimengerti oleh siapapun. Ini mereka pakai sebagai dasar untuk menggunakan bahasa roh dalam doa. Mereka beranggapan bahwa kalau kita berdoa dengan bahasa biasa, maka setan akan mengerti / mengetahui permintaan kita, dan ia bisa menyabot jawaban Tuhan sehingga tidak kita terima. Tetapi kalau kita berdoa dengan bahasa roh, maka setanpun tidak mengerti permintaan kita, sehingga tidak bisa menyabot jawaban Tuhan!
2) 1Korintus 14:14-15 yang berbunyi sebagai berikut:
“Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa. Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku”.
Dalam ayat ini Paulus secara explicit / jelas berbicara tentang ‘berdoa dengan bahasa roh’.
3) 1Korintus 14:28 yang berbunyi sebagai berikut:
“Jika tidak ada seorangpun yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah”.
Dalam ayat ini dikatakan bahwa kalau dalam pertemuan jemaat kita ingin berbahasa roh tetapi tidak ada yang dapat menafsirkannya, maka kita harus berdiam diri, dan hanya berkata-kata kepada diri sendiri dan kepada Allah. Lagi-lagi, ‘berkata-kata kepada Allah’ adalah sama dengan berdoa. Jadi ayat ini menunjukkan bahwa kalau tidak ada penterjemah / orang yang mempunyai karunia menafsirkan bahasa roh, maka bahasa roh itu boleh dipakai untuk berdoa kepada Allah.
4) Ef 6:18 Yudas 20 Ro 8:26.
Efesus 6:18 - “dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus”.
Yudas 1:20 - “Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus”.
Roma 8:26 - “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan”.
Tanggapan saya:
1) 1Kor 14:2 - “Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorangpun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia”.
1Korintus 14:2 tidak mendukung doa dengan bahasa Roh, karena ayat ini hanya merupakan suatu sindiran. Jadi arti ayat ini adalah: sekalipun / andaikatapun pada waktu berbahasa Roh seseorang memberitakan kebenaran ilahi / Injil, tetapi karena tidak ada yang mengerti, maka Allah adalah satu-satunya pendengar!
Kesimpulan: ayat ini tidak mengajar doa dengan bahasa Roh.
2) 1Korintus 14:14-15 - “Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa. Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku”.
Tentang 1Korintus 14:14-15 ada beberapa hal yang perlu diketahui / diperhatikan:
a) Ay 14: ‘rohkulah yang berdoa’.
Kata ‘rohku’ di sini ditafsirkan bermacam-macam oleh para penafsir:
1. Roh Kudus.
2. ‘roh’ diartikan ‘nafas’. Jadi, nafas dan organ-organ kita dipakai untuk berdoa.
3. Karunia rohani / karunia bahasa Roh.
b) Ay 14: ‘akal budiku tidak turut berdoa’. Ini salah terjemahan.
KJV/RSV/NIV/NASB: unfruitful (= tidak berbuah).
Untuk ini juga ada beberapa penafsiran:
1. Otakku tidak mengerti apa yang aku katakan.
2. Otakku tidak dipakai untuk menyusun / membentuk doa itu.
3. Otakku tidak berbuah dalam diri orang yang mendengar (karena mereka tidak mengerti).
c) Ay 14 ini hanyalah suatu illustrasi / contoh untuk menekankan pentingnya penggunaan akal / pikiran, dan tidak boleh diartikan bahwa hal itu (doa dengan bahasa Roh) betul-betul terjadi dalam hidup Paulus.
d) Hal yang terpenting adalah: ay 14 ini terletak dalam kontex (ay 13-17) yang menekankan penggunaan akal budi / pikiran. Dan karena itu tidak mungkin ay 14 itu justru menganjurkan orang untuk berdoa dengan bahasa Roh, dimana akal / pikiran justru tidak dipakai!
Saya berpendapat bahwa ay 14 ini justru melarang doa dengan bahasa Roh! Bacalah ay 13-17 sekali lagi!
3) 1Korintus 14:28 - “Jika tidak ada seorangpun yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah”.
Perhatikan bahwa kontex ayat ini (ay 26-28) tidak berbicara tentang ‘doa dengan bahasa Roh’ tetapi ‘bahasa Roh’ biasa. Jadi jelas bahwa 1Kor 14:28 itu bukannya menyuruh / mengijinkan orang berdoa dengan bahasa Roh.
