KEKUDUSAN TUHAN DAN KEKRISTENAN MASA KINI (YESAYA 6:3)
Bob Deffinbaugh.
Yesaya 6:3. Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!"
Pentingnya  Kekudusan Tuhan
Ketika kita mendekati subyek kekudusan Tuhan, mari kita  memperhatikan pentingnya  atribut Tuhan ini. R.C Sproul membuat  pengamatan yang mendalam ini berdasarkan Yesaya 6:3 [Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!"]
“Alkitab berkata bahwa Tuhan adalah kudus, kudus, kudus. Bukan  bahwa Dia semata kudus, atau bahkan kudus, kudus. Dia Kudus, kudus, kudus. Alkitab tidak pernah berkata bahwa Tuhan adalah kasih, kasih, kasih, atau murah hati, murah hati, atau murka, murka, murka, atau adil, adil, adil. Dikatakan bahwa  Dia kudus,kudus,kudus, seluruh bumi penuh dengan kemuliaan-Nya.-- R. C. Sproul, The Holiness of God (Wheaton, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc., 1985), p. 40.”
Kekudusan Didefinisikan
Istilah “kudus” kerap dimengerti dalam penggunaan masa kini/kontemporer ketimbang dimengerti dalam makna sejatinya dalam kitab suci. Untuk alas an inilah, studi kita harus dimulai dengan meninjau beberapa dimensi berbagai definisi kekudusan .
(1) Menjadi Kudus berarti menjadi berbeda, terpisah, dalam sebuah kelas tersendiri. Seperti yang dinyatakan Sproul :
Makna utama kudus adalah “terpisah.” Kata ini berasal dari kata kuno yang berarti “memotong,” atau “memisahkan.” Berangkali bahkan  akan lebih tepat difrasakan “ sebuah  potongan yang melampaui sesuatu.” Ketika kita mendapatkan sebuah kain atau barang lainnya yang luar biasa, yang memiliki  kesempurnaan yang luar biasa, kita menggunakan ungkapan  “a cut above the rest.”- R. C. Sproul, The Holiness of God (Wheaton, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc., 1985), p. 54.
Ini berarti bahwa orang yang kudus adalah kudus secara unik, tanpa dapat disaingi atau dikejar.
“Ketika  Alkitab menyebut Tuhan kudus, ini  terutama berarti bahwa Tuhan terpisah secara transcendental. Dia begitu jauh di atas dan melampaui kita sehingga  Dia terlihat   hampir sepenuhnya asing bagi kita. Menjadi kudus adalah menjadi  “lain,” menjadi berbeda dalam sebuah cara yang special. Makna dasar yang sama digunakan ketika kata kudus diterapkan untuk hal-hal duniawi.”-- R. C. Sproul, The Holiness of God (Wheaton, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc., 1985), p. 55
Kitab suci menyatakan  dalam  cara ini :
Keluaran 15:11
Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban?
1 Samuel 2:2
Tidak ada yang kudus seperti TUHAN, sebab tidak ada yang lain kecuali Engkau dan tidak ada gunung batu seperti Allah kita.
Mazmur 86 :8-10
(8) Tidak ada seperti Engkau di antara para allah, ya Tuhan, dan tidak ada seperti apa yang Kaubuat (9) Segala bangsa yang Kaujadikan akan datang sujud menyembah di hadapan-Mu, ya Tuhan, dan akan memuliakan nama-Mu. (10) Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah. [lihat juga Mazmur 99:1-3; Yesaya 4):25; 57:15]
(2) Menjadi  suci  berarti menjadi kudus secara moral.
Ketika benda-benda dibuat menjadi kudus, ketika dinyatakan sebagai  suci, maka benda-benda itu dipisahkan untuk hal suci. Mereka  akan digunakan dalam sebuah cara yang suci.  Benda-benda ini merefleksikan kesucian serta juga keterpisahan yang gamblang . Kesucian tidak dikecualikan dari ide kudus; kesucian  terkandung  dalam kekudusan. Tetapi poin yang harus kita ingat : bahwa ide kudus tidak pernah usang oleh pemikiran tentang   kesucian. Kekudusan mencakup kesucian tetapi jauh lebih besar daripada itu. Kudus adalah  kesucian dan transenden. Kudus adalah sebuah kesucian yang transenden.-- R. C. Sproul, The Holiness of God (Wheaton, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc., 1985), p. 57.
