18 KHOTBAH TENTANG NABI ELISA

Pdt.Budi Asali, M.Div.
18 KHOTBAH TENTANG NABI ELISA
1).I Raja-raja 19:19-21

I) Elisa sebelum / pada saat dipanggil.

1) Elisa sedang sibuk bekerja (ay 19).

Elisa dipanggil untuk melayani Tuhan pada waktu ia sedang sibuk bekerja, bukan pada waktu ia sedang menganggur / bermalas-malasan.

Hal yang sama terjadi dengan Petrus, Andreas, Yohanes, dan Yakobus (Mat 4:18-22), dan juga dengan Matius (Mat 9:9 - ‘duduk’ di sini bukan bermalas-malasan, tetapi sedang bekerja, karena pemungut cukai ini sedang ‘duduk di rumah cukai’).

Pulpit Commentary: “God never calls an idle man” (= Allah tidak pernah memanggil orang yang malas) - hal 469.

Pulpit Commentary: “While in pursuit of his business he was called of God. Business will not be honest if it prevent us from hearing God’s voice” (= Pada waktu melakukan pekerjaannya ia dipanggil oleh Allah. Bisnis tidaklah baik jika itu menghalangi kita untuk mendengar suara Allah) - hal 473.

Penerapan: Setiap saudara dipanggil untuk melayani Tuhan. Jangan berkata “Saya tidak ada waktu”, atau “Saya terlalu sibuk dengan pekerjaan saya”. Saudara harus memilih antara mengutamakan Tuhan / pelayanan atau mengutamakan pekerjaan / kesibukan dan menjadikannya sebagai ‘allah lain’ (bdk. Kel 20:3 - “Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu”).

2) Elisa adalah orang yang kaya.

Dikatakan dalam ay 19 bahwa ia sedang membajak dengan ‘12 pasang lembu’, dan ini menunjukkan bahwa Elisa adalah orang yang kaya.

Ini menunjukkan:

a) Kerajinannya. Sekalipun ia kaya tetapi ia sendiri ikut bekerja.

b) Pada waktu ia memenuhi panggilan Tuhan, ia kehilangan banyak harta duniawi.

Lukas 14:33 - “Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridKu”.

II) Panggilan terhadap Elisa.

1) Panggilan ini datang dari Tuhan, bukan dari Elia (ay 16).

2) Cara Elia memberikan panggilan adalah dengan melemparkan jubahnya.

Ay 19b: “Ketika Elia lalu dari dekatnya, ia melemparkan jubahnya kepadanya”.

Jubah yang dimaksud adalah jubah nabi (bdk. Zakh 13:4 yang mengatakan bahwa nabi mempunyai ‘jubah berbulu’).

Pulpit Commentary: “‘The prophet’s cloak was a sign of the prophet’s vocation’ (Keil). To cast the cloak to or upon Elisha was therefore an appropriate and significant way of designating him to the prophetic office. ‘When Elijah went to heaven Elisha had the mantle entire’ 2Kings 2:13 (Henry)” [= ‘Jubah nabi adalah tanda dari pekerjaan nabi’ (Keil). Karena itu, melemparkan jubah itu kepada atau ke atas Elisa merupakan suatu cara yang tepat / cocok dan berarti untuk menunjuknya pada jabatan nabi. ‘Pada waktu Elia naik ke surga, Elisa mendapatkan seluruh jubah itu’ 2Raja 2:13 (Henry)] - hal 464.

Pulpit Commentary: “The mantle of Elijah thrown upon Elisha was the sign that he was to ‘follow him,’ to be his servant first, and eventually to be his successor. The mantle, accordingly, came fully into the possession of Elisha when his ‘master’ was ‘taken from his head’ (2Kings 2:3,13)” [= Pelemparan jubah Elia kepada Elisa merupakan tanda bahwa ia harus ‘mengikutinya’, mula-mula sebagai pelayannya, dan akhirnya menjadi penggantinya. Karena itu, jubah itu menjadi milik Elisa sepenuhnya pada waktu ‘tuan’nya ‘diambil dari kepalanya’ (2Raja 2:3,13)] - hal 473.

III) Tanggapan Elisa.

1) Elisa mengikuti Elia (ay 20a).

Pulpit Commentary: “No doubt he too had long sighed and prayed over the demoralization of his country and the dishonour done to his God” (= Tidak diragukan lagi iapun telah lama mengeluh dan berdoa mengenai penurunan moral dari negaranya dan aib yang dilakukan terhadap Allahnya) - hal 464.

Karena itu pada waktu dipanggil, ia langsung mau. Ada banyak orang yang prihatin dengan keadaan kekristenan di Indonesia, tetapi tidak mau melayani. Ini prihatin yang omong kosong!

2) Elisa minta ijin untuk pulang dulu untuk mencium orang tuanya (ay 20b).

Elia menjawab: “Baiklah, pulang dahulu, dan ingatlah apa yang telah kuperbuat kepadamu” (ay 20c). Ini terjemahan yang salah, karena kata-kata ‘baiklah’ dan ‘ingatlah’ sebetulnya tidak ada, dan bagian terakhir dari kalimat ini sebetulnya merupakan kalimat tanya.

KJV: “And he said unto him, Go back again: for what have I done to thee?” (= Dan ia berkata kepadanya: Kembalilah lagi: karena apa yang telah kulakukan kepadamu?).

RSV: “And he said to him, ‘Go back again; for what have I done to you?’” (= Dan ia berkata kepadanya: Kembalilah lagi; karena apa yang telah kulakukan kepadamu?).

NIV: “‘Go back,’ Elijah replied. ‘What have I done to you?’” (= Kembalilah, jawab Elia, Apa yang telah kulakukan kepadamu?).

NASB: “And he said to him, ‘Go back again, for what have I done to you?’” (= Dan ia berkata kepadanya: Kembalilah lagi, karena apa yang telah kulakukan kepadamu?).

Apa arti dari kata-kata Elia ini? Ada beberapa penafsiran:

a) Barnes mengatakan bahwa Elia tidak senang dengan permintaan Elisa ini, dan karena itu memberikan jawaban yang dingin di sini. Bdk. Luk 9:61-62.

Jadi, kata-kata ini diartikan sebagai berikut: kembalilah kepada bajakmu, mengapa kamu meninggalkannya? Mengapa meninggalkan teman-temanmu dan datang kepadaku? Apa yang telah kulakukan kepadamu yang mengharuskan engkau berkorban seperti itu? Aku tidak melakukan apa-apa kepadamu, dan karena itu kamu boleh tinggal.

Keberatan: sukar dibayangkan bahwa seseorang harus mengabaikan orang tuanya sampai pada tingkat seperti itu. Tetapi dalam Luk 9:61-62 kelihatannya Yesus juga melarang seseorang yang mau meng-ikutiNya untuk pamitan dengan keluarganya! Mungkin ini disebabkan karena Ia tahu bahwa kalau orang itu pamitan, maka keluarganya akan menahan dia, sehingga tidak jadi mengikutiNya.

b) Pulpit Commentary: “There is not a word of reproof here, ... Indeed, it would have been strange if there had been. A greater readiness to obey the prophetic summons, Elisha could not well have showed. ... True, he asks permission - and why should he not? ... But there is not proof of ‘a divided heart’ here. If he had begged to be allowed to stay and bury his mother and father (St. Luke 9:59-61) it might have been otherwise. But he suggests nothing of the kind. He says: ‘One kiss, one farewell, and then I will follow thee.’” [= Tidak ada satu katapun yang bersifat menegur / menghardik di sini, ... Dan memang aneh kalau di sini ada teguran / hardikan. Elisa tidak bisa menunjukkan kesediaan yang lebih besar untuk mentaati panggilan untuk menjadi nabi itu. ... Memang ia meminta ijin - dan mengapa tidak? ... Tetapi di sini tidak ada bukti akan adanya ‘hati yang mendua’. Andaikata ia memohon untuk tinggal dan menguburkan ibu dan bapanya (Luk 9:59-61) maka itu persoalan lain. Tetapi ia tidak memberikan kesan seperti itu. Ia berkata: ‘Satu ciuman, satu ucapan perpisahan, dan lalu aku akan mengikuti engkau.’] - hal 464.

Jadi Pulpit menafsirkan kata-kata Elia ini sebagai berikut: Kembalilah dan ciumlah mereka, mengapa tidak? Karena apa yang telah aku lakukan untukmu? Aku hanya memanggilmu untuk mengikuti aku. Tetapi aku tidak menyuruhmu untuk menyangkal / tak mengakui darah dagingmu sendiri.

c) Seorang penafsir lain dari Pulpit Commentary berkata:

“Elijah’s answer seems to disown the exercise of any undue constraint upon him, and simply leaves him free to choose” (= Jawaban Elia kelihatannya tidak menggunakan paksaan yang tidak semestinya terhadapnya, dan hanya membiarkannya bebas memilih) - hal 476.

3) Elisa menunjukkan bahwa ia mau melepaskan segala sesuatu, yaitu keluarga (ay 21 bdk. Mat 10:37), rumah dan pekerjaannya.

a) Satu hal lagi yang diperdebatkan adalah: apakah akhirnya Elisa pamitan / mencium orang tuanya atau tidak? Ay 21 tidak menceritakan hal itu, sehingga ada penafsir yang beranggapan bahwa ia memang tidak jadi melakukan hal itu. Tetapi ada yang berpendapat bahwa ia melakukan hal itu, hanya tidak diceritakan oleh Kitab Suci.

b) Reaksi orang tua Elisa.

Kalau diasumsikan bahwa Elisa pamitan kepada orang tuanya, maka kelihatannya orang tuanya tidak menghalanginya.

Pulpit Commentary: “Elisha’s parents do not seem to have hindered him. Those parents incur fearful responsibilities who, under worldly influences, hinder their sons from responding to a call of God to enter His ministry” (= Orang tua Elisa tidak kelihatan menghalangi dia. Orang tua yang di bawah pengaruh duniawi menghalangi anak mereka untuk menanggapi panggilan Allah untuk masuk ke dalam pelayanan, mendatangkan tanggung jawab yang menakutkan kepada diri mereka sendiri) - hal 474.

Adam Clarke: “Wo to those parents who strive, for filthy lucre’s sake, to prevent their sons from embracing a call to preach Jesus to their perishing countrymen, or to the heathen, because they see that the life of a true evangelist is a life of comparative poverty, and they had rather he should gain money than save souls” (= Celakalah orang tua yang berjuang, demi uang yang kotor, untuk mencegah anak mereka menerima panggilan untuk memberitakan Yesus kepada orang sebangsa mereka yang sedang menuju kepada kebinasaan, atau kepada orang kafir, karena mereka melihat bahwa hidup dari seorang penginjil yang sejati adalah suatu hidup yang relatif miskin, dan mereka lebih menginginkan bahwa ia mencari / menghasilkan uang dari pada menyelamatkan jiwa) - hal 464.

c) Elisa menyembelih lembunya dan menggunakan bajaknya sebagai kayu api untuk memasak lembu itu (ay 21).

KS Indonesia: ‘bajak lembu’.

KJV: ‘the instruments of the oxen’ (= peralatan lembu).

RSV: ‘the yokes of the oxen’ (= kuk lembu).

NIV: ‘the plowing equipment’ (= peralatan membajak).

NASB: ‘the implements of the oxen’ (= peralatan lembu).

Pulpit Commentary: “it is much more important to see it in a symbolical act, expressive of Elisha’s entire renunciation of his secular calling. He would henceforth need them no longer” (= adalah lebih penting untuk melihatnya sebagai suatu tindakan simbolis, pernyataan Elisa untuk membuang sepenuhnya panggilan / pekerjaan duniawinya. Mulai saat ini ia tidak memerlukannya lagi) - hal 465.

Mungkin tindakan Elisa ini seperti tindakan John Sung yang membuang semua ijazahnya ke laut waktu ia memutuskan untuk memenuhi panggilan Tuhan untuk melayani Tuhan.

Bandingkan dengan Petrus dkk. yang pada waktu dipanggil, hanya meninggalkan tetapi tidak menghancurkan peralatan menangkap ikan (Mat 4:18-22). Karena itu pada waktu Yesus mati, mereka kembali menjala ikan (Yoh 21:1-dst).

Pulpit Commentary: “He burns his ships behind him. It would be well for the Church of Christ if her ministers acted in like manner. The temptation to eke out a scanty income by trade, especially among missionaries, must be great; but a man cannot be half a clergyman, and must not be entangled with the affairs of this life. Some of the Swiss pastors have become hotel-keepers, but if they have been the gainers, religion has not. Of all masters, religion and business are the two which can least be served together” (= Ia membakar kapal di belakangnya. Adalah baik bagi Gereja Kristus jika pelayan-pelayannya bertindak sama. Pencobaan untuk menambah penghasilan yang hanya sedikit dengan berdagang, khususnya di antara misionaris, pasti besar; tetapi seseorang tidak bisa menjadi setengah pendeta, dan tidak boleh terjerat dengan urusan / pekerjaan dari hidup ini. Beberapa dari pendeta-pendeta Swiss telah menjadi penjaga hotel, tetapi jika mereka untung, agama tidak. Dari semua tuan, agama dan bisnis adalah dua hal yang paling tidak bisa dilayani bersama-sama) - hal 470.

Tetapi bandingkan ini dengan Paulus, yang juga bekerja pada waktu keadaan memaksa (1Kor 9:6 Kis 18:2-3).

d) Elisa menggunakan lembu ini untuk pesta perpisahan. Pada waktu Lewi / Matius dipanggil, ia juga mengadakan pesta perpisahan (Luk 5:29).

e) Elisa menjadi pelayan Elia.

Ay 21 akhir: ‘menjadi pelayannya’.

2Raja 3:11 (NIV): ‘Elisha son of Shaphat is here. He used to pour water on the hands of Elijah’ (= Elisa anak Safat ada di sini. Ia dulunya mencurahkan air ke tangan Elia). Ini menunjukkan pekerjaan yang rendah, dan ini jelas bukan sesuatu yang mudah bagi Elisa yang tadinya adalah orang kaya! Tadinya ia mempunyai pelayan, sekarang ia menjadi pelayan!

Hal seperti ini memang sering terjadi:

Yosua mula-mula juga menjadi pelayan Musa (Kel 24:13 Yos 1:1).

Samuel boleh dikatakan menjadi pelayan Eli.

Markus / Yohanes menjadi pembantu Barnabas dan Paulus (Kis 13:5).

Mungkin semua ini dimaksudkan untuk belajar melayani dan sekaligus melatih kerendahan hati / penyangkalan diri.

Kesimpulan / penutup.

Waktu Elisa dipanggil, ia rela mengorbankan segala-galanya, dan ia pergi melayani Tuhan. Bagaimana dengan saudara? Ingat, jangan ‘mengubur talenta’ saudara!

-AMIN-

2).II Raja-raja 2:1-18

2Raja-raja 2:1-18 - “(1) Menjelang saatnya TUHAN hendak menaikkan Elia ke sorga dalam angin badai, Elia dan Elisa sedang berjalan dari Gilgal. (2) Berkatalah Elia kepada Elisa: ‘Baiklah tinggal di sini, sebab TUHAN menyuruh aku ke Betel.’ Tetapi Elisa menjawab: ‘Demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.’ Lalu pergilah mereka ke Betel. (3) Pada waktu itu keluarlah rombongan nabi yang ada di Betel mendapatkan Elisa, lalu berkatalah mereka kepadanya: ‘Sudahkah engkau tahu, bahwa pada hari ini tuanmu akan diambil dari padamu oleh TUHAN terangkat ke sorga?’ Jawabnya: ‘Aku juga tahu, diamlah!’ (4) Berkatalah Elia kepadanya: ‘Hai Elisa, baiklah tinggal di sini, sebab TUHAN menyuruh aku ke Yerikho.’ Tetapi jawabnya: ‘Demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.’ Lalu sampailah mereka di Yerikho. (5) Pada waktu itu mendekatlah rombongan nabi yang ada di Yerikho kepada Elisa serta berkata kepadanya: ‘Sudahkah engkau tahu, bahwa pada hari ini tuanmu akan diambil dari padamu oleh TUHAN terangkat ke sorga?’ Jawabnya: ‘Aku juga tahu, diamlah!’ (6) Berkatalah Elia kepadanya: ‘Baiklah tinggal di sini, sebab TUHAN menyuruh aku ke sungai Yordan.’ Jawabnya: ‘Demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.’ Lalu berjalanlah keduanya. (7) Lima puluh orang dari rombongan nabi itu ikut berjalan, tetapi mereka berdiri memandang dari jauh, ketika keduanya berdiri di tepi sungai Yordan. (8) Lalu Elia mengambil jubahnya, digulungnya, dipukulkannya ke atas air itu, maka terbagilah air itu ke sebelah sini dan ke sebelah sana, sehingga menyeberanglah keduanya dengan berjalan di tanah yang kering. (9) Dan sesudah mereka sampai di seberang, berkatalah Elia kepada Elisa: ‘Mintalah apa yang hendak kulakukan kepadamu, sebelum aku terangkat dari padamu.’ Jawab Elisa: ‘Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu.’ (10) Berkatalah Elia: ‘Yang kauminta itu adalah sukar. Tetapi jika engkau dapat melihat aku terangkat dari padamu, akan terjadilah kepadamu seperti yang demikian, dan jika tidak, tidak akan terjadi.’ (11) Sedang mereka berjalan terus sambil berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai. (12) Ketika Elisa melihat itu, maka berteriaklah ia: ‘Bapaku, bapaku! Kereta Israel dan orang-orangnya yang berkuda!’ Kemudian tidak dilihatnya lagi, lalu direnggutkannya pakaiannya dan dikoyakkannya menjadi dua koyakan. (13) Sesudah itu dipungutnya jubah Elia yang telah terjatuh, lalu ia berjalan hendak pulang dan berdiri di tepi sungai Yordan. (14) Ia mengambil jubah Elia yang telah terjatuh itu, dipukulkannya ke atas air itu sambil berseru: ‘Di manakah TUHAN, Allah Elia?’ Ia memukul air itu, lalu terbagi ke sebelah sini dan ke sebelah sana, maka menyeberanglah Elisa. (15) Ketika rombongan nabi yang dari Yerikho itu melihat dia dari jauh, mereka berkata: ‘Roh Elia telah hinggap pada Elisa.’ Mereka datang menemui dia, lalu sujudlah mereka kepadanya sampai ke tanah. (16) Mereka berkata: ‘Coba lihat! Di antara hamba-hambamu ini ada lima puluh orang laki-laki, orang-orang tangkas. Biarlah mereka itu pergi mencari tuanmu, jangan-jangan ia diangkat oleh Roh TUHAN dan dilemparkanNya ke atas salah satu gunung atau ke dalam salah satu lembah.’ Elisa menjawab: ‘Janganlah suruh pergi!’ (17) Tetapi ketika mereka mendesak-desak dia sampai memalukan, maka berkatalah ia: ‘Suruhlah pergi!’ Mereka menyuruh lima puluh orang. Orang-orang ini mencari tiga hari lamanya, tetapi tidak bertemu dengan Elia. (18) Ketika mereka kembali kepada Elisa yang masih tinggal di kota Yerikho, berkatalah ia kepada mereka: ‘Bukankah telah kukatakan kepadamu: Jangan pergi?’”.

I) Menjelang kenaikan Elia ke surga.

1) Ay 1: ‘Menjelang saatnya TUHAN hendak menaikkan Elia ke sorga dalam angin badai,’.

a) Cara dan saat Elia (dan juga semua orang lain) meninggalkan dunia ini, ditetapkan oleh Tuhan.

Pulpit Commentary: “The time is of God. ... There are no accidental deaths, no premature graves. ... The manner is of God. ... We are not creatures of chance.” [= Waktunya adalah dari Allah. ... Tidak ada kematian yang bersifat kebetulan, tidak ada kubur yang bersifat prematur / terlalu pagi. ... Caranya adalah dari Allah. ... Kita bukanlah makhluk-makhluk kebetulan.] - hal 32.

b) ‘angin badai’.

KJV/RSVNIV/NASB: ‘whirlwind’ [= angin puting beliung / tornado].

Kata Ibraninya adalah SEARAH, dan Pulpit Commentary mengatakan ini bukannya menunjuk pada angin puting beliung tetapi menunjuk pada badai atau gangguan atmosfir. Kata ini digunakan dalam Ayub 38:1 40:6 Yes 40:24 41:16 Yer 23:19 30:23 Zakh 9:14.

2) Rupanya kenaikan Elia ke surga ini sudah diberitahukan lebih dulu, baik kepada Elia, Elisa maupun rombongan nabi di Betel dan Yerikho (ay 3,5,10).

3) Elia mau meninggalkan dunia ini (bukan mati), tetapi ia tetap tenang.

Pulpit Commentary: “Many hundred years after this, when John Knox - the Elijah of Scotland - was on his death-bed, he said to those who stood around him, ‘Oh, serve the Lord in fear, and death shall not be terrible unto you!’ Something like this was Elijah’s experience. He had been faithful to God’s cause and commands during his life, and now he was not afraid that God would forsake him at its close.” [= Ratusan tahun setelah ini, ketika John Knox, Elia dari Skotlandia, ada di ranjang kematiannya, ia berkata kepada mereka yang berdiri di sekelilingnya, ‘O, layanilah Tuhan dengan rasa takut, dan kematian tidak akan merupakan hal yang mengerikan bagimu!’ Sesuatu yang mirip dengan inilah yang merupakan pengalaman Elia. Ia telah setia pada perkara dan perintah Allah selama hidupnya, dan sekarang ia tidak takut bahwa Allah akan meninggalkannya pada akhir hidupnya.] - hal 27.

4) Elia berusaha untuk meninggalkan Elisa (ay 2,4,6).

Ay 2a: “(2a) Berkatalah Elia kepada Elisa: ‘Baiklah tinggal di sini, sebab TUHAN menyuruh aku ke Betel.’ ... (4a) Berkatalah Elia kepadanya: ‘Hai Elisa, baiklah tinggal di sini, sebab TUHAN menyuruh aku ke Yerikho.’ ... (6a) Berkatalah Elia kepadanya: ‘Baiklah tinggal di sini, sebab TUHAN menyuruh aku ke sungai Yordan.’”.

Atau ini dimaksudkan untuk betul-betul mendapatkan kesendirian, atau untuk mengetest kesetiaan Elisa. Keil & Delitzsch mengatakan bahwa ini dilakukan bukan untuk mengetest kesetiaan Elisa, tetapi karena kerendahan hati Elia, yang tidak ingin pemuliaannya dilihat orang lain, kecuali itu betul-betul kehendak Tuhan. Saya condong pada pandangan pertama atau kedua atau gabungan dari kedua pandangan itu, tetapi saya tidak setuju dengan pandangan ketiga.

Tiga kali Elia berusaha melakukan hal ini, dan tiga kali juga Elisa menolak untuk ditinggalkan (ay 2b,4b,6b). Dalam keadaan normal seorang pelayan harus menuruti majikannya, tetapi pada saat ini, Elisa, yang tahu bahwa itu adalah saat-saat terakhir ia bisa bersama tuannya (ay 3b,5b), menolak untuk ditinggalkan.

5) Elisa tidak mau membicarakan persoalan kenaikan Elia ke surga (ay 3,5).

Ay 3,5: “(3) Pada waktu itu keluarlah rombongan nabi yang ada di Betel mendapatkan Elisa, lalu berkatalah mereka kepadanya: ‘Sudahkah engkau tahu, bahwa pada hari ini tuanmu akan diambil dari padamu oleh TUHAN terangkat ke sorga?’ Jawabnya: ‘Aku juga tahu, diamlah!’ ... (5) Pada waktu itu mendekatlah rombongan nabi yang ada di Yerikho kepada Elisa serta berkata kepadanya: ‘Sudahkah engkau tahu, bahwa pada hari ini tuanmu akan diambil dari padamu oleh TUHAN terangkat ke sorga?’ Jawabnya: ‘Aku juga tahu, diamlah!’”.

Mengapa Elisa tak mau membicarakannya?

a) Pulpit Commentary: “Talking of trouble makes it double.” [= Membicarakan kesukaran membuatnya dobel.] - hal 29.

Tentu ini tidak bisa dimutlakkan untuk semua problem. Problem antara suami - istri atau pendeta - majelis atau orang tua - anak, harus dibicarakan, untuk bisa dibereskan. Tetapi dalam problem-problem tertentu, memang apa yang dikatakan Pulpit Commentary itu benar.

Tetapi saya meragukan bahwa ini merupakan alasan mengapa Elisa tidak mau membicarakan hal itu.

b) Pulpit Commentary: “There is time to speak, and time to be silent (Eccles. 3:7), and this was the hour for silence. Speech would jar on the solemnity of the occasion.” [= Ada waktu untuk berbicara, dan ada waktu untuk berdiam diri (Pkh 3:7), dan ini adalah waktu untuk berdiam diri. Ucapan akan mengganggu kekhidmatan dari peristiwa itu.] - hal 36.

Pkh 3:1-8 - “(1) Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. (2) Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; (3) ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; (4) ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; (5) ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; (6) ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; (7) ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; (8) ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.”.

Penerapan: ada orang terlambat datang dalam kebaktian, lalu saling menyapa, bersalaman, omong-omong, dsb. Sekalipun bersekutu dengan sesama saudara seiman, ramah satu dengan yang lain, merupakan hal yang baik, tetapi kalau itu dilakukan pada saat kebaktian sudah berjalan, itu sangat tidak pada tempatnya! Jadi kalau terlambat datang dalam kebaktian, langsung duduk, dan jangan menyapa siapapun!

Pulpit Commentary: “The deeper experience of life are to be meditated upon rather than much spoken about. The tongue has great power over the heart. The effects of many a solemn hour have been dissipated by unseasonable talk about them.” [= Pengalaman yang lebih dalam dari kehidupan harus lebih direnungkan dari pada dibicarakan. Lidah mempunyai kuasa yang besar terhadap hati. Pengaruh dari banyak saat-saat yang khidmat telah hilang / dibuang oleh pembicaraan yang tidak pada waktunya tentang mereka.] - hal 36.

6) Tawaran Elia dan permintaan Elisa (ay 9-10).

Ay 9-10: “(9) Dan sesudah mereka sampai di seberang, berkatalah Elia kepada Elisa: ‘Mintalah apa yang hendak kulakukan kepadamu, sebelum aku terangkat dari padamu.’ Jawab Elisa: ‘Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu.’ (10) Berkatalah Elia: ‘Yang kauminta itu adalah sukar. Tetapi jika engkau dapat melihat aku terangkat dari padamu, akan terjadilah kepadamu seperti yang demikian, dan jika tidak, tidak akan terjadi.’”.

a) ‘roh Elia’.

Kata ‘roh’ di sini, dan juga dalam ay 15, tentu tidak bisa betul-betul diartikan sebagai ‘roh’, karena pada saat Elia naik ke surga, tentu rohnya juga naik ke surga sehingga tidak mungkin diberikan kepada Elisa. Lalu apa artinya ‘roh’ di sini?

Pulpit Commentary: “The spirit of Elijah was a spirit of fidelity to duty, a spirit of faithfulness in rebuking sin, a spirit of fearlessness and courage in the presence of opposition and danger, and at the same time also a spirit of tenderness and love. Such a spirit every Christian worker should seek to possess. ... We need more men with the spirit of Elijah, who will be faithful to God and conscience at any cost, who will rebuke sin in high places and in any place - the sins of the royalty and rank as well as the sins of the poor.” [= Roh Elia adalah roh kesetiaan terhadap tanggung jawab, roh kesetiaan dalam mencela dosa, roh yang tidak takut dan berani di hadapan oposisi dan bahaya, dan pada saat yang sama juga roh kelembutan dan kasih. Setiap pekerja Kristen harus berusaha memiliki roh seperti itu. ... Kita membutuhkan lebih banyak orang dengan roh Elia, yang setia kepada Allah dan hati nurani berapapun ongkosnya / pengorbanannya, yang mencela dosa di tempat yang tinggi dan di semua tempat, dosa-dosa dari raja / keluarga raja dan orang berpangkat tinggi maupun dosa-dosa dari orang miskin.] - hal 28.

Catatan: untuk bagian yang saya garis-bawahi, saya tak tahu itu terlihat dari mana. Saya tak mengatakan Elia tak mempunyai hal itu, tetapi yang jelas itu tak ditonjolkan dalam cerita-cerita dalam Alkitab tentang Elia.

Sekalipun hal-hal ini juga tercakup dalam ‘roh Elia’, tetapi jelas bahwa kuasa melakukan mujijat (dan mungkin bernubuat) juga termasuk di dalamnya. Ini terlihat dari ay 14 dimana Elisa membuktikan hal itu dengan melakukan mujijat. Juga ay 15 menunjukkan bahwa ketika para nabi melihat Elisa, mereka memberikan pengakuan bahwa ‘roh Elia telah hinggap pada Elisa’. Mengapa? Karena rupanya mereka melihat, atau setidaknya menduga, terjadinya mujijat dalam ay 14 itu.

Ay 14-15: “(14) Ia mengambil jubah Elia yang telah terjatuh itu, dipukulkannya ke atas air itu sambil berseru: ‘Di manakah TUHAN, Allah Elia?’ Ia memukul air itu, lalu terbagi ke sebelah sini dan ke sebelah sana, maka menyeberanglah Elisa. (15) Ketika rombongan nabi yang dari Yerikho itu melihat dia dari jauh, mereka berkata: ‘Roh Elia telah hinggap pada Elisa.’ Mereka datang menemui dia, lalu sujudlah mereka kepadanya sampai ke tanah.”.

b) ‘2 bagian dari roh Elia’.

1. Banyak penafsir menganggap bahwa Elisa meminta kuasa 2 x lipat dari apa yang dimiliki oleh Elia, dan bahkan mereka lalu membuktikan bahwa Elisa melakukan mujijat 2 x lebih banyak dari Elia. Tetapi ini merupakan penafsiran yang salah. Alasannya Elisa tidak pernah menjadi 2 x lebih hebat dari Elia, bahkan Elisa tidak pernah bisa menyamai Elia.

Keil & Delitzsch: “the ministry of Elisha, when compared with that of Elijah, has all the appearance of being subordinate to it.” [= pelayanan Elisa, pada waktu dibandingkan dengan pelayanan Elia, kelihatannya lebih rendah darinya.] - hal 293.

Bahwa Elia lebih besar dari Elisa, juga terlihat dari fakta bahwa yang muncul bersama Yesus pada waktu pemuliaan di gunung adalah Musa dan Elia, bukan Elisa (Mat 17:3-4).

Matthew Poole setuju bahwa arti permintaan ini bukannya Elisa minta kuasa lebih hebat dari Elia, tetapi minta warisan anak sulung, tetapi Poole berkata sebagai berikut: “though Elisha desired no more, yet God gave him more than he desired or expected; and he seems to have had a greater portion of the prophetical and miraculous gifts of God’s Spirit than Elijah had.” [= sekalipun Elisa tidak menginginkan lebih, tetapi Allah memberinya lebih dari yang ia inginkan atau harapkan; dan ia kelihatannya mempunyai bagian yang lebih besar dari karunia-karunia nubuat dan mujijat dari yang dimiliki Elia.] - hal 717.

Saya lebih setuju dengan Keil & Delitzsch bahwa Elisa tetap tidak bisa melampaui Elia.

2. Lalu apa artinya permintaan ini? Ini dihubungkan dengan Ul 21:17, yang mengatakan bahwa anak sulung diberi warisan 2 bagian, atau 2 kali lipat dari anak yang lain.

Ulangan 21:17 - “Tetapi ia harus mengakui anak yang sulung, anak dari isteri yang tidak dicintai itu, dengan memberikan kepadanya dua bagian dari segala kepunyaannya, sebab dialah kegagahannya yang pertama-tama: dialah yang empunya hak kesulungan.’”.

Jadi kalau seseorang punya 3 anak, maka warisan dibagi 4, dan anak sulung menerima 2 bagian, dan anak-anak lain menerima 1 bagian.

Jadi Elisa rupanya menganggap bahwa Elia mempunyai banyak anak rohani (ini mencakup nabi-nabi di Betel dan Yerikho), dan ia meminta warisan sebagai anak sulung.

Daily Bible Commentary, vol I: “a ‘double portion’ of Elijah’s spirit - i.e., not a greater power than that possessed by Elijah but the portion conferred on the eldest son who succeeded to his father’s position (Deut. 21:17).” [= suatu ‘bagian dobel’ dari roh Elia, yaitu, bukan suatu kuasa yang lebih besar dari yang dimiliki Elia, tetapi bagian yang diberikan kepada anak tertua yang menggantikan posisi ayahnya (Ul 21:17).] - hal 322.

c) Permintaan ini tidak menunjukkan ketamakan, karena tamak atau tidaknya tergantung dari motivasi Elisa. Kalau ia meminta hal itu demi kemuliaan Tuhan, maka tentu itu bukan ketamakan.

Barnes’ Notes: “Like Solomon, Elisha asks for no worldly advantage, but for spiritual power to discharge his office aright.” [= Seperti Salomo, Elisa tidak meminta keuntungan duniawi, tetapi meminta kuasa untuk melaksanakan jabatan / tanggung jawabnya dengan benar.] - hal 229.

Bahkan kalau seseorang meminta ‘hal duniawi’ seperti mobil, asalkan motivasinya untuk kemuliaan Tuhan, maka itu bukan ketamakan.

d) Berani meminta, seperti yang dilakukan oleh Elisa, merupakan sesuatu yang penting! Karena kalau kita tidak meminta, kita tidak mendapat (Yak 4:2b)!

Yak 4:2b - “Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa.”.

Pulpit Commentary: “There is a holy boldness in seeking a blessing - the spirit of Jacob, ‘I will not let thee go except thou bless me’ (Gen. 32:26), which never fails of its reward.” [= Di sini ada keberanian yang kudus dalam mencari berkat; roh / semangat Yakub: ‘Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika engkau tidak memberkati aku’ (Kej 32:26), yang tidak pernah gagal menerima upahnya.] - hal 36.

Penerapan: Gereja-gereja jaman sekarang sangat membutuhkan tambahan hamba-hamba Tuhan yang betul-betul bisa memberitakan Injil dan firman Tuhan. Mintalah kepada Tuhan!

Bdk. Mat 9:37-38 - “(37) Maka kataNya kepada murid-muridNya: ‘Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. (38) Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.’”.

e) Jawaban Elia (ay 10).

Ay 10: “Berkatalah Elia: ‘Yang kauminta itu adalah sukar. Tetapi jika engkau dapat melihat aku terangkat dari padamu, akan terjadilah kepadamu seperti yang demikian, dan jika tidak, tidak akan terjadi.’”.

Ini disebut sukar, karena ini tidak tergantung kepada Elia, tetapi tergantung kepada Tuhan. Karena itu Elia lalu mengatakan bahwa kalau Elisa bisa melihatnya terangkat ke surga, maka Elisa akan mendapatkan apa yang ia minta. Secara implicit ini menunjukkan bahwa pengangkatan Elia dengan kuda dan kereta berapi dalam ay 11-12 itu sebetulnya tidak terlihat oleh mata biasa. Ini sama seperti pasukan malaikat yang mengawal Elisa dalam 2Raja 6:16-17, yang baru bisa dilihat oleh bujang Elisa setelah Elisa berdoa untuk hal itu.

II) Kenaikan Elia ke surga.

1) Elia naik ke surga (ay 11).

Ay 11: “Sedang mereka berjalan terus sambil berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai.”.

a) Kereta berapi dan kuda berapi.

1. Ini bukan kiasan tetapi betul-betul kereta dan kuda berapi.

Pulpit Commentary: “There was an actual appearance to Elisha’s vision of fiery chariot and horse. It is wholly against the text to explain this, as Bahr does, by mere figure of speech,” [= Elia betul-betul melihat kereta dan kuda berapi. Merupakan hal yang sepenuhnya bertentangan dengan text untuk menjelaskan ini, seperti yang dilakukan oleh Bahr, sebagai semata-mata suatu kiasan,] - hal 37.

2. Ini bukanlah api yang bersifat duniawi.

Pulpit Commentary: “Material fire is, of course, not to be thought of.” [= Tentu saja yang dipikirkan bukanlah api yang bersifat materi.] - hal 21.

3. Elia naik ke surga dalam kereta berapi itu atau dalam angin badai?

‘The New Bible Commentary: Revised’: “note that it is not stated that Elijah was taken up in the chariot of fire. The chariot of fire separated Elijah and Elisha, and Elijah went up by a whirlwind.” [= perhatikan bahwa tidak disebutkan bahwa Elia diangkat dalam kereta dari api. Kereta dari api itu memisahkan Elia dan Elisa, dan Elia naik oleh angin puting beliung.] - hal 349.

Saya tidak terlalu yakin dengan kata-kata ini, karena kalau demikian apa fungsinya kereta dan kuda berapi itu? Bisa saja Elia memang naik kereta berapi itu dan semuanya lalu diangkat oleh angin badai tersebut.

4. Elia ternyata tidak menderita apa-apa karena kuda dan kereta berapi itu.

Bandingkan dengan tulisan Ir. Herlianto, M. Th. tentang larangan kremasi, yang alasannya adalah: kita tidak tahu kerugian apa yang akan terjadi pada roh orang yang dikremasi itu.

· “dalam pembakaran demikian kita membuka kemungkinan ikut terbakarnya roh / jiwa disamping tubuh, sebab kita tidak tahu berapa lama roh / jiwa manusia masih mempunyai keterkaitan dengan tubuh jasmani setelah seseorang dinyatakan meninggal secara klinis, dan apa yang dirasakan roh / jiwa saat terbakar!” - hal 2, kolom 1.

· “proses pembakaran jenazah akan berdampak kemungkinan ikut terbakarnya roh / jiwa yang mungkin masih punya keterikatan dengan tubuh jasmani itu. Kita jangan berspekulasi mengenai kemungkinan apa yang bisa terjadi dengan roh / jiwa pada saat kita membakar tubuh jasmaninya dengan sengaja.” - hal 3, kolom 1.

· “Ada kemungkinan bahwa roh / jiwa tidak langsung melepaskan keterkaitannya dengan tubuh setelah seseorang dinyatakan mati tetapi membutuhkan waktu beberapa hari, bila demikian pembakaran jenazah dapat berdampak serius terhadap roh / jiwa yang masih punya keterikatan dengan tubuh.” - hal 4, kolom 2.

Saya berpendapat bahwa orang ini kacau dalam pengertiannya tentang penebusan Kristus. Karena kalau tidak, seharusnya ia tahu bahwa pada saat orang kristen mati, penebusan Kristus menyebabkan ia tidak mungkin menderita lagi. Pada saat masih hidup memang ada penderitaan, sebagai serangan setan, ujian Tuhan, hajaran / didikan Tuhan, dsb. Tetapi setelah mati, semua itu tidak ada lagi, sehingga tidak mungkin lagi ada penderitaan bagi orang percaya.

b) Elia, sama seperti Henokh (Kej 5:24 Ibr 11:5), tidak mengalami kematian, tetapi diangkat dengan tubuh jasmaninya ke surga.

Perhatikan bahwa baik ay 1 maupun ay 11 menyatakan bahwa Elia naik ke surga, bukan ke tempat penantian.

Ay 1,11: “(1) Menjelang saatnya TUHAN hendak menaikkan Elia ke sorga dalam angin badai, Elia dan Elisa sedang berjalan dari Gilgal. ... (11) Sedang mereka berjalan terus sambil berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai.”.

Pulpit Commentary: “It is recorded that he went up into heaven. There is no word of an intermediate state.” [= Di sini dicatat bahwa ia naik ke surga. Tidak ada suatu katapun tentang keadaan diantara kehidupan dan surga.] - hal 29.

Naiknya Elia ke surga menurut saya merupakan bukti tentang tidak adanya tempat penantian. Kalau ada tempat penantian, apakah Elia sendirian masuk surga?

c) Dengan tubuh apa Elia ada di surga?

1. Ada yang menganggap tubuhnya diubahkan (tubuh kebangkitan).

Keil & Delitzsch: “Elijah did not die, but was received into heaven by being ‘changed’ (1Cor. 15:51,52; 1Thess. 4:15 sqq.).” [= Elia tidak mati, tetapi diterima di surga dengan diubahkan (1Kor 15:51,52; 1Tes 4:15-dst.).] - hal 295.

Catatan: ayat-ayat yang diberikan oleh Keil & Delitzsch ini berlaku pada saat Yesus datang untuk kedua-kalinya. Itu terlihat dengan jelas dari kontext dari ayat-ayat itu.

Tetapi ini rasanya tidak mungkin berlaku untuk Elia, karena bagaimana ia bisa mempunyai tubuh kebangkitan sebelum Kristus memilikinya? Kristus yang pertama mempunyai tubuh kebangkitan, dan orang-orang lain baru memilikinya pada saat Kristus datang keduakalinya.

1Kor 15:20-23 - “(20) Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. (21) Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua orang mati dalam (persekutuan dengan) Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam (persekutuan dengan) Kristus. (23) Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milikNya pada waktu kedatanganNya.”.

2. Kalau Elia masuk surga dengan tubuh lamanya, tanpa mengalami perubahan, maka itu rasanya bertentangan dengan 1Kor 15:50 - “Saudara-saudara, inilah yang hendak kukatakan kepadamu, yaitu bahwa daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan bahwa yang binasa tidak mendapat bagian dalam apa yang tidak binasa.”.

Saya tidak tahu jawaban terhadap pertanyaan ini.

2) Elisa melihat peristiwa kenaikan Elia ke surga itu (ay 12a).

Ini berarti bahwa tanda yang tadi dikatakan oleh Elia (ay 10), terjadi.

3) Sikap Elisa (ay 12).

a) Ia berteriak: ‘Bapaku, bapaku! Kereta Israel dan orang-orangnya yang berkuda!’ (ay 12a).

1. ‘Bapaku, bapaku’.

Pada jaman itu orang muda sering menyebut nabi yang sudah tua dengan sebutan ‘bapa’ (2Raja 6:21 13:14), tetapi Elisa menyebut Elia di sini dengan sebutan ‘bapa’ mungkin lebih dari sekedar penghormatan, tetapi karena dengan ia bisa melihat terangkatnya Elia ke surga, itu berarti permintaannya terhadap 2 bagian roh Elia dikabulkan, dan ia menjadi anak sulung Elia (Pulpit Commentary).

2. ‘Kereta Israel dan orang-orangnya yang berkuda!’.

Pulpit Commentary mengatakan bahwa kata-kata ini maksudnya adalah sebagai berikut: Kereta dan kuda merupakan alat pertahanan Israel yang terbaik. Dengan kehilangan Elia, kami kehilangan pelindung yang besar, kekuatan dari Israel.

Bandingkan dengan 2Raja 13:14 dimana ungkapan yang persis sama diucapkan oleh Yoas, raja Israel, pada saat Elisa mau mati.

2Raja 13:14 - “Ketika Elisa menderita sakit yang menyebabkan kematiannya, datanglah Yoas, raja Israel, kepadanya dan menangis oleh karena dia, katanya: ‘Bapaku, bapaku! Kereta Israel dan orang-orangnya yang berkuda!’”.

b) Ia menyobek pakaiannya (ay 12b).

Ay 12b: “Kemudian tidak dilihatnya lagi, lalu direnggutkannya pakaiannya dan dikoyakkannya menjadi dua koyakan.”.

Penyobekan pakaian ini dilakukan untuk menunjukkan kesedihan (bdk. Kej 37:29,34 2Sam 13:19 Ayub 1:20 Ayub 2:12). Ini umum dalam jaman Perjanjian Lama yang selalu menunjukkan apa yang ada dalam hati melalui tindakan lahiriah.

Jangan tiru hal ini pada jaman sekarang ini, apalagi pada masa ekonomi yang sukar.

III) Setelah kenaikan Elia ke surga.

1) Elisa meniru apa yang Elia lakukan pada ay 8 (ay 13-14).

Ay 13-14: “(13) Sesudah itu dipungutnya jubah Elia yang telah terjatuh, lalu ia berjalan hendak pulang dan berdiri di tepi sungai Yordan. (14) Ia mengambil jubah Elia yang telah terjatuh itu, dipukulkannya ke atas air itu sambil berseru: ‘Di manakah TUHAN, Allah Elia?’ Ia memukul air itu, lalu terbagi ke sebelah sini dan ke sebelah sana, maka menyeberanglah Elisa.”.

Mungkin ini ia lakukan untuk mencoba apakah ia betul-betul mendapatkan warisan 2 bagian roh Elia. Dan ternyata ia berhasil melakukan mujijat itu!

2) Rombongan nabi menyadari bahwa Elisa telah menjadi pengganti / pewaris Elia, dan mereka sujud kepadanya (ay 15).

Dalam jaman Perjanjian Baru, setelah Yesus mengucapkan Mat 4:10, maka kita dilarang menyembah manusia, siapapun dia adanya.

Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”.

3) Rombongan nabi itu ingin mencari Elia atau mayatnya (ay 16-18).

Ay 16-18: “(16) Mereka berkata: ‘Coba lihat! Di antara hamba-hambamu ini ada lima puluh orang laki-laki, orang-orang tangkas. Biarlah mereka itu pergi mencari tuanmu, jangan-jangan ia diangkat oleh Roh TUHAN dan dilemparkanNya ke atas salah satu gunung atau ke dalam salah satu lembah.’ Elisa menjawab: ‘Janganlah suruh pergi!’ (17) Tetapi ketika mereka mendesak-desak dia sampai memalukan, maka berkatalah ia: ‘Suruhlah pergi!’ Mereka menyuruh lima puluh orang. Orang-orang ini mencari tiga hari lamanya, tetapi tidak bertemu dengan Elia. (18) Ketika mereka kembali kepada Elisa yang masih tinggal di kota Yerikho, berkatalah ia kepada mereka: ‘Bukankah telah kukatakan kepadamu: Jangan pergi?’”.

a) Orang sukar menerima kebijaksanaan Tuhan dalam memanggil pulang orang yang hebat.

Pulpit Commentary: “So the human heart is ever reluctant to submit to God’s purposes. Because we cannot see the meaning of some good man’s removal, we think it was ill-timed. Yet God’s work does not depend upon the human instruments whom he uses.” [= Demikianlah hati manusia selalu segan untuk tunduk pada tujuan / rencana Allah. Karena kita tidak bisa melihat arti / maksud dari penyingkiran (kematian) dari orang yang baik, maka kita berpikir bahwa saatnya tidak tepat. Tetapi pekerjaan Allah tidak tergantung pada alat-alat manusia yang Ia gunakan.] - hal 30.

b) Elisa melarang, tetapi mereka mendesak, sehingga ia akhirnya membiarkan mereka melakukan hal itu, yang tentu saja berakhir dengan kegagalan (ay 16b-18).

1. Ay 16: mungkin mereka mempunyai pikiran seperti pikiran Obaja dalam 1Raja 18:12.

1Raja 18:12 - “Mungkin terjadi, apabila aku sudah pergi dari padamu, Roh TUHAN mengangkat engkau ke tempat yang tidak kuketahui. Kalau aku sampai kepada Ahab untuk memberitahukannya dan engkau tidak didapatinya, tentulah ia akan membunuh aku, padahal hambamu ini dari sejak kecil takut akan TUHAN.”.

2. Ay 17: ‘sampai memalukan’.

KJV/RSV: ‘till he was ashamed’ [= sampai ia merasa malu].

NASB: ‘until he was ashamed’ [= sampai ia merasa malu].

NIV: ‘until he was too ashamed to refuse’ [= sampai ia merasa terlalu malu untuk menolak].

Mungkin maksudnya Elisa tidak mau mereka merasa bahwa ia mengabaikan tuannya (Elia), atau bahwa secara diam-diam ia senang kehilangan tuannya karena dengan demikian ia bisa menggantikan tuannya. Karena itu akhirnya Elisa mengijinkan mereka pergi.

3. Tindakan mencari Elia ini betul-betul bodoh, karena:

a. Mereka sebelumnya sudah diberitahu bahwa Elia akan diangkat ke surga (ay 3,5). Tetapi mungkin mereka menganggap nubuat itu sebagai tidak hurufiah, dan hanya menunjukkan bahwa Elia akan mati. Jadi mereka akan mencari mayatnya.

b. Elisa pasti telah memberitahu / menceritakan peristiwa kenaikan Elia itu tetapi mereka tetap tidak percaya.

4. Tentu saja akhirnya tindakan mereka berakhir dengan kesia-siaan (ay 17b-18).

Perlu dicamkan bahwa lambat atau cepat akan terbukti bahwa segala usaha kita yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan, akan berakhir dengan kesia-siaan (baca kitab Pengkhotbah!). Karena itu sesuaikan semua usaha saudara, baik usaha jasmani maupun rohani, dengan Firman / kehendak Tuhan!

c) Ay 16-18 ini fungsinya untuk menunjukkan bahwa Elia bukannya mengalami kematian / penguburan yang rahasia, tetapi betul-betul diangkat ke surga dengan tubuh jasmaninya tanpa melewati kematian.

Betul-betul aneh bahwa dengan adanya text seperti ini, masih ada orang yang menganggap bahwa Elia mengalami kematian.

‘The New Bible Commentary: Revised’: “We are not specifically told that Elijah did not die, and his appearance with Moses on the Mount of Transfiguration certainly carries no such implication, since Moses according to Scripture had died and his body had been taken by the Lord (Dt. 34:6) or his angel (Jude 9).” [= Kita tidak diberitahu secara tegas bahwa Elia tidak mati, dan pemunculannya dengan Musa di gunung pemuliaan / perubahan rupa jelas tidak memberikan kesan seperti itu, karena menurut Kitab Suci Musa mati dan tubuhnya diambil / dibawa oleh Tuhan (Ul 34:6) atau oleh malaikatNya (Yudas 9).] - hal 349.

Yudas 9 - “Tetapi penghulu malaikat, Mikhael, ketika dalam suatu perselisihan bertengkar dengan Iblis mengenai mayat Musa, tidak berani menghakimi Iblis itu dengan kata-kata hujatan, tetapi berkata: ‘Kiranya Tuhan menghardik engkau!’”.

Tanggapan saya:

1. Tubuh Musa bukannya diambil / dibawa oleh Tuhan, tetapi mati dan dikuburkan oleh Tuhan (Ul 34:5-6).

Ul 34:5-6 - “(5) Lalu matilah Musa, hamba TUHAN itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman TUHAN. (6) Dan dikuburkanNyalah dia di suatu lembah di tanah Moab, di tentangan Bet-Peor, dan tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai hari ini.”. Bdk. Ul 33:1 Ul 32:50 Bil 27:13.

Juga Yudas 9 tidak menunjukkan bahwa malaikat mengambil tubuh Musa. Kebanyakan orang berpendapat bahwa arti Yudas 9 adalah: Tuhan menguburkan mayat Musa sehingga tidak ada orang yang tahu kuburannya, karena Tuhan tidak mau orang Israel menyembah Musa / menjadikan mayat Musa sebagai relics. Dan mungkin sekali karena itu Tuhan lalu menugaskan Mikhael untuk menguburkan dan menjaga mayat Musa itu. Sebaliknya, setan menghendaki mayat Musa itu, supaya bisa ia gunakan untuk menjatuhkan bangsa Israel dalam penyembahan terhadap mayat Musa tersebut.

2. Ini merupakan tafsiran yang menggelikan dan bodoh. Saya berpendapat bahwa jauh lebih kuat alasannya kalau dari 2Raja 2 ini kita menyimpulkan bahwa Elia tidak mengalami kematian, dari pada dari Mat 17:3-4 (munculnya Musa dan Elia di puncak gunung) kita menarik kesimpulan bahwa Musa dan Elia sama-sama mengalami kematian. Apakah dengan sama-sama muncul di atas gunung, menunjukkan bahwa mereka sama-sama mengalami kematian? Bagaimana dengan Yesusnya; apakah juga saat itu sudah mengalami kematian?

Pulpit Commentary: “We must hold, however, that Elijah was really taken in the body to heaven. Bahr’s supposition that he was simply whirled away, and disappeared from earth, perhaps undergoing some secret death and burial as Moses did (for this seems to be his idea), is too much akin to the error of the disciples who sent out fifty strong men to seek for him among the hills (vers. 16,17). It was not Elisha’s view, and has no support in the narrative.” [= Bagaimanapun kita harus mempertahankan bahwa Elia betul-betul diangkat dalam tubuhnya ke surga. Anggapan Bahr bahwa ia hanya diangkat oleh angin puting beliung ke atas, dan menghilang dari bumi, dan mungkin mengalami kematian dan penguburan yang rahasia seperti yang dialami oleh Musa (karena kelihatannya inilah gagasannya), terlalu mirip dengan kesalahan dari para murid / nabi yang mengirim 50 orang yang kuat untuk mencarinya di antara bukit-bukit (ay 16,17). Itu bukanlah pandangan Elisa, dan tidak mempunyai dukungan dalam cerita ini.] - hal 37-38.

IV) Apa makna kenaikan Elia ke surga?

Pulpit Commentary: “Besides being a signal honour put upon a great servant of God, and a striking Old Testament anticipation of the ascension of Christ, it gave to the Israelites, in midtime of their history, a powerful confirmation of the fact of immortality. "The impression made by the history of Enoch, that ‘God took him,’ is marked by the repetition of the word as to the ascension of Elijah" (Pusey). It is noteworthy, also, that the immortality typified by these cases is an immortality in the body.” [= Disamping merupakan tanda kehormatan yang diberikan pada seorang pelayan yang agung dari Allah, dan suatu antisipasi yang menyolok dari Perjanjian Lama tentang kenaikan Kristus ke surga, itu memberikan kepada Israel, di tengah-tengah sejarah mereka, suatu penegasan yang sangat kuat tentang fakta dari keabadian / ketidak-bisa-binasaan. "Kesan yang dibuat oleh sejarah Henokh, bahwa ‘Allah mengambilnya’, ditandai oleh pengulangan kata berkenaan dengan kenaikan Elia ke surga" (Pusey). Juga patut diperhatikan bahwa keabadian yang digambarkan oleh kasus-kasus ini adalah keabadian dalam tubuh.] - hal 38.

Jadi menurut Pulpit Commentary ini ada 3 makna dari kenaikan Elia ke surga:

1) Ini merupakan suatu penghormatan bagi hamba Tuhan yang hebat ini.

