KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB MANUSIA

Pdt.Budi Asali, M.Div.
Walaupun ajaran/doktrin Reformed / Calvinisme percaya akan penentuan dosa, dan dosa yang ditentukan itu pasti terjadi, tetapi pada saat yang sama, ajaran Reformed / Calvinisme TIDAK MEMBUANG TANGGUNG JAWAB MANUSIA!!! Jadi sekalipun dosa ditentukan, tetapi manusia tetap bertanggung jawab!
KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB MANUSIA
gadget, education, business

A) Tanggung jawab manusia.

Adanya Rencana / penetapan Allah dan Providence of God tidak membuang tanggung jawab manusia! Yang saya maksud dengan ‘tanggung jawab manusia’ adalah:

1) Manusia tetap bertanggung jawab, dalam arti manusia mempunyai kewajiban, untuk melakukan hal yang terbaik sesuai dengan Firman Tuhan (dan juga sesuai dengan akal sehat).

Catatan: firman Tuhan tetap ada di atas akal sehat!

Contoh:

a) Sekalipun Allah menentukan saat kematian kita, dan itu pasti terjadi, kita tetap perlu, dan bahkan harus, berusaha menjaga nyawa kita.

b) Sekalipun Allah menentukan penyakit / kesehatan kita, kita tetap perlu, dan bahkan harus, menjaga kesehatan kita.

c) Sekalipun Allah menentukan dosa-dosa kita, kita tetap perlu, dan bahkan harus, berusaha menguduskan diri, menjauhi dosa, dan melawan godaan setan.

d) Sekalipun Allah menentukan tentang ketidak-percayaan / kebinasaan seseorang (reprobation), kita tetap perlu, dan bahkan harus, memberitakan Injil kepada semua orang yang bisa kita jangkau, mendoakan pertobatan mereka, dsb.

Charles Haddon Spurgeon: “Let the providence of God do what it may, your business is to do what you can.” [= Biarlah providensia Allah melakukan apapun, urusanmu adalah melakukan apa yang kamu bisa.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 43.

John Calvin: “3. GOD’S PROVIDENCE DOES NOT RELIEVE US FROM RESPONSIBILITY. All who will compose themselves to this moderation will not murmur against God on account of their adversities in time past, nor lay the blame for their own wickedness upon him as did the Homeric Agamemnon, saying: ‘I am not the cause, but Zeus and fate.’ ... But rather let them inquire and learn from Scripture what is pleasing to God so that they may strive toward this under the Spirit’s guidance.” [= 3. Providensia Allah tidak melepaskan / membebaskan kita dari tanggung jawab. Semua yang mau menyesuaikan diri mereka sendiri pada keseimbangan ini tidak akan bersungut-sungut terhadap Allah karena penderitaan / kesukaran / bencana pada masa lalu, ataupun menyalahkan kejahatan mereka sendiri kepada Dia seperti yang dilakukan Agamemnon dalam cerita oleh Homer, yang berkata: ‘Aku bukanlah penyebabnya, tetapi Zeus dan nasib’. ... Tetapi sebaliknya hendaklah mereka menanyakan dan belajar dari Kitab Suci apa yang menyenangkan / memperkenan Allah sehingga mereka bisa berjuang menuju hal ini di bawah bimbingan Roh.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 3.

Catatan: perhatikan kata-kata ‘keseimbangan ini’. Itu jelas menunjuk pada keseimbangan antara penentuan dosa dan pelaksanaannya oleh Allah, dan tanggung jawab manusia! Keseimbangan ini merupakan ajaran Calvin / Calvinisme / Reformed yang sejati! Yang hanya menekankan yang pertama, tetapi mengabaikan yang kedua adalah Hyper-Calvinisme; sedangkan yang sebaliknya adalah Arminianisme / non Reformed!

John Calvin: “4. GOD’S PROVIDENCE DOES NOT EXCUSE US FROM DUE PRUDENCE. But with respect to future events, Solomon easily brings human deliberations into agreement with God’s providence. For just as he laughs at the dullness of those who boldly undertake something or other without the Lord, as though they were not ruled by his hand, so elsewhere he says: ‘Man’s heart plans his way, but the Lord will direct his steps’ (Proverbs 16:9 p.). This means that we are not at all hindered by God’s eternal decrees either from looking ahead for ourselves or from putting all our affairs in order, but always in submission to his will.” [= 4. Providensia Allah tidak membebaskan kita dari kehati-hatian / kebijaksanaan yang seharusnya. Tetapi berkenaan dengan peristiwa-peristiwa yang akan datang Salomo dengan mudah mengharmoniskan pertimbangan-pertimbangan manusia dengan Providensia Allah. Karena sama seperti ia mentertawakan ketumpulan / kebodohan dari mereka yang dengan berani melakukan suatu hal atau yang lain tanpa Tuhan, seakan-akan mereka tidak diperintah / dikuasai oleh tanganNya, demikian juga di tempat lain ia berkata: ‘Hati manusia merencanakan jalannya, tetapi Tuhan akan mengarahkan langkah-langkahnya’ (Amsal 16:9). Ini berarti bahwa kita sama sekali tidak dihalangi oleh ketetapan-ketetapan kekal Allah dari melihat ke depan untuk diri kita sendiri atau dari tindakan mengatur semua urusan-urusan kita, tetapi selalu dalam ketundukan pada kehendakNya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 4.

Amsal 16:9 - “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.”.

John Calvin: “The reason is obvious. For he who has set the limits to our life has at the same time entrusted to us its care; he has provided means and helps to preserve it; he has also made us able to foresee dangers; that they may not overwhelm us unaware, he has offered precautions and remedies. Now it is very clear what our duty is: thus, if the Lord has committed to us the protection of our life, our duty is to protect it; if he offers helps, to use them; if he forewarns us of dangers, not to plunge headlong; if he makes remedies available, not to neglect them.” [= Alasannya jelas. Karena Ia yang telah menentukan batasan-batasan pada kehidupan kita pada saat yang sama telah mempercayakan kepada kita pemeliharaannya; Ia telah menyediakan cara / jalan dan pertolongan untuk memeliharanya; Ia juga telah membuat kita bisa melihat lebih dulu bahaya-bahaya; supaya bahaya-bahaya itu bisa tidak menenggelamkan / mengalahkan kita tanpa disadari, Ia telah menawarkan tindakan berjaga-jaga dan pembetulan-pembetulan. Sekarang adalah sangat jelas apa kewajiban kita: jadi, jika Tuhan telah mempercayakan / memberikan kepada kita perlindungan dari kehidupan kita, kewajiban kita adalah melindunginya; jika Ia menawarkan pertolongan-pertolongan, kewajiban kita adalah menggunakannya; jika Ia memperingatkan kita lebih dulu tentang bahaya-bahaya, kewajiban kita adalah tidak menceburkan diri dengan ceroboh; jika Ia membuat pembetulan-pembetulan tersedia, kewajiban kita adalah tidak mengabaikannya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 4.

John Calvin: “These fools do not consider what is under their very eyes, that the Lord has inspired in men the arts of taking counsel and caution, by which to comply with his providence in the preservation of life itself. Just as, on the contrary, by neglect and slothfulness they bring upon themselves the ills that he has laid upon them. How does it happen that a provident man, while he takes care of himself, also disentangles himself from threatening evils, but a foolish man perishes from his own unconsidered rashness, unless folly and prudence are instruments of the divine dispensation in both cases? For this reason, God pleased to hide all future events from us, in order that we should resist them as doubtful, and not cease to oppose them with ready remedies, until they are either overcome or pass beyond all care. I have therefore already remarked that God’s providence does not always meet us in its naked form, but God in a sense clothes it with the means employed.” [= Orang-orang tolol ini tidak mempertimbangkan apa yang ada di depan mata mereka, bahwa Tuhan telah memberikan ilham dalam diri manusia keahlian dari perundingan / pertimbangan dan kehati-hatian, dengan mana ia mentaati ProvidensiaNya dalam pemeliharaan / penjagaan dari hidup itu sendiri. Sama seperti, sebaliknya, oleh pengabaian dan kemalasan / sikap tidak berbuat apa-apa, mereka membawa kepada diri mereka sendiri penyakit / penderitaan yang telah Ia berikan kepada mereka. Bagaimana bisa terjadi bahwa seorang yang bijaksana, sementara ia memelihara dirinya sendiri, juga membebaskan dirinya sendiri dari bencana yang mengancam, tetapi seorang tolol binasa dari tindakan tergesa-gesa tanpa pertimbangan, kecuali baik ketololan dan kebijaksanaan adalah alat-alat dari pengaturan ilahi dalam kedua kasus? Karena alasan ini, Allah berkenan untuk menyembunyikan semua peristiwa yang akan datang dari kita, supaya kita berjaga-jaga untuk menahan mereka sebagai sesuatu yang meragukan, dan tidak berhenti untuk menentang mereka dengan pengobatan / pembetulan yang tersedia, sampai atau mereka dikalahkan atau melampaui semua penjagaan. Karena itu, saya telah menyatakan bahwa Providensia Allah tidak selalu menemui kita dalam bentuk telanjangnya, tetapi Allah, dalam arti tertentu, memakaianinya dengan cara-cara yang digunakan.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 4.

Contoh: Ada cerita tentang orang terkena banjir dan berada di atap rumah sementara banjir terus naik. Ia berdoa supaya Allah menolongnya. Lalu ada perahu datang untuk menolongnya, tetapi ia menolak dengan alasan ia sudah berdoa, dan ia yakin Allah pasti menolongnya. Datang perahu yang kedua, dan ia bersikap sama. Lalu datang helikopter yang mau mengangkat dia, tetapi dia tetap bersikap sama. Akhirnya banjir naik terus dan orang itu mati tenggelam. Pada saat ketemu Allah, ia protes, ‘Tuhan, aku berdoa, mengapa Engkau tak menolongku?’. Tuhan jawab: ‘Kamu ngomong apa? Aku kirim 2 perahu dan 1 helikopter!’.

2) Pada waktu manusia berbuat dosa, ia tetap bertanggung jawab terhadap Allah akan dosanya itu, artinya ia dianggap bersalah karena dosanya itu, dan tetap akan dihukum karena dosanya itu.

Memang dalam kasus orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, semua dosanya sudah dipikul hukumannya oleh Kristus di atas kayu salib, sehingga orang itu tidak lagi bisa dihukum (Ro 8:1), tetapi Allah tetap bisa menghajar / mendisiplin dia (Ibrani 12:5-11). Karena itu jangan sembarangan berbuat dosa, apalagi dengan alasan bahwa dosa itu sudah ditentukan oleh Allah!

John Calvin: “GOD’S PROVIDENCE DOES NOT EXCULPATE OUR WICKEDNESS.” [= Providensia Allah tidak membersihkan / memaafkan kita dari kejahatan kita.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 5.

John Calvin: “The same men wrongly and rashly lay the happenings of past time to the naked providence of God. For since on it depends everything that happens, therefore, say they, neither thefts, nor adulteries, nor murders take place without God’s will intervening. Why therefore, they ask, should a thief be punished, who plundered someone whom the Lord would punish with poverty? Why shall a murderer be punished, who has killed one whose life the Lord had ended? If all such men are serving God’s will, why shall they be punished? On the contrary, I deny that they are serving God’s will. For we shall not say that one who is motivated by an evil inclination, by only obeying his own wicked desire, renders service to God at His bidding.” [= Orang-orang yang sama secara salah dan secara terburu-buru meletakkan kejadian-kejadian dari masa lalu pada Providensia Allah yang telanjang. Karena padanya tergantung segala sesuatu yang terjadi, karena itu, kata mereka, pencurian, atau perzinahan, atau pembunuhan, tidak terjadi tanpa terlibatnya kehendak Allah. Karena itu mengapa, mereka bertanya, seorang pencuri, yang mencuri / merampok seseorang yang Tuhan mau hukum dengan kemiskinan, harus dihukum? Mengapa seorang pembunuh, yang telah membunuh seseorang yang kehidupannya telah Tuhan akhiri, harus dihukum? Jika semua orang-orang seperti itu melayani kehendak Allah, mengapa mereka harus dihukum? Sebaliknya, saya menyangkal bahwa mereka melayani kehendak Allah. Karena kita tidak akan berkata bahwa seseorang yang dimotivasi oleh suatu kecondongan yang jahat, dengan hanya mentaati keinginan jahatnya sendiri, memberikan pelayanan kepada Allah atas perintahNya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 5.