Mazmur 24:3-5
“Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?"
Yesaya 6:3-5
(3) Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!" (4) Maka bergoyanglah alas ambang pintu disebabkan suara orang yang berseru itu dan rumah itupun penuhlah dengan asap. (5) Lalu kataku: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam."
Habakuk 1:13a
Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman
(3) Sebab Tuhan menjadi kudus karena Dia  kudus dalam hubungan terhadap setiap aspek natur dan karakter-Nya
Ketika kita menggunakan kata kudus untuk menggambarkan Tuhan, kita menghadapi masalah lain. Kita kerap menggambarkan Tuhan dengan  mengkompilasi atau menyusun  sebuah daftar kualitas-kualitas atau karakteristik-karakteristik yang kita sebut  atribut-atribut. Kita mengatakan bahwa Tuhan adalah roh, sehingga Dia mengetahui setiap hal, bahwa  Dia  itu kasih, adil, penuh belas kasih, murah hati, dan seterusnya. Kecenderungannya adalah  untuk menambahkan ide  kudus kedalam daftar panjang atribut-atribut sebagai sebuah atribut diantara banyak atribut lainnya. Tetapi ketika kata kudus diterapkan pada Tuhan, kata itu tidak menandakan  sebuah atribut tunggal. Sebaliknya ,  Tuhan disebut kudus dalam sebuah pengertian umum. Kata kudus digunakan sebagai sinonim bagi ketuhanan-Nya. Oleh sebab itu, kata kudus  memanggil semua  akan siapakah Tuhan.  Kata ini mengingatkan kita bahwa  kasih-Nya, keadilan-Nya, belas kasih-Nya adalah belas kasih yang kudus, pengetahuan-Nya adalah pengetahuan yang kudus, roh-Nya adalah roh Kudus.-- R. C. Sproul, The Holiness of God (Wheaton, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc., 1985), p. 57
Seberapa Pentingkah Kekudusan?
Kekudusan Tuhan tidak sekedar sebuah subyek teologia yang cocok bagi  para akademisi yang tertarik dan memiliki ketekunan  untuk mempelajarinya. Sangat benar bahwa kekudusan Tuhan adalah sebuah persoalan yang teramat penting bagi setiap jiwa yang hidup. Orang Kristen, khsususnya, sangat peduli dengan kekudusan Tuhan. Sejumlah insiden dalam Perjanjian Lama memperlihatkan pentingnya kekudusan bagi orang percaya. Contoh-contoh ini   merupakan sejumlah kisah dalam  kitab suci yang berkaitan dengan kekudusan Tuhan dan dampaknya terhadap orang-orang percaya.
Kekudusan Tuhan dan  Kekristenan Masa Kini 
Kekudusan Tuhan  bukan sekedar sebuah doktrin dimana kita memberikan  persetujuan. Sebaliknya, doktrin kekudusan Tuhan sepatutnyalah memandu dan  memerintah kehidupan kita.
(1) Kekudusan Tuhan  sepatutnya memandu dan mengatur pemikiran kita   pada “penerimaan Tuhan.” 