Saya meragukan hal ini, karena ada banyak hamba Tuhan lain yang juga hebat, seperti Abraham, Musa dsb, tetapi tidak mengalami kenaikan ke surga dengan tubuh jasmaninya.

2) Ini merupakan suatu bayangan (TYPE) dari kenaikan Kristus ke surga.

3) Ini menunjukkan keabadian manusia. Setelah kehidupan yang sekarang ini, kita hanya pindah tempat, karena ada kehidupan yang akan datang.

Karena itu, kalau saudara tidak ingin menyesal, hiduplah bukan untuk hidup yang sekarang ini yang hanya bersifat sementara, tetapi hiduplah untuk hidup yang akan datang yang bersifat kekal.

-AMIN-

3).II Raja-Raja 2:19-25

I) Mujijat penyehatan air (ay 19-22).

1) Ini terjadi di kota Yerikho.

Kata-kata ‘kota itu’ dalam ay 19 menunjuk pada kota Yerikho yang dibicarakan dalam ay 18nya.

Kota ini dihancurkan dan dikutuk pada jaman Yosua (Yos 6:26), tetapi lalu dibangun kembali oleh Hiel pada jaman Ahab, dengan mengorbankan anak sulung dan anak bungsunya (1Raja 16:34).

Selanjutnya ay 19 mengatakan: ‘Letaknya kota ini baik’.

Kota ini terletak pada suatu dataran yang luas, yang dilalui sebuah sungai, banyak pohon kormanya [Ul 34:3. RSV: ‘the city of palm trees’ (= kota pohon palm)] dan pohon aranya (Luk 19:4), bunga-bungaan yang harum dan tumbuh-tumbuhan lainnya.

2) Problem di kota Yerikho itu.

Ay 19: ‘airnya tidak baik dan di negeri ini sering ada keguguran bayi’.

Entah dari mana kata-kata ‘keguguran bayi’ itu bisa muncul, karena sebetulnya terjemahannya tidak seperti itu.

KJV: ‘the water is naught, and the ground barren’ (= airnya tak berharga, dan tanahnya tandus / mandul).

RSV/NASB: ‘the water is bad, and the land is unfruitful’ (= airnya jelek, dan tanahnya tidak berbuah).

NIV: ‘the water is bad and the land is unproductive’ (= airnya jelek dan tanahnya tidak produktif).

Bdk. Ay 21b: ‘maka tidak akan terjadi lagi olehnya kematian atau keguguran bayi’.

KJV: ‘there shall not be from thence any more death or barren land’ (= mulai saat ini tidak akan terjadi lagi kematian atau tanah yang tandus / mandul).

RSV: ‘henceforth neither death nor miscarriage shall come from it’ (= mulai saat ini tidak ada kematian atau keguguran yang datang dari air itu). Ini juga merupakan terjemahan yang salah.

NIV: ‘Never again will it cause death or make the land unproductive’ (= Tidak akan pernah lagi air ini menyebabkan kematian atau membuat tanahnya tidak produktif).

NASB: ‘there shall not be from there death or unfruitfulness any longer’ (= dari sana tidak akan ada kematian atau ketidak-berbuahan lagi).

Untuk kedua bagian ini terjemahan NIV/NASB cukup baik.

Jadi problem kota Yerikho pada saat itu adalah air yang jelek, yang mengakibatkan tanah yang tandus dan tak berbuah dan bahkan menyebabkan kematian.

3) Cara Elisa menyehatkan air di kota Yerikho (ay 20-22).

a) Elisa melemparkan garam ke mata air, dan airnya lalu menjadi sehat (ay 20-21). Garam seharusnya justru merusak air dan tanah. Ia sengaja menggunakan garam untuk menunjukkan bahwa semua itu merupakan mujijat dari Tuhan. Bandingkan dengan Yesus yang menyembuhkan mata orang buta dengan tanah dan air liur (Yoh 9:6), padahal sebetulnya orang yang tidak butapun akan ‘menjadi buta’ kalau matanya diberi tanah.

b) Dari ay 22 terlihat bahwa yang dihasilkan bukan hanya manfaat yang bersifat sementara tetapi manfaat yang menetap.

Keil & Delitzsch: “But if this miracle was adapted to show to the people the beneficent character of the prophet’s ministry, the following occurrence was intended to prove to the despisers of God that the Lord does not allow His servants to be ridiculed with impunity” (= Tetapi jika mujijat ini disesuaikan untuk menunjukkan kepada bangsa itu sifat dermawan dari pelayanan sang nabi, kejadian selanjutnya dimaksudkan untuk membuktikan kepada para pencemooh Allah bahwa Tuhan tidak membiarkan orang mempermainkan pelayan-pelayanNya tanpa hukuman) - hal 299.

II) Hukuman bagi pencemooh (ay 23-25).

1) Elisa meninggalkan Yerikho dan pergi ke kota Betel (ay 23a).

Kota Betel merupakan salah satu pusat penyembahan anak lembu (1Raja 12:28-33 13:1-32), dan karenanya seorang nabi Tuhan tidak disambut dengan baik di sini.

Matthew Poole: “Beth-el, which was the mother city of idolatry, 1Kings 12:28,29; … , where the prophets planted themselves, that they might bear witness against it, and dissuade the people from it; though, it seems, they had but small success there” (= Betel, yang merupakan pusat penyembahan berhala, 1Raja 12:28-29; …, dimana nabi-nabi menempatkan diri mereka sendiri, supaya mereka bisa memberi kesaksian yang menentangnya, dan meminta supaya bangsa itu tidak menyembah berhala lagi; sekalipun kelihatannya mereka hanya mendapatkan sedikit keberhasilan di sana) - hal 719.

2) Muncul sekelompok ‘anak’ (ay 23b).

Ay 23b menyebutkan ‘anak-anak’.

KJV: ‘little children’ (= anak-anak kecil).

RSV: ‘small boys’ (= anak-anak kecil).

Terjemahan-terjemahan di atas ini menimbulkan problem bagi banyak orang, karena mereka berpikir bagaimana Elisa, atau bahkan Tuhan sendiri, bisa begitu kejam terhadap anak-anak kecil (yang mereka bayangkan berusia 6-7 tahun), sehingga menghukum mereka dengan hukuman mati. Bukankah anak-anak kecil belum bisa bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan? Untuk itu perlu diketahui bahwa kata Ibraninya, sekalipun bisa menunjuk kepada ‘anak’ tetapi bisa juga menunjuk kepada ‘pemuda’ atau bahkan ‘orang yang sudah dewasa’.

Pulpit Commentary: “These were not, as the text might lead us to infer, ‘little children’ of six or seven years of age, but ‘young lads,’ boys and young men, who had come to the age of responsibility” (= Mereka ini bukanlah, seperti textnya mengarahkan kita untuk membuat kesimpulan, ‘anak-anak kecil’ yang berusia 6 atau 7 tahun, tetapi ‘anak-anak muda’, anak-anak laki-laki dan orang-orang muda, yang telah mencapai usia dimana mereka bisa bertanggung jawab) - hal 40.

Pulpit Commentary: “‘Little children’ is an unfortunate translation, raising quite a wrong idea of the tender age of the persons spoken of. … NAARIM KETANAIM would be best translated ‘young lads’ – boys, that is, from twelve to fifteen” (= ‘Anak-anak kecil’ merupakan terjemahan yang patut disayangkan, menimbulkan gagasan yang salah tentang usia dari orang yang dibicarakan. … NAARIM KETANAIM terjemahan terbaiknya adalah ‘anak-anak muda’ – anak-anak laki-laki, yaitu yang berusia dari 12 sampai 15 tahun) - hal 23.

Catatan: Kata Ibrani yang dipakai seharusnya adalah NEARIM KETANNIM, bukan NAARIM KETANAIM.

Tentang kata-kata NEARIM KETANNIM ini, Adam Clarke mengatakan bahwa:

a) Kata NAAR, yang merupakan bentuk tunggal dari kata NEARIM, bisa menunjuk kepada anak, orang muda, pelayan, dan bahkan seorang tentara atau orang yang sudah bisa berperang. Kata ini digunakan untuk menunjuk kepada Ishak dalam Kej 22:5,12 (perhatikan bahwa Ishak bisa memikul kayu bakar dalam ay 6, dan ini pasti menunjukkan bahwa ia sudah cukup besar). Kata ini juga digunakan untuk menunjuk kepada Yusuf pada waktu ia berusia 39 tahun (Kej 41:12), dan juga digunakan dalam 1Raja 20:14 untuk menunjuk kepada orang yang sudah bisa perang.

b) Kata KATON yang merupakan bentuk tunggal dari KETANNIM, berarti ‘muda’ (sebagai lawan kata dari ‘tua’).

Karena itu, dibandingkan dengan terjemahan Kitab Suci Indonesia, KJV, RSV, saya lebih memilih terjemahan NIV/NASB.

NIV: ‘youths’ (= pemuda-pemuda).

NASB: ‘young lads’ (= anak-anak muda).

Selanjutnya kalau kita melihat ay 24, maka di situ digunakan kata ‘anak’ yang berbeda yaitu YALAD. Tetapi kata inipun bisa menunjuk kepada anak ataupun pemuda.

Matthew Poole: “Forty and two children: this Hebrew word signifies not only young children, but those also who are grown up to maturity, as Gen. 32:22; 34:4; 37:30; Ruth 1:5” (= Empat puluh dua anak-anak: kata Ibrani ini tidak hanya berarti anak-anak muda, tetapi juga mereka yang telah bertumbuh menjadi dewasa / matang, seperti Kej 32:22; 34:4; 37:30; Rut 1:5) - hal 719.

Catatan: Kata YALAD ini digunakan dalam:

1. Kej 32:22 untuk menunjuk kepada anak-anak Yakub. Tetapi agak sukar untuk melihat usia anak-anak Yakub di sini.

2. Kej 34:4 (yang dipakai di sini adalah bentuk feminine / perempuannya dan diterjemahkan ‘gadis’) untuk menunjuk kepada Dina yang sudah cukup dewasa.

3. Kej 37:30 untuk menunjuk kepada Yusuf yang berusia 17 tahun.

4. Rut 1:5 untuk menunjuk kepada Mahlon dan Kilyon yang sudah menikah.

3) Para pemuda / remaja itu ‘mencemoohkan’ Elisa (ay 23b).

a) ‘Mencemoohkan’ (ay 23b).

Matthew Poole: “Mocked him, with great petulancy and vehemency, as the conjugation of the Hebrew verb signifies; deriding both his person and his ministry, and that from a profane contempt of the true religion, and a passionate love to that idolatry which they knew he opposed” (= Mengejek / mencemoohkan dia, dengan kekurang-ajaran dan semangat yang besar, seperti ditunjukkan oleh penafsiran kata kerja Ibraninya; mengejek baik dirinya maupun pelayanannya, dan itu ditimbulkan dari kejijikan yang kotor terhadap agama yang benar, dan dari kasih yang berkobar-kobar kepada penyembahan berhala yang mereka tahu ditentang olehnya) - hal 719.

b) ‘Naiklah’ (ay 23b).

Ada yang berpendapat bahwa kata ‘naiklah’ berarti ‘naiklah ke surga seperti Elia, supaya kami tidak diganggu lagi olehmu’.

Matthew Poole: “Go up; go up into heaven, whither thou pretended that Elijah is gone. Why didst not thou accompany thy friend and master to heaven? Oh that the same Spirit would take thee up also, that thou mightest not trouble us nor our Israel, as Elijah did!” (= Naiklah, naiklah ke surga, kemana engkau menganggap Elia naik. Mengapa engkau tidak menemani temanmu dan tuanmu ke surga? O, semoga Roh yang sama akan mengangkatmu juga, supaya engkau tidak mengganggu kami atau Israel, seperti yang dilakukan oleh Elia!) - hal 719.

c) ‘Botak’.

Keil & Delitzsch: “It was rather as a natural defect, for Elisha, who lived for fifty years after this (ch. 13:14), could not have been bald from age at that time” [= Itu lebih merupakan cacat alamiah, karena Elisa, yang hidup 50 tahun setelah ini (pasal 13:14), tidak mungkin botak karena usia pada saat itu] – hal 299.

Penerapan: Mengejek seseorang karena bentuk lahiriahnya adalah sesuatu yang jahat! Misalnya ‘cebol’, ‘kero’, ‘pesek’, ‘pengkor’, dsb.

d) Hati-hati dengan kepandaian mengejek.

Kalau kepandaian mengejek ini digunakan dengan benar, bisa berguna, misalnya seperti yang dilakukan oleh Elia dalam 1Raja 18:27 dan oleh Mikha dalam 1Raja 22:15. Tetapi kalau digunakan secara salah ini menjadi dosa.

e) Pulpit Commentary: “Their sin was a disrespect towards old age, combined, perhaps, with disrespect for the prophetical order, to which they may have known from his dress that Elisha belonged” (= Dosa mereka adalah sikap tidak hormat kepada orang tua, mungkin dikombinasikan dengan sikap tidak hormat kepada kedudukan nabi, dan mereka bisa mengetahui bahwa Elisa termasuk golongan nabi dari pakaiannya) - hal 24.

4) Tindakan Elisa: mengutuk mereka dalam nama Tuhan (ay 24a).

a) ‘demi nama Tuhan’.

Matthew Poole: “In the name of the Lord; not from any carnal or revengeful passion, but by the motion of God’s Spirit, and by God’s command and commission, as appears by God’s concurrence with him” (= Dalam nama Tuhan; bukan dari nafsu daging atau balas dendam, tetapi oleh dorongan Roh Allah, dan oleh perintah dan pemberian otoritas Allah, seperti terlihat dari persetujuan Allah dengannya) - hal 719.

b) Akibatnya kutukan Elisa ini.

Muncul 2 ekor beruang dari hutan yang mencabik-cabik 42 orang pemuda remaja tersebut (ay 24b).

c) Beberapa komentar tentang peristiwa ini.

1. Satu penafsir (Pulpit Commentary, hal 24) mengatakan bahwa dari sudut pandang kristen, tindakan Elisa ini tidak dapat dibenarkan, karena orang kristen tidak boleh mengutuk siapapun. Tetapi dalam Perjanjian Lama, kita bisa mengerti bahwa seorang yang baru menjadi nabi, perlu membela kehormatan / kewibawaan jabatannya dengan melakukan hal ini. Juga perlu diingat bahwa dalam Perjanjian Lama ada kasus yang harus dikutuki (bdk. Ul 27:14-26).

Catatan: perlu diingat bahwa dalam Gal 1:6-9 dan 1Kor 16:22 Rasul Paulus mengutuk orang yang memberitakan Injil yang berbeda / Injil yang lain dan juga orang yang tidak mengasihi Tuhan! Jadi, Perjanjian Baru tidak secara mutlak melarang orang mengutuk!

2. Adam Clarke: “had it proceeded from a wrong disposition of the prophet, no miracle would have been wrought in order to gratify it” (= andaikata itu keluar dari watak / kecondongan yang salah dari sang nabi, tidak akan ada mujijat yang dibuat untuk memuaskan / memenuhinya) - hal 486.

3. Pulpit Commentary: “Elisha could not tell what would be the effect of his curse. It could have no effect at all excepting through the will and by the action of God. … the punishment, whatever its severity, came from God, not from the prophet, and we may be sure was just. … A severe example may have been needed under the circumstances of the time, when a new generation was growing up in the contempt of God and religion; and the sin of the lads was not a small one, but indicated that determined bent of the will against good, and preference of evil, which is often developed early, and generally goes on from bad to worse” (= Elisa tidak bisa menceritakan apa akibat / hasil dari kutukannya. Itu bisa tidak berakibat apa-apa kecuali melalui kehendak dan oleh tindakan Allah. … hukuman itu, betapapun kerasnya, datang dari Allah, bukan dari sang nabi, dan kita bisa yakin bahwa itu adil / benar. … Contoh yang keras mungkin dibutuhkan dalam sikon saat itu, dimana suatu generasi yang baru sedang bertumbuh menjadi dewasa dalam perasaan jijik / menghina terhadap Alah dan agama; dan dosa dari para pemuda itu bukanlah dosa kecil, tetapi menunjukkan kehendak yang dibengkokkan untuk menentang kebaikan, dan lebih memilih kejahatan, yang sering berkembang pada masa muda, dan biasanya menjadi makin buruk) - hal 24.

d) Bagian ini mengajarkan tanggung jawab pemuda / remaja.

Pulpit Commentary: “The whole incident teaches in a very emphatic manner the responsibility of youth” (= Seluruh kejadian ini mengajar dengan suatu cara yang tegas / menekankan tentang tanggung jawab dari anak muda) - hal 41.

Pulpit Commentary lalu mengutip kata-kata Dr. Arnold: “I take this story as teaching us what I think we very much need to be taught, namely, that the faults of our youth, and those which are most natural to us at that age, are not considered by God as trifling. … You may hear grown-up people talk in a laughing manner of the faults which they committed at school, of their idleness, and their various acts of mischief, and worse than mischief. And when boys hear this, it naturally makes them think it really does not matter much whether they behave well or ill - they are just as likely to be respectable and amiable men hereafter. I would beg those who think so to attend a little to the story in the text” (= Saya menganggap bahwa cerita ini mengajar kita apa yang saya pikir sangat perlu untuk diajarkan, yaitu bahwa kesalahan-kesalahan dari masa muda kita, dan hal-hal yang paling alamiah bagi kita pada usia itu, tidak dianggap remeh oleh Allah. … Kamu mungkin mendengar orang-orang dewasa berbicara sambil tertawa tentang kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan di sekolah, tentang kemalasan mereka, dan bermacam-macam tindakan nakal mereka, dan tindakan yang lebih buruk dari kenakalan. Dan pada waktu anak-anak mendengar ini, tentu saja itu membuat mereka berpikir bahwa sebetulnya tidak terlalu jadi soal apakah mereka berkelakuan baik atau buruk - mereka tetap bisa menjadi orang-orang yang terhormat dan ramah / menyenangkan nanti. Saya minta supaya mereka yang berpikir seperti itu memperhatikan cerita dalam text ini) - hal 41.

Penerapan:

1. Orang tua hendaknya tidak mentertawakan dosa ataupun meremehkan dosa. Bersikaplah serius terhadap dosa anak-anak saudara, karena Tuhan juga bersikap demikian!

2. Para pemuda / remaja, janganlah remehkan dosa saudara (seperti ngerpek, dsb) dengan menganggap bahwa semua pemuda remaja toh juga berbuat begitu.

e) Ini juga merupakan hukuman bagi orang tua dari para pemuda / remaja tersebut.

Hukuman bagi para pemuda itu sekaligus merupakan hukuman bagi para orang tua mereka. Karena mereka tidak mendidik anak-anak mereka dengan benar, maka mereka harus kehilangan anak-anak mereka.

Penerapan: para orang tua hendaklah sangat serius dalam pendidikan anak-anak!

5) Elisa lalu pergi ke gunung Karmel, lalu ke Samaria (ay 25).

Berbeda dengan Elia yang hidup menyendiri, Elisa bergaul dengan orang banyak. Ia tinggal di ibu kota negaranya yaitu Samaria (5:9 6:32) dan menjadi penasehat raja (6:9) dan sangat dihormati oleh raja.

Pulpit Commentary: “Unlike Elijah, he is not a child of the desert, but a man of the city” (= Berbeda dengan Elia, ia bukanlah anak gurun pasir, tetapi orang kota) - hal 39.

Perbandingan Elia dan Elisa seperti Yohanes Pembaptis dan Yesus (Mat 11:18-19).

Kesimpulan / penutup.

Ada saat dimana Elisa melakukan pelayanan yang bersifat ‘baik hati’ / ‘menolong’, tetapi juga ada saat dimana ia melakukan tindakan yang tegas dan keras terhadap orang-orang yang brengsek. Kalau saudara melihat orang kristen lain melakukan hal seperti itu, jangan terlalu cepat menyalahkannya / menghakiminya. Orang kristen memang harus seperti itu, dan saudarapun harus seperti itu.

-AMIN-

4).II Raja-Raja 3:1-27

I) Yoram, raja Israel, dan perangnya melawan Moab.

1) Pertama-tama, supaya saudara tidak bingung oleh persamaan nama, perhatikan silsilah di bawah ini.



2) Yoram, anak Ahab, menjadi raja Israel dalam tahun ke 18 zaman Yosafat, raja Yehuda (ay 1).

Ada hal-hal yang kelihatannya bertentangan dan perlu dijelaskan:

a) 1Raja 22:52 mengatakan bahwa Ahazia bin Ahab menjadi raja atas Israel dalam tahun ke 17 zaman Yosafat, raja Yehuda, dan Ahazia bin Ahab memerintah 2 tahun lamanya. Tetapi Yoram, adik Ahazia, anak Ahab menggantikan kakaknya menjadi raja atas Israel dalam tahun ke 18 zaman Yosafat raja Yehuda (2Raja 3:1). Ini bukan kontradiksi, karena kalau dikatakan 2 tahun, bisa saja itu cuma sebagian dari tahun pertama dan sebagian dari tahun kedua (bandingkan dengan Yesus bangkit pada hari ke 3).

b) 2Raja 1:17 mengatakan bahwa Yoram bin Ahab itu menjadi raja pada tahun kedua zaman Yoram bin Yosafat, raja Yehuda.

2Raja 3:1 mengatakan Yoram bin Ahab ini menjadi raja dalam tahun ke 18 zaman Yosafat, raja Yehuda.

2Raja 8:16 mengatakan bahwa Yoram bin Yosafat menjadi raja pada tahun ke 5 dari zaman Yoram bin Ahab.

Pada waktu Yosafat masih menjadi raja anaknya sudah diangkat menjadi raja (tahun ke 17 dari Yosafat), sehingga mereka memerintah bersama-sama, dan tahun ke 18 dari Yosafat sama dengan tahun ke 2 dari Yoram bin Yosafat. Lalu akhirnya, 2 tahun sebelum kematiannya, Yosafat menyerahkan takhta sepenuhnya kepada Yoram bin Yosafat, dan ini terjadi pada tahun ke 5 dari Yoram bin Ahab.

3) Yoram juga jahat, tetapi agak berkurang jahatnya dibandingkan dengan Ahab dan Izebel, karena ia membuang Baal (ay 2), tetapi ia masih berpegang pada dosa Yerobeam (ay 3), yaitu penyembahan anak lembu.

Pulpit Commentary (hal 42) menyoroti ay 2 yang mengatakan bahwa patung-patung Baal itu tidak dihancurkan tetapi hanya dijauhkan / disingkirkan. Jadi, ini masih kurang baik. Disamping itu, penyingkiran Baal yang ia lakukan tidak berhasil, karena terlihat dari 2Raja 10:18-dst bahwa penyembahan Baal masih terus berlangsung di negerinya, dan baru dihancurkan pada jaman Yehu. Ini tidak mengherankan karena Izebel, ibunya, masih hidup dalam sepanjang pemerintahannya (bdk. 2Raja 9:30-37). Kalau ia mau bertobat dengan sungguh-sungguh, ia bukan hanya harus menghancurkan penyembahan anak lembu (dosa Yerobeam), tetapi juga harus menghukum mati ibunya (bdk. Ul 13:6-dst. Catatan: tentu hukum ini tidak berlaku lagi pada jaman sekarang).

Penerapan: orang berhenti ganja tetapi masih rokokan. Menjadi orang kristen / pergi ke gereja, tetapi masih memegangi agama lain. Berhenti ngerpek, tetapi masih nyontoh pada waktu ulangan / ujian. Rajin Kebaktian, malas Pemahaman Alkitab / pelayanan. Semua ini cuma menunjukkan ‘setengah bertobat’, atau ‘reformasi sebagian’.

4) Perang melawan Moab.

a) Orang Moab, yang tadinya takluk dan membayar upeti kepada Israel, berontak. Dan Yoram bin Ahab lalu mengajak Yosafat, raja Yehuda, untuk berperang melawan Moab.

b) Yosafat mau saja untuk diajak berperang (ay 7), padahal sudah 2 x ia dihukum / dihajar Tuhan gara-gara aliansinya dengan Israel (1 x dengan Ahab dan 1 x dengan Ahazia).

Mungkin ia mau karena:

1. Yoram membuang penyembahan Baal.

2. Ia sendiri baru diserang oleh Moab (bdk. 2Taw 20:1-35).

3. Ada hubungan keluarga antara mereka, karena Yoram anak Yosafat menikah dengan Atalya, anak Ahab (2Raja 8:18,26 2Taw 18:1 2Taw 21:6).

c) Raja Edom ikut bergabung dengan Israel dan Yehuda (ay 9).

Dalam 2Taw 20 ia bergabung dengan Moab dan Amon melawan Yehuda, tetapi akhirnya bani Moab dan Amon justru menyerang mereka (Catatan: Seir adalah daerah Edom - bdk. Kej 32:3). Ini yang menyebabkan sekarang Edom mau bergabung dengan Israel dan Yehuda untuk menyerang Moab.

5) Problem air (ay 9).

Pada waktu menghadapi bahaya / problem ini, Yoram putus asa. Ia bukannya lari kepada Tuhan tetapi bahkan mencela Tuhan (ay 10). Tetapi Yosafat justru lari kepada Tuhan dengan berusaha menemukan seorang nabi Tuhan yang bisa memberi petunjuk (ay 11).

Pulpit Commentary: “Undoubtedly he ought to have had inquiry made of the Lord before he consented to accompany Jehoram on the expedition. But one neglect of duty does not justify persistence in neglect” (= Tak diragukan lagi ia seharusnya bertanya kepada Tuhan sebelum ia menyetujui untuk menemani Yoram dalam expedisi itu. Tetapi satu kelalaian terhadap kewajiban tidak membenarkan ketekunan dalam kelalaian) - hal 43.

6) Seorang pegawai raja Israel lalu mengatakan bahwa di sana ada Elisa, yang dahulu melayani Elia (ay 11b).

Kata-kata ‘yang dahulu melayani Elia’ (ay 11b) diterjemahkan secara hurufiah oleh KJV: ‘which poured water on the hands of Elijah’ (= yang mencurahkan air pada tangan Elia).

II) Yoram dan Yosafat menghadap Elisa.

1) Sikap Elisa terhadap Yoram.

Pada waktu Yoram dan Yosafat menghadap Elisa, Elisa mengucapkan kata-kata yang bukan saja keras tetapi juga sangat tidak enak didengar telinga, dan menyerang Yoram secara frontal (ay 13a).

Yoram merendahkan diri dengan mengucapkan ay 13b, tetapi Elisa lagi-lagi mengucapkan kata-kata keras dalam ay 14: ‘jika tidak karena Yosafat, raja Yehuda, maka sesungguhnya aku ini tidak akan memandang dan melihat kepadamu’.

Ini menunjukkan bahwa Elisa menghormati seseorang bukan karena kedudukan ataupun kekayaannya, tetapi karena kerohaniannya.

Ada beberapa hal yang bisa dipelajari dari sini:

a) Mengapa Elisa bisa tidak memandang muka dan bersikap keras terhadap seorang raja? Karena ia selalu mengingat bahwa ia melayani Tuhan (ay 14: ‘Demi Tuhan semesta alam yang hidup, yang di hadapanNya aku menjadi pelayan’).

Penerapan: ini perlu dicamkan oleh semua hamba Tuhan. Selalulah mengingat bahwa saudara adalah hamba Tuhan, dan karena itu janganlah memandang muka ataupun menjadi hamba manusia!

b) ‘Reformasi’ setengah-setengah yang dilakukan Yoram, belum cukup untuk menyenangkan Tuhan / Elisa.

Pulpit Commentary: “Jehoram must not be allowed to suppose that he has done enough by his half-repentance and partial reformation; he must be rebuked and shamed, that he may, if possible, be led on to a better frame of mind” (= Yoram tidak boleh dibiarkan untuk menganggap bahwa setengah pertobatan dan sebagian reformasi yang ia lakukan itu sudah cukup; ia harus ditegur dan dipermalukan, sehingga jika mungkin ia bisa dibimbing pada kerangka berpikir yang lebih baik) - hal 43.

c) Tuhan tetap memperhatikan dan melindungi Yosafat yang adalah orang saleh, dan demi dia Elisa / Tuhan mau memberikan pertolongan. Dan Yoram yang jahat ‘kecipratan berkat’ karena dekat dengan orang saleh. Bandingkan dengan Potifar yang diberkati karena adanya Yusuf, dan Laban yang diberkati karena adanya Yakub.

Tetapi perlu diingat bahwa dekat dengan orang saleh seringkali juga kecipratan serangan setan!

2) Elisa meminta untuk dipanggilkan seorang pemain kecapi (ay 15).

a) Kemarahan yang suci sekalipun (terhadap Yoram) membuat hati / pikiran Elisa tidak tenang, sehingga sukar bersekutu dengan Allah dan mendengar suaraNya.

Penerapan: Kalau saudara berbakti di gereja dimana khotbahnya sesat atau tidak karuan, maka ada 2 kemungkinan:

1. Saudara ‘sabar’ dan tidak marah. Ini menunjukkan saudara adalah orang brengsek yang tidak menghargai kebenaran (bdk. Wah 2:2 2Kor 11:4).

2. Saudara marah, dengan kemarahan yang suci, dan ini tetap mengganggu kebaktian saudara dan persekutuan saudara dengan Allah.

Jadi, apakah baik kalau pergi ke gereja yang saudara tahu adalah gereja sesat / brengsek?

b) Elisa minta dipanggilkan seorang pemain kecapi untuk menenangkan hatinya sehingga ia bisa mendengar suara Tuhan.

Andaikata Elisa mengalami ketidaktenangan karena dosa, maka pasti musik apapun tak akan bisa menenangkan hatinya. Dalam kasus ada dosa, maka yang dibutuhkan adalah pertobatan / pengakuan dosa. Tetapi karena ketidaktenangan yang ia alami bukan terjadi karena dosa, maka musik / lagu rohani bisa menenangkan hati / pikirannya.

Ini menunjukkan:

1. Betapa pentingnya penenangan pikiran / hati untuk bisa bersekutu dengan Tuhan, mendengar suara Tuhan, dsb.

2. Musik / nyanyian merupakan alat yang penting sekali untuk menenangkan pikiran / hati. Mungkin jenis musik / lagunya juga menentukan. Misalnya menenangkan pikiran / hati dengan band saya kira tidak cocok, juga lagu yang kalem tentu berbeda dengan lagu yang gembira / cepat. Ini harus dipikirkan oleh chairman / pemimpin liturgi.

Pulpit Commentary: “Music was cultivated in the school of the prophets (1Sam 10:5; 1Chron 25:1-3), and was employed to soothe and quiet the soul, to help it to forget things earthly and external, and bring it into that ecstatic condition in which it was most open to the reception of Divine influence” [= Musik dilatih dalam sekolah nabi-nabi (1Sam 10:5; 1Taw 25:1-3), dan digunakan untuk menyejukkan dan menenangkan jiwa, menolongnya untuk melupakan hal-hal duniawi dan luar / lahiriah, dan membawanya pada kondisi yang sangat gembira dimana ia paling terbuka pada penerimaan pengaruh ilahi] - hal 44. Bdk. dengan Daud yang main kecapi di hadapan Saul.

Penerapan:

a. Jangan datang terlambat dalam Kebaktian atau Pemahaman Alkitab sehingga saudara harus langsung mendengar Firman Tuhan tanpa penenangan hati / pikiran. Nyanyian sebelum Firman Tuhan sangat penting, bukan hanya sebagai pujian kepada Tuhan, tetapi juga untuk menenangkan hati / pikiran kita sehingga kita bisa mendengar Firman Tuhan dengan lebih baik.

b. Kalau mau berdoa / Saat Teduh dan hati sedang kacau, cobalah untuk menyanyi beberapa lagu lebih dulu. Atau bisa juga saudara menggunakan cassette lagu rohani.

Clarke (hal 488) mengatakan bahwa ada imam-imam kafir yang meniru apa yang dilakukan nabi-nabi dalam penggunaan musik, tetapi akibatnya sangat berbeda. Kalau nabi-nabi dipenuhi Roh Allah dan mendapatkan ketenangan, maka imam-imam kafir itu justru dirasuk setan dan melakukan gerakan-gerakan yang liar (Bandingkan dengan jaran kepang yang juga pakai musik). Jadi, iman seseorang menentukan pengaruh lagu / musik baginya.

Penerapan: jangan terlalu berharap untuk menghibur / menenangkan orang yang non kristen (baik ia kristen KTP atau kafir total) dengan menggunakan musik / lagu rohani. Paling-paling orang itu akan mendapatkan penenangan semu / sementara, seperti yang didapat Saul ketika Daud memainkan kecapi baginya (1Sam 16:14-23). Bisa-bisa itu tak berguna sama sekali baginya.

Satu hal lagi yang harus diperhatikan adalah bahwa Elisa menggunakan musik ini hanya sebagai persiapan bagi dirinya untuk bisa mendapatkan pesan Tuhan dan menubuatkannya. Ini tidak berarti bahwa pada waktu ia bernubuat / menyampaikan pesan Tuhan, musiknya terus berjalan. Jadi, jangan menggunakan bagian ini sebagai dasar untuk mengiringi pembacaan Kitab Suci / penyampaian khotbah dengan musik. Ini mungkin lebih jelek lagi dari mengiringi doa dengan musik.

3) Pesan Tuhan melalui Elisa (ay 16-19).

a) Mereka disuruh membuat parit (ay 16-17).

1. Parit itu berfungsi untuk menahan air. Rupanya tempat itu menurun, sehingga kalau tidak ada parit, nanti airnya turun ke bawah.

Sebetulnya ini perintah yang tidak masuk akal dan bahkan menggelikan!

2. Ay 17b: ‘ternak sembelihan dan hewan pengangkut’.

Binatang yang ada pada mereka, sebagian dibawa sebagai bahan makanan, dan sebagian yang lain sebagai binatang pengangkut.

b) Ay 18a: ‘Dan itupun adalah perkara ringan di mata Tuhan’.

Apa yang sukar / mustahil bagi manusia, merupakan hal yang mudah bagi Tuhan.

c) Elisa juga menubuatkan kekalahan Moab (ay 18b-19).

Ay 19b: ‘kamu akan menumbangkan segala pohon yang baik’.

Ini kelihatannya bertentangan dengan Ul 20:19-20 - “Apabila dalam memerangi suatu kota, engkau lama mengepungnya untuk direbut, maka tidak boleh engkau merusakkan pohon-pohon sekelilingnya dengan mengayunkan kapak kepadanya; buahnya boleh kaumakan, tetapi batangnya janganlah kautebang; sebab, pohon yang di padang itu bukan manusia, jadi tidak patut ikut kaukepung. Hanya pohon-pohon, yang engkau tahu tidak menghasilkan makanan, boleh kaurusakkan dan kautebang untuk mendirikan pagar pengepungan terhadap kota yang berperang melawan engkau, sampai kota itu jatuh”.

Untuk ini ada macam-macam penafsiran:

1. Elisa bukan memerintahkan tetapi hanya menubuatkan.

2. Elisa mengecualikan Moab.

3. Ul 20:19-20 itu dianggap hanya sebagai kebijaksanaan, bukan sebagai larangan, dan karena itu hanya diterapkan terhadap negara yang akan mereka duduki, bukan terhadap negara yang sekedar akan mereka kalahkan.
III) Penggenapan nubuat Elisa.

1) Ay 20: rupanya Tuhan memberi hujan di atas sehingga banjir, dan airnya mengalir ke arah perkemahan mereka, dan mengisi parit-parit itu.

2) Ay 22: pantulan sinar matahari pada air oleh orang Moab terlihat merah seperti darah. Dan mereka berpikir bahwa Israel, Yehuda dan Edom telah berperang satu sama lain. Tetapi pada waktu mereka mendatangi perkemahan orang Israel untuk menjarah, mereka diserang dan dikalahkan.

3) Ay 27a: raja Moab mempersembahkan anak sulungnya sebagai korban bakaran.

Dalam banyak agama kafir, mempersembahkan anak sebagai korban adalah sesuatu yang umum. Alangkah berbedanya dengan kekristenan, dimana Allahlah yang mengorbankan Anak TunggalNya bagi kepentingan kita.

Pulpit Commentary: “The practice rested on the idea that God was best pleased when men offered to him what was dearest and most precious to them; ... The Law condemned it in the strongest terms as a profanation of the Divine Name (Lev 18:21; 20:1-5)” [= Praktek ini didasarkan pada gagasan bahwa Allah paling diperkenan pada waktu manusia mempersembahkan apa yang paling dikasihinya dan yang paling berharga baginya; ... Hukum Taurat menyalahkan hal itu dengan istilah yang terkuat sebagai suatu pencemaran terhadap nama ilahi (Im 18:21; 20:1-5)] - hal 47.

4) Ay 27b sangat membingungkan.

Pulpit Commentary (hal 47) mengatakan bahwa yang marah adalah rakyat Moab, dan mereka lalu meninggalkan kota itu.

Adam Clarke menganggap yang marah adalah Allah, dan orang Israel sendiri begitu ngeri melihat pengorbanan anak tersebut sehingga mereka meninggalkan kota itu.

Matthew Poole menganggap yang marah adalah Israel, dan mereka lalu meninggalkan kota itu.

Kesimpulan.

Seluruh nubuat Elisa terjadi dengan tepat, dan petunjuk Tuhan melalui Elisa menyelamatkan Yoram, Yosafat dan Edom dan bahkan memberikan kemenangan kepada mereka atas Moab. Karena itu, kalau menghadapi bahaya atau problem, mintalah petunjuk / pimpinan Tuhan.

-AMIN-

5).II Raja-Raja 4:1-7

I) Problem hutang.

1) Ay 1 menunjukkan keluarga orang percaya yang terlibat hutang.

Berkenaan dengan ini saya akan membahas pertanyaan: Bolehkah orang kristen berhutang?

Dalam Ro 13:8 dikatakan: “Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat”.

Perhatikan beberapa tafsiran tentang ayat ini di bawah ini:

· Pulpit Commentary: “The command, ‘Owe no man anything,’ if obeyed, would hinder many a bankruptcy and prevent many a business scandal” (= Perintah ‘janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga’, jika ditaati, akan menghindarkan banyak kebangkrutan dan mencegah banyak skandal bisnis) - ‘The Epistle of Paul to the Romans’, hal 401.

· William Hendriksen: “‘Owe no man anything ...’ This rendering would create the impression that Paul calls all borrowing wrong, a position that is clearly contrary to Scripture. See Exod. 22:25; Ps. 37:26; Matt. 5:42; Luke 6:35. ... ‘Let no debt remain outstanding, except the continuing debt to love one another ... ,’ ... I can find no fault whatever with this excellent rendering. It is completely true to the original. ... this is a condemnation of the practice of some, who are ever ready to borrow but very slow to repay the borrowed sum. In this connection see Ps. 37:21, ‘The wicked person borrows but does not repay ...’” (= ‘Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga ...’. Terjemahan ini menciptakan kesan bahwa Paulus menyebut semua peminjaman salah, suatu posisi yang jelas bertentangan dengan Kitab Suci. Lihat Kel 22:25; Maz 37:26; Mat 5:42; Luk 6:35. ... ‘Jangan biarkan ada hutang yang tetap tidak diselesaikan, kecuali hutang yang terus menerus untuk saling mengasihi ...’, ... Saya tidak bisa mendapatkan kesalahan apapun dalam terjemahan yang sangat baik ini. Ini sepenuhnya sesuai dengan bahasa aslinya. ... ini merupakan kecaman terhadap praktek dari beberapa orang, yang selalu siap untuk meminjam tetapi lambat dalam mengembalikan pinjaman itu. Sehubungan dengan ini lihat Maz 37:21: ‘Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali ...’) - ‘Romans’, hal 438-439.

Jadi Hendriksen menganggap orang kristen boleh meminjam, asal membayarnya tenpa berlambat-lambat.

· John Murray: “In accord with the analogy of Scripture this cannot be taken to mean that we may never incur financial obligations, that we may not borrow from others in case of need (cf. Exod. 22:25; Psalm 37:26; Matt. 5:42; Luke 6:35). But it does condemn the looseness with which we contract debts and particularly the indifference so often displayed in the discharging of them. ‘The wicked borroweth, and payeth not again’ (Psalm 37:21). Few things bring greater reproach upon the Christian profession than the accumulation of debts and refusal to pay them” [= Sesuai dengan analogi Kitab Suci ini tidak bisa diartikan bahwa kita tidak pernah boleh mengadakan kewajiban keuangan, bahwa kita tidak boleh meminjam dari orang lain pada saat membutuhkan (bdk. Kel 22:25; Maz 37:26; Mat 5:42; Luk 6:35). Tetapi itu memang mengecam orang yang terlalu gampang berhutang dan khususnya sikap acuh tak acuh yang begitu sering ditunjukkan dalam pembayaran hutang itu. ‘Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali ...’ (Maz 37:21). Hanya sedikit hal yang menyebabkan celaan lebih besar pada kekristenan dari pada penumpukan hutang dan penolakan pembayarannya] - ‘The Epistle to the Romans’ (NICNT), hal 159.

Jadi, sama dengan Hendriksen, Murray juga berpendapat bahwa orang kristen boleh berhutang. Tetapi ia menyalahkan orang yang terlalu gampang berhutang, dan orang yang berhutang tetapi lalai dalam membayarnya.

Sekarang mari kita perhatikan apakah ayat-ayat yang digunakan oleh William Hendriksen maupun John Murray di atas itu betul-betul bertentangan dengan pandangan bahwa hutang itu sama sekali dilarang.

· Kel 22:25 - “Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umatKu, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia; janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya”.

· Maz 37:25-26 - “Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat”.

· Mat 5:42 - “Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu”.

· Luk 6:35 - “Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat”.

Saya sendiri tidak melihat bahwa ayat-ayat ini bertentangan dengan pandangan yang melarang orang untuk berhutang. Ayat-ayat ini menyuruh untuk mau meminjamkan uang sebagai tanda kasih, memberikan peraturan dalam meminjamkan (untuk orang miskin tak boleh pakai bunga), tetapi sama sekali tidak memberi ijin untuk berhutang.

Bandingkan ini dengan:

1. Adanya hukum yang mengatur perceraian (Ul 24:1-4), atau hukum yang mengatur orang yang beristri dua (Ul 21:15-17) dsb, yang jelas bukan merupakan ijin untuk bercerai ataupun beristri dua. Sebaliknya Tuhan melarang perceraian maupun istri dua, tetapi karena Ia tahu bahwa hal itu toh akan terjadi, maka Ia memberikan peraturan dalam kasus seperti itu.

2. Luk 6:30 - “Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu”. Ini tentu tak bisa diartikan bahwa orang kristen boleh meminta / mengambil barang orang lain. Demikian juga kalau orang kristen disuruh meminjami sebagai tanda kasih, itu tak berarti bahwa orang kristen boleh meminjam.

Jadi, saya berpendapat bahwa Ro 13:8 bisa dipakai sebagai dasar untuk melarang orang kristen berhutang. Pandangan atau penafsiran ini tidak bertentangan dengan ayat manapun. Mengapa Tuhan melarang orang kristen berhutang? Menurut saya, karena itu dianggap sebagai sesuatu yang memalukan Tuhan / Bapa kita. Apakah Tuhan / Bapa kita, yang katanya adalah pencipta dan penguasa seluruh langit dan bumi beserta segala isinya, tidak sanggup mencukupi kebutuhan kita, sehingga kita harus berhutang?

Ada hutang yang tidak memalukan, dan menurut saya ini boleh dilakukan. Misalnya:

a. Mengambil kredit dari bank untuk bekerja, atau kredit mobil / rumah. Ini dilakukan bukan oleh orang yang hidupnya kekurangan, dan karena itu saya menganggap ini tidak memalukan Tuhan dan boleh dilakukan. Tetapi ini tetap tidak boleh dilakukan secara ngawur. Krismon baru-baru ini sudah menunjukkan apa yang bisa terjadi dengan orang yang berhutang, apalagi dalam dollar.

b. Pada waktu pergi dengan teman, saudara tidak membawa uang (tetapi punya uang di rumah), dan saudara lalu meminjam kepada teman itu, dan lalu dibayar di rumah atau beberapa hari setelahnya. Ini lagi-lagi tidak menunjukkan saudara kekurangan, dan karenanya tidak memalukan Tuhan.

Tetapi ‘tutup lubang gali lubang’ atau ‘berhutang setiap pertengahan bulan dan membayarnya pada awal bulan’, merupakan hal yang memalukan Tuhan. Kalau saudara sering melakukan hal ini, bertobatlah!

Sebagai tambahan dalam persoalan ini, ada beberapa ayat dalam Kitab Suci yang menunjukkan bahwa kalau seseorang hidup benar, maka ia sebetulnya tidak perlu berhutang, karena Tuhan pasti mencukupi kebutuhan hidupnya (Ul 28:12 Ul 15:6 Maz 37:25-26 Mat 6:33).

Dalam Ul 28, salah satu janji berkat kalau Israel taat adalah “Tuhan akan ... memberkati segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman” (Ul 28:12).

Ul 15:6b - “engkau akan memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak akan meminta pinjaman”.

Dalam tafsirannya tentang Ul 15:6 ini Calvin berkata: “whence it follows, that if there were any in want among them, it would arise from the wickedness and depravity of the people themselves” (= akibatnya / konsekwensinya adalah bahwa jika ada siapapun kekurangan di antara mereka, itu ditimbulkan dari kejahatan dan kebejatan dari bangsa itu sendiri) - hal 157.

Maz 37:25-26 - “Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat”.

Mat 6:33 - “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”.

Jadi, kalau seseorang terpaksa berhutang untuk kebutuhan hidupnya, maka itu berarti ada sesuatu yang salah dalam hidupnya. Apakah ini termasuk ‘menghakimi’ orang yang menderita / miskin? Apa bedanya dengan mengatakan seseorang berdosa kalau ia sakit? Bedanya adalah dalam soal ini ada janji Tuhan. Dalam soal sakit tidak ada janji Tuhan yang menjamin bahwa kita tidak akan sakit (setidaknya dalam PB).

2) Ay 1 ini menunjukkan bahwa hutang menyebabkan problem bagi keluarga ini.

Pulpit Commentary: “This incident, and there are many like it happening every day, shows us the folly and danger of getting into debt. One of the worst features of it is that so often the innocent - the wife or children who perhaps know nothing at all of the debt - have to suffer for the folly or the dishonesty of others. We need to have a more awakened conscience on this subject of using money which really is not our own” (= Peristiwa ini, dan ada banyak peristiwa lain seperti ini terjadi setiap hari, menunjukkan kepada kita kebodohan dan bahaya dari hutang. Satu segi terburuk darinya adalah begitu sering orang yang tak bersalah - istri atau anak-anak yang mungkin sama sekali tidak tahu apa-apa tentang hutang itu - harus menderita untuk kebodohan atau ketidakjujuran dari orang lain. Kita harus memiliki hati nurani yang lebih peka dalam persoalan penggunaan uang yang sebetulnya bukan milik kita ini) - hal 73.

Catatan: Kadang-kadang yang hutang adalah istri atau anak, dan suami / ayah yang harus membayar.

3) Ay 1 ini juga menunjukkan bahwa keluarga nabi ini berantakan keuangannya, setelah sang nabi mati.

Gereja harus memikirkan hal ini, supaya tidak menimpa keluarga pendeta pada saat pendetanya mati.

Pulpit Commentary: “provision should be made for the widows of ministers. The incomes of very many ministers in England to-day are not sufficient to enable them to make provision for their wives and children in case of their death. Churches which have committees for sending out missionaries, for distributing Bibles (which are cheap enough now), and for distributing tracts, ... ought certainly to see that provision is made for the future of their ministers’ families” [= harus dibuat persediaan untuk janda-janda dari pendeta-pendeta. Penghasilan dari sangat banyak pendeta di Inggris saat ini tidak cukup untuk memungkinkan mereka membuat persediaan untuk istri dan anak-anak mereka jika mereka mati. Gereja-gereja yang mempunyai panitia-panitia untuk mengirimkan misionaris, untuk membagikan Alkitab (yang cukup murah sekarang ini), dan untuk membagikan traktat, ... jelas harus mengusahakan supaya persediaan dibuat untuk masa depan dari keluarga pendeta mereka] - hal 80.

Catatan: Perlu diingat bahwa pendeta mendapat ‘biaya hidup’, sehingga tidak memungkinkan mereka menabung!

4) Kekejaman penagih hutang (ay 1).

Diperkirakan nabi itu terlibat hutang pada saat masih hidup. Pada saat ia mati, keluarganya yang ditagih. Karena tidak bisa membayar, maka kedua anaknya akan diambil untuk dijadikan budak.

Pada saat itu sering terjadi peristiwa dimana orang tua terpaksa menjual anaknya sebagai budak untuk membayar hutangnya. Ini menyebabkan munculnya ayat-ayat seperti:

· Yes 50:1b - “Atau kepada siapakah di antara penagih hutangKu Aku pernah menjual engkau?”. Maksud ayat ini adalah untuk menunjukkan kasih Tuhan, yang tidak pernah ‘menjual anakNya’ kepada penagih hutang.

· Mat 18:25 - “Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya”.

Apakah memperbudak anak sebagai pembayaran hutang diijinkan oleh hukum Musa? Dalam persoalan ini saya tidak mengerti mengapa hampir semua penafsir mengatakan bahwa hukum Musa mengijinkan hal ini, berdasarkan Im 25:39-43. Saya berpendapat bahwa Im 25:39-43 itu justru melarang memperbudak orang dalam keadaan seperti ini!

Im 25:39-43 - “Apabila saudaramu jatuh miskin di antaramu, sehingga menyerahkan dirinya kepadamu, maka janganlah memperbudak dia. Sebagai orang upahan dan sebagai pendatang ia harus tinggal di antaramu; sampai kepada tahun Yobel ia harus bekerja padamu. Kemudian ia harus diizinkan keluar dari padamu, ia bersama-sama anak-anaknya, lalu pulang kembali kepada kaumnya dan ia boleh pulang ke tanah milik nenek moyangnya. Karena mereka itu hamba-hambaKu yang Kubawa keluar dari tanah Mesir, janganlah mereka itu dijual, secara orang menjual budak. Janganlah engkau memerintah dia dengan kejam, melainkan engkau harus takut akan Allahmu”.

Orang-orang itu memang diharuskan bekerja kepada orang kepada siapa mereka berhutang, tetapi bukan sebagai budak. Dan lalu mereka harus dibebaskan pada tahun Yobel.

Tetapi penagih hutang dalam 2Raja 4:1 ini kelihatannya tidak mempedulikan hukum Musa di atas, dan ia ingin mengambil kedua anak janda itu untuk betul-betul dijadikan budak. Andaikata ia melakukan ini terhadap keluarga biasa itu sudah sangat jahat, lebih-lebih lagi karena ia melakukan hal ini terhadap keluarga nabi yang semasa hidupnya takut kepada Tuhan. Tetapi ini tidak mengherankan, karena pada jaman penyembahan berhala seperti itu, siapa mau mempedulikan hukum Musa atau nabi yang takut kepada Yahweh?

Penerapan: kalau ada orang berhutang kepada saudara, memang saudara boleh menagihnya, tetapi janganlah menagihnya secara tak berperasaan. Kita mesti melihat bagaimana keadaan keuangan orang itu.

5) Janda ini datang kepada Elisa dan menceritakan persoalannya (ay 1).

Sesuatu yang baik dari janda itu adalah bahwa ia bukannya pergi kepada orang kaya untuk minta pinjaman. Ini nanti jadi tutup lubang gali lubang. Ia pergi kepada Elisa / Tuhan.

Sesuatu yang salah dari keluarga ini adalah: seharusnya dari dulu mereka sudah datang kepada Tuhan / Elisa, yaitu pada waktu mereka mau hutang.

Memang banyak orang pada waktu mendapat problem, berusaha menangani sendiri problemnya. Setelah semua jadi kacau, barulah ia membawa problem itu kepada Tuhan. Marilah kita belajar untuk membawa problem kita sedini mungkin kepada Tuhan.

II) Mujijat Elisa.

1) Ada alasan yang kuat bagi Elisa untuk menolong janda ini:

a) Ia adalah seorang janda dan hukum Musa mengharuskan memperhatikan janda dan anak yatim (Kel 22:22-24 Ul 14:29 24:17,19 26:12 27:19).

b) Dulu suaminya adalah seorang nabi yang takut kepada Tuhan (ay 1b).

2) Setelah mengetahui bahwa janda itu mempunyai sedikit minyak (ada yang mengatakan bahwa minyak di sini adalah minyak yang digunakan untuk melakukan pengurapan), maka Elisa menyuruh janda itu untuk meminta kepada tetangga-tetangganya banyak bejana-bejana yang kosong. Lalu Elisa menyuruh menutup pintu dan menuangkan minyak dalam buli-buli itu untuk mengisi bejana-bejana kosong itu (ay 2-4).

3) Maunya janda itu untuk menuruti perintah Elisa yang sebetulnya tidak masuk akal ini (ay 5), menunjukkan imannya.

4) Terjadi suatu mujijat, dimana minyak dalam buli-buli itu terus mengalir sehingga memenuhi semua bejana yang ada (ay 5-6). Setelah semua bejana penuh, barulah minyak itu berhenti mengalir (ay 6b).

Adam Clarke: “This is a good emblem of the grace of God. While there is an empty, longing heart, there is a continual overflowing fountain of salvation. If we find in any place or at any time that the oil ceases to flow, it is because there are no empty vessels there, no souls hungering and thirsting for righteousness” (= Ini merupakan lambang yang bagus dari kasih karunia Allah. Sementara di sana ada hati yang merindukan dan kosong, maka di sana ada aliran mata air keselamatan yang terus menerus. Jika kita mendapatkan di sembarang tempat atau di sembarang waktu bahwa minyak itu berhenti mengalir, itu disebabkan karena tidak ada lagi tempat kosong di sana, tidak ada jiwa yang lapar dan haus akan kebenaran) - hal 491.

Sekalipun ajarannya bagus, tetapi ini pengalegorian yang sangat meragukan.

5) Elisa lalu menyuruh janda itu menjual minyak itu untuk membayar hutangnya dan membiayai kehidupan mereka (ay 7).

Dengan demikian kehidupan keluarga nabi yang takut akan Tuhan ini tercukupi. Ini sesuai dengan Maz 37:25 yang berbunyi: “Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti”.

Penutup / kesimpulan.