John Calvin: “God requires of us only what he commands. If we contrive anything against his commandment, it is not obedience but obstinacy and transgression. Yet, unless he willed it, we would not do it. I agree. But do we do evil things to the end that we may serve him? Yet he by no means commands us to do them; rather we rush headlong, without thinking what he requires, but so raging in our unbridled lust that we deliberately strive against him. And in this way we serve his just ordinance by doing evil, for so great and boundless is his wisdom that he knows right well how to use evil instruments to do good. And see how absurd their argument is: they would have transgressors go unpunished, on the ground that their misdeeds are committed solely by God’s dispensation.” [= Allah menuntut / menginginkan / meminta kita hanya apa yang Ia perintahkan. Jika kita merencanakan apapun menentang perintahNya, itu bukan ketaatan tetapi sikap keras kepala dan pelanggaran. Tetapi, kecuali Ia menghendakinya, kita tidak akan melakukannya. Saya setuju. Tetapi apakah kita melakukan hal-hal yang jahat dengan tujuan bahwa kita bisa melayani Dia? Tetapi Ia sama sekali tidak memerintahkan kita untuk melakukan hal-hal itu; melainkan kita melakukan dengan terburu-buru, tanpa berpikir apa yang Ia tuntut / inginkan / minta, tetapi begitu aktif dalam nafsu kita yang tak dikekang sehingga kita secara sengaja berjuang menentang Dia. Dan dengan cara ini kita melayani perintah / peraturanNya yang benar dengan melakukan kejahatan, karena begitu besar dan tak terbatas hikmatNya sehingga Ia tahu dengan baik bagaimana untuk menggunakan alat-alat yang jahat untuk melakukan yang baik. Dan lihatlah betapa menggelikan argumentasi mereka itu: mereka menginginkan pelanggar-pelanggar bebas tanpa dihukum, dengan dasar / alasan bahwa tindakan-tindakan jahat mereka dilakukan semata-mata oleh pengaturan khusus Allah.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 5.

John Calvin: “I grant more: thieves and murderers and other evildoers are the instruments of divine providence, and the Lord himself uses these to carry out the judgments that he has determined with himself. Yet I deny that they can derive from this any excuse for their evil deeds. Why? Will they either involve God in the same iniquity with themselves, or will they cloak their own depravity with his justice? They can do neither. In their own conscience they are so convicted as to be unable to clear themselves; in themselves they so discover all evil, but in him only the lawful use of their evil intent, as to preclude laying the charge against God. Well and good, for he works through them. And whence, I ask you, comes the stench of a corpse, which is both putrefied and laid open by the heat of the sun? All men see that it is stirred up by the sun’s rays; yet no one for this reason says that the rays stink. Thus, since the matter and guilt of evil repose in a wicked man, what reason is there to think that God contracts any defilement, if he uses his service for his own purpose? Away, therefore, with this doglike impudence, which can indeed bark at God’s justice afar off but cannot touch it.” [= Saya mengakui lebih lagi: pencuri dan perampok dan pembuat kejahatan yang lain adalah alat-alat dari providensia ilahi, dan Tuhan sendiri menggunakan mereka untuk melaksanakan keputusan-keputusan / penghakiman-penghakiman yang Ia sendiri telah tentukan. Tetapi saya menyangkal bahwa mereka bisa mendapatkan dari sini dalih apapun untuk tindakan-tindakan jahat mereka. Mengapa? Apakah mereka mau, atau melibatkan Allah dalam kejahatan yang sama dengan diri mereka sendiri, atau mereka mau menutupi / menyembunyikan kebejatan mereka sendiri dengan keadilanNya? Mereka tidak bisa melakukan yang manapun. Dalam hati nurani mereka, mereka begitu dikecam / dinyatakan bersalah, sehingga tidak bisa membersihkan diri mereka sendiri; dalam diri mereka sendiri mereka menemukan semua kejahatan, tetapi dalam Dia hanya penggunaan yang sah dari maksud jahat mereka, sehingga membuatnya mustahil untuk memberikan tuduhan terhadap Allah. Baiklah, karena Ia bekerja melalui mereka. Dan dari mana, saya bertanya kepadamu, datang bau busuk dari suatu mayat, yang membusuk dan terbuka oleh panas dari matahari? Semua orang melihat bahwa itu dibangkitkan oleh sinar matahari; tetapi tak seorangpun karena alasan ini berkata bahwa sinar matahari itu berbau busuk. Jadi, karena persoalan dan kesalahan dari kejahatan terletak pada seorang manusia yang jahat, alasan apa yang ada untuk berpikir bahwa Allah mendapatkan pencemaran apapun, jika Ia menggunakan pelayanannya untuk tujuan / rencanaNya sendiri? Karena itu, enyahlah dengan kekurang-ajaran yang seperti anjing, yang memang bisa menggonggong pada keadilan Allah dari jauh tetapi tidak bisa menyentuhnya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 5.

Ada satu text Alkitab yang sangat jelas menunjukkan bahwa sekalipun dosa seseorang ditentukan Allah, dan karena itu pasti terjadi, tetapi orang yang melakukan dosa itu tetap dipersalahkan, dan dihukum. Dan itu tidak bisa dianggap sebagai ketidak-adilan Allah!!

Roma 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Dalam ay 20-21, terlihat jawaban Paulus terhadap ‘protes Arminian’ yang ada dalam ay 19. Perlu diingat bahwa Ro 9, mulai ay 6-dst, membahas predestinasi. Dan dalam ay 19 itu ada ‘protes Arminian’ yang mengatakan: Kalau Allah memang menentukan keselamatan dan kebinasaan, lalu mengapa orang yang berdosa dan tidak percaya, akhirnya dihukum? Bukankah kehendak / rencana Allah itu tak bisa ditentang? Bukankah itu pasti terjadi?

Tetapi dari jawaban Paulus dalam ay 20-21 jelas bahwa sekalipun ia membenarkan kebenaran yang diprotes itu, ia tetap menolak bahwa Allah bisa diprotes. Alasannya hanyalah bahwa Allah berdaulat, dan mempunyai hak, untuk melakukan apapun yang Ia rencanakan.

Calvin (tentang Ro 9:19): “Here indeed the flesh especially storms, that is, when it hears that they who perish have been destined by the will of God to destruction. Hence the Apostle adopts again the words of an opponent; for he saw that the mouths of the ungodly could not be restrained from boldly clamouring against the righteousness of God: and he very fitly expresses their mind; for being not content with defending themselves, they make God guilty instead of themselves; and then, after having devolved on him the blame of their own condemnation, they become indignant against his great power. ... Thus then speak the ungodly in this passage, - ‘What cause has he to be angry with us? Since he has formed us such as we are, since he leads us at his will where he pleases, what else does he in destroying us but punish his own work in us? For it is not in our power to contend with him; how much soever we may resist, he will yet have the upper hand. Then unjust will be his judgment, if he condemns us; and unrestrainable is the power which he now employs towards us.’” [= Di sini memang daging secara khusus menyerang, artinya, pada waktu ia mendengar bahwa mereka yang binasa telah ditentukan oleh kehendak Allah pada kehancuran. Jadi sang Rasul mengadopsi lagi kata-kata dari seorang lawan / pendebat; karena ia melihat bahwa mulut-mulut dari orang-orang jahat tidak bisa dikekang dari berteriak dengan berani terhadap kebenaran Allah: dan ia dengan sangat cocok menyatakan pikiran mereka; karena tidak puas dengan mempertahankan diri mereka sendiri, mereka membuat Allah, dan bukannya diri mereka sendiri, yang bersalah; dan lalu, setelah mentransfer kepada Dia tanggung jawab dari keadaan bersalah dari diri mereka sendiri, mereka menjadi marah terhadap kuasaNya yang besar. ... Jadi orang-orang jahat berbicara dalam text ini, - ‘Penyebab apa yang Ia punyai untuk marah kepada kita? Karena Ia telah membentuk kita seperti adanya kita, karena Ia membimbing kita semauNya kemana Ia berkenan, apa yang Ia lakukan dalam menghancurkan / membinasakan kita selain menghukum pekerjaanNya sendiri di dalam kita? Karena bukan dalam kuasa kita untuk berjuang melawan Dia; bagaimanapun kita menentang, Ia tetap akan menang / mengendalikan. Jadi penghakimanNya akan tidak adil, jika Ia menghukum kita; dan kuasa yang sekarang Ia gunakan kepada kita tak bisa ditahan / dihalangi’.].

Calvin (tentang Ro 9:20): “No doubt, if the objection had been false, that God according to his own will rejects those whom he honors not with his favor, and chooses those whom he gratuitously loves, a refutation would not have been neglected by Paul. The ungodly object and say, that men are exempted from blame, if the will of God holds the first place in their salvation, or in their perdition. Does Paul deny this? Nay, by his answer he confirms it, that is, that God determines concerning men, as it seems good to him, and that, men in vain and madly rise up to contend with God; for he assigns, by his own right, whatever lot he pleases to what he forms.” [= Tak diragukan, seandainya keberatan itu salah, bahwa Allah sesuai dengan kehendakNya sendiri menolak mereka yang tidak Ia hormati dengan kebaikanNya, dan memilih mereka yang Ia kasihi secara murah hati / penuh kasih karunia, suatu bantahan tidak akan diabaikan / gagal diberikan oleh Paulus. Orang-orang jahat keberatan dan berkata, bahwa manusia bebas dari kesalahan, jika kehendak Allah memegang tempat pertama dalam keselamatan mereka, atau dalam kebinasaan / hukuman kekal mereka. Apakah Paulus menyangkal hal ini? Tidak, oleh jawabannya ia meneguhkan hal ini, yaitu, bahwa Allah menentukan berkenaan dengan manusia, seperti yang kelihatan baik bagi Dia, dan bahwa, manusia dengan sia-sia dan dengan gila / marah bangkit untuk berjuang melawan Allah; karena Ia menetapkan, dengan hakNya sendiri, nasib apapun yang Ia perkenan kepada apapun yang Ia bentuk.].

Mari kita baca text itu sekali lagi.

Roma 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Catatan:

· Roma 9: 19 merupakan bantahan dari orang-orang jahat (kalau pakai istilah saya, itu ‘bantahan dari orang-orang Arminian’).

· Lalu jawaban Paulus (Roma 9: 20), yang jelas-jelas bukannya menyangkal kebenaran dari kata-kata orang-orang jahat itu, bahwa Allah memang menentukan kebinasaan orang-orang tertentu, tetapi sebaliknya meneguhkannya. Jadi, Paulus jelas-jelas setuju bahwa Allah memang menentukan kebinasaan dari orang-orang tertentu, dan tidak ada apapun yang bisa mereka lakukan untuk menahan supaya penentuan Allah itu tidak terjadi.

· Yang Paulus bantah adalah tuduhan bahwa Allah tidak adil, kalau Ia menghukum orang yang Ia tentukan untuk binasa. Karena Paulus berkata bahwa Allah berhak menentukan Ia mau membentuk seseorang menjadi apa, sama seperti tukang periuk berhak membentuk tanah liat menjadi apapun, sesuka hatinya (ay 20b-21).

John Calvin: “Again they object: were they not previously predestined by God’s ordinance to that corruption which is now claimed as the cause of condemnation? When, therefore, they perish in their corruption, they but pay the penalties of that misery in which Adam fell by predestination of God, and dragged his posterity headlong after him. Is he not, then, unjust who so cruelly deludes his creatures? Of course, I admit that in this miserable condition wherein men are now bound, all of Adam’s children have fallen by God’s will. And this is what I said to begin with, that we must always at last return to the sole decision of God’s will, the cause of which is hidden in him. But it does not directly follow that God is subject to this reproach. For with Paul we shall answer in this way: "Who are you, O man, to argue with God? Does the molded object say to its molder, ‘Why have you fashioned me thus? Or does the potter have no capacity to make from the same lump one vessel for honor, another for dishonor?" (Romans 9:20-21).” [= Mereka keberatan lagi: bukankah mereka sudah lebih dahulu ditentukan oleh ketetapan Allah pada kejahatan itu yang sekarang diclaim sebagai penyebab penghukuman? Karena itu, pada waktu mereka binasa dalam kejahatan mereka, mereka hanya membayar hukuman-hukuman dari keadaan buruk karena kesialan dalam mana Adam jatuh oleh predestinasi Allah, dan menyeret keturunannya jatuh di belakangnya / mengikutinya. Jadi, tidakkah Ia tidak adil, yang dengan begitu kejam membuat frustrasi makhluk-makhluk ciptaanNya? Tentu saja saya mengakui bahwa dalam keadaan buruk ini, dalam mana manusia sekarang terikat, semua anak-anak Adam telah jatuh oleh kehendak Allah. Dan ini adalah apa yang pertama-tama saya katakan, bahwa kita pada akhirnya harus selalu kembali pada keputusan dari kehendak Allah saja, yang penyebabnya tersembunyi di dalam Dia. Tetapi tidak segera terjadi sebagai akibatnya, bahwa Allah adalah subyek dari celaan ini. Karena bersama Paulus kami akan menjawab dengan cara ini: "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa / hina / tak terhormat?" (Ro 9:20-21).] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 4.

