MENGAPA ORANG KRISTEN PERLU MEMPELAJARI DOKTRIN ?

Pdt.Samuel T. Gunawan, M.Th.
PROLOG.

Istilah doktrin berasal dari kata Yunani “didaskalia” dan “didakhe” yang berarti “ajaran” yang berasal dari akar kata “didaskô” yang berarti “mengajar atau mengajarkan”. Sehingga “doktrin” secara konseptual adalah hal-hal yang diajarkan. Perjanjian Baru menggunakan kata “didaskalia” ini sebanyak 21 kali, kata “didakhe” sebanyak 30 kali dan kata “didasko” sebanyak 97 kali. 
MENGAPA ORANG KRISTEN PERLU MEMPELAJARI DOKTRIN ?
otomotif, bisnis
Salah satunya terdapat di dalam Kisah Para Rasul 2:42, di mana dikatakan bahwa para petobat gereja yang mula-mula bertekun dalam pengajaran (didakhe) para rasul. Jadi, kata doktrin berarti sesuatu yang diajarkan, pengajaran, instruksi; prinsip-prinsip agama yang diajarkan; atau lebih harfiah doktrin berarti mengajarkan yang dasar. 

Dari pengertian di atas maka doktrin dapat didefinisikan sebagai pengajaran-pengajaran dasar yang diajarkan. Dalam pengertian yang luas doktrin mencakup semua kebenaran firman Tuhan yang diajarkan. Doktrin itu sendiri bersumber dari Alkitab yang adalah Firman Allah. Sehingga untuk pemakaian Kristen, doktrin dapat di definisikan sebagai pengajaran-pengajaran dasar Kristen yang diajarkan yang bersumber dari Alkitab.

Satu ciri sangat penting dari semua surat rasul Paulus adalah ia selalu memulai dengan ajaran yang bersifat doktrinal kemudian beralih ke dalam penerapan praktis dari doktrin tersebut. Sebagai contoh, ketika menulis suratnya kepada jemaat di Kolose, rasul Paulus memulai dengan ajaran doktrinal (pasal 1 dan 2) setelah itu ia beralih ke dalam petunjuk dan penerapan praktis dari doktrin tersebut (Pasal 3 dan 4).

Dengan menggunakan istilah gramatikal, Paulus selalu memulai dari indikatif vertikal (apa yang telah dilakukan Allah dalam Kristus bagi kita), kemudian segera diikuti dengan imperatif horisontal (bagaimana cara kita harus hidup dalam apa yang telah Allah lakukan bagi kita di dalam Kristus). Dengan demikian adalah salah apabila kita berpikir bahwa hal-hal praktis yang kita lakukan sama sekali tidak dipengaruhi oleh apa yang kita percaya (doktrin). Pada point ini saja seharusnya orang Kristen tercerahkan untuk memahami pentingnya mempelajari doktrin.

SERANGAN TERHADAP DOKTRIN YANG SEHAT

Saat ini, ada serangan yang hebat terhadap doktrin yang sehat. Ada upaya dan ajakan untuk berpaling dari ajaran yang sehat kepada filsafat-filsafat manusia dan ajaran-ajaran Setan. Banyak pemimpin gereja tidak memiliki waktu mengkhotbahkan atau mengajarkan doktrin. 

Mereka telah berpaling kepada pidato, politik, etika, khotbah injil social dan kemakmuran yang mengatakan bahwa doktrin tidak berguna lagi dan ketinggalan zaman. Rasul Paulus mengingatkan “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya” (2 Timotius 4:3).

John Piper mengingatkan, “Diantara kaum Injili hari ini, ada cara-cara lain yang secara efektif merendahkan kuasa dan otoritas khotbah yang Alkitabiah. Ada epistemonologi-epistemonologi subjektif yang merendahkan pernyataan proporsional. 

Ada teori-teori linguistik yang mengembangkan admosfir eksegetis yang ambigu. Dan ada relativisme kultural yang populer, yang memungkinkan bagi jemaat untuk membuang sekehendaknya pengajaran Alkitabiah yang dirasakan tidak nyaman oleh mereka”. 

Selanjutnya John Piper mengatakan, “Di mana hal-hal semacam ini berakar, Alkitab akan dibungkam dalam gereja, dan khotbah akan menjadi sebuah refleksi tentang isu-isu terkini dan opini-opini agamawi. Tentu saja bukan ini yang Paulus maksud ketika ia berkata kepada Timotius, ‘Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu demi penyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya: Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran”. (Piper, John., 2009. Supremasi Allah Dalam Khotbah. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta, hal. 28-29). 