Saya kerap mendengar orang-orang Kristen menggunakan ungkapan “ penerimaan tak bersyarat.” Nampaknya istilah ini pertama-tama dikenakan pada Tuhan dan kemudian pada orang-orang percaya. “ Tuhan menerima kita tanpa syarat,” mereka beralasan,” dan demikian juga harus menerima orang lain tanpa syarat.” Kesulitan saya adalah, bahwa ungkapan  ini bukanlah sebuah ekspresi yang berakar pada Alkitab. Bahkan, berangkali lebih buruk, ekspresi semacam itu tidak terlihat sebagai sebuah konsep yang berlandankan pada Alkitab. Tuhan  tidak  “menerima kita  terlepas dari” apa yang kita lakukan. Perhatikan bangsa Israel. Karena dosanya yang berlangsung terus-menerus, Tuhan berkata mereka bukan lagi umat-Nya ( lihat Hosea 1). Tuhan tidak menerima Kain atau persembahannya (Kejadian 4:5). Tuhan menerima kita hanya melalui  darah Yesus Kristus yang  tercurah  sehingga dengan demikian orang-orang Kristen tidak diterima tanpa syarat, terlepas dari perbuatan-perbuatan dan perilaku-perilaku mereka. Kekudusan Tuhan menunjukan Tuhan tidak menerima apa yang tidak kudus. Pada kenyataannya,  semua yang Tuhan terima dari kita adalah apa yang Dia hasilkan didalam dan melalui diri kita.  Berbicara mengenai penerimaan tanpa syarat secara gampangan  terlihat mendorong kehidupan yang ceroboh dan  dalam ketidakpatuhan.
Gereja tidak dapat “menerima” mereka yang mengaku menjadi orang-orang Kristen tetapi mereka hidup seperti penyembah berhala  ( 1 Korintus 5:1-13). Kita harus disiplin dan menyingkirkan mereka yang menolak untuk hidup seperti orang-orang Kristen. Gereja harus menjadi kudus, dan ini berarti membuang “ragi” dari tengah-tengah gereja.    Mari pertimbangkan, bagi mereka yang menekankan penerimaan tanpa syarat untuk memperhatikan dengan seksama kata-kata ini :
Wahyu 3:14-16
(14) "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah: (15) Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! (16) Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.
(2) Doktrin kekudusan Tuhan harus dipertimbangkan ketika kita berbicara tentang akuntabilitas ( pertanggungjawaban atas apa yang diperbuat dan diucapkan terhadap publik/jemaat) 
Konsep “akuntabilitas”  yang ada, dalam pandangan saya, diimpor dari dunia sekuler. Saya tidak sepenuhnya menentang akuntabilitas , kecuali gereja tersebut terkadang bicara lebih banyak  mengenai akuntabilitas terhadap manusia dari pada akuntabilitas terhadap Tuhan. Mari janganlah  kita  melupakan kepada siapa kita harus memberikan pertanggungan jawab :
Matius 12:36
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.
Ibrani 13:17
Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu. Lihat juga 1 Korintus 3:10-15 
Roma 14:12
Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah
1 Petrus 4:4-5
(4) Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu (5) Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
(3) Kekudusan Tuhan  semestinya  mengendalikan pemikiran kita mengenai  harga diri 
Saya tersentak oleh pernyataan ini yang dibuat oleh seorang psikolog  di permulaan abad ini yang sangat berbeda dari apa yang selama ini diberitahukan kepada kita :
“Penghormatan ini telah didefinisikan secara signifikan oleh  psikolog bernama William McDougall sebagai “ emosi  relegius  yang  par excellence ( sungguh baik malampaui semuanya);    beberapa saja  manusia biasa dengan kekuatan-kekuatannya  yang mampu   menikmati   penghormatan, ini perpaduan  takjub, takut,   ungkapan syukur, dan perasaan pada  diri sendiri yang  negatif  .”--- William McDougall, An Introduction to Social Psychology (New York: Methuen, 1908), p. 132, cited by Kenneth Prior, The Way of Holiness (Downers Grove: Inter-Varsity Press, rev. ed., 1982), p. 20.
Mengapa kita berbicara ( pada puncaknya)  tentang  menemukan  harga diri kita didalam Kristus  ketika  Yesaya berjumpa dengan kekudusan Tuhan yang menyebabkan dia berkata,
Yesaya 6:5
Lalu kataku: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam."? 
Saya takut seluruh orientasi kita salah, dan kita datang kepada Kristus untuk merasa lebih baik mengenai diri kita sendiri ketimbang merasa   jatuh tersungkur dihadapan Dia dalam kerendahan hati dan terpesona pada kekudusan-Nya.   Hati kita semua seharusnya dipenuhi dengan  rasa syukur dan pujian untuk anugerah yang telah Dia berikan kepada kita. Itu adalah  orang yang  menganggap dirinya memiliki kebenaran diri sendiri dihadapan Tuhan, percaya diri akan  siapa diri mereka, bukan orang-orang  benar yang  percaya diri didalam    siapakah Dia ( Lukas 9-14). 