John Calvin: “They will say that God’s righteousness is not truly defended thus but that we are attempting a subterfuge such as those who lack a just excuse are wont to have. For what else seems to be said here than that God has a power that cannot be prevented from doing whatever it pleases him to do? But it is far otherwise. For what stronger reason can be adduced than when we are bidden to ponder who God is? For how could he who is the Judge of the earth allow any iniquity (cf. Genesis 18:25)? If the execution of judgment properly belongs to God’s nature, then by nature he loves righteousness and abhors unrighteousness.” [= Mereka mengatakan bahwa kebenaran Allah tidak benar-benar dipertahankan dengan cara ini, tetapi bahwa kami sedang berusaha menghindari suatu argumentasi seperti ‘mereka yang tak mempunyai suatu alasan / dalih yang benar’ biasa lakukan. Karena apa yang dikatakan di sini selain dari pada bahwa Allah mempunyai suatu kuasa yang tak bisa dicegah dari melakukan apapun yang memperkenan Dia untuk melakukannya? Tetapi jauh dari itu. Karena alasan yang lebih kuat apa yang bisa dipakai sebagai bukti dari argumentasi dari pada pada waktu kita diminta untuk memikirkan siapa Allah itu? Karena bagaimana bisa, Ia, yang adalah Hakim dari seluruh dunia, mengijinkan ketidak-adilan apapun (bdk. Kej 18:25)? Jika pelaksanaan dari penghakiman secara benar adalah milik dari hakekat Allah, maka secara hakiki / alamiah Ia mengasihi kebenaran dan membenci / jijik terhadap ketidak-benaran.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 4.

Kejadian 18:25 - “Jauhlah kiranya dari padaMu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari padaMu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?’”.

John Calvin: “Accordingly, the apostle did not look for loopholes of escape as if he were embarrassed in his argument but showed that the reason of divine righteousness is higher than man’s standard can measure, or than man’s slender wit can comprehend. The apostle even admits that such depth underlies God’s judgments (Romans 11:33) that all men’s minds would be swallowed up if they tried to penetrate it. But he also teaches how unworthy it is to reduce God’s works to such a law that the moment we fail to understand their reason, we dare to condemn them. That saying of Solomon’s is well known, although few properly understand it: ‘The great Creator of all things pays the fool his wages, and the transgressors theirs’ (Proverbs 26:10, cf. Geneva Bible). For he is exclaiming about the greatness of God, in whose decision is the punishment of fools and transgressors, although he does not bestow on them his Spirit. Monstrous indeed is the madness of men, who desire thus to subject the immeasurable to the puny measure of their own reason!” [= Sesuai dengan itu, sang rasul tidak mencari cara menghindar untuk lolos seakan-akan ia malu / dipermalukan dalam argumentasinya tetapi menunjukkan bahwa alasan dari kebenaran ilahi adalah lebih tinggi dari pada yang bisa diukur oleh standard manusia, atau dari pada yang bisa dimengerti oleh kemampuan alamiah untuk mengerti yang sedikit dari manusia. Sang rasul bahkan mengakui bahwa kedalaman seperti itu merupakan dasar dari penghakiman-penghakiman Allah (Roma 11:33) sehingga semua pikiran manusia akan ditelan jika mereka mencoba untuk memasuki / menembusnya. Tetapi ia juga mengajar betapa tak layaknya untuk menurunkan pekerjaan-pekerjaan Allah pada suatu hukum seperti itu sehingga pada saat kita gagal untuk mengerti alasan-alasan mereka, kita berani mengkritik / menghakimi mereka. Kata-kata Salomo dikenal dengan baik, sekalipun sedikit yang mengertinya dengan benar: ‘Pencipta yang besar / agung dari segala sesuatu membayar orang tolol upahnya, dan membayar pelanggar-pelanggar upah mereka’ (Amsal 26:10, bdk. Geneva Bible). Karena ia sedang menyatakan tentang kebesaran / keagungan Allah, dalam keputusan siapa ada hukuman dari orang-orang tolol dan pelanggar-pelanggar, sekalipun Ia tidak memberi pada mereka RohNya. Memang sangat besar kegilaan manusia, yang ingin untuk menundukkan ‘Yang Tak Terukur’ pada ukuran yang kecil dari akal mereka sendiri!] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 4.

Roma 11:33 - “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusanNya dan sungguh tak terselami jalan-jalanNya!”.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘his judgments’ [= penghakiman-penghakimanNya].

Amsal 26:10 - “Siapa mempekerjakan orang bebal dan orang-orang yang lewat adalah seperti pemanah yang melukai tiap orang.”.

KJV: ‘The great God that formed all things both rewardeth the fool, and rewardeth transgressors.’ [= Allah yang besar / agung yang membentuk segala sesuatu mengupahi orang-orang tolol, dan mengupahi pelanggar-pelanggar.].

RSV: ‘Like an archer who wounds everybody is he who hires a passing fool or drunkard.’ [= Seperti seorang pemanah yang melukai setiap orang adalah ia yang mempekerjakan seorang tolol atau pemabuk yang lewat.].

NIV: ‘Like an archer who wounds at random is he who hires a fool or any passer-by.’ [= Seperti seorang pemanah yang melukai secara acak adalah ia yang mempekerjakan seorang tolol atau seadanya orang yang lewat.].

NASB: ‘Like an archer who wounds everyone, So is he who hires a fool or who hires those who pass by.’ [= Seperti seorang pemanah yang melukai setiap orang, Demikianlah ia yang mempekerjakan seorang tolol atau yang mempekerjakan mereka yang lewat.].

Catatan: kelihatannya hanya KJV yang mirip dengan terjemahan yang Calvin gunakan, dan dalam KJV kata ‘God’ [= Allah] dicetak dengan huruf miring, yang menunjukkan bahwa itu tidak ada dalam bahasa aslinya.

John Calvin: “Paul calls the angels who stood in their uprightness ‘elect’ (1 Timothy 5:21); if their steadfastness was grounded in God’s good pleasure, the rebellion of the others proves the latter were forsaken. No other cause of this fact can be adduced but reprobation, which is hidden in God’s secret plan.” [= Paulus menyebut malaikat-malaikat yang bertahan dalam kebenaran mereka ‘pilihan’ (1Tim 5:21); jika kesetiaan mereka didasarkan pada perkenan yang baik dari Allah, pemberontakan dari malaikat-malaikat yang lain membuktikan bahwa yang terakhir ini ditinggalkan. Tak ada penyebab lain dari fakta ini bisa dikutip sebagai bukti kecuali penentuan binasa, yang tersembunyi dalam rencana rahasia Allah.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 4.

1Timotius 5:21 - “Di hadapan Allah dan Kristus Yesus dan malaikat-malaikat pilihanNya kupesankan dengan sungguh kepadamu: camkanlah petunjuk ini tanpa prasangka dan bertindaklah dalam segala sesuatu tanpa memihak.”.

KJV/RSV/NIV: ‘the elect angels’ [= malaikat-malaikat pilihan].

NASB: ‘His chosen angels’ [= malaikat-malaikat pilihanNya].

John Calvin: “And let us not be ashamed, following Paul’s example, to stop the mouths of the wicked, and whenever they dare to rail, repeat the same thing: ‘Who are you, miserable men, to make accusation against God?’ (Romans 9:20 p.). Why do you, then, accuse him because he does not temper the greatness of his works to your ignorance? As if these things were wicked because they are hidden from flesh! It is known to you by clear evidence that the judgments of God are beyond measure. You know that they are called a ‘great deep’ (Psalm 36:6). Now consider the narrowness of your mind, whether it can grasp what God has decreed with himself. What good will it do you in your mad search to plunge into the ‘deep,’ which your own reason tells you will be your destruction? Why does not some fear at least restrain you because the history of Job as well as the prophetic books proclaim God’s incomprehensible wisdom and dreadful might?” [= Dan hendaklah kita tidak malu, mengikuti teladan Paulus, untuk menghentikan mulut-mulut dari orang-orang jahat, dan kapanpun mereka berani untuk menyatakan keberatan / kritik, ulangilah hal yang sama: ‘Siapakah kamu, manusia yang hina, untuk membuat tuduhan terhadap Allah?’ (Ro 9:20 paraphrased / ditulis dengan kata-kata sendiri.). Lalu mengapa kamu menuduh Dia karena Ia tidak memodifikasi / menyesuaikan kebesaran dari pekerjaan-pekerjaanNya dengan kebodohanmu? Seakan-akan hal-hal ini adalah jahat karena mereka tersembunyi dari daging! Itu diketahui olehmu oleh bukti yang jelas bahwa penghakiman-penghakiman Allah melampaui ukuran. Kamu tahu bahwa mereka disebut ‘kedalaman yang besar’ (Maz 36:7). Sekarang pertimbangkan sempitnya pikiranmu, apakah itu bisa mengerti apa yang telah Allah tetapkan dengan diriNya sendiri. Apa baiknya bagimu dalam penyelidikanmu yang gila untuk menceburkan diri ke dalam ‘kedalaman’, yang akalmu sendiri memberitahumu akan menjadi kehancuranmu? Mengapa setidaknya sedikit rasa takut tidak mengekangmu karena sejarah dari Ayub maupun kitab-kitab nubuatan memberitakan hikmat yang tak bisa dimengerti dan kekuatan yang menakutkan dari Allah?] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 5.

Mazmur 36:7 - “KeadilanMu adalah seperti gunung-gunung Allah, hukumMu bagaikan samudera raya yang hebat. Manusia dan hewan Kauselamatkan, ya TUHAN.”.

KJV: ‘thy judgments are a great deep:’ [= penghakiman-penghakimanMu adalah suatu kedalaman yang besar:].

RSV/NASB mirip dengan KJV.

John Calvin: “Accordingly, man falls according as God’s providence ordains, but he falls by his own fault.” [= Karena itu, manusia jatuh sebagaimana yang Providensia Allah tentukan, tetapi ia jatuh oleh kesalahannya sendiri.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 8.

Dari semua kutipan di atas jelas bahwa Calvin memang mengajarkan bahwa dosa terjadi karena ditentukan oleh Allah, tetapi manusia tetap dipersalahkan pada saat berbuat dosa.

Saya akan memberi 2 contoh di bawah ini tentang orang yang dihukum oleh Tuhan karena dosanya, padahal dosa itu jelas ditentukan, dan diatur terjadinya, oleh Allah!

a) Nebukadnezar.

Yer 25:12 - “Kemudian sesudah genap ketujuh puluh tahun itu, demikianlah firman TUHAN, maka Aku akan melakukan pembalasan kepada raja Babel dan kepada bangsa itu oleh karena kesalahan mereka, juga kepada negeri orang-orang Kasdim, dengan membuatnya menjadi tempat-tempat yang tandus untuk selama-lamanya.”.

Calvin (tentang Yeremia 25:12): “God says also, that at the end of seventy years he would ‘visit the iniquity of the king of Babylon,’ and of his whole people. We hence learn that Nebuchadnezzar was not called God’s servant because he deserved anything for his service, but because God led him while he was himself unconscious, or not thinking of any such thing, to do a service which neither he nor his subjects understood to be for God. Though, then, the Lord employs the ungodly in executing his judgments, yet their guilt is not on this account lessened; they are still exposed to God’s judgment. And these two things well agree together, - that the devil and all the ungodly serve God, though not of their own accord, but whenever he draws them by his hidden power, and that they are still justly punished, even when they have served God; for though they perform his work, yet not because they are commanded to do so. They are therefore justly liable to punishment, according to what the Prophet teaches us here.” [= Allah juga berkata, bahwa pada akhir dari 70 tahun Ia akan ‘menghukum kejahatan dari raja Babel’, dan seluruh bangsanya. Karena itu kami mendapatkan bahwa Nebukadnezar tidak disebut pelayan / hamba Allah karena ia layak dalam hal apapun untuk pelayananNya, tetapi karena Allah membimbing dia pada saat ia sendiri tidak menyadarinya, atau tidak berpikir tentang hal apapun seperti itu, untuk melakukan suatu pelayanan yang baik ia ataupun para bawahannya tidak mengertinya sebagai sesuatu untuk Allah. Karena itu, sekalipun Tuhan menggunakan orang-orang jahat dalam pelaksanaan penghakimanNya, tetapi kesalahan mereka bukannya berkurang karena hal ini; mereka tetap terbuka bagi penghakiman Allah. Dan dua hal ini sesuai dengan baik, - bahwa setan dan semua orang jahat melayani Allah, sekalipun bukan dari persetujuan mereka, tetapi kapanpun Ia menarik mereka oleh kuasaNya yang tersembunyi, dan bahwa mereka tetap secara adil / benar dihukum, bahkan pada waktu mereka telah melayani Allah; karena sekalipun mereka melakukan pekerjaanNya, tetapi bukan karena mereka diperintahkan untuk melakukan demikian. Karena itu mereka secara adil / benar terbuka terhadap penghukuman, sesuai dengan apa yang sang Nabi ajarkan kepada kita di sini.].

b) Yudas Iskariot.

