KEKUDUSAN TUHAN DAN KEKRISTENAN MASA KINI (YESAYA 6:3)

Bob Deffinbaugh.
KEKUDUSAN TUHAN DAN KEKRISTENAN MASA KINI
Yesaya 6:3. Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!"

Pentingnya Kekudusan Tuhan

Ketika kita mendekati subyek kekudusan Tuhan, mari kita memperhatikan pentingnya atribut Tuhan ini. R.C Sproul membuat pengamatan yang mendalam ini berdasarkan Yesaya 6:3 [Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!"]

“Alkitab berkata bahwa Tuhan adalah kudus, kudus, kudus. Bukan bahwa Dia semata kudus, atau bahkan kudus, kudus. Dia Kudus, kudus, kudus. Alkitab tidak pernah berkata bahwa Tuhan adalah kasih, kasih, kasih, atau murah hati, murah hati, atau murka, murka, murka, atau adil, adil, adil. Dikatakan bahwa Dia kudus,kudus,kudus, seluruh bumi penuh dengan kemuliaan-Nya.-- R. C. Sproul, The Holiness of God (Wheaton, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc., 1985), p. 40.”

Kekudusan Didefinisikan

Istilah “kudus” kerap dimengerti dalam penggunaan masa kini/kontemporer ketimbang dimengerti dalam makna sejatinya dalam kitab suci. Untuk alas an inilah, studi kita harus dimulai dengan meninjau beberapa dimensi berbagai definisi kekudusan .

(1) Menjadi Kudus berarti menjadi berbeda, terpisah, dalam sebuah kelas tersendiri. Seperti yang dinyatakan Sproul :

Makna utama kudus adalah “terpisah.” Kata ini berasal dari kata kuno yang berarti “memotong,” atau “memisahkan.” Berangkali bahkan akan lebih tepat difrasakan “ sebuah potongan yang melampaui sesuatu.” Ketika kita mendapatkan sebuah kain atau barang lainnya yang luar biasa, yang memiliki kesempurnaan yang luar biasa, kita menggunakan ungkapan “a cut above the rest.”- R. C. Sproul, The Holiness of God (Wheaton, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc., 1985), p. 54.

Ini berarti bahwa orang yang kudus adalah kudus secara unik, tanpa dapat disaingi atau dikejar.

“Ketika Alkitab menyebut Tuhan kudus, ini terutama berarti bahwa Tuhan terpisah secara transcendental. Dia begitu jauh di atas dan melampaui kita sehingga Dia terlihat hampir sepenuhnya asing bagi kita. Menjadi kudus adalah menjadi “lain,” menjadi berbeda dalam sebuah cara yang special. Makna dasar yang sama digunakan ketika kata kudus diterapkan untuk hal-hal duniawi.”-- R. C. Sproul, The Holiness of God (Wheaton, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc., 1985), p. 55

Kitab suci menyatakan dalam cara ini :

Keluaran 15:11
Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban?

1 Samuel 2:2
Tidak ada yang kudus seperti TUHAN, sebab tidak ada yang lain kecuali Engkau dan tidak ada gunung batu seperti Allah kita.

Mazmur 86 :8-10
(8) Tidak ada seperti Engkau di antara para allah, ya Tuhan, dan tidak ada seperti apa yang Kaubuat (9) Segala bangsa yang Kaujadikan akan datang sujud menyembah di hadapan-Mu, ya Tuhan, dan akan memuliakan nama-Mu. (10) Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban; Engkau sendiri saja Allah. [lihat juga Mazmur 99:1-3; Yesaya 4):25; 57:15]

(2) Menjadi suci berarti menjadi kudus secara moral.