Kalau saudara mempunyai problem / kebutuhan, khususnya problem / kebutuhan keuangan, jangan menguatirkannya. Bawalah semua itu kepada Tuhan dalam doa. Ia bisa dan mau menolong saudara.

-AMIN-

6).II Raja-Raja 4:8-37

I) Tindakan kasih perempuan Sunem.

1) Peristiwa ini dimulai dengan perginya Elisa ke suatu desa yang bernama Sunem (ay 8).

Pulpit Commentary: “Shunem was a village of Galilee, situated in the territory assigned to Issachar (Josh. 19:18)” [= Sunem adalah sebuah desa di Galilea, terletak di daerah yang diberikan kepada Isakhar (Yos 19:18)] - hal 65.

2) Seorang perempuan Sunem melakukan tindakan kasih kepada Elisa.

a) Ay 8: ‘perempuan kaya’.

TL: ‘perempuan bangsawan’.

Lit: ‘a great woman’.

Ada yang menafsirkan ‘great’ ini sebagai kaya, ada juga yang menafsirkannya sebagai ‘saleh’.

b) Perempuan Sunem ini menyimpulkan bahwa Elisa benar-benar adalah nabi Tuhan.

Perempuan Sunem ini beberapa kali mengundang Elisa makan (ay 8), dan setelah beberapa kali memperhatikan Elisa, perempuan ini menyimpulkan bahwa Elisa adalah hamba Tuhan yang sejati, bukan serigala berbulu domba, yang saat itu banyak terdapat. Ini sesuatu yang baik dalam diri perempuan ini, yang tidak sembarangan menganggap semua nabi sebagai nabi.

Padahal peristiwa yang terjadi di Betel dimana Elisa mengutuk para remaja yang mengejeknya sehingga menyebabkan mereka dicabik-cabik oleh beruang, pasti sudah tersebar. Tetapi perempuan ini tetap percaya bahwa Elisa adalah nabi Tuhan yang sejati. Bandingkan ini dengan banyak orang jaman sekarang yang menganggap seseorang bukan hamba Tuhan karena mereka pernah melihatnya marah.

c) Ia lalu membuatkan sebuah kamar atas bagi Elisa (ay 9-10).

· adalah baik bahwa perempuan ini minta persetujuan suaminya, padahal dalam ay 14 dikatakan suaminya sudah tua.

· ia membuatkan sebuah kamar atas, dan ia juga memberikan perlengkapan kamar, yaitu sebuah tempat tidur, sebuah meja, sebuah kursi dan sebuah kandil. Meja, kursi dan kandil merupakan perlengkapan untuk belajar.

Barnes’ Notes: “The ‘chair’ and ‘table,’ unusual in the sleeping rooms of the East, indicate that the Prophet was expected to use his apartment for study and retirement, not only as a sleeping-chamber” (= ‘Kursi’ dan ‘meja’ bukan merupakan hal yang umum dalam ruang tidur di Timur, menunjukkan bahwa sang nabi diharapkan untuk menggunakan kamarnya untuk belajar dan menyendiri, bukan hanya sebagai kamar tidur) - hal 234.

Pulpit Commentary: “It is evident that Elisha was a man of studious habits. The furniture which the Shunammite placed in his room shows this. The stool or chair and the table were intended to afford his facilities for study. He who will teach others must store his own mind with knowledge. Paul exhorted Timothy to give attention to reading. The minister and the Sunday-school teacher need constant study to equip themselves for their important work” [= Adalah jelas bahwa Elisa adalah seseorang yang mempunyai kebiasaan belajar. Perabot yang ditempatkan oleh perempuan Sunem dalam kamarnya menunjukkan hal ini. Kursi dan meja dimaksudkan untuk memberikan fasilitasnya untuk belajar. Ia yang akan mengajar orang lain harus menyimpan pengetahuan dalam pikirannya sendiri. Paulus mendesak Timotius untuk memberi perhatian pada pembacaan (Kitab Suci). Pendeta dan guru Sekolah Minggu perlu terus belajar untuk memperlengkapi diri mereka sendiri untuk pekerjaan mereka yang penting] - hal 75.

d) Ia melakukan semua ini bukan hanya bagi Elisa, tetapi juga bagi bujangnya yaitu Gehazi. Ini terlihat dari kata-kata ‘untuk kami’ dalam ay 13. Jadi, ia bukan hanya mau menerima Elisa, yang adalah nabi (orang gede), tetapi juga Gehazi, yang adalah bujang (orang rendahan).

e) Mengapa ia melakukan semua ini?

· ia memang mempunyai hospitality (= senang menerima tamu).

Bdk. Ibr 13:2 - “Janganlah kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat”.

· ia melakukannya demi Tuhan.

Pulpit Commentary: “It was because she feared God that she was moved to show this kindness to his servant” (= Karena ia takut kepada Allah maka ia digerakkan untuk menunjukkan kebaikan ini pada pelayanNya) - hal 86.

Penerapan: seringkah saudara melakukan kebaikan kepada seseorang karena ia adalah hamba Tuhan atau anak Tuhan, dan melakukan semua itu demi Tuhan?

f) Bandingkan apa yang dilakukan oleh perempuan Sunem ini dengan kata-kata Tuhan Yesus yang berbunyi: “Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar” (Mat 10:40-41). Bdk. juga dengan Mat 25:34-46.

II) Balasan Elisa.

1) Elisa mau menerima kebaikan perempuan itu dan ia menggunakan kamar yang disediakan itu (ay 11).

Kalau ada orang mau berbaik hati kepada kita demi Tuhan, kita harus mau menerima kebaikan itu.

2) Elisa ingin membalas kebaikan perempuan Sunem itu (ay 12-17).

a) Ia memanggil bujangnya, yaitu Gehazi (ay 12).

Pulpit Commentary: “He seems to have been Elisha’s ‘servant’ in a lower sense than Elisha had been Elijah’s. Still, his position was such that on one occasion (ch. 8:4,5) a king of Israel did not disdain to hold a conversation with him” [= Ia kelihatannya menjadi pelayan Elisa dalam arti yang lebih rendah dari pada Elisa dulu menjadi pelayan Elia. Sekalipun demikian kedudukannya adalah sedemikian rupa sehingga pada suatu peristiwa (8:4,5) seorang raja Israel tidak memandang hina untuk berbicara dengannya] - hal 65.

Ini lagi-lagi menunjukkan betapa tingginya kedudukan seorang nabi pada saat itu.

b) Ia menyuruh bujangnya memanggil perempuan Sunem itu dan Pulpit Commentary (hal 65) mengatakan bahwa Elisa berbicara dengan perempuan Sunem itu di dalam kamar melalui bujangnya (perhatikan ay 13a), atau setidaknya di hadapan bujangnya. Mengapa? Untuk menghindari kecurigaan bahwa Elisa dan perempuan Sunem itu ‘ada main’ di dalam kamar. Ini sikap yang bijaksana.

Penerapan: Bandingkan dengan hamba Tuhan yang ‘melakukan counseling’ dalam kamar hotel dengan seorang perempuan, sampai jadi berita tidak karuan. Kalaupun hamba Tuhan ini tidak berzinah atau membunuh perempuan itu, tetap tindakan ini adalah salah. Sekalipun saudara bukan hamba Tuhan, tetapi dalam persoalan seperti ini saudara harus mempunyai kebijaksanaan yang sama.

c) Elisa ingin perempuan Sunem ini meminta sesuatu (ay 13).

Elisa mengatakan ‘Adakah yang dapat kubicarakan tentang engkau kepada raja atau kepala tentara?’, karena ia memang mempunyai pengaruh di istana (bdk. 6:9-12,21-23 8:4-6). Mungkin pengaruh ini dimulai sejak ia ‘membantu’ raja dengan nubuat dan petunjuknya dalam 2Raja 3:16-19.

d) Perempuan Sunem itu tidak ingin apa-apa (ay 13b)!

Perempuan Sunem ini menjawab: ‘Aku ini tinggal di tengah-tengah kaumku’.

Artinya adalah: aku tinggal di sini dan aku damai dengan orang-orang sekitarku, jadi istana / raja / kepala tentara tak ada urusannya dengan aku. Dengan kata lain, ia tidak minta apa-apa. Ia melakukan kebaikan kepada nabi Tuhan ini, semata-mata untuk menghormati nabi Tuhan ini, bukan untuk mendapatkan apapun sebagai balasan.

Adam Clarke: “How few are there like this woman on the earth! Who would not wish to be recommended to the king’s notice, or get a post for a relative in the army, &c.? Who would not like to change the country for the town, and the rough manners of the inhabitants of the villages for the polished conversation and amusements of the court? Who is so contented with what he has as not to desire more? Who tremble at the prospect of riches; or believes there are any snares in an elevated state, or in the company and conversation of the great and honourable? How few are there that will not sacrifice every thing - peace, domestic comfort, their friends, their conscience, and their God - for money, honours, grandeur, and parade?” (= Betapa sedikitnya orang seperti perempuan ini di bumi! Siapa yang tidak ingin diberi rekomendasi pada perhatian raja, atau mendapatkan jabatan bagi seorang kerabat dalam angkatan perang, dsb? Siapa yang tidak ingin menukarkan desa dengan kota, dan tatakrama yang kasar dari orang desa dengan pembicaraan dan hiburan yang halus dari istana? Siapa yang begitu puas dengan apa yang dimilikinya sehingga tidak menginginkan lebih banyak? Siapa yang gemetar terhadap prospek dari kekayaan; atau yang percaya bahwa ada jerat dalam keadaan yang tinggi, atau dalam kumpulan dan pembicaraan dari orang berkedudukan dan terhormat? Betapa sedikitnya orang yang tidak mau mengorbankan segala sesuatu - damai, kesenangan rumah tangga, teman-teman mereka, hati nurani mereka, dan Allah mereka - demi uang, kehormatan, kemuliaan / kebesaran, dan pameran?) - hal 492.

e) Rupanya perempuan Sunem itu lalu meninggalkan kamar itu dan Elisa lalu bertanya kepada Gehazi apa kira-kira yang dibutuhkan perempuan Sunem itu, dan Gehazi mengatakan bahwa perempuan Sunem itu tidak mempunyai anak dan suaminya sudah tua (ay 14). Gehazi tahu bahwa ‘tidak mempunyai anak’ merupakan keadaan memalukan dan menyebabkan seseorang menjadi bahan tertawaan / ejekan, dan karena itu ia menduga bahwa perempuan Sunem ini pasti ingin mempunyai anak.

f) Elisa menyetujui kata-kata Gehazi dan lalu menyuruh memanggil perempuan Sunem lagi, dan menubuatkan bahwa tahun depan perempuan Sunem itu akan mendapatkan anak laki-laki (ay 15-16).

Kata-kata perempuan Sunem itu dalam ay 16b menunjukkan ketidak-percayaan perempuan Sunem itu.

Nubuat Elisa menjadi kenyataan, dan perempuan Sunem itu mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki (ay 17).

III) Kematian dan kebangkitan anak perempuan Sunem.

1) Setelah anak itu besar, mungkin berusia 4-5 tahun, terjadilah bencana, dimana anak itu mati (ay 18-20). Mungkin yang ia alami adalah sunstroke.

Ay 20: ‘sesudah itu matilah dia’. Bdk. ay 31: ‘tidak ada tanda hidup’, dan ay 32: ‘anak itu sudah mati’.

Pulpit Commentary: “There is no ambiguity here, no room for doubt; the child not only became insensible, but died. The historian could not possibly have expressed himself more plainly” (= Tidak ada arti ganda di sini, tidak ada tempat untuk keraguan; anak itu bukan hanya pingsan tetapi mati. Sang ahli sejarah tidak bisa menyatakannya dengan lebih jelas) - hal 66.

2) Perempuan Sunem itu lalu membaringkan anaknya yang mati itu di tempat tidur Elisa (ay 21).

Mengapa, dan untuk apa? Mungkin ia mendengar bahwa pada waktu Elia ingin membangkitkan anak janda di Sarfat, ia meletakkan anak itu di tempat tidurnya (1Raja 17:19). Karena itu ia membaringkan anak itu di tempat tidur Elisa. Tentu saja ini bukanlah sesuatu untuk ditiru.

3) Ia merahasiakan hal itu terhadap siapapun.

Ay 21b: ‘ditutupnyalah pintu’. Bagian ini terus sampai ay 26 menunjukkan bahwa ia hendak merahasiakan kematian anaknya dari siapapun, bahkan dari suaminya (yang mungkin mengira bahwa problem anaknya itu tidak terlalu berarti), dan juga dari Gehazi, dan hanya mau memberitahukannya kepada Elisa.

Sekalipun mensharingkan problem / kesukaran itu sebetulnya penting, tetapi kadang-kadang kita juga mengalami problem / persoalan, yang tidak ingin kita bicarakan dengan orang lain. Kita hanya ingin membicarakannya dengan Tuhan. Mungkin inilah keadaan dari perempuan Sunem ini.

4) Ia pergi kepada Elisa (ay 22-26).

a) Suaminya heran dan berkata: ‘Mengapakah pada hari ini engkau hendak pergi kepadanya? Padahal sekarang bukan bulan baru dan bukan hari Sabat’ (ay 23).

Matthew Poole: “New moon and sabbath were the chief and usual times in which they resorted to the prophets for instruction” (= Bulan baru dan hari Sabat merupakan saat-saat utama dan biasa dimana mereka pergi kepada nabi-nabi untuk mendapatkan pengajaran) - hal 723.

Kata-kata ini menunjukkan bahwa mencari pengajaran nabi pada bulan baru / Sabat merupakan kebiasaan perempuan Sunem itu.

b) Ia menjawab: ‘Jangan kuatir’ (ay 23). Ini salah terjemahan.

KJV: ‘It shall be well’ (= Semua akan baik-baik saja).

Dalam bahasa Ibrani digunakan kata Shalom.

c) Jaraknya dari Sunem ke Karmel adalah sekitar 16-17 mil (Barnes’ Notes hal 235). Jadi pada waktu Elisa sampai kepada anak itu, anak itu sudah mati cukup lama.

d) Ay 25-26: kembali digunakan kata Shalom, tujuannya untuk ‘menyingkirkan’ Gehazi. Apakah ini harus dianggap sebagai dusta? Belum tentu, karena bisa saja kata-kata ini menunjukkan imannya, dimana ia yakin bahwa anaknya akan dibangkitkan. Disamping itu, kata ‘selamat’ ini bisa diartikan secara ganda, yaitu selamat secara jasmani atau selamat secara rohani (masuk surga).

5) Pada waktu bertemu Elisa, perempuan Sunem itu memegang kaki Elisa (ay 27a).

Pulpit Commentary: “It has always been usual in the East to embrace the feet or the knees, in order to add force to supplication” (= Adalah sesuatu yang biasa di Timur untuk memeluk kaki atau lutut, untuk menambah kekuatan permohonan) - hal 67. Bdk. Mat 18:29 Mark 5:22 Mark 7:25 Luk 8:41 Yoh 11:32.

Gehazi menganggap tindakan ini kurang ajar, dan mau mengusirnya, tetapi Elisa melarangnya dengan berkata: ‘Biarkanlah dia, hatinya pedih!’ (ay 27b).

Pulpit Commentary: “He saw that she was in deep distress, and, if there was anything unseemly in her action according to the etiquette of the time, excused it to her profound grief and distraction. The ordinary mind is a slave to conventionalities; the superior mind knows when to be above them” (= Ia melihat bahwa perempuan itu ada dalam kesedihan yang dalam, dan jika ada apapun yang tidak pantas dalam tindakannya berdasarkan sopan santun pada saat itu, itu dimaafkan karena kesedihan dan kebingungannya yang mendalam. Pikiran yang biasa adalah budak dari adat / kebiasaan; pikiran yang lebih tinggi tahu kapan harus ada di atas adat / kebiasaan) - hal 67.

Elisa menambahkan dengan berkata: ‘Tuhan menyembunyikan hal ini dari padaku, tidak memberitahukannya kepadaku’ (ay 27c).

Ini menunjukkan bahwa sekalipun nabi / rasul seringkali diberi tahu oleh Tuhan tentang hal-hal yang tersembunyi, tetapi tidak selalu demikian.

6) Ay 28: maksud perempuan itu: adalah lebih baik tidak pernah diberi anak dari pada diberi anak lalu mati.

7) Elisa menyuruh Gehazi pergi dan meletakkan tongkatnya di atas anak itu, tetapi ini tidak membangkitkan anak itu (ay 29-31).

a) ‘janganlah beri salam kepadanya’ (ay 29 bdk. Luk 10:4).

Maksud perintah Elisa kepada Gehazi ini adalah ia harus cepat-cepat, tidak membuang waktu.

Keil & Delitzsch: “the people of the East lose a great deal of time in prolonged salutations” [= orang-orang Timur kehilangan banyak waktu dalam salam yang berkepanjangan] - hal 312.

b) Tongkat Elisa tidak bisa membangkitkan anak itu.

Ada yang berpendapat bahwa bukan maksud Elisa untuk membangkitkan anak itu dengan tongkatnya. Tetapi lalu apa maksud Elisa menyuruh Gehazi melakukan hal itu? Ada juga orang yang beranggapan bahwa Elisa salah dalam mendelegasikan pembangkitan anak ini kepada Gehazi / tongkatnya.

Pulpit Commentary (hal 68) mengatakan bahwa sekalipun pada beberapa peristiwa Tuhan melakukan mujijat melalui benda-benda kepunyaan Yesus / nabi / rasul, seperti:

· pembangkitan mayat oleh tulang Elisa (2Raja 13:21).

· penyembuhan perempuan yang sakit pendarahan oleh jubah Yesus (Mark 5:25-34).

· penyembuhan orang sakit / pengusiran setan oleh sapu tangan Paulus (Kis 19:12).

tetapi ini jarang terjadi, dan merupakan perkecualian dalam cara Allah melakukan mujijat.

8) Elisa membangkitkan anak itu (ay 33-36).

a) ‘ditutupnyalah pintu’ (ay 33a).

Ini dilakukan supaya bisa lebih berkonsentrasi dalam doa.

b) Ia berdoa untuk anak itu (ay 33b).

Pulpit Commentary: “So it must be in all efforts for the revival of dead souls. Parents must have recourse to prayer if they would see their children converted” (= Demikianlah harus dilakukan dengan segala usaha untuk menghidupkan kembali jiwa-jiwa yang mati. Para orang tua harus berdoa jika mereka ingin melihat anak-anak mereka bertobat) - hal 77.

Ini ‘perohanian arti’ yang tidak pada tempatnya, karena anak ini mati secara jasmani, bukan secara rohani.

c) Elisa melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Elia (ay 34 bdk. 1Raja 17:21). Karena itu saya tidak mengulang apa yang sudah saya ajarkan pada waktu membahas tentang pembangkitan anak janda di Sarfat oleh Elia.

· Adam Clarke mengatakan bahwa Elisa berjalan kesana kemari dalam ruangan itu (ay 35) untuk memanaskan tubuhnya, yang lalu ia pakai untuk memanaskan tubuh anak itu.

· Keil & Delitzsch mengatakan bahwa waktu Elia melakukan hal ini anak itu langsung bangkit. Tetapi waktu Elisa melakukannya (ay 34), anak itu tidak langsung bangkit, dan Elisa harus mengulang tindakannya (ay 35), dan barulah anak itu bangkit. Ini ia gunakan sebagai bukti untuk mengatakan bahwa mujijat Elia lebih hebat dari mujijat Elisa, dan bahwa Elisa tidak mempunyai kuasa 2 x lipat Elia.

Keil & Delitzsch: “This raising of the dead boy to life does indeed resemble the raising of the dead by Elijah (1Kings 17:20 sqq.); but it differs so obviously in the manner in which it was effected, that we may see at once from this that Elisha did not possess the double measure of the spirit of Elijah. It is true that Elijah stretched himself three times upon the dead child, but at his prayer the dead returned immediately to life, whereas in the case of Elisha the restoration to life was a gradual thing. And they both differ essentially from the raising of the dead by Christ, who recalled the dead to life by one word of His omnipotence (Mark 5:39-42; Luke 7:13-15; John 11:43,44), a sign that He was the only-begotten Son of God, to whom the Father gave to have life in Himself, even as the Father has life in himself (John 5:25 sqq.)” [= Pembangkitan anak yang mati ini memang mirip dengan pembangkitan orang mati oleh Elia (1Raja 17:20-dst); tetapi berbeda begitu jelas dalam cara dimana pembangkitan itu dilakukan, sehingga kita bisa langsung melihat bahwa Elisa tidak mempunyai 2 bagian roh Elia. Adalah benar bahwa Elia merentangkan dirinya sendiri 3 x di atas anak yang mati itu, tetapi atas doanya anak yang mati itu langsung hidup kembali, sedangkan dalam kasus Elisa pemulihan pada kehidupan itu terjadi secara bertahap. Dan kedua hal ini berbeda secara hakiki dengan pembangkitan orang mati oleh Kristus yang mengembalikan orang mati kepada kehidupan dengan satu kata dari kemahakuasaanNya (Mark 5:39-42; Luk 7:13-15; Yoh 11:43-44), suatu tanda bahwa Ia adalah Anak Tunggal Allah, kepada siapa Bapa memberiNya untuk mempunyai hidup dalam diriNya sendiri, sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diriNya sendiri (Yoh 5:25-dst)] - hal 313-314.

Saya sendiri ragu-ragu apakah penafsiran ini bisa dibenarkan.

9) Perempuan Sunem sujud menyembah kepada Elisa (ay 37).

Ini diijinkan dalam Perjanjian Lama, tetapi dilarang dalam Perjanjian Baru sejak Yesus mengucapkan Mat 4:10.

Penutup.

Untuk apa Tuhan melakukan semua ini?

Pulpit Commentary: “Perhaps she was beginning to make an idol of this child, and God took this way of reminding her that the child was his, that on earth there is none abiding, and that he himself should have the supreme homage of the human heart. Ah yes, she knew something of God’s love before, but she never would have known half so much of it but for this trial” (= Mungkin ia mulai memberhalakan anak ini, dan Allah menggunakan cara ini untuk mengingatkannya bahwa anak itu adalah milikNya, bahwa di bumi tidak ada yang menetap / kekal, dan bahwa Ia sendiri harus mendapatkan penghormatan tertinggi dari hati manusia. Ah ya, tadinya ia sudah mengenal kasih Allah, tetapi ia tidak pernah akan mengenal setengahnya jika bukan karena pencobaan / ujian ini) - hal 76.

Karena itu, hati-hatilah dengan anak / cucu. Jangan menjadikannya ‘allah lain’ dalam hidup saudara.

-AMIN-

7).II Raja-Raja 4:38-44

I) Maut ada dalam kuali (ay 38-41).

1) Elisa kembali ke Gilgal, pada saat ada kelaparan di negeri itu (ay 38 bdk. 2Raja 8:1).

2) Rombongan nabi duduk di depan Elisa (ay 38b).

· Ini pasti dilakukan untuk mendengar Firman Tuhan. Sekalipun mereka lapar secara jasmani, tetapi mereka tetap mau mendengar Firman Tuhan. Bandingkan dengan banyak orang yang karena krismon, justru meninggalkan Tuhan / gereja.

· Kelaparan / problem seharusnya mempererat persekutuan.

Pulpit Commentary: “Religious fellowship. The famine has not sufficed to break up the little community, but has drawn the members of it - as trial should always do - closer together. They have a common table. They ‘dwell together in unity’ (Ps. 133:1). ... God’s people are sometimes brought into difficulty enough, but the effect should only be to strengthen the bonds of brotherly love” [= Persekutuan agamawi. Bahaya kelaparan itu tidak cukup untuk memecah masyarakat kecil ini, tetapi telah mendekatkan anggota-anggotanya lebih dekat satu sama lain, seperti yang seharusnya selalu dilakukan oleh pencobaan. Mereka mempunyai meja bersama. Mereka ‘diam bersama-sama dengan rukun / dalam kesatuan’ (Maz 133:1). ... Umat Allah kadang-kadang dibawa kedalam keadaan yang cukup sukar, tetapi akibatnya seharusnya hanyalah memperkuat ikatan kasih persaudaraan] - hal 90.

3) Elisa menyuruh bujangnya memasak sesuatu untuk makanan rombongan nabi itu (ay 38c).

Lalu ada seorang yang keluar untuk mengumpulkan sayur-sayuran, pohon sulur-suluran liar dan labu liar, yang lalu diiris-irisnya dan dimasukkan ke dalam kuali masakan itu (ay 39). Tetapi ternyata ada sesuatu yang beracun dari apa yang ia ambil, sehingga meracuni rombongan nabi itu (ay 40).

Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari sini:

a) Ini mengajar kita untuk menugaskan orang yang tepat bagi tugas apapun. Orang yang ditugaskan di sini memang rajin, tetapi tidak mempunyai pengertian tentang apa yang bisa dimakan dengan aman dan apa yang beracun. Lebih-lebih kalau kita menugaskan seseorang dalam pelayanan, apalagi pelayanan Firman Tuhan!

b) Kata-kata ‘sebab mereka tidak mengenalnya’ [NIV: ‘though no one knew what they were’ (= sekalipun tidak seorangpun tahu apa itu)] pada akhir ay 39 menunjukkan kesembronoan mereka. Kalau mereka tidak mengenalnya, seharusnya mereka tidak memakannya. Mungkin ini disebabkan karena mereka kelaparan.

Di sini saya ingin memberikan beberapa kutipan dari Pulpit Commentary:

· “We may learn two lessons. (1) The danger of being deceived by appearances. Things often are not what they seem. The most plausible errors are those which bear a superficial resemblance to great truths. ... (2) The best intentions may lead to sad mistakes. ... The person who gathered the gourds thought them innocuous, but they produced their poisonous effects all the same. ‘Sincerity’ does not exonerate us from the consequences of our actions; ... Poisonous principles are as harmful in their influence when promulgated in ignorance as when diffused with the fullest knowledge of their deadly character” [= Kita bisa mempelajari 2 pelajaran. (1) Bahaya penipuan oleh penampilan. Hal-hal sering tidak seperti penampilannya. Kesalahan-kesalahan yang paling terlihat benar, adalah kesalahan-kesalahan yang mempunyai kemiripan luar dengan kebenaran-kebenaran besar. ... (2) Maksud / tujuan yang terbaik bisa membawa pada kesalahan-kesalahan yang menyedihkan. ... Orang yang mengumpulkan labu itu mengiranya tidak berbahaya, tetapi labu itu tetap menghasilkan effek beracunnya. ‘Ketulusan’ tidak membebaskan kita dari konsekwensi tindakan kita; ... Prinsip-prinsip beracun sama berbahayanya dalam pengaruhnya pada waktu disebarkan dalam ketidaktahuan seperti pada waktu disebarkan dengan pengetahuan sepenuhnya tentang sifat mematikan mereka] - hal 90.

· “One poisonous ingredient had destroyed the value of much wholesome food. It did not require that all the elements in the pottage should be rendered deadly. It is enough that this one was. Through it the whole mixture was rendered deadly. It is not uncommon to defend a system by pointing to the numerous truths which it contains. But one vital error blended with these truths may give the whole a fatal quality” (= Satu campuran beracun telah merusak nilai dari makanan sehat yang banyak itu. Tidak dibutuhkan bahwa semua elemen dalam kuali itu harus mematikan. Adalah cukup kalau yang satu ini mematikan. Melalui yang satu itu seluruh masakan menjadi mematikan. Merupakan sesuatu yang umum untuk mempertahankan suatu sistim / ajaran dengan menunjuk pada banyak kebenaran yang dikandungnya. Tetapi satu kesalahan yang vital dicampur dengan kebenaran-kebenaran ini bisa memberikan kepada seluruhnya suatu kwalitet yang fatal) - hal 90.

· “It is well when there is timely discovery of evil. It is better when, as here, those who have made the discovery resolve to partake no more of the poisoned dish. ‘They could not eat thereof.’ But many, in moral things, who know, who at least have been warned, that there is ‘death in the pot,’ go on eating of it. There is death in the intoxicating pot, yet many will not refrain” (= Adalah baik pada waktu bahaya itu diketahui tepat pada waktunya. Adalah lebih baik pada waktu, seperti di sini, mereka yang telah mengetahui hal itu memutuskan untuk tidak lagi ambil bagian dari makanan beracun itu. ‘Dan tidak tahan mereka memakannya’. Tetapi banyak orang, dalam hal moral, yang tahu, yang setidaknya telah diperingati, bahwa ada ‘maut dalam kuali’, tetapi terus memakannya. Ada maut dalam kuali yang memabukkan / beracun, tetapi banyak orang tidak mau menahan diri) - hal 90.

Penerapan: Dalam hal jasmani banyak orang tahu bahwa rokok, esctasy, dsb, itu merusak / meracuni tubuh, tetapi mereka tetap menggunakannya. Dalam hal rohani ada banyak orang yang sudah diberi tahu tentang kesesatan suatu gereja, tetapi tetap mau pergi ke sana.

· “What they put into the pot tended to produce death rather than to strengthen life. Every day men are afflicted through the gross ignorance of themselves and others. Through ignorance men are everywhere putting ‘death in the pot,’ in a material sense. The cook, the doctor, the brewer, the distiller, how much death do they bring into the ‘pot’ of human life! Through ignorance, too, men are everywhere putting ‘death in the pot’ in a spiritual sense. Calvinistic dogmas, unauthorized priestly assumptions, etc., how much death do they bring into the spiritual ‘pot’ of life!” (= Apa yang mereka masukkan ke dalam kuali cenderung menghasilkan kematian dari pada menguatkan kehidupan. Setiap hari orang-orang menderita karena ketidaktahuan tentang diri mereka sendiri dan orang lain. Melalui ketidaktahuan dimana-mana manusia memasukkan ‘maut dalam kuali’ secara materi. Koki, dokter, pembuat minuman / bir, penyuling / pembuat alkohol, betapa banyak kematian yang mereka masukkan ke dalam ‘kuali’ kehidupan manusia. Melalui ketidaktahuan juga manusia dimana-mana memasukkan ‘maut dalam kuali’ secara rohani. Dogma-dogma Calvinistic, anggapan-anggapan imam-imam yang tidak mempunyai otoritas, dsb, betapa banyak kematian yang mereka masukkan ke dalam ‘kuali’ rohani dari kehidupan) - hal 84.

Catatan: orang ini pasti orang Arminian extrim, segolongan dengan Pdt. Jusuf B. S. dan Guy Duty. Kita sebaiknya menyaring kebodohannya, dan mengambil kebenaran ucapannya.

4) Elisa lalu melemparkan tepung ke dalam kuali itu, dan makanan itu lalu bisa dimakan dengan aman (ay 41). Ini jelas merupakan suatu mujijat.

II) Memberi makan 100 orang (ay 42-44).

Ada seseorang dari Baal-Salisa datang membawa roti hulu hasil / hasil pertama bagi Elisa (ay 42). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1) Dari cerita ini kelihatannya kelaparan dalam ay 38 masih terus berlangsung sampai saat ini. Jadi ay 38-41 dan ay 42-44 saatnya berdekatan.

Tetapi sekalipun ada pada masa kelaparan, orang ini membawa persembahan yang harus diberikannya. Bandingkan dengan banyak orang yang pada waktu krismon, atau mengalami problem uang, berhenti memberi persembahan persepuluhan.

Pulpit Commentary: “He did not conceive that ‘dearth in the land’ freed him from the obligation of the firstfruits. Would that every Christian had as high and conscientious a standard in religious giving!” (= Ia tidak membayangkan bahwa ‘kelaparan di negeri itu’ membebaskannya dari kewajiban dalam hal hasil pertama. Andaikata setiap orang kristen mempunyai standard yang tinggi dan teliti dalam pemberian agamawi!) - hal 91.

2) Seharusnya hukum Taurat memberikan peraturan bahwa hasil pertama itu harus diberikan kepada imam.

Bil 18:13 - “Hulu hasil dari segala yang tumbuh di tanahnya yang dipersembahkan mereka kepada Tuhan adalah juga bagianmu; setiap orang yang tahir dari seisi rumahmu boleh memakannya”.

Ul 18:4-5 - “Hasil pertama dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, dan bulu guntingan pertama dari dombamu haruslah kauberikan kepadanya. Sebab dialah yang dipilih oleh Tuhan, Allahmu, dari segala sukumu, supaya ia senantiasa melayani Tuhan dan menyelenggarakan kebaktian demi namaNya, ia dan anak-anaknya”.

Catatan: kalau saudara membaca kontex dari ayat-ayat ini, maka akan terlihat dengan jelas bahwa kata ‘mu’ dalam Bil 18:13 dan kata ‘dia’ / ‘ia’ dalam Ul 18:4-5 (yang saya garisbawahi) menunjuk kepada imam.

Tetapi karena pada saat itu tidak ada imam yang benar di Israel, kecuali imam-imam dari patung anak lembu (bdk. 1Raja 12:31), maka orang ini lalu mengalihkan persembahannya kepada Elisa dan rombongan nabi itu.

Pulpit Commentary: “It is clear that the more pious among the Israelites not only looked to the prophets for religious instruction (ver. 23), but regarded them as having inherited the position of the Levitical priests whom Jeroboam’s innovations had driven from the country. The firstfruits of corn, wine, and oil were assigned by the Law (Numb. 18:13; Deut. 18:4,5) to the priests” [= Adalah jelas bahwa orang-orang yang lebih saleh di antara orang Israel tidak hanya memandang kepada nabi-nabi untuk pengajaran agama (ay 23), tetapi menganggap mereka sebagai pewaris posisi dari imam-imam Lewi, yang oleh pembaharuan yang dilakukan Yerobeam, telah diusir dari negeri itu. Hasil pertama dari jagung, anggur, dan minyak ditetapkan oleh hukum Taurat bagi imam-imam (Bil 18:13 Ul 18:4,5)] - hal 70.

Pulpit Commentary: “The religious dues were ordinarily paid to priests and Levites, but in the state of religion in Israel, this good man thought that he kept the spirit of the Law best by bringing his loaves and corn to Elisha and his pupils” (= Kewajiban pembayaran agama biasanya diberikan kepada imam-imam dan orang-orang Lewi, tetapi dalam keadaan agama di Israel, orang saleh ini berpikir bahwa ia memelihara / mentaati dengan sebaik-baiknya arti sebenarnya dari hukum Taurat dengan membawa roti dan jagungnya kepada Elisa dan murid-muridnya) - hal 91.

Penerapan: persembahan persepuluhan harus diberikan kepada gereja bukan kepada para church / persekutuan / sekolah theologia / korban bencana alam / orang miskin dsb (Ul 12:5-6 Mal 3:10a). Tetapi kalau gereja saudara sesat, alihkanlah persembahan saudara kepada gereja lain yang benar. Andaikata sama sekali tidak ada gereja yang benar, barulah saudara boleh mengalihkannya kepada para church / persekutuan / sekolah theologia, tetapi tentu saja harus dipilih yang nggenah.

3) Pemeliharaan pelayan Tuhan.

Pulpit Commentary: “The prophet provided for. It was a time of famine. ‘But they that fear the Lord shall not want any good thing.’ Elisha received a thank offering from the people - ‘bread of the firstfruits, twenty loaves of barley, and full ears of corn.’ The objection to a paid ministry has no warrant in the Word of God. Old Testament and New alike encourage provision for the wants of God’s ministers. Jesus said, ‘The labourer is worthy of his hire.’ Paul said, ‘They that preach the gospel should live of the gospel.’ It is impracticable and inconvenient that men should be preachers of the gospel, with all the preparation which that work requires, and pastors of the flock, with all the attention which this requires, and at the same time be burdened with the toil and anxiety of providing for their own temporal support and that of their families, if they have them” (= Sang nabi dipelihara. Itu adalah masa kelaparan. ‘Tetapi mereka yang takut kepada Tuhan tidak akan kekurangan sesuatupun yang baik’. Elisa menerima persembahan syukur dari umat Israel - roti hulu hasil, 20 roti jelai, serta gandum baru. Keberatan terhadap pelayanan yang dibayar tidak mempunyai dasar dalam Firman Allah. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sama-sama menganjurkan pemeliharaan untuk kebutuhan pelayan-pelayan Allah. Yesus berkata: ‘Seorang pekerja patut mendapat upahnya’. Paulus berkata: ‘Mereka yang memberitakan Injil harus hidup dari Pemberitaan Injil itu’. Adalah tidak praktis dan menyusahkan / menyukarkan bahwa seseorang harus memberitakan Injil, dengan semua persiapan yang dibutuhkan oleh pekerjaan itu, dan menggembalakan jemaat, dengan semua perhatian yang dibutuhkan, dan pada saat yang sama dibebani dengan kerja keras dan kekuatiran untuk kebutuhan sementara mereka dan kebutuhan keluarga mereka, jika mereka mempunyainya) - hal 79.

Catatan: Kutipan pertama dari Maz 34:10-11, kutipan kedua dari Luk 10:7, kutipan ketiga dari 1Kor 9:14.

4) Roti yang diberikan itu hanya sedikit.

Istilah ‘20 roti jelai’ dalam bahasa Inggris diterjemahkan ‘twenty loaves of barley bread’ (istilah ‘loaves’ menunjuk pada bentuk roti tawar pada umumnya yang berbentuk seperti mobil station), dan ini bisa menimbulkan kesan bahwa roti yang diberikan itu cukup banyak, padahal sebetulnya tidak demikian.

Pulpit Commentary: “The ‘loaves’ of the Israelites were cakes or rolls, rather than ‘loaves’ in the modern sense of the word. Each partaker of a meal usually had one for himself. Naturally, twenty ‘loaves’ would be barely sufficient to twenty men” (= ‘loaves’ bagi orang Israel adalah potongan roti kecil dan tipis atau roti tipis yang digulung, dan bukannya ‘loaves’ dalam arti modern. Setiap orang yang ikut makan biasanya mendapat satu untuk dirinya sendiri. Tentu saja 20 ‘loaves’ hampir tidak cukup untuk 20 orang) - hal 70.

Jadi jelas bahwa untuk 100 orang jumlah itu sangat tidak memadai (bdk. ay 43a).

5) Elisa tidak egois, ia tidak mengambil semua roti itu untuk dirinya sendiri, tetapi membaginya untuk semua.

Pulpit Commentary: “In that time of famine he might have thought it prudent to store up for himself the supply of food he had received. But no. He trusts God for the future. His first thought is of others who were hungry round about him. ‘Give unto the people, that they may eat.’ There is need for more of this unselfishness, considerateness, thoughtfulness. How many of those who have abundance forget to think of those who are in want!” (= Dalam masa kelaparan ia bisa berpikir bahwa adalah bijaksana untuk menyimpan bagi dirinya sendiri persediaan makanan yang telah ia terima. Tetapi tidak. Ia percaya kepada Allah untuk masa depan. Yang pertama ia pikirkan adalah orang-orang lain yang lapar di sekitarnya. ‘Berikanlah itu kepada orang-orang ini, supaya mereka makan’. Dibutuhkan lebih banyak ketidak-egoisan, sikap penuh perhatian seperti ini. Betapa banyak dari mereka yang mempunyai berlimpah-limpah lupa untuk memikirkan mereka yang ada dalam kekurangan) - hal 79.

6) Elisa bernubuat (ay 43b) dan lalu melakukan mujijat, sehingga roti itu cukup untuk makan mereka semua, dan bahkan masih ada sisanya (ay 44).

Penutup.

Kiranya Tuhan memberkati firmanNya dalam diri saudara.

-AMIN-

8).II Raja-Raja 5:1-27(1)

I) Kusta Naaman dan anak gadis Israel.

1) Naaman dan kustanya.

Naaman mempunyai banyak keunggulan yang diceritakan dalam ay 1: ia adalah seorang panglima raja Aram, ia orang yang terpandang (NIV: ‘a great man’ / orang yang besar / agung) di hadapan tuannya, karena oleh dia Tuhan memberikan kemenangan kepada orang Aram. Lalu pada akhir ay 1 dikatakan bahwa ia adalah ‘seorang pahlawan tentara’. Tetapi, ia sakit kusta!

Pulpit Commentary: “The value of physical health. ... Health - this precious blessing - is so lavishly given, that men seldom appreciate it till it is lost” (= Nilai dari kesehatan jasmani. ... Kesehatan - berkat yang sangat berharga ini - diberikan dengan begitu royal / berlebihan, sehingga manusia jarang menghargainya, sampai kesehatan itu hilang) - hal 110.

Penerapan: saudara yang sehat, pernahkah / seringkah / selalukah saudara mengucap syukur kepada Allah atas kesehatan yang Ia berikan kepada saudara?

Adam Clarke: “God often, in the course of his providence, permits great defects to be associated with great eminence, that he might hide pride from man; and cause him to think soberly of himself and his acquirements” (= dalam perjalanan providensiaNya, Allah sering mengijinkan cacat-cacat yang besar untuk dicampurkan dengan keunggulan yang besar, supaya manusia tidak menjadi sombong; dan menyebabkan manusia itu berpikir secara waras / bijaksana tentang dirinya sendiri dan kecakapan / kepandaiannya) - hal 495.

Ini memang pada umumnya benar. Orangnya cantik tetapi bodoh. Kalau cantik dan pinter, tetapi melarat. Atau cantik, pinter, kaya, tetapi kafir.

Pulpit Commentary: “‘But he was a leper.’ That little word ‘but,’ how significant it is! We should all be happy, but for something. Our plans would all be successful, but for something. We should all be very good, but for some inconsistency, some failing, some besetting sin. Here is a very good man, but he has such a bad temper. There is a very kind woman, but she has such a bitter tongue. Here is a very good men, but he is so stingy and so selfish. Here is a man who would be very useful in the Church of Christ, but he is so worldly minded. Here is a good preacher, but he doesn’t just practise what he preaches. These little ‘buts’ have their uses. They keep us, or they ought to keep us, humble. We ought not to be very proud of ourselves, we ought not to be very hard on others, when we think of that ugly sin of our own. But most of all, these ‘buts’ ought to be the means of driving us, as Naaman’s leprosy was the means of driving him, nearer to God” (= ‘Tetapi ia sakit kusta’. Kata ‘tetapi’ yang kecil itu, alangkah pentingnya artinya! Kita semuanya seharusnya gembira, tetapi / kecuali karena sesuatu. Rencana kita semuanya akan sukses, tetapi / kecuali karena sesuatu. Kita semua seharusnya sangat baik, tetapi / kecuali karena suatu ketidakkonsistenan, kegagalan, dosa-dosa yang mengepung kita. Di sini ada seorang yang baik, tetapi ia sangat pemarah. Di sini ada seorang yang sangat berguna dalam gereja Kristus, tetapi ia begitu duniawi. Di sini ada seorang pengkhotbah yang baik, tetapi ia tidak mempraktekkan apa yang dikhotbahkannya. ‘Tetapi-tetapi’ yang kecil ini ada gunanya. Mereka menahan kita, atau mereka seharusnya menahan kita, supaya rendah hati. Kita tidak seharusnya sombong tentang diri kita sendiri, kita tidak seharusnya bersikap keras terhadap orang lain, pada waktu kita memikirkan dosa kita sendiri yang buruk itu. Tetapi lebih dari semua, ‘tetapi-tetapi’ ini seharusnya merupakan cara untuk mendorong kita, seperti kustanya Naaman merupakan cara untuk mendorongnya, lebih dekat kepada Allah) - hal 104.

Penerapan: dalam hidup saudara pasti ada ‘tetapi-tetapi’ seperti yang dikatakan penafsir di atas ini. Sesuatu yang sangat mengganggu saudara. Dan andaikata saja hal itu bisa dibuang, alangkah enaknya. Bentuknya bisa bermacam-macam, seperti:

· penyakit.

· problem tidur.

· belum punya pacar / pasangan hidup.

· tidak punya anak.

· suami / istri yang cerewet atau yang belum bertobat.

· tidak punya pekerjaan.

· boss yang menjengkelkan.

· dosa-dosa / kelemahan-kelemahan saudara.

· hasil / buah pelayanan yang hanya sedikit atau bahkan tidak ada.

Sekarang pikirkan, apakah hal-hal itu membuat saudara menjadi lebih rendah hati? Dan apakah hal itu mendorong saudara untuk lebih dekat kepada Tuhan atau lebih bersandar kepada Tuhan?

Pulpit Commentary: “Yet ‘he was a leper.’ This spoiled all. It was the cross in his lot; the drop of gall in his cup; the worm at the root of his prosperity. It made him such that, as has been said, the humblest soldier in his ranks would not have exchanged places with him. Few lives, even those which seem most enviable, are without their cross. ... Because it is so, we should seek our happiness in things that are enduring. ‘He builds too low who builds beneath the skies.’” (= Tetapi ‘ia sakit kusta’. Ini merusak segala-galanya. Itu adalah salib dalam nasibnya; tetesan empedu dalam cawannya; cacing pada akar dari kemakmurannya. Itu membuatnya sedemikian rupa, sehingga tentara yang pangkatnya terendahpun tidak akan mau bertukar tempat dengan dia. Hanya sedikit kehidupan, bahkan kehidupan-kehidupan yang paling menjadi obyek iri hati, yang tidak mempunyai salib. ... Karena itu, kita harus mencari kebahagiaan kita dalam hal-hal yang abadi. ‘Ia yang membangun di bawah langit, membangun terlalu rendah’) - hal 113.

Penerapan: dalam hidup ini kita tidak bisa tidak menderita. Kalau kita mengikuti setan, kita dihantam oleh Tuhan. Sebaliknya kalau kita mengikuti Tuhan, kita diserang oleh setan. Karena itu janganlah menekankan kehidupan yang sekarang ini. Arahkanlah pandangan dan hidup saudara kepada hidup yang akan datang. Janganlah mengumpulkan harta di bumi, tetapi kumpulkanlah bagimu harta di surga (Mat 6:19-20)

Sebetulnya Naaman mempunyai problem yang lebih besar dari pada kustanya, yaitu problem yang bersifat rohani, dan problem ini tidak ia sadari. Problem itu adalah bahwa ia tidak mengenal Allah yang benar! Apapun problem saudara, dan bagaimanapun besarnya problem itu, itu tidak lebih besar dari pada kalau saudara tidak mengenal Allah / Kristus. Kusta paling-paling menyebabkan penderitaan, pengucilan dan kematian, tetapi ketidak-kenalan kita terhadap Kristus akan membawa kita ke neraka!

Penerapan: apakah ini juga merupakan keadaan saudara? Apa yang saudara anggap sebagai problem terbesar, mungkin sebetulnya kalah besar dibandingkan dengan problem rohani saudara, dimana saudara belum percaya kepada Kristus, atau dimana saudara terjerat dosa, kesuaman, kemalasan, dan sebagainya.

2) Anak gadis Israel.

Rupanya orang Aram secara bergerombol sering menyerang wilayah Israel, dan lalu menjarah atau bahkan menawan orang, dan lalu dibawa pulang. Hasilnya adalah gadis Israel ini, yang lalu menjadi pelayan istri Naaman (ay 2). Bayangkan betapa menderitanya dan sedihnya gadis kecil ini, maupun orang tuanya.

Adam Clarke: “A little maid. Who, it appears, had pious parents, who brought her up in the knowledge of the true God. Behold the goodness and the severity of the Divine providence! Affectionate parents are deprived of their promising daughter by a set of lawless freebooters, without the smallest prospect that she should have any lot in life but that of misery, infamy, and wo” (= Seorang gadis kecil. Yang, kelihatannya, mempunyai orang tua yang saleh, yang telah membesarkannya dalam pengenalan terhadap Allah yang benar. Perhatikan kebaikan dan kekerasan dari providensia ilahi! Orang tua yang penuh kasih sayang kehilangan anak perempuannya yang menjanjikan karena sekelompok perampok yang tidak mempedulikan hukum, tanpa prospek sedikitpun bahwa ia akan mendapatkan bagian dalam hidup kecuali kesengsaraan, keburukan, dan kesedihan) - hal 495.

Bahwa anak gadis ini berani bicara tentang agamanya dan nabinya (ay 3), menunjukkan bahwa ia tetap beribadah / menyembah Yahweh, bukan dewa orang Aram. Padahal andaikata ia menyembah dewa orang Aram, itu pasti akan lebih menyenangkan bagi majikannya.

Juga ay 3 ini menunjukkan bahwa ia tidak mendendam kepada tentara Aram / Naaman yang sudah menawannya dan menjadikannya budak / pelayan. Ia tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Ia tidak bersukacita atas penyakit kusta yang menimpa Naaman. Sebaliknya, ia membalas Naaman dengan kebaikan, dengan menceritakan tentang Elisa, yang ia anggap bisa menyembuhkan Naaman.

Tertawannya anak gadis itu, dan lalu menjadi pelayan di rumah Naaman (ay 2), jelas merupakan hasil pekerjaan Allah dalam melakukan rencanaNya untuk menyelamatkan Naaman.

II) Kesembuhan Naaman.

1) Naaman berangkat dengan membawa surat dari raja Aram dan banyak persembahan (ay 5).

Pulpit Commentary: “These enormous sums were, no doubt, thought certain to purchase the cure. Another heathenish idea, akin to the modern notion that anything can be bought with money. Elisha taught him differently when the cure was accomplished (ver. 16). ... There are blessings which are beyond the reach of money, and yet can be had ‘without money and without price’ (Isa. 55:1)” [= Jumlah yang sangat besar ini, tak diragukan lagi, dimaksudkan untuk membeli kesembuhan. Sebuah gagasan kafir yang lain, dekat dengan pikiran modern yang mengatakan bahwa apapun bisa dibeli dengan uang. Elisa mengajarnya secara berbeda pada waktu kesembuhan itu sudah terjadi (ay 16). ... Ada berkat-berkat yang ada di luar jangkauan uang, tetapi sekalipun demikian bisa dimiliki ‘tanpa uang dan tanpa harga’ (Yes 55:1)] - hal 115.

Bdk. Ro 3:23-24 - “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia Allah telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus”.

2) Kebodohan / kecerobohan dan salah paham (ay 6-7).

Raja Aram membuat suatu kecerobohan. Berita dari anak gadis itu mengatakan bahwa yang bisa menyembuhkan Naaman adalah nabi di Samaria (ay 3), tetapi raja Aram mengirim surat kepada raja Israel, dan memintanya untuk menyembuhkan Naaman dari kustanya. Memang mungkin sekali maksudnya adalah supaya raja Israel minta nabinya yang menyembuhkan Naaman. Tetapi raja Israel tidak mengerti / salah paham. Ia hanya tahu bahwa kusta tidak bisa disembuhkan, sehingga pada waktu raja Aram memintanya menyembuhkan Naaman, ia menganggap bahwa raja Aram memang mau mencari gara-gara dengan dia. Sering terjadi perang / gegeran hanya karena kecerobohan dan salah paham seperti ini.

3) Elisa mengirim pesan kepada raja Israel, untuk menyuruh Naaman datang kepadanya (ay 8). Dan Naaman datang kepada Elisa (ay 9).

4) Elisa menyuruh seorang suruhan untuk keluar dan mengatakan kepada Naaman untuk mandi 7 x di Sungai Yordan (ay 10).

Seorang hamba Tuhan jaman sekarang mungkin akan cepat-cepat keluar dan menyambut, menghormati panglima ini. Tetapi tidak demikian dengan Elisa. Ia hanya menyuruh pelayannya keluar dan menyampaikan pesannya. Mengapa?

Pulpit Commentary: “Elisha asserted the dignity of his office. Naaman was ‘a great man’ (ver. 1), with a high sense of his own importance, and regarded the prophet as very much inferior to himself. He expected to be waited on, courted, to receive every possible attention. Elisha no doubt intended very pointedly to rebuke him by remaining in his house, and communicating with the great man by a messenger. ... He had to impress upon the Syrian noble the nothingness of wealth and earthly grandeur, and the dignity of the prophetic office” [= Elisa menyatakan kewibawaan dari jabatannya. Naaman adalah ‘orang terpandang’ (ay 1), yang sangat menyadari pentingnya dirinya, dan menganggap sang nabi sebagai jauh lebih rendah dari dirinya sendiri. Ia mengharapkan untuk dilayani, dihormati / dijilat, untuk menerima perhatian yang sebesar-besarnya. Tidak diragukan lagi bahwa Elisa bermaksud menegurnya dengan sangat tajam dengan tetap tinggal dalam rumahnya, dan berbicara dengan orang gede itu melalui utusannya. ... Ia harus memberikan kesan kepada bangsawan Aram itu kenihilan dari kekayaan dan kemegahan duniawi, dan kewibawaan dari jabatan nabi] - hal 94.

5) Naaman pergi dengan marah (ay 11-12).

Mengapa?

a) Ay 11: ‘Aku sangka ...’.

Tadinya Naaman memperkirakan sendiri apa yang akan dilakukan oleh Elisa untuk menyembuhkannya, dan pada waktu apa yang dilakukan Elisa sama sekali berbeda dengan perkiraannya, ia menjadi marah.

Dalam persoalan keselamatan, kebanyakan orang mempunyai anggapan / perkiraan bahwa Allah akan menolongnya / menyelamatkannya, kalau ia banyak berbuat baik dan menahan diri dari dosa. Pada saat mereka diberitahu bahwa Allah menyelamatkan manusia bukan melalui perbuatan baiknya (karena perbuatan baik mereka seperti kain kotor di hadapan Allah - Yes 64:6) tetapi melalui penebusan Kristus yang harus diterima dengan iman (Ef 2:8-9), mereka menjadi marah, karena semua ini tidak sesuai dengan perkiraan mereka.

Bdk. Yes 55:8-9 - “Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu”.

b) Karena sungai-sungai di Damsyik lebih baik dari pada sungai Yordan (ay 12).

Pulpit Commentary: “The ‘rivers of Damascus’ are streams of great freshness and beauty. ... We can well understand that Naaman would esteem the streams of his own city as infinitely superior to the turbid, often sluggish, sometimes ‘clay-coloured’ Jordan” (= Sungai-sungai Damsyik adalah sungai-sungai yang sangat segar dan indah. ... Kita bisa mengerti bahwa Naaman menilai sungai-sungai kotanya sendiri sebagai jauh lebih baik dari pada sungai Yordan yang keruh, yang seringkali mengalir secara pelan, dan kadang-kadang berwarna seperti tanah liat) - hal 94,95.