Matius 26:24 - “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.’”.

Markus 14:21 - “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.’”.

Lukas 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.

Catatan: kata ‘ditetapkan’ dalam Lukas 22:22 itu diterjemahkan ‘decreed’ [= ditetapkan] oleh NIV, dan diterjemahkan ‘determined’ [= ditentukan] oleh KJV/RSV/NASB/ASV/NKJV.

Calvin (tentang Mat 26:24): “what could be more unreasonable than that the Son of God should be infamously betrayed by a disciple, and abandoned to the rage of enemies, in order to be dragged to an ignominious death? But Christ declares that all this takes place only by the will of God; and he proves this decree by the testimony of Scripture, because God formerly revealed, by the mouth of his Prophet, what he had determined.” [= apa yang bisa lebih tidak masuk akal dari pada bahwa Anak Allah harus secara buruk dikhianati oleh seorang murid, dan ditinggalkan pada kemarahan dari musuh-musuh, supaya diseret pada suatu kematian yang hina / memalukan? Tetapi Kristus menyatakan bahwa semua ini terjadi hanya oleh kehendak Allah; dan Ia membuktikan ketetapan ini oleh kesaksian dari Kitab Suci, karena Allah sebelumnya telah menyatakan, oleh mulut dari NabiNya, apa yang telah lebih dulu Ia tentukan.].

Calvin (tentang Matius 26:24): “I am aware of the manner in which some commentators endeavor to avoid this rock. They acknowledge that what had been written was accomplished through the agency of Judas, because God testified by predictions what He foreknew. By way of softening the doctrine, which appears to them to be somewhat harsh, they substitute the foreknowledge of God in place of the decree, as if God merely beheld from a distance future events, and did not arrange them according to his pleasure. But very differently does the Spirit settle this question; for not only does he assign as the reason why Christ was delivered up, that ‘it was so written,’ but also that it was so ‘determined.’ For where Matthew and Mark quote Scripture, Luke leads us direct to the heavenly decree, saying, ‘according to what was determined;’” [= Saya menyadari tentang cara dengan mana sebagian penafsir berusaha untuk menghindari batu karang ini. Mereka mengakui bahwa apa yang telah ditulis, dicapai melalui Yudas sebagai alat, karena Allah menyaksikan oleh ramalan / nubuat, apa yang telah Ia ketahui sebelumnya. Dengan cara melunakkan doktrin ini, yang terlihat bagi mereka agak keras / tajam, mereka menggantikan ‘pengetahuan lebih dulu dari Allah’ di tempat dari ‘ketetapan’, seakan-akan Allah hanya melihat dari jauh kejadian-kejadian yang akan datang, dan tidak mengatur mereka sesuai kesenanganNya. Tetapi Roh membereskan / menjawab pertanyaan ini dengan cara yang sangat berbeda; karena Ia memberikan sebagai alasan mengapa Kristus diserahkan, bukan hanya bahwa ‘ada tertulis’, tetapi juga bahwa itu ‘ditentukan’. Karena dimana Matius dan Markus mengutip Kitab Suci, Lukas membimbing kita langsung pada ketetapan surgawi, dengan mengatakan ‘seperti yang telah ditentukan’;].

Calvin (tentang Matius 26:24): “And yet Christ does not affirm that Judas was freed from blame, on the ground that he did nothing but what God had appointed. For though God, by his righteous judgment, appointed for the price of our redemption the death of his Son, yet nevertheless, Judas, in betraying Christ, brought upon himself righteous condemnation, because he was full of treachery and avarice. In short, God’s determination that the world should be redeemed, does not at all interfere with Judas being a wicked traitor. Hence we perceive, that though men can do nothing but what God has appointed, still this does not free them from condemnation, when they are led by a wicked desire to sin. For though God directs them, by an unseen bridle, to an end which is unknown to them, nothing is farther from their intention than to obey his decrees. Those two principles, no doubt, appear to human reason to be inconsistent with each other, that God regulates the affairs of men by his Providence in such a manner, that nothing is done but by his will and command, and yet he damns the reprobate, by whom he has carried into execution what he intended. But we see how Christ, in this passage, reconciles both, by pronouncing a curse on Judas, though what he contrived against God had been appointed by God; not that Judas’s act of betraying ought strictly to be called the work of God, but because God turned the treachery of Judas so as to accomplish His own purpose.” [= Tetapi Kristus tidak menegaskan bahwa Yudas bebas dari kesalahan, karena ia hanya melakukan apa yang telah Allah tetapkan. Karena sekalipun Allah, oleh penghakimanNya yang benar, menetapkan sebagai harga penebusan kita kematian dari AnakNya, tetapi sekalipun demikian, Yudas, dalam mengkhianati Kristus, membawa kepada dirinya sendiri penghukuman yang benar, karena ia penuh dengan pengkhianatan dan ketamakan. Singkatnya, penentuan Allah bahwa dunia harus ditebus, sama sekali tidak mencampuri keberadaan Yudas sebagai seorang pengkhianat yang jahat. Karena itu kita memahami bahwa sekalipun manusia tidak bisa melakukan apapun kecuali apa yang telah Allah tetapkan, hal ini tetap tidak membebaskan manusia dari penghukuman, pada waktu mereka dibimbing pada dosa oleh suatu keinginan yang jahat. Karena sekalipun Allah mengarahkan mereka, oleh suatu kekang yang tak terlihat, pada suatu tujuan yang tidak mereka ketahui, mereka sama sekali tidak bermaksud untuk mentaati ketetapan-ketetapanNya. Tidak diragukan bahwa dua prinsip itu terlihat bagi akal manusia sebagai tidak konsisten satu dengan yang lain, bahwa Allah mengatur urusan-urusan / perkara-perkara manusia oleh ProvidensiaNya dengan cara sedemikian rupa, sehingga tidak ada yang terjadi kecuali oleh kehendak dan perintahNya, tetapi Ia menyalahkan / menghukum orang-orang jahat, oleh siapa Ia melaksanakan apa yang Ia maksudkan. Tetapi kita melihat bagaimana Kristus, dalam text ini, memperdamaikan keduanya, dengan mengumumkan suatu kutukan pada Yudas, sekalipun apa yang ia buat / rencanakan terhadap Allah telah ditetapkan oleh Allah; bukan bahwa tindakan pengkhianatan Yudas secara ketat harus disebut sebagai pekerjaan Allah, tetapi karena Allah membelokkan pengkhianatan Yudas sehingga mencapai tujuan / rencanaNya sendiri.].

Ini berlaku bukan hanya untuk Nebukadnezar dan Yudas Iskariot, tetapi untuk semua orang. Di seluruh Alkitab kita menjumpai peristiwa-peristiwa dimana manusia berbuat dosa dan dihukum oleh Tuhan, dan orang percaya berbuat dosa dan dihajar oleh Tuhan! Jadi, fakta bahwa Allah menentukan dosa mereka, sama sekali tidak membebaskan mereka dari tanggung jawab dalam arti mereka dianggap bersalah, dan dihukum / dihajar karena dosa itu!

B) Mengapa manusia tetap mempunyai tanggung jawab?

1) Kita harus hidup sesuai dengan kehendak Allah yang dinyatakan kepada kita (yaitu Firman Tuhan / Kitab Suci), bukan berdasarkan kehendak / rencana Allah yang tersembunyi / yang tidak kita ketahui.

Ul 29:29 - “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini.’”.

Perhatikan bahwa ayat ini berkata bahwa:

a) ‘hal-hal yang tersembunyi’ itu ialah ‘bagi Tuhan’.

Jadi, Rencana Allah yang tersembunyi / tidak kita ketahui itu, bukan untuk kita, dan karenanya itu bukan pedoman hidup kita.

b) ‘hal-hal yang dinyatakan’ ialah ‘bagi kita’.

‘Hal-hal yang dinyatakan’ ini ialah hukum Taurat, atau Firman Tuhan. Ini dikatakan ‘bagi kita’, dan karena itu inilah pedoman hidup kita.

Calvin (tentang Ulangan 29:29): “To me there appears no doubt that, by antithesis, there is a comparison here made between the doctrine openly set forth in the Law, and the hidden and incomprehensible counsel of God, concerning which it is not lawful to inquire. In my opinion, therefore, the copula is used for the adversative particle; as though it were said, ‘God indeed retains to Himself secret things, which it neither concerns nor profits us to know, and which surpass our comprehension; but these things, which He has declared to us, belong to us and to our children.’” [= Bagi saya disana terlihat tak ada keraguan bahwa, oleh suatu pengkontrasan, disana ada suatu perbandingan yang dibuat disini antara ajaran yang dinyatakan dengan kata-kata dalam hukum Taurat, dan rencana yang tersembunyi dan tak bisa dimengerti dari Allah, berkenaan dengan mana merupakan sesuatu yang salah untuk menanyakan / menyelidiki. Karena itu, dalam pandangan saya, kata kerja penghubung digunakan untuk bagian yang menyatakan pertentangan / kontras; seakan-akan dikatakan, ‘Allah memang menahan bagi diriNya sendiri hal-hal yang bersifat rahasia, yang tidak penting ataupun berguna bagi kita untuk mengetahuinya, dan yang melampaui pengertian kita; tetapi hal-hal ini, yang telah Ia nyatakan kepada kita, adalah milik kita dan anak-anak kita’.].

Catatan: saya tak terlalu mengerti bagaimana menterjemahkan bagian yang saya beri warna hijau.

a) ‘copula’ seharusnya berarti ‘kata kerja penghubung’, dan itu dalam bahasa Inggris biasanya adalah kata kerja ‘to be’ (am, is, are).

b) ‘adversative particle’ kalau diterjemahkan adalah ‘bagian yang menyatakan pertentangan’. Kalau dilihat dalam Bible Works 8 maka dalam LXX / Septuaginta digunakan kata Yunani DE [= but / tetapi] yang disebut sebagai ‘adversative particle’, dan dalam bahasa Ibrani itu adalah huruf Vaw, yang memang bisa berarti ‘but’ / ‘tetapi’.

Tetapi bagaimanapun, kita bisa mengerti apa yang Calvin maksudkan. Ayat ini memang mengkontraskan 2 hal:

1. Yang pertama rencana Allah yang tersembunyi dan melampaui pengertian kita. Ini tak penting ataupun berguna bagi kita untuk mengetahuinya.

2. Yang kedua adalah hukum Taurat, yang telah Allah nyatakan kepada kita. Ini yang berguna bagi kita dan anak-anak kita.

Calvin (tentang Ul 29:29): “It is a remarkable passage, and especially deserving of our observation, for by it audacity and excessive curiosity are condemned, whilst pious minds are aroused to be zealous in seeking instruction. We know how anxious men are to understand things, the knowledge of which is altogether unprofitable, and even the investigation of them injurious. ... On the other hand, what God plainly sets before us, and would have familiarly known, is either neglected, or turned from in disgust, or put far away from us, as if it were too obscure. In the first clause, then, Moses briefly reproves and restrains that temerity which leaps beyond the bounds imposed by God; and in the latter, exhorts us to embrace the doctrine of the Law, in which God’s will is declared to us, as if He were openly speaking to us; and thus he encounters the folly of those who fly from the light presented to them, and wrongfully accuse of obscurity that doctrine, wherein God has let Himself down to the measure of our understanding.” [= Ini merupakan text yang layak diperhatikan, dan secara khusus layak mendapatkan perhatian kita, karena olehnya keberanian dan keingin-tahuan yang berlebihan dikecam, sedangkan pikiran yang saleh dibangkitkan untuk bersemangat dalam mencari instruksi / pengajaran. Kita tahu betapa sangat inginnya manusia untuk mengerti hal-hal, yang pengertian tentangnya sama sekali tak bermanfaat, dan bahkan penyelidikan tentangnya berbahaya. ... Di sisi yang lain, apa yang Allah secara jelas letakkan di depan kita, dan inginkan untuk kita ketahui secara akrab, atau kita abaikan, atau kita berpaling darinya dalam kejijikan, atau kita jauhkan itu dari kita, seakan-akan itu terlalu kabur. Jadi, dalam anak kalimat yang pertama, Musa secara singkat mencela dan mengekang kecerobohan / keberanian yang berlebihan yang meloncat melampaui batasan-batasan yang ditetapkan oleh Allah; dan dalam anak kalimat yang kedua, mendesak kita untuk menerima ajaran dari hukum Taurat, dalam mana kehendak Allah dinyatakan kepada kita, seakan-akan Ia secara terbuka berbicara kepada kita; dan demikianlah Ia menghadapi kebodohan dari mereka yang lari dari terang yang ditawarkan kepada mereka, dan secara salah menuduh kekaburan ajaran itu, dalam mana Allah telah menurunkan diriNya sendiri pada ukuran dari pengertian kita.].