Arti 1Kor 14:28 adalah: bahasa Roh (bukan doa dengan bahasa Roh!) tanpa penterjemahan, hanya boleh digunakan dalam saat teduh pribadi, dimana seseorang sedang sendirian dengan Allah.
4) Efesus 6:18 Yudas 20 dan Roma 8:26 sama sekali tidak berbicara tentang bahasa Roh ataupun doa dengan bahasa Roh.
Efesus 6:18 - “dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus”.
Yudas 1:20 - “Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus”.
Roma 8:26 - “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan”.
Mengapa saya beranggapan bahwa ketiga text ini tidak berbicara tentang bahasa Roh ataupun doa dengan bahasa Roh? Karena dalam ketiga text ini kata Yunani GLOSSA yang selalu muncul dimana ada bahasa Roh, ternyata tidak ada!
5) Bahasa Roh berisi berita dari Allah untuk manusia, dan bukannya berita dari manusia kepada Allah. Dasar Kitab Sucinya:
a) Dalam Kis 2:4,11 dikatakan bahwa pada waktu rasul-rasul berbahasa Roh pada hari Pentakosta, mereka menceritakan perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan oleh Allah. Jelas bahwa ini mencakup salib dan kebangkitan Yesus, dan semua ini jelas merupakan berita dari Allah untuk manusia.
Kis 2:4,11 - “(4) Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. ... (11) baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.’”.
BACA JUGA: PENUH ROH KUDUS: APAKAH HARUS BERBAHASA ROH?
b) Dalam 1Korintus 14:2 ‘hal-hal yang rahasia’ menunjuk pada kebenaran ilahi / Injil. Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa bahasa Roh berisikan berita dari Allah untuk manusia.
Catatan: pembahasan tentang kata ‘rahasia’ (Inggris: mystery; Yunani: MUSTERION). Dalam Perjanjian Baru, kata Yunani MUSTERION itu dipakai dalam:
· Matius 13:11 / Markus 4:11 / Lukas 8:10.
· Roma 11:25 Ro 16:25.
· 1Korintus 2:7 4:1 13:2 14:2 15:51.
· Efesus 1:9 3:3,4,9 5:32 6:19.
· Kolose 1:26-27 2:2 4:3.
· 2Tesalonika 2:7.
· 1Timotius 3:9,16.
· Wahyu 1:20 10:7 17:5-7.
Bacalah semua ayat-ayat itu dan periksalah apa arti dari kata ‘rahasia’ itu. Dengan 2Tesalonika 2:7 sebagai perkecualian, jelas semua ayat-ayat yang lain menunjukkan bahwa ‘rahasia’ itu:
¨ Bukanlah sesuatu yang tersembunyi yang tidak diketahui orang.
¨ Adalah kebenaran Allah / Injil yang dulunya tersembunyi, tetapi yang sekarang sudah dinyatakan oleh Allah.
Jadi, jelaslah bahwa kata ‘rahasia’ dalam 1Korintus 14:2 tidak berarti bahwa itu adalah bahasa malaikat yang tidak dimengerti oleh seorangpun.
c) Dalam 1Kor 14:5 dikatakan bahwa bahasa Roh yang ditafsirkan / diterjemahkan menjadi seperti nubuat (membangun jemaat). Jadi jelas bahwa isinya juga seperti nubuat, yaitu berita dari Allah untuk manusia.
1Korintus 14:5 - “Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh, tetapi lebih dari pada itu, supaya kamu bernubuat. Sebab orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga menafsirkannya, sehingga Jemaat dapat dibangun”.
d) Dalam 1Korintus 14:6 dikatakan bahwa bahasa Roh seharusnya berisikan ‘penyataan Allah’ (Inggris: ‘God’s revelation’), ‘pengetahuan’, ‘nubuat’, ‘pengajaran’. Kalau tidak, itu tidak ada gunanya. Semua hal-hal itu jelas berisikan berita dari Allah untuk manusia.
1Korintus 14:6 - “Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran?”.
e) 1Korintus 14:13,27,28 menunjukkan bahwa bahasa Roh harus disertai penafsiran / penterjemahan. Ini jelas menunjukkan bahwa bahasa Roh itu ditujukan kepada manusia, karena kalau ditujukan kepada Allah, apa gunanya penterjemahan?