Pada waktu disuruh mandi di Sungai Yordan, ia berpikir bahwa ada banyak sungai yang lebih baik di negerinya. Dengan kata lain, ia berpendapat bahwa ada jalan yang lebih masuk akal atau yang kurang menggelikan dibandingkan dengan jalan yang diberikan oleh Elisa.

Hal yang sama terjadi dengan banyak orang pada jaman ini pada waktu mendengar Injil, dan diberitahu tentang Allah yang menjadi manusia dan mati disalib untuk menebus dosa manusia, dan bahwa kita diselamatkan hanya dengan percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat kita. Mereka menganggap ada jalan lain yang lebih masuk akal, yaitu melalui agama / perbuatan baik / usaha mereka sendiri. Tetapi Kitab Suci mengatakan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan / ke surga (Yoh 14:6 Kis 4:12 1Yoh 5:11-12)! Allah akan menyelamatkan siapapun yang percaya pada pemberitaan Injil yang kelihatannya bodoh ini.

1Kor 1:21b - “Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil”.

Sebaliknya, siapapun yang tidak mau percaya kepada Kristus, akan dihukum selama-lamanya di dalam neraka (Yoh 8:24 Wah 21:8).

6) Nasehat pegawai Naaman (ay 13).

Kata-kata pegawai Naaman ini sangat masuk akal. Andaikata Elisa menyuruhnya melakukan sesuatu yang sukar, seperti bertapa dan berpuasa selama 2 minggu, maka mungkin sekali ia mau melakukannya. Tetapi waktu disuruh mandi 7 x di sungai Yordan, ia menolak.

Dalam hal keselamatan, terjadi hal yang sama. Orang selalu lebih mau mencoba cara yang sukar dari pada cara yang sederhana, yang diberikan oleh Kitab Suci. Kalau diberi tahu bahwa hanya dengan percaya kepada Yesus orang bisa selamat / masuk surga, dan kalau diberi tahu bahwa ia harus melakukan ini atau itu, tidak boleh melakukan ini atau itu, harus berpuasa, dsb, maka ia akan memilih pilihan yang kedua, yang lebih sukar. Betapa sering dalam melakukan penginjilan, kita mendapat tanggapan: ‘Ah, kok gampang sekali untuk selamat? Hanya percaya kepada Yesus? Tidak masuk akal!’.

Pulpit Commentary: “Observe the simplicity of the cure. ‘Go and wash in Jordan seven times, and thy flesh shall come again to thee, and thou shalt be clean.’ It was the very simplicity of the cure that was the stumbling-block to Naaman. So it is with the sinner still. The simplicity of the gospel offer prevents many a one from acceptance it. The servants of Naaman expressed this weakness of the human heart when they said, ‘My father, if the prophet had bid thee do some great thing, wouldest thou not have done it?’ The simple thing, strange though it may seem, is often the hardest thing to do. The great thing, the thing which costs most labour, in which there is most room for our own effort, is the thing which many find it easiest to do. This is one of the reasons why the heathen religions, and the Roman Catholic religion, have so strong a hold upon the human heart. Their religion is justification by works” (= Perhatikan kesederhanaan penyembuhan itu. ‘Pergilah mandi 7 x dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir’. Justru kesederhanaan dari penyembuhan itu yang menjadi batu sandungan bagi Naaman. Demikian juga dengan orang-orang berdosa sampai saat ini. Kesederhanaan dari penawaran Injil menghalangi banyak orang untuk menerimanya. Pegawai Naaman menyatakan kelemahan hati manusia ini ketika ia berkata: ‘Bapak, seandainya nabi itu menyuruh perkara yang sukar kepadamu, bukankah bapak akan melakukannya?’ Biarpun kelihatannya aneh, tetapi hal yang sederhana seringkali merupakan hal yang tersukar untuk dilakukan. Hal yang besar / sukar, hal yang membutuhkan kerja keras, dalam mana ada banyak tempat untuk usaha kita sendiri, adalah hal yang paling mudah untuk dilakukan. Ini merupakan salah satu alasan mengapa agama-agama kafir, dan agama Roma Katolik, mempunyai pegangan yang begitu kuat pada hati manusia. Agama mereka adalah pembenaran karena perbuatan baik / usaha manusia) - hal 105.

7) Naaman lalu menuruti nasehat pegawainya, dan ternyata ia betul-betul menjadi sembuh (ay 14).

Karena itu jangan selalu mengabaikan nasehat orang yang ada di bawah saudara, apakah itu pegawai, pembantu, anak, dan sebagainya. Lebih-lebih, jangan pernah menolak perintah / jalan yang diberikan oleh Tuhan.

-AMIN-

9).II Raja-Raja 5:1-27(2)

I) Pertobatan Naaman

1) Pertobatan Naaman.

Ternyata Naaman bukan hanya disembuhkan dari penyakit jasmaninya atau kustanya. Kesembuhannya dari penyakit kustanya ternyata membawanya ke dalam pertobatan dan kepada pengenalan akan Allah yang benar. Ini terlihat dari:

a) Naaman kembali kepada Elisa untuk menyatakan syukurnya melalui pemberiannya (ay 15).

Ia tidak bersikap seperti 9 orang kusta yang tidak berterima kasih kepada Yesus sekalipun telah disembuhkan dari kustanya; ia bersikap seperti penderita kusta yang ke 10 (bdk. Luk 17:11-19).

b) Naaman menyatakan bahwa sejak saat itu ia mau berbakti kepada Tuhan.

Ini ditunjukkannya dengan meminta tanah sebanyak muatan sepasang bagal (ay 17a).

Apa gunanya tanah ini? Dari alasan Naaman dalam ay 17b, jelas bahwa tanah itu dimaksudkan untuk penyembahan kepada Tuhan. Ada yang mengatakan bahwa ia akan membuat mezbah di atas mana ia akan mempersembahkan korban (bdk. Kel 20:24 dimana dibicarakan tentang mezbah dari tanah). Ada juga yang mengatakan bahwa ia akan menyebarkan tanah itu di atas sebidang tanah di Syria, dan dengan cara itu menguduskan tanah itu untuk keperluan penyembahan terhadap Tuhan.

Pulpit Commentary: “The Jews themselves are known to have acted similarly, transferring earth from Jerusalem to Babylonia, to build a temple on it; and the idea is not an unnatural one. It does not necessarily imply the ‘polytheistic superstition’ that every god has his own land, where alone he can be properly worshipped. It rests simply on the notion of there being such a thing as ‘holy ground’ (Exod. 3:5) - ground more suited for the worship of God than ordinary common soil, which therefore it is worthwhile to transfer from place to place for a religious purpose” [= Orang-orang Yahudi sendiri diketahui melakukan hal yang mirip, memindahkan tanah dari Yerusalem ke Babilonia, untuk membangun sebuah kuil / tempat ibadah di atasnya; dan gagasan ini adalah sesuatu yang biasa. Itu tidak harus menunjuk pada ‘tahyul orang yang mempunyai banyak dewa’ dimana setiap dewa mempunyai daerahnya sendiri, dimana hanya di atas tanah itu saja ia bisa disembah dengan benar. Itu hanya didasarkan pada pemikiran bahwa ada ‘tanah kudus’ (Kel 3:5) - tanah yang lebih cocok untuk penyembahan Allah dari pada tanah biasa, dan karena itu adalah bermanfaat untuk memindahkannya dari satu tempat ke tempat lain untuk suatu tujuan agamawi] - hal 96.

Catatan: ingat bahwa ini terjadi dalam Perjanjian Lama dimana agama memang bersifat sangat lahiriah. Dalam jaman Perjanjian Baru dimana penekanannya adalah rohaniah, maka jelas bahwa hal seperti ini tidak perlu dan bahkan tidak boleh dilakukan (bdk. Yoh 4:20-24).

c) Lebih dari itu, Namaan tidak mau menjadi seorang syncretist (orang yang menggabungkan 2 agama atau lebih); ia hanya mau berbakti kepada Tuhan.

Ini terlihat dari kata-katanya pada ay 17b: “hambamu ini tidak lagi akan mempersembahkan korban bakaran atau korban sembelihan kepada allah lain kecuali kepada Tuhan”.

Pulpit Commentary: “It was a noble resolve. It might offend his sovereign, it might hamper his promotion, it might deprive him of court favour. Still, he did not hesitate; he made the resolution, and he proclaimed it. ... There may be weakness in the compromise with conscience which he proposes in ver. 18; but it is a pardonable weakness in one bred up a heathen. At any rate, he does right, and sets us a good example, in his resolute turning to Jehovah, as the true Source of the blessing which he has received, and as therefore deserving henceforth of all his worship and all his gratitude” (= Ini merupakan keputusan hati yang mulia. Itu bisa menyinggung rajanya, itu bisa menghambat kenaikan pangkatnya, itu bisa menyebabkan ia tidak disenangi di istana. Tetapi ia tetap tidak ragu-ragu; ia membuat keputusan itu, dan memberitakannya. ... Memang ada kelemahan dalam kompromi dengan hati nurani yang ia kemukakan dalam ay 18; tetapi itu adalah kelemahan yang bisa diampuni dalam diri seseorang yang dibesarkan sebagai orang kafir. Bagaimanapun juga, ia melakukan hal yang benar, dan memberi kita teladan yang baik, dalam keputusannya untuk berpaling kepada Yehovah, sebagai Sumber yang benar dari berkat yang telah ia terima, dan yang karena itu mulai sekarang layak mendapatkan seluruh penyembahannya dan rasa syukurnya) - hal 101.

2) Hal / pelayanan kecil yang mengakibatkan hal yang besar.

Pertobatan Naaman betul-betul merupakan suatu pertobatan yang luar biasa, dan semua itu terjadi melalui kata-kata sederhana dari seorang anak gadis Israel (ay 3).

Pulpit Commentary: “The dependence of the great upon the small. The recovery of this warrior resulted from the word of this captive maid. Some persons admit the hand of God in what they call great events! But what are the great events? ‘Great’ and ‘small’ are but relative terms. And even what we call ‘small’ often sways and shapes the ‘great.’ One spark of fire may burn down all London” (= Ketergantungan hal yang besar pada hal yang kecil. Kesembuhan dari pejuang ini dihasilkan / diakibatkan dari kata-kata dari pelayan tawanan ini. Sebagian orang mengakui tangan Allah dalam apa yang mereka sebut peristiwa besar! Tetapi apakah peristiwa besar itu? ‘Besar’ dan ‘kecil’ hanyalah istilah yang relatif. Dan bahkan apa yang kita sebut ‘kecil’ sering mempengaruhi dan membentuk yang ‘besar’. Sebuah letikan api bisa membakar seluruh kota London) - hal 110.

Penerapan:

* kata-kata ini perlu diperhatikan oleh orang yang tidak mau mengakui penentuan dan pengaturan Allah dalam hal-hal yang kecil / remeh.

* jangan meremehkan hal-hal kecil yang bisa saudara lakukan bagi Tuhan, sekalipun kelihatannya tidak ada gunanya! Tetaplah mau melakukannya, dan tekunlah dalam melakukannya. Bdk. 1Kor 15:58 - “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia”.

3) Penyingkapan misteri penderitaan.

Dengan terjadinya pertobatan Naaman ini, sekarang terlihat apa sebabnya Tuhan memberikan penyakit kusta kepada Naaman, dan apa sebabnya Tuhan mengijinkan anak gadis Israel itu diambil dari keluarganya padahal itu adalah keluarga yang menyembah Tuhan. Semua ini bertujuan untuk menyelamatkan orang pilihanNya yang ada di Aram, yaitu Naaman (dan mungkin juga keluarganya dan orang-orang di sekitar Naaman yang nantinya bertobat karena pengaruh Naaman).

Adam Clarke: “Here the mystery of the Divine providence begins to develop itself. By the captivity of this little maid, one Syrian family at least, and that one of the most considerable in the Syrian empire, is brought to the knowledge of the true God” (= Di sini misteri dari Providensia ilahi / pelaksanaan rencana Allah mulai menyingkapkan dirinya sendiri. Oleh penawanan anak gadis ini, sedikitnya satu keluarga Aram, dan itu adalah keluarga yang paling penting / terpandang dalam kerajaan Aram, dibawa pada pengenalan terhadap Allah yang benar) - hal 496.

Pulpit Commentary: “It was God’s design to show mercy to Naaman, for his own glory, as well as for a testimony that the Gentiles were not outside the scope of his grace” (= Ini merupakan rencana Allah untuk menunjukkan belas kasihan kepada Naaman, untuk kemuliaanNya sendiri, dan juga sebagai suatu kesaksian bahwa orang non Yahudi tidaklah berada di luar ruang lingkup kasih karuniaNya) - hal 114.

Pulpit Commentary: “The cross a mercy in disguise. As it proved, this grief of Naaman’s became his salvation. ... How often are seeming crosses and trials thus overruled for good!” (= Salib, suatu belas kasihan dalam penyamaran. Seperti dibuktikan, kesedihan Naaman ini menyebabkan keselamatannya. ... Betapa sering hal-hal yang terlihat sebagai salib-salib dan pencobaan-pencobaan diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan kebaikan) - hal 113,114. Ini tentu hanya berlaku untuk orang pilihan / anak Allah.

Semua ini memang membawa keuntungan bagi Naaman, tetapi bagaimana dengan bagi anak gadis Israel itu, dan lebih-lebih keluarganya? Anak gadis Israel itu sedikitnya pasti bersukacita karena pertobatan dari majikannya dan keluarganya. Dan sukar dibayangkan bahwa Naaman dan keluarganya tetap akan memperbudaknya, setelah ‘penginjilan’ yang ia lakukan bagi Naaman (ay 3). Mungkin sekali sejak saat itu ia akan diperlakukan secara istimewa, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa ia akan dikembalikan kepada orang tuanya, disertai banyak pemberian dari Naaman. Tetapi ini hanya dugaan kita, karena Alkitab TIDAK MENCERITAKANNYA!

Adam Clarke: “What was severe to the parents of the little maid was most kind to Naaman and his family; and the parents lost their child only a little time, that they might again receive her with honour and glory for ever. How true are the words of the poet! - ‘Behind a frowning providence he hides a smiling face.’” (= Apa yang keras bagi orang tua dari anak gadis itu adalah paling baik bagi Naaman dan keluarganya; dan orang tua itu kehilangan anak mereka hanya untuk sementara waktu, supaya mereka bisa menerimanya kembali dengan kehormatan dan kemuliaan selama-lamanya. Alangkah benarnya kata-kata dari sang penyair: ‘Di belakang providensia yang merengut, Ia menyembunyikan wajah yang tersenyum’) - hal 500.

II) Kompromi dari Naaman (ay 18-19).

1) Kompromi Naaman (ay 18).

Dalam ay 18 Naaman berkata kepada Elisa: “Dan kiranya Tuhan mengampuni hambamu ini dalam perkara yang berikut: Apabila tuanku masuk ke kuil Rimon untuk sujud menyembah di sana, dan aku menjadi pengapitnya, sehingga aku harus ikut sujud menyembah dalam kuil Rimon itu, kiranya Tuhan mengampuni hambamu ini dalam hal itu”.

Kalau hal ini ditanyakan kepada Pdt. Pipi Agus Dhali dari GKI, yang beberapa waktu yang lalu (di radio Merdeka) menyerang ‘orang-orang yang sok kenceng dengan alasan bahwa Allah itu bukan Allah yang maha kenceng’, maka saya yakin ia akan menyetujui tindakan kompromi yang bengkok dari Naaman ini.

Tetapi dari sudut Naaman sendiri, jelas bahwa hati nurani Naaman merasakan bahwa tindakan itu adalah tindakan yang salah / berdosa. Ini terlihat dari kata-kata ‘kiranya Tuhan mengampuni hambamu ini’ yang diulang sampai 2 x. Tetapi pada saat ini (entah kalau belakangan ia bertobat), ia bertekad untuk tetap melakukan hal yang ia rasakan sebagai hal yang salah itu, dan ia berharap bahwa Tuhan mengampuni tindakan komprominya itu.

Perlu saudara ketahui bahwa dari semua buku tafsiran yang saya pakai, tidak seorangpun menyetujui tindakan kompromi Naaman ini. Semua menganggap bahwa itu adalah hal yang salah.

Pulpit Commentary: “Naaman is not prepared to be a martyr for his religion. On returning to Damascus, it will be among his civil duties to accompany his master to the national temples, and to prostrate himself before the images of the national deities. If he declines, if (like an early Christian) he will not enter ‘the house of the devils,’ much less bow down before the graven image of a false god, it may cost him his life; it will certainly cost him his court favour. For such a sacrifice he is not prepared. Yet his conscience tells him that he will be acting wrongly” [= Naaman tidak siap untuk menjadi martir bagi agamanya. Sekembalinya ke Damsyik, merupakan salah satu kewajiban pemerintah untuk menyertai tuannya ke kuil nasional, dan meniarapkan dirinya sendiri di depan patung dari dewa-dewa nasional. Jika ia menolak, jika (seperti orang kristen mula-mula) ia tidak mau masuk ‘rumah setan’, apalagi membungkuk di depan patung dari allah palsu, ia bisa kehilangan nyawanya; yang jelas, ia akan tidak disenangi di istana. Untuk pengorbanan sebesar itu ia tidak siap. Tetapi hati nuraninya mengatakan kepadanya bahwa ia bertindak salah] - hal 96.

Penerapan:

· kalau hari raya Cing Bing, apakah saudara ikut pergi ke kuburan dan sembahyang di sana, demi menyenangkan orang tua? Sekalipun saudara hanya melakukannya secara lahiriah itu tetap adalah dosa!

· pergaulan, dan khususnya boss, bisa sangat mempengaruhi kerohanian seseorang, dan menyebabkan seseorang ‘terpaksa’ berbuat dosa. Dalam kasus Naaman, ia ‘terpaksa’ masuk ke dalam kuil berhala dan ikut sujud kepada patung berhala tersebut, tetapi dalam kasus saudara, mungkin akan ‘terpaksa’ menyebabkan saudara tidak ke gereja, tidak melayani, berdusta (baik melalui kata-kata ataupun tulisan), melakukan pembukuan ganda untuk menggelapkan pajak, menemani boss ke tempat-tempat maksiat, dan sebagainya. Karena itu Yesus mengatakan:

Mat 10:37-39 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagiKu. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya”.

Luk 14:26 - “Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu”.

Catatan: ‘membenci’ dalam ayat ini harus diartikan ‘kurang mengasihi’ (dibandingkan dengan kasih kepada Kristus).

Bdk. juga dengan Kis 5:29 - “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia”.

2) Jawaban / kata-kata Elisa (ay 19).

Elisa menjawab / berkata: ‘Pergilah dengan selamat / damai (SHALOM)’.

Apa arti kata-kata Elisa ini?

a) Ada yang menafsirkan bahwa Elisa mengijinkan Naaman untuk menyertai tuannya untuk masuk ke kuil Rimon dan ikut menyembah berhala (asal hatinya tidak sungguh-sungguh menyembah berhala tersebut).

Kalau kata-kata Elisa ini memang dimaksudkan untuk mengijinkan Naaman melakukan hal itu, maka mungkin alasannya untuk menyetujui kompromi itu adalah:

· Naaman adalah orang yang baru bertobat, sehingga tidak bisa dituntut untuk melakukan hal yang terlalu berat.

· Sepanjang hidupnya Naaman adalah orang kafir, sehingga tidak mempunyai pengertian Firman Tuhan sama sekali.

Lagi-lagi kalau hal seperti ini ditanyakan kepada Pdt. Pipi Agus Dhali dari GKI, yang memang ‘tidak senang bersikap sok kenceng’, maka saya yakin ia akan menyetujui persetujuan Elisa ini.

Saya sendiri berpendapat berbeda. Kalau kata-kata Elisa ini memang berarti bahwa ia memberikan persetujuannya, maka haruslah saya katakan bahwa Elisa salah!

b) Ada yang menafsirkan bahwa Elisa bukannya menyetujui kompromi Naaman itu; kata-katanya dalam ay 19 tidak menjawab kata-kata Naaman dalam ay 18 itu.

Seorang penafsir dari Pulpit Commentary mengatakan bahwa Elisa tidak menjawab karena Naaman memang tidak bertanya, tetapi hanya menyatakan apa yang akan ia lakukan (perhatikan kata-kata Naaman dalam ay 18 sekali lagi).

Pulpit Commentary: “Some have thought that Elisha’s answer, ‘Go in peace,’ gave permission to Naaman to go through this outward form of idolatry. But the prophet did not mean this at all. His words were but the Eastern form of sayIng ‘good-bye.’ He neither condemned nor approved Naaman’s action. He left it as a matter for his own conscience. And so it must be in many things. We cannot lay down hard-and-fast lines for others. Beginners in the Christian life, especially, should be tenderly dealt with. But while we make every allowance for Naaman, who had spent all his life in heathenism, let us not imitate him in his want of decision” (= Sebagian orang mengira bahwa jawaban Elisa ‘Pergilah dengan selamat / damai’ memberi ijin kepada Naaman untuk melewati bentuk lahiriah penyembahan berhala ini. Tetapi sang nabi sama sekali tidak memaksudkan hal itu. Kata-katanya hanyalah merupakan cara orang Timur mengatakan ‘selamat tinggal’. Ia tidak mengecam atau menyetujui tindakan Naaman. Ia membiarkannya sebagai suatu persoalan bagi hati nurani Naaman sendiri. Dan demikianlah seharusnya dalam banyak hal. Kita tidak bisa memberikan garis / batasan yang keras dan kaku untuk orang lain. Khususnya orang-orang baru dalam kehidupan kristen harus diperlakukan dengan lembut. Tetapi sekalipun kita memberikan setiap ijin bagi Naaman, yang telah menghabiskan seluruh hidupnya dalam kekafiran, baiklah kita tidak menirunya dalam kekurangan dari keputusannya) - hal 106.

Kalaupun ay 19 artinya bukanlah ‘mengijinkan’, tetapi sekedar ‘tidak menjawab’, saya tetap tidak setuju dengan sikap Elisa. Saya berpendapat bahwa ia harus menjawab / memberi penjelasan, dan menyatakan bahwa keputusan Naaman itu merupakan suatu kompromi yang salah.

Catatan: Perlu saudara ketahui bahwa nabi atau rasul bukanlah orang yang kata-katanya / tindakannya tidak bisa salah. Mereka hanya dijaga dari kesalahan pada saat mereka menulis Kitab Suci, tetapi tidak dalam hal-hal yang lain!

III) Ketamakan dan dusta Gehazi.

1) Pada waktu Naaman mau memberi persembahan kepada Elisa sebagai tanda terima kasihnya, Elisa ternyata menolak (ay 16).

Pulpit Commentary: “Contests of politeness are common in the East, where the one party offers to give and even insists on giving, while the other makes a pretence of declining; but here both parties were in earnest, and the gift was absolutely declined” (= Kontes kesopanan merupakan sesuatu yang umum di Timur, dimana pihak yang satu menawarkan untuk memberi dan bahkan berkeras untuk memberi, sedangkan pihak yang lain berpura-pura menolak; tetapi di sini kedua pihak sungguh-sungguh, dan pemberian itu ditolak secara mutlak) - hal 96.

Pulpit Commentary: “Pious Israelites commonly brought gifts to the prophets whom they have consulted (1Sam 9:7,8; 1Kings 14:3). But, in the case of a foreigner, ignorant hitherto of true religion, whom it was important to impress favourably, and, if possible, win over to the faith, Elisha deemed it advisable to take no reward. Naaman was thus taught that Jehovah was his true Healer, the prophet the mere instrument, and that it was to Jehovah that his gratitude, his thanks, and his offerings were due” [= Orang Israel yang saleh biasa membawa pemberian kepada nabi-nabi kepada siapa mereka bertanya (1Sam 9:7,8; 1Raja 14:3). Tetapi dalam kasus seorang asing, yang sampai saat ini sama sekali tidak tahu apa-apa tentang agama yang benar, dan sangat penting untuk diberi kesan yang baik, dan jika mungkin, dimenangkan kepada iman yang benar, Elisa menganggap bahwa lebih baik ia tidak menerima upah / hadiah. Dengan demikian Naaman diajar bahwa Yehovah adalah penyembuhnya yang sebenarnya, sang nabi hanyalah alat semata-mata, dan bahwa kepada Yehovahlah rasa terima kasihnya, ucapan syukurnya, dan persembahannya harus diberikan] - hal 96.

Pulpit Commentary: “Prophets were entitled to accept gifts of those who consulted them (1Sam. 9:7,8), and Elisha himself took without hesitation the twenty loaves from the man of Baal-shalisha. But when Naaman made his offer, Elisha felt that it was ‘a time to lose.’ He had to show that ‘the gift of God could not be purchased with money;’ he had to impress it on an ignorant but intelligent heathen, that Jehovah was a God not like other gods, and that his prophets were men not like other men. He had to teach the doctrine of free grace. His example should be a lesson to ministers, that not every gift, even though it be offered by a willing heart, ought to be accepted” [= Nabi-nabi berhak untuk menerima pemberian-pemberian dari mereka yang berkonsultasi dengan mereka (1Sam 9:7,8), dan Elisa sendiri menerima tanpa ragu-ragu 20 roti dari seseorang dari Baal-Salisa. Tetapi ketika Naaman memberikan penawarannya, Elisa merasa bahwa itu adalah ‘saat untuk kehilangan’. Ia harus menunjukkan bahwa ‘karunia Allah tidak bisa dibeli dengan uang’; ia harus memberi kesan kepada orang kafir ini, yang sekalipun tidak tahu apa-apa tetapi adalah orang yang cerdas, bahwa Yehovah adalah Allah yang tidak seperti allah-allah lain, dan bahwa nabi-nabiNya adalah orang-orang yang berbeda dengan orang-orang lain. Ia harus mengajar doktrin tentang kasih karunia yang cuma-cuma. Teladannya harus menjadi pelajaran bagi para pendeta, bahwa tidak setiap pemberian, sekalipun itu ditawarkan oleh hati yang rela, harus diterima] - hal 101.

Catatan: kata-kata ‘a time to lose’ (= ‘saat untuk kehilangan’) diambil dari Pkh 3:6 (KJV): ‘A time to get, and a time to lose’ (= ada saat untuk mendapat, ada saat untuk kehilangan).

2) Gehazi menganggap Elisa bodoh, dan setelah Naaman pergi, Gehazi menyusulnya dan meminta sesuatu, dengan menceritakan suatu dusta. Dan Naaman dengan senang hati memberikan lebih banyak dari yang diminta Gehazi (ay 19b-24).

a) ‘Demi Tuhan yang hidup’ (ay 20).

Pulpit Commentary: “’As the Lord liveth’ seems a strange phrase in the mouth of one who is bent on lying and on stealing. But experience teaches us that religious formulæ do drop from the lips of persons engaged in equally indefensible proceedings. This is partly because formulæ by frequent use become mere forms, to which the utterer attaches no meaning; partly because men blind themselves to the wrongfulness of their actions, and find some excuses or other for any course of conduct by which they hope to profit” (= ‘Demi Tuhan yang hidup’ kelihatannya merupakan suatu ungkapan yang aneh dalam mulut seseorang yang mengambil keputusan untuk berdusta dan mencuri. Tetapi pengalaman mengajar kita bahwa formula agama sering keluar dari bibir orang yang terlibat dalam tindakan yang sama salahnya. Ini sebagian disebabkan karena formula itu telah menjadi sekedar suatu formula karena terlalu sering digunakan, sehingga orang yang mengucapkannya tidak memaksudkan artinya; sebagian lagi karena manusia membutakan diri mereka sendiri terhadap kesalahan tindakannya, dan menemukan dalih / alasan untuk tindakan mereka oleh mana mereka berharap mendapatkan keuntungan) - hal 97.

Penerapan: Kalau jaman sekarang, mungkin formula agama yang sering disalah-gunakan adalah ucapan ‘Puji Tuhan’ dan ‘Haleluyah’.

b) Naaman turun dari keretanya mendapatkan Gehazi (ay 21).

Pulpit Commentary: “As Bähr notes, ‘Descent from a vehicle is, in the East, a sign of respect from the inferior to the superior;’ and Naaman, in lighting down from his chariot, must intended to ‘honour the prophet in his servant’” (= Seperti dicatat oleh Bähr: ‘Di Timur, turun dari kendaraan merupakan tanda penghormatan dari yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi’; dan Naaman, dengan turun dari keretanya, pasti bermaksud untuk ‘menghormati sang nabi dalam pelayannya’) - hal 97.

c) Ay 21 akhir: ‘Selamat’. Ini sebetulnya merupakan pertanyaan.

KJV/RSV/NASB: ‘Is all well?’ (= Apakah semua baik-baik?).

NIV: ‘Is everything all right?’ (= Apakah segala sesuatu baik-baik?).

d) Ay 20-22:

Pulpit Commentary: “The honour of his God, the honour of his religion, the honour of his country, the good of Naaman - none of these things ever cost him a thought. In his mind self is the one all-absorbing, overmastering consideration. Even his master’s honour is of little value in his eyes. Elisha had refused to take Naaman’s gift, yet Gehazi runs after him, and says that his master has sent him to ask for money and clothes, just as if he was so fickle as not to know his own mind, and so mean as now to send and beg that which but a little time before he had so sturdily declined. Gehazi’s greed for money had blunted all the finer feelings of his nature. No wonder that our Saviour said, ‘Take heed and beware of covetousness.’ No wonder that Paul said, ‘The love of money is a root of all evil.’” (= Kehormatan dari Allahnya, kehormatan dari agamanya, kehormatan dari negaranya, kebaikan Naaman - tidak ada dari hal-hal ini yang dipikirkannya sedikitpun. Dalam pikirannya, diri sendiri adalah satu pertimbangan yang menyerap / menghisap dan menundukkan segala sesuatu. Bahkan kehormatan tuannya bernilai rendah di matanya. Elisa telah menolak untuk menerima pemberian Naaman, tetapi Gehazi mengejarnya, dan berkata bahwa tuannya telah mengutusnya untuk meminta uang dan pakaian, seakan-akan Elisa begitu plin-plan sehingga tidak mengetahui pikirannya sendiri, dan begitu rendah / tak berwibawa sehingga sekarang mengutus dan meminta apa yang baru saja telah ditolaknya dengan begitu keras. Ketamakan Gehazi terhadap uang telah menumpulkan semua perasaan yang halus dari dirinya. Tidak heran bahwa Juruselamat kita berkata: ‘Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan’. Tidak heran bahwa Paulus berkata: ‘Cinta uang adalah akar segala kejahatan’) - hal 107-108. Bdk. Luk 12:15 1Tim 6:10.

Pulpit Commentary: “How often men grow rich, but do not grow better! Sometimes increasing wealth has the strange effect of decreasing liberality. Sometimes increasing wealth brings with it increase of pride. Sometimes increasing wealth has made men more worldly. Instead of seeking to serve Christ more with their increased opportunities and increased influence, they serve him less” (= Alangkah seringnya orang bertambah kaya, tetapi tidak bertambah baik! Kadang-kadang pertambahan kekayaan mempunyai akibat yang aneh yaitu penurunan kemurahan hati. Kadang-kadang pertambahan kekayaan membawa dengannya pertambahan kesombongan. Kadang-kadang pertambahan kekayaan telah membuat manusia menjadi lebih duniawi. Bukannya berusaha untuk lebih melayani Kristus dengan kesempatan mereka dan pengaruh mereka yang bertambah besar, mereka justru melayaniNya lebih sedikit) - hal 108.

e) Ay 22-23: Gehazi hanya minta 1 talenta perak, tetapi Naaman mau memberi 2 talenta. Kata-kata ‘Naaman mendesak dia’ dalam ay 23b menunjukkan bahwa Gehazi pura-pura tidak mau diberi 2 talenta, dan ‘baru mau’ setelah didesak. Betul-betul orang yang munafik!

3) Hukuman Gehazi (ay 25-27).

a) Gehazi berdusta kepada Elisa (ay 25).

Pulpit Commentary: “One lie necessitates another. Once enter on the devious path, and you cannot say whither it will conduct you. To deceive and plunder a foreigner of a hostile nation probably seemed to Gehazi a trifle, either no sin at all, or a very venial sin. But now he finds himself led on to telling a direct lie to his master, which even he could not have justified to himself” (= Satu dusta mengharuskan dusta yang lain. Sekali masuk dalam jalan tipu daya yang berliku-liku, dan engkau tidak bisa mengatakan kemana itu akan memimpinmu. Menipu dan menjarah seorang asing dari bangsa yang bermusuhan (yaitu Naaman) mungkin terlihat bagi Gehazi sebagai sesuatu yang sepele, atau sama sekali bukan dosa, atau dosa yang sangat kecil / remeh. Tetapi sekarang ia menjumpai dirinya sendiri dibimbing untuk menceritakan suatu dusta langsung kepada tuannya, yang bahkan dia tidak bisa membenarkan dirinya sendiri) - hal 98.

Catatan: bagian terakhir yang saya garis bawahi itu artinya: bahkan orang yang pintar membenarkan diri seperti Gehazi, tetap tidak bisa membenarkan dusta yang ia lakukan terhadap Elisa.

Penerapan: karena itu hati-hati kalau setan membujuk saudara untuk berbuat dosa ‘satu kali saja’. Dosa yang satu kali itu akan memaksa saudara untuk melakukan dosa-dosa lain.

Pulpit Commentary: “The only security against a moral decline as grievous as Gehazi’s is not to enter upon it, not to take the first step” (= Satu-satunya pengamanan terhadap penurunan moral yang menyedihkan seperti penurunan moral Gehazi adalah tidak memasukinya, tidak mengambil langkah pertama) - hal 102.

b) Kata-kata Elisa (ay 26-27).

· Ay 26a: ‘hatiku ikut pergi’.

Artinya: Elisa hadir dalam roh, atau dengan kata lain, Elisa tahu apa yang dilakukan oleh Gehazi, tentu saja karena Tuhan memberitahunya. Jadi tidak ada gunanya Gehazi mendustainya. Sebaliknya dusta itu memperberat hukuman Gehazi.

· Ay 26b-27: Gehazi dibiarkan menikmati kekayaannya, tetapi penyakit kusta Naaman diberikan kepadanya dan keturunannya.

Pulpit Commentary: “The lessons should be taken to heart, and should be a warning to us, both against lying and against covetousness” (= Pelajaran ini harus disimpan / dicamkan dalam hati, dan harus merupakan peringatan bagi kita, baik terhadap dusta maupun terhadap ketamakan) - hal 99.

-AMIN-

10).II Raja-raja 6:1-7

I) Kebutuhan sekolah nabi.

1) Sekolah nabi-nabi dalam ay 1 ini sudah dibicarakan dalam 2Raja 2:5,19. Jadi pada jaman itu sudah ada sekolah theologia! Ini perlu direnungkan oleh orang / golongan yang anti sekolah theologia, dan menganggap orang yang sekolah theologia sebagai orang yang belajar dari manusia, dilatih untuk menjadi ahli Taurat dan sebagainya.

2) Rombongan nabi berkata kepada Elisa: ‘Cobalah lihat, tempat tinggal kami di dekatmu ini adalah terlalu sesak bagi kami’ (ay 1).

a) ‘tempat tinggal kami di dekatmu ini’.

KJV: ‘the place where we dwell with thee’ (= tempat dimana kami tinggal denganmu).

RSV: ‘the place where we dwell under your charge’ (= tempat dimana kami tinggal di bawah pimpinanmu).

NIV: ‘the place where we meet with you’ (= tempat dimana kami bertemu denganmu).

NASB: ‘the place before you where we are living’ (= tempat di depanmu dimana kami tinggal).

Lit: ‘the place where we sit before thee’ (= tempat dimana kami duduk di depanmu).

Jadi mungkin yang dimaksud adalah tempat dimana mereka berkumpul untuk mendengar ajaran Elisa (semacam kelas atau aula).

b) ‘adalah terlalu sesak bagi kami’.

Rupanya ada pertambahan jumlah nabi-nabi, sehingga tempat berkumpul menjadi terlalu sesak. Jadi, di tengah-tengah kebejatan Israel pada saat itu, ternyata sekolah nabi-nabi mengalami kemajuan di bawah pelayanan Elisa.

3) Mereka berkata: ‘Baiklah kami pergi ke sungai Yordan dan masing-masing mengambil satu balok dari sana, supaya kami membuat tempat tinggal untuk kami’ (ay 2).

a) Ini menunjukkan bahwa mereka tidak memutuskan sendiri, tetapi minta ijin kepada Elisa.

Penerapan: ini harus ditiru dalam gereja. Tidak boleh setiap orang melakukan segala sesuatu semaunya sendiri. Harus ada keputusan rapat / bersama.

b) Ini juga menunjukkan bahwa mereka mau bekerja sendiri, dan hal ini menunjukkan bahwa:

a) mereka tidak mempunyai terlalu banyak uang. Kalau uang ada / banyak, mungkin lebih baik kalau mereka mengupah orang lain untuk mengerjakannya, sehingga mereka sendiri bisa menggunakan waktu untuk belajar atau melakukan hal-hal yang memang menjadi tugas nabi!

Contoh yang salah: sekolah theologia yang punya uang cukup menyuruh mahasiswanya giliran jaga malam. Saya berpendapat sekolah itu seharusnya menggaji Satpam / tentara, supaya para mahasiswanya bisa melakukan tugas belajarnya dengan lebih baik.

· mereka cukup mempunyai kerajinan, dan juga kerendahan hati sehingga tidak merasa diri terlalu tinggi untuk melakukan pekerjaan seperti itu.

Matthew Poole: “Hence it may be gathered, that although the sons of the prophets principally devoted themselves to religious exercises, such as prayer, and praising of God, and the studying of God’s word, and instructing of others, and waiting for Divine revelations; yet they did sometimes employ themselves about manual arts; which now they might be forced to, through the iniquity of the times” (= Karena itu bisa disimpulkan, bahwa sekalipun anak-anak nabi-nabi ini terutama membaktikan diri mereka sendiri pada hal-hal agamawi, seperti doa, memuji Allah, belajar Firman Allah, mengajar orang-orang lain, dan menunggu wahyu / penyataan ilahi; tetapi kadang-kadang mereka mempekerjakan diri mereka sendiri dalam pekerjaan-pekerjaan kasar; yang sekarang terpaksa mereka lakukan, disebabkan oleh kejahatan masa itu) - hal 727.

· mereka juga mempunyai kesatuan hati dalam mengerjakan pekerjaan tersebut.

Pulpit Commentary: “They had the two conditions of successful work - unity of spirit, and individual willingness. They were to work together for a common end, and each man was to do his separate part. The individual wood-cutter could accomplish little. Unitedly, they could easily make a place for their common accommodation” (= Mereka mempunyai 2 persyaratan dari pekerjaan yang sukses - kesatuan roh / hati, dan kemauan / kerelaan individu. Mereka harus bekerja bersama-sama untuk satu tujuan yang sama, dan setiap orang harus melakukan bagiannya. Seorang penebang kayu / pohon hanya bisa mencapai sedikit. Dengan bersatu, mereka dengan mudah bisa membuat suatu tempat untuk akomodasi / penginapan mereka bersama) - hal 143.

Penerapan: kesatuan hati merupakan hal yang sangat penting dalam pelayanan.

4) Elisa mengijinkan mereka melakukan hal itu, dan seorang dari para nabi itu meminta Elisa untuk ikut dengan mereka, mungkin untuk memimpin / memberkati apa yang mereka lakukan, dan Elisa menyetujui hal itu (ay 3).

Mungkin pada saat itu Elisa memang sedang agak menganggur sehingga ia mau ikut. Hal ini tidak bisa diterapkan secara umum, seakan-akan hamba Tuhan harus selalu mau menyertai jemaatnya dalam pelayanan yang bisa dikerjakan jemaat itu sendiri, seperti menghias gereja untuk Natal, mengurus tempat Camp dan sebagainya. Mengapa? Karena kalau ia melakukan hal itu, maka ia tidak akan bisa menyelesaikan tugasnya sendiri, yang lebih penting dan yang tidak bisa dikerjakan orang lain dalam gerejanya.

Bandingkan dengan Kis 6:1-4 - “Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: ‘Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu, dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman.’”.

II) Problem kapak dan mujijat Elisa.

1) Pada waktu mereka sedang menebang pohon, mata kapak yang digunakan seorang dari mereka terlepas dan jatuh ke dalam air (ay 5a).

Ay 5a: ‘mata kapak’. Lit: ‘the iron’ (= besinya).

· Bangsa Israel sudah bisa membuat mata kapak dari besi sejak jaman Musa (bdk. Ul 19:5), mungkin mereka belajar dari bangsa Mesir.

· Dari Ul 19:5 itu kelihatannya lepasnya mata kapak pada saat seseorang sedang mengapak, merupakan sesuatu yang umum / cukup sering terjadi.

2) Rupanya airnya dalam dan keruh sehingga tak memungkinkan orang itu mengambil kembali mata kapaknya, sehingga ia berteriak (kepada Elisa): ‘Wahai tuanku! Itu barang pinjaman!’ (ay 5b).

a) Ay 5b: ‘barang pinjaman’. Ini = KJV/RSV/NIV/NASB.

Tetapi Clarke mengatakan: ‘it has been sought’ (= itu telah dicari).

Keil & Delitzsch: “lUxwA does not mean borrowed, but begged” [= lUxwA (SHAUL) tidak berarti dipinjam tetapi dingemis / diminta dengan sangat] - hal 324.

Jadi maksudnya ia berhasil meminjam kapak itu dengan ‘mengemis’ / memohon dengan sangat.

b) Ini bahayanya meminjam sesuatu dari orang lain.

Pulpit Commentary: “It is well that neighbours should be ready to lend; but the incident also shows the danger of borrowing. We should seek to be as independent of others as we can; then, if misfortune does befall us, what we lose is at least only our own” (= Adalah baik bahwa tetangga siap untuk meminjamkan; tetapi kejadian ini juga menunjukkan bahaya dari tindakan meminjam. Kita harus berusaha sedapat mungkin supaya tak tergantung orang lain; maka, jika kemalangan / kesialan menimpa kita, apa yang kita hilangkan setidaknya hanyalah milik kita sendiri) - hal 143.

c) Teriakan orang itu menunjukkan kekuatiran / kebingungan / kesedihannya.

· Ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang peminjam yang bertanggung jawab. Orang lain / peminjam yang brengsek mungkin akan berkata: peduli amat, toh bukan punya saya!

Pulpit Commentary: “It is a spirit of conscientiousness which speaks in the man’s lament. He held the axe as a trust, and desired earnestly to return it. It is good to see men ‘faithful in that which is least’ (Luke 16:10)” [= Merupakan suatu roh kesungguhan yang berbicara dalam ratapan orang ini. Ia memegang kapak sebagai suatu kepercayaan, dan dengan sungguh-sungguh ingin mengembalikannya. Adalah baik untuk melihat orang ‘setia dalam perkara-perkara kecil’ (Luk 16:10)] - hal 143.

· Ini menunjukkan bahwa ia adalah orang miskin dan tidak bisa mengganti kapak itu.

Pulpit Commentary: “He could not replace the loss. Had he been able to do so, he would not have required to borrow. The ‘sons of the prophets’ were good men, but poor men. An axe-head was a small thing, but it meant much to the user, and perhaps not less to the original owner” (= Ia tidak bisa mengganti kehilangan itu. Andaikata ia mempunyai kemampuan untuk menggantinya, ia tidak akan perlu meminjam. Anak-anak nabi-nabi adalah orang-orang yang baik / saleh, tetapi mereka miskin. Sebuah mata kapak merupakan hal kecil, tetapi itu besar artinya bagi penggunanya, dan mungkin juga demikian bagi pemiliknya) - hal 143.

· Mungkin hal lain yang menyedihkan orang ini adalah bahwa ia tidak lagi bisa ikut bekerja. Ia sekarang tinggal mempunyai gagang kapak, dan tanpa mata kapak, maka gagang itu tak berguna.

Penerapan: apakah saudara sedih kalau tidak bisa ikut ambil bagian dalam pekerjaan Tuhan? Atau malah senang?

3) Elisa melakukan mujijat dengan melemparkan sepotong kayu ke tempat jatuhnya kapak, dan mata kapak itu lalu mengapung sehingga bisa diambil kembali oleh peminjam kapak tersebut (ay 6).

a) Ay 6: ‘maka timbullah mata kapak itu’.

KJV: ‘and the iron did swim’ (= dan besi itu berenang / mengapung).

RSV/NIV/NASB: ‘and made the iron float’ (= dan membuat besi itu mengapung).

b) Orang-orang yang tidak percaya mujijat berusaha memberilkan penjelasan yang rasionil tentang hal ini sebagai berikut:

· Kemungkinan pertama, Elisa meletakkan kayu itu di bawah mata kapak itu, sehingga mata kapak itu lalu mengapung.

· Kemungkinan kedua, Elisa memasukkan kayu itu ke lubang pada mata kapak itu dan menarik mata kapak ke atas.

Pulpit Commentary: “But both explanations do violence to the text; and we may be sure that, had either been true, the occurrence would not have been recorded. The sacred writers are not concerned to put on record mere acts of manual dexterity” [= Tetapi kedua penjelasan menyimpangkan arti dari text; dan kita bisa yakin bahwa andaikata salah satu pandangan itu benar, maka peristiwa ini tidak akan dicatat (dalam Kitab Suci). Para penulis yang kudus tidak berminat untuk mencatat semata-mata suatu tindakan ketrampilan tangan / kasaran] - hal 120.

Disamping itu, kalau Elisa bisa mengambil mata kapak itu dengan cara biasa (tanpa mujijat), maka pasti peminjam kapak itu atau nabi-nabi yang lain juga bisa. Lalu mengapa harus Elisa yang melakukannya?

c) Kapan boleh mengharapkan pertolongan yang bersifat supranatural.

Pulpit Commentary: “Elisha here, by raising the axe and making the iron swim, overcame a law of nature - the law of gravitation. Up to this point in this enterprise there does not seem to have been any supernatural interposition. They prosecuted their journeying, they cut down the timber, they carried their beams, all by their own natural skill and force. They did not require supernatural aid. But now one of them did, and it came. We must not expect any special power from heaven to do that which we have the natural force to accomplish ourselves” (= Elisa di sini, dengan menaikkan mata kapak dan membuat besi mengapung, mengatasi hukum alam - hukum gravitasi. Sampai saat ini dalam usaha ini di sana tidak terlihat adanya campur tangan yang bersifat supranatural / gaib. Mereka meneruskan perjalanan mereka, mereka menebang pohon, mereka membawa / mengangkat balok-balok, semua dengan keahlian dan kekuatan alamiah mereka. Mereka tidak membutuhkan pertolongan yang bersifat supranatural / gaib. Tetapi sekarang seorang di antara mereka membutuhkannya, dan hal itu datang. Kita tidak boleh mengharapkan suatu kekuatan khusus dari surga untuk melakukan sesuatu yang bisa kita lakukan dengan kekuatan kita sendiri) - hal 136.

Penerapan: dalam belajar, bekerja / mencari nafkah, menyembuhkan penyakit, dan sebagainya, selama saudara masih bisa berbuat sesuatu, jangan mengharapkan mujijat. Kalau memang sudah tidak ada apapun yang bisa saudara lakukan, barulah boleh berharap adanya mujijat, tetapi inipun tidak dijamin bahwa Allah mau melakukan mujijat. Ia bisa menolong dengan memberi kekuatan, atau menggunakan cara-cara yang ‘biasa’.

d) Allah mau menolong kita, dalam hal yang besar maupun kecil.

Pulpit Commentary: “Nature is but an instrument in the hand of God, and can be bent by him to his own purposes. The lesson of the incident is to trust God for help even in what we might be tempted to call the small things of life. The loss of an axe-head may seem a trivial circumstance to call for an interference with the laws of the universe. But with God there is no great and little. We can make known all our wants to him, with assurance of being helped” (= Alam hanyalah suatu alat dalam tangan Allah, dan bisa Ia bengkokkan kepada tujuanNya sendiri. Pelajaran dari kejadian ini adalah untuk percaya pada pertolongan Allah, bahkan dalam apa yang kita sebut hal-hal kecil dari kehidupan. Kehilangan mata kapak mungkin kelihatannya merupakan suatu keadaan yang remeh untuk meminta ikut campurnya hukum alam semesta. Tetapi dengan Allah tidak ada besar atau kecil. Kita bisa memberitahukan semua kebutuhan kita kepadaNya, dengan keyakinan bahwa kita akan ditolong) - hal 143.

Kesimpulan / penutup:

Serahkanlah segala problem saudara, besar atau kecil, kepada Tuhan. Ia bisa dan mau menolong saudara.

-AMIN-

11).II Raja-raja 6:8-23

I) Penggagalan rencana raja Aram.

1) Raja Aram sedang berperang dengan Israel (ay 8).

Pulpit Commentary: “Benhadad, after the miracle wrought upon his favourite Naaman, had abundant reason to know that Israel was the people of God, and enjoyed special Divine protection and superintendence. Had he been truly wise, he would have laid aside his hostile designs against that nation, and have made it his endeavour to cultivate friendly relations with them, and, if possible, secure their alliance. But true wisdom is a plant of rare growth, while its counterfeit, cunning, is a weed that grows rankly at all times and everywhere” (= Benhadad, setelah mujijat yang dikerjakan pada orang kesayangannya yaitu Naaman, mempunyai banyak alasaan untuk mengetahui bahwa Israel adalah umat Allah, dan bahwa mereka menikmati perlidungan dan pengawasan ilahi yang khusus. Seandainya ia betul-betul adalah orang yang bijaksana, ia akan menyingkirkan rencana permusuhannya terhadap bangsa itu, dan mengusahakan hubungan yang bersahabat dengan mereka, dan jika mungkin, memastikan persekutuan dengan mereka. Tetapi hikmat yang benar merupakan tanaman yang langka, sementara hikmat yang palsu, yaitu kelicikan, merupakan rumput liar yang bertumbuh dengan subur pada setiap saat dan di setiap tempat) - hal 126.

2) Elisa berulang kali menggagalkan rencana raja Aram.

a) Raja Aram berunding dengan pegawai-pegawainya dan membuat rencana penghadangan (ay 8b).

b) Elisa mengetahui hal itu, tentu dari Tuhan, dan lalu memberitahu raja Israel (ay 9).

Pulpit Commentary: “Elisha did not suffer his hostile feeling towards Jehoram (ch. 3:13; 5:8; 6:32) to interfere with his patriotism. When disaster threatened his country, he felt it incumbent on him to warn even an ungodly king” [= Elisa tidak membiarkan perasaan bermusuhannya terhadap Yoram (pasal 3:13; 5:8; 6:32) untuk mencampuri kepatriotannya. Pada waktu bencana mengancam negaranya, ia merasa berkewajiban untuk memperingatkan bahkan seorang raja yang jahat] - hal 120.

c) Ay 10: raja Yoram mentaati nasehat Elisa, dan ini tentu saja membuat rencana raja Aram gagal.

d) Ini membuat raja Aram marah, dan mengira bahwa dalam kalangannya ada pengkhianat (ay 11).

e) Tetapi seorang pegawainya berkata bahwa Elisalah yang memberitahu raja Israel tentang rencana penghadangan tersebut (ay 12).

Pulpit Commentary: “How the Syrian Lord knew this, or whether he merely made a shrewd guess, we cannot say. Elisha’s miraculous gifts had, no doubt, become widely known to the Syrian through the cure of Naaman’s leprosy; and the lord, who may possibly have been Naaman himself, concluded that a man who could cure a leper could also read a king’s secret thoughts without difficulty” (= Kita tidak tahu bagaimana orang Aram itu mengetahui hal ini, atau apakah ia semata-mata menebak dengan cerdik. Tak diragukan lagi, karunia melakukan mujijat dari Elisa telah diketahui secara meluas di kalangan orang Aram, melalui penyembuhan kusta Naaman; dan orang ini, yang mungkin adalah Naaman sendiri, menyimpulkan bahwa seseorang yang bisa menyembuhkan seorang kusta juga bisa membaca pemikiran rahasia raja tanpa kesukaran) - hal 121.

Catatan: kata-kata yang saya garisbawahi itu sekedar merupakan dugaan yang tidak mempunyai dasar.

II) Tentara Aram vs Elisa.

1) Raja Aram menyuruh untuk menyelidiki dimana Elisa berada, dan lalu menyuruh untuk menangkapnya (ay 13-14).

Ini sebetulnya merupakan tindakan bodoh dari Benhadad. Seharusnya ia berpikir sebagai berikut: kalau tadi berulangkali Elisa bisa mengetahui rencananya, mengapa kali ini tidak bisa?.

Pulpit Commentary: “What had frustrated his efforts previously? Not human strength; not human wisdom or sagacity; but Divine omniscience. God had enabled Elisha to show the King of Israel the words which he spake in the secrecy of his bedchamber. Why should he not grant him a foreknowledge of the new design? Or why should he not enable the prophet in some other way to frustrate it? There are ten thousand ways in which God can bring the counsels of men to no effect, whenever he pleases. Benhadad ought to have known that it was God, not merely the prophet, against whom he was contending, and that it would be impossible to outwit the Source of wisdom, the Giver of all knowledge and understanding” (= Apa yang telah menggagalkan usahanya sebelum ini? Bukan kekuatan manusia; bukan hikmat atau kecerdikan / kecerdasan manusia; tetapi kemahatahuan ilahi. Allah telah memampukan Elisa untuk menunjukkan kepada raja Israel kata-kata yang ia katakan dalam kerahasiaan di kamar tidurnya. Mengapa Ia tidak memberinya pengetahuan lebih dulu tentang rencana yang baru ini? Atu mengapa Ia tidak memampukan sang nabi dengan suatu cara yang lain untuk menggagalkan rencana baru itu? Ada 10.000 cara dengan mana Allah bisa menggagalkan rencana manusia, kapanpun Ia menghendakinya. Benhadad seharusnya tahu bahwa adalah Allah, dan bukannya semata-mata sang nabi, terhadap siapa ia sedang berjuang, dan adalah mustahil untuk memperdayakan / mengecoh Sang Sumber dari hikmat, Sang Pemberi dari semua pengetahuan dan pengertian) - hal 126.

Pulpit Commentary lalu memberi banyak contoh dimana Allah menggagalkan rencana manusia:

a) Orang-orang jaman menara Babel digagalkan usahanya untuk berkumpul, bersatu, dan membangun menara ‘yang puncaknya sampai ke langit’.

b) Ishak digagalkan usahanya untuk memberikan berkat kepada Esau, yang bukan merupakan pilihan Allah.