Perkataan John Piper tersebut di atas sesungguhnya merupakan teguran yang positif bagi para pemimpin gereja, pendeta, pengkhotbah dan pengajar Alkitab saat ini.

PERSYARATAN DOKTRIN

Doktrin-doktrin Alkitab merupakan satu kesatuan yang utuh, oleh karena itu tidak mungkin mengajarkan kebenaran yang kontradiktif (saling bertentangan) satu dengan yang lain, walaupun ada kemungkinan terdapat kebenaran yang bersifat paradoks. Berikut ini beberapa petunjuk untuk merumuskan doktrin: 

(1) Dasarkan doktrin pada pernyataan-pernyataan yang jelas arti harfiahnya dan bukan berdasar dari kata-kata kiasan atau yang tidak jelas. 

(2) Dasarkan doktrin pada perikop-perikop (konteks) yang bersifat didaktik (pengajaran). Ini tidak berarti bahwa bagian-bagian yang naratif dalam Alkitab tidak mengandung makna teologis atau pengajaran. 

(3) Dasarkan doktrin pada seluruh kebenaran Alkitab, tidak cukup kalau hanya sebagian kebenaran. Tidaklah bijaksana jika merumuskan doktrin dari kebenaran yang tidak disebutkan dalam Alkitab. 

(4) Pakailah semua prinsip-prinsip umum hermeneutika untuk merumuskan doktrin dan hindarkan unsur-unsur yang bersifat spekulasi.

Wayne Grudem dalam Systematic Theology : An Introduction to a Biblical Doctrine (hal 25-26 ) menyebutkan tiga kriteria dalam menentukan doktrin : (1) Doktrin itu sangat ditekankan dalam Kitab Suci. (2) Doktrin itu sangat penting dan berpengaruh dalam ajaran Gereja sepanjang masa. (3) Doktrin itu sangat berpengaruh bagi pengajaran gereja sepanjang masa. Karena kesesuaiannya dengan situasi kontemporer (perubahan), doktrin-doktrin itu lebih diterima pada hari ini, daripada buku-buku teks teologi sistematika.

Sementara itu, Paul Enns dalam The Moody Handbook of Theology menyebut persyaratan dari teologi(doktrinal), yaitu : 

(1) Inspirasi dan Inneransi Alkitab. Tidak ada teologi yang cukup dan mungkin tanpa suatu kepercayaan pada inspirasi dan inneransi Kitab Suci. Apabila doktrin inspirasi dan inneransi ini ditinggalkan, maka hal itu akan menjadikan penalaran sebagai sumber otoritas dan penalaran akan duduk sebagai hakim atas teks Kitab Suci; 

(2) Aplikasi dan Prinsip-Prinsip Hermeneutika Yang Tepat. Aplikasi dan prinsip-prinsip hermeneutika yang tepat akan mendorong objektivitas, serta memaksa penafsir untuk mengesampingkan bias-bias dan ekstrim-ekstrim; 

(3) Pendekatan Ilmiah. Teologi harus ilmiah, dalam arti menerapkan seni secara umum, budaya, dan bahasa Alkitab dalam menarik kesimpulan teologis; 

(4) Objektivitas. Teologi harus berdasarkan pada riset induktif dan kesimpulan-kesimpulan, bukan berdasarkan penalaran secara deduktif. Teologi harus mendekati kitab suci dengan tabulasi rasa, suatu pikiran yang terbuka, mengizinkan Kitab Suci untuk berbicara bagi dirinya tanpa membentuk opini yang bersifat prejudis tentang apa yang seharusnya dikatakan oleh Kitab Suci; 

 (5) Wahyu Progresif. Meskipun Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru diinspirasikan, namun keduanya merupakan suatu kanon yang pewahyuannya bersifat progresif. Karena itu, dalam merumuskan kebenaran tentang Allah dan bagaimana Ia berhadapan dengan manusia, Perjanjian Baru memiliki prioritas atas Perjanjian Lama; 

(6) Iluminasi. Pada waktu menerapkan hermeneutika dan metode yang tepat, unsur ilahi untuk memahami kebenaran Allah tidak boleh diabaikan. Orang-orang percaya dibantu oleh pelayanan Roh Kudus, yaitu iluminasi untuk membimbing orang percaya pada suatu pengertian akan kebenaran ilahi; 

(7) Pengakuan Akan Keterbatasan Manusia. Pada waktu menerapkan metode yang tepat, harus disadari akan keterbatasan. Manusia tidak akan pernah dapat memahami Allah secara total. Ia harus puas dengan pengetahuan yang terbatas. (Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal 180-182).