Calvin (tentang Ulangan 29:29): “Lastly, Moses requires obedience of the people, and reminds them that the Law was not only given that the Israelites might know what was right, but that they might do all that God taught.” [= Yang terakhir, Musa menuntut ketaatan dari bangsa itu, dan mengingatkan mereka bahwa hukum Taurat bukan diberikan hanya supaya bangsa Israel bisa tahu apa yang benar, tetapi supaya mereka bisa melakukan semua yang Allah ajarkan.].

Bdk. Yakobus 1:22 - “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.”.

Contoh:

a) Dalam persoalan keselamatan.

Tuhan sudah menentukan / memilih orang-orang tertentu untuk selamat (Ef 1:4,5,11) dan orang-orang tertentu untuk binasa / masuk neraka (Yoh 17:12 Ro 9:22), tetapi kita tidak tahu siapa yang dipilih untuk selamat dan siapa yang dipilih untuk binasa. Jadi itu adalah kehendak Allah yang tersembunyi dan tidak boleh kita jadikan dasar / pedoman hidup kita, misalnya dengan berpikir / bersikap seperti ini:

1. Sekarang ini saya tidak perlu percaya kepada Yesus. Kalau saya memang ditentukan selamat, nanti saya pasti akan percaya dengan sendirinya. Dan sebaliknya, kalau saya ditentukan untuk binasa, bagaimanapun saya mau percaya, saya tak akan bisa percaya. Pikiran / sikap seperti ini jelas salah!

2. Mungkin orang yang mau saya injili itu bukan orang pilihan, sehingga hanya membuang-buang waktu dan tenaga untuk memberitakan Injil kepada dia. Biarkan saja dia, kalau ternyata dia orang pilihan, toh nanti dia akan percaya dengan sendirinya. Lagi-lagi, pikiran / sikap seperti ini jelas salah!

Sebaliknya, kita harus hidup berda­sarkan Firman Tuhan (kehendak Allah yang dinyatakan bagi kita), misalnya:

a. Kis 16:31 merupakan perintah untuk percaya kepada Yesus. Jadi, apakah saya dipilih untuk selamat atau binasa, itu tidak saya ketahui, dan karenanya bukan urusan saya dan bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah Firman Tuhan, dan Firman Tuhan dalam Kis 16:31 menyuruh saya percaya kepada Yesus.

Kis 16:30-31 - “(30) Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: ‘Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?’ (31) Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.’”.

b. Matius 28:19-20 merupakan perintah untuk memberitakan Injil kepada semua orang. Jadi pada waktu saya bertemu dengan seseorang, bukanlah urusan saya apakah orang itu dipilih untuk selamat atau binasa. Itu tidak saya ketahui dan karenanya bukan pedoman hidup saya. Urusan saya adalah melakukan perintah Firman Tuhan dalam Mat 28:19, yaitu menjadikan semua bangsa murid Yesus.

Mengingat adanya banyak fitnahan bahwa menjadi seorang Calvinist / Reformed berarti tidak perlu memberitakan Injil, mari kita lihat pandangan Calvin sendiri berkenaan dengan hal ini.

Calvin (tentang Matius 28:19): “The meaning amounts to this, that by proclaiming the gospel everywhere, they should bring ‘all nations’ to the obedience of the faith, and next, that they should seal and ratify their doctrine by the sign of the gospel. ... Let us learn from this passage, that the apostleship is not an empty title, but a laborious office; and that, consequently, nothing is more absurd or intolerable than that this honor should be claimed by hypocrites, who live like kings at their ease, and disdainfully throw away from themselves the office of ‘teaching.’ ... no man can be a successor of the apostles who does not devote his services to Christ in the preaching of the gospel.” [= Artinya adalah ini, bahwa dengan memberitakan Injil dimana-mana, mereka harus membawa ‘semua bangsa’ pada ketaatan dari iman, dan selanjutnya, bahwa mereka harus memeteraikan dan meneguhkan ajaran mereka dengan tanda dari injil. ... Hendaklah kita belajar dari text ini, bahwa kerasulan bukanlah suatu gelar yang kosong, tetapi suatu jabatan yang ditandai oleh jerih payah / kerja keras; dan bahwa, karena itu, tak ada yang lebih menggelikan / konyol atau tak bisa ditoleransi dari pada bahwa kehormatan ini harus diclaim oleh orang-orang munafik, yang hidup seperti raja-raja dalam kenyamanan mereka, dan dengan bersikap jijik membuang dari diri mereka sendiri tugas dari ‘pengajaran’. ... tak seorangpun bisa adalah seorang pengganti dari rasul-rasul, yang tidak membaktikan pelayanan-pelayanannya kepada Kristus dalam pemberitaan Injil.].

Catatan: dalam bagian akhir dari kutipan ini (bagian yang saya beri warna hijau), Calvin jelas menyerang Gereja Katolik yang menganggap Paus sebagai pengganti rasul-rasul.

Bdk. Roma 10:13-15 - “(13) Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya? (15) Dan bagaimana mereka dapat memberitakanNya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: ‘Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!’”.

Catatan: aneh bahwa dalam terjemahan LAI ay 14b tidak diakhiri dengan tanda tanya, padahal ini jelas-jelas merupakan suatu kalimat tanya. Dalam terjemahan-terjemahan bahasa Inggris, semua kalimat-kalimat dalam ay 14-15a merupakan kalimat-kalimat tanya, dan diakhiri dengan tanda tanya.

Calvin (tentang Roma 10:14-17): “Where then there is a calling on God, there is faith; and where faith is, the seed of the word has preceded; where there is preaching there is the calling of God.” [= Jadi dimana ada suatu pemanggilan kepada Allah, disana ada iman; dan dimana iman ada, benih dari firman telah mendahuluinya; dimana disana ada pemberitaan disana ada panggilan dari Allah.].

Calvin (tentang Roma 10:14): “It belongs not indeed to us to imagine a God according to what we may fancy; we ought to possess a right knowledge of him, such as is set forth in his word. ... it is therefore necessary to have the word, that we may have a right knowledge of God.” [= Tidak seharusnya bagi kita untuk membayangkan / mengkhayalkan seorang Allah sesuai dengan apa yang bisa kita bayangkan; kita harus mempunyai suatu pengetahuan yang benar tentang Dia, seperti yang dinyatakan dalam firmanNya. ... karena itu adalah perlu untuk mempunyai / mendapatkan firman, supaya kita bisa mempunyai suatu pengetahuan yang benar tentang Allah.].

Calvin (tentang Roma 10:15): “But hence we also learn how much ought all good men to desire, and how much they ought to value the preaching of the gospel, which is thus commended to us by the mouth of the Lord himself. Nor is there indeed a doubt, but that God has thus highly spoken of the incomparable value of this treasure, for the purpose of awakening the minds of all, so that they may anxiously desire it.” [= Tetapi karena itu kita juga belajar betapa banyak seharusnya semua orang baik / saleh menginginkan, dan betapa banyak mereka harus menilai pemberitaan Injil, yang dipercayakan dengan cara seperti itu kepada kita oleh mulut Tuhan sendiri. Juga tak ada keraguan bahwa Allah telah berbicara dengan begitu tinggi tentang nilai yang tak ada bandingannya dari harta ini, untuk tujuan membangkitkan pikiran dari semua orang, sehingga mereka bisa menginginkannya dengan sungguh-sungguh.].

b) Dalam persoalan kematian / kesehatan.

Misalnya saya terkena suatu penyakit. Dan saya lalu berpikir: ‘Mungkin saya sudah ditetapkan untuk mati, jadi percuma saya berusaha untuk sembuh’. Ini sikap yang salah! Memang Tuhan sudah menentukan saat kematian saya, dan juga apakah saya akan sembuh atau tidak, dan kalau Tuhan menentukan saya sembuh maka saat kesembuhannya juga sudah ditentukan, dan semua ketentuan Allah itu pasti terjadi. Tetapi persoalannya adalah: saya tidak tahu akan ketetapan Allah itu! Itu merupakan ‘hal yang tersembunyi’ bagi saya dan karena itu maka hal itu bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah Kitab Suci, dan Kitab Suci menyuruh saya mengasihi diri saya sendiri (Mat 22:39 Ef 5:28-29).

Matius 22:39 - “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”.

Efesus 5:28-29 - “(28) Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. (29) Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,”.

Catatan: mengasihi diri sendiri itu salah, kalau motivasinya egoisme!

Karena itu, pada saat saya sakit, saya harus berusaha untuk sembuh, dengan cara apapun yang memungkinkan, selama saya tidak mencari kesembuhan itu dengan jalan yang salah, misalnya dengan pergi ke dukun (atau dengan latihan yoga, yang jelas termasuk dalam okultisme!).

c) Dalam hal yang bersifat dosa.

Kalau ada orang yang berbuat jahat kepada saudara, dan saudara digoda setan untuk membalasnya, maka saudara tidak boleh berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk membalas.’. Faktanya adalah: saudara tidak mengetahui ketentuan Allah dalam persoalan itu, lalu mengapa menebak-nebak apa yang tidak saudara ketahui? Dan kalau menebak, mengapa tidak menebak sebaliknya? Karena hal itu tidak diketahui, maka itu bukan pedoman hidup saudara. Pedoman hidup saudara adalah apa yang dinyatakan kepada saudara dalam Kitab Suci, yaitu “Kasihilah musuhmu” (Matius 5:44).

Kalau saudara mencari pasangan hidup, dan lalu jatuh cinta kepada seseorang yang belum percaya kepada Kristus, maka jangan berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk kawin dengan orang kafir.’. Pedoman hidup saudara adalah Kitab Suci yang berkata: “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya.” (2Kor 6:14a).

Kalau saudara sudah menikah dan lalu tergoda oleh seorang wanita lain, jangan berpikir: ‘Mungkin saya ditentukan untuk berzinah.’. Pedoman saudara adalah Kitab Suci yang berkata: “Jangan berzinah.” (Keluaran 20:14).

Ilustrasi: Ada cerita tentang seorang pendeta yang sudah menikah yang suatu hari pergi naik kereta api. Di depannya duduk seorang gadis yang sangat cantik dan sexy, dan pendeta ini merasa bahwa dirinya tergoda oleh kecantikan dan ke-sexy-an gadis itu, dan karena itu ia terus berdoa supaya Tuhan menolongnya menghadapi pencobaan tersebut. Tiba-tiba kereta api mengerem mendadak, dan gadis tersebut terlempar dari kursinya dan jatuh ke pelukan si pendeta. Si pendeta merangkul gadis itu sambil berkata: ‘Tuhan, jadilah kehendakMu!’.

Ini hanya lelucon, tetapi merupakan contoh yang salah dimana seseorang hidup berdasarkan Rencana kekal dari Allah (atau yang ia anggap sebagai Rencana kekal dari Allah), dan bukannya berdasarkan Firman Tuhan, yang jelas melarang perzinahan!

2) Sekalipun Allah menentukan dan mengatur terjadinya dosa, sehingga dosa itu pasti terjadi, tetapi pada saat dosa itu terjadi, manusia melakukan dosa itu dengan kemauannya sendiri! Ini menunjukkan bahwa kebebasan manusia tidak dibuang!

John Calvin: “we posited a distinction between compulsion and necessity from which it appears that man, while he sins of necessity, yet sins no less voluntarily.” [= kami menempatkan suatu perbedaan di antara pemaksaan dan kepastian dari mana terlihat bahwa manusia, sementara ia pasti berdosa, tetapi ia berdosa dengan sukarela.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IV, No 1.

a) Dasar Kitab Suci:

1. Dalam Kel 4:21 Allah berkata bahwa Ia akan mengeraskan hati Firaun, tetapi pada waktu ketetapan Allah itu terlaksana, ternyata Firaun mengeraskan hatinya sendiri (Kel 7:13,22 8:15,19,32 9:7,34-35).

Kel 4:21 - “Firman TUHAN kepada Musa: ‘Pada waktu engkau hendak kembali ini ke Mesir, ingatlah, supaya segala mujizat yang telah Kuserahkan ke dalam tanganmu, kauperbuat di depan Firaun. Tetapi Aku akan mengeraskan hatinya, sehingga ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.

Keluaran 7:3 - “Tetapi Aku akan mengeraskan hati Firaun, dan Aku akan memperbanyak tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang Kubuat di tanah Mesir.”.