Ketika benda-benda dibuat menjadi kudus, ketika dinyatakan sebagai suci, maka benda-benda itu dipisahkan untuk hal suci. Mereka akan digunakan dalam sebuah cara yang suci. Benda-benda ini merefleksikan kesucian serta juga keterpisahan yang gamblang . Kesucian tidak dikecualikan dari ide kudus; kesucian terkandung dalam kekudusan. Tetapi poin yang harus kita ingat : bahwa ide kudus tidak pernah usang oleh pemikiran tentang kesucian. Kekudusan mencakup kesucian tetapi jauh lebih besar daripada itu. Kudus adalah kesucian dan transenden. Kudus adalah sebuah kesucian yang transenden.-- R. C. Sproul, The Holiness of God (Wheaton, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc., 1985), p. 57.

Mazmur 24:3-5
“Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?"

Yesaya 6:3-5
(3) Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!" (4) Maka bergoyanglah alas ambang pintu disebabkan suara orang yang berseru itu dan rumah itupun penuhlah dengan asap. (5) Lalu kataku: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam."

Habakuk 1:13a
Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman

(3) Sebab Tuhan menjadi kudus karena Dia kudus dalam hubungan terhadap setiap aspek natur dan karakter-Nya

Ketika kita menggunakan kata kudus untuk menggambarkan Tuhan, kita menghadapi masalah lain. Kita kerap menggambarkan Tuhan dengan mengkompilasi atau menyusun sebuah daftar kualitas-kualitas atau karakteristik-karakteristik yang kita sebut atribut-atribut. Kita mengatakan bahwa Tuhan adalah roh, sehingga Dia mengetahui setiap hal, bahwa Dia itu kasih, adil, penuh belas kasih, murah hati, dan seterusnya. Kecenderungannya adalah untuk menambahkan ide kudus kedalam daftar panjang atribut-atribut sebagai sebuah atribut diantara banyak atribut lainnya. Tetapi ketika kata kudus diterapkan pada Tuhan, kata itu tidak menandakan sebuah atribut tunggal. Sebaliknya , Tuhan disebut kudus dalam sebuah pengertian umum. Kata kudus digunakan sebagai sinonim bagi ketuhanan-Nya. Oleh sebab itu, kata kudus memanggil semua akan siapakah Tuhan. Kata ini mengingatkan kita bahwa kasih-Nya, keadilan-Nya, belas kasih-Nya adalah belas kasih yang kudus, pengetahuan-Nya adalah pengetahuan yang kudus, roh-Nya adalah roh Kudus.-- R. C. Sproul, The Holiness of God (Wheaton, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc., 1985), p. 57

Seberapa Pentingkah Kekudusan?

Kekudusan Tuhan tidak sekedar sebuah subyek teologia yang cocok bagi para akademisi yang tertarik dan memiliki ketekunan untuk mempelajarinya. Sangat benar bahwa kekudusan Tuhan adalah sebuah persoalan yang teramat penting bagi setiap jiwa yang hidup. Orang Kristen, khsususnya, sangat peduli dengan kekudusan Tuhan. Sejumlah insiden dalam Perjanjian Lama memperlihatkan pentingnya kekudusan bagi orang percaya. Contoh-contoh ini merupakan sejumlah kisah dalam kitab suci yang berkaitan dengan kekudusan Tuhan dan dampaknya terhadap orang-orang percaya.

Kekudusan Tuhan dan Kekristenan Masa Kini 

Kekudusan Tuhan bukan sekedar sebuah doktrin dimana kita memberikan persetujuan. Sebaliknya, doktrin kekudusan Tuhan sepatutnyalah memandu dan memerintah kehidupan kita.

(1) Kekudusan Tuhan sepatutnya memandu dan mengatur pemikiran kita pada “penerimaan Tuhan.” 

