DOKTRIN PREDESTINASI DALAM BERBAGAI PANDANGAN

DOKTRIN PREDESTINASI DALAM BERBAGAI PANDANGANDi dalam sejarah Kekristenan sejak gereja mula-mula berdiri hingga sekarang, selalu saja dipenuhi oleh pengajaran-pengajaran yang kadang justru membingungkan jemaat. Pengajaran para rasul yang termuat di dalam Alkitab menghasilkan pemikiran-pemikiran yang ternyata berbeda dari para penafsir sehingga kadang penafsiran yang satu terhadap ayat firman Tuhan, berbeda bahkan bertentangan dengan penafsiran yang lain. 

Pengajaran yang diberikan oleh seorang theolog kadang dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran mutlak yang tidak bisa diganggu gugat, sehingga pada akhirnya menganggap dan menuduh orang lain yang tidak sepaham adalah sesat dan menyesatkan. Inilah ironisnya suatu pengajaran atau doktrin dalam suatu agama, bukan saja di dalam Kekristenan saja melainkan juga di dalam pengajaran agama-agama lain.

Dalam Kekristenan ada satu pengajaran yang muncul berdasarkan apa yang tertulis dalam Kitab Suci/Alkitab (baik Perjanjian Lama atau pun Perjanjian Baru), yakni tentang Predestinasi. Doktrin predestinasi memang terdapat di dalam Alkitab, tetapi pada kenyataannya penafsiran atau pemahaman tentang predestinasi tersebut ternyata menghasilkan pandangan yang berbeda antara penafsir yang satu dengan yang lain. Dan ironisnya, penafsiran tentang predestinasi itu oleh masing-masing aliran/denominasi gereja dianggap sebagai kebenaran yang mutlak, apalagi sesuai dengan pengajaran dari aliran/denominasi gerejanya masing-masing, yang harus dipercaya dan dianut oleh jemaatnya.

Predestinasi adalah suatu pengajaran atau doktrin dalam teologi yang menyatakan bahwa segala sesuatu - termasuk di dalamnya segala peristiwa apa pun - di dalam alam semesta ini, telah ditentukan atau ditetapkan sebelumnya (sejak semula) oleh Allah. Hal ini biasanya dikaitkan dengan nasib akhir (takdir) dari jiwa seseorang.

Kekristenan sejak semula memang meyakini dan mengajarkan predestinasi tersebut, berdasarkan keyakinan bahwa Allah Sang Pencipta mempunyai Kedaulatan yang mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Allah Sang Pencipta adalah Sumber dari segala sumber yang ada. Sehingga masuk akal apabila kita meyakini bahwa Allah Sang Pencipta memiliki kedaulatan untuk menetapkan atau menentukan segala sesuatu menurut kehendak-Nya.

Namun dalam kenyataan yang terjadi dalam Kekristenan, pengerttian dan penafsiran tentang predestinasi tersebut ternyata berbeda satu dengan yang lain, sehingga menghasilkan doktrin atau pengajaran, yang hanya merupakan teori hasil pemikiran manusia belaka, yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan dan pertentangan paham masing-masing aliran dalam Kekristenan.

PANDANGAN LUTHERANISME

Lutheranisme adalah suatu aliran dalam kekristenan yang doktrin pengajarannya berdasarkan pada ajaran Martin Luther(1483-1546). Martin Luther adalah seorang tokoh reformasi gereja, yang berani mengkritik ajaran dan praktek gereja pada waktu itu yang dianggap telah menyimpang dan menyesatkan jemaat.

Ajaran khas Martin Luther yang seringkali juga diakui sebagai ciri khas ajaran Reformasi disimpulkan dalam tiga sola, yaitu sola fide, sola gratia, dan sola scriptura, yang berarti "hanya iman", "hanya anugerah", dan "hanya Kitab Suci". 

Maksudnya, Martin Luther menyatakan bahwa keselamatan manusia hanya diperoleh karena iman kepada karya anugerah Allah yang dikerjakan-Nya melalui Yesus Kristus, sebagaimana yang disaksikan oleh Kitab Suci : “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:8-9).