“Oleh karena itu  takut dan takjub yang secara sama dikaitkan Kitab suci, orang-orang kudus dilanda dan diliputi dengan perasaan-perasaan tersebut manakala mereka memandang  kekudusan Tuhan…Orang-orang tidak pernah terjamah dan terkesan dalam  cara yang seharusnya yaitu dengan  dengan sebuah keyakinan  akan  ketakberartian mereka, hingga mereka mengenali perbedaan menyolok pada  diri mereka dengan kemuliaan Tuhan.”--- John Calvin, sebagaimana dikutip oleh  R. C. Sproul, The Holiness of God,  hal. 68.
(4)Kekudusan Tuhan Semestinya memperingatkan kita akan apa yang kita terima dan praktekan dari  gerakan “pertumbuhan gereja” masa kini. 
Gerakan pertumbuhan gereja masa kini  mendapatkan pujian dalam beberapa hal. Namun, sepertinya, dalam upayanya untuk menginjili “para pencari” dengan menjadi “ pencari yang bersahabat.” Upaya ini gagal untuk menekankan kekudusan Tuhan secara  cukup serius. Saya akan menyebutkan sejumlah hal yang menjadi kepedulian saya. Bagaimana bias sebuah gereja   mengarahkan pehatian pelayanannya (Minggu pagi) pada penginjilan ketika pokok-pokok pelayanan  gereja  terarah pada  hal-hal lain, sebagaimana yang digambarkan pada Kisah Para Rasul 2:42 ( dimana pokok-pokok pelayanan gereja : pengajaran  para rasul, bersekutu, memecah  roti, dan berdoa)? Menerapkannya  lain dengan yang diajarkan Alkitabm bagaimana bisa gereja berfokus pada penginjilan didalam pertemuannya ketika pokok-pokok  fungsi yang  ada menjadi penyembahan dan  perbaikan pikiran dan karakter? Lebih jauh lagi, bagaimana dapat  seorang mengundang orang yang belum percaya untuk berpartisipasi dalam sebuah ibadah sebagai seorang yang tidak percaya? Alkitab mengajarkan  tida ada “para pencari” semacam ini ( Roma 3:10-12). Mereka yang akan diselamatkan adalah mereka  yang  telah dipilih, yang hatinya akan dihidupkan Roh Kudus ,yang pikirannya akan dicerahkan Roh Kudus. Mereka yang mati didalam dosa-dosa mereka, Dia buat menjadi hidup ( Efesus 2:1-7).
Tak seorangpun yang telah Tuhan pilih dan yang didalamnya  Roh Kudus bekerja dapat gagal  untuk datang kepada Tuhan, jadi apa perlunya menjadi begitu bersemangat merayu orang-orang yang belum percaya untuk datang ke gereja? Mereka yang  baru saja diselamatkan bergabung dengan gereja dalam kitab Kisah Para Rasul, dan mereka yang tidak diselamatkan menjaga jarak dari  gereja. Dengan semua penekanan pada pertumbuhan gereja,  terlihat hanya ada sedikit perhatian yang diberikan kepada pengurangan jemaat melalui disiplin dan  ketaatan yang kecil untuk memproklamasikn dan mempraktekan kekudusan Tuhan. Ketika Tuhan menimpakan kematian kepada Ananias dan Safira, orang-orang  yang tidak percaya tidak berbondong-bondong ke gereja, tetapi  semua menjadi takut akan Tuhan dan inilah yang benar. Jika takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat, mak kekudusan Tuhan tidak boleh diabaikan. Kekudusan Tuhan akan menyingkirkan beberapa orang, tetapi akan mendorong yang dipilih menuju salib. 