Keluaran 9:34 - “Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa hujan, hujan es dan guruh telah berhenti, maka teruslah ia berbuat dosa; ia tetap berkeras hati, baik ia maupun para pegawainya.”.

KJV: ‘and hardened his heart’ [= dan mengeraskan hatinya].

Kel 14:4-5,8a - “(4) Aku akan mengeraskan hati Firaun, sehingga ia mengejar mereka. Dan terhadap Firaun dan seluruh pasukannya Aku akan menyatakan kemuliaanKu, sehingga orang Mesir mengetahui, bahwa Akulah TUHAN.’ Lalu mereka berbuat demikian. (5) Ketika diberitahukan kepada raja Mesir, bahwa bangsa itu telah lari, maka berubahlah hati Firaun dan pegawai-pegawainya terhadap bangsa itu, dan berkatalah mereka: ‘Apakah yang telah kita perbuat ini, bahwa kita membiarkan orang Israel pergi dari perbudakan kita?’ ... (8a) Demikianlah TUHAN mengeraskan hati Firaun, raja Mesir itu, sehingga ia mengejar orang Israel.”.

2. Dalam Ayub 1:21 Ayub berkata bahwa ‘Tuhan yang mengambil’; tetapi dalam Ayub 1:15,17 orang-orang Syeba dan Kasdim melakukan perampokan itu dengan kemauan mereka sendiri.

3. Yes 10:5-7 - Asyur adalah alat Tuhan untuk menghukum Israel, tetapi Asyur melakukan sendiri dengan motivasi yang berbeda.

Yes 10:5-7 - “(5) Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk murkaKu dan yang menjadi tongkat amarahKu! (6) Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan memerintahkannya melawan umat sasaran murkaKu, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi dia sendiri tidak demikian maksudnya dan tidak demikian rancangan hatinya, melainkan niat hatinya ialah hendak memunahkan dan hendak melenyapkan tidak sedikit bangsa-bangsa.”.

b) Salah satu pertanyaan yang paling sering keluar dalam persoalan ini adalah: Jika Allah sudah menentukan dan mengatur segala sesuatu, bagaimana mungkin manusia masih bisa mempunyai kebebasan, dan bahkan harus bertanggung jawab atas dosanya?

Jawab:

1. Terus terang, tidak ada orang yang bisa mengharmoniskan 2 hal yang kelihatannya bertentangan ini. Orang Reformed hanya melihat bahwa 2 hal itu sama-sama diajarkan oleh Kitab Suci (bdk. Roma 9:19-21 Lukas 22:22), tetapi Kitab Suci tidak pernah mengharmoniskannya. Karena itu orang Reformed juga mengajarkan kedua hal itu, tanpa mengharmoniskannya. Ini merupakan wujud kesetiaan dan ketundukan kepada Kitab Suci, sekalipun Kitab Suci itu melampaui akal kita!

Roma 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Lukas 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.

Sebetulnya dalam banyak hal yang lain, kita juga melihat hal yang sama.

Misalnya:

a. Kita percaya bahwa Allah itu maha kasih dan mahatahu.

b. Kita juga percaya bahwa Allah menciptakan neraka dan orang-orang tertentu yang Ia tahu bakal masuk ke neraka.

Kalau memang Ia maha kasih dan maha tahu, mengapa Ia tidak hanya menciptakan orang yang akan masuk ke surga?

Saya yakin tidak ada orang yang bisa mengharmoniskan 2 kebenaran di atas itu, termasuk orang Arminian, tetapi toh semua orang kristen (termasuk orang Arminian) percaya dan mengajarkan ke 2 kebenaran itu, karena Kitab Suci memang jelas mengajarkan kedua hal itu. Lalu mengapa dalam hal doktrin Providence of God ini kita tidak mau bersikap sama?

Calvin (tentang Kej 50:20): “If human minds cannot reach these depths, let them rather suppliantly adore the mysteries they do not comprehend, than, as vessels of clay, proudly exalt themselves against their Maker.” [= Jika pikiran manusia tidak bisa menjangkau hal-hal yang dalam ini, hendaklah mereka dengan rendah hati memuja misteri yang tidak mereka mengerti, dari pada, sebagai bejana tanah liat, dengan sombong meninggikan diri mereka sendiri terhadap Pencipta mereka.] - hal 488.

2. Perhatikan beberapa kutipan di bawah ini berkenaan dengan penentuan Allah dan kebebasan / tanggung jawab manusia.

John Calvin: “Accordingly, man falls according as God’s providence ordains, but he falls by his own fault.” [= Karena itu, manusia jatuh sebagaimana yang Providensia Allah tentukan, tetapi ia jatuh oleh kesalahannya sendiri.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 8.

John Murray: “There is divine predetermination or foreordination in connection with sin. The fall was foreordained by God and its certainty was therefore guaranteed. ... God is not the author of sin. For sin as sinfulness, man alone was responsible, and he alone is the agent of execution.” [= Di sana ada keputusan / perencanaan atau penentuan sebelumnya yang bersifat Ilahi / dari Allah dalam hubungannya dengan dosa. Kejatuhan ditentukan lebih dulu oleh Allah dan karena itu kepastiannya dijamin. ... Allah bukan Pencipta dosa. Karena / untuk dosa sebagai keberdosaan, manusia saja yang bertanggung-jawab, dan ia saja yang merupakan agen dari pelaksanaan.] - ‘Collected Writings of John Murray’, Vol 2, hal 73.

Loraine Boettner: “But while the Bible repeatedly teaches that this providential control is universal, powerful, wise, and holy, it nowhere attempts to inform us how it is to be reconciled with man’s free agency.” [= Tetapi sementara Alkitab berulangkali mengajar bahwa pengendalian providensia ini bersifat universal, berkuasa, bijaksana, dan suci, Alkitab tidak pernah berusaha untuk memberi informasi kepada kita tentang bagaimana hal itu bisa diperdamaikan / diharmoniskan dengan kebebasan manusia.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 38.

Loraine Boettner: “Perhaps the relationship between divine sovereignty and human freedom can best be summed up in these words: God so presents the outside inducements that man acts in accordance with his own nature, yet does exactly what God has planned for him to do.” [= Mungkin hubungan antara kedaulatan ilahi dan kebebasan manusia bisa disimpulkan dengan cara terbaik dengan kata-kata ini: Allah memberikan dorongan / bujukan / pencobaan dari luar sedemikian rupa sehingga manusia bertindak sesuai dengan dirinya, tetapi melakukan secara tepat apa yang Allah telah rencanakan baginya untuk dilakukan.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 38.

Charles Haddon Spurgeon: “man, acting according to the device of his own heart, is nevertheless overruled by that sovereign and wise legislation ... How these two things are true I cannot tell. ... I am not sure that in heaven we shall be able to know where the free agency of man and the sovereignty of God meet, but both are great truths. God has predestinated everything yet man is responsible, for he acts freely, and no constraint is put upon him even when he sinneth and disobeyeth wantonly and wickedly the will of God.” [= manusia, bertindak sesuka hatinya, bagaimanapun dikalahkan / dikuasai oleh pemerintahan yang berdaulat dan bijaksana ... Bagaimana dua hal ini bisa benar saya tidak bisa mengatakan. ... Saya tidak yakin bahwa di surga kita akan bisa mengetahui dimana tindakan bebas manusia dan kedaulatan Allah bertemu, tetapi keduanya adalah kebenaran yang besar. Allah telah mempredestinasikan segala sesuatu tetapi manusia bertanggung jawab, karena ia bertindak secara bebas, dan tak ada paksaan diberikan kepadanya bahkan pada waktu ia berbuat dosa dan tidak mentaati kehendak Allah secara memberontak dan secara jahat.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 10.

Charles Haddon Spurgeon: (tentang tentara yang tidak mematahkan kaki Kristus tetapi menusukNya dengan tombak - Yoh 19:33-34).

“They acted of their own free will, and yet at the same time they fulfilled the eternal counsel of God. Shall we never be able to drive into men’s mind the truth that predestination and free agency are both facts? Men sin as freely as birds fly in the air, and they are altogether responsible for their sin; and yet everything is ordained and foreseen of God. The foreordination of God in no degree interferes with the responsibility of man. I have often been asked by persons to reconcile the two truths. My only reply is - They need no reconciliation, for they never fell out. Why should I try to reconcile two friends? Prove to me that the two truths do not agree. In that request I have set you a task as difficult as that which you propose to me. These two facts are parallel lines; I cannot make them unite, but you cannot make them cross each other.” [= Mereka bertindak dengan kehendak bebas mereka, tetapi pada saat yang sama mereka menggenapi rencana yang kekal dari Allah. Apakah kita tidak akan pernah bisa menancapkan ke dalam pikiran manusia kebenaran bahwa predestinasi dan kebebasan agen / manusia dua-duanya merupakan fakta? Manusia berbuat dosa sebebas burung-burung yang terbang di udara, dan mereka semuanya bertanggung jawab untuk dosa mereka; tetapi segala sesuatu ditetapkan dan dilihat lebih dulu oleh Allah. Penetapan lebih dulu dari Allah sama sekali tidak mengganggu tanggung jawab manusia. Saya sering ditanya oleh orang-orang untuk mendamaikan dua kebenaran ini. Jawaban saya hanyalah - Mereka tidak membutuhkan pendamaian, karena mereka tidak pernah bertengkar. Mengapa saya harus mendamaikan 2 orang sahabat? Buktikan kepada saya bahwa dua kebenaran itu tidak setuju / cocok. Dalam permintaan itu saya telah memberimu suatu tugas yang sama sukarnya seperti yang kaukemukakan kepada saya. Kedua fakta ini adalah garis-garis yang paralel; saya tidak bisa membuat mereka bersatu, tetapi engkau tidak bisa membuat mereka bersilangan.] - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The Passion and Death of Our Lord’, hal 670-671.

Arthur W. Pink: “Two things are beyond dispute: God is sovereign, man is responsible. ... To emphasize the sovereignty of God, without also maintaining the accountability of the creature, tends to fatalism; to be so concerned in maintaining the responsibility of man, as to lose sight of the sovereignty of God, is to exalt the creature and dishonour the Creator.” [= Dua hal tidak perlu diragukan: Allah itu berdaulat, manusia itu bertanggung jawab. ... Menekankan kedaulatan Allah, tanpa juga mempertahankan pertanggungan jawab dari makhluk ciptaan, cenderung kepada fatalisme; terlalu memperhatikan pemeliharaan tanggung jawab manusia, sehingga tidak mengindahkan kedaulatan Allah, sama dengan meninggikan makhluk ciptaan dan merendahkan sang Pencipta.] - ‘The Sovereignty of God’, hal 9.

Arthur W. Pink melanjutkan: “We are enjoined to take ‘no thought for the morrow’ (Matt 6:34), yet ‘if any provide not for his own, and specially for those of his own house, he hath denied the faith, and is worse than an infidel’ (1Tim 5:8). No sheep of Christ’s flock can perish (John 10:28,29), yet the Christian is bidden to make his ‘calling and election sure’ (2Peter 1:10). ... These things are not contradictions, but complementaries: the one balances the other. Thus, the Scriptures set forth both the sovereignty of God and the responsibility of man.” [= Kita dilarang untuk ‘menguatirkan hari esok’ (Matius 6:34), tetapi ‘jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman’ (1Tim 5:8). Tidak ada domba Kristus yang bisa binasa (Yohanes 10:28-29), tetapi orang kristen diperintahkan untuk membuat ‘panggilan dan pilihannya teguh’ (2Petrus 1:10). ... Hal-hal ini tidaklah bertentangan tetapi saling melengkapi: yang satu menyeimbangkan yang lain. Demikian Kitab Suci menyatakan kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia.] - ‘The Sovereignty of God’, hal 11.

Louis Berkhof: “the Bible certainly does not proceed on the assumption that the divine decree is inconsistent with the free agency of man. It clearly reveals that God has decreed the free acts of man, but also that the actors are none the less free and therefore responsible for their acts, Gen. 50:19, 20; Acts 2:23; 4:27, 28. It was determined that the Jews should bring about the crucifixion of Jesus; yet they were perfectly free in their wicked course of action, and were held responsible for this crime. There is not a single indication in Scripture that the inspired writers are conscious of a contradiction in connection with these matters. They never make an attempt to harmonize the two. This may well restrain us from assuming a contradiction here, even if we cannot reconcile both truths.” [= Alkitab jelas tidak melanjutkan asumsi bahwa ketetapan ilahi tidak konsisten dengan kebebasan manusia. Itu secara jelas menyatakan bahwa Allah telah menetapkan tindakan-tindakan bebas manusia, tetapi juga bahwa bagaimanapun aktor-aktor itu bebas dan karena itu bertanggung jawab untuk tindakan-tindakan mereka, Kej 50:19,20; Kis 2:23; 4:27,28. Telah ditentukan bahwa orang-orang Yahudi harus menyebabkan penyaliban Kristus terjadi; tetapi mereka secara sempurna bebas dalam jalan yang jahat dari tindakan mereka, dan dianggap bertanggung jawab untuk kejahatan ini. Di sana tidak ada satu petunjukpun dalam Kitab Suci bahwa penulis-penulis yang diilhami sadar tentang suatu kontradiksi berhubungan dengan persoalan-persoalan ini. Mereka tidak pernah mengusahakan untuk mengharmoniskan kedua hal itu. Ini bisa dengan baik mengekang kita dari menganggap ada suatu kontradiksi di sini, bahkan jika kita tidak bisa mendamaikan kedua kebenaran itu.] - ‘Systematic Theology’, hal 106 (Libronix).