Pulpit Commentary tentang 2Raja 6: “Isaac sought to outwit God, and frustrate his preference of Jacob over Esau (Gen. 25:23), by giving his special blessing to his firstborn; but God blinded him, and caused him to be himself outwitted by Rebekah and Jacob, so that he gave the blessing where he had not intended to give it (Gen. 27:27-29)” [= Ishak berusaha untuk memperdayakan / mengecoh Allah, dan menggagalkan pemilihanNya terhadap Yakub di atas Esau (Kej 25:23), dengan memberikan berkat khususnya kepada anak sulungnya; tetapi Allah membutakannya, dan menyebabkan dirinya sendiri diperdayakan / dikecoh oleh Ribka dan Yakub, sehingga ia memberikan berkatnya dimana ia tidak bermaksud untuk memberikannya (Kej 27:27-29)] - hal 126.

c) Firaun digagalkan dalam rencananya untuk menahan Israel di Mesir.

d) Yunus digagalkan rencananya untuk melawan perintah Allah untuk pergi ke Niniwe.

e) Herodes digagalkan rencananya untuk membunuh Yesus.

Penerapan: pikirkan ini sebelum / pada waktu saudara membuat suatu perencanaan. Kalau itu tidak sesuai kehendak / rencana Allah, dan tetap saudara lakukan, maka itu bisa menghancurkan saudara! Jadi buatlah rencana yang sesuai kehendak Tuhan, yang betul-betul bertujuan untuk kemuliaan Tuhan!

2) Pada waktu bangun pagi dan melihat pengepungan tentara Aram, maka bujang Elisa menjadi takut (ay 15). Mengapa ia menjadi takut sedangkan Elisa tidak? Karena ia tidak percaya / melihat kehadiran Allah bersama mereka, sedangkan Elisa beriman akan hal itu.

Elisa lalu berkata: ‘Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka’. Lalu ia berdoa supaya Tuhan membukakan mata bujangnya, dan bujangnya lalu melihat pasukan malaikat yang mengelilingi mereka (ay 16-17).

Pulpit Commentary: “There is no reason to believe that Elisha saw the angels that compassed him round, with his bodily eyes. But he knew that they were there. He was sure that God would not desert him in his peril, and had such a confident faith in ‘the doctrine of angels,’ that it was as if he could see them” (= Tidak ada alasan untuk percaya bahwa Elisa melihat malaikat-malaikat yang mengepung / mengelilinginya, dengan mata jasmaninya. Tetapi ia tahu bahwa mereka ada di sana. Ia yakin bahwa Allah tidak akan meninggalkannya dalam bahaya, dan ia mempunyai iman yang begitu yakin pada ‘doktrin tentang malaikat-malaikat’, sehingga seakan-akan ia melihat mereka) - hal 127.

Bdk. Maz 34:8 - “Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka”.

2Taw 32:7-8 - “’Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Janganlah takut dan terkejut terhadap raja Asyur serta seluruh laskar yang menyertainya, karena yang menyertai kita lebih banyak dari pada yang menyertai dia. Yang menyertai dia adalah tangan manusia, tetapi yang menyertai kita adalah TUHAN, Allah kita, yang membantu kita dan melakukan peperangan kita.’ Oleh kata-kata Hizkia, raja Yehuda itu, rakyat mendapat kepercayaannya kembali”.

Pulpit Commentary: “It is generally supposed that the reference is here to angels ‘that excel in strength;’ they are in truth the body-guard of the good. ... But to see them we must have our spiritual eyes open as the prophet’s eyes were now. Faith in the wonderful resources which Heaven has provided for the good will dispel all fear” (= Pada umumnya dianggap bahwa ini berkenaan dengan malaikat-malaikat ‘yang hebat dalam kekuatan’; mereka betul-betul merupakan pengawal dari orang saleh. ... Tetapi untuk melihat mereka kita harus membuka mata rohani kita seperti mata sang nabi sekarang. Iman pada sumber yang indah yang telah disediakan surga untuk orang saleh akan menghilangkan semua rasa takut) - hal 137.

Pulpit Commentary: “Thus men under similar circumstances receive different impressions. The event which overwhelms one with alarm inspires another with hope and heroism. The reason of this is that some have eyes to see only the evil in things, others to see the good as well” (= Demikianlah manusia yang ada dalam keadaan yang mirip / sama menerima kesan yang berbeda. Peristiwa yang membanjiri seseorang dengan rasa takut, mengilhami orang yang lain dengan pengharapan dan kepahlawanan. Alasan dari hal ini adalah bahwa sebagian orang mempunyai mata untuk hanya melihat bencana dalam hal-hal di sekitarnya, sedangkan yang lain mempunyai mata yang juga melihat kebaikan dalam hal-hal itu) - hal 140.

Penerapan: berapa dari saudara yang merasakan kehadiran Allah dalam bahaya, problem, penderitaan, atau bahkan dalam gereja?

3) Orang-orang Aram lalu turun untuk mendatangi Elisa, dan Elisa berdoa supaya Tuhan membutakan mata mereka (ay 18).

Pulpit Commentary: “Not literal blindness, or they could not have followed Elisha’s lead, and marched a distance of twelve miles to Samaria; but a state of confusion and bewilderment, in which ‘seeing they saw, but did not perceive’ (compare the ‘blindness’ of the men of Sodom, in Gen. 19:11)” [= Bukan kebutaan hurufiah, atau mereka tidak akan bisa mengikuti pimpinan Elisa, dan berjalan sejauh 12 mil ke Samaria; tetapi suatu keadaan kacau dan bingung, dalam mana ‘mereka melihat dan melihat tetapi tidak mengerti’ (bandingkan dengan kebutaan orang-orang Sodom, dalam Kej 19:11)] - hal 122.

4) Elisa lalu berkata kepada mereka: ‘Bukan ini jalannya dan bukan ini kotanya. Ikutlah aku, maka aku akan mengantarkan kamu kepada orang yang kamu cari’, dan Elisa lalu memimpin orang-orang Aram itu ke kota Samaria (ay 19).

Sekarang mari kita bahas kata-kata Elisa dalam ay 19 itu. Apakah ini merupakan suatu dusta? Ada pandangan-pandangan yang berbeda tentang hal ini.

a) Ada yang menganggap bahwa Elisa memang berdusta, atau kata-katanya sendiri sudah merupakan dusta, atau setidaknya kata-kata itu dimaksudkan untuk mendustai.

Pulpit Commentary: “This was clearly ‘an untruthful statement’ (Keil), if not in the letter, yet in the intent. Elisha meant the Syrian to understand him to say, ‘This is not the way which ye ought to have taken if ye wanted to capture the Prophet Elisha, and this is not the city (Dothan) where you were told that he was to be found.’ And so the Syrians understood him. In the morality of the time, and, indeed, in the morality of all times up to the present, it has been held to be justifiable to deceive a public enemy” [= Ini jelas merupakan ‘pernyataan yang tidak benar’ (Keil), jika bukannya secara hurufiah, maka tentu dalam maksud / tujuannya. Elisa bermaksud supaya orang-orang Aram itu mengerti kata-katanya sebagai berikut: ‘Ini bukanlah jalan yang harus kauambil jika engkau ingin menangkap nabi Elisa, dan ini bukanlah kota (Dotan) dimana kamu diberitahu bahwa ia akan ditemukan’. Dan demikianlah orang-orang Aram itu mengerti dia. Dalam moral jaman itu, dan bahkan dalam moral dari setiap saat sampai sekarang ini, dianggap sebagai sesuatu yang bisa dibenarkan untuk menipu musuh masyarakat] - hal 122.

Matthew Poole: “There is indeed some ambiguity in his speech, and an intention to deceive them, which hath ever been esteemed lawful in the state of war, as appears from the use of stratagems” [= Di sana memang ada arti ganda dalam kata-katanya, dan suatu maksud untuk menipu mereka, yang dalam keadaan perang dianggap sah menurut hukum, seperti yang terlihat pada penggunaan tipu daya / muslihat (dalam perang)] - hal 728.

Catatan: Saya tidak setuju dengan kata-kata kedua penafsir di atas ini, yang mengijinkan dusta / penipuan terhadap musuh! Siasat perang berbeda dengan penipuan / dusta. Tentang dusta kepada orang brengsek / musuh, perhatikan kata-kata R. L. Dabney di bawan ini.

Robert L. Dabney: “... God, and not the hearer, is the true object on whom any duty of veracity terminates. God always has the right to expect truth from me, however unworthy the person to whom I speak” (= ... Allah, dan bukan pendengarnya, merupakan obyek / tujuan yang benar terhadap siapa kewajiban kejujuran ditujukan. Allah selalu mempunyai hak untuk mengharapkan kebenaran dari aku, tidak peduli betapa tidak berharganya orang kepada siapa aku berbicara) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 425.

Keil & Delitzsch (hal 326) juga menyebut kata-kata Elisa ini sebagai ‘Elisha’s untruthful statement’ (= pernyataan Elisa yang tidak benar).

b) Ada yang menganggap bahwa Elisa tidak berdusta, dan sama sekali tidak salah.

John Murray: “As we study Elisha’s statement, however, it is just as difficult to find untruth in what Elisha said. Let it be granted that the Syrians understood Elisha’s words in a way entirely different from Elisha’s intent, does it follow that Elisha spoke untruth? Elisha was under no obligation to inform them that he was the man whom they sought. ... Furthermore, when Elisha said, ‘This is not the city’ how are we to know precisely what he intended? He may have meant, ‘This is not the city in which you will find the man whom you seek’. Apparently he was outside the city when he addressed them and he did not intend to re-enter the city. ... If there was deception in what Elisha said, it would have been more of deception to have said ‘This is the city’. ... Again, when he said, ‘Follow me, and I will bring you to the man ye seek’, he carried this into effect, though not with the result which the Syrians envisaged or might have envisaged. ... how can we say that Elisha had spoken an untruth? Elisha did bring them to the city in which they found the man whom they sought” (= Tetapi jika kita mempelajari pernyataan Elisa, adalah sama sukarnya untuk mendapatkan ketidakbenaran dalam apa yang Elisa katakan. Anggaplah saja bahwa orang-orang Aram itu mengerti kata-kata Elisa dengan cara yang sepenuhnya berbeda dengan maksud Elisa, apakah itu membuktikan bahwa Elisa mengatakan ketidakbenaran? Elisa tidak mempunyai kewajiban untuk memberitahu mereka bahwa ia adalah orang yang mereka cari. ... Selanjutnya, pada waktu Elisa berkata: ‘bukan ini kotanya’ bagaimana kita bisa tahu secara tepat apa yang ia maksudkan? Ia bisa bermaksud: ‘Ini bukanlah kota dimana kamu akan menemukan orang yang kamu cari’. Jelas bahwa ia ada di luar kota pada waktu ia mengatakan hal itu kepada mereka dan ia tidak bermaksud untuk masuk kembali ke kota itu. ... Jika ada dusta / penipuan dalam apa yang Elisa katakan, maka akan lebih menipu lagi jika ia berkata: ‘Inilah kota itu’ (karena pada saat itu mereka ada di luar kota). Juga pada waktu ia berkata, ‘Ikutlah aku, maka aku akan mengantarkan kamu kepada orang yang kamu cari’, ia melaksanakan hal ini, sekalipun tidak seperti yang dibayangkan oleh orang-orang Aram itu. ... bagaimana kita bisa mengatakan bahwa Elisa telah mengatakan ketidakbenaran? Elisa memang membawa mereka ke kota dimana mereka menemukan orang yang mereka cari) - ‘Principles of Conduct’, hal 142-143.

Catatan: ay 14 mengatakan bahwa orang-orang Aram itu mengepung kota Dotan, dan karena itu mereka memang masih di luar kota. Lalu ay 18 mengatakan bahwa mereka turun mendatangi dia, mungkin maksudnya mereka turun untuk akan memasuki kota itu. Dengan demikian mereka masih di luar kota, sehingga Elisa tidak bisa disalahkan pada waktu ia mengatakan ‘bukan ini kotanya’.

III) Kasih kepada musuh.

1) Setelah sampai di Samaria, Elisa berdoa supaya Tuhan membuka mata mereka, dan mereka mendapati diri mereka ada di tengah-tengah musuh (ay 20).

2) Raja Israel lalu bertanya kepada Elisa, yang ia sebut sebagai ‘bapak’ [NIV: ‘my father’ (bapaku)], apakah ia boleh membunuh mereka atau tidak (ay 21).

Matthew Poole: “My father: now he gives him this title of reverence and affection, because of a great and present benefit he received from him; though otherwise he hated him, and would not hearken to his counsel” (= ‘Bapaku’: sekarang ia memberi Elisa gelar kehormatan dan kasih, karena manfaat yang besar yang baru ia terima dari dia; sekalipun jika tidak demikian ia membencinya dan tidak mau mendengarkan nasehatnya) - hal 728.

3) Elisa melarangnya untuk membunuh mereka dan bahkan menyuruhnya untuk menjamu mereka (ay 22).

Keil & Delitzsch: “The object of the miracle would have been frustrated if the Syrians had been slain. For the intention was to show the Syrians that they had to do with a prophet of the true God, against whom no human power could be of any avail, that they might learn to fear the Almighty God” (= Tujuan dari mujijat akan gagal jika orang-orang Aram itu dibantai. Karena tujuannya adalah untuk menunjukkan kepada orang-orang Aram bahwa mereka harus berurusan dengan nabi dari Allah yang benar, terhadap siapa tidak ada kekuatan manusia yang bisa berhasil, sehingga mereka belajar untuk takut kepada Allah yang mahakuasa) - hal 327.

Pulpit Commentary: “There was also, perhaps, a further political object. By sparing the prisoners and treating them with kindness, it might be possible to touch the heart of the King of Syria, and dispose him towards peace” (= Di sana mungkin juga ada tujuan politik yang lebih jauh. Dengan tak membunuh orang tahanan dan memperlakukan mereka dengan kebaikan, itu mungkin menyentuh hati dari raja Aram, dan mencondongkan dia kepada damai) - hal 122.

Pulpit Commentary: “The magnanimous kindness extinguished the flames and paralyzed the arms of revenge, so that they came no more into the land of Israel. This is the Divine way, nay, the only way, of conquering our enemies. Evil can only be overcome by good. The most glorious victory over an enemy is to turn him into a friend” (= Kebaikan yang besar memadamkan nyala api dan melumpuhkan lengan pembalasan dendam, sehingga mereka tidak memasuki negeri Israel lagi. Ini merupakan cara ilahi, tidak, ini merupakan satu-satunya cara untuk mengalahkan musuh-musuh kita. Kejahatan hanya bisa dikalahkan dengan kebaikan. Kemenangan yang paling mulia atas seorang musuh adalah membalikkannya menjadi seorang sahabat) - hal 138.

Bdk. Ro 12:18-21 - “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”.

Catatan: Clarke mengatakan (entah dari mana ia tahu hal ini) bahwa apa yang terjadi dalam ay 24 dimana raja Aram menyerang lagi, terjadi lebih dari satu tahun setelah peristiwa ini.

Penutup.

Sebelum belajar mengasihi musuh yang benar-benar adalah musuh, belajarlah untuk mengasihi sesama saudara seiman dalam gereja ini, yang tidak menyenangkan atau menjengkelkan bagi saudara. Maukah saudara? Tuhan memberkati saudara.

-AMIN-

12).II Raja-raja 6:24-33

Catatan: Boleh dikatakan semua penafsir beranggapan bahwa pasal 7 seharusnya dimulai pada 6:24, karena cerita dalam 6:24-7:20 merupakan suatu kesatuan. Tetapi saya tetap memutus kontex sampai akhir pasal 6, karena kalau dibahas terus sampai 7:20, khotbah akan menjadi terlalu panjang.

I) Serangan dan pengepungan.

1) Saat terjadinya penyerangan dan pengepungan.

Ay 24: ‘Sesudah itu ...’.

Beberapa penafsir mengatakan bahwa ini terjadi setelah jangka waktu yang cukup lama setelah ay 23, pada waktu Benhadad sudah melupakan kebaikan yang dilakukan oleh Elisa / Yoram terhadap pasukannya.

Penerapan: hati-hati supaya tak melupakan kebaikan orang terhadap saudara seperti yang dilakukan oleh Benhadad di sini. Ini bisa menyebabkan saudara ‘membalas air susu dengan air tuba’.

2) Ay 24: ini penyerangan besar-besaran dan total, bukan seperti dalam 6:8.

3) Matthew Poole menghubungkan serangan dalam ay 24 ini dengan peristiwa dimana Ahab membebaskan Benhadad, yang sebetulnya Tuhan inginkan untuk ditumpas (1Raja 20:32-34). Ini menyebabkan seorang nabi memberitakan hukuman Tuhan dalam 1Raja 20:42, dan Poole berpendapat bahwa sekarang hukuman / nubuat itu tergenapi.

II) Penderitaan dalam pengepungan.

1) Mahalnya harga makanan.

a) Kepala keledai harganya 80 syikal perak.

Pulpit Commentary: “The ass, being an unclean animal (Lev. 11:4), would not be eaten at all except in the last extremity, and the head was the worst and so the cheapest part; yet it (was) sold for ‘eighty pieces’ (rather, shekels) of silver, or about £ 5 of our money” [= Keledai, yang merupakan binatang haram (Im 11:4), sama sekali tidak akan dimakan kecuali dalam kebutuhan yang amat sangat, dan kepala adalah bagian yang paling jelek dan karena itu paling murah; tetapi itu dijual dengan harga ‘80 keping’ (lebih tepat, syikal) perak, atau sekitar £ 5 dalam uang kita] - hal 123.

Im 11:3-5 - “setiap binatang yang berkuku belah, yaitu yang kukunya bersela panjang, dan yang memamah biak boleh kamu makan. Tetapi inilah yang tidak boleh kamu makan dari yang memamah biak atau dari yang berkuku belah: unta, karena memang memamah biak, tetapi tidak berkuku belah; haram itu bagimu. Juga pelanduk, karena memang memamah biak, tetapi tidak berkuku belah; haram itu bagimu”.

Catatan: Sama seperti kuda, keledai tidak berkuku belah, dan karena itu haram untuk dimakan.

Kalau keledai yang haram, harga kepalanya (bagian terjelek dan termurah) mencapai 80 syikal perak, bisa dibayangkan berapa harganya bagian tubuh lain dari keledai, seperti pahanya, dan sebagainya. Lebih-lebih berapa harga daging sapi atau domba, yang memang merupakan makanan yang halal.

b) ¼ kab tahi merpati harganya 5 syikal perak.

1. Ukuran ‘kab’ (Inggris: ‘cab’).

Barnes’ Notes: “This measure is not mentioned elsewhere in Scripture. According to the Rabbinical writers it was the smallest of all the dry measures in use among the Jews, being the sixth part of a seah, which was the third part of an ephah. It was about equal to two of our quarts, the ‘fourth part of a cab’ would be about a pint” (= Ukuran ini tidak disebutkan di tempat lain dalam Kitab Suci. Menulis penulis-penulis Yahudi itu merupakan ukuran kering yang terkecil yang digunakan di kalangan orang Yahudi, yang sama dengan 1/6 bagian dari 1 sukat, yang sama dengan 1/3 bagian dari 1 efa. Itu kira-kira sama dengan 2 quart, sehingga 1/4 cab kira-kira sama dengan 1 pint) - hal 242. ‘seah’ = ‘sukat’ (7:1).

Catatan:

¨ 1 quart = ¼ gallon = 0,945 liter; sedangkan 1 pint = ½ quart = 0,4725 liter.

¨ Footnote NIV mengatakan bahwa ¼ cab itu sama dengan sekitar ½ pint atau 0,3 liter.

¨ Adam Clarke: “The ‘cab’ was about a quart or three pints” (= Satu ‘kab’ kira-kira sama dengan 1 quart atau 3 pint) - hal 502.

Kesimpulan: tidak ada keseragaman ataupun kepastian tentang ukuran ‘kab’ ini.

2. ‘Tahi merpati’.

Ada bermacam-macam penafsiran tentang istilah ‘tahi merpati’ ini dan kegunaannya:

· Ada yang mengartikan istilah ‘tahi merpati’ sebagai nama suatu tanaman.

· Ada juga yang menganggapnya sebagai nama dari sejenis kacang polong.

Adam Clarke: “it is probably a sort of pease are meant, which the Arabs to this day call by this name” (= yang dimaksudkan mungkin adalah sejenis kacang polong, yang sampai hari ini disebut dengan nama ini oleh orang Arab) - hal 502.

· Clarke menambahkan bahwa tahi merpati (dalam arti hurufiah) digunakan untuk menumbuhkan mentimun, melon, dan sebagainya. Jadi bukan untuk dimakan.

· Pulpit dan Barnes menafsirkan istilah ‘tahi merpati’ ini secara hurufiah, dan mengatakan bahwa ini dijual sebagai makanan, dalam keadaan kelaparan.

Pulpit Commentary mengutip kata-kata Josephus yang mengatakan: “Both animal and human excrement have been eaten in sieges, when a city was in the last extremity” (= Baik kotoran binatang maupun manusia dimakan dalam pengepungan, pada waktu suatu kota ada dalam kebutuhan yang amat sangat) - hal 123.

Bdk. 2Raja 18:27 - “Tetapi juru minuman agung berkata kepada mereka: ‘Adakah tuanku mengutus aku untuk mengucapkan perkataan-perkataan ini hanya kepada tuanmu dan kepadamu saja? Bukankah juga kepada orang-orang yang duduk di atas tembok, yang memakan tahinya dan meminum air kencingnya bersama-sama dengan kamu?’”. (Bdk. juga dengan ayat paralelnya dalam Yes 36:12 yang bunyinya kurang lebih sama).

Saya berpendapat bahwa menafsirkan ini secara hurufiah agak aneh, karena kalau masih ada merpati, bukankah lebih baik merpatinya yang dimakan? Disamping itu merpati itu makan apa kok masih bisa hidup? Atau mungkin, selama pengepungan tahi merpati itu sudah dikumpulkan sebagai persediaan makanan, dan setelah merpatinya dimakan, barulah tahi merpati itu terpaksa dimakan.

· Keil & Delitzsch: “The expression may be taken literally, since dung has been known to be collected for eating in times of terrible famine (vid. Joseph. Bell. Jud. verse 13,7); but it may also be figuratively employed to signify a very miserable kind of food, as the Arabs call the ‘herba Alcali’ ..., i.e. ‘sparrow’s dung’” [= Ungkapan ini bisa diartikan secara hurufiah, karena diketahui bahwa kotoran / tahi dikumpulkan sebagai makanan pada masa kelaparan yang hebat (lihat Joseph. Bell. Jud. ayat 13,7); tetapi itu juga bisa digunakan secara kiasan untuk menunjuk pada makanan yang sangat buruk / menyedihkan, seperti orang Arab menyebutnya ‘HERBA ALCALI’ ... yaitu ‘tahi burung pipit’] - hal 328.

2) Ibu yang membunuh dan memakan anaknya sendiri (ay 26-29).

a) Seorang ibu datang menghadap raja dan meminta tolong (ay 26).

b) Yoram, yang mengira bahwa ibu itu minta tolong dalam persoalan makanan, lalu menjawab dalam ay 27: “Jika TUHAN tidak menolong engkau, dengan apakah aku dapat menolong engkau? Dengan hasil pengirikankah atau hasil pemerasan anggur?”.

· Kalimat pertama berarti bahwa hanya Tuhan yang bisa menolong, dia sendiri, sekalipun seorang raja, tidak bisa menolong.

· Kata-kata ‘Dengan hasil pengirikankah atau hasil pemerasan anggur?’ artinya: ‘apakah kamu kira aku masih punya bahan makanan atau minuman? Aku tidak punya apa-apa dan karena itu tidak bisa menolongmu’.

Bdk. Hos 9:1-2 - “Janganlah bersukacita, hai Israel! Janganlah bersorak-sorak seperti bangsa-bangsa! Sebab engkau telah berzinah dengan meninggalkan Allahmu, engkau telah mencintai upah sundal di segala tempat pengirikan gandum. Tempat pengirikan gandum dan tempat pemerasan anggur tidak akan memberi mereka makan, dan anggur akan mengecewakan mereka”.

c) Ibu itu lalu menceritakan persoalannya kepada raja (ay 28-29).

1. Apa yang dilakukan oleh kedua ibu di sini terhadap anak mereka?

a. Adam Clarke mengatakan bahwa di sini tidak terjadi pembunuhan terhadap anak. Anak-anak itu sudah mati kelaparan, lalu dimakan oleh ibunya. Saya tidak setuju dengan penafsiran Clarke ini. Saya berpendapat bahwa anak itu dibunuh untuk dimakan.

b. Apa sebabnya ibu pertama itu menyembunyikan anaknya?

· Ada yang mengatakan bahwa wanita pertama itu menyembunyikan anaknya untuk memakannya sendirian.

· Tetapi Pulpit Commentary (hal 124) mengatakan bahwa ia menyembunyikannya untuk menyelamatkannya. Ada juga yang menambahkan bahwa setelah ia memakan anak dari ibu yang kedua itu, sehingga rasa laparnya dipuaskan, maka ia tidak tega untuk membunuh anaknya sendiri dan lalu menyembunyikan anaknya itu.

Sekalipun saya condong untuk berpendapat bahwa ibu itu menyembunyikan anaknya karena ia mau menyelamatkannya, tetapi penafsiran yang pertama bukanlah sesuatu yang mustahil, khususnya kalau kita membandingkan dengan Ul 28:54-55, yang berbunyi: “Dan orang laki-laki yang paling lemah dan paling manja di antaramu akan kesal terhadap saudaranya atau terhadap isterinya sendiri atau terhadap anak-anaknya yang masih tinggal padanya, sehingga kepada salah seorang dari mereka itu ia tidak mau memberikan sedikitpun dari daging anak-anaknya yang dimakannya, karena tidak ada lagi sesuatu yang ditinggalkan baginya, dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhmu kepadamu di segala tempatmu”.

2. Persoalan memakan anak sendiri.

a. Ini sudah diancamkan oleh Tuhan, kalau Israel tidak taat kepada Tuhan.

· Ul 28:53-57 - “Dan engkau akan memakan buah kandunganmu, yakni daging anak-anakmu lelaki dan anak-anakmu perempuan yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, - dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhmu kepadamu. Dan orang laki-laki yang paling lemah dan paling manja di antaramu akan kesal terhadap saudaranya atau terhadap isterinya sendiri atau terhadap anak-anaknya yang masih tinggal padanya, sehingga kepada salah seorang dari mereka itu ia tidak mau memberikan sedikitpun dari daging anak-anaknya yang dimakannya, karena tidak ada lagi sesuatu yang ditinggalkan baginya, dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhmu kepadamu di segala tempatmu. Perempuan yang lemah dan manja di antaramu, yang tidak pernah mencoba menjejakkan telapak kakinya ke tanah karena sifatnya yang manja dan lemah itu, akan kesal terhadap suaminya sendiri atau terhadap anaknya laki-laki atau anaknya perempuan, karena uri yang keluar dari kandungannya ataupun karena anak-anak yang dilahirkannya; sebab karena kekurangan segala-galanya ia akan memakannya dengan sembunyi-sembunyi, dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhmu kepadamu di dalam tempatmu”.

· Im 26:29 - “dan kamu akan memakan daging anak-anakmu lelaki dan anak-anakmu perempuan”.

Catatan: kedua text ini ini ada dalam kontext ‘kutuk yang diberikan oleh Tuhan kalau Israel tidak taat’. Karena itu terjadinya hal itu pada saat ini menunjukkan bahwa Israel sedang dihukum / dikutuk oleh Tuhan karena ketidak-taatannya.

b. Kalau ada orang meragukan apakah manusia sampai bisa melakukan hal yang begitu mengerikan, maka jawabnya adalah bahwa sejarah menunjukkan bahwa hal seperti itu terjadi berulang-ulang!

Pulpit Commentary: “One asks - Could human nature, in its direst extremity, ever descend to such revolting deeds? Alas! the instances in history are not few. We have reason to thank God for his goodness in preserving us from such extremity and such temptation” (= Seseorang bertanya: ‘Bisakah manusia, dalam keadaan kebutuhan yang amat sangat, turun / merendahkan diri pada suatu tindakan yang menakutkan / menjijikkan seperti itu?’ Contoh-contoh dalam sejarah tidaklah sedikit. Kita punya alasan untuk bersyukur kepada Allah untuk kebaikanNya dalam memelihara kita dari kebutuhan amat sangat seperti itu dan dari pencobaan seperti itu) - hal 146.

Pulpit (hal 124) mengatakan bahwa sejarah menunjukkan bahwa nubuat ini digenapi 3 x, yaitu:

(1) Dalam pengepungan terhadap Samarian di sini.

(2) Dalam pengepungan terhadap Yerusalem oleh Nebukadnezar. Bandingkan dengan:

· Rat 4:10 - “Dengan tangan sendiri wanita yang lemah lembut memasak kanak-kanak mereka, untuk makanan mereka tatkala runtuh puteri bangsaku”.

· Yeh 5:10 - “Sebab itu di tengah-tengahmu ayah-ayah akan memakan anak-anaknya dan anak-anak memakan ayahnya dan Aku akan menjatuhkan hukuman kepadamu, sedang semua yang masih tinggal lagi dari padamu akan Kuhamburkan ke semua penjuru angin”.

(3) Dalam pengepungan terhadap Yerusalem oleh Titus. Ini diceritakan oleh Josephus.

c. Dalam keadaan kelaparan seperti ini barulah kata-kata dalam doa Bapa kami ‘give us this day our daily bread’ (= berikan kepada kami hari ini roti harian kami) terasa penting (Pulpit, hal 146). Pernahkah / seringkah / selalukah saudara berdoa demikian?

III) Sikap Yoram dalam penderitaan.

1) Mendengar cerita yang mengerikan dari ibu tersebut, Yoram menjadi begitu sedih sehingga mengoyakkan pakaiannya (ay 30a).

Pengoyakan pakaian ini menyebabkan kain kabung, yang tadinya ia pakai secara tersembunyi di bawah pakaiannya, menjadi terlihat (ay 30b).

Ada komentar-komentar yang bertentangan tentang hal ini.

a) Ada yang menilai hal ini secara negatif.

Pulpit Commentary: “We are scarcely entitled to deny him any true penitential feeling, though no doubt he was far from possessing a chastened or humble spirit. Poor weak humanity has at one and the same time good and evil impulses, praiseworthy and culpable feelings, thoughts which come from the Holy Spirit of God, and thoughts which are inspired by the evil one” (= Kita tidak berhak untuk menganggapnya tidak mempunyai perasaan bertobat yang sungguh-sungguh, sekalipun tidak diragukan bahwa ia tidak mempunyai ketundukan atau kerendahan hati. Manusia yang lemah dan buruk pada saat yang sama mempunyai dorongan hati yang baik dan jahat, perasaan-perasaan yang patut dipuji dan patut dicela, pikiran-pikiran yang datang dari Roh Kudus Allah dan pikiran-pikiran yang diilhamkan oleh si jahat) - hal 124.

b) Tetapi ada yang menganggap bahwa pemakaian kain kabung secara tersembunyi, tidak dipamerkan, ini merupakan sesuatu yang baik.

Pulpit Commentary: “We can at least make Jehoram an example in the unostentatiousness of his exercises of penitence (Matt. 6:16-18)” [= Setidaknya kita bisa menjadikan Yoram suatu teladan dalam tindakan pertobatan yang tidak dipamerkan (Mat 6:16-18)] - hal 146.

Saya berpendapat bahwa baik tidaknya tindakan menyembunyikan kain kabung itu, tergantung pada motivasi tindakan tersebut, dan kita tidak tahu apa motivasi Yoram melakukan hal tersebut.

2) Yoram bersumpah untuk membunuh Elisa (ay 31).

a) Kata-kata ‘Beginilah kiranya Allah menghukum aku, bahkan lebih dari pada itu’ jelas menunjukkan suatu sumpah.

Bandingkan dengan sumpah Izebel (ibu Yoram) untuk membunuh Elia dalam 1Raja 19:2 - “maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia: ‘Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu.’”.

Catatan: baik kata ‘Allah’ dalam sumpahnya Yoram, maupun kata-kata ‘para allah’ dalam sumpahnya Izebel, dalam bahasa Ibraninya menggunakan kata ELOHIM.

Apa yang bisa kita pelajari dari perbandingan kedua sumpah ini?

· sumpah serapah orang tua akan ditiru oleh anaknya. Demikian pula caci maki, kata-kata kotor dan sebagainya.

· ancaman Yoram ini lebih buruk dari pada ancaman Izebel, karena alasannya sama sekali tidak ada.

Pulpit Commentary: “Even Jezebel’s threat had apparently more reason for it than Jehoram’s. Elijah had undoubtedly slain the prophets of Baal. But in this case Elisha was innocent of any charge” (= Bahkan ancaman Izebel jelas mempunyai lebih banyak alasan untuk itu dari pada ancaman Yoram. Elia jelas membunuh nabi-nabi Baal. Tetapi dalam kasus ini Elisa tidak bersalah terhadap tuduhan apapun) - hal 135.

· Baik Izebel maupun Yoram gagal menepati sumpahnya untuk membunuh Elia / Elisa.

b) Tidak terlalu jelas mengapa Yoram marah kepada Elisa / menyalahkan Elisa, dan ingin membunuhnya.

· Karena ia beranggapan bahwa Elisa bisa melakukan mujijat, tetapi tetap diam saja melihat hal itu.

· Karena tadinya Elisa menyuruh dia untuk berharap kepada Tuhan.

Bdk. ay 33b - ‘Mengapakah aku berharap kepada Tuhan lagi?’.

NIV: ‘Why should I wait for the Lord any longer?’ (= Mengapa aku harus menunggu Tuhan lebih lama lagi?).

Jadi rupanya Yoram sudah melakukan nasehat Elisa itu, tetapi tidak ada hasilnya dan keadaan bahkan makin memburuk.

· Karena ia marah kepada Allah, dan ia lalu mau melampiaskan kemarahan tersebut kepada hamba Allah.

· Ia beranggapan bahwa andaikata Elisa tidak melarangnya membunuh tentara Aram yang tertawan dalam 6:22-23, maka orang Aram tidak akan mempunyai cukup tentara untuk mengepung mereka seperti sekarang ini.

c) Elisa tahu akan hal itu, dan tetap tenang (ay 32).

· Ay 32: ‘si pembunuh’.

KJV: ‘this son of a murderer’ (= anak pembunuh ini).

Pulpit mengatakan bahwa Elisa menyebut Yoram seperti itu karena Ahab dan Izebel (orang tua Yoram) memang pembunuh.

· Sekalipun tenang / tidak takut, tetapi Elisa tetap melakukan apa yang perlu dilakukan untuk menghindari pembunuhan tersebut (ay 32b - ‘Awas-awaslah, apabila suruhan itu datang, segeralah tutup pintu dan tahanlah dia supaya orang itu jangan masuk. Bukankah sudah kedengaran bunyi langkah tuannya di belakangnya?’).

3) Yoram menyatakan keputusasaannya / ketidakpercayaannya (ay 33b).

Keil & Delitzsch: “the words of a despairing man, in whose soul, however, there was a spark of faith still glimmering. The very utterance of his feelings to the prophet shows that he had still a weak glimmer of hope in the Lord, and wished to be strengthened and sustained by the prophet; and this strengthening he received” (= kata-kata dari orang yang putus asa, tetapi dalam jiwa siapa masih ada percikan dari iman yang tetap berkelap-kelip / memberikan cahaya redup. Ungkapan perasaannya kepada sang nabi menunjukkan bahwa ia tetap mempunyai cahaya pengharapan yang lemah kepada Tuhan, dan menginginkan untuk dikuatkan dan ditopang oleh sang nabi; dan ia menerima penguatan ini) - hal 330.

Saya sendiri tidak terlalu yakin akan kebenaran kata-kata Keil & Delitzsch ini, bahwa Yoram masih mempunyai sedikit iman.

Pulpit Commentary: “his words show his radical misconception of religion. To wait on the Lord was not a duty to be done from regard to its own rightness and propriety. It was, he thought, a means to an end. If benefits were to be gained from it, it was to be done; if not, it was to be set aside. Service of God which springs from this principle is not true service. It is disguised self-interest. It has no real spring of love, devotion, or worship. The spirit is kindred with that of the fetish-worshipper, who prays to his gods for rain, and beats them if he does not get it. But why blame Jehoram, as if he were specially impious? Does not the same spirit show itself in multitudes among ourselves? While the sun shines on them they are willing enough to be religious. If adversity comes, there is unbelief, murmuring, impatience, rebellion at the Divine ordering. ‘Shall we receive good at the hand of God, and shall we not receive evil?’ (Job 2:10). It is not enough to acknowledge that evil is from the Lord, we must humble ourselves under his hand, submit to him, own the justice of his dealings, and seek to profit by his chastisements. We must not faint, or grow unbelieving, but be assured that, in protracting the hour of deliverance, God is but waiting to make the deliverance more signal and glorious (Heb. 12:5-11)” [= kata-katanya menunjukkan kesalah-mengertian yang radikal / mendasar tentang agama. Melayani Tuhan bukanlah suatu kewajiban yang harus dilakukan dengan melihat pada kebenaran dan kepatutan hal itu. Ia beranggapan bahwa itu adalah suatu cara untuk mencapai suatu tujuan. Jika manfaat didapatkan dari hal itu, maka itu harus dilakukan; jika tidak, maka itu harus disingkirkan. Pelayanan kepada Allah yang timbul dari prinsip ini bukanlah pelayanan yang benar. Itu adalah pementingan diri sendiri yang disamarkan. Itu tidak mempunyai sumber kasih, pembaktian atau penyembahan. Ini adalah roh / semangat yang sama dengan penyembah jimat, yang berdoa kepada allah-allahnya untuk hujan, dan memukuli mereka jika ia tidak mendapatkannya. Tetapi mengapa kita menyalahkan Yoram, seakan-akan ia adalah orang jahat yang khusus / spesial? Bukankah roh / semangat yang sama ada dalam jumlah yang banyak dalam diri kita sendiri? Pada saat matahari bersinar pada mereka mereka mau untuk menjadi religius. Jika kesengsaraan / kemalangan datang, di sana ada ketidak-percayaan, sungut-sungut, ketidak-sabaran, pemberontakan terhadap pengaturan Ilahi. ‘Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?’ (Ayub 2:10). Tidak cukup untuk mengakui bahwa bencana datang dari Tuhan, kita harus merendahkan diri kita sendiri di bawah tanganNya, tunduk kepadaNya, mengakui keadilan tindakanNya, dan berusaha untuk mendapatkan manfaat dari hajaranNya. Kita tidak boleh lemah, atau menjadi tidak percaya, tetapi harus yakin bahwa dalam menunda saat pembebasan, Allah sedang menunggu untuk membuat pembebasan itu lebih gemilang dan mulia (Ibr 12:5-11)] - hal 147.

Ibr 12:5-11 - “Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: ‘Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkanNya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak.’ Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusanNya. Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya”.

Penutup.

Apakah saudara sedang mengalami penderitaan yang hebat dan berlarut-larut? Dan apakah saudara sudah putus asa, kecewa, marah kepada Tuhan, mundur dari Tuhan dsb dalam keadaan tersebut? Tetaplah percaya dan berharap kepada Tuhan, bukan hanya bahwa Ia akan menolong saudara pada waktunya, tetapi juga bahwa semua ini diberikan olehNya bagi kebaikan saudara!

-AMIN-

13).II Raja-raja 7:1-20

I) Nubuat Elisa (ay 1-2).

1) Elisa menubuatkan: ‘Dengarlah firman TUHAN. Beginilah firman TUHAN: Besok kira-kira waktu ini sesukat tepung yang terbaik akan berharga sesyikal dan dua sukat jelai akan berharga sesyikal di pintu gerbang Samaria’ (ay 1).

Poole mengatakan bahwa 1 sukat = 6 kab. Dan di sini dikatakan bahwa 1 sukat tepung yang terbaik harganya akan menjadi 1 syikal. Dan 2 sukat jelai harganya juga akan menjadi 1 syikal. Bandingkan dengan 6:25 dimana 1 kepala keledai harganya 80 syikal dan ¼ kab tahi merpati harganya 5 syikal. Beberapa penafsir mengatakan bahwa sebetulnya ini tidak menjanjikan harga yang sangat murah bahkan masih agak mahal dibandingkan keadaan biasa, tetapi bagaimanapun ini menunjukkan penurunan harga yang luar biasa dibandingkan dengan 6:25.

Ini merupakan suatu pernyataan / nubuat yang sangat berani, karena:

a) Saat itu sama sekali tidak ada tanda-tanda akan terjadinya kekalahan / menyingkirnya orang Aram.

b) Ia memberikan ‘waktu’ tergenapinya nubuat itu yaitu ‘besok kira-kira waktu ini’. Jadi bisa terlihat nubuatnya benar atau tidak. Kalau besok hal itu tidak terjadi, ia pasti dibunuh.

2) Jawaban / tanggapan perwira / ajudan raja (ay 2a).

Perwira / ajudan raja menjawab / menanggapi nubuat Elisa itu dengan kata-kata: ‘Sekalipun TUHAN membuat tingkap-tingkap di langit, masakan hal itu mungkin terjadi?’. Ada beberapa hal yang perlu disoroti:

a) Kelihatannya perwira ini menghubungkan kata-katanya dengan pembukaan tingkap di langit yang terjadi pada waktu pemberian banjir universal pada jaman Nuh.

Kej 7:11 - “Pada waktu umur Nuh enam ratus tahun, pada bulan yang kedua, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, pada hari itulah terbelah segala mata air samudera raya yang dahsyat dan terbukalah tingkap-tingkap di langit”.

b) Kata-kata perwira ini menunjukkan ketidakpercayaan yang luar biasa, karena pada dasarnya ia berkata: Andaikata Allah membuka tingkap-tingkap di langit, tetap hal yang dinubuatkan Elisa itu tidak mungkin terjadi. Kata-kata ini bukan hanya menyatakan ketidak-percayaan terhadap nubuat Elisa, tetapi juga terhadap kuasa Allah.

Sebetulnya, boleh dikatakan bahwa perwira itu mempunyai alasan yang masuk akal untuk ketidakpercayaannya, karena tidak ada tanda apapun yang kelihatannya memungkinkan terjadinya nubuat Elisa tersebut.

Pulpit Commentary: “Unbelief can be very plausible. Unbelief nearly always appears to have reason on its side. There is not a doctrine of the Bible against which the most plausible arguments might not, and have not, been advanced. Even Scripture itself can be quoted in support of unbelief and sin. ‘The devil can cite Scripture for his purpose.’” [= Ketidakpercayaan bisa sangat masuk akal. Ketidakpercayaan hampir selalu kelihatan punya alasan pada pihaknya. Tidak ada satupun doktrin Alkitab terhadap mana argumentasi yang paling masuk akal tidak bisa diajukan dan belum diajukan. Bahkan Kitab Suci sendiri bisa dikutip untuk mendukung ketidakpercayaan dan dosa. ‘Setan bisa mengutip Kitab Suci untuk tujuannya.’] - hal 155.

Penerapan:

1. Ketidakpercayaan yang masuk akal:

a. Yesus adalah Anak Allah. Masakan Allah beranak?

b. Yesus bangkit dari antara orang mati. Mungkinkah orang mati bisa bangkit?

c. Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga. Masakan mayoritas manusia di dunia, yang hidupnya saleh sekalipun, akan masuk ke neraka semua?

2. Dosa / ketidaktaatan yang masuk akal.

a. Tidak memberi persembahan persepuluhan. Alasannya: dengan 100 % penghasilan sudah tidak cukup, bagaimana mungkin hidup hanya dengan 90 % penghasilan? Atau: Pendetanya lebih kaya dari aku, untuk apa aku memberikan persembahan persepuluhan kepada gereja yang nantinya toh akan memperkaya pendetanya?

b. dusta. Ini harus karena kadang-kadang kejujuran berarti tidak bijaksana.

Karena adanya banyak ketidakpercayaan dan dosa / ketidaktaatan yang masuk akal itulah itulah maka Amsal 3:5 mengatakan: “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri”.

Otak (dengan terang dari Roh Kudus) hanya digunakan untuk mengerti Firman Tuhan / kebenaran, dan selanjutnya otak tidak boleh dipakai untuk menilai apakah kebenaran / Firman Tuhan itu layak dipercaya / ditaati atau tidak.

c) Ketidakpercayaannya bukan hanya dinyatakan, tetapi bahkan disertai ejekan.

Memang merupakan suatu kebiasaan yang umum bahwa orang yang tidak percaya pada suatu kebenaran Firman Tuhan tertentu, bukan hanya menyatakan ketidakpercayaan mereka, tetapi lebih dari itu, mengejek apa yang tidak mereka percayai itu.

Contoh: renungan karya Pdt. Robert Setio, Ph. D. (GKI), yang jelas merupakan ejekan terhadap pandangan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga / orang yang mempercayai pandangan tersebut.

“‘Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi, tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari’ (Pengkhotbah 1:9).

Suara itu semakin lama semakin keras. Seperti suara pasukan berkuda dalam medan peperangan yang semakin lama semakin bergemuruh, riuh rendah, menyeramkan bagi yang mendengarnya. Suara apa gerangan itu? Itu suara umat, umat beragama. Apa yang terjadi? Apa yang mereka teriakan dengan gegap gempita? Ternyata mereka meneriakkan kata-kata ini: ‘tidak ada keselamatan lain, selain melalui agama kami’. Sementara yang lain menambah dengan semangat yang kurang lebih sama: ‘agama kamilah yang paling diperkenan Allah, agama kamilah yang paling benar’. Begitu keras dan riuh rendahnya suara itu, sampai-sampai mereka yang tak tahu menahu bilang: ‘Kayak kampanye pemilu, ya?!’

Tapi, yang berteriak-teriak datang membela diri. Kata mereka: ‘kami bukannya mau kampanye, kami hanya menyatakan kebenaran, itu saja, dan supaya saudara ketahui, kebenaran itu adalah agama kami maka siapa saja yang ndak mau ikut agama kami pasti tidak dapat dibenarkan’. Mereka terus menyerocos, ‘saudara tahu, Allah sebenarnya telah memberikan penyataan khususnya bagi kami, ini istimewa lho. Sedang bagi yang lain, Allah hanya memberikan penyataan umum yang samar-samar, tidak jelas dan tentu saja tidak seistimewa penyataan yang telah diberikan pada kami’. Hal-hal seperti ini mereka katakan dengan semangat penuh bak seorang prajurit kamikase (prajurit Jepang yang siap bunuh diri demi Kaisar), tentu saja dengan satu maksud yaitu supaya orang berbondong2 pindah ke agama mereka.

Namun benarkah agama kita lebih istimewa dari yang lain? Benarkah orang yang beragama lain itu tidak selamat dan agama mereka sia-sia? Belum tentu. Ya, belum tentu demikian, sebab, seperti kata Pengkhotbah, ‘tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari’, artinya, ‘tidak ada sesuatu yang istimewa di dunia ini’. Semuanya sama saja. Apa yang kita pikirkan, harapkan, doakan sebagai manusia, sama saja dengan apa yang orang lain pikirkan, harapkan & doakan. Setiap orang memiliki pergumulan dasar yang sama. ‘Sama-sama makan nasinya’, kata orang Indonesia. Kita sama-sama menghirup udara yang sama, diterangi oleh matahari yang sama, bulan dan bintang yang sama. Kita sama-sama dilahirkan, sama-sama mati. Mengapa kita harus membedakan diri kita dengan yang lainnya? Keselamatan yang berlaku bagi kita, mengapa tidak mungkin juga terjadi bagi orang lain, meskipun mereka berbeda agama?”.

3) Jawaban Elisa terhadap perwira / ajudan raja (ay 2b).

Elisa menjawab: ‘Sesungguhnya, engkau akan melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi tidak akan makan apa-apa dari padanya’.

Kalau orang itu akan melihat hal itu tetapi tidak menikmatinya, maka kesimpulannya adalah bahwa ia akan mati.

Adam Clarke: “This was a mere prediction of his death, but not as a judgment of his unbelief” [= Ini semata-mata merupakan ramalan kematiannya, tetapi bukan sebagai penghakiman atas ketidakpercayaannya] - hal 504.

Saya berpendapat bahwa kata-kata Adam Clarke di sini sangat bodoh! Kata-kata Elisa itu memang merupakan nubuat tentang kematian si perwira, tetapi itu jelas juga merupakan hukuman atas ketidakpercayaan dan ejekan yang dinyatakan si perwira tersebut.

II) 4 orang kusta (ay 3-15).

1) Adam Clarke (hal 504) mengatakan bahwa ada yang beranggapan bahwa 4 orang kusta ini adalah Gehazi dengan 3 anak-anaknya. Tetapi tentu saja pandangan seperti ini merupakan pandangan yang tidak berdasar.

2) Ke 4 orang kusta itu dikatakan ada di depan pintu gerbang (ay 3).

Hukum Musa memang melarang orang kusta di dalam perkemahan / kota.

Im 13:46 - “Selama ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya”.

Bil 5:1-4 - “TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Perintahkanlah kepada orang Israel, supaya semua orang yang sakit kusta, semua orang yang mengeluarkan lelehan, dan semua orang yang najis oleh mayat disuruh meninggalkan tempat perkemahan; baik laki-laki maupun perempuan haruslah kausuruh pergi; ke luar tempat perkemahan haruslah mereka kausuruh pergi, supaya mereka jangan menajiskan tempat perkemahan di mana Aku diam di tengah-tengah mereka.’ Maka orang Israel berbuat demikian, mereka menyuruh orang-orang itu meninggalkan tempat perkemahan; seperti yang difirmankan TUHAN kepada Musa, demikianlah diperbuat orang Israel”.

Karena itu orang-orang yang sakit kusta tinggal di luar kota. Keluarga / teman mereka menyuplai mereka dengan makanan. Tetapi pada saat kelaparan seperti ini, jelas bahwa suplai itu terhenti, sehingga mereka hampir mati kelaparan.

3) Setelah memikirkan keadaan mereka, mereka memutuskan untuk pergi ke perkemahan tentara Aram. Spurgeon (Encyclopedia, vol 14, hal 277) memuji tindakan ke 4 orang kusta ini sebagai berani dan bijaksana, tetapi bandingkan dengan pendapat yang bertentangan dari seorang penafsir dari Pulpit Commentary di bawah (point no 7, a, b). Sesampai di sana, ternyata perkemahan itu sunyi sepi karena telah ditinggalkan oleh tentara Aram (ay 3-5).

Ini terjadi karena Tuhan melakukan mujijat yang diceritakan dalam ay 6, dimana “TUHAN telah membuat tentara Aram itu mendengar bunyi kereta, bunyi kuda, bunyi tentara yang besar, sehingga berkatalah yang seorang kepada yang lain: ‘Sesungguhnya raja Israel telah mengupah raja-raja orang Het dan raja-raja orang Misraim melawan kita, supaya mereka menyerang kita.’”.

Ada beberapa hal yang perlu dibahas:

a) ‘raja-raja orang Het’.

Ini dianggap aneh atau bahkan salah, karena seorang yang disebut sebagai Mr. Summer berkata bahwa pada jaman itu sudah tidak ada lagi orang / bangsa Het. Tetapi Pulpit (hal 149) menjawab bahwa menurut catatan orang Asyur, maka pada abad 8 dan 9 S.M. itu bukan hanya bahwa bangsa Het itu masih ada, tetapi juga dikatakan bahwa mereka adalah salah satu di antara musuh-musuh yang paling kuat dari Aram / raja-raja Niniwe, dan letaknya di Utara Syria.

Barnes’ Notes: “The Hittites, who are found in the south (Gen. 23:7), then in the centre of Judea (Josh. 11:3), seem to have retired northwards after the occupation of Palestine by the Israelites” [= Orang Het, yang ditemukan di Selatan (Kej 23:7), lalu di tengah-tengah Yudea (Yos 11:3), kelihatannya telah pindah ke arah Utara setelah pendudukan Palestina oleh orang Israel] - hal 244.

b) ‘raja-raja orang Misraim’.

1. Misraim.

NIV: ‘Egyptians kings’ [= raja-raja orang Mesir].

KJV/NASB: ‘the kings of the Egyptians’ [= raja-raja orang Mesir].

RSV: ‘the kings of Egypt’ [= raja-raja Mesir].

Dalam bahasa Ibraninya digunakan kata MITSRAIM, sehingga Kitab Suci Indonesia boleh dikatakan tidak menterjemahkan kata ini tetapi mentransliterasikannya (menuliskan kata Ibraninya dengan huruf Latin). Tidak jelas mengapa Kitab Suci Indonesia melakukan hal itu di sini, padahal kata Ibrani yang sama biasanya diterjemahkan ‘orang Mesir’ oleh Kitab Suci Indonesia, misalnya dalam Kel 1:13.

2. ‘raja-raja’.

Kata ‘raja-raja’ di sini aneh, karena Mesir adalah kerajaan dengan satu raja / Firaun. Ada bermacam-macam penafsiran yang berusaha menjelaskan hal ini:

a. Keil & Delitzsch berkata bahwa bentuk jamak ‘raja-raja’ tidak boleh ditekankan, karena ini ditimbulkan hanya karena ungkapan yang paralel dengannya yaitu ‘raja-raja Het’.

b. Matthew Poole: “The kings of the Egyptians; by which they may understand either the king of Egypt, the plural number being put for the singular, as it is elsewhere; or the princes and governors of the several nomi or provinces in Egypt, such being oft called kings in Scripture” [= Raja-raja Mesir; dengan mana mereka mengartikan atau raja Mesir, dimana bentuk jamak digunakan untuk bentuk tunggal, seperti di tempat lain; atau pangeran-pangeran dan gubernur-gubernur dari beberapa nomi atau propinsi di Mesir, karena orang-orang itu sering disebut raja dalam Kitab Suci] - hal 731.

c. Barnes (hal 245) menganggap bahwa yang dimaksud adalah ‘princes’ [= pangeran-pangeran], bukan ‘raja-raja’.

d. Pulpit Commentary (hal 149) berkata bahwa sejarah Mesir menunjukkan bahwa pada sekitar jaman itu Mesir pecah / mengalami disintegrasi, sehingga ada 2 atau 3 dinasti yang berbeda yang memerintah pada saat yang sama di bagian-bagian yang berbeda dari negeri itu.

c) Orang-orang Het ada di Utara, sedangkan orang-orang Mesir ada di Selatan. Jadi orang Aram mengira mereka diserang dari Utara dan Selatan sekaligus. Dalam kepanikan mereka, mereka tidak mempertimbangkan betapa mustahilnya kedua bangsa yang tempatnya terpisah itu menyerang mereka secara bersamaan, tetapi mereka langsung lari meninggalkan segala sesuatu begitu saja (ay 7).