Saya kerap mendengar orang-orang Kristen menggunakan ungkapan “ penerimaan tak bersyarat.” Nampaknya istilah ini pertama-tama dikenakan pada Tuhan dan kemudian pada orang-orang percaya. “ Tuhan menerima kita tanpa syarat,” mereka beralasan,” dan demikian juga harus menerima orang lain tanpa syarat.” Kesulitan saya adalah, bahwa ungkapan ini bukanlah sebuah ekspresi yang berakar pada Alkitab. Bahkan, berangkali lebih buruk, ekspresi semacam itu tidak terlihat sebagai sebuah konsep yang berlandankan pada Alkitab. Tuhan tidak “menerima kita terlepas dari” apa yang kita lakukan. Perhatikan bangsa Israel. Karena dosanya yang berlangsung terus-menerus, Tuhan berkata mereka bukan lagi umat-Nya ( lihat Hosea 1). Tuhan tidak menerima Kain atau persembahannya (Kejadian 4:5). Tuhan menerima kita hanya melalui darah Yesus Kristus yang tercurah sehingga dengan demikian orang-orang Kristen tidak diterima tanpa syarat, terlepas dari perbuatan-perbuatan dan perilaku-perilaku mereka. Kekudusan Tuhan menunjukan Tuhan tidak menerima apa yang tidak kudus. Pada kenyataannya, semua yang Tuhan terima dari kita adalah apa yang Dia hasilkan didalam dan melalui diri kita. Berbicara mengenai penerimaan tanpa syarat secara gampangan terlihat mendorong kehidupan yang ceroboh dan dalam ketidakpatuhan.

Gereja tidak dapat “menerima” mereka yang mengaku menjadi orang-orang Kristen tetapi mereka hidup seperti penyembah berhala ( 1 Korintus 5:1-13). Kita harus disiplin dan menyingkirkan mereka yang menolak untuk hidup seperti orang-orang Kristen. Gereja harus menjadi kudus, dan ini berarti membuang “ragi” dari tengah-tengah gereja. Mari pertimbangkan, bagi mereka yang menekankan penerimaan tanpa syarat untuk memperhatikan dengan seksama kata-kata ini :

Wahyu 3:14-16
(14) "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah: (15) Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! (16) Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.

(2) Doktrin kekudusan Tuhan harus dipertimbangkan ketika kita berbicara tentang akuntabilitas ( pertanggungjawaban atas apa yang diperbuat dan diucapkan terhadap publik/jemaat) 

Konsep “akuntabilitas” yang ada, dalam pandangan saya, diimpor dari dunia sekuler. Saya tidak sepenuhnya menentang akuntabilitas , kecuali gereja tersebut terkadang bicara lebih banyak mengenai akuntabilitas terhadap manusia dari pada akuntabilitas terhadap Tuhan. Mari janganlah kita melupakan kepada siapa kita harus memberikan pertanggungan jawab :

Matius 12:36
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.

Ibrani 13:17
Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu. Lihat juga 1 Korintus 3:10-15 

Roma 14:12
Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah

1 Petrus 4:4-5
(4) Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama-sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu (5) Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

(3) Kekudusan Tuhan semestinya mengendalikan pemikiran kita mengenai harga diri 

Saya tersentak oleh pernyataan ini yang dibuat oleh seorang psikolog di permulaan abad ini yang sangat berbeda dari apa yang selama ini diberitahukan kepada kita :

“Penghormatan ini telah didefinisikan secara signifikan oleh psikolog bernama William McDougall sebagai “ emosi relegius yang par excellence ( sungguh baik malampaui semuanya); beberapa saja manusia biasa dengan kekuatan-kekuatannya yang mampu menikmati penghormatan, ini perpaduan takjub, takut, ungkapan syukur, dan perasaan pada diri sendiri yang negatif .”--- William McDougall, An Introduction to Social Psychology (New York: Methuen, 1908), p. 132, cited by Kenneth Prior, The Way of Holiness (Downers Grove: Inter-Varsity Press, rev. ed., 1982), p. 20.

Mengapa kita berbicara ( pada puncaknya) tentang menemukan harga diri kita didalam Kristus ketika Yesaya berjumpa dengan kekudusan Tuhan yang menyebabkan dia berkata,

Yesaya 6:5
Lalu kataku: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam."? 

Saya takut seluruh orientasi kita salah, dan kita datang kepada Kristus untuk merasa lebih baik mengenai diri kita sendiri ketimbang merasa jatuh tersungkur dihadapan Dia dalam kerendahan hati dan terpesona pada kekudusan-Nya. Hati kita semua seharusnya dipenuhi dengan rasa syukur dan pujian untuk anugerah yang telah Dia berikan kepada kita. Itu adalah orang yang menganggap dirinya memiliki kebenaran diri sendiri dihadapan Tuhan, percaya diri akan siapa diri mereka, bukan orang-orang benar yang percaya diri didalam siapakah Dia ( Lukas 9-14). 