CIRI-CIRI DOKTRIN YANG BENAR

Pada akhir zaman kapasitas doktrin Iblis yang menyesatkan dan menghancurkan kehidupan manusia akan semakin meningkat. Doktrin ini bisa berupa filsafat, tahyul dan tradisi-tradisi manusia. (Matius 22:9; 24:3-13; Galatia 1:6-9). Untuk mengenal doktrin-doktrin yang palsu kita tidak harus mempelajari doktrin palsu tersebut. Hal yang terpenting adalah mengenal dan memahami doktrin yang benar. Dengan mengetahui yang benar kita dapat membedakannya dari yang palsu. Berikut ini adalah ciri-ciri dari doktrin yang benar.

1. Doktrin yang Benar adalah Doktrin yang Alkitabiah (2 Timotius 3:14-17). Doktrin yang Alkitabiah adalah doktrin yang bersumber pada seluruh Firman Allah. Doktrin seperti ini tidak hanya bermanfaat untuk pengajaran tetapi juga untuk menyatakan kesalahan, mendidik dan memperbaiki agar orang percaya memiliki hidup yang berkenan kepada Allah. Untuk menghasilkan doktrin yang Alkitabiah diperlukan interpretasi yang tepat berdasarkan prinsip-prinsip hermeneutika yang wajar, benar dan dapat dipertanggunjawabkan sehingga menghasilkan doktrin yang sehat.

2. Doktrin yang Benar adalah Doktrin yang Sehat (1 Timotius 1:10; 2 Timotius 4:2-4; Titus 1:9; 2:1). Doktrin yang benar adalah doktrin yang sehat. Doktrin yang sehat akan memelihara orang percaya agar tetap sehat dan terhindar dari kekeliruan. Doktrin yang sehat menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan rohani yang sehat bagi orang percaya. Doktrin sehat menghasilkan paktek kehidupan yang kudus dan berkenan kepada Allah. Doktrin dan pengajaran yang sehat selalu diharapkan untuk menghasilkan kehidupan yang kudus. Doktrin yang sehat tidak hanya dinyatakan melalui pengakuan iman atau kredo, tetapi melalui kehidupan yang berbuah-buah.

3. Doktrin yang Benar adalah Doktrin yang Murni (2 Timotius 4:6). Murni artinya bebas dari campuran. Kita tahu bahwa Alkitab dalam naskah aslinya itu benar, bebas dari kesalahan dan tanpa kekeliruan. Hal ini dikarenakan Alkitab itu adalah wahyu Allah melalui ilham kepada penulis-penulis Alkitab. Dengan demikian Alkitab itu murni dan keasliannya terjamin. Alkitab dikatakan asli karena memang ditulis penulis yang namanya dipakai untuk kitab dan tulisannya tepat pada zaman dimaksud. Doktrin yang murni bersumber hanya pada Firman Allah (Alkitab). Ujian dari kemurnian doktrin adalah kemurnian dan kekudusan hidup yang dihasilkannya.

4. Doktrin yang Benar adalah Doktrin yang Menghasilkan Karakter yang Kudus (Titus 2:1). Merupakan fakta yang sudah terbukti bahwa doktrin mempengaruhi karakter. Apa yang dipercayai seseorang sangat besar mempengaruhi perbuatannya. Jika seseorang menerima dan mengikuti doktrin yang sehat maka doktrin itu akan menghasilkan karakter ilahi dan karakter Kristus. Paulus memberikan nasihat kepada Timotius agar “awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu” (1 Timotius 4:6,13,16). Selanjutnya Paulus berbicara tentang “ajaran yang sesuai dengan ibadah kita” (1 Timotius 6:1-3), yakni serupa dengan Allah dalam hal karakter dan kehidupan yang kudus.