Tentang predestinasi, Lutheranisme mengajarkan dan meyakini bahwa umat pilihan di-predestinasi untuk memperoleh keselamatan. Tidak seperti Calvinisme, Lutheranisme tidak percaya pada predestinasi untuk kebinasaan atau reprobasi. 

Sebaliknya, Lutheranismemengajarkan hukuman kekal adalah hasil dari dosa-dosa orang fasik, penolakan terhadap pengampunan dosa, dan ketidakpercayaan. Sikap Lutheranisme terhadap predestinasi diatur dalam buku “On the Bondage of the Will”, yang diterbitkan pada tahun 1525. Buku tersebutdipublikasikan oleh Luther dalam menanggapi risalah yang diterbitkan oleh Desiderius Erasmus tahun 1524 dikenal sebagai “On Free Will”.

PANDANGAN CALVINISME

Calvinisme adalah aliran dalam Kekristenan yang doktrin pengajarannya berdasarkan pada ajaran Johanes Calvin (1509-1564). Johanes Calvin atau Jean Calvin adalah seorang teolog Kristen yang berasal dari Prancis, merupakan seorang teolog Kristen yang terkemuka setelah era Martin Luther. Namanya dikenal dalam kaitan dengan sistem teologi Kristen yang disebut Calvinisme, di mana pengajarannya menekankan kedaulatan pemerintahan Tuhan atas segala sesuatu. Theologi yang diajarkan sering juga disebut sebagai teologi Reformed.

Teologi Calvinisme kadang-kadang diidentifikasi dengan lima poin Calvinisme. Kelima poin itu berfungsi sebagai ringkasan perbedaan antara Calvinisme dan Arminianisme, tetapi bukan sebagai ringkasan lengkap dari tulisan Calvin atau teologi gereja-gereja Reformed pada umumnya. Dalam bahasa Inggris, kadang-kadang dikenal dengan singkatan TULIP : Total depravity (Kerusakan total); Unconditional election (Pemilihan tanpa syarat); Limited atonement (Penebusan terbatas); Irresistible grace (Anugerah yang tidak dapat ditolak); Perseverance of the saints (Ketekunan orang-orang kudus).

Mengenai doktrin predestinasi, Calvinisme berkeyakinan Allahlah yang menentukan takdir kekal terhadap orang-orang, ada yang untuk mendapat keselamatan oleh kasih karunia, sementara sisanya akan menerima penghukuman kekal atas semua dosa mereka, terutama dosa asal mereka. Yohanes Calvin memikirkan secara dalam sesuatu yang ada di Alkitab dan tidak bisa dimungkiri lagi, yakni adanya Anugerah yang tidak dapat ditolak dan Pemilihan yang terbatas. 

Anugerah kepada manusia yang dipilih Tuhan tidak mungkin dapat ditolaknya, karena sudah dipilih oleh Tuhan berdasarkan kedaulatan Tuhan bukan karena kebaikan atau kelebihan apapun dari manusia tersebut, maka mulai dari itu pemilihan Allah kepada manusia tersebut terbatas tergantung kepada kedaulatan Allah. Apakah hal ini adil? Yang disebut adil adalah setiap orang yang jatuh dalam dosa pasti harus binasa, jadi seharusnya semua binasa. Kalau Allah memilih manusia untuk diselamatkan berdasarkan kedaulatan Allah adalah karena kasih dan karunia Tuhan sebagai Anugerah Allah.

Akibat dari reformasi atau pengembangan yang dilakukannya sepanjang sejarah Calvinisme, maka menimbulkan berbagai variasi dari Calvinisme.

Berikut ini adalah beberapa variasi yang ada:

(1) Lapsarianisme.

Dalam teologi Calvinisme, ada dua aliran dari pemikiran mengenai kapan dan siapa yang dipredestinasikan Allah:

1). Supralapsarianisme (dari bahasa Latin: supra, "di atas", yang berarti "sebelum" + lapsus, "jatuh"), atau Antelapsarianisme,kadang-kadang disebut "Calvinisme tinggi", yang berpendapat bahwa Allah menetapkan sebagian orang untuk keselamatan dan sebagian untuk kebinasaan sebelum manusia jatuh ke dalam dosa.