“Oleh karena itu takut dan takjub yang secara sama dikaitkan Kitab suci, orang-orang kudus dilanda dan diliputi dengan perasaan-perasaan tersebut manakala mereka memandang kekudusan Tuhan…Orang-orang tidak pernah terjamah dan terkesan dalam cara yang seharusnya yaitu dengan dengan sebuah keyakinan akan ketakberartian mereka, hingga mereka mengenali perbedaan menyolok pada diri mereka dengan kemuliaan Tuhan.”--- John Calvin, sebagaimana dikutip oleh R. C. Sproul, The Holiness of God, hal. 68.

(4)Kekudusan Tuhan Semestinya memperingatkan kita akan apa yang kita terima dan praktekan dari gerakan “pertumbuhan gereja” masa kini. 

Gerakan pertumbuhan gereja masa kini mendapatkan pujian dalam beberapa hal. Namun, sepertinya, dalam upayanya untuk menginjili “para pencari” dengan menjadi “ pencari yang bersahabat.” Upaya ini gagal untuk menekankan kekudusan Tuhan secara cukup serius. Saya akan menyebutkan sejumlah hal yang menjadi kepedulian saya. Bagaimana bias sebuah gereja mengarahkan pehatian pelayanannya (Minggu pagi) pada penginjilan ketika pokok-pokok pelayanan gereja terarah pada hal-hal lain, sebagaimana yang digambarkan pada Kisah Para Rasul 2:42 ( dimana pokok-pokok pelayanan gereja : pengajaran para rasul, bersekutu, memecah roti, dan berdoa)? Menerapkannya lain dengan yang diajarkan Alkitabm bagaimana bisa gereja berfokus pada penginjilan didalam pertemuannya ketika pokok-pokok fungsi yang ada menjadi penyembahan dan perbaikan pikiran dan karakter? Lebih jauh lagi, bagaimana dapat seorang mengundang orang yang belum percaya untuk berpartisipasi dalam sebuah ibadah sebagai seorang yang tidak percaya? Alkitab mengajarkan tida ada “para pencari” semacam ini ( Roma 3:10-12). Mereka yang akan diselamatkan adalah mereka yang telah dipilih, yang hatinya akan dihidupkan Roh Kudus ,yang pikirannya akan dicerahkan Roh Kudus. Mereka yang mati didalam dosa-dosa mereka, Dia buat menjadi hidup ( Efesus 2:1-7).

Tak seorangpun yang telah Tuhan pilih dan yang didalamnya Roh Kudus bekerja dapat gagal untuk datang kepada Tuhan, jadi apa perlunya menjadi begitu bersemangat merayu orang-orang yang belum percaya untuk datang ke gereja? Mereka yang baru saja diselamatkan bergabung dengan gereja dalam kitab Kisah Para Rasul, dan mereka yang tidak diselamatkan menjaga jarak dari gereja. Dengan semua penekanan pada pertumbuhan gereja, terlihat hanya ada sedikit perhatian yang diberikan kepada pengurangan jemaat melalui disiplin dan ketaatan yang kecil untuk memproklamasikn dan mempraktekan kekudusan Tuhan. Ketika Tuhan menimpakan kematian kepada Ananias dan Safira, orang-orang yang tidak percaya tidak berbondong-bondong ke gereja, tetapi semua menjadi takut akan Tuhan dan inilah yang benar. Jika takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat, mak kekudusan Tuhan tidak boleh diabaikan. Kekudusan Tuhan akan menyingkirkan beberapa orang, tetapi akan mendorong yang dipilih menuju salib. 