PERLUNYA MEMPELAJARI DOKTRIN

Doktrin-doktrin yang merupakan dasar bagi Kekristenan perlu dipelajari oleh setiap orang Kristen sehingga ia bisa mendapatkan pengertian yang jelas tentang kepercayaan dasar dari imannya sebagai seorang Kristen. Dua alasan mengapa belajar doktrin itu merupakan hal yang sangat penting, yaitu :

1. Sebagai Alat Kedewasaan Spiritualitas Orang Kristen. Doktrin adalah kebenaran-kebenaran yang esensial bagi kedewasaan orang percaya (2 Timotius 3:16-17). Tulisan-tulisan Paulus menjelaskan bahwa doktrin adalah dasar dari kedewasaan orang Kristen. Hal itu terlihat dari bagaimana Paulus membangun suatu dasar doktrinal dalam surat-suratnya (misalnya Efesus 4-6).

Seperti yang telah saya sebutkan pada bagian awal tulisan ini, satu ciri sangat penting dari semua surat rasul Paulus adalah ia selalu memulai dengan ajaran yang bersifat doktrinal kemudian beralih ke dalam penerapan praktis dari doktrin tersebut. 

Saat ini, ada banyak orang Kristen telah setia menghadiri kebaktian gereja selama bertahun-tahun, namun masih memiliki pengertian yang sedikit tentang doktrin penting dari iman Kristen. Padahal pengetahuan doktrin yang benar adalah esensial untuk pertumbuhan dan kedewasaan orang Kristen; lebih dari itu, hal itu untuk melindungi orang percaya dari kesalahan dan ajaran sesat (lihat : 1 Yohanes 4:1; Yudas 4).


2. Sebagai Apalogetika Bagi Kekristenan. Memahami doktrin dengan benar memampukan orang Kristen untuk mempertahankan kepercayaan mereka secara rasional terhadap lawan-lawan dan orang-orang yang mempertanyakan iman mereka. Orang-orang percaya di abad permulaan menggunakan kepercayaan mereka yang telah disistematiskan untuk menanggapi lawan-lawan mereka dan orang-orang tidak percaya. Sekarang hal itu akan lebih penting dengan munculnya humanisme, komunisme, bidat-bidat, dan kepercayaan-kepercayaan lainnya. Doktrin iman Kristen yang telah disistematiskan harus diteliti, dijelaskan, dan dipresentasikan sebagai suatu pembelaan dari Kekristenan di sepanjang sejarah.

EPILOG: KESEIMBANGAN DOKTRIN DAN PRAKTEK

Diperlukan keseimbangan antara doktrinal (pengetahuan firman Tuhan) dan praktikal (pengalaman). Orang-orang Kristen harus diajarkan firman (doktrin) Alkitab dan dibimbing agar melakukan (praktek) ajaranitu dalam ketaatan, sukacita dan kasih kepada Kristus. 

Kristus memerintahkan para murid-Nya “ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Matius 20:20); dan dalam Yohanes 13:17 Yesus berkata “Jikalau kamu tahu semua ini (doktrin), maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya (praktek)”. Ingatlah, praktik tanpa dituntun doktrin sama seperti memiliki daging tanpa tulang; tidak memiliki kekuatan, lemah dan tak berdaya. Sedangkan doktrin tanpa praktik hidup yang saleh dapat diumpamakan tengkorak tanpa daging; keras dan tak berbelas kasihan.

Rasul Paulus menasihati Titus demikian “Tetapi engkau, beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat” (Titus 2:1). Selanjutnya Rasul Paulus menghubungkannya ajaran sehat dengan praktek kehidupan sehari-hari (Titus 2:1-14). Ajaran sehat adalah doktrin atau didaskalia. Kata ini berkaitan dengan apa yang diajarkan. Ajaran sehat akan memelihara orang percaya agar tetap sehat dan terhindar dari kekeliruan. Doktrin yang sehat menghasilkan pertumbuhan dan praktik kehidupan kudus dan berkenan kepada Allah.

Kita, memang harus terbuka terhadap ajaran firman Tuhan, tetapi harus juga diikuti dengan kewaspadaan rohani. Hal ini penting sebab ada orang-orang tertentu yang memakai Alkitab dengan ajaran yang menyeleweng atau sesat, apalagi dengan mengklaim “demikianlah firman Tuhan” dan mengatasnamakan Roh Kudus. Jangan ragu-ragu menolak ajaran yang sesat, karena ini diperintahkan oleh Tuhan dalam Alkitab! Rasul Paulus mengatakan, “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegurlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran” (1 Timotius 4:2).

Ikuti saya di google news untuk membaca artikel lainnya :


Next Post Previous Post