Herman Bavinck: “The fact that things and events, including the sinful thoughts and deeds of men, have been eternally known and fixed in that counsel of God does not rob them of their own character but rather establishes and guarantees them all, each in its own kind and nature and in its own context and circumstances. Included in that counsel of God are sin and punishment, but also freedom and responsibility, sense of duty and conscience, and law and justice. In that counsel of God everything that happens is in the very same context it is in when it becomes manifest before our eyes. The conditions are defined in it quite as well as the consequences, the means quite as much as the ends, the ways as the results, the prayers as the answers to prayer, the faith as the justification, sanctification, and glorification.” [= Fakta bahwa hal-hal dan peristiwa-peristiwa, termasuk pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan berdosa dari manusia, telah diketahui dan ditetapkan secara kekal dalam rencana Allah, tidak menghapuskan karakter mereka sendiri tetapi sebaliknya meneguhkannya dan menjamin semuanya, masing-masing dalam jenisnya dan sifatnya sendiri dan dalam kontex dan keadaannya sendiri. Termasuk dalam rencana Allah itu dosa dan penghukuman, tetapi juga kebebasan dan tanggung jawab, perasaan kewajiban dan hati nurani, dan hukum dan keadilan. Dalam rencana Allah itu segala sesuatu yang terjadi ada dalam kontex yang sama seperti pada waktu itu terwujud di depan mata kita. Dalam rencana Allah itu syarat ditetapkan sama seperti akibat / konsekwensi, caranya maupun tujuannya, jalannya maupun hasilnya, doanya maupun jawaban doanya, imannya maupun pembenaran, pengudusan dan pemuliaannya.] - ‘Our Reasonable Faith’, hal 163.

J. I. Packer: “God’s sovereignty and man’s responsibility are taught us side by side in the same Bible; sometimes, indeed, in the same text. Both are thus guaranteed to us by the same divine authority; both, therefore, are true. It follows that they must be held together, and not played off against each other. Man is a responsible moral agent, though he is also divinely controlled; man is divinely controlled, though he is also a responsible moral agent. God’s sovereignty is a reality, and man’s responsibility is a reality too.” [= Kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia diajarkan bersama-sama dalam Alkitab yang sama; kadang-kadang bahkan dalam text yang sama. Jadi keduanya dijamin / dipastikan bagi kita oleh otoritas ilahi yang sama; karena itu keduanya adalah benar. Sebagai akibatnya mereka harus dipegang bersama-sama, dan tidak diadu / dipertentangkan satu dengan yang lain. Manusia adalah agen moral yang bertanggung jawab, sekalipun ia juga dikontrol oleh Allah; manusia dikontrol oleh Allah, sekalipun ia juga adalah agen moral yang bertanggung jawab. Kedaulatan Allah adalah suatu realita, dan tanggung jawab manusia adalah suatu realita juga.] - ‘Evangelism & The Sovereignty of God’, hal 22-23.

William G. T. Shedd: “The first characteristic of the Confessional statement that we mention is, that it brings sin within the scope, and under the control of the Divine decree. Sin is one of the ‘whatsoevers’ that have ‘come to pass,’ all of which are ‘ordained.’ ... First, by the permissive decree, sin is brought within the Divine plan of the universe, and under the Divine control. Whatever is undecreed must be by hap-hazard and accident. If sin does not occur by the Divine purpose and permission, it occurs by chance. And if sin occurs by chance, the deity, as in the ancient pagan theologies, is limited and hampered by it. He is not ‘God over all.’ Dualism is introduced into the theory of the universe. Evil is an independent and uncontrollable principle. God governs only in part. Sin with all its effects is beyond his sway. ... If God could permissively decree the fall of Adam and his posterity without being the cause and author of it, he can also permissively decree the eternal death of an individual sinner without being the cause and author of it. ... He permitted the whole human species to fall in Adam in such a manner that they were responsible and guilty for the fall, and he permits an individual of the species to remain a sinner and to be lost by sin, in such a manner that the sinner is responsible and guilty for this.” [= Ciri pertama dari pernyataan Pengakuan Iman (Westminster) yang kami sebutkan adalah, bahwa itu membawa dosa ke dalam ruang lingkup, dan di bawah kontrol dari ketetapan Ilahi. Dosa adalah salah satu dari ‘apapun’ yang telah ‘terjadi’, yang semuanya ‘ditentukan’. ... Pertama, oleh ketetapan yang mengijinkan, dosa dibawa ke dalam rencana Ilahi dari alam semesta, dan di bawah kontrol Ilahi. Apapun yang tidak ditetapkan pasti ada karena kebetulan. Jika dosa tidak terjadi karena rencana dan ijin Ilahi, maka itu terjadi karena kebetulan. Dan jika dosa terjadi karena kebetulan, keilahian / Allah, seperti dalam teologi kafir kuno, dibatasi dan dirintangi olehnya. Ia bukanlah ‘Allah atas segala sesuatu’. Dualisme dimasukkan ke dalam teori alam semesta. Kejahatan merupakan suatu elemen hakiki yang bebas / tak tergantung dan tak terkontrol. Allah memerintah hanya sebagian. Dosa dengan semua akibatnya ada di luar kekuasaanNya. ... Jika Allah bisa menetapkan secara mengijinkan kejatuhan Adam dan keturunannya tanpa menjadi penyebab dan penciptanya, Ia juga bisa menetapkan secara mengijinkan kematian kekal dari seorang berdosa individuil tanpa menjadi penyebab dan penciptanya. ... Ia mengijinkan seluruh umat manusia untuk jatuh di dalam Adam dengan suatu cara sedemikian rupa sehingga mereka bertanggung jawab dan bersalah untuk kejatuhan itu, dan Ia mengijinkan seorang individu dari umat manusia untuk tetap menjadi seorang berdosa dan untuk terhilang oleh / karena dosa, dengan suatu cara sedemikian rupa sehingga orang berdosa itu bertanggung jawab dan bersalah untuk hal ini.] - ‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 31,36,37.

Herman Hoeksema: “For this reason we may never separate the fall from the providential government of God. Not only must we never hesitate to say that the fall of man took place according to the determinate counsel of the Most High, in order to serve Him as a means to an end; but we must also understand that it occurred entirely by His own providential power and government. ... This does not mean that we chime in with the morbid exclamation: ‘O blessed fall into sin!’ For the fall itself is not blessed, but is our great guilt.” [= Karena alasan ini kita tidak pernah boleh memisahkan kejatuhan dari pemerintahan yang bersifat providensia dari Allah. Bukan hanya kita tidak pernah boleh ragu-ragu untuk berkata bahwa kejatuhan manusia terjadi sesuai dengan Rencana yang tertentu dari Yang Maha Tinggi, supaya melayani Dia sebagai suatu cara / jalan kepada suatu tujuan; tetapi kita juga harus mengerti bahwa itu terjadi sepenuhnya oleh kuasa dan pemerintahan ProvidensiaNya sendiri. ... Ini tidak berarti bahwa kita setuju dengan teriakan yang tidak sehat / mengerikan: ‘Oh diberkatilah kejatuhan ke dalam dosa!’. Karena kejatuhan itu sendiri tidak diberkati, tetapi merupakan kesalahan besar kita.] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 240.

R. L. Dabney: “both Scripture and consciousness tell us, that in using man’s acts as means, God’s infinite skill does it always without marring his freedom in the least. But it is objected, second, that if there were an absolute decree, man could not be free; and so, could not be responsible. But consciousness and God’s word assure us we are free. I reply, the facts cannot be incompatible because Scripture most undoubtedly asserts both, and both together. See Is. 10:5-15; Acts 2:23. Second, feeble man procures free acts from his fellow-man, by availing himself of the power of circumstances as inducements to his known dispositions, and yet he regards the agent as free and responsible, and the agent so regards himself. If man can do this sometimes, why may not an infinite God do it all the time? Third, If there is anything about absolute decrees to impinge upon man’s freedom of choice, it must be in their mode of execution, for God’s merely having such a purpose in His secret breast could affect man in no way. But Scripture and consciousness assure us that God executes this purpose as to man’s acts, not against, but through and with man’s own free will.” [= baik Kitab Suci maupun kesadaran memberitahu kita, bahwa dalam menggunakan tindakan-tindakan manusia sebagai cara / jalan, keahlian yang tak terbatas dari Allah melakukan itu selalu tanpa merusak kebebasannya sedikitpun. Tetapi diajukan keberatan, yang kedua, bahwa seandainya di sana ada ketetapan yang mutlak, manusia tidak bisa bebas; dan jika demikian, tidak bisa bertanggung-jawab. Tetapi kesadaran dan firman Allah meyakinkan kita bahwa kita bebas. Saya menjawab, fakta-fakta itu tidak bisa tidak cocok karena Kitab Suci dengan sangat tidak meragukan menegaskan keduanya, dan keduanya bersama-sama. Lihat Yes 10:5-15; Kisah Para Rasul 2:23. Kedua, manusia yang lemah mendapatkan / menghasilkan tindakan-tindakan bebas dari sesama manusianya, dengan menggunakan kuasa dari keadaan-keadaan sebagai bimbingan / pengaruh / dorongan pada kecondongannya yang diketahui, tetapi ia menganggap agen itu sebagai bebas dan bertanggung-jawab, dan agen itu menganggap dirinya sendiri demikian. Jika manusia bisa kadang-kadang melakukan hal ini, mengapa Allah yang tak terbatas tidak bisa melakukan ini pada setiap saat? Ketiga, Jika di sana ada apapun tentang ketetapan-ketetapan yang mutlak yang menabrak / melanggar kebebasan pemilihan manusia, itu haruslah dalam cara pelaksanaan, karena dengan Allah hanya mempunyai rencana seperti itu dalam dada rahasiaNya, tidak bisa mempengaruhi manusia dengan cara apapun. Tetapi Kitab Suci dan kesadaran meyakinkan kita bahwa Allah melaksanakan rencana berkenaan dengan tindakan-tindakan manusia ini, bukan menentang, tetapi melalui dan bersama kebebasan kehendak manusia sendiri.] - ‘Lectures In Systematic Theology’, hal 222-223. 

Charles Hodge: “God can control the free acts of rational creatures without destroying either their liberty or their responsibility.” [= Allah bisa mengontrol tindakan-tindakan bebas dari makhluk-makhluk rasionil tanpa menghancurkan kebebasan ataupun tanggung jawab mereka.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 332.

Saya berpendapat bahwa bagian yang harus diperhatikan dalam kata-kata Charles Hodge ini adalah ‘God can’ [= Allah bisa].

Kalau saya membuat sebuah film, maka saya akan menyusun naskah, dimana setiap pemain sudah ditentukan harus bertindak apa atau berkata apa. Tetapi sedikit atau banyak selalu ada kebebasan bagi para pemain. Kalau saya tidak memberikan kebebasan sama sekali, maka para pemain itu akan menjadi robot, yang tidak lagi mempunyai kebebasan apapun.

Tetapi Allah berbeda dengan saya atau dengan manusia lain. Allah bisa menentukan dan mengontrol segala sesuatu sampai detail-detail yang sekecil-kecilnya, tanpa menghancurkan kebebasan manusia! Bagaimana Ia bisa melakukan hal itu, merupakan suatu mystery bagi kita, tetapi yang jelas Kitab Suci menunjukkan bahwa Allah memang menentukan dan menguasai segala sesuatu, tetapi manusia tetap mempunyai kebebasan dan tanggung jawab.

3. Jika / andaikata penentuan lebih dulu dari Allah itu bertentangan dengan kebebasan manusia, maka perlu saudara ketahui bahwa pengetahuan lebih dulu dari Allah, yang jelas harus dipercaya oleh semua orang kristen, juga bertentangan dengan kebebasan manusia. Bukankah kalau Allah tahu bahwa hari ini saudara akan berbuat ini atau itu, maka hal itu pasti terjadi? Lalu dimana kebebasan saudara?