Kala saya mempelajari Yesaya 6 dan 2 Korintus 2-7 diantara teks-teks lainnya, saya mendapatkan Yesaya dan Paulus, keduanya memiliki kesadaran yang mendalam terhadap kekudusan Tuhan. Pengetahuan ini menyebabkan mereka menjadi orang-orang yang ada untuk menyenangkan Tuhan ketimbang menjadi penyenang-penyenang manusia ( lihat Galatia 1:10). Paulus tidak akan melunakan atau mengurangi bobot asli pemberitaannya atau menerapkan metoda-metoda yang tak sepatutnya terhadap injil dan tidak hormat terkait dengan kekudusan Tuhan. Orang-orang pilihan Tuhan dan diselamatkan oleh Tuhan tidak memerlukan penyelamatan dengan metoda-metoda pemasaran. Gereja yang memiliki pengertian kekudusan Tuhan akan memproklamasikan, menjalankan dan menjaga sebuah injil yang murni. 

(5) Sebuah Pengertian kekudusan Tuhan semestinya mengubah sikap dan cara melakukan ibadah 

Dalam Perjanjian Lama, ibadah sangat diatur. Dalam Perjanjian Baru, kebebasan yang lebih besar nampaknya diberikan dalam melakukan ibadah. Keimamatan terbatas dalam Perjanjian Lama telah menjadi keimamatan semua orang percaya dalam Perjanjian Baru. Tetapi Kisah Para Rasul 5 dan 1 Korintus 5 dan 11 secara tegas memperingatkan kita tentang ibadah yang gagal untuk membawa kekudusan Tuhan secara cukup serius. Sikap tidak hormat merupakan tindakan tidak pantas yang sangat serius, sebagaimana kita lihat baik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dan ibadah adalah satu area dimana sikap tidak hormat adalah sebuah hal yang selalu menjadi perhatian. Saya merasa tertekan oleh mereka yang dalam antusiasme dan kegairahan dalam ibadah mereka, melanggar secara nyata-nyata instruksi-instruksi terhadap gereja terkait ibadah. Satu kaus dalam sorotan adalah pengajaran biblical pada peran waninta yang dapat berperan didalam pertemuan gereja. Juga , Uza yang terlihat memiliki ketulusan dan bersemangat sekali dalam perannya untuk membawa pulang tabut Tuhan ke Yerusalem, namun Tuhan menimpakan kematian padanya karena sikap tidak hormat. Musa telah ditahan untuk memasuki tanah yang dijanjikan karena sikap tidak hormatnay dan kegagalannya untuk mematuhi Tuhan tepat sebagaimana yang telah diinstruksikan. Ini membawa kita kepada pengamatan berikutnya. 

Mazmur 96 :9
Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan, gemetarlah di hadapan-Nya, hai segenap bumi! 

(6) Respon yang sepatutnya terhadap kekudusan Tuhan adalah takut (hormat), dan hasil dari takut itu adalah kepatuhan 

Saat saya mengamati nas-nas yang berbicara mengenai kekudusan Tuhan dan takut akan Tuhan maka nas-nas firman Tuhan itu pasti menghasilkannya dalam hati semua orang, saya menemukan sebuah keterkaitan yang amat kuat antara takut (atau hormat) dan kepatuhan. Sebagai contoh, isteri harus menghormati ( maksudnya takut) suaminya dalam Efesus 5:33. Penundukan isteri terhadap suaminya paling sering diungkapkan oleh kepatuhannya terhadap suaminya ( lihat 1 Petrus 3:5-6). Takut atau hormat membawa kepada kepatuhan. Korelasi yang sama terlihat didalam 1 Petrus 2:13-25 dan Roma 13:1-7 yang menunjukan hormat terhadap warga Negara dan penguasa-penguasa yang memerintah dan budak-budak dan tuan-tuan mereka. 