2) Infralapsarianisme (dari bahasa Latin: infra , "di bawah", yang berarti "setelah" + lapsus, "jatuh") atau dikenal juga dengan sublapsarianisme atau postlapsarianisme, kadang-kadang disebut "Calvinisme rendah",berpendapat bahwa penetapan Allah terhadap siapa yang dipilih dan siapa yang ditolak terjadi setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa.

(2) Amyraldisme.

Amyraldisme adalah bentuk modifikasi dari teologi Calvinisme yang menolak salah satu dari lima poin Calvinisme, yakni doktrin penebusan terbatas (limited atonement), dan mendukung penebusan tidak terbatas (unlimited atonement). Secara sederhana, Amyraldisme menyatakan bahwa Tuhan telah menyediakan penebusan Kristus bagi semua orang tanpa kecuali, namun melihat bahwa tidak ada satupun yang dengan sendirinya akan percaya, maka Tuhan pun kemudian memilih orang-orang yang Ia akan bawa kepada iman di dalam Kristus, dengan demikian anggapan ini berusaha mempertahankan doktrin Calvinis tentang pemilihan tanpa syarat tetapi menjadi bertentangan dengan doktrim Calvinis tentang penebusan terbatas.

(3) Hiper-Calvinisme

Hiper-Calvinisme adalah keyakinan bahwa Allah menyelamatkan umat pilihan melalui kehendak kedaulatan-Nya tanpa atau hanya sedikit menggunakan metode (seperti penginjilan, khotbah, dan doa bagi yang hilang) dalam mewujudkan keselamatan itu. Hiper-Calvinis terlalu menekankan kedaulatan Allah dan terlalu mengabaikan tanggung jawab manusia dalam karya keselamatan.

Menurut Edwin H. Palmer, Hiper-Calvinisme bertentangan secara frontal dengan Arminianisme. Sementara penganut Arminian menyangkal kedaulatan Allah, Hiper-Calvinis meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan lebih dulu dari Allah dan memegang hal itu dengan teguh. Tetapi karena tidak mampu mendamaikannya secara logis dengan tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang hyper-Calvinist, sekalipun merupakan kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya sangat dekat dalam cara berpikirnya.

PANDANGAN ARMINIANISME

Arminianisme adalah sebuah aliran pengajaran soteriologis dalam Krisaten Protestan, yang berdasarkan pada pemahaman teologis dari seorang teolog Reformasi Belanda yakni Jacobus Armenius (1560-1609).

Arminian berpendapat bahwa predestinasi Allah berdasarkan pra-pengetahuan Allah. Mereka percaya bahwa Allah memilih orang-orang yang Ia "tahu lebih dahulu" mau percaya untuk diselamatkan, sehingga pra-pengetahuan Allah itu didasarkan pada syarat atau kondisi yang dibentuk oleh manusia.

Arminianisme mengajarkan bahwa: (1) Pemilihan (dan kutukan pada hari kiamat) tergantung pada iman rasional atau ketidak percayaan manusia; (2) Penebusan, secara kualitatif memadai untuk semua orang, hanya manjur untuk orang beriman; (3) Tanpa bantuan oleh Roh Kudus, orang tak mampu menanggapi akan Allah; (4) Anugerah atau Kasih karunia dapat ditolak; (5) Orang-orang percaya mampu melawan dosa tetapi tidak di luar kemungkinan jatuh dari kasih karunia.

Dengan demikian, inti dari doktrin atau pengajaran Arminianisme terletak pada pernyataan bahwa martabat manusia menuntut adanya kehendak bebas yang tidak terhalang, termasuk menolak kasih karunia keselamatan dari Allah bahkan yang sebelumnya telah diterima. Ini artinya seseorang yang telah beriman kepada Kristus bisa menjadi murtad.

PANDANGAN KATOLISISME/KATOLIK

Katolisisme adalah suatu pengajaran atau doktrin dalam aliran dalam Kekristenan yang berdasar pada ajaran gereja Katolik. Gereja Katolik, yang secara luas sering juga disebut Gereja Katolik Roma, adalah Gereja Kristen terbesar di dunia, dan diperkirakan memiliki 1,3 milyar jemaat, yakni kira-kira setengah dari seluruh umat Kristen seperenam dari populasi dunia.