Kala saya mempelajari Yesaya 6 dan  2 Korintus 2-7 diantara teks-teks lainnya, saya mendapatkan Yesaya dan Paulus, keduanya memiliki  kesadaran yang  mendalam   terhadap kekudusan Tuhan. Pengetahuan  ini menyebabkan mereka menjadi orang-orang  yang  ada untuk menyenangkan Tuhan ketimbang menjadi penyenang-penyenang manusia ( lihat  Galatia 1:10). Paulus tidak akan melunakan atau mengurangi bobot asli pemberitaannya atau menerapkan metoda-metoda yang tak sepatutnya  terhadap injil dan  tidak  hormat terkait dengan kekudusan Tuhan. Orang-orang pilihan Tuhan dan diselamatkan oleh  Tuhan tidak  memerlukan  penyelamatan dengan metoda-metoda pemasaran. Gereja yang memiliki  pengertian kekudusan Tuhan akan memproklamasikan, menjalankan dan menjaga  sebuah injil yang murni. 
(5) Sebuah Pengertian kekudusan Tuhan semestinya mengubah  sikap dan  cara melakukan ibadah 
Dalam Perjanjian Lama, ibadah  sangat diatur. Dalam Perjanjian Baru, kebebasan yang  lebih besar  nampaknya diberikan  dalam melakukan ibadah. Keimamatan terbatas dalam Perjanjian Lama telah menjadi keimamatan semua orang percaya dalam  Perjanjian Baru. Tetapi Kisah Para Rasul 5 dan 1 Korintus 5 dan 11  secara tegas  memperingatkan kita tentang ibadah yang gagal untuk membawa kekudusan Tuhan secara cukup serius. Sikap tidak hormat merupakan tindakan tidak pantas yang sangat serius, sebagaimana kita lihat baik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dan ibadah adalah  satu area dimana  sikap tidak hormat adalah sebuah  hal yang selalu menjadi perhatian. Saya merasa tertekan oleh mereka yang dalam  antusiasme dan kegairahan dalam ibadah mereka, melanggar secara nyata-nyata  instruksi-instruksi terhadap gereja terkait ibadah. Satu kaus dalam sorotan adalah pengajaran biblical pada peran waninta yang dapat berperan didalam pertemuan gereja. Juga , Uza  yang terlihat  memiliki ketulusan dan  bersemangat sekali dalam perannya untuk membawa pulang tabut Tuhan ke Yerusalem, namun Tuhan menimpakan kematian padanya karena sikap tidak hormat. Musa telah ditahan untuk memasuki tanah yang dijanjikan karena sikap tidak hormatnay dan kegagalannya untuk mematuhi Tuhan  tepat sebagaimana yang telah diinstruksikan. Ini membawa kita kepada pengamatan berikutnya. 
Mazmur 96 :9
Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan, gemetarlah di hadapan-Nya, hai segenap bumi! 
(6) Respon yang   sepatutnya terhadap kekudusan Tuhan adalah  takut (hormat), dan hasil dari takut itu adalah kepatuhan 
Saat saya mengamati  nas-nas  yang berbicara  mengenai kekudusan Tuhan dan  takut akan Tuhan maka nas-nas firman Tuhan itu pasti   menghasilkannya  dalam hati semua orang, saya menemukan sebuah keterkaitan yang amat kuat antara takut (atau hormat) dan kepatuhan. Sebagai contoh, isteri  harus menghormati ( maksudnya takut)  suaminya dalam Efesus 5:33. Penundukan  isteri  terhadap suaminya paling sering diungkapkan oleh kepatuhannya terhadap suaminya ( lihat 1 Petrus 3:5-6). Takut atau hormat membawa kepada kepatuhan. Korelasi yang sama terlihat didalam 1 Petrus 2:13-25 dan Roma 13:1-7  yang menunjukan hormat terhadap warga  Negara dan penguasa-penguasa yang memerintah dan budak-budak dan tuan-tuan mereka. 