4) Ke 4 orang kusta itu lalu makan dan minum sepuasnya, dan setelah itu mereka mengangkut emas, perak dan pakaian dan menyembunyikannya (ay 8a). Lalu mereka kembali lagi ke perkemahan itu dan mengangkut barang-barang lain dan menyembunyikannya juga (ay 8b).

Mungkin ada orang yang menganggap aneh bahwa orang Aram perang sambil membawa emas dan perak, tetapi ada 2 jawaban yang mendukung hal ini:

a) Orang Aram telah mengalahkan kota-kota Israel yang lain, dan pasti menjarahnya.

b) Pulpit (hal 149) mengatakan bahwa merupakan kebiasaan pasukan tentara Timur untuk membawa perhiasan dalam perang.

Pulpit Commentary: “Herodotus says (ix. 80) that, when the camp of Mardonius fell into the hands of the Greeks, there were found in it ‘many tents richly adorned with furniture of gold and silver, many couches covered with plates of the same, and many golden bowls, goblets, and other drinking-vessels. On the carriages were bags containing gold and silver kettles; and the bodies of the slain furnished bracelets and chains, and scimitars with golden ornaments - not to mention embroidered apparel, of which no one made any account.’ The camp of the Syrians would scarcely have been so richly provided; but still it contained, no doubt, a large amount of very valuable plunder” [= Herodotus berkata (ix. 80) bahwa, pada waktu perkemahan Mardonius jatuh ke tangan orang-orang Yunani, di sana ditemukan ‘banyak tenda dihiasi secara mewah dengan perabot dari emas dan perak, banyak bangku / sofa dilapisi juga dengan emas dan perak, dan banyak mangkuk-mangkuk, piala, dan tempat minuman yang lain yang terbuat dari emas. Di kereta-kereta ada kantong-kantong berisi ceret-ceret dari emas dan perak, dan tubuh / mayat dari orang-orang yang dibunuh dilengkapi dengan gelang dan rantai, dan semacam pedang pendek dengan hiasan dari emas - belum lagi pakaian sulaman, tentang mana tak seorangpun yang menghitungnya’. Perkemahan orang Aram tidak mungkin begitu mewah; tetapi tidak diragukan bahwa perkemahan itu berisikan sejumlah besar jarahan yang sangat berharga] - hal 149.

5) Setelah semua itu mereka lalu berkata seorang kepada yang lain: ‘Tidak patut yang kita lakukan ini. Hari ini ialah hari kabar baik, tetapi kita ini tinggal diam saja. Apabila kita menanti sampai terang pagi, maka hukuman akan menimpa kita. Jadi sekarang, marilah kita pergi menghadap untuk memberitahukan hal itu ke istana raja’ (ay 9). Dan mereka lalu pergi memberitahukan kepada penunggu pintu gerbang (ay 10).

Ay 10: ‘kuda dan keledai tertambat dan kemah-kemah ditinggalkan begitu saja’.

Kalau keledai ditinggal, itu masuk akal karena keledai berfungsi untuk mengangkut beban, tetapi kalau kuda yang ditinggalkan merupakan sesuatu yang agak aneh, karena mereka bisa lari lebih cepat menggunakan kuda. Tetapi ini mungkin terjadi karena panik.

6) Tentang orang-orang kusta ini Pulpit Commentary memberikan komentar sebagai berikut: “They neither knew of Elisha’s prediction, nor had any thought of aiding to fulfil it. Yet all the while they were working out God’s secret counsel. They were, while seeking their own ends, the unconscious instruments of a higher will than their own” [= Mereka tidak mengetahui ramalan Elisa, ataupun mempunyai pikiran untuk membantu menggenapi ramalan itu. Tetapi sementara itu mereka sedang mengerjakan rencana Allah yang rahasia. Sementara mereka mengusahakan tujuan mereka sendiri, mereka adalah alat-alat yang tidak sadar dari kehendak yang lebih tinggi dari kehendak mereka sendiri] - hal 161.

Sekalipun Allah sendiri yang mengusir tentara Aram, tetapi tanpa orang-orang kusta ini, maka orang Israel / Yoram tetap tidak akan mengetahui perginya orang Aram, dan nubuat Elisa tidak akan tergenapi. Jadi, tanpa mereka sadari ke 4 orang kusta ini dipakai sebagai alat Tuhan untuk melaksanakan rencanaNya / menggenapi nubuatNya yang Ia berikan melalui Elisa.

7) Seorang penafsir (Pulpit hal 153) mengecam 4 orang kusta ini habis-habisan sebagai orang-orang yang brengsek dan egois, karena:

a) Ia berpendapat bahwa mereka pasti juga sudah mendengar nubuat Elisa, tetapi mereka sama tidak percayanya dengan perwira tersebut. Karena itu mereka bukannya menunggu penggenapan nubuat tersebut, tetapi berusaha dengan kekuatan dan cara mereka sendiri. Saya sendiri tidak terlalu yakin bahwa ke 4 orang kusta ini mengetahui tentang nubuat Elisa tersebut, mengingat bahwa mereka tinggal di luar kota. Juga penafsir yang lain dari Pulpit Commentary menganggap ke 4 orang kusta ini tidak mengetahui nubuat Elisa (lihat point no 6 di atas).

b) Mereka menjadi pembelot tanpa mempedulikan bangsanya, tanpa mempedulikan apakah musuh nanti akan mengetahui keadaan kelaparan di dalam kota, dan sebagainya. Yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana supaya mereka tidak mati.

Pulpit Commentary: “No feeling of shame restrains them - it does not seem even to occur to them that there is any disgrace in desertion. ... It may be said that ‘self-preservation is the first law of nature;’ but not self-preservation at all costs. Death is preferable to dis-honour” [= Tidak ada rasa malu mengekang mereka - bahkan kelihatannya tak terpikir oleh mereka bahwa ada suatu aib dalam pembelotan. ... Memang bisa dikatakan bahwa ‘pemeliharaan / penjagaan diri sendiri adalah hukum pertama dari alam’; tetapi ini tidak berarti bahwa pemeliharaan / penjagaan diri sendiri boleh dilakukan dengan cara apapun. Kematian harus lebih dipilih dari pada aib] - hal 153.

c) Pada waktu mereka menjumpai perkemahan Syria yang kosong, mereka makan sepuasnya. Ini masih bisa dimengerti. Tetapi setelah itu mereka lalu mengumpulkan emas, perak dan pakaian, dan lalu masih kembali lagi untuk mengambil barang-barang berharga yang lain. Ini jelas merupakan perwujudan dari ketamakan dan egoisme.

Pulpit Commentary mengomentari ay 9 dengan kata-kata sebagai berikut: “It was a tardy recognition of what their duty required of them. ... They ought, as soon as they satisfied their hunger, to have hurried back to the city and spread the good news” [= Ini merupakan pengenalan / pengakuan yang terlambat tentang apa yang diharuskan oleh kewajiban mereka. ... Seharusnya begitu mereka memuaskan rasa lapar mereka, mereka harus kembali cepat-cepat ke kota dan menyebarkan kabar baik itu] - hal 149-150.

Mengapa? Karena bangsa mereka sedang kelaparan, ibu-ibu makan anaknya sendiri dsb, sedangkan mereka menghabiskan waktu untuk menjarah dan tidak memberitahukan kabar gembira itu.

Penerapan: mungkin banyak orang kristen seperti itu, sibuk cari duit / barang berharga, dan tidak memberitakan Injil.

d) Pada waktu mereka ‘sadar’ akan kesalahan mereka, ini bukannya disebabkan karena hati nurani mereka menunjukkan kesalahan mereka, tetapi hanya karena mereka takut dihukum (ay 9b).

Bagaimana mungkin mereka bisa takut akan dihukum? Alasannya adalah seperti yang dikatakan oleh Keil & Delitzsch yang mengutip kata-kata Grotius: “for it is the duty of citizens to make known things relating to public safety” [= karena merupakan kewajiban dari warga negara untuk memberitahukan hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan / keamanan masyarakat] - hal 331.

Penafsir ini lalu mengatakan bahwa ke 4 orang ini terkena kusta, dan itu seharusnya membawa mereka lebih dekat kepada Tuhan, tetapi kenyataannya penderitaan mereka telah mengeraskan hati mereka, dan menjadikan mereka orang-orang yang egois.

Renungkan: apa yang dihasilkan oleh penderitaan dalam diri saudara?

8) Setelah mendapat laporan tentang cerita 4 orang kusta itu, mula-mula Yoram mengira itu hanya siasat dari tentara Aram yang berusaha menjebak mereka (ay 12).

Bandingkan pemikiran Yoram ini dengan jebakan terhadap kota Ai oleh Yosua (Yos 8:3-19). Jadi, sebetulnya apa yang dipikirkan oleh Yoram ini merupakan sesuatu yang masuk akal. Tetapi mengingat bahwa ia baru mendengar nubuat Elisa, maka ini jelas merupakan sesuatu yang menunjukkan ketidakpercayaan.

Juga sukar dibayangkan bahwa Yoram tidak pernah berdoa tentang hal ini. Tetapi sekarang waktu doanya dikabulkan, ia tidak percaya akan hal itu (bdk. Kis 12:5,14-15).

9) Salah seorang pegawai Yoram mengusulkan untuk memeriksa kebenaran laporan dari 4 orang kusta itu, dan barulah mereka mengetahui kebenaran laporan tersebut (ay 13-15).

Ada 2 hal yang ingin saya soroti dari bagian ini:

a) Perhatikan kata-kata ‘lima ekor dari kuda yang masih tinggal’ (ay 13a).

Rupanya kuda yang lain sudah mati kelaparan atau dimakan, padahal sama seperti keledai, kuda juga adalah binatang haram (untuk dimakan).

b) Beberapa penafsir mempersoalkan bagaimana 2 kereta bisa menggunakan 5 ekor kuda (ay 14).

1. Ada yang mengatakan setiap kereta menggunakan 2 kuda, lalu satu lagi dinaiki seseorang penunggang.

2. Ada juga yang mengatakan sekalipun rencana / usulnya dikirim 5 ekor kuda, tetapi dalam pelaksanaannya dikirimkan hanya 2 kuda. Ini menunjukkan pengiriman 2 kereta yang masing-masing ditarik oleh 1 kuda, atau pengiriman hanya 2 kuda saja tanpa kereta. Yang terakhir ini menganggap bahwa ‘2 kereta kuda’ [dalam KJV ‘two chariot horses’ {= dua kuda kereta}] sebagai kuda yang biasanya menarik kereta. Ini merupakan pandangan dari Matthew Poole (hal 731) yang beranggapan bahwa untuk tugas seperti itu kuda lebih cocok dari pada kereta kuda.

III) Penggenapan nubuat Elisa (ay 16-20).

1) Orang Israel lalu keluar dan menjarah perkemahan Aram, dan lalu tergenapilah nubuat Elisa yang mengatakan bahwa harga sesukat tepung yang terbaik akan menjadi 1 syikal, dan demikian juga dengan 2 sukat jelai (ay 16,18).

Dari peristiwa ini terlihat bahwa memang tidak ada yang mustahil bagi Allah.

2) Penggenapan nubuat kematian / hukuman si perwira.

Yoram menyuruh perwira itu untuk mengawasi / mengatur pembelian tepung dan jelai tersebut. (ay 17a). Tujuannya supaya tidak terjadi kekacauan. Tetapi ini menjadi alat Tuhan untuk menggenapi nubuat Elisa, karena rakyat yang sudah kelaparan itu tidak lagi bisa diatur sehingga justru menginjak-injak si perwira sampai mati. Kematian seperti ini memang sering terjadi, bahkan kalau terjadi kerusuhan dalam pertandingan sepak bola. Tetapi karena ia tadinya bertugas mengawasi, jelas bahwa ia sudah melihat penggenapan nubuat Elisa tentang harga tepung dan jelai. Tetapi kematiannya menyebabkan ia tidak bisa menikmati penggenapan nubuat tersebut.

Pulpit Commentary: “The incident is another evidence that even seeming ‘accidents’ do not lie outside the providence of God” [= Kejadian ini merupakan bukti yang lain bahwa bahkan hal-hal yang kelihatannya merupakan kecelakaan tidak terletak di luar providensia Allah / pelaksanaan rencana Allah] - hal 163.

Pulpit Commentary: “It illustrates the end of the ungodly - seeing the fulfilment of God’s promises of mercy, but not permitted to enjoy” [= Ini menjelaskan akhir dari orang jahat - melihat penggenapan janji-janji belas kasihan Allah, tetapi tidak diijinkan untuk menikmatinya] - hal 163.

Ada yang beranggapan bahwa si perwira ini dihukum mati bukan karena ketidakpercayaannya, tetapi karena ejekannya. Alasannya: ketidakpercayaan merupakan sesuatu yang tidak disengaja, dan karena itu tidak salah dan tidak layak untuk dihukum.

Pulpit Commentary: “Unbelief may be involuntary, and so neither incur guilt nor deserve punishment. St. Paul ‘obtained mercy’ notwithstanding his bitter persecution of the early Christians, ‘because he did it ignorantly in unbelief’ (1Tim 1:13). Modern sceptics are, no doubt, in many cases unable to believe, their eyes being blinded through their education, through ingrained prejudice or invincible ignorance. But to scoff at religion must be at all times a voluntary act; and it is an act which Holy Scripture views as in the highest degree blamable” [= Ketidakpercayaan mungkin tidak disengaja / diluar kemauan, dan dengan demikian tidak mendatangkan kesalahan pada diri seseorang atau layak mendapatkan hukuman. Santo Paulus ‘mendapatkan belas kasihan’ sekalipun ia melakukan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen mula-mula, ‘karena ia melakukannya tanpa pengetahuan dalam ketidakpercayaan’ (1Tim 1:13). Tidak diragukan bahwa orang-orang skeptik modern tidak bisa percaya, mata mereka dibutakan melalui pendidikan mereka, melalui prasangka yang mendarah daging atau ketidaktahuan yang tidak terkalahkan. Tetapi mengejek agama pasti selalu merupakan tindakan yang disengaja; dan itu merupakan suatu tindakan yang dipandang Kitab Suci sebagai sangat bisa disalahkan] - hal 151.

Bdk. 1Tim 1:13 - “aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihaniNya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman”.

Saya sama sekali tidak setuju dengan pandangan di atas ini. Ketidakpercayaan memang bisa merupakan sesuatu yang tidak disengaja, tetapi bisa juga disengaja, dimana seseorang tidak mau percaya. Tetapi apakah itu disengaja atau tidak, itu tetap salah, dan lambat atau cepat akan dihukum. Pada waktu murid-murid ketakutan karena badai, itu merupakan ketidakpercayaan yang tidak disengaja, tetapi Yesus tetap menghardik mereka (Mat 8:23-27). Ketidak-percayaan Tomas akan kebangkitan Yesus juga mendapat teguran dari Yesus (Yoh 20:24-29). Bahwa ketidakpercayaan akan dihukum terlihat dari:

Yoh 3:18 - “Barangsiapa percaya kepadaNya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”.

Yoh 8:24 - “Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu”.

Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.

Dalam 1Tim 1 itu, Paulus diampuni bukan karena ketidakpercayaannya merupakan sesuatu yang tidak disengaja, tetapi karena ia bertobat dan menjadi percaya! Ini ditunjukkan oleh:

1Tim 1:14 - “Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus”.

1Tim 1:16 - “Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaranNya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepadaNya dan mendapat hidup yang kekal”.

Yang dipersoalkan oleh 1Tim 1:13 itu bukan ketidakpercayaan Paulus tetapi penghujatan Paulus. Penghujatannya bisa diampuni (pada saat ia percaya kepada Yesus) dan tidak dianggap sebagai penghujatan terhadap Roh Kudus yang tidak bisa diampuni (bdk. Mat 12:31-32), karena ia melakukan hal itu di dalam ketidaktahuan.

Tentang orang-orang yang mengejak / menghina kebenaran / Firman Tuhan, Pulpit Commentary berkata: “For the most part God allows them to escape punishment in this world, but now and then he signally vindicates his honour in the sight of all, by a manifest judgment upon the scoffers. ... Let men see to it that they provoked him not by ‘speaking unadvisedly with their lips.’ If they cannot receive his Word and hold fast his truth, let them at least ‘keep still silence,’ refrain themselves, and not draw down his vengeance upon them by profane scoffs and idle jesting” [= Pada umumnya Allah membiarkan mereka lolos dari hukuman dalam dunia ini, tetapi kadang-kadang Ia mempertahankan kehormatanNya dengan cara yang menyolok dalam pandangan semua, melalui penghukuman yang nyata / jelas terhadap para pengejek. ... Biarlah manusia melihatnya sehingga mereka tidak membuatNya marah dengan ‘berbicara secara tidak bijaksana dengan bibir mereka’. Jika mereka tidak bisa menerima FirmanNya dan memegang kebenaranNya, hendaklah mereka setidaknya ‘tetap berdiam diri’, menahan diri mereka sendiri, dan tidak menurunkan pembalasanNya kepada diri mereka oleh ejekan yang tidak sopan dan lelucon yang tak berguna] - hal 151-152.

Kesimpulan / penutup.

1) Tuhan punya waktu dan caraNya sendiri untuk menolong anak-anakNya dari penderitaan.

Karena itu sabarlah menanti pertolongan Tuhan.

2) Firman Tuhan pasti terjadi / tergenapi, karena itu janganlah tidak percaya atau mengejek Firman Tuhan.

-AMIN-

14).II Raja-raja 8:1-6

I) Nubuat dan perintah (ay 1).

1) Elisa menubuatkan kelaparan (ay 1).

a) Nubuat ini (dan seluruh penggenapannya - 8:1-6) mungkin tidak terjadi sesudah pasal 5-7, tetapi sebelumnya.

Dalam terjemahan KJV ada kata ‘then’ (= lalu / kemudian) pada awal 8:1, sehingga seolah-olah menunjukkan bahwa nubuat / peristiwa dalam 8:1-6 ini terjadi setelah pasal 5-7. Tetapi sebetulnya kata ‘then’ ini tidak ada.

Ay 1 (KJV): ‘Then spake Elisha unto the woman, whose son he had restored to life’ (= Lalu / kemudian berbicaralah Elisa kepada perempuan itu, yang anaknya ia hidupkan kembali).

Pulpit Commentary: “There is no ‘then’ in the original, of which the simplest rendering would be, ‘And Elisha spake unto the woman,’ etc. The true sense is, perhaps, best brought out by the Revised Version, which gives the following: Now Elisha had spoken unto the woman, etc. The reference is to a time long anterior to the siege of Samaria” (= Tidak ada ‘lalu / kemudian’ dalam bahasa aslinya, tentang mana terjemahan yang paling sederhana adalah ‘Dan Elisa berbicara kepada perempuan itu’, dst. Mungkin arti yang benar dikeluarkan oleh Revised Version, yang memberikan sebagai berikut: Elisa telah berbicara kepada perempuan itu, dst. Ini menunjuk pada suatu masa lama sebelum pengepungan terhadap Samaria) - hal 164.

Tetapi apa dasarnya untuk mengatakan bahwa nubuat / peristiwa dalam 8:1-6 ini sudah terjadi sebelum pasal 5? Ada beberapa alasan:

1. Dalam 4:38 sudah dibicarakan adanya kelaparan pada masa pemerintahan Yoram, dan mungkin itu sama dengan yang dinubuatkan dalam ay 1 ini.

2. Dalam cerita ini Gehazi masih menjadi bujang Elisa (ay 4).

Ay 4: ‘Raja sedang berbicara kepada Gehazi, bujang abdi Allah itu’.

Pulpit Commentary: “It has been reasonably concluded from this, that chronological order is not observed in the portion of the narrative which treats of Elisha and his doings, since a king of Israel would scarcely be in familiar conversation Allah a leper (Keil). It may be added that Gehazi can scarcely have continued to be the servant of Elisha, as he evidently now was, after his leprosy. He must have dwelt ‘without the gate.’” [= Adalah masuk akal untuk menyimpulkan dari sini bahwa urut-urutan khronologis tidak diperhatikan dalam bagian cerita yang membahas Elisa dan apa yang ia lakukan, karena seorang raja Israel tidak mungkin bercakap-cakap secara akrab dengan seorang penderita kusta (Keil). Bisa ditambahkan bahwa setelah ia terkena kusta, Gehazi tidak mungkin tetap menjadi pelayan Elisa, seperti yang kelihatan saat ini. Ia harus tinggal ‘di luar pintu gerbang’] - hal 164-165.

Pulpit Commentary: “In chronological order this narrative seems to precede the cure of Naaman, while Gehazi was still the servant of the prophet” (= Dalam urutan khronologis cerita ini kelihatannya mendahului penyembuhan Naaman, pada saat Gehazi masih tetap merupakan pelayan / bujang sang nabi) - hal 183.

Barnes’ Notes: “The famine here recorded, and the conversation of the monarch with Gehazi, must have been anterior to the events related in ch. 5 - since we may be sure that a king of Israel would not have entered into familiar conversation with a confirmed leper. The writer of Kings probably collected the miracles of Elisha from various sources, and did not always arrange them chronologically. Here the link of connexion is to be found in the nature of the miracle. As Elisha on one occasion prophesied plenty, so on another he had prophesied a famine” [= Kelaparan yang dicatat di sini, dan percakapan antara sang raja dengan Gehazi, pasti terjadi lebih dulu dari peristiwa yang diceritakan dalam pasal 5 - karena kita bisa yakin bahwa seorang raja Israel tidak akan masuk ke dalam suatu pembicaraan yang akrab dengan seorang yang dipastikan sebagai seorang penderita kusta. Penulis Raja-raja mungkin mengumpulkan mujijat-mujijat Elisa dari berbagai sumber, dan tidak selalu mengatur mereka secara khronologis. Di sini hubungannya didapatkan dalam sifat dari mujijatnya. Jika Elisa pada saat tertentu menubuatkan kelimpahan (7:1), maka pada saat yang lain ia telah menubuatkan kelaparan (8:1)] - hal 246.

Tetapi Adam Clarke (hal 506-507) menganggap bahwa cerita dalam 8:1-6 ini memang terjadi setelah Gehazi menderita kusta. Ia beranggapan bahwa Yoram begitu ingin tahu tentang mujijat-mujijat yang dilakukan oleh Elisa sehingga ia mengabaikan kusta dari Gehazi dan tetap mau berbicara dengannya sekalipun ia kena kusta.

Matthew Poole: “Possibly this might happen before the history of Naaman, chap. 5, or at least before the siege of Samaria, chap. 6, but this is not certain” (= Mungkin ini terjadi sebelum sejarah / cerita Naaman, pasal 5, atau setidaknya sebelum pengepungan Samaria, pasal 6, tetapi ini tidak pasti) - hal 732.

Poole menganggap bahwa raja bicara dengan orang kusta merupakan sesuatu yang mungkin terjadi, selama mereka bicara pada jarak yang aman. Bandingkan dengan 2Raja 7:8 Mat 8:2 Luk 17:12.

b) Elisa menubuatkan apa yang telah ditentukan Allah dalam rencanaNya.

Ay 1b: ‘Tuhan telah mendatangkan kelaparan’.

KJV/RSV/NASB: ‘The Lord hath / has called for a famine’ (= Tuhan telah memanggil / menghendaki suatu kelaparan).

NIV: ‘The Lord has decreed a famine’ (= Tuhan telah menetapkan suatu kelaparan).

Pulpit Commentary: “The phrase, ‘God hath called for a famine,’ means no more and no less than ‘God has determined that there shall be a famine.’ With God to speak the word is to bring about the event.” [= Ungkapan ‘Allah memanggil / menghendaki suatu kelaparan’, artinya adalah ‘Allah telah menentukan bahwa di sana akan ada suatu kelaparan’. Bagi Allah mengatakan suatu firman adalah sama dengan menyebabkan peristiwa itu terjadi.] - hal 164.

Kalau ini memang diartikan ‘menentukan’ / ‘menetapkan’, maka ini menunjukkan bahwa kalau sesuatu dinubuatkan, maka itu menunjukkan bahwa hal itu sudah lebih dulu ditentukan dalam Rencana Allah.

Memang kalau Tuhan menubuatkan tentang akan terjadinya suatu hal tertentu, maka itu tidak hanya menunjukkan bahwa Ia tahu bahwa hal-hal itu akan terjadi, tetapi itu menunjukkan bahwa Ia sudah lebih dulu menentukan terjadinya hal itu. Ini terbukti dari:

1. Perbandingan Mat 26:24 dengan Luk 22:22.

Mat 26:24 - “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan”.

Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan”.

Kedua ayat ini paralel dan sama-sama berbicara tentang pengkhianatan Yudas, tetapi kalau Mat 26:24 mengatakan bahwa hal itu ‘sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia’, yang hanya menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah dinubuatkan, maka Luk 22:22 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘seperti yang telah ditetapkan’, yang menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah ditetapkan oleh Allah dalam kekekalan.

2. Perbandingan Kis 2:23 Kis 3:18 dan Kis 4:27-28.

Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka”.

Kis 3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus menderita”.

Kis 4:27-28 - “Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu”.

Semua ayat di atas ini berbicara tentang penderitaan / penyaliban yang dialami oleh Kristus. Tetapi kalau Kis 3:18 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘menggenapi apa yang telah difirmankannya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya’, yang hanya menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah dinubuatkan, maka Kis 2:23 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘menurut maksud dan rencanaNya’ dan Kis 4:28 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu’, yang jelas menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah ditentukan oleh Allah dalam kekekalan.

3. Yes 46:10-11 - “yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya”.

Perhatikan bahwa dalam Yes 46:10a dikatakan bahwa Tuhan ‘memberitahukan’, tetapi dalam Yes 46:10b-11a dikatakan bahwa itu adalah ‘keputusanKu’, ‘kehendakKu’, dan ‘putusanKu’. Selanjutnya Yes 46:11b terdiri dari 2 kalimat paralel yang sebetulnya memaksudkan hal yang sama, tetapi kalimat pertama menggunakan istilah ‘mengatakannya’, yang hanya menunjukkan nubuat Allah, sedangkan kalimat kedua menggunakan istilah ‘merencanakannya’, yang jelas menunjuk pada rencana / ketetapan Allah.

4. Yer 4:28 - “Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan tidak akan mundur dari pada itu”.

Ayat ini baru mengatakan ‘Aku telah mengatakannya’ dan lalu langsung menyambungnya dengan ‘Aku telah merancangnya’. Ini jelas menunjukkan bahwa Tuhan mengatakan sesuatu kepada nabi-nabi (yang lalu dinubuatkan oleh para nabi itu), karena Tuhan telah merancang / merencanakannya.

5. Amos 3:7 - “Sungguh, Tuhan Allah tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusanNya kepada hamba-hambaNya, para nabi”.

Ayat ini menunjukkan secara jelas bahwa apa yang dinyatakan oleh Tuhan kepada pada nabi (dan lalu dinubuatkan oleh nabi-nabi itu) adalah keputusanNya [NIV: his plan (= rencanaNya)].

6. Rat 2:17a - “TUHAN telah menjalankan yang dirancangkanNya, Ia melaksanakan yang difirmankanNya”.

Bagian akhir dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan melaksanakan yang difirmankanNya / dinubuatkanNya; tetapi bagian awal dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan menjalankan yang dirancangkanNya. Jelas bahwa apa yang dinubuatkan adalah apa yang dahulu telah dirancangkanNya.

7. Rat 3:37 - “Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya?”.

NIV: ‘Who can speak and have it happen if the Lord has not decreed it’ (= Siapa yang bisa berbicara dan membuatnya terjadi jika Tuhan tidak menetapkannya?).

8. Yes 28:22b - “sebab kudengar tentang kebinasaan yang sudah pasti yang datang dari Tuhan ALLAH semesta alam atas seluruh negeri itu”.

NIV: ‘The Lord, the LORD Almighty, has told me of the destruction decreed against the whole land’ (= Tuhan, TUHAN yang mahakuasa, telah memberitahu aku tentang kehancuran yang telah ditetapkan terhadap seluruh negeri itu).

Ini jelas menunjukkan bahwa kehancuran yang oleh Tuhan diberitahukan kepada Yesaya, dan lalu dinubuatkan oleh Yesaya, merupakan ketetapan Allah (decree of God)

Jadi, dari semua contoh-contoh ini jelaslah bahwa kalau dalam Kitab Suci dinubuatkan sesuatu, itu tidak sekedar berarti bahwa Allah hanya tahu lebih dulu bahwa hal itu akan terjadi (foreknowledge) dan lalu memberitahukan hal itu kepada manusia, tetapi itu berarti bahwa Allah sudah menetapkan lebih dulu akan hal itu (foreordination) dan lalu memberitahukannya kepada manusia! Dengan demikian jelas bahwa ayat-ayat dalam Kitab Suci yang seakan-akan hanya memberitahukan akan adanya dosa-dosa tertentu, sebetulnya menunjukkan bahwa dosa-dosa tertentu itu sudah ditetapkan dan karenanya harus terjadi!

c) Ini menunjukkan bahwa semua bencana / penderitaan terjadi karena kehendak / rencana dan pengaturan Allah.

Matthew Poole: “This expression intimates that all afflictions are sent by God, and comes at his call or command” (= Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa semua penderitaan dikirim oleh Allah, dan datang karena panggilan / kehendakNya atau perintahNya) - hal 732.

Dasar Kitab Suci yang lain tentang hal ini:

· Pkh 7:14 - “Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya”.

· Yes 45:6b-7 - “Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain, yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini”.

· Rat 3:37-38 - “Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya? Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar apa yang buruk dan apa yang baik?”.

· Amos 3:6 - “Adakah sangkakala ditiup di suatu kota, dan orang-orang tidak gemetar? Adakah terjadi malapetaka di suatu kota, dan TUHAN tidak melakukannya?”.

d) Kelaparan itu akan terjadi selama 7 tahun (ay 1).

Ini 2 kali panjangnya / lamanya kekeringan / kelaparan pada jaman Elia (bandingkan dengan 1Raja 17:1 Yak 5:17). Penambahan beratnya hukuman seperti ini memang benar dan juga masuk akal, karena bangsa Israel tetap keras kepala / tegar tengkuk. Bandingkan dengan Im 26:21,23-24,27-28 - “Jikalau hidupmu tetap bertentangan dengan Daku dan kamu tidak mau mendengarkan Daku, maka Aku akan makin menambah hukuman atasmu sampai tujuh kali lipat setimpal dengan dosamu. ... Jikalau kamu dalam keadaan yang demikianpun tidak mau Kuajar, dan hidupmu tetap bertentangan dengan Daku, maka Akupun akan bertindak melawan kamu dan Aku sendiri akan menghukum kamu tujuh kali lipat karena dosamu, ... Dan jikalau kamu dalam keadaan yang demikianpun tidak mendengarkan Daku, dan hidupmu tetap bertentangan dengan Daku, maka Akupun akan bertindak keras melawan kamu dan Aku sendiri akan menghajar kamu tujuh kali lipat karena dosamu”.

Catatan:

1. Kelihatannya bilangan ‘tujuh’ dalam bagian ini tidak berarti secara hurufiah.

2. Text ini merupakan suatu ancaman. Kalau seseorang berdosa dan Tuhan menghukum / menghajarnya dan ia tidak mau bertobat, maka Tuhan akan menambah beratnya hukuman / hajaran / penderitaannya!

2) Elisa menyuruh perempuan Sunem untuk mengungsi karena akan adanya kelaparan tersebut (ay 1).

a) Kaya tetapi mengungsi?

Perempuan Sunem itu disuruh mengungsi, sekalipun ia adalah orang kaya (4:8-10)! Ini menunjukkan kelaparan itu pasti sangat hebat. Tetapi mungkin sekali saat ini ia sudah menjadi janda, dan ada yang bahkan mengatakan bahwa sekarang ia relatif miskin. Memang ketaatan tidak menjamin seseorang bisa menjadi kaya atau tetap kaya!

Pulpit Commentary: “It is conjectured by some that the woman had become a widow, and fallen into the comparative poverty; but the narrative gives no indication of this. Even opulent persons have to migrate in times of severe dearth” (= Di duga oleh sebagian orang bahwa perempuan ini telah menjadi seorang janda, dan secara relatif menjadi miskin; tetapi cerita ini tidak memberikan petunjuk tentang hal ini. Bahkan orang-orang kaya harus pindah pada masa kekurangan yang hebat) - hal 164. Contoh: Yakub, yang pada saat itu jelas adalah orang kaya (Kej 30:43 33:11), juga harus mengungsi ke Mesir pada 7 tahun kelaparan (Kej 45-46).

Saya setuju bahwa orang kaya juga kadang-kadang harus mengungsi pada masa kelaparan, tetapi saya juga berpendapat bahwa dari tidak disebutkannya suami si perempuan Sunem, mungkin bisa disimpulkan bahwa suaminya memang sudah mati / ia memang sudah menjadi janda. Keadaannya sama seperti Maria, ibu Yesus, dalam Perjanjian Baru. Pada saat Yusuf tak pernah disebut-sebut lagi, mungkin Yusuf sudah mati. Tetapi apakah perempuan Sunem ini menjadi miskin atau tidak, itu sukar untuk dipastikan.

b) Perempuan Sunem itu boleh mengungsi kemana saja, tempatnya tidak ditentukan oleh Tuhan / Elisa (ay 1 - ‘tinggallah dimana saja’).

c) Perintah Tuhan kepada perempuan Sunem ini untuk mengungsi menunjukkan bahwa Tuhan memperhatikan setiap anakNya dalam persoalan kebutuhan hidupnya / kesejahteraannya!

Pulpit Commentary: “1. The good are often sharers in the calamities of the wicked. This famine was no doubt sent on Israel as a punishment for sin. ... And in distresses brought upon the world by sin God’s people are often sharers. The innocent are involved in the sufferings of the guilty (Ezek. 21:3,4). This lady of Shunem, now probably a widow, is compelled, by the approach of famine, to abandon home and lands and rural comfort for a sojourn among idolaters. 2. The good, notwithstanding, are marvellously protected against the calamities of the wicked” [= 1. Orang baik sering ikut ambil bagian dalam bencana-bencana orang jahat. Tidak diragukan bahwa kelaparan ini dikirimkan kepada Israel sebagai hukuman untuk dosa. ... Dan dalam kesukaran / kesusahan yang dibawa kepada dunia oleh dosa, seringkali umat Allah juga ikut mengalaminya. Orang yang tak bersalah terlibat dalam penderitaan orang yang bersalah (Yeh 21:3,4). Perempuan Sunem ini, sekarang mungkin adalah seorang janda, oleh mendekatnya kelaparan, terpaksa meninggalkan rumah dan tanah dan kesenangan hidup di pedesaan, dan tinggal untuk sementara di antara para penyembah berhala. 2. Meskipun demikian, orang baik dilindungi secara mengagumkan terhadap bencana-bencana orang jahat] - hal 183.

Yeh 21:3-4 - “Katakanlah kepada tanah Israel: Beginilah firman TUHAN: Lihat, Aku akan menjadi lawanmu dan akan mencabut pedangKu dari sarungnya dan melenyapkan dari tengah-tengahmu orang benar dan orang fasik. Oleh karena Aku hendak melenyapkan dari tengah-tengahmu orang benar dan orang fasik, maka pedangKu akan terhunus dari sarungnya terhadap semua manusia dari selatan sampai utara”.

Penjelasan: kalau penafsir ini mengatakan bahwa orang baik ikut mengalami bencana orang jahat, tetapi mereka dilindungi terhadap bencana orang jahat itu, ini bukan kontradiksi. Maksudnya adalah bahwa memang orang baik itu akan ikut mengalami penderitaan, tetapi di tengah-tengah penderitaan itu ada pertolongan Tuhan.

Penerapan: kalau dalam kehidupan saudara kelihatannya Tuhan tidak mempedulikan kesejahteraan saudara, dalam arti saudara terus tidak tercukupi kebutuhannya, maka mungkin sekali saudara bukanlah anak Tuhan, atau ada yang salah dengan kehidupan saudara. Tuhan tidak mungkin memungkiri janjiNya, misalnya yang Ia berikan dalam Mat 6:33 - “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”.

Dosa dalam persoalan ini bisa macam-macam misalnya:

1. Tidak memberikan persembahan persepuluhan atau tidak setia dalam memberikan persembahan persepuluhan.

2Kor 9:6 - “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga”.

Dalam persoalan memberi tirulah jemaat-jemaat Makedonia yang diceritakan oleh Paulus dalam 2Kor 8:1-5 - “Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia. Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan. Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus. Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami”.

2. Penggunaan uang secara tidak bertanggung jawab. Ini menyebabkan gaji yang seharusnya cukup menjadi tidak cukup. Tentu bukan Tuhan yang salah!

3. Tidak mau melayani / memberitakan Injil.

II) Ketaatan perempuan Sunem dan akibatnya (ay 2-3,5).

1) Perempuan Sunem ini taat (ay 2).

Ini merupakan sesuatu yang luar biasa, karena bisa saja perempuan Sunem ini minta bukti / tanda bahwa memang akan terjadi kelaparan. Perlu diketahui bahwa sekalipun ay 1b menggunakan bentuk lampau (‘Tuhan telah mendatangkan kelaparan’), tetapi ini merupakan sesuatu yang sering terjadi pada pemberian nubuat. Untuk menunjukkan bahwa hal itu pasti terjadi, maka digunakan bentuk lampau, padahal hal itu belum terjadi.

Juga perempuan Sunem itu bisa saja berpikir bahwa di tempat lain mungkin juga akan mengalami hal yang sama. Atau ia bisa berlambat-lambat seperti Lot dan keluarganya pada waktu disuruh meninggalkan Sodom dan Gomora (Kej 19:16).

Bahwa ia tidak melakukan semua ini, tetapi langsung taat, menunjukkan imannya yang hebat pada firman Tuhan.

Pulpit Commentary: “It was an act of faith on the part of the Shunammite to take this step, for she had nothing to go upon in regard to this famine but the prophet’s bare word” (= Dari sudut perempuan Sunem itu, adalah merupakan tindakan iman untuk melakukan langkah itu, karena ia tidak mempunyai alasan untuk berpindah sehubungan dengan kelaparan ini, kecuali semata-mata kata-kata sang nabi) - hal 183.

2) Ia mengungsi di negeri orang Filistin (ay 2).

Mengapa ia tidak memilih Yehuda atau negara lain tetapi Filistin?

a) Mungkin karena Filistin lebih makmur dari Yehuda / negara lain.

Filistin terletak dipantai Barat (sebelah Barat Daya dari Sunem). Karena terletak di pantai, maka banyak uap air dari laut yang memberikan embun dan hujan, yang menyebabkan negeri ini sangat subur.

Pulpit Commentary: “Philistia was a great grain country ..., and, though not altogether exempt from famine, was less exposed to it than either Judea or Samaria. The soil was exceedingly fertile, and the vapours from the Mediterranean descended upon it in dews and showers, when their beneficial influence was not felt further inland” (= Filistin adalah negeri padi / gandum ... , dan sekalipun tidak sepenuhnya bebas dari kelaparan, tetapi tidak separah Yudea atau Samaria. Tanahnya sangat subur, dan uap air dari Laut Tengah turun ke negeri itu dalam embun dan hujan, pada waktu pengaruhnya yang bermanfaat tidak terasa di negeri yang letaknya lebih jauh dari pantai) - hal 164.

Matthew Poole: “this land, though bordering upon Israel, was free from this famine, that it might appear that this was a special hand and judgment of God upon the Israelites for their idolatry” (= negeri ini, sekalipun berbatasan dengan Israel, bebas dari kelaparan, sehingga bisa terlihat bahwa ini merupakan tangan dan penghakiman khusus dari Allah kepada orang Israel karena penyembahan berhala mereka) - hal 732.

Kalau saudara bertanya: mengapa Filistin tidak dihajar / dihukum juga padahal mereka juga menyembah berhala? Jawabnya: Filistin tidak dihajar karena bukan umat Tuhan. Bandingkan dengan 1Pet 4:17-18 yang mengatakan bahwa penghakiman dimulai pada gereja!

1Pet 4:17-18 - “Karena sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai, dan pada rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi. Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Allah? Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?”.

Tetapi memang akan ada saatnya bahwa orang di luar gereja juga akan dihukum oleh Tuhan. Kalau bukan di dunia ini, pastilah di dunia yang akan datang!

b) Mungkin Yehuda juga terkena kelaparan itu, seperti yang dikatakan Pulpit Commentary di atas.

Poole (hal 732) mengatakan bahwa mungkin ia takut kalau ke Yehuda akan membuat marah Yoram (karena Yehuda boleh dikatakan merupakan saingan dari Israel).

Kalau ini benar, maka ini merupakan sesuatu yang lucu. Seharusnya kalau ada rakyatnya yang harus pindah, Yoram harus lebih senang kalau rakyatnya pindah ke Yehuda (yang menyembah Yahweh), dari pada ke Filistin (yang merupakan negeri penyembah berhala). Tetapi persaingan dengan Yehuda / ketidaksenangan terhadap Yehuda menyebabkan ia bersikap sebaliknya. Hal seperti ini juga ada pada jaman sekarang. Ada pendeta, yang kalau jemaatnya harus pindah, lebih senang kalau jemaat tersebut pindah ke gereja yang brengsek, atau bahkan pindah ke agama lain, dari pada kalau jemaat tersebut pindah ke gereja yang bagus tetapi merupakan gereja yang tidak ia senangi / gereja saingan baginya.

3) Begitu masa kelaparan selesai perempuan Sunem itu langsung pulang (ay 3).

Pulpit Commentary: “She stayed no longer than she could help. Her own land, where she could have the ministration of a ‘man of God’ (ch. 4:23), was dear to her: and no sooner had the famine abated than she returned to it” [= Ia tidak tinggal lebih lama dari yang bisa ia lakukan. Negerinya sendiri, dimana ia bisa mendapatkan pelayanan ‘abdi Allah’ (4:23), sangat ia sayangi: dan begitu kelaparan berkurang / mereda ia kembali ke negerinya] - hal 164.

Renungkan: apakah saudara juga mempunyai kerinduan seperti itu?

4) Sampai di negerinya sendiri, ia menjumpai kesukaran / problem.

Ay 3b: ‘mengadukan perihal rumahnya dan ladangnya kepada raja’.

Rupanya pada waktu ia mengungsi selama 7 tahun, rumah dan ladangnya diambil orang lain, dan sekarang orang itu tidak mau mengembalikannya kepada si perempuan Sunem. Memang janda-janda sangat rentan terhadap penindasan seperti itu, dan ini terlihat dari 2 text di bawah ini.

Yes 10:1-2 - “Celakalah mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak adil, dan mereka yang mengeluarkan keputusan-keputusan kelaliman, untuk menghalang-halangi orang-orang lemah mendapat keadilan dan untuk merebut hak orang-orang sengsara di antara umatKu, supaya mereka dapat merampas milik janda-janda, dan dapat menjarah anak-anak yatim!”.

Mark 12:38-40 - “Dalam pengajaranNya Yesus berkata: ‘Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.’”.

Juga adanya penyerobot tanah dibicarakan dalam Yes 5:8 - “Celakalah mereka yang menyerobot rumah demi rumah dan mencekau ladang demi ladang, sehingga tidak ada lagi tempat bagi orang lain dan hanya kamu sendiri yang tinggal di dalam negeri!”.

Pulpit Commentary: “On this subject Dr. Thomson says, in ‘The Land and the Book,’ ‘It is still common for even petty sheiks to confiscate the property of any person who is exiled for a time, or who moves away temporarily from his districts. Especially is this true of widows and orphans, and the Shunammite was now a widow. And small is the chance to such of having their property restored, unless they can secure the mediation of some one more influential than themselves” [= Dalam persoalan ini Dr. Thomson berkata dalam buku ‘Negeri (Kanaan / Israel) dan Alkitab’, ‘Adalah tetap merupakan sesuatu yang umum bagi kepala-kepala desa kecil untuk menyita harta / milik dari orang yang dibuang / diasingkan untuk sementara waktu, atau yang pindah untuk sementara waktu dari daerahnya. Ini khususnya benar tentang janda-janda dan anak-anak yatim, dan sekarang perempuan Sunem ini adalah seorang janda. Dan kemungkinannya kecil bagi orang-orang seperti itu untuk mendapatkan harta / milik mereka kembali, kecuali mereka bisa mendapatkan penengahan dari orang yang lebih berpengaruh dari pada mereka sendiri] - hal 176.

Pulpit Commentary: “This woman actually did suffer by her prompt obedience. She escaped the famine, indeed, but she lost her land. ... We may incur loss from a worldly point of view by obeying a command of God. But which do we prefer - the loss of a few pounds, or the loss of our heavenly Father’s smile? Even if we do lose by it - it is best to do the will of God, to follow in the footsteps of Jesus” (= Perempuan ini betul-betul menderita oleh ketaatannya yang langsung. Ia memang lolos dari kelaparan, tetapi ia kehilangan tanahnya. ... Dari sudut pandang dunia kita bisa mendapatkan kerugian oleh ketaatan pada perintah Allah. Tetapi yang mana yang kita pilih - kehilangan beberapa pound, atau kehilangan senyum Bapa surgawi kita? Bahkan jika kita betul-betul kehilangan / mengalami kerugian oleh ketaatan itu - merupakan hal yang terbaik untuk melakukan kehendak Allah, untuk mengikuti langkah-langkah Yesus) - hal 176.

Penerapan: maukah saudara taat sekalipun ketaatan itu membawa penderitaan?

III) Pengaturan dan pertolongan Tuhan.

1) Yoram ingin tahu tentang mujijat-mujijat yang telah dilakukan Elisa, dan untuk itu ia memanggil Gehazi, dan lalu memintanya untuk menceritakan hal itu kepadanya (ay 4).

Mengapa Yoram tidak bertanya kepada Elisa sendiri? Karena:

a) Hubungannya dengan Elisa tidak terlalu baik; Elisa jelas tidak terlalu senang dengan raja yang setengah bertobat ini.

b) Elisa sendiri mungkin tidak akan mau menceritakan kehebatannya dalam melakukan mujijat.

2) Perempuan Sunem datang untuk mengadukan perkaranya kepada raja, persis pada saat Gehazi sedang menceritakan pembangkitan anak perempuan Sunem oleh Elisa.

Dari kata ‘segala perbuatan besar’ pada ay 4b, bisa dipastikan bahwa Gehazi menceritakan banyak mujijat yang dilakukan oleh Elisa. Dan salah satu mujijat yang ia ceritakan adalah pembangkitan anak perempuan Sunem yang terjadi dalam 4:18-37. Dan pada saat ia sedang menceritakan cerita itu, datanglah si perempuan Sunem mengadukan persoalannya, dan Gehazi langsung berkata kepada Yoram: ‘Ya tuanku raja! Inilah perempuan itu dan inilah anaknya yang dihidupkan Elisa’ (ay 5).

Secara manusia, semua ini kelihatannya kebetulan. Kebetulan Yoram sedang ingin tahu tentang mujijat-mujijat Elisa, kebetulan ia memanggil Gehazi dan Gehazinya bisa datang, dan kebetulan Gehazi sedang menceritakan cerita pembangkitan anak perempuan Sunem, dan sebagainya. Tetapi betulkah semua itu kebetulan? Bagi Allah yang berdaulat, yang menetapkan dan mengatur segala sesuatu dalam arti kata yang semutlak-mutlaknya, tidak ada barang kebetulan.

Pulpit Commentary: “The coincidence can scarcely have been accidental. Divine providence so ordered matters that, just when the king’s interest in the woman was most warm, she should appear before him to urge her claim. At another time, Jehoram would, it is probable, have been but slightly moved by her complaint. Under the peculiar circumstances, he was deeply moved, and at once granted the woman the redress for which she asked” (= Kejadian yang terjadinya bersamaan ini tidak mungkin merupakan kebetulan. Providensia ilahi mengatur hal-hal sedemikian rupa sehingga, persis pada saat perhatian sang raja terhadap perempuan ini paling hangat, perempuan ini muncul di hadapannya untuk menyatakan permohonannya. Andaikata itu terjadi pada saat yang berbeda, mungkin sekali Yoram tidak akan tergerak oleh keluhan perempuan itu. Tetapi dalam keadaan khusus seperti itu, ia sangat tergerak, dan segera mengabulkan ganti rugi yang diminta perempuan itu) - hal 165.

Pulpit Commentary: “We may learn from the entire narrative, (1) that our lives are divinely ordered; (2) that nothing happens to us by mere chance; (3) that events which seems to us, at the time when they happen, of the least possible importance, may be necessary links in the chain which Divine providence is forging for the ordering of our lives, and for the working out through them of the Divine purposes” [= Dari seluruh cerita ini kita bisa belajar (1) bahwa hidup kita diatur secara ilahi; (2) bahwa tidak ada yang terjadi kepada kita sekedar karena kebetulan; (3) bahwa peristiwa-peristiwa yang pada saat terjadi kelihatannya sangat tidak penting bisa merupakan mata rantai yang penting dalam rantai yang ditempa / dibentuk oleh providensia Ilahi untuk mengatur kehidupan kita, dan untuk melaksanakan rencana Ilahi melalui hal-hal itu] - hal 172.

3) ‘Kebetulan’ yang merupakan pengaturan Allah ini menyebabkan Yoram mengabulkan permintaan si perempuan Sunem dan ia memerintahkan supaya rumah dan ladang si perempuan Sunem dikembalikan, bahkan beserta hasil tanah itu selama 7 tahun. Ini boleh dikatakan merupakan hukuman bagi si penyerobot tanah secara tidak sah itu.

Pulpit Commentary: “English law lays down the same rule in cases of unlawful possession for which there is no valid excuse” (= Hukum Inggris memberikan peraturan yang sama dalam kasus-kasus pemilikan untuk mana di sana tidak ada alasan yang sah) - hal 165.

Pulpit Commentary: “The Shunammite had not suffered, after all, by her obedience. ‘No one hath forsaken houses, or lands, or father, or mother, or friends, ... but he shall receive an hundredfold more in this life, and in the world to come life everlasting.’” (= Akhirnya perempuan Sunem ini tidak menderita oleh ketaatannya. ‘Tak seorangpun yang telah meninggalkan rumahnya, atau bapanya, atau ibunya, atau teman-temannya, ... tetapi ia akan menerima 100 x lipat dalam hidup ini, dan hidup kekal dalam dunia yang akan datang’) - hal 177. Bandingkan dengan Mark 10:28-30.

Mungkin tadinya pada waktu perempuan Sunem ini mendapati rumah dan ladangnya diambil orang, ia bertanya-tanya: ‘Apakah Allah, yang memelihara aku selama 7 tahun di Filistin, tidak bisa menjaga rumah dan ladangku, padahal aku menggunakan rumahku untuk tempat menginap Elisa?’ (2Raja 4:8-11). Tetapi sekarang ia melihat bahwa Allah memang menjaga rumah dan ladangnya sedemikian rupa sehingga pada waktu ia kembali ia bisa menerimanya kembali beserta hasilnya!

Kesimpulan / penutup.

Ketaatan memang bisa menimbulkan problem. Tetapi Tuhan mengatur segala sesuatu untuk kebaikan kita, dan karena itu marilah kita tetap setia dalam ketaatan kita kepadaNya.

-AMIN-

15).II Raja-raja 8:7-15

I) Elisa dan pertanyaan Benhadad.

1) Elisa pergi ke Damsyik, ibukota Aram (ay 7).

Ia mungkin diperintahkan oleh Tuhan untuk mengurapi Hazael menjadi raja.

Pulpit Commentary: “Elisha had come to Damascus, probably sent thither by God to carry out in spirit the commission given long before to Elijah (1Kings 19:15)” [= Elisa telah datang ke Damsyik, mungkin dikirim ke sana oleh Allah untuk melaksanakan dalam roh perintah yang diberikan lama sebelumnya kepada Elia (1Raja 19:15)] - hal 185.

Bagaimanapun ini merupakan tindakan yang berani, mengingat tadinya Benhadad sangat memusuhinya (1Raja 6:11-13).

2) Benhadad yang sedang sakit mengutus Hazael untuk pergi kepada Elisa dan menanyakan tentang penyakitnya (ay 7b-9).

a) Apa yang menyebabkan Benhadad mau bertanya kepada Elisa?

Saya berpendapat bahwa ada 2 penyebab:

1. Penyebab pertama adalah kemampuan Elisa untuk melakukan mujijat-mujijat.

Seorang penafsir dari Pulpit Commentary mengatakan (hal 166) bahwa mujijat-mujijat yang dilakukan oleh Elisa menyebabkan orang Syria / Aram, mulai mempercayai Yahweh, dan menganggap Elisa sebagai nabi yang benar. Iman mereka kepada agama mereka pasti setidaknya melemah karena adanya keyakinan yang baru ini. Pulpit menambahkan bahwa ini merupakan persiapan bagi mereka untuk menerima kekristenan nanti. Dan memang kekristenan ada di Syria sejak sangat awal (bandingkan dengan Kis 11:26 - Antiokhia ada di Syria / Aram).

Saya agak meragukan kebenaran bagian terakhir dari kata-kata ini mengingat bahwa setelah ini Hazael menjadi raja Aram dan ia justru berperang melawan Israel (2Raja 10:32-33 13:3-7), dan bahkan juga dengan Yehuda (2Raja 12:17-18).

2. Penyebab kedua adalah penyakit yang ia derita.

2 orang penafsir lain dari Pulpit Commentary mengatakan (hal 172,177) bahwa penyakit yang diderita oleh Benhadadlah yang menyebabkan ia merendahkan diri seperti itu.

Pulpit Commentary: “It is wonderful how ready men are to forsake God when they are well, and to seek his help when they are in sickness or trouble” (= Merupakan sesuatu yang sangat hebat betapa siapnya manusia untuk meninggalkan Allah pada saat mereka sehat, dan untuk mencari pertolonganNya pada saat mereka sakit atau ada dalam kesukaran) - hal 177.