Doktrin/pengajaran serta keyakinan-keyakinan Katolik didasarkan atas deposit iman (mencakup baik Kitab Suci maupun Tradisi Suci) yang diwarisi sejak zaman para Rasul,dan yang diinterpretasi oleh Otoritas Pengajaran Gereja. Keyakinan-keyakinan tersebut terangkum dalam Kredo Nicea, dan secara resmi dirinci dalam Katekismus Gereja Katolik. Peribadatan Katolik yang formal, yang disebut liturgi, diatur oleh otoritas Gereja. Gereja Katolik memiliki tujuh Sakramen gereja, namun oleh penganut Kristen Protestan hanya mengakui dua Sakramen saja, yakni Sakramen Perjamuan Kudus dan Sakramen Baptisan Kudus.

Mengenai hal predestinasi, Gereja Katolik pun mengajarkan predestinasi, namun menolak pendapat Yohanes Calvin mengenai "predestinasi ganda", yang menyatakan bahwa ada sebagian manusia yang sudah ditentukan untuk menerima hukumkan abadi atau kebinasaan. Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1037 menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun yang ditentukan lebih dahulu oleh Tuhan untuk binasa (masuk neraka), yang mana hal ini telah disampaikan dalam Konsili Orange II tahun 529 dan ditegaskan dalam Konsili Trente tahun 1547; tetapi jika seseorang mengingkari Allah secara sukarela dan sengaja (dengan melakukan dosa berat), dan ia bertahan dengan keras hati sampai akhir hidupnya di dunia ini, akan mengantarnya pada kebinasaan. 

Selain itu KGK 1037 juga mengutip kata-kata Rasul Petrus dalam 2 Petrus 3:9 yang menyatakan bahwa "Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat"

KGK 600 menjelaskan dengan cara lain mengenai hal ini: bagi Allah setiap waktu (dari awal hingga akhir jaman) adalah masa kini yang sedang berlangsung (di hadapan-Nya). Kalau Ia sudah "menentukan" sesuatu sebelumnya dalam rencana-Nya yang abadi, Ia juga telah memperhitungkan tanggapan atau kehendak bebas masing-masing orang dalam menjawab rahmat-Nya. 

Ketika Allah telah menentukan sejak semula bahwa Yesus akan mengalami penderitaan (Kisah Para Rasul 4:27-28), Allah membiarkan semua itu terjadi — karena ketidaktahuan mereka — demi rencana keselamatan-Nya (Matius 26:54, Kisah Para Rasul 3:17-18); demikian berarti Allah telah memperhitungkan apa yang akan mereka lakukan terhadap Yesus sebelum semuanya terjadi.

PANDANGAN ST. AGUSTINUS

Agustinus dari Hippo atau Aurelius Augustinus (354-430), juga dikenal sebagai Santo Agustinus, adalah seorang filsuf dan teolog Kristen awal yang tulisannya mempengaruhi perkembangan Kekristenan Barat dan filsafat Barat. Ia dipandang sebagai salah seorang Bapa Gereja terpenting dalam Kekristenan Barat karena tulisan-tulisannya pada Era Patristik. Di antara karya-karyanya yang terpenting misalnya “Kota Allah” (The City of God) dan “Pengakuan-Pengakuan”.

Agustinus mengajarkan bahwa Allah mengatur segala sesuatunya namun tetap mempertahankan kebebasan manusia. Sebelum tahun 396, ia meyakini bahwa predestinasi didasarkan pada pra-pengetahuan (foreknowledge) Allah mengenai siapa individu yang akan percaya kepada-Nya, bahwa rahmat atau kasih karunia Allah adalah "suatu ganjaran atas persetujuan manusia". 