Loraine Boettner: “The Arminian objection against foreordination bears with equal force against the foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the case, be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is inconsistent with the free agency of man, the other is also. Foreordination renders the events certain, while foreknowledge presupposes that they are certain.” [= Keberatan Arminian terhadap penentuan lebih dulu mengandung / menghasilkan kekuatan yang sama terhadap / menentang pengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa yang Allah ketahui lebih dulu pastilah sama tertentunya dan pastinya seperti apa yang ditentukan lebih dulu; dan jika yang satu tidak konsisten dengan kebebasan manusia, yang lain juga demikian. Penentuan lebih dulu membuat peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan pengetahuan lebih dulu mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.

Karena itu, kalau ada orang Arminian yang menggunakan hal ini untuk menyerang doktrin Reformed ini, maka serangannya ini bisa menjadi boomerang bagi doktrin mereka sendiri!

4. Kebebasan manusia juga ditentukan oleh Allah.

Pada waktu Allah menentukan terjadinya tindakan tertentu dari seorang manusia, maka perlu saudara ingat bahwa Allah menentukan segala-galanya, dan itu berarti bahwa Allah juga menentukan bahwa orang itu akan melakukan tindakan itu secara bebas.

Saya ingin memberikan sebuah illustrasi sebagai berikut: misalnya ada suatu pertandingan sepakbola yang disiarkan di TV, dan saya lalu merekam pertandingan itu menggunakan video. Proses perekaman ini saya analogikan dengan penentuan Allah. Sekarang video itu saya putar dan saya tunjukkan kepada banyak orang. Apa yang akan terlihat semuanya sudah tertentu, yaitu persis seperti isi video itu. Tetapi semua orang yang menonton video itu tidak melihat bahwa para pemain sepak bola itu kehilangan kebebasannya. Mereka tetap bermain dan menendang bola dengan kemauannya sendiri. Mengapa? Karena kebebasan mereka juga ikut ditentukan dalam video itu.

c) Tetap adanya kebebasan manusia ini menyebabkan manusia tetap bertanggung jawab / dipersalahkan pada waktu ia berbuat dosa.

Mengomentari Lukas 22:22 Spurgeon berkata: “The decree of God does not lessen the responsibility of man for his action. Even though it is predetermined of God, the man does it of his own free will, and on him falls the full guilt of it.” [= Ketetapan Allah tidak mengurangi tanggung jawab manusia untuk tindakannya. Sekalipun hal itu sudah ditentukan lebih dulu oleh Allah, manusia melakukannya dengan kehendak bebasnya sendiri, dan pada dialah jatuh kesalahan sepenuhnya.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 18.

John Calvin: “For even though by God’s eternal providence man has been created to undergo that calamity to which he is subject, it still takes its occasion from man himself, not from God, since the only reason for his ruin is that he has degenerated from God’s pure creation into vicious and impure perversity.” [= Karena sekalipun oleh Providensia kekal dari Allah manusia telah diciptakan untuk mengalami bencana itu pada mana ia tunduk / dibuat untuk mengalami, itu tetap mendapat kejadiannya dari manusia itu sendiri, bukan dari Allah, karena satu-satunya alasan untuk kehancurannya adalah bahwa ia telah merosot dari ciptaan murni Allah ke dalam keadaan bejat yang jahat dan tidak murni.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 9.

d) Tetap adanya kebebasan dan tanggung jawab manusia ini, menyebabkan dalam theologia Reformed manusia tetap berbeda dengan robot / wayang. Ini juga menyebabkan Calvinisme / Reformed berbeda dengan Fatalisme maupun dengan Hyper-Calvinisme, yang karena percaya bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu, lalu hidup secara apatis / acuh tak acuh dan secara tak bertanggung jawab! Hendaknya ini diperhatikan oleh orang-orang yang menuduh / memfitnah ajaran saya tentang Providence of God ini sebagai Hyper-Calvinisme!

Karena banyaknya orang tolol yang menganggap bahwa asal seseorang percaya bahwa Allah menentukan segala sesuatu termasuk dosa, maka orang itu adalah seorang Hyper-Calvinist, maka saudara perlu tahu / mengerti, apakah Hyper-Calvinisme itu. Untuk bisa mengerti apa Hyper-Calvinisme itu, di sini saya memberikan sebuah kutipan, yang menjelaskan Hyper-Calvinisme tersebut.

Edwin H. Palmer: “Hyper-Calvinism. Diametrically opposite to the Arminian is the hyper-Calvinist. He looks at both sets of facts - the sovereignty of God and the freedom of man - and, like the Arminian, says he cannot reconcile the two apparently contradictory forces. Like the Arminian, he solves the problem in a rationalistic way by denying one side of the problem. Whereas the Arminian denies the sovereignty of God, the hyper-Calvinist denies the responsibility of man. He sees the clear Biblical statements concerning God’s foreordination and holds firmly to that. But being logically unable to reconcile it with man’s responsibility, he denies the latter. Thus the Arminian and the hyper-Calvinist, although poles apart, are really very close together in their rationalism.” [= Hyper-Calvinisme. Bertentangan frontal dengan orang Arminian adalah orang yang hyper-Calvinist. Ia melihat pada kedua fakta - kedaulatan Allah dan kebebasan manusia - dan, seperti orang Arminian, ia mengatakan bahwa ia tidak dapat mendamaikan kedua kekuatan yang tampaknya bertentangan itu. Seperti orang Arminian, ia memecahkan problem itu dengan cara yang logis dengan menyangkal satu sisi dari problem itu. Sementara orang Arminian menyangkal kedaulatan Allah, maka penganut Hyper-Calvinisme meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan lebih dulu dari Allah dan memegang hal itu dengan teguh. Tetapi karena tidak mampu mendamaikannya secara logis dengan tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang hyper-Calvinist, sekalipun merupakan kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya sangat dekat dalam cara berpikirnya.] - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 84.

Sebaliknya, Calvin maupun para Calvinist / orang Reformed yang sejati, mempunyai cara pikir yang berbeda. Sekalipun Calvin / Calvinist / orang Reformed juga melihat kedua fakta itu kelihatannya bertentangan, tetapi karena keduanya secara jelas diajarkan dalam Alkitab, maka Calvin / Calvinist / orang Reformed menerima keduanya.

E. J. Young (tentang Yesaya 45:7): “The Bible teaches that there is a decretum absolutum, that God has foreordained whatsoever comes to pass. Likewise, the Bible also teaches the responsibility of the creature. Both are scriptural truths and both are to be accepted. To stress the first aspect of the truth at the expense of the second is to fall into the error of fatalism or hyper-Calvinism. To stress the second at the expense of the first is to fall into the error of Arminianism. There is a third position, namely to accept both aspects even though one cannot harmonize nor reconcile them. They can, however, be reconciled by God. Hence, even though we say that God has foreordained whatsoever comes to pass, we are not thereby denying the responsibility of the creature.” [= Alkitab mengajarkan bahwa di sana ada suatu decretum absolutum {= ketetapan mutlak}, bahwa Allah telah menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi. Dengan cara yang sama, Alkitab juga mengajarkan tanggung jawab dari makhluk ciptaan. Keduanya adalah kebenaran-kebenaran Alkitabiah dan keduanya harus diterima. Menekankan aspek yang pertama dari kebenaran dengan mengorbankan yang kedua berarti jatuh dalam kesalahan dari fatalisme atau hyper-Calvinisme. Menekankan yang kedua dengan mengorbankan yang pertama berarti jatuh ke dalam kesalahan dari Arminianisme. Di sana ada posisi yang ketiga, yaitu menerima kedua aspek sekalipun seseorang tidak bisa mengharmoniskan ataupun memperdamaikan mereka. Tetapi mereka bisa diperdamaikan oleh Allah. Jadi, sekalipun kami berkata bahwa Allah telah menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi, hal itu tidak menyebabkan kita menyangkal tanggung jawab dari makhluk ciptaan.].

Saya sendiri, sekalipun menekankan penetapan Allah, tetapi saya juga sangat menekankan tanggung jawab manusia (lihat pelajaran V). Karena itu adalah omong kosong / fitnah kalau dikatakan bahwa ajaran saya adalah Hyper-Calvinisme. Kalau saya adalah seorang Hyper Calvinist, maka pastilah Calvin sendiri juga adalah seorang Hyper Calvinist, demikian juga dengan para ahli theologia Reformed yang lain, karena ajaran ini saya dapatkan dari mereka.

Sebagai suatu catatan tambahan, saya percaya bahwa seorang Hyper-Calvinist yang sejati dan konsisten, tidak mungkin bisa hidup. Karena kalau dia sakit, dia tidak akan mencari dokter ataupun obat. Kalau dia menyeberang jalan atau mengemudikan mobil / motor, dia akan melakukannya sambil menutup matanya. Dia bahkan tak akan merasa perlu untuk makan dan minum. Semua ini terjadi karena ia hanya mempercayai penentuan oleh Allah, dan ia menyangkal tanggung jawab manusia. Jadi Hyper-Calvinisme itu sebetulnya hanya ada dalam teori, dan tidak ada dalam faktanya (atau kalau ada, ia pasti tidak konsisten).

Tetapi kalau Hyper-Calvinist yang konsisten dalam faktanya tidak ada, maka sangat berbeda dengan Arminian. Orang-orang Arminian jelas ada dan sangat banyak (sekalipun sebagian dari mereka tidak menyadari, atau tidak mengakui, kalau mereka adalah orang Arminian!).

C) Problem Kej 45:8.

Ada satu ayat dalam Kitab Suci yang kalau disalah-mengerti bisa menimbulkan kesan bahwa karena Allah telah menentukan dan mengatur segala sesuatu, maka manusia tidak bertanggung jawab. Ayat itu adalah Kej 45:8.

Kej 45:7-8 - “(7) Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. (8) Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir.”.

Dalam Kejadian 45:8 itu, waktu Yusuf menghibur saudara-saudaranya yang ketakutan, ia berkata: “Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah”. Kata-kata ‘bukanlah kamu’ dalam Kej 45:8 ini diucapkan Yusuf untuk menghibur saudara-saudaranya, tetapi ini tetap adalah salah dan merupakan suatu dusta, karena:

1. Sekalipun memang Allahlah yang menetapkan peristiwa penjualan Yusuf itu, sehingga Ia adalah The First Cause [= Penyebab Pertama] dari peristiwa ini, tetapi saudara-saudara Yusuflah yang melaksanakan penjualan itu, sehingga Yusuf seharusnya tidak boleh berkata ‘bukanlah kamu’.

2. Kata-kata ini menunjukkan bahwa saudara-saudaranya tidak bertanggung-jawab atas dosa yang mereka lakukan itu, dan ini jelas salah.

Calvin (tentang Kej 45:8): “Let us now examine the words of Joseph. For the consolation of his brethren he seems to draw the veil of oblivion over their fault. But we know that men are not exempt from guilt, although God may, beyond expectation, bring what they wickedly attempt, to a good and happy issue.” [= Sekarang marilah kita memeriksa kata-kata Yusuf. Untuk penghiburan terhadap saudara-saudaranya kelihatannya ia menggunakan kerudung pengabaian terhadap kesalahan mereka. Tetapi kita tahu bahwa manusia tidak bebas dari kesalahan, sekalipun Allah bisa, di luar / melampaui pengharapan, membawa apa yang mereka usahakan secara jahat, pada suatu hasil yang baik dan membahagiakan.].

Tetapi belakangan, dalam Kej 50:20, Yusuf berkata dengan lebih terus terang / jujur.

Kej 50:20 - “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.”.

Kata-kata ‘memang kamu’ dalam Kejadian 50:20 ini kontras / bertentangan dengan kata-kata ‘bukanlah kamu’ dalam Kejadian 45:8, dan menunjukkan bahwa saudara-saudaranya memang melakukan kejahatan itu dan tetap bertanggung jawab atas apa yang telah mereka lakukan.

Calvin (tentang Kejadian 50:20): “we must notice this difference in his language: for whereas, in the former passage, Joseph, desiring to soothe the grief, and to alleviate the fear of his brethren, would cover their wickedness by every means which ingenuity could suggest; he now corrects them a little more openly and freely;” [= kita harus memperhatikan perbedaan dalam bahasa / kata-kata ini: karena sementara, dalam text yang terdahulu, Yusuf, karena menginginkan untuk menenangkan / meringankan kesedihan, dan untuk mengurangi rasa takut dari saudara-saudaranya, menutupi kejahatan mereka dengan setiap cara yang bisa diusulkan oleh kepandaian; sekarang ia mengkoreksi mereka dengan sedikit lebih terbuka dan lebih bebas;].

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-o0o-
Next Post Previous Post