1Kor 14:13,27,28 - “(13) Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya. ... (27) Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya. (28) Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah”.
f) Dalam Kisah Para Rasul 10:46 istilah ‘memuliakan Allah’ tidak menunjukkan bahwa mereka memuji Tuhan, tetapi bisa diartikan seperti dalam Kis 2:11, dimana mereka menceritakan perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah. Ini lagi-lagi merupakan berita dari Allah bagi manusia.
Kis 10:46a - “sebab mereka mendengar orang-orang itu berkata-kata dalam bahasa roh dan memuliakan Allah”.
Kesimpulan: kalau bahasa Roh harus berisi berita dari Allah untuk manusia, maka jelas bahwa berdoa dalam bahasa Roh adalah sesuatu yang mustahil, karena doa berisikan berita dari manusia kepada Allah. Jadi, saya percaya pada ‘bahasa Roh’, tetapi tidak pada ‘doa dengan bahasa Roh’!
-o0o-
[1] Herlianto; Karunia Berbahasa Lidah Dalam Terang Pengajaran Perjanjian Baru : 1.
[25] Stephen Tong; Baptisan Dan Karunia Roh Kudus : 137-138. Lihat juga Roh Kudus, Doa dan Kebangunan : 50.
Sedangkan Mangapul Sagala mengatakan bahwa :
‘Ini berarti bahwa kasih adalah unsur yang sangat penting. Berbagai karunia tersebut di atas hanya dapat berfungsi dengan benar bila dikerjakan dalam kasih’.[21]
Itulah sebabnya Paulus berkata dalam ayat 1-3 :
‘Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku’.
Jika kita memahami konteks ini dengan baik maka kita dapat melihat bahwa sesungguhnya Paulus sementara menggunakan suatu gaya bahasa hiperbola untuk menunjukkan kontras bahasa roh dan kasih bahwa sehebat apa pun karunia bahasa roh, tidak akan berarti apa-apa tanpa kasih. Bukankah ayat ini lengkapnya berbunyi : ‘Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat,...’ Kenyataannya, adakah Paulus atau seorang yang lain yang dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia di dunia ini? Jelas tidak ! Ini hanyalah hiperbola. Demikian juga dengan bahasa malaikat. Jadi bahasa malaikat yang disebutkan di sini bukanlah dalam pengertian yang sesungguhnya sebagaimana yang dipahami Billy Graham :
‘Di dalam 1 Korintus Paulus membicarakan bahasa sebagai karunia yang datang dari Roh Kudus, jadi ada kemungkinan juga bahwa Ia, memberi kemampuan kepada seseorang untuk dapat berbicara dalam bahasa malaikat’.[22]
melainkan sekedar suatu gaya bahasa untuk mempertajam kontras. Albert Barnes mengatakan :
“The language of angels here seems to be used to denote the highest power of using language…” (Bahasa para malaikat di sini sepertinya digunakan untuk menandakan kemampuan yang paling tinggi dalam menggunakan bahasa).[23]
Tampemawa ketika membahas ayat ini menulis :
“…seandainya kita berbahasa malaikat (hal yang sebenarnya tidak mungkin, band. 2 Korintus 12:4; Wahyu 14:2-3) tetapi tidak menunjukkan kasih…”.[24]
Dan juga Paul Enns ketika menyebutkan “bahasa malaikat” memberikan footnote yang berbunyi :
“Adalah berspekulasi bila mengartikan bahasa lidah dari orang-orang Korintus adalah bahasa-bahasa malaikat berdasarkan pada 1 Korintus 13:1. Dalam teks itu Paulus tidak mengatakan bahwa di sana terdapat bahasa-bahasa malaikat, ia juga tidak menjelaskan karunia bahasa lidah sebagai bahasa lidah malaikat. Sebagai gantinya Paulus menjelaskan sebuah situasi yang bersifat sebuah dugaan untuk menekankan pentingnya kasih”.[25]
Sangat mungkin malaikat mempunyai bahasa sendiri,[26] tetapi dalam hubungan dengan manusia, selalu ia mendatangi/berbicara kepada manusia dengan bahasa manusia yang normal (Luk 1:26). Selain itu pula satu-satunya bahasa selain bahasa manusia yang ditemukan dalam Alkitab hanyalah yang digunakan oleh Roh Kudus ketika Ia mengkomunikasikan kebutuhan kita kepada Bapa (Roma 8:26). Dengan demikian jelaslah sudah bahwa istilah ‘bahasa malaikat’ hanyalah sebuah hiperbola dan tidak menunjuk pada bahasa roh yang sejati.
Ikuti saya di google news untuk membaca artikel lainnya :