Pulpit Commentary: “His conduct is in striking contrast with Ahazia’s (ch. 1). That Israelitish king, forsaking the God of Israel, sent to inquire at an idol shrine at Ekron. Benhadad, though a Syrian and a worshipper of Rimmon, turns in his sickness from Rimmon to Jehovah” [= Tingkah lakunya sangat kontras dengan tingkah laku Ahazia (pasal 1). Raja Israel itu meninggalkan Allah Israel, dan mengirimkan orang untuk bertanya kepada kuil berhala di Ekron. Benhadad, sekalipun ia adalah seorang Aram dan seorang penyembah dewa Rimmon, berbalik dari Rimmon kepada Yehovah pada waktu ia sakit] - hal 185.

b) Pengutusan Hazael oleh Banhadad.

Pulpit Commentary memberikan komentar tentang Hazael sebagai berikut: “He was bold, bad, ambitious intriguer, who was already cherishing deep thoughts of crime against his master. Yet Benhadad seems to have trusted him. How unreliable are the friendships of the wicked! Men flatter with their tongue, but in their hearts are malice, falsehood, and selfish, ambitious designs (Ps. 5:9)” [= Ia adalah seorang yang berani, busuk, perencana secara diam-diam yang ambisius, yang sudah memikirkan pemikiran yang dalam tentang kejahatan terhadap tuannya. Tetapi Benhadad kelihatannya mempercayainya. Alangkah tak dapat dipercayanya persahabatan dari orang jahat! Orang-orang menjilat dengan lidah mereka, tetapi dalam hati mereka ada kedengkian / kebencian, kepalsuan, dan rencana-rencana yang egois dan ambisius (Maz 5:10)] - hal 185.

c) Hazael menghadap Elisa sambil membawa persembahan (ay 9).

1. Memang merupakan suatu kebiasaan, baik di kalangan orang Israel maupun kafir, untuk membawa persembahan kalau mau menanyakan sesuatu kepada seorang nabi.

2. Kata-kata ‘sebanyak muatan 40 ekor unta’ (ay 9) tidak berarti banyaknya persembahan itu sebanyak muatan yang bisa diangkut oleh 40 ekor unta.

Pulpit Commentary: “Not as much as forty camels could carry, but a gift of such a size that it was actually placed on the backs of forty camels, ... Orientals are guilty of extreme ostentation with respect to the presents that they make. As Chardin says, ‘Fifty persons often carry what a single one could have very well borne’ ... It is not unlikely that a single camel could have carried the whole” (= Tidak sebanyak yang bisa diangkut oleh 40 ekor unta, tetapi suatu pemberian dengan ukuran sedemikian rupa sehingga pemberian itu betul-betul diletakkan pada punggung dari 40 ekor unta, ... Orang Timur bersalah tentang pameran yang extrim berkenaan dengan pemberian / hadiah yang mereka berikan. Seperti dikatakan Chardin: ‘Seringkali 50 orang mengangkat apa yang bisa dipikul oleh 1 orang’ ... Bukannya tidak mungkin bahwa satu ekor unta bisa mengangkat seluruh pemberian / hadiah itu) - hal 166.

d) Ay 9: ‘anakmu Benhadad’.

Dengan menyebut dirinya sebagai anak Elisa, atau Elisa sebagai bapanya, maka Benhadad menunjukkan hormatnya kepada Elisa.

3) Jawaban / nubuat Elisa tentang Benhadad (ay 10).

a) Dalam ay 10 ini ada problem text.

Ay 10: “Jawab Elisa kepadanya: ‘Pergilah, katakanlah kepadanya: Pastilah engkau sembuh. Namun demikian, TUHAN telah memperlihatkan kepadaku, bahwa ia pasti mati (dibunuh).’”. Catatan: kata ‘dibunuh’ ini sebetulnya tidak ada.

Keil & Delitzsch mengatakan bahwa dalam bagian ini ada 2 manuscripts yang berbeda, yaitu:

1. Yang menggunakan kata Ibrani xlo (LO), yang berarti ‘not’ (= tidak).

Dengan demikian terjemahan ay 10 menjadi: “Jawab Elisa kepadanya: ‘Pergilah, katakanlah: Pastilah engkau tidak sembuh. Dan / karena TUHAN telah memperlihatkan kepadaku, bahwa ia pasti mati.’”.

2. Yang menggunakan kata Ibrani Ol (LO), yang berarti ‘to him’ (= kepadanya).

Dengan demikian terjemahannya menjadi: “Jawab Elisa kepadanya: ‘Pergilah, katakanlah kepadanya: Pastilah engkau sembuh. Namun demikian, TUHAN telah memperlihatkan kepadaku, bahwa ia pasti mati.’”.

Keil & Delitzsch mengambil arti pertama, dan salah satu alasannya adalah: Benhadad tidak pernah sembuh dari penyakitnya, karena besoknya ia mati dibunuh. Dengan demikian kalau diambil arti kedua, maka nubuat Elisa salah / tak tergenapi.

Tetapi kalau memang arti pertama yang benar, mengapa dalam ay 14 Hazael mengatakan kepada Benhadad bahwa ia akan sembuh? Keil & Delitzsch berpendapat Hazael mendustai Benhadad.

Mengingat bahwa KJV, RSV, NIV, NASB semuanya mengambil terjemahan yang kedua (tetapi NIV memberikan footnote yang memberikan terjemahan pertama), maka jelas bahwa terjemahan kedua ini memang memungkinkan. Kalau diambil terjemahan kedua ini, maka bagian pertama kalimat itu maksudnya penyakit ini bukan penyakit yang fatal, dan tidak akan membawa kematian (jadi tidak diartikan betul-betul akan sembuh). Dan bagian kedua menunjukkan bahwa ia tetap akan mati karena sebab yang lain.

b) Apakah kita mengambil terjemahan pertama atau kedua, kata-kata Elisa ini tetap merupakan kata-kata yang diucapkan apa adanya, sehingga seandainya terdengar oleh telinga Benhadad, pastilah terasa tidak menyenangkan, kasar, tidak berperasaan dan sebagainya.

Illustrasi: “Two brothers, Herbert and James, lived with their mother and a cat named Edgar. James was particularly attached to the cat, and when he had to leave town for several days, he left Herbert meticulous instruction about the pet’s care. At the end of his first day away, James telephoned his brother. ‘How is Edgar?’ he asked. ‘Edgar is dead,’ Herbert answered. There was a pause. Then James said: ‘Herbert, you’re insensitive. You know how close I was to Edgar - you should have broken the news to me slowly. When I asked about Edgar tonight, you should have said, ‘Edgar’s on the roof, but I’ve called the fire department to get him down.’ And tomorrow when I called, you could have said the firemen were having trouble getting Edgar down, but you were hopeful they would succeed. Then when I called the third time, you could have told me that the firemen had done their best, but unfortunately Edgar had fallen off the roof and was at the veterinarian’s. Then when I called the last time, you could have said that although everything possible had been done for Edgar, he had died. That’s the way a sensitive man would have told me about Edgar. And, oh, before I forget,’ James added, ‘how is mother?’. ‘Uh,’ Herbert said, pausing for a moment, ‘she is on the roof.’” (= Dua saudara, Herbert dan James, hidup dengan ibu mereka dan seekor kucing bernama Edgar. James sangat dekat dengan kucing itu, dan pada waktu ia harus meninggalkan kota untuk beberapa hari, ia memberi instruksi yang sangat teliti tentang pemeliharaan binatang peliharaan itu. Pada akhir dari hari pertama dari kepergiannya, James menelpon saudaranya. ‘Bagaimana dengan Edgar?’, ia bertanya. ‘Edgar mati’, jawab Herbert. Ada keheningan sebentar. Lalu James berkata: ‘Herbert, kamu tidak peka / tidak berperasaan. Kamu tahu betapa dekatnya aku dengan Edgar - kamu seharusnya memecah berita itu secara bertahap kepadaku. Pada waktu aku bertanya tentang Edgar malam ini, kamu seharusnya berkata: ‘Edgar ada di atas atap / genteng, tetapi aku sudah memanggil PMK untuk menurunkannya’. Dan besok pada waktu aku menelpon, kamu bisa mengatakan bahwa PMK mendapat kesukaran untuk menurunkan Edgar, tetapi kamu berharap bahwa mereka akan berhasil. Lalu pada waktu aku menelpon ketigakalinya, kamu bisa memberitahu aku bahwa para petugas pemadam kebakaran itu telah melakukan yang terbaik, tetapi sialnya Edgar jatuh dari atap / genteng dan sekarang ada di dokter hewan. Lalu pada waktu aku menelpon untuk terakhir kalinya, engkau bisa mengatakan bahwa sekalipun segala sesuatu yang memungkinkan telah dilakukan untuk Edgar, tetapi ia mati. Itulah cara seseorang yang peka / berperasaan menceritakan kepadaku tentang Edgar. Dan, o, sebelum aku lupa,’ James menambahkan, ‘Bagaimana dengan ibu?’. ‘Uh’, kata Herbert, lalu berhenti sebentar, ‘ia ada di atas atap / genteng’).

Pulpit Commentary: “Elisha has no cunning, no art, no special cleverness. But he can read character; he can see through Hazael’s designs. Whether king, or noble, or common person applies to him for advice, he uses the same simplicity, counsels each as seems to him for the best, and seeks to gain nothing for himself by the advice which he gives them. His plainness offends Naaman (ch. 5:12); his firmness enrages Jehoram (ch. 6:31); his penetration disconcerts Hazael (ch. 8:11); but he cares nothing how men may receive his words. It is a Divine message that he delivers, and deliver the message he must and will, in simple plain language, whether men will hear or whether they will forbear” [= Elisa tidak mempunyai kelicikan, kesenian, kepandaian yang khusus. Tetapi ia bisa membaca karakter; ia bisa melihat rencana Hazael. Apakah yang datang kepadanya untuk meminta nasehat itu adalah raja atau bangsawan atau orang biasa, ia menggunakan kesederhanaan yang sama, menasehati setiap orang dengan nasehat yang baginya terlihat sebagai yang terbaik, dan tidak mencari keuntungan untuk dirinya sendiri dari nasehat yang ia berikan kepada mereka. Kesederhanaannya menyinggung Naaman (5:12); ketegasannya membuat marah Yoram (6:31); pandangannya yang menembus membuat malu Hazael (8:11); tetapi ia tidak peduli bagaimana orang akan menerima kata-katanya. Adalah pesan ilahi yang ia sampaikan, dan ia harus dan akan menyampaikan pesan itu, dalam bahasa yang sederhana dan jelas, tak peduli apakah orang akan mendengar atau menghindar] - hal 174.

Penerapan: bagian ini mungkin perlu saudara renungkan kalau saudara adalah orang yang tidak senang dengan khotbah keras dan apa adanya, atau saudara tidak senang dengan kata-kata seperti ‘sesat’, ‘nabi palsu’, ‘terkutuk’, ‘tolol’, dan sebagainya.

c) Sekalipun memberi banyak pemberian, tetap Benhadad mendapatkan berita yang tidak enak.

Pulpit Commentary: “If lavish wealth could buy a favourable answer from Jehovah, surely now it would be obtained. But God is no respecter of persons; still less does he bestow favour for bribes. We may be sure that as in a former case (ch. 5:16), Elisha touched nothing of all this wealth that was brought to him” [= Jika kekayaan yang berlebihan / royal bisa membeli jawaban yang menyenangkan dari Yehovah, pasti sekarang jawaban itu akan didapatkan. Tetapi Allah tidak memandang seseorang berdasarkan kekayaannya / statusnya; lebih-lebih lagi Ia jelas tidak bisa disuap / disogok untuk memberikan kemurahan. Kita bisa yakin bahwa seperti dalam kasus yang terdahulu (5:16), Elisa tidak menyentuh semua kekayaan yang dibawa kepadanya] - hal 185.

d) Mungkin sekali pada saat Elisa menubuatkan kematian Benhadad, ia sebetulnya sedang ‘menyindir’ Hazael yang memang sudah merencanakan pembunuhan terhadap tuannya.

e) Komentar bodoh Adam Clarke tentang bagian ini.

Adam Clarke: “That is, God has not determined thy death, nor will it be a necessary consequence of the disease by which thou art now afflicted; but this wicked man will abuse the power and trust thou hast reposed in him, and take away thy life. Even when God has not designed nor appointed the death of a person, he may nevertheless die, though not without the permission of God. This is a farther proof of the doctrine of contingent events: he might live for all his sickness, but thou wilt put an end to his life” (= Yaitu, Allah tidak menentukan kematianmu, juga itu bukan merupakan konsekwensi yang harus terjadi dari penyakit yang sekarang menimpamu; tetapi orang jahat ini akan menyalahgunakan kuasa dan kepercayaan yang engkau berikan kepadanya, dan membunuhmu. Bahkan pada waktu Allah tidak merencanakan atau menentukan kematian seseorang, ia tetap bisa mati, sekalipun bukannya tanpa ijin dari Allah. Ini merupakan bukti yang lebih jauh dari ajaran tentang peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang bisa terjadi ataupun tidak: ia bisa sembuh dari penyakitnya, tetapi engkau akan membunuhnya) - hal 507.

Saya berpendapat bahwa komentar ini betul-betul bodoh karena nubuat Elisa ini justru menunjukkan secara jelas bahwa kematian ditentukan oleh Tuhan.

Juga komentar ini bertentangan dengan ayat-ayat yang menunjukkan bahwa kematian jelas ditentukan oleh Tuhan.

Maz 31:16 - “Masa hidupku ada dalam tanganMu, lepaskanlah aku dari tangan musuh-musuhku dan orang-orang yang mengejar aku!”.

Maz 39:5-6 - “Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku! Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku; bagiMu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan! Sela.”.

Mat 6:27 - “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”.

R. C. Sproul: “That God in some sense foreordains whatever comes to pass is a necessary result of his sovereignty. ... everything that happens must at least happen by his permission. If he permits something, then he must decide to allow it. If He decides to allow something, then is a sense he is foreordaining it” (= Bahwa Allah dalam arti tertentu menentukan apapun yang akan terjadi merupakan akibat yang harus ada dari kedaulatanNya. ... segala sesuatu yang terjadi setidaknya harus terjadi karena ijinNya. Jika Ia mengijinkan sesuatu, maka Ia pasti memutuskan untuk mengijinkannya. Jika Ia memutuskan untuk mengijinkan sesuatu, maka dalam arti tertentu Ia menentukannya) - ‘Chosen By God’, hal 26.

Calvin: “Those who are moderately versed in the Scriptures see that for the sake of brevity I have put forward only a few of many testimonies. Yet from these it is more than evident that they babble and talk absurdly who, in place of God’s providence, substitute bare permission - as if God sat in a watchtower awaiting chance events, and his judgments thus depended upon human will”(= Mereka yang betul-betul mengetahui Kitab Suci melihat bahwa untuk singkatnya saya hanya memberikan sedikit dari banyak kesaksian. Tetapi dari kesaksian-kesaksian ini adalah lebih dari jelas bahwa mereka mengoceh dan berbicara secara menggelikan yang, menggantikan providensia Allah dengan ‘sekedar ijin’ - seakan-akan Allah duduk di menara pengawal menunggu kejadian-kejadian yang terjadi secara kebetulan, dan dengan demikian penghakimanNya tergantung pada kehendak manusia) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 1.

II) Elisa dan Hazael.

1) Ay 11: “Elisa menatap dengan lama ke depan, lalu menangislah abdi Allah itu”.

Ada sesuatu yang kurang dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia.

NIV: ‘He stared at him with a fixed gaze until Hazael felt ashamed’ (= Ia menatapnya dengan pandangan yang tetap sampai Hazael merasa malu). KJV/RSV/NASB » NIV.

Pulpit mengatakan (hal 167) bahwa dari sini bisa disimpulkan bahwa pada saat itu Hazael sudah merencanakan pembunuhan terhadap tuannya (Benhadad), dan ia merasa malu karena dari tatapan mata Elisa itu ia menyadari bahwa Elisa mengetahui hal tersebut.

Tentang rasa malu ini, perlu diingat bahwa sekedar rasa malu, tidak terlalu ada gunanya. Akhirnya Hazael toh melakukan segala kejahatan yang sudah direncanakannya.

Pulpit Commentary: “Hazael had no restraining power to check his own evil tendencies, no resisting power to stop the temptation at the door, ere it entered and took possession of his heart. He seems to have had a feeling of shame, as when he became confused before Elisha’s steady glance. But shame, by itself, with no other superior influence to sustain it, is easily vanquished. Lust, covetousness, ambition, intemperance, - every one of these is able to put shame to flight. The immoral man - he has long since trampled shame. The miser, the covetous man - he will stop at nothing that will increase his possessions. The ambitious man - he will not allow shame to hinder him in the desire for power and place. The drunkard - shame has long since ceased in his besotted mind; no blush is seen upon his bloated face” (= Hazael tidak mempunyai kuasa / kekuatan yang mengekang untuk mengontrol kecenderungannya pada kejahatan, tidak mempunyai kuasa / kekuatan untuk menghentikan pencobaan di pintu sebelum pencobaan itu masuk dan menguasai hatinya. Ia kelihatannya mempunyai rasa malu, seperti pada waktu ia menjadi bingung di hadapan tatapan yang terus-menerus dari Elisa. Tetapi rasa malu itu sendiri, tanpa pengaruh yang lebih tinggi untuk menyokongnya, mudah ditaklukkan. Nafsu, ketamakan, ambisi, tidak adanya penguasaan diri, - setiap hal dari hal-hal ini bisa mengusir rasa malu. Orang yang tidak bermoral - ia sudah sejak lama menginjak-injak rasa malu. Orang yang kikir / pelit, orang yang tamak - ia tidak akan berhenti dari apapun yang akan menambah kekayaannya. Orang yang ambisius - ia tidak akan mengijinkan rasa malu untuk menghalanginya dalam menginginkan kekuasaan dan kedudukan. Seorang pemabuk - rasa malu sudah lama berhenti dalam pikirannya yang mabuk / terbius; tidak ada warna merah (karena malu) yang terlihat pada wajahnya yang bengkak] - hal 179.

Penerapan: karena itu kalau saudara merasa malu tentang apa yang akan saudara perbuat / biasa saudara perbuat, datanglah kepada Tuhan dalam doa untuk hal memalukan itu, supaya Tuhan menolong saudara dalam menghentikan / tidak melakukan hal itu.

2) Elisa bernubuat tentang Hazael (ay 12b).

Ay 12: nubuat Elisa ini digenapi dalam 2Raja 10:32-33 13:3-7, tetapi tidak diceritakan secara terperinci.

3) Jawaban Hazael.

Ay 13: “Sesudah itu berkatalah Hazael: ‘Tetapi apakah hambamu ini, yang tidak lain dari anjing saja, sehingga ia dapat melakukan hal sehebat itu?’.”.

KJV: ‘And Hazael said, But what, is thy servant a dog, that he should do this great thing?’ (= Dan Hazael berkata: Tetapi, apakah hambamu ini adalah seekor anjing, sehingga ia melakukan hal besar ini?).

Terjemahan KJV ini jelas merupakan terjemahan yang salah. Kitab Suci Indonesia yang benar.

Ada 2 penafsiran tentang kata-kata Hazael ini.

a) Dari pertanyaannya kelihatan bahwa Hazael merasa bahwa ia tidak mungkin bisa melakukan kejahatan sebesar itu. Jadi ia merasa dirinya tidak cukup jahat untuk bisa melakukan apa yang dinubuatkan Elisa.

Pulpit Commentary: “The picture was so dreadful that even Hazael, with apparent sincerity, asked, ‘Who is thy servant, this dog, that he should do this great thing?’ Hazael, like many others, was not aware of the possibilities of his own heart. A certain measure of crime he knew himself to be capable of, but he thought that other iniquities were beyond him. Once on the downward grade, however, there is no point at which a sinner can be sure of stopping. ... The greatest criminals were once innocent children, and at one period of their lives would have shuddered at the deeds they afterwards calmly perpetrated. The only safe course is to resist the beginnings of evil” (= Gambaran itu begitu menakutkan sehingga bahkan Hazael, yang kelihatannya tulus, bertanya: ‘Siapakah hambamu, anjing ini, sehingga ia melakukan hal yang hebat ini?’ Hazael, seperti banyak orang lain, tidak sadar akan kemungkinan-kemungkinan dari hatinya sendiri. Ia tahu bahwa dirinya bisa melakukan suatu kejahatan tertentu, tetapi ada kejahatan-kejahatan lain yang ia kira tidak bisa ia lakukan. Tetapi, sekali ada pada jalan yang menurun, tidak ada titik dimana seorang yang berdosa bisa yakin untuk berhenti. ... Kriminil-kriminil yang paling hebat dulunya adalah anak-anak yang tidak bersalah, dan pada satu masa dari hidupnya merasa gemetar terhadap perbuatan-perbuatan jahat yang belakangan mereka lakukan dengan tenang. Satu-satunya jalan yang aman adalah menolak permulaan dari kejahatan) - hal 185-186.

Pulpit Commentary: “Be on your guard against the beginnings of evil. If you yield to one temptation, no matter how small and insignificant it may be, others are sure to follow in its wake” (= Jagalah terhadap permulaan kejahatan. Jika kamu menyerah pada satu pencobaan, tidak peduli betapa kecilnya dan tak berartinya kejahatan itu, kejahatan-kejahatan yang lain pasti akan mengikuti di belakangnya) - hal 179.

Pulpit Commentary: “Hazael did not become a murderer all at once. The old Latin saying is, NEMO REPENTE FIT TURPISSIMUS - ‘No one becomes suddenly very wicked.’” (= Hazael tidak langsung menjadi seorang pembunuh. Pepatah kuno Latin adalah: NEMO REPENTE FIT TURPISSIMUS - ‘Tak seorangpun tiba-tiba menjadi sangat jahat’.) - hal 178.

b) Pertanyaan Hazael hanya menunjukkan bahwa ia merasa tidak mempunyai kemampuan / kuasa untuk melakukan semua itu.

Satu hal yang harus diperhatikan dari kata-kata Hazael dalam ay 13a adalah bahwa ia menyebut pembunuhan kejam yang dinubuatkan Elisa dalam ay 12 bukan sebagai ‘hal sejahat itu’ atau ‘hal terkutuk itu’ tetapi ‘hal sehebat itu’ [KJV/RSV/NASB: ‘this great thing’ (= hal besar ini); NIV: ‘such a feat’ (= prestasi / perbuatan seperti itu)].

Penerapan: bagaimana seseorang menyebut sesuatu yang jahat menunjukkan kwalitet orang itu.

Cara Hazael menyebut ini menyebabkan Clarke beranggapan bahwa ia bukannya kaget dengan kejahatan yang dinubuatkan oleh Elisa tersebut, tetapi ia hanya beranggapan bahwa ia tidak mempunyai kemampuan / kuasa untuk melakukan hal sehebat itu.

4) Jawaban / nubuat Elisa tentang Hazael (ay 13b).

Ay 13b: dengan kata-kata ini Elisa menjelaskan bagaimana hal itu mungkin. Hazael tidak terus tetap dalam keadaan yang rendah. Ia akan menjadi raja dan itu memungkinkannya / memberinya kemampuan untuk melakukan apa yang dinubuatkan oleh Elisa. Dilihat dari jawaban ini, maka kontext kelihatannya mendukung padangan kedua dari 2 pandangan tentang kata-kata Hazael di atas.

5) Hazael membunuh Benhadad dan menjadi raja atas Aram (ay 14-15).

a) Ay 14: Terhadap pertanyaan Benhadad, Hazael hanya menceritakan setengah kebenaran (atau berdusta, kalau dalam point I,3,a diatas pandangan pertama yang benar). Sekalipun ia hanya mengatakan setengah kebenaran, ini jelas salah, karena rajanya berhak tahu semua jawaban Elisa.

b) Ay 15: selimut itu dicelupkan ke dalam air untuk menutup lubang-lubangnya / celah-celah di antara benang-benangnya, sehingga tidak memungkinkan orangnya bernafas.

1. Pulpit mengatakan bahwa ada orang-orang (salah satunya adalah Martin Luther) yang menafsirkan bahwa arti bagian ini adalah: Benhadad sendiri menutupkan selimut basah itu pada mukanya untuk menyegarkan dirinya, tetapi secara kebetulan / kecelakaan hal itu membuat ia tidak bisa bernafas dan lalu mati. Penafsiran ini tak masuk akal, karena:

a. Benhadad bukan anak kecil usia 3-5 tahun.

b. Kalau dibaca dari ay 14 maka terlihat bahwa yang mengambil selimut basah dan menutupkannya ke muka raja adalah Hazael, yang melakukan itu untuk membunuh Benhadad.

2. Mengapa Hazael membunuh dengan cara seperti itu? Supaya tak kelihatan sebagai pembunuhan tetapi sebagai kematian yang wajar. Ingat bahwa itu terjadi pada jaman dahulu dimana manusia belum bisa menyelidiki penyebab kematian seperti itu.

c) Apakah Elisa / Tuhan ikut bersalah dalam pembunuhan itu?

Mengapa tahu-tahu muncul pertanyaan seperti ini? Karena ada yang berpendapat bahwa nubuat Elisa dalam ay 13b itu memberikan kepastian kepada Hazael bahwa ia akan berhasil dalam rencananya membunuh Benhadad, dan bahwa ia akan menjadi raja. Ini yang mendorongnya untuk melakukan pembunuhan tersebut.

Matthew Poole: “this he the more boldly attempted, because the prophet’s prediction made him confident of the success” (= ini ia usahakan dengan lebih berani, karena ramalan sang nabi membuatnya yakin akan keberhasilannya) - hal 733.

Contoh: cerita tentang Macbeth, yang karena diramalkan akan menjadi raja, akhirnya membunuh raja.

Tetapi kita tidak bisa menyalahkan Elisa ataupun Tuhan yang menubuatkan bahwa Hazael akan menjadi raja. Nubuat bahwa Hazael akan menjadi raja tidak membenarkan pembunuhan ini. Daud juga dinubuatkan menjadi raja menggantikan Saul, tetapi ia mati-matian menolak untuk membunuh Saul.

Pulpit Commentary: “Never did man mount a throne with purer hands than David; and if Saul would have permitted it, he would have been a faithful and loyal servant to the last” (= Tidak pernah ada orang yang naik ke atas takhta dengan tangan yang lebih murni / suci dari pada Daud; dan seandainya Saul mengijinkannya, ia akan menjadi pelayan yang setia sampai akhir) - ‘1Samuel’, hal 294-295.

Penerapan: orang brengsek, diberi Firman Tuhan apapun, bisa memutarbalikkan Firman Tuhan itu untuk mendukung kejahatannya!

d) Hazael menjadi raja menggantikan Benhadad, seperti yang dinubuatkan oleh Elisa.

Kesimpulan / penutup.

Semua nubuat Elisa terjadi dengan tepat, dan memang Firman Tuhan tidak bisa tidak terjadi. Biarlah ini membuat kita makin percaya dan berpegang pada Firman Tuhan.

-AMIN-

16).II Raja-raja 9:1-37


I) Pengurapan dan tugas bagi Yehu.

1) Elisa mengurapi Yehu dengan perantaraan seorang nabi muda (ay 1-3).

a) Dalam 1Raja 19:16 Elia disuruh oleh Tuhan untuk mengurapi Yehu menjadi raja.

Pulpit Commentary: “Elijah had been bidden to anoint him king, but apparently had neglected to do so, or rather had devolved the task upon his successor” (= Elia telah diminta untuk mengurapi dia menjadi raja, tetapi rupa-rupanya telah lalai untuk melakukannya, atau mungkin lebih tepat, telah mengalihkan tugas itu kepada penggantinya) - hal 188.

Ada yang beranggapan bahwa Elia memang mengurapi, tetapi ada yang mengatakan bahwa Elia melakukan melalui Elisa (Matthew Poole, hal 734).

b) Elisa juga tidak mengurapi sendiri, tetapi dengan perantaraan seorang nabi muda.

Ay 1-3: “(1) Kemudian nabi Elisa memanggil salah seorang dari rombongan nabi dan berkata kepadanya: ‘Ikatlah pinggangmu, bawalah buli-buli berisi minyak ini dan pergilah ke Ramot-Gilead. (2) Apabila engkau sampai ke sana, carilah Yehu bin Yosafat bin Nimsi; masuklah, ajak dia bangkit dari tengah-tengah temannya dan bawalah dia ke ruang dalam. (3) Kemudian ambillah buli-buli berisi minyak itu, lalu tuangkan isinya ke atas kepalanya dan katakan: Beginilah firman TUHAN: Telah Kuurapi engkau menjadi raja atas Israel! Sesudah itu bukalah pintu, larilah dan jangan berlambat-lambat.’”.

1. Disuruh mengikat pinggang (ay 1), karena hal ini harus dilakukan cepat-cepat.

2. Masuk ke ruang dalam (ay 2). Ini penting untuk menjaga kerahasiaan pengurapan itu, supaya berita tersebut tidak sampai kepada Yoram.

3. Kata-kata dalam ay 3 ini hanya merupakan ringkasan dari pesan lengkapnya yang ada dalam ay 7-10.

4. Begitu selesai, nabi muda itu harus lari cepat-cepat (ay 3b).

Mengapa semua ini harus melakukan dengan cara demikian? Barnes: untuk menghindari pertanyaan, dan supaya semua menjadi lebih menyolok.

Pulpit Commentary: “‘Gird up thy loins,’ etc., said Elisha. He was to prepare at once for action; he was to make no delay on his errand; he was faithfully to execute the commands given to him; when his work was done, he was directly to leave the spot. In God’s service there is to be no lingering, or looking back, or turning from side to side, or dallying on the field of duty. ... Promptitude, speed, fidelity, stopping where the command of God stops, - these are invaluable qualities for doing God’s work” (= ‘ikatlah pinggangmu’, dsb., kata Elisa. Ia harus segera bersiap untuk bertindak; ia tidak boleh menunda hal yang disuruhkan kepadanya; ia harus dengan setia melaksanakan perintah yang diberikan kepadanya; pada waktu pekerjaannya diselesaikan, ia harus segera meninggalkan tempat itu. Dalam pelayanan kepada Allah tidak boleh ada sikap / tindakan berlambat-lambat, atau melihat ke belakang, atau berpaling dari sisi ke sisi, atau bermalas-malas / membuang-buang waktu di ladang kewajiban. ... Kesegeraan, kecepatan, kesetiaan / ketaatan, berhenti dimana Allah memerintahkan berhenti, - ini adalah kwalitet-kwalitet yang tidak ternilai untuk melakukan pekerjaan Allah) - hal 203.

c) Nabi muda itu melaksanakan tugasnya.

1. Pengurapan Yehu.

Ay 4-6: “(4) Lalu nabi muda itu pergi ke Ramot-Gilead. (5) Setelah ia sampai, maka tampaklah panglima-panglima tentara sedang duduk berkumpul. Lalu ia berkata: ‘Ada pesan kubawa untukmu, ya panglima!’ Yehu bertanya: ‘Untuk siapa dari kami sekalian?’ Jawabnya: ‘Untukmu, ya panglima!’ (6) Lalu bangkitlah Yehu dan masuk ke dalam rumah. Nabi muda itu menuang minyak ke atas kepala Yehu serta berkata kepadanya: ‘Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Telah Kuurapi engkau menjadi raja atas umat TUHAN, yaitu orang Israel”.

Yehu adalah penglima sejak jaman Ahab. Dari ay 25 terlihat bahwa Yehu mempunyai kedudukan yang cukup tinggi dalam pemerintahan sejak jaman Ahab. Dan dalam ay 5b ia disebut ‘panglima’ [KJV: ‘captain’ (= kapten)], menurut Josephus ia adalah ‘chief captain’ (Pulpit Commentary, hal 188).

2. Pemberian perintah.

Ay 7-10: “(7) Maka engkau akan membunuh keluarga tuanmu Ahab dan dengan demikian Aku membalaskan kepada Izebel darah hamba-hambaKu, nabi-nabi itu, bahkan darah semua hamba TUHAN. (8) Dan segenap keluarga Ahab akan binasa; dan Aku akan melenyapkan dari pada Ahab setiap orang laki-laki, baik yang tinggi maupun yang rendah kedudukannya di Israel. (9) Dan Aku akan memperlakukan keluarga Ahab sama seperti keluarga Yerobeam bin Nebat dan sama seperti keluarga Baesa bin Ahia. (10) Izebel akan dimakan anjing di kebun di luar Yizreel dengan tidak ada orang yang menguburkannya.’ Kemudian nabi itu membuka pintu, lalu lari”.

Pulpit Commentary menganggap bahwa ay 7a bukan merupakan suatu nubuat tetapi perintah. Tujuan dari ay 7a adalah membalaskan darah dari hamba-hamba dan nabi-nabi Tuhan (ay 7b). Kejahatan terhadap anak Tuhan saja (seperti Nabot; juga bdk. Kis 9:4) pasti akan dibalas oleh Tuhan. Apalagi kejahatan terhadap hamba Tuhan.

Matthew Henry: “We have here the anointing of Jehu to be king, who was, at this time, a commander (probably commander-in-chief) of the forces employed at Ramoth-Gilead, v. 14. There he was fighting for the king his master, but received orders from a higher king to fight against him” [= Di sini ada pengurapan Yehu menjadi raja, yang pada saat itu adalah komandan (mungkin panglima) dari pasukan-pasukan yang digunakan di Ramot-Gilead, ay 14. Di sana ia berperang untuk sang raja, tuannya, tetapi menerima perintah dari Raja yang lebih tinggi untuk berperang melawannya].

Kata-kata dalam ay 10 berkenaan Izebel yang akan dimakan anjing tanpa ada orang yang menguburkannya, sesuai dengan nubuat Elia. 1Raja 21:23 - “Juga mengenai Izebel TUHAN telah berfirman: Anjing akan memakan Izebel di tembok luar Yizreel”.

ay 25-26: “(25) Kemudian berkatalah Yehu kepada Bidkar, perwiranya: ‘Angkat dan lemparkanlah mayatnya ke kebun Nabot, orang Yizreel itu, sebab ketahuilah, bahwa pada waktu aku dan engkau berdampingan menunggang kuda mengikuti Ahab, ayahnya, maka TUHAN telah mengucapkan terhadap dia hukuman ini: (26) Sesungguhnya, Aku telah melihat darah Nabot dan darah anak-anaknya tadi malam, demikianlah firman TUHAN, maka Aku akan membalaskannya kepadamu di kebun ini, demikianlah firman TUHAN. Oleh sebab itu angkat dan lemparkanlah mayatnya ke kebun ini, sesuai dengan firman TUHAN.’”.

Bagi orang Israel, penajisan mayat seperti ini merupakan bencana yang menyedihkan. Disamping itu anjing bagi mereka merupakan binatang haram / najis, sehingga ‘dimakan anjing’ merupakan sesuatu yang sangat hina, apalagi kalau ini menimpa seorang ratu / anak raja.

3. Tentang nabi muda itu.

Pulpit Commentary: “1. The prophet-disciple accepts the subordinate position readily, cheerfully, without reluctance. He is content to obliterate himself, and to play the part of a tool or instrument. 2. His obedience is exact, perfect. Whatever he has been ordered to do, he does; and he does no more. He is no officious, as so many zealous servants are; he does not seek to better his instructions. 3. His errand done, he disappears, sinks back into obscurity. We hear of his making no claim either on Elisha or on Jehu. The greatest political transaction of the day had proceeded from his initiative; but he asks no reward, he makes no boast. His work done, he vanishes, and we hear no more of him” (= 1. Sang murid-nabi menerima posisi yang lebih rendah dengan rela / cepat, dengan gembira, tanpa keengganan. Ia puas dengan penghapusan dirinya sendiri, dan untuk memerankan bagian dari suatu alat. 2. Ketaatannya tepat dan sempurna. Apapun yang diperintahkan kepadanya ia lakukan; dan ia tidak melakukan lebih dari itu. Ia tidak mencampuri urusan orang lain, seperti begitu banyak pelayan yang bersemangat; ia tidak berusaha untuk memperbaiki instruksinya. 3. Pesanannya dilakukan, ia menghilang, tenggelam kembali ke dalam keadaan tidak dikenal. Kita tidak mendengar dia membuat claim pada Elisa atau pada Yehu. Transaksi politik terbesar dari hari itu telah berjalan dari inisiatifnya; tetapi ia tidak meminta pahala / upah, ia tidak membanggakan diri. Pekerjaannya dilakukan / diselesaikan, ia menghilang, dan kita tidak mendengar lagi tentang dia) - hal 197.

Catatan: memang ada yang mengatakan bahwa nabi muda ini adalah Yunus, tetapi tidak ada dasar untuk pandangan ini.

d) Pulpit Commentary (hal 197) mengatakan bahwa cerita tentang Yehu ini menunjukkan bahwa pemberontakan politik bisa dibenarkan dalam situasi tertentu. Ia mengatakan bahwa secara umum pemberontakan memang dikecam oleh Kitab Suci, dan ia memberikan ayat-ayat di bawah ini sebagai dasar.

Ro 13:1,5 - “(1) Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. ... (5) Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita”.

1Pet 2:17 - “Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!”.

Tetapi ia mengatakan bahwa ayat-ayat ini tidak boleh terlalu ditekankan.

Pulpit Commentary: “Scripture does not require, under all circumstances, an absolute and entire submission to the civil rulers, but justifies resistance, and allows of the resistance being pushed, in extreme cases, to rebellion” (= Kitab Suci tidak mewajibkan, dalam segala keadaan, suatu ketundukan mutlak dan sepenuhnya kepada pemerintah sipil, tetapi membenarkan perlawanan, dan mengijinkan perlawanan itu didorong / dilanjutkan kepada pemberontakan, dalam kasus-kasus yang extrim) - hal 197.

Ia lalu memberikan beberapa contoh dalam Kitab Suci:

1. Perlawanan Daud, mula-mula terhadap Saul, dan lalu terhadap Isybosyet.

2. Pemberontakan Yeroboam terhadap Salomo.

3. Pemberontakan Yehu.

4. Pemberontakan pangeran-pangeran Makabe.

Dan ia lalu mengatakan bahwa pemberontakan diijinkan:

a. Sebagai jalan yang terakhir, pada saat kalau hal itu tidak dilakukan maka bangsa akan mengalami luka yang tidak bisa dipulihkan.

b. Ada prospek yang baik / kemungkinan sukses untuk pemberontakan tersebut.

Seorang penafsir lain dari Pulpit Commentary mengatakan: “Even in the ordinarily earthly states, the right of revolution when religion, liberty, morality, and national honour can be saved by no other means, is universally conceded. But revolution here was not left to dubious human wisdom. The initiative was taken by Jehovah himself, acting through his prophet, and express Divine sanction was given to the overthrow of Ahab’s house” (= Bahkan dalam negara-negara duniawi biasa, hak untuk melakukan revolusi pada saat agama, kebebasan, moralitas, dan kehormatan nasional tidak bisa diselamatkan dengan cara lain, diakui secara universal. Tetapi revolusi di sini tidak diserahkan pada hikmat manusia yang meragukan. Yehovah sendiri yang melakukan inisiatif, bertindak melalui nabiNya, dan sanksi / persetujuan Ilahi yang explicit diberikan untuk menggulingkan / merobohkan keluarga Ahab) - hal 203.

Saya sendiri tidak terlalu yakin bahwa orang kristen diijinkan melakukan pemberontakan dalam situasi tertentu.

2) Tanggapan teman-teman / bawahan Yehu.

Ay 11-13: “(11) Apabila Yehu keluar mendapatkan pegawai-pegawai tuannya, berkatalah seorang kepadanya: ‘Apa kabar? Mengapa orang gila itu datang kepadamu?’ Jawabnya kepada mereka: ‘Kamu sendiri mengenal orang itu dengan omongannya!’ (12) Tetapi mereka berkata: ‘Dusta! Cobalah beritahukan kepada kami!’ Lalu katanya: ‘Begini-beginilah dikatakannya kepadaku: Demikianlah firman TUHAN: Telah Kuurapi engkau menjadi raja atas Israel.’ (13) Segeralah mereka masing-masing mengambil pakaiannya dan membentangkannya di hadapan kakinya begitu saja di atas tangga, kemudian mereka meniup sangkakala serta berseru: ‘Yehu raja!’”.

a) Kata-kata ‘Apa kabar’ sebetulnya sama persis seperti kata-kata dalam ay 17,18,19,22,31 dan terjemahan hurufiahnya adalah: ‘Damai?’. Artinya: ‘Apakah semua baik-baik saja?’.

b) ‘orang gila’.

Pulpit Commentary: “Men under any spiritual excitement seem ‘mad fellows’ to profane minds (Hos. 9:9; Acts 26:24; 2Cor. 5:13)” [= Orang-orang di bawah gairah rohani apapun kelihatan sebagai ‘orang-orang gila’ bagi pikiran-pikiran yang duniawi (Hos 9:9; Kis 26:24; 2Kor 5:13)] - hal 204.

Catatan: Hos 9:9 itu seharusnya adalah Hos 9:7 - “Sudah datang hari-hari penghukuman, sudah datang hari-hari pembalasan, Israel akan mengalaminya, ‘Nabi adalah seorang pandir, orang yang penuh roh adalah orang gila!’, oleh karena besarnya kesalahanmu dan besarnya permusuhan”.

Kis 26:24 - “Sementara Paulus mengemukakan semuanya itu untuk mempertanggung-jawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: ‘Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila.’”.

2Kor 5:13 - “Sebab jika kami tidak menguasai diri, hal itu adalah dalam pelayanan Allah, dan jika kami menguasai diri, hal itu adalah untuk kepentingan kamu”.

NIV: ‘If we are out of our mind, it is for the sake of God; if we are in our right mind, it is for you’ (= Jika kami gila, itu adalah demi Allah; jika kami ada dalam pikiran yang benar, itu adalah untuk kamu).

Dalam ayat ini Paulus jelas berbicara secara sinis, mungkin sekali karena rasul-rasul palsu yang masuk ke Korintus berbicara jelek tentang dia, dan mengatakan bahwa ia gila.

Matthew Henry: “Note, Those that have no religion commonly speak with disdain of those that are religious, and look upon them as mad. They said of our Saviour, He is beside himself, of John Baptist, He has a devil ..., of St. Paul, Much learning has made him mad. The highest wisdom is thus represented as folly, and those that best understand themselves are looked upon as beside themselves” (= Perhatikan, mereka yang tidak beragama biasanya berbicara dengan menghina tentang mereka yang religius, dan memandang mereka sebagai gila. Mereka berkata tentang Juruselamat kita, Ia gila, tentang Yohanes Pembaptis, ia kerasukan setan ..., tentang Santo Paulus, ilmumu yang banyak telah membuatnya gila. Demikianlah Hikmat yang tertinggi digambarkan sebagai kebodohan, dan mereka yang paling mengerti diri mereka sendiri dianggap sebagai gila).

c) Yehu seharusnya tidak membiarkan para tentaranya berbicara jelek tentang seorang nabi. Tetapi ternyata ia tidak menegur mereka.

d) Mula-mula Yehu ingin merahasiakan hal itu, tetapi para bawahannya tidak mempercayainya, sehingga ia lalu menceritakan semuanya (ay 11-12).

e) Apa yang dilakukan dalam ay 13 ini merupakan sambutan untuk raja. Bandingkan dengan Mat 21:8 dimana sambutan seperti itu diberikan kepada Yesus.

II) Yehu membunuh Yoram, Ahazia, dan Izebel.

1) Yehu tidak membuang waktu; ia segera melakukan perencanaan dan usaha untuk melaksanakan perintah Tuhan itu.

Ay 14-16: “(14) Demikianlah Yehu bin Yosafat bin Nimsi mengadakan persepakatan melawan Yoram. - Adapun Yoram sedang berjaga-jaga di Ramot-Gilead, bersama-sama dengan segenap orang Israel menghadapi Hazael, raja Aram. (15) Tetapi raja Yoram sendiri telah pulang ke Yizreel, supaya luka-lukanya diobati, yang ditimbulkan orang Aram pada waktu ia berperang melawan Hazael, raja Aram. - Yehu berkata: ‘Jika kamu sudah setuju, janganlah biarkan siapapun meloloskan diri dari kota untuk memberitahukan hal itu ke Yizreel.’ (16) Kemudian Yehu naik kereta dan pergi ke Yizreel, sebab Yoram berbaring sakit di sana. Juga Ahazia, raja Yehuda, datang menjenguk Yoram”.

2) Penjaga menara melihat pasukan.

Ay 17: “Ketika jaga yang sedang berdiri di atas menara di Yizreel, melihat pasukan Yehu datang, berserulah ia: ‘Ada kulihat suatu pasukan.’ Berkatalah Yoram: ‘Ambillah seorang penunggang kuda, suruhlah ia menemui mereka serta menanyakan: apakah ini kabar damai?’”.

Pulpit Commentary: “In the far distance the watchman on the tower of Jezreel beholds a company of horsemen rapidly approaching. ... Towers and watchmen are for the protection of a city and its inhabitants. But ‘except the Lord keep the city, the watchman waketh but in vain’ (Psa. 127:1). And if the Lord decrees the destruction of a city, or of those in it, towers and watchmen will do little to protect them” [= Dari kejauhan penjaga pada menara dari Izebel melihat suatu kumpulan orang-orang berkuda mendekat dengan cepat. ... Menara-menara dan penjaga-penjaga dimaksudkan untuk perlindungan dari sebuah kota dan penduduknya. Tetapi ‘kecuali Tuhan menjaga kota, penjaga berjaga-jaga dengan sia-sia’ (Maz 127:1). Dan jika Tuhan menetapkan kehancuran dari suatu kota, atau dari mereka yang ada di dalamnya, menara-menara dan penjaga-penjaga tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindunginya] - hal 205.

Maz 127:1 - “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga”.

3) Semua utusan tidak kembali.

Ay 18: “Lalu pergilah penunggang kuda itu untuk menemuinya dan berkata: ‘Beginilah tanya raja: apakah ini kabar damai?’ Jawab Yehu: ‘Damai? Bukan urusanmu! Baliklah, ikutlah aku!’ Dan jaga itu memberitahukan: ‘Suruhan sudah sampai kepada mereka, tetapi ia tidak pulang.’”.

Matthew Henry: “As if he had said, ‘It is not to thee, but to him that sent thee, that I will give answer; for thy part, if thou consult thy own safety, turn thee behind me, and enlist thyself among my followers.’” (= Seakan-akan ia berkata: ‘Bukan kepadamu, tetapi kepada dia yang mengutusmu, aku akan memberikan jawaban; untukmu, jika engkau memikirkan / mempertimbangkan keselamatanmu sendiri, berbaliklah di belakangku, dan daftarkanlah dirimu sendiri di antara pengikut-pengikutku).

Ay 19-20: “(19) Disuruhnyalah penunggang kuda yang kedua dan setelah sampai kepada mereka berkatalah ia: ‘Beginilah tanya raja: apakah ini kabar damai?’ Jawab Yehu: ‘Damai? Bukan urusanmu! Baliklah, ikutlah aku!’ (20) Dan jaga itu memberitahukan: ‘Sudah sampai ia kepada mereka, tetapi ia tidak pulang! Dan cara memacunya adalah seperti cara Yehu, cucu Nimsi, memacu, sebab ia memacu seperti orang gila.’”.

4) Akhirnya Yoram dan Ahazia sendiri keluar dengan kereta masing-masing.

Ay 21: “Sesudah itu berkatalah Yoram: ‘Pasanglah kereta!’, lalu orang memasang keretanya. Maka keluarlah Yoram, raja Israel, dan Ahazia, raja Yehuda, masing-masing naik keretanya; mereka keluar menemui Yehu, lalu menjumpai dia di kebun Nabot, orang Yizreel itu”.

Pulpit Commentary: “Humanly speaking, this was accidental. ... Had the king started a little sooner, or had Jehu made less haste, the meeting would have taken place further from the town, and outside the ‘portion of Naboth.’ But Divine providence so ordered matters that vengeance for the sin of Ahab was exacted upon the very scene of his guilt, and a prophecy made, probably by Elisha, years previously, and treasured up in the memory of Jehu (ver. 26), was fulfilled to the letter” (= Berbicara secara manusia, ini merupakan suatu kebetulan. ... Seandainya sang raja berangkat sedikit lebih awal, atau seandainya Yehu mengurangi sedikit saja ketergesa-gesaannya, maka pertemuan itu akan terjadi lebih jauh dari kota, dan di luar ‘kebun dari Nabot’. Tetapi Providensia Ilahi mengatur hal-hal sedemikian rupa sehingga pembalasan untuk dosa Ahab ditetapkan pada tempat yang persis sama dengan tempat dari kesalahannya, dan suatu nubuat dibuat, mungkin oleh Elisa, bertahun-tahun sebelumnya, dan disimpan dalam ingatan Yehu (ay 26), digenapi sampai hal yang terkecil) - hal 192.

Saat keberangkatan Yoram dan Ahazia, kecepatan mereka pada waktu naik kereta kuda itu, dan kecepatan Yehu dan pasukannya, semuanya kelihatannya adalah hal-hal yang remeh. Tetapi Tuhan mengatur semua itu supaya nubuatNya terjadi, dan mereka bertemu di kebun Nabot! Jadi, ini menunjukkan bahwa hal-hal remeh maupun yang kelihatannya kebetulan, juga ditetapkan dan diatur oleh providensia Allah! Banyak orang menamakan diri mereka sebagai ‘Reformed’, dan mengatakan bahwa ajaran seperti ini adalah ajaran ‘Hyper-Calvinisme’. Orang-orang bodoh ini tidak tahu apa itu ‘Calvinisme’ dan apa itu ‘Hyper-Calvinisme’, karena kalau mereka tahu akan hal itu, tentu mereka sadar bahwa bukan saya yang adalah ‘Hyper-Calvinist’ tetapi mereka sendiri yang adalah ‘Semi-Reformed’. Kalau saudara mau tahu lebih banyak tentang hal ini bacalah buku ‘Providence of God’.

5) Pertemuan Yehu dengan Yoram dan Ahazia.

Ay 22: “Tatkala Yoram melihat Yehu, bertanyalah ia: ‘Apakah ini kabar damai, hai Yehu?’ Jawabnya: ‘Bagaimana ada damai, selama sundal dan orang sihir ibumu Izebel begitu banyak!’”.

Pulpit Commentary: “Jehu was right: there can be no peace in a state when the foundations of religion and morality are everywhere subverted” (= Yehu benar: tidak bisa ada damai dalam suatu negara dimana fondasi-fondasi dari agama dan moral ditumbangkan di mana-mana) - hal 205.

Sekalipun orang kristen harus cinta damai, itu tidak berarti kita damai / bersahabat dengan orang-orang yang membenci Tuhan / nabi-nabi palsu!

Kata ‘sundal’ di sini mungkin maksudnya adalah penyembahan berhala, yang dalam Kitab Suci sering disebut ‘perzinahan rohani’. Tetapi Adam Clarke mengatakan bahwa kata ‘sundal’ di sini memang menunjuk pada perzinahan.

Barnes mengatakan bahwa ‘sihir’ mungkin menunjuk pada hubungan / urusan dengan nabi-nabi Baal, tetapi Pulpit Commentary mengatakan ini menunjuk kepada praktek-praktek magic. Saya lebih setuju dengan Pulpit Commentary.

Penerapan: hati-hati dengan acara TV yang makin lama makin banyak mengandung magic!

6) Yehu membunuh Yoram.

Ay 23-26: “(23) Segera Yoram berputar dan mau melarikan diri sambil berseru kepada Ahazia: ‘Itu tipu, Ahazia!’ (24) Tetapi Yehu menarik busurnya dengan sepenuh kekuatannya, lalu memanah Yoram di antara kedua bahunya, sehingga anak panah itu menembus jantungnya, maka rebahlah ia di dalam keretanya. (25) Kemudian berkatalah Yehu kepada Bidkar, perwiranya: ‘Angkat dan lemparkanlah mayatnya ke kebun Nabot, orang Yizreel itu, sebab ketahuilah, bahwa pada waktu aku dan engkau berdampingan menunggang kuda mengikuti Ahab, ayahnya, maka TUHAN telah mengucapkan terhadap dia hukuman ini: (26) Sesungguhnya, Aku telah melihat darah Nabot dan darah anak-anaknya tadi malam, demikianlah firman TUHAN, maka Aku akan membalaskannya kepadamu di kebun ini, demikianlah firman TUHAN. Oleh sebab itu angkat dan lemparkanlah mayatnya ke kebun ini, sesuai dengan firman TUHAN.’”.

a) Ay 23b: ‘tipu’.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘treachery’ (= pengkhianatan).

Sekalipun sebetulnya kata ‘tipu’ bukan merupakan terjemahan yang salah, tetapi kata ‘pengkhianatan’ lebih sesuai dengan kontext.

b) Ay 24: kereta biasanya terbuka pada bagian belakang, sehingga pada waktu Yoram lari, Yehu memanah bagian punggungnya.

c) Dalam ay 26 disebutkan darah anak-anak Nabot, padahal dalam 1Raja 21 tidak diceritakan bahwa anak-anak Nabot juga dibunuh. Tetapi Clarke mengatakan bahwa mengingat Ahab dan Izebel menginginkan kebun anggur Nabot, maka jelas bahwa pembunuhan tidak mungkin dilakukan terhadap Nabot saja. Anak-anaknya juga harus dibunuh, karena kalau tidak mereka mewarisi kebun anggur tersebut.

d) Kata-kata ‘tadi malam’ (ay 26) seharusnya adalah ‘kemarin’. Jadi sekalipun nubuat itu sudah lama berselang, tetapi bagi Yehu itu seolah-olah baru terjadi kemarin.

7) Yehu membunuh Ahazia.

a) Problem kematian Ahazia.

Ay 27: “Ketika Ahazia, raja Yehuda, melihat itu, maka iapun melarikan diri ke arah Bet-Hagan, tetapi Yehu mengejarnya sambil berkata: ‘Panahlah dia juga!’ Maka mereka memanah dia di atas keretanya di pendakian ke Gur dekat Yibleam. Ia lari ke Megido dan mati di sana”.