Belakangan, dalam tanggapannya terhadap Pelagius, Agustinus mengatakan bahwa dosa kesombongan terkandung dalam anggapan bahwa "kita adalah orang-orang yang memilih Allah atau juga Allah yang memilih kita (dalam prapengetahuan-Nya) karena sesuatu yang layak dalam diri kita", dan berpendapat bahwa anugerah Allah menyebabkan tindakan keimanan seseorang.

Para akademisi berbeda pendapat dalam hal apakah ajaran Agustinus menyiratkan predestinasi ganda, yaitu keyakinan bahwa Allah telah memilih sejumlah orang untuk menerima kebinasaan sementara yang lainnya menerima keselamatan. Para akademisi Katolik cenderung membantah kalau ia memegang pandangan seperti itu, sedangkan beberapa akademisi Protestan dan sekuler menyatakan bahwa Agustinus percaya akan predestinasi ganda. 

Beberapa teolog Protestan, misalnya Justo L. González dan Bengt Hägglund, menafsirkan kalau ajaran Agustinus mengimplikasikan bahwa kasih karunia atau anugerah adalah sesuatu yang tidak dapat ditolak oleh mereka yang ditentukan untuk menerima keselamatan, menyebabkan konversi atau pertobatan mereka, dan menimbulkan ketekunan.

Dalam “Tentang Teguran dan Rahmat” (De correptione et gratia), Agustinus menulis: "Dan apa yang tertulis, bahwa 'Ia menghendaki supaya semua orang diselamatkan', sementara tidak semua orang terselamatkan, dapat dipahami dalam banyak cara, beberapa di antaranya telah saya sebutkan dalam tulisan-tulisan saya yang lain; tetapi di sini saya akan mengatakan satu hal: Ia menghendaki semua orang untuk diselamatkan, dikatakan demikian bahwa semua yang telah ditentukan [untuk selamat] dapat dipahami dengan hal itu, karena segala jenis orang termasuk di antara mereka."

Dalam tulisannya untuk melawan Pelagianisme, Agustinus menyatakan bahwa Allah telah "menentukan" semuanya dan bukanlah kekuatan kehendak seseorang yang menyebakan sesuatu dapat terjadi. Katanya, meskipun seseorang melakukan hal-hal baik, Tuhan sendirilah yang membuatnya dapat melakukan apa yang Dia perintahkan; dan bukan karena orang tersebut yang menyebabkan Tuhan melakukan apa yang telah Dia janjikan. 

Kemudian dalam "On Grace and Free Will" Ch.2, St Agustinus menjelaskan bahwa “Tuhan telah mengungkapkan kepada manusia — melalui Kitab Suci-Nya — bahwa dalam diri setiap manusia ada satu kehendak bebas untuk memilih. Semua ajaran Tuhan hanyalah berguna jika manusia memiliki kehendak bebas untuk memilih, supaya seseorang dapat memperoleh imbalan yang dijanjikan-Nya dengan melakukan ajaran-ajaran-Nya.” Dengan demikian Agustinus menyatakan bahwa Allah memang menentukan keselamatan manusia, namun manusia perlu menanggapi melalui kehendak bebasnya dengan melaksanakan semua ajaran-Nya.

Pernyataan bahwa Allah menciptakan manusia dan malaikat sebagai makhluk-makhluk rasional yang memiliki kehendak bebas dapat ditemukan dalam teodisi Agustinus. Kehendak bebas tidak dimaksudkan untuk berbuat dosa, berarti bahwa kehendak bebas tidak memiliki pre-disposisi yang sama pada kebaikan dan kejahatan. 

Suatu kehendak yang telah dikotori oleh dosa tidak lagi dianggap "bebas" seperti sebelumnya karena kehendak tersebut telah terikat dengan hal-hal duniawi, yang dapat saja hilang atau sulit dilepaskan, sehingga menyebabkan ketidakbahagiaan. Dosa merusak kehendak bebas, kendati tidak sampai menghancurkannya, sementara anugerah atau rahmat memulihkannya. Hanya suatu kehendak yang dulunya bebas yang dapat terkorupsi oleh dosa. Dengan kata lain, kehendak bebas memungkinkan manusia dapat berbuat dosa sehingga kehendak bebasnya rusak, namun anugerah memulihkan kembali kehendak bebasnya.