Takut akan Tuhan adalah akibat dari pemahaman akan Kekudusan Tuhan. Sehingga ini terlebih lagi adalah sumber hal yang baik. Takut adalah permulaan hikmat ( Amsal 1:7). Takut akan Tuhan menyebabkan kita untuk membenci dan menjauhi yang jahat ( Amsal 8:13; 16:6). Takut akan Tuhan juga dasar untuk keyakinan yang kokoh ( Amsal 14:26). Takut akan Tuhan merupakan mata air kehidupan ( Amsal 14:27). Kekudusan Tuhan adalah akar dari banyak buah-buah yang luar biasa, yang memancar keluar dari sebuah hati ytang telah memiliki hormat akan Tuhan sebagai Dia yang kudus. 

(7) Kekudusan Tuhan adalah dasar dan keharusan yang mendesak bagi pengudusan kita 

Kekudusan Tuhan adalah alasan mengapa kita juga diperintahkan untuk menjalani kehidupan yang kudus :

1 Petrus 1:14-19
(14) Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, (15) tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, (16) sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.(17) Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini. (18) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, (19) melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. 

Karena Tuhan itu kudus, kita yang adalah umatnya harus menjadi kudus juga. Kekudusan adalah panggilan kita ( Efesus 1:4; Roma 8:29; 1 Tesalonika 4:3). Kita harus menjalankan dan memproklamasikan kemuliaan-Nya kepada dunia ( 1 Petrus 2:9), dan yang terutama diantara kemuliaan Tuhan adalah kekudusan-Nya. 

(8)Kekudusan Tuhan membuat injil kebutuhan yang mulia 

Ketika saya berpikir mengenai kekudusan Tuhan dan Yesus Kristus (termasuk Roh Kudus), saya semakin terpana kagum oleh salib kalvari. Saya kerap berpikir tentang sengsara Yesus Kristus di Taman Getsemani. Biasanya, saya memikirkan sengsara-Nya dalam pengertian ketakutannya pada saat dia melalui murka Bapa, murka yang patut kita terima. Tetapi dalam mempelajari kekudusan Tuhan , telah mempesona saya dengan sebuah perubahan yang mendadak dimana Tuhan yang kudus diperhadapkan pada dosa—dosa kita. Dan walaupun, tidak dapat bersama dengan dosa sebagai Tuhan yang kudus, Dia harus, Yesus Kristus mengambil semua dosa-dosa dunia ini kepada diri-Nya sendiri ketika dia pergi ke Kalvari. Yesus tidak hanya menderita atas murka Bapa, Dia menderita atas dosa yang Dia harus tanggung menggantikan kita. Juru selamat yang luar biasa! 

Dari pemahaman saya atas sejarah gereja, kebangunan-kebangunan rohani telah begitu erat dihubungkan dengan sebuah kesadaran akan kekudusan Tuhan yang diperbarui dan diperbaiki , diikuti dengan meningkatnya keinsyafan akan dosa pribadi. Jika kekudusan Tuhan menyelesaikan dalam kehidupan kita apa yang telah terjadi didalam kehidupan mereka seperti Yesaya yang kit abaca didalam Alkitabm kita akan semakin menyadari kedalaman dosa kita dan kebutuhan mendesak akan pengampunan. Tanpa kekudusan, kita tidak dapat masuk kedalam surga Tuhan. Dalam kekudusan-Nya, tuhan membuat sebuah ketentuan untuk dosa-dosa kita. Dengan pengorbanan kematian diatas kayu salib Kalvari, Yesus Kristus telah membayar penghukuman untuk dosa-dosa kita, dan dengan demikian membuatnya menjadi mungkin bagi kita untuk mengambil bagian didalam kekudusan-Nya.Ketika kita mengkui dosa kita, ketidakbenaran kita, dan percaya pada kematian Kristus menggantikan kita, kita dilahirkan kembali. Dosa-dosa kita diampuni. Ketidakkudusan kita dibersihkan. Kita menjadi seorang anak Tuhan. 

Minggu Paskah adalah hari dimana kita merayakan kebangkitan Yesus Kristus dari kematian. Ini dapat menjadi sebuah waktu ketika anda datang kepada hidup dari kematian juga, hanya bila anda percaya kepada Kristus. KEKUDUSAN TUHAN DAN KEKRISTENAN MASA KINI
Next Post Previous Post