Bdk. 2Taw 22:8-9 - “(8) Sementara Yehu melakukan penghukuman atas keluarga Ahab, ia menjumpai pembesar-pembesar Yehuda dan anak-anak saudara-saudara Ahazia, yang melayani Ahazia. Juga mereka dibunuhnya. (9) Lalu ia mencari Ahazia; Ahazia tertangkap ketika ia bersembunyi di Samaria. Ia dibawa kepada Yehu, lalu dibunuh, tetapi dikuburkan juga, karena kata orang: ‘Dia ini cucu Yosafat, yang mencari TUHAN dengan segenap hatinya.’ Dari keluarga Ahazia tidak ada lagi yang sanggup memerintah”.

Kedua text yang berbicara tentang kematian Ahazia ini kelihatannya bertentangan, tetapi sebetulnya tidak, karena Megido terletak di Samaria / Israel (Clarke, hal 512). Bdk. Yos 12:21, yang menunjukkan bahwa kota ini termasuk dalam daftar kota yang dikalahkan oleh Yosua. Ahazia memang berhasil lari. Tetapi pada waktu Yehu sampai di Samaria (maksudnya bukan kota Samaria, tetapi kerajaan Samaria / Israel), ia mencari Ahazia, menemukannya dan membunuh dia, sehingga Ahazia mati di sana. Jadi, 2Raja 9:27 menceritakan secara singkat, tetapi 2Taw 22:8-9 menceritakan dengan lebih terperinci tentang kematian Ahazia.

b) Pembunuhan terhadap Ahazia, raja Yehuda, tidak salah, karena ia termasuk keluarga Ahab, yaitu cucu Ahab.

c) Akibat pernikahan / pergaulan salah dengan orang-orang brengsek.

Matthew Henry: “Perhaps he would not at this time have fallen with them if he had not been found in company with them. It is a dangerous thing to associate with evil-doers; we may be entangled both in guilt and misery by it” (= Mungkin ia tidak akan jatuh / mati pada saat ini seandainya ia tidak ditemukan bersama-sama dengan mereka. Merupakan sesuatu yang berbahaya untuk bergaul dengan orang-orang jahat; kita bisa terlibat olehnya baik dalam kesalahannya maupun dalam kesengsaraannya).

Pulpit Commentary: “Whatever the precise circumstances of the death, we cannot but see in it ... an example of the end of evil association. Through his mother Athaliah, daughter of Jezebel, he was brought into close and friendly relations with the court of Samaria, and, sharing in the crimes of Ahab’s house, shared also in their fate. It was his visit to King Jehoram which immediately brought down this doom upon him” (= Bagaimanapun keadaan yang persis dari kematian ini, kita pasti bisa melihat di dalamnya ... suatu contoh dari akhir dari pergaulan yang jahat. Melalui ibunya Atalya, anak perempuan dari Izebel, ia dibawa ke dalam hubungan yang dekat dan bersahabat dengan istana Samaria, dan bersama-sama dalam kejahatan-kejahatan dari keluarga Ahab, bersama-sama pula dalam nasib mereka. Adalah kunjungannya kepada raja Yoram yang dengan segera membawa malapetaka / kematian ini kepadanya) - hal 206.

d) Lagi-lagi suatu ‘kebetulan’ yang diatur oleh Allah.

Jamieson, Fausset & Brown: “It is remarkable that the vengeance threatened was brought on the house of Ahab at the very time that the king of Judah was on a visit to Joram, that he might partake of the punishment, as being a descendant of the wicked Ahab. It was by an unexpected concurrence of circumstances that this took place. Joram having been wounded in fighting against the Syrians at Ramah, it was providentially ordered that he should go to Jezreel rather than to Samaria, to be healed of his wounds. Thither his relative Ahaziah had come to visit him, while lying disabled in that place. There is no evidence that Jehu fixed on this time from a wish to include the king of Judah in the punishment of Ahab’s family. It does not even appear that Jehu was aware of Ahaziah’s being then at Jezreel. All was the result of God’s immutable purpose, and accomplished by a wonderful operation of His providence” (= Merupakan sesuatu yang luar biasa bahwa pembalasan yang diancamkan dibawakan kepada keluarga Ahab pada waktu yang sama dimana raja Yehuda sedang mengunjungi Yoram, supaya ia bisa ambil bagian dalam hukuman itu, sebagai seorang keturunan Ahab yang jahat. Oleh kejadian-kejadian yang bersamaan yang tidak terdugalah maka hal ini terjadi. Yoram telah dilukai dalam pertempuran melawan Aram / Siria di Rama, dan diatur secara providensia bahwa ia pergi ke Yizreel dan bukannya ke Samaria, untuk disembuhkan dari luka-lukanya. Ke sana familinya, Ahazia, datang mengunjunginya, sementara ia terbaring tak berdaya di tempat itu. Tidak ada bukti bahwa Yehu menetapkan waktu ini dari suatu keinginan untuk mencakup raja Yehuda dalam penghukuman dari keluarga Ahab. Semua merupakan hasil dari rencana Allah yang tidak berubah, dan tercapai oleh suatu pekerjaan yang indah dari providensiaNya).

e) Problem lain tentang Ahazia.

Ay 29: “Adapun Ahazia menjadi raja atas Yehuda dalam tahun kesebelas zaman Yoram bin Ahab”.

2Raja 8:25 - “Dalam tahun kedua belas zaman Yoram, anak Ahab raja Israel, Ahazia, anak Yoram raja Yehuda, menjadi raja”.

Kedua ayat ini kelihatannya kontradiksi; bagaimana cara mengharmoniskannya? Mungkin mula-mula ia menjadi raja bersama-sama dengan Yoram ayahnya, yang sedang sakit (ini yang diceritakan oleh ay 29 ini). Lalu setelah ayahnya mati, ia betul-betul menjadi raja (ini yang diceritakan oleh 8:25).

8) Yehu membunuh Izebel.

a) Ay 30: “Sampailah Yehu ke Yizreel. Ketika Izebel mendengar itu, ia mencalak matanya, dihiasinyalah kepalanya, lalu ia menjenguk dari jendela”.

Menurut Barnes, tujuan Izebel adalah untuk mati sebagai seorang ratu. Pulpit Commentary menganggap bahwa ini dimaksudkan untuk ‘merayu’ Yehu. Memang Izebel pasti sudah lebih dari 50 tahun, tetapi itu dianggapnya masih memungkinkan. Saya lebih setuju dengan pandangan pertama.

b) Ay 31: “Pada waktu Yehu masuk pintu gerbang, berserulah Izebel: ‘Bagaimana, selamatkah Zimri, pembunuh tuannya itu?’”.

KJV: ‘Had Zimri peace, who slew his master?’ (= Apakah Zimri, yang membunuh tuannya, mempunyai damai?).

RSV: ‘Is it peace, you Zimri, muderer of your master?’ (= Damaikah itu, engkau Zimri, pembunuh tuanmu?).

NIV: ‘Have you come in peace, Zimri, you muderer of your master?’ (= Apakah kamu datang dalam damai, Zimri, kamu pembunuh tuanmu?).

NASB: ‘Is it well, Zimri, your master’s muderer?’ (= Apakah semua baik-baik, Zimri, pembunuh tuanmu?).

Cerita tentang Zimri ada dalam 1Raja 16:8-20. Sama seperti Yehu di sini, Zimri juga adalah panglima tentara. Dan ia membunuh raja Israel yang bernama Ela, lalu menggantikannya sebagai raja. Tetapi ia hanya memerintah selama 7 hari, karena panglima lain yang bernama Omri lalu membunuh dia, dan menggantikannya menjadi raja. Omri adalah ayah dari Ahab.

Pulpit Commentary mengatakan bahwa kata-kata Izebel ini bermaksud untuk berdamai dengan Yehu, dan karena itu memuji Zimri, yang sama seperti Yehu, adalah penglima yang berkhianat terhadap tuannya.

Keil & Delitzsch menganggap bahwa kata-kata Izebel ini bertujuan untuk ‘menyerang’ Yehu, dengan menyamakannya dengan Zimri. Saya lebih setuju dengan Keil & Delitzsch.

Matthew Henry: “she quoted a precedent, to deter him from the prosecution of this enterprise: ‘Had Zimri peace? No, he had not; he came to the throne by blood and treachery, and within seven days was constrained to burn the palace over his head and himself in it: and canst thou expect to fare any better?’ Had the case been parallel, it would have been proper enough to give him this memorandum; for the judgments of God upon those that have gone before us in any sinful way should be warnings to us to take heed of treading in their steps. But the instance of Zimri was misapplied to Jehu. Zimri had no warrant for what he did, but was incited to it merely by his own ambition and cruelty; whereas Jehu was anointed by one of the sons of the prophets, and did this by order from heaven, which would bear him out. In comparing persons and things we must carefully distinguish between the precious and the vile, and take heed lest from the fate of sinful men we read the doom of useful men” (= ia mengutip sesuatu yang bisa dijadikan teladan, untuk menghalanginya dari pelaksanaan dari usahanya: ‘Apakah Zimri mempunyai damai? Tidak, ia tidak mempunyainya; ia datang pada takhta dengan darah dan pengkhianatan, dan dalam 7 hari dipaksa untuk membakar istana di atas kepalanya dengan dirinya sendiri di dalamnya: dan bisakah engkau mengharapkan keadaan yang lebih baik?’ Seandainya kasusnya paralel, maka cukup benar untuk memberinya peringatan ini; karena penghakiman-penghakiman Allah atas mereka yang telah berjalan di depan kita dalam jalan yang berdosa harus menjadi peringatan-peringatan bagi kita untuk tidak berjalan dalam langkah-langkah mereka. Tetapi contoh tentang Zimri diterapkan secara salah kepada Yehu. Zimri tidak mempunyai otoritas untuk apa yang ia lakukan, tetapi didorong untuk melakukannya semata-mata oleh ambisi dan kekejamannya sendiri; sedangkan Yehu diurapi oleh satu dari anak-anak nabi, dan melakukan ini oleh perintah dari surga, yang akan menyokongnya. Dalam membandingkan orang-orang dan hal-hal kita harus dengan hati-hati membedakan antara yang berharga dan hina / busuk / keji, dan berhati-hati supaya jangan dari nasib orang-orang yang berdosa kita membaca malapetaka dari orang-orang yang berguna).

c) Ay 32: “Yehu mengangkat kepalanya melihat ke jendela itu dan berkata: ‘Siapa yang di pihakku? Siapa?’ Dan ketika dua tiga orang pegawai istana menjenguk kepadanya,”.

Ay 32b: ‘pegawai istana’.

NASB: ‘officials’ (= pejabat-pejabat).

KJV/RSV/NIV: ‘eunuchs’ (= sida-sida).

Matthew Henry: “Jehu demanding aid against her. He looked up to the window, not daunted at the menaces of her impudent but impotent rage, and cried, Who is on my side? Who? v. 32. He was called out to do God’s work, in reforming the land and punishing those that had debauched it; and here he calls out for assistance in the doing of it, looked as if there were any to help, any to uphold, Isa. 63:5. He lifts up a standard, and makes proclamation, as Moses (Exo. 32:26), Who is on the Lord’s side? And the Psalmist (Ps. 94:16), Who will rise up for me against the evil-doers? Note, When reformation-work is set on foot, it is time to ask, ‘Who sides with it?’” [= Yehu meminta bantuan menentang dia. Ia melihat ke atas ke jendela, tidak takut pada ancaman dari kemarahan yang kurang ajar tetapi tidak berdaya, dan berteriak, ‘Siapa yang di pihakku? Siapa?’ ay 32. Ia dipanggil untuk melakukan pekerjaan Allah, dalam mereformasi negara dan menghukum mereka yang telah merusakkannya; dan di sini ia meminta pertolongan dalam melakukannya, melihat apakah ada yang menolong, siapapun untuk menyokong, Yes 63:5. Ia menaikkan suatu standard, dan membuat proklamasi, seperti Musa (Kel 32:26), Siapa yang ada di pihak Tuhan? Dan si Pemazmur (Maz 94:16), ‘Siapakah yang bangkit bagiku melawan orang-orang jahat?’. Perhatikan, pada saat pekerjaan reformasi dimulai, itu adalah waktu untuk bertanya: ‘Siapa yang berpihak dengannya?’].

Bandingkan dengan:

1. Kel 32:26 - “maka berdirilah Musa di pintu gerbang perkemahan itu serta berkata: ‘Siapa yang memihak kepada TUHAN datanglah kepadaku!’ Lalu berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi.”.

2. Maz 94:16 - “Siapakah yang bangkit bagiku melawan orang-orang jahat, siapakah yang tampil bagiku melawan orang-orang yang melakukan kejahatan?”.

3. Yes 63:5 - “Aku melayangkan pandanganKu: tidak ada yang menolong; Aku tertegun: tidak ada yang membantu. Lalu tanganKu memberi Aku pertolongan, dan kehangatan amarahKu, itulah yang membantu Aku”.

d) Ay 33: “ia berseru: ‘Jatuhkanlah dia!’ Mereka menjatuhkan dia, sehingga darahnya memercik ke dinding dan ke kuda; mayatnyapun terinjak-injak”.

1. Kematian Izebel.

Pulpit Commentary: “Pitiless herself, she now met with no compassion” (= Ia sendiri tidak mempunyai belas kasihan, dan sekarang ia ditemui tanpa belas kasihan) - hal 206.

Matthew Henry: “See the end of pride and cruelty, and say, The Lord is righteous” (= Lihatlah akhir dari kesombongan dan kekejaman, dan katakanlah, Tuhan itu benar’).

2. Yehu menyuruh untuk menguburkan Izebel.

Ay 34: “Yehu masuk ke dalam, lalu makan dan minum. Kemudian ia berkata: ‘Baiklah urus mayat orang yang terkutuk itu dan kuburkanlah dia, sebab ia memang anak raja.’”.

Mengapa Yehu memerintahkan untuk mengubur Izebel, padahal ay 10b mengatakan: ‘tidak ada orang yang menguburkannya’? Ada beberapa kemungkinan:

a. Mungkin karena ia lupa pada Firman Tuhan itu.

b. Atau mungkin karena Yehu memperhatikan etika, dan etika mengharuskan putri raja dikubur dengan layak.

Kalau ini benar, maka ini mengajar kita bahwa kita harus lebih memperhatikan Firman Tuhan dari pada etika! Menurut etika maka anak raja seharusnya dikuburkan dengan layak, tetapi menurut Firman Tuhan, Izebel tidak akan dikuburkan tetapi dimakan anjiing. Seharusnya Yehu lebih memperhatikan Firman Tuhan dari pada etika!

c. Pulpit Commentary (hal 196) mengatakan bahwa mungkin karena ia takut akan menyebabkan kemarahan dari raja Sidon, dari mana Izebel berasal (1Raja 16:31). Tetapi bagaimanapun ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan perintah Tuhan.

d. Matthew Poole memberikan kemungkinan lain, yaitu bahwa ia memang ceroboh berkenaan dengan pekerjaan Tuhan dan ancamanNya.

3. Perintah Yehu ternyata tidak bisa dilaksanakan, karena mayat Izebel dimakan anjing dan tidak ditemukan, kecuali kepala, dan kedua kaki dan telapak tangannya (ay 35).

Matthew Henry: “But, though he had forgotten what the prophet said (v. 10, Dogs shall eat Jezebel), God had not forgotten it” [= Tetapi, sekalipun ia telah lupa apa yang dikatakan sang nabi (ay 10, anjing-anjing akan memakan Izebel), tetapi Allah belum / tidak melupakannya].

a. Kelihatannya pada jaman itu memang banyak anjing liar berkeliaran.

Maz 59:15-16 - “(15) Pada waktu senja mereka datang kembali, mereka melolong seperti anjing dan mengelilingi kota. (16) Mereka mengembara mencari makan; apabila mereka tidak kenyang, maka mereka mengaum”.

1Raja 14:11 - “Setiap orang dari pada Yerobeam yang mati di kota akan dimakan anjing dan yang mati di padang akan dimakan burung yang di udara. Sebab TUHAN telah mengatakannya”. Bdk. 1Raja 16:4.

b. Mengapa anjing-anjing tak memakan semuanya? Kepala mungkin terlalu keras, sedangkan konon kabarnya telapak tangan manusia rasanya tidak enak.

Pulpit Commentary: “the less palatable, since cannibals say that the palm of the human hand is excessively bitter” (= kurang enak, karena para kanibal berkata bahwa telapak dari tangan manusia sangat pahit) - hal 196.

4. Ketika hal itu dilaporkan kepada Yehu, Yehu menyadari hal itu sebagai penggenapan nubuat.

Ay 36-37: “(36) Mereka kembali memberitahukannya kepada Yehu, lalu ia berkata: ‘Memang begitulah firman TUHAN yang diucapkanNya dengan perantaraan hambaNya, Elia, orang Tisbe itu: Di kebun di luar Yizreel akan dimakan anjing daging Izebel; (37) maka mayat Izebel akan terhampar di kebun di luar Yizreel seperti pupuk di ladang, sehingga tidak ada orang yang dapat berkata: Inilah Izebel.’”.

Ini diambil dari 1Raja 21:23 - “Juga mengenai Izebel TUHAN telah berfirman: Anjing akan memakan Izebel di tembok luar Yizreel”.

Mungkin dalam 1Raja 21:23 ini hanya ringkasannya, dan di sini lengkapnya / lebih lengkap.

Jamieson, Fausset & Brown: “It is evident from the history that Jehu had no design to cooperate in the confirmation of prophecy. For until he received this information, he had no recollection of the sentence pronounced against her. Then, indeed, it occurred to his mind” [= Adalah jelas dari sejarah bahwa Yehu tidak mempunyai rencana untuk bekerja sama dalam pengesahan dari nubuat. Karena sampai ia menerima informasi ini, ia tidak ingat kalimat yang diucapkan terhadap / menentang dia (Izebel). Kemudian, barulah itu terpikir olehnya].

9) Ada beberapa hal yang perlu disoroti berkenaan dengan kematian Yoram, Ahazia, dan khususnya Izebel.

a) Nubuat Firman Tuhan digenapi dengan sempurna; Tuhan tidak pernah main-main dengan ancamanNya!

Pulpit Commentary: “That Word of God had been fulfilled with ghastly literalness. Would that men would lay to heart the lesson, and believe that all God’s threatenings will be as certainly fulfilled!” (= Supaya Firman Allah digenapi dengan kehurufiahan yang menakutkan. Kiranya orang-orang mencamkan pelajaran ini, dan percaya bahwa semua ancaman-ancaman Allah pasti akan digenapi) - hal 206.

b) Sering ada kemiripan antara tempat dan cara dari dosa / kejahatan dan tempat dan cara dari pembalasan / hukumannya!

Pulpit Commentary: “There is often a resemblance between the place and manner of the sin and the place and manner of the punishment. 1. It was at Naboth’s vineyard that the great sin of Ahab’s house had been committed. There, too, at Naboth’s vineyard, Jehoram, Ahab’s son, was slain. It was outside the walls of Jezreel that the dogs licked the blood of Naboth. There, too, the dogs licked the blood and ate the flesh of Jezebel his murderess. It would seem as if this was part of the Divine Law of retribution. One reason for it would appear to be that it fixes unmistakably the connection between the sin and its punishment. ... There is something more than accident in such things. There is the vivid impression intended to be made on people’s minds, that ‘whatsoever a man soweth, that shall he also reap.’ 2. The same is true of the resemblance between the manner of the sin and the manner of the punishment. Jezebel’s murder of Naboth was treacherous and ignominious. She herself was put to death in a treacherous and ignominious way. ... Jacob cruelly deceived his aged father Isaac when he was blind and feeble. What a pointed retribution it was when he was afterwards cruelly deceived by his own sons in their statements about Joseph” (= Sering ada kemiripan antara tempat dan cara dari dosa dan tempat dan cara dari penghukumannya. 1. Di kebun anggur Nabotlah dosa yang besar dari keluarga Ahab dilakukan. Di sana juga, di kebun anggur Nabot, Yoram, anak Ahab, dibunuh. Di luar tembok dari Yizreellah anjing-anjing menjilat darah Nabot. Di sana juga anjing-anjing menjilat darah dan memakan daging dari Izebel, pembunuhnya. Kelihatannya ini juga merupakan bagian dari Hukum Ilahi tentang pembalasan. Salah satu alasan untuknya kelihatannya adalah bahwa itu menentukan secara tak bisa salah hubungan antara dosa dan hukumannya. ... Ada sesuatu yang lebih dari kebetulan dalam hal-hal seperti ini. Ada suatu kesan yang hidup yang dimaksudkan untuk dibuat pada pikiran manusia, bahwa ‘apa yang ditabur orang itu juga yang akan dituainya’. 2. Hal yang sama juga benar tentang kemiripan antara cara dari dosa dan cara dari penghukuman. Pembunuhan yang dilakukan Izebel terhadap Nabot bersifat pengkhianatan dan tercela / jahat / memalukan. Ia sendiri dibunuh dengan cara pengkhianatan dan jahat / memalukan. Yakub dengan kejam menipu ayahnya yang sudah tua Ishak pada waktu ia sudah buta dan lemah. Betul-betul suatu pembalasan yang tajam pada waktu belakangan ia ditipu secara kejam oleh anak-anaknya sendiri dalam pernyataan mereka tentang Yusuf) - hal 200-201.

Catatan: Awas, ini bukan hukum karma. Kristen tidak mempercayai karma.

c) Pembalasan bagi orang jahat, sekalipun tertunda lama, pada akhirnya pasti datang.

Pulpit Commentary: “Retribution may be long in coming, but it comes at last. ... Yet throughout all history evil-disposed men have persisted in wicked and cruel conduct, just as if it was not only possible, but probable, that retribution would be escaped. The lesson thus needs continually to be impressed on men, that, sooner or later, retribution must come - that there is no escape from it” (= Pembalasan bisa lama datangnya, tetapi akhirnya datang. ... Tetapi sepanjang seluruh sejarah orang-orang yang condong pada kejahatan telah bertekun dalam tindakan yang jahat dan kejam, seakan-akan bukan hanya mungkin, tetapi bisa terjadi, bahwa mereka luput dari pembalasan. Karena itu, pelajaran ini perlu secara terus menerus ditanamkan / dicamkan kepada orang-orang, bahwa lambat atau cepat, pembalasan harus datang - dan bahwa orang tidak bisa lolos darinya) - hal 198.

Ia lalu memberikan 3 alasan mengapa pembalasan harus datang, yaitu:

1. Karena Allah memerintah alam semesta, dan Allah itu adil.

Pulpit Commentary mengutip kata-kata Bähr: “A God without vengeance, i.e. who cannot and will not punish, is no God, but a divinity fashioned from one’s thoughts” (= Seorang Allah tanpa pembalasan, yaitu yang tidak bisa dan tidak akan menghukum, bukanlah Allah, tetapi suatu keilahian yang diciptakan oleh pemikiran seseorang) - hal 198.

2. Karena Allah telah menyatakan bahwa pembalasan akan datang, dan Allah itu benar.

3. Karena adanya contoh-contoh dimana pembalasan tidak terjadi, hanya menunjukkan suatu penundaan, dan bukannya pembatalan, dari pembalasan.

Pulpit Commentary: “Infinite time is at the disposal of the Almighty. Men are impatient, and, if retribution does not overtake the sinner speedily, are apt to conclude that it will never overtake him. But with the Almighty ‘one day is as a thousand years, and a thousand years as one day.’ The important thing to be borne in mind is the end; and the end will not be reached till ‘judgment is set, and the books are opened’ (Dan. 7:10), and men are ‘judged out of those things which are written in the books, according to their works’ (Rev. 20:12). Punishment may be long in coming - the ungodly may continue during their whole lifetime in prosperity. But there remains a future” [= Waktu yang tak terbatas tersedia pada Yang Mahakuasa. Manusia tidak sabar, dan, jika pembalasan tidak menyusul orang berdosa dengan cepat, condong untuk menyimpulkan bahwa itu tidak akan pernah menyusulnya. Tetapi bagi Yang Mahakuasa ‘satu hari seperti seribu tahun, dan seribu tahun seperti satu hari’. Hal penting yang harus diingat adalah akhirnya; dan akhirnya tidak akan dicapai sampai penghakiman dilakukan dan kitab-kitab dibuka’ (Dan 7:10), dan orang-orang dihakimi sesuai dengan hal-hal yang tertulis dalam kitab-kitab itu, sesuai dengan pekerjaan mereka’ (Wah 20:12). Hukuman bisa lama datangnya - orang-orang jahat bisa terus makmur dalam seluruh hidup mereka. Tetapi tetap ada suatu masa akan datang] - hal 199.

Pulpit Commentary: “Sin, not repented of, must be punished. ... Look at your own lives in the light of this great truth. Are there any sins in your lives unrepented of? Then be assured that the punishment, if it has not yet come, awaits you. Sins against God, against God’s Law, against God’s sabbath; sins against our fellow-man - sins of unfair dealing, sins of evil-speaking, or other and grosser sins; every one of these, if not repented of, is sure to bring its corresponding punishment. ‘Be sure your sin will find you out.’” (= Dosa, jika orangnya tidak bertobat, harus dihukum. ... Lihatlah pada kehidupanmu sendiri dalam terang dari kebenaran yang besar ini. Apakah ada dosa-dosa dalam kehidupanmu terhadap mana engkau tidak bertobat? Maka yakinlah bahwa hukuman, jika itu belum datang, sedang menunggu engkau. Dosa-dosa terhadap Allah, terhadap hukum-hukum Allah, terhadap Sabat dari Allah; dosa-dosa terhadap sesama manusia kita - dosa tentang penanganan yang tidak adil, dosa tentang berbicara buruk, atau dosa-dosa lain dan lebih besar; setiap dosa-dosa ini, jika kita tidak bertobat darinya, pasti akan membawa hukuman yang sesuai. ‘Yakinlah bahwa dosamu akan menemukanmu’) - hal 200.

Catatan: kutipan ayat dari Bil 32:23 - “Tetapi jika kamu tidak berbuat demikian, sesungguhnya kamu berdosa kepada TUHAN, dan kamu akan mengalami, bahwa dosamu itu akan menimpa kamu”.

KJV: ‘But if ye will not do so, behold, ye have sinned against the LORD: and be sure your sin will find you out’ (= Tetapi jika kamu tidak mau berbuat demikian, lihatlah, kamu telah berdosa terhadap TUHAN: dan yakinlah bahwa dosamu akan menemukanmu).

NIV: ‘But if you fail to do this, you will be sinning against the LORD; and you may be sure that your sin will find you out’ (= Tetapi jika kamu gagal melakukan hal ini, kamu akan berdosa terhadap TUHAN; dan kamu boleh yakin bahwa dosamu akan menemukanmu).

Pulpit Commentary: “Punishment may be delayed, but it is none the less sure. ... How anxious men are to destroy all traces of their crime! And yet how vain all such efforts are! There is One whose eye sees every act of human life. We may escape the judgment of men, but we cannot escape the judgment of God. If not here, then certainly hereafter, every sin, not repented of, will receive its due reward” (= Hukuman bisa ditunda, tetapi bagaimanapun pasti. ... Alangkah inginnya orang-orang untuk menghancurkan semua jejak dari kejahatan mereka! Tetapi alangkah sia-sianya usaha-usaha seperti itu! Ada Satu yang mataNya melihat setiap tindakan dari kehidupan manusia. Kita bisa lolos dari penghakiman manusia, tetapi kita tidak bisa lolos dari penghakiman Allah. Jika tidak di sini, pasti sesudah ini / di alam baka, setiap dosa, yang tidak disesali, akan menerima upah yang seharusnya) - hal 200.

d) Alternatif lain: bertobat dan datang kepada Yesus!

Pulpit Commentary: “Such, then, is the Divine law of retribution. But God, who is just, is also merciful. He willeth not the death of a sinner, but rather that he should turn from his wickedness, and live. We have looked at the way of his justice. Let us look at the way of his mercy. It is the way of the cross. ‘God so loved the world, that he gave his only begotten Son, that whosoever believeth in him should not perish, but have everlasting life.’ If you reject God’s mercy, there is only the other alternative - God’s retributive justice” (= Maka, demikianlah hukum Ilahi dari pembalasan. Tetapi Allah, yang adalah adil, juga berbelas kasihan. Ia tidak menginginkan kematian dari orang berdosa, tetapi sebaliknya supaya mereka berbalik dari kejahatannya, dan hidup. Kita telah melihat pada jalan dari keadilanNya. Marilah kita melihat pada jalan dari belas kasihanNya. Itu adalah jalan dari salib. ‘Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal’. Jika engkau menolak belas kasihan Allah, maka hanya ada satu alternatif - keadilan pembalasan Allah) - hal 201.

Kesimpulan / penutup.

Jangan main-main dengan ancaman Tuhan / Firman Tuhan. Tuhan tidak pernah hanya sekedar ‘gertak sambal’. Introspeksilah dosa-dosa saudara, dan bertobatlah. Kalau saudara belum pernah mempunyai Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat maka terimalah Dia sekarang juga.

-AMIN-

17).II Raja-raja 10:1-36

I) Pembunuhan / pembasmian yang dilakukan oleh Yehu.

1) Yehu membunuh keluarga dan seisi istana Ahab.

Ay 1: “Ahab mempunyai tujuh puluh orang anak laki-laki di Samaria. Yehu menulis surat, dan mengirimnya ke Samaria, kepada pembesar kota itu, kepada para tua-tua dan kepada para pengasuh anak-anak Ahab, bunyinya:”.

a) ‘Anak laki-laki’.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 207) bahwa kata ‘anak laki-laki’ di sini harus diartikan ‘keturunan laki-laki’, dan kebanyakan dari 70 orang ini adalah cucu laki-laki (bdk. ay 3), dan bahkan ada yang buyut laki-laki.

Keil & Delitzsch mengatakan bahwa adanya ‘pengasuh anak-anak Ahab’ menunjukkan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘anak’ adalah ‘cucu’, karena Ahab sudah mati selama 14 tahun, sehingga anaknya yang terkecilpun pasti tidak membutuhkan pengasuh.

b) ‘kepada pembesar kota itu’.

Di sini, dalam Kitab Suci Indonesia tidak diberi nama dari kota tersebut. RSV juga demikian.

KJV: ‘And Ahab had seventy sons in Samaria. And Jehu wrote letters, and sent to Samaria, unto the rulers of Jezreel, to the elders, and to them that brought up Ahab’s children, saying,’ (= Dan Ahab mempunyai 70 anak laki-laki di Samaria. Dan Yehu menulis surat, dan mengirimkan ke Samaria, kepada penguasa-penguasa Yizreel, kepada tua-tua, dan kepada mereka yang mengasuh anak-anak Ahab, berkata). KJV » NASB.

NIV: ‘to the officials of Jezreel’ (= kepada pejabat-pejabat dari Yizreel).

Footnote NIV: ‘Hebrew; some Septuagint manuscripts and Vulgate ‘of the city’’ [= Ibrani; sebagian manuscripts Septuaginta dan Vulgate ‘dari kota itu’].

Pulpit Commentary: “‘Jezreel’ is almost certainly a corrupt reading. The ‘rulers of Jezreel’ would be at Jezreel; and, if Jehu wished to communicate with them, he would not need to ‘write.’ Had any chance taken them to Samaria - a very improbable circumstance - they would have had no authority there, and to address them would have been useless. Jehu’s letter were, no doubt, addressed to the ‘rulers of Samaria’; and so the LXX, expressly state ...; but the reading ‘Jezreel’ can scarcely have arisen out of ‘Samaria’ ..., since the difference of the two words is so great. Most probably the original word was ‘Israel’ ... which is corrupted into ‘Jezreel’ ... The rulers of Samaria, the capital, might well be called ‘the rulers of Israel.’” [= ‘Yizreel’ hampir pasti merupakan pembacaan yang salah. ‘Penguasa-penguasa Yizreel’ akan ada di Yizreel; dan jika Yehu ingin berkomunikasi dengan mereka, ia tidak perlu ‘menulis’ (karena pada saat itu Yehu ada di Yizreel). Seandainya ada kesempatan untuk membawa mereka ke Samaria, yang suatu keadaan yang sangat tidak memungkinkan, maka mereka tidak akan mempunyai otoritas di sana, dan berbicara kepada mereka adalah sia-sia. Karena itu surat Yehu, tidak diragukan, ditujukan kepada ‘penguasa-penguasa Samaria’; dan demikianlah LXX / Septuaginta, menyatakannya secara explicit ...; tetapi pembacaan ‘Yizreel’ hampir tidak mungkin bisa muncul dari ‘Samaria’ karena perbedaan kedua kata itu begitu besar. Yang paling mungkin adalah bahwa kata orisinilnya ialah ‘Israel’ ... yang lalu disalin secara salah menjadi ‘Yizreel’ ... Penguasa-penguasa Samaria, ibu kota, memang bisa disebut ‘penguasa-penguasa Israel’] - hal 207.

c) ‘kepada para tua-tua’.

Pulpit Commentary: “‘To the elders’; rather, ‘even the elders.’ Not distinct persons from the ‘rulers,’ but the same under another name” (= ‘Kepada tua-tua’ lebih tepat, ‘yaitu tua-tua’. Bukan orang-orang yang berbeda dari ‘penguasa-penguasa’ tetapi orang-orang yang sama dengan nama lain) - hal 207.

d) ‘kepada para pengasuh anak-anak Ahab’.

Adam Clarke: “It appears that the royal children of Israel and Judah were intrusted to the care of the nobles, and were brought up by them, (see 2 Kings 10:6;) and to these, therefore, Jehu’s letters are directed” [= Kelihatannya anak-anak raja Israel dan Yehuda dipercayakan pada pemeliharaan dari bangsawan-bangsawan, dan diasuh / dididik oleh mereka (lihat 2Raja 10:6); dan karena itu kepada mereka inilah surat Yehu ditujukan].

Ay 2-5: “(2) ‘Sekarang, segera sesudah surat ini sampai kepadamu, kamu yang mempunyai anak-anak tuanmu di bawah pengawasanmu, lagipula mempunyai kereta dan kuda dan kota yang berkubu serta senjata, (3) maka pilihlah seorang yang terbaik dan yang paling tepat dari antara anak-anak tuanmu, lalu dudukkanlah dia di atas takhta ayahnya, kemudian berperanglah membela keluarga tuanmu.’ (4) Tetapi mereka sangat takut dan berkata: ‘Sedangkan kedua raja itu tidak dapat bertahan menghadapinya, bagaimana mungkin kita ini dapat bertahan?’ (5) Sebab itu kepala istana dan kepala kota, juga para tua-tua dan para pengasuh mengirim pesan kepada Yehu, bunyinya: ‘Kami ini hamba-hambamu dan segala yang kaukatakan kepada kami akan kami lakukan; kami tidak hendak mengangkat seseorang menjadi raja; lakukanlah apa yang baik menurut pemandanganmu.’”.

Yang dimaksud dengan ‘kedua raja’ (ay 4) tentu adalah Yoram dan Ahazia. Orang-orang ini sangat takut kepada Yehu dan menurutinya apapun yang ia minta, tanpa peduli apakah Tuhan menghendakinya atau tidak.

Ay 6-8: “(6) Kemudian Yehu menulis surat untuk kedua kalinya kepada mereka, bunyinya: ‘Jika kamu memihak kepadaku dan mau menurut perkataanku, ambillah kepala anak-anak tuanmu dan datanglah kepadaku besok kira-kira waktu ini ke Yizreel.’ Adapun ketujuh puluh anak raja itu tinggal bersama-sama orang-orang besar di kota itu, yang mendidik mereka. (7) Tatkala surat itu sampai kepada mereka, mereka mengambil anak-anak raja itu, menyembelih ketujuh puluh orang itu, menaruh kepala orang-orang itu ke dalam keranjang dan mengirimkan semuanya kepada Yehu di Yizreel. (8) Ketika suruhan datang memberitahukan kepadanya: ‘Telah dibawa orang kepala anak-anak raja itu,’ berkatalah Yehu: ‘Susunlah semuanya menjadi dua timbunan di depan pintu gerbang sampai pagi.’”.

Matthew Henry: “Numerous families, if vicious, must not expect to be long prosperous” (= Keluarga yang banyak, jika jahat, jangan diharapkan untuk makmur secara lama.).

Matthew Henry: “Learn hence not to trust in a friend nor to put confidence in a guide not governed by conscience. One can scarcely expect that he who has been false to his God should ever be faithful to his prince. But observe God’s righteousness in their unrighteousness. These elders of Jezreel had been wickedly obsequious to Jezebel’s order for the murder of Naboth, (1 Kin. 21:11). She gloried, it is likely, in the power she had over them; and now the same base spirit makes them as pliable to Jehu and as ready to obey his orders for the murder of Ahab’s sons. Let none aim at arbitrary power, lest they be found rolling a stone which, some time or other, will return upon them. Princes that make their people slaves take the readiest way to make them rebels; and by forcing men’s consciences, as Jezebel did, they lose their hold of them” [= Karena itu belajarlah untuk tidak mempercayakan diri kepada seorang sahabat atau meletakkan keyakinan kepada seorang pembimbing yang tidak dikuasai oleh hati nurani. Seseorang hampir tidak bisa mengharapkan bahwa ia yang telah curang terhadap Allahnya bisa setia kepada pangerannya. Tetapi perhatikanlah kebenaran Allah dalam ketidak-benaran mereka. Tua-tua Yizreel ini telah tunduk secara jahat kepada perintah Izebel untuk pembunuhan terhadap Nabot (1Raja 21:11). Ia mungkin sekali bermegah dalam kuasa yang ia miliki atas mereka; dan sekarang roh yang sama hinanya membuat mereka menyesuaikan diri dengan Yehu dan sama siapnya untuk mentaati perintah-perintahnya untuk membunuh anak-anak Ahab. Janganlah siapapun menginginkan kuasa yang sewenang-wenang, supaya jangan mereka didapatkan menggelindingkan sebuah batu yang pada saat lain, akan kembali kepada mereka. Pangeran-pangeran yang membuat bangsa mereka sebagai budak mengambil jalan yang paling cepat untuk membuat mereka pemberontak-pemberontak; dan dengan memaksa hati nurani manusia, seperti yang dilakukan oleh Izebel, mereka kehilangan pegangan mereka terhadap mereka].

Catatan: berbeda dengan pandangan dari Pulpit Commentary di atas, Matthew Henry beranggapan bahwa orang-orang ini memang adalah tua-tua Yizreel, bukan Samaria / Israel.

Ay 9-10: “(9) Pada paginya keluarlah Yehu, berdirilah ia, lalu berkata kepada segenap orang banyak: ‘Kamu ini tidak bersalah. Memang akulah yang telah mengadakan persepakatan melawan tuanku dan telah membunuh dia; tetapi semua orang ini, siapakah yang membunuh mereka? (10) Ketahuilah sekarang, bahwa firman TUHAN yang telah diucapkan TUHAN tentang keluarga Ahab, tidak ada yang tidak dipenuhi, TUHAN telah melakukan apa yang difirmankanNya dengan perantaraan Elia, hambaNya.’”.

Keil & Delitzsch: “When the heads were brought, Jehu had them piled up in two heaps before the city-gate, and spoke the next morning to the assembled people in front of them: ‘Ye are righteous. Behold I have conspired against my lord, and have slain him, but who has slain all these?’ Jehu did not tell the people that the king’s sons had been slain by his command, but spake as if this had been done without his interfering by a higher decree, that he might thereby justify his conspiracy in the eyes of the people, and make them believe what he says still further in v. 10: ‘See then that of the word of the Lord nothing falls to the ground (i. e., remains unfulfilled) which Jehovah has spoken concerning the house of Ahab; and Jehovah has done what He spake through His servant Elijah.’” [= Pada waktu kepala-kepala itu dibawa, Yehu menyuruh untuk menumpuk dalam dua tumpukan di depan pintu gerbang kota, dan berbicara pada keesokan paginya kepada orang-orang yang berkumpul di depannya: ‘Kamu benar. Lihatlah, aku telah berkomplot menentang tuanku, dan telah membunuhnya, tetapi siapa yang membunuh semua orang ini?’. Yehu tidak menceritakan kepada orang-orang itu bahwa anak-anak sang raja telah dibunuh oleh perintahnya, tetapi berbicara seakan-akan ini telah terjadi tanpa campur tangannya oleh suatu ketetapan yang lebih tinggi, supaya dengan itu ia bisa membenarkan komplotannya di depan mata dari orang-orang itu, dan membuat mereka percaya apa yang ia katakan lebih jauh lagi dalam ay 10: ‘Maka lihatlah bahwa dari firman Tuhan tidak ada yang jatuh ke tanah (yaitu tidak digenapi) yang telah diucapkan oleh Yehovah mengenai keluarga Ahab; dan Yehovah telah melakukan apa yang Ia katakan melalui hambaNya Elia’].

Ay 11: “Lalu Yehu membunuh semua orang yang masih tinggal dari keluarga Ahab yang di Yizreel, juga semua orang besarnya, orang-orang kepercayaannya dan imam-imamnya; tidak ada padanya seorangpun yang ditinggalkan Yehu hidup”.

a) Orang-orang yang tadinya mentaati perintah Yehu dengan membunuh anak-anak Ahab, juga dibunuh.

Adam Clarke: “So it appears that the great men who had so obsequiously taken off the heads of Ahab’s seventy sons, fell also a sacrifice to the ambition of this incomparably bad man” (= Jadi kelihatannya orang-orang besar yang telah dengan demikian tunduk mengambil kepala dari 70 anak-anak Ahab, juga jatuh sebagai korban dari ambisi dari orang yang tidak ada bandingannya jahatnya ini).

b) ‘dan imam-imamnya’.

Ini agak aneh, karena cerita pembunuhan terhadap imam-imam diceritakan dalam ay 19-25. Mungkin yang di sini adalah ringkasan dari cerita dalam ay 19-25.

Pulpit Commentary: “Perhaps the same person are intended as in ver. 19, the present notice of their death being a mere summary, and the narrative of ver. 19-25 a full statement of the circumstances” (= Mungkin yang dimaksudkan adalah orang-orang yang sama dengan yang ada dalam ay 19, pemberitahuan yang di sini tentang kematian mereka hanya merupakan ringkasan, dan cerita dalam ay 19-25 merupakan pernyataan lengkap dari peristiwa itu) - hal 209.

2) Pembunuhan sanak saudara Ahazia.

Ay 12-14: “(12) Kemudian bangkitlah Yehu pergi ke Samaria. Di jalan dekat Bet-Eked, perkampungan para gembala, (13) bertemulah ia dengan sanak saudara Ahazia, raja Yehuda, lalu ia bertanya: ‘Siapakah kamu ini?’ Jawab mereka: ‘Kami adalah sanak saudara Ahazia dan kami datang untuk memberi salam kepada anak-anak raja dan anak-anak ibu suri.’ (14) Berkatalah Yehu: ‘Tangkaplah mereka hidup-hidup!’ Lalu ditangkaplah mereka hidup-hidup dan disembelih dekat perigi Bet-Eked, empat puluh dua orang, dan tidak ada seorangpun ditinggalkannya hidup dari pada mereka”.

a) Ay 13: ‘sanak saudara Ahazia’.

KJV: ‘the brethren of Ahaziah’ (= saudara-saudara Ahazia).

Barnes mengatakan bahwa ini bukan betul-betul saudara-saudara Ahazia, karena mereka sudah dibunuh oleh orang-orang Arab sebelum Ahazia naik takhta.

2Taw 22:1 - “Lalu penduduk Yerusalem mengangkat Ahazia, anaknya yang bungsu, menjadi raja menggantikan dia, karena semua anaknya yang lebih tua umurnya telah dibunuh oleh gerombolan yang datang ke tempat perkemahan bersama-sama orang-orang Arab. Dengan demikian Ahazia, anak Yoram raja Yehuda, menjadi raja”.

Jadi mereka ini adalah keponakan-keponakan Ahazia, anak-anak dari saudara Ahazia. Pulpit Commentary (hal 210) mempunyai pandangan yang sama.

Bdk. 2Taw 22:8 - “Sementara Yehu melakukan penghukuman atas keluarga Ahab, ia menjumpai pembesar-pembesar Yehuda dan anak-anak saudara-saudara Ahazia, yang melayani Ahazia. Juga mereka dibunuhnya”.

b) Bahayanya berteman / bersekutu dengan orang-orang jahat.

Pulpit Commentary: “Jehu’s vengeance on Ahab’s house was searching and complete. He had already slain at Jezreel not only Ahab’s kinsfolk, but his great men and his priests - all who in any way showed favour or encouragement to Ahab. In the same spirit he now puts to death these brethren of Ahaziah because of their relationship and sympathy with Ahab’s house. ... the house of Ahab was notorious for its wickedness. It had been singled out for the terrible retribution of God. To keep up friendship with men and women so wicked was to become a partaker of their crimes. The old Latin proverb was Noscitur a sociis - ‘A man is known by the company he keeps.’ If we would avoid the fate of the wicked, let us avoid their fellowship” (= Pembalasan Yehu terhadap keluarga Ahab adalah cermat dan lengkap / sempurna. Ia telah membunuh di Yizreel bukan hanya keluarga Ahab, tetapi juga orang-orang besarnya dan imam-imamnya - semua orang yang dengan cara tertentu menunjukkan kebaikan atau dukungan kepada Ahab. Dalam roh / semangat yang sama ia sekarang membunuh saudara-saudara dari Ahazia karena hubungan mereka dan simpati mereka dengan keluarga Ahab. ... keluarga Ahab terkenal untuk kejahatannya. Itu telah dikhususkan untuk pembalasan yang hebat dari Allah. Memelihara persahabatan dengan orang-orang yang begitu jahat berarti ikut ambil bagian dalam kejahatan mereka. Pepatah Latin kuno adalah Noscitur a sociis - ‘Seseorang dikenal dari teman-temannya’. Jika kita ingin menghindari nasib dari orang jahat, hendaklah kita menghindari persekutuan mereka) - hal 219.

Amsal 4:14-15 - “Janganlah menempuh jalan orang fasik, dan janganlah mengikuti jalan orang jahat. Jauhilah jalan itu, janganlah melaluinya, menyimpanglah dari padanya dan jalanlah terus”.

Maz 1:1 - “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh”.

2Yoh 10-11 - “(10) Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya. (11) Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya, ia mendapat bagian dalam perbuatannya yang jahat”.

Pulpit Commentary: “A further act in the tragedy of the destruction of Ahab’s house took place at a certain shearing-house on the road to Samaria. Thither forty-two brethren (kinsmen) of Ahaziah had come down on their way to pay a pleasure visit to their relations, the princes at the capital. ... It was, however, to prove a costly visit to them. ... In pursuit of their pleasures, how many, like Ahaziah’s brethren, have found themselves overtaken by death! The way of pleasure is, for many, the way of death - the way to the pit of destruction” [= Tindakan lebih lanjut dalam tragedi dari penghancuran dari keluarga Ahab terjadi pada rumah pengguntingan tertentu di jalan ke Samaria. Ke sanalah 42 saudara-saudara (sanak keluarga) dari Ahazia datang dalam perjalanan mereka untuk melakukan perkunjungan yang menyenangkan kepada famili mereka, pangeran-pangeran di ibu kota. ... Tetapi hal itu terbukti sebagai suatu perkunjungan yang mahal bagi mereka. ... Dalam mengejar kesenangan mereka, betapa banyak, seperti saudara-saudara Ahazia, telah menemukan diri mereka sendiri disusul oleh kematian! Jalan kesenangan, bagi banyak orang, adalah jalan kematian - jalan kepada lubang kehancuran] - hal 223.

3) Pembunuhan keluarga Ahab di Samaria.

a) Sebelum melakukan ini Yehu bertemu dengan Yonadab bin Rekhab.

Ay 15-16: “(15) Setelah pergi dari sana, bertemulah ia dengan Yonadab bin Rekhab yang datang menyongsong dia. Ia memberi salam kepadanya serta berkata: ‘Apakah hatimu jujur kepadaku seperti hatiku terhadap engkau?’ Jawab Yonadab: ‘Ya!’ ‘Jika ya, berilah tanganmu!’ Maka diberinyalah tangannya, lalu Yehu mengajak dia naik ke sampingnya ke dalam kereta. (16) Berkatalah Yehu: ‘Marilah bersama-sama aku, supaya engkau melihat bagaimana giatku untuk TUHAN.’ Demikianlah Yehu membawa dia dalam keretanya”.

1. Siapa orang ini?

Yer 35:6-10 - “(6) Tetapi mereka menjawab: ‘Kami tidak minum anggur, sebab Yonadab bin Rekhab, bapa leluhur kami, telah memberi perintah kepada kami, katanya: Janganlah kamu atau anak-anakmupun minum anggur sampai selama-lamanya; (7) janganlah kamu mendirikan rumah, janganlah kamu menabur benih; janganlah kamu membuat atau mempunyai kebun anggur, melainkan haruslah kamu diam di kemah-kemah selama hidupmu, supaya lama kamu hidup di tanah, di mana kamu tinggal sebagai orang asing! (8) Kami mentaati suara Yonadab bin Rekhab, bapa leluhur kami dalam segala apa yang diperintahkannya kepada kami, agar kami tidak minum anggur selama hidup kami, yakni kami sendiri, isteri kami, anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan kami; (9) agar kami tidak mendirikan rumah-rumah untuk kami diami, tidak mempunyai kebun anggur atau ladang serta benih, (10) melainkan kami diam di kemah-kemah dan taat melakukan tepat seperti yang diperintahkan kepada kami oleh Yonadab, bapa leluhur kami”. Kalau mau lebih mendetail, baca terus sampai Yer 35:19.

Pulpit Commentary: “the great Kenite chief, Jehonadab, the founder of the remarkable tribe and sect of the Rechabites ... His tribe, the Kenites, was probably of Arab origin, and certainly of Arab habits. It attached itself to the Israelites during their wanderings in the Sinaitic desert, and was given a settlement in ‘the wilderness of Judah,’ on the conquest of Palestine (Judg. 1:16). Jehonadab seems to have been of an ascetic turn, and to have laid down for his tribe a rule of life stricter and more severe than any known previously” [= Kepala yang agung dari suku Keni, Yonadab, pendiri dari suku dan sekte Rekhab yang luar biasa ... Sukunya, Keni, mungkin mempunyai asal usul Arab, dan pasti mempunyai kebiasaan-kebiasaan Arab. Mereka menggabungkan diri dengan bangsa Israel selama pengembaraan mereka di gurun Sinai, dan diberikan perkampungan di ‘padang gurun Yudea’ pada penaklukan Palestina (Hak 1:16). Yonadab kelihatannya mempunyai kecenderungan menjadi seorang pertapa, dan telah memberikan untuk sukunya suatu peraturan kehidupan yang lebih ketat dan lebih keras dari pada yang pernah dikenal sebelumnya] - hal 210.

Hakim 1:16 - “Keturunan Hobab, ipar Musa, orang Keni itu, maju bersama-sama dengan bani Yehuda dari kota pohon korma ke padang gurun Yehuda di Tanah Negeb dekat Arad; lalu mereka menetap di antara penduduk di sana”.

Hakim 4:11 - “Adapun Heber, orang Keni itu, telah memisahkan diri dari suku Keni, dari anak-anak Hobab ipar Musa, dan telah berpindah-pindah memasang kemahnya sampai ke pohon tarbantin di Zaanaim yang dekat Kedesh”.

Bil 10:29-32 - “(29) Lalu berkatalah Musa kepada Hobab anak Rehuel orang Midian, mertua Musa: ‘Kami berangkat ke tempat yang dimaksud TUHAN ketika Ia berfirman: Aku akan memberikannya kepadamu. Sebab itu ikutlah bersama-sama dengan kami, maka kami akan berbuat baik kepadamu, sebab TUHAN telah menjanjikan yang baik tentang Israel.’ (30) Tetapi jawabnya kepada Musa: ‘Aku tidak ikut, melainkan aku hendak pergi ke negeriku dan kepada sanak saudaraku.’ (31) Kata Musa: ‘Janganlah kiranya tinggalkan kami, sebab engkaulah yang tahu, bagaimana kami berkemah di padang gurun, maka engkau dapat menjadi penunjuk jalan bagi kami. (32) Jika engkau ikut bersama-sama dengan kami, maka kebaikan yang akan dilakukan TUHAN kepada kami akan kami lakukan juga kepadamu.’”.

1Sam 15:6 - “Berkatalah Saul kepada orang Keni: ‘Berangkatlah, menjauhlah, pergilah dari tengah-tengah orang Amalek, supaya jangan kulenyapkan kamu bersama-sama dengan mereka. Bukankah kamu telah menunjukkan persahabatanmu kepada semua orang Israel, ketika mereka pergi dari Mesir?’ Sesudah itu menjauhlah orang Keni dari tengah-tengah orang Amalek”.

2. Ay 16: “Berkatalah Yehu: ‘Marilah bersama-sama aku, supaya engkau melihat bagaimana giatku untuk TUHAN.’ Demikianlah Yehu membawa dia dalam keretanya”.

a. Kalau Yehu memang rohani, mengapa ia mengajak Yonadab ini untuk naik keretanya, dan bukannya mencari Elisa untuk mengajaknya naik keretanya?

b. Kata ‘giat’ diterjemahkan ‘zeal’ (= semangat) oleh KJV/RSV/NIV/NASB.

Pulpit Commentary: “Zeal itself is a grand thing. It is men of zeal who have revolutionized the world. Moses was a man of zeal. So was Elijah. So was Daniel. So was St. Paul. So was Martin Luther. So was John Knox. All these men were mocked at as fools and fanatics and enthusiasts in their time. But every one of those man has left his mark for good upon the history of the world. ... If there is any one who should show enthusiasm, it is the Christian. ... Zeal! surely the Christian ought to overflow with zeal. Zeal! when he thinks of his Saviour and his cross. Zeal! when he thinks of heaven with all its glory awaits him. Zeal! when he thinks of the welcome from the King. Zeal! when he thinks how short his time is here. Zeal! when he thinks of the perishing and needy all around him. Yes; it is well to have within your heart the glow and fire of Christian zeal” (= Semangat itu sendiri merupakan sesuatu yang agung. Adalah orang-orang yang bersemangat yang merevolusi dunia. Musa adalah orang yang bersemangat. Demikian juga dengan Elia. Demikian juga dengan Daniel. Demikian juga dengan Paulus. Demikian juga dengan Martin Luther. Demikian juga dengan John Knox. Semua orang-orang ini diejek sebagai orang-orang tolol dan fanatik