BACA JUGA: ARTI RHEMA DAN LOGOS
Takut akan Tuhan adalah akibat dari pemahaman akan Kekudusan Tuhan. Sehingga ini terlebih lagi adalah sumber hal yang baik. Takut adalah permulaan hikmat ( Amsal 1:7). Takut akan Tuhan menyebabkan kita untuk membenci dan menjauhi yang jahat ( Amsal 8:13; 16:6). Takut akan Tuhan juga dasar untuk keyakinan yang kokoh ( Amsal 14:26). Takut akan Tuhan merupakan mata air kehidupan ( Amsal 14:27). Kekudusan Tuhan adalah akar dari banyak buah-buah yang luar biasa, yang memancar keluar dari sebuah hati ytang telah memiliki hormat akan Tuhan sebagai Dia yang kudus.
(7) Kekudusan Tuhan adalah  dasar dan keharusan yang  mendesak bagi pengudusan kita 
Kekudusan Tuhan adalah  alasan  mengapa kita juga diperintahkan untuk menjalani kehidupan yang kudus :
1 Petrus 1:14-19
(14) Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, (15) tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, (16) sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.(17) Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini. (18) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, (19) melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. 
Karena Tuhan itu kudus, kita yang adalah umatnya harus   menjadi kudus juga. Kekudusan adalah panggilan kita ( Efesus 1:4; Roma 8:29; 1 Tesalonika 4:3). Kita harus menjalankan dan memproklamasikan kemuliaan-Nya kepada dunia ( 1 Petrus 2:9), dan yang terutama diantara kemuliaan Tuhan adalah kekudusan-Nya. 
(8)Kekudusan Tuhan  membuat injil  kebutuhan yang mulia 
Ketika saya berpikir mengenai kekudusan Tuhan dan Yesus Kristus (termasuk Roh Kudus), saya semakin terpana kagum oleh  salib kalvari. Saya kerap berpikir tentang  sengsara Yesus Kristus di Taman Getsemani. Biasanya, saya memikirkan sengsara-Nya dalam pengertian ketakutannya pada   saat  dia melalui  murka Bapa, murka yang  patut kita terima. Tetapi dalam   mempelajari kekudusan Tuhan , telah  mempesona saya dengan  sebuah perubahan yang mendadak dimana  Tuhan yang kudus diperhadapkan pada dosa—dosa kita.  Dan walaupun, tidak dapat bersama dengan  dosa sebagai Tuhan yang kudus, Dia harus, Yesus  Kristus mengambil semua dosa-dosa dunia ini kepada diri-Nya sendiri ketika dia  pergi ke Kalvari. Yesus tidak hanya menderita atas murka Bapa, Dia menderita atas dosa yang Dia harus tanggung menggantikan kita. Juru selamat yang luar biasa! 
Dari pemahaman saya atas sejarah gereja, kebangunan-kebangunan rohani telah begitu erat dihubungkan dengan sebuah kesadaran akan kekudusan Tuhan yang diperbarui dan diperbaiki , diikuti dengan meningkatnya keinsyafan akan dosa pribadi. Jika kekudusan Tuhan menyelesaikan dalam kehidupan kita apa yang telah terjadi didalam kehidupan mereka seperti Yesaya yang kit abaca didalam Alkitabm kita akan semakin menyadari kedalaman dosa kita dan kebutuhan mendesak akan pengampunan. Tanpa kekudusan, kita tidak dapat masuk kedalam surga Tuhan. Dalam kekudusan-Nya, tuhan membuat sebuah ketentuan untuk dosa-dosa kita. Dengan pengorbanan kematian diatas kayu salib Kalvari, Yesus Kristus telah membayar penghukuman untuk dosa-dosa kita, dan dengan demikian membuatnya menjadi mungkin bagi kita untuk mengambil bagian didalam kekudusan-Nya.Ketika kita mengkui dosa kita, ketidakbenaran kita, dan percaya pada kematian Kristus menggantikan kita, kita dilahirkan kembali. Dosa-dosa kita diampuni. Ketidakkudusan kita dibersihkan. Kita menjadi seorang anak Tuhan.
Minggu Paskah adalah hari dimana kita merayakan kebangkitan Yesus Kristus dari kematian. Ini dapat menjadi sebuah waktu ketika anda datang kepada hidup dari kematian juga, hanya bila anda  percaya kepada Kristus. KEKUDUSAN TUHAN DAN KEKRISTENAN MASA KINI