Agustinus sering mengatakan bahwa “setiap orang dapat diselamatkan jika mereka menginginkannya. Walaupun Allah mengetahui siapa yang akan dan tidak akan terselamatkan, dengan tidak adanya kemungkinan bagi yang tidak ingin diselamatkan untuk dapat diselamatkan dalam kehidupan mereka, hal ini menggambarkan pengetahuan sempurna Allah mengenai bagaimana setiap manusia akan memilih sendiri nasib mereka dengan bebas.”

Pemikiran Agustinus memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan pemikiran Kekristenan selanjutnya. Teologi dan filosofi abad pertengahan berakar di dalam ide-ide Agustinus dari Hippo. Dasar etika Agustinus adalah etika yang menekankan pentingnya kehendak bebas dan anugerah Allah sebagai dasar perbuatan etis manusia. Menurut Agustinus, Allah mengetahui segala hal sebelum manusia bertindak. Namun, hal itu bukan berarti segala sesuatu telah terjadi menurut takdirnya (takdir merupakan bentuk penolakan dari kamauan kehendak bebas). Allah memang berkuasa, tetapi Allah tetap memperbolehkan manusia untuk berkehendak.

Manusia tetap mempunyai kuasa untuk berkehendak bebas sama seperti Tuhan yang juga mempunyai kuasa dan kehendak. Agustinus menyebutkan dua buah kehendak, yaitu Kehendak bebas Allah dan kehendak bebas manusia. Perbedaannya, kehendak manusia seringkali digunakan dengan cara yang salah, seperti melontarkan kata-kata kotor, kelancangan, dan fitnah.

Tidak ada kejahatan di luar keinginan. Allah Sang Pencipta menciptakan semuanya dengan baik. Agustinus menolak segala bentuk teologi dualisme metafisik. Allah sendiri yang menjadi sumber seluruh keberadaan dan segala sesuatu yang baik. Menurut Agustinus, hal-hal yang jahat bukan diciptakan Allah. Menurut Agustinus kejahatan ditemukan dalam keinginan ciptaan yang memiliki akal budi. 

Dalam melakukan kejahatan setiap orang dibebaskan dari keadilan dan menjadi hamba dosa. Namun, tidak ada seorangpun yang bisa bebas dari dosa dengan melakukan hal-hal yang baik. Seseorang hanya dapat dibebas-kan dan lepas dari yang jahat hanya melalui anugerah Allah.

Tanpa anugerah Allah, perbuatan baik yang mereka lakukan tidak ada artinya. Allah sendiri yang bekerja dalam diri manusia. Allah yang memberi kesadaran kepada manusia mengapa manusia harus berbuat baik dan tidak berbuat jahat.

Pandangan Agustinus mengenai kehendak bebas dan anugerah ini dipengaruhi oleh pengalaman masa mudanya. Pada masa mudanya ia telah melukai hati ibunya dan hidup bersama dengan seorang perempuan yang tidak pernah dinikahinya. Ia merasa berkali-kali jatuh ke dalam dosa. Ia baru merasakan bebas dari hal-hal yang jahat setelah ia menerima anugerah Allah melalui pertobatannya.

Dengan demikian Agustinus menyatakan bahwa Allah memang menentukan keselamatan manusia, namun manusia perlu menanggapi melalui kehendak bebasnya dengan melaksanakan semua ajaran-Nya.
-----
Demikianlah berbagai pandangan mengenai pengajaran/doktrin predestinasi dari para teolog selama berabad-abad hingga sekarang. Soal mana yang benar dan mana yang salah, semua terpulang kepada keyakinan iman masing-masing. Dan semua keyakinan itu tentunya kelak pun akan dipertanggungjawabkan di hadapan takhta pengadilan Tuhan. Perdebatan mengenai hal itu kadang malah bisa mempermalukan Kekristenan sendiri, karena tanpa sadar seseorang hanya bersikukuh menganggap pandangannya paling benar dan pandangan orang lain pasti salah dan menyesatkan.

Ikuti saya di google news untuk membaca artikel lainnya :


*Disusun dari berbagai sumber.
Next Post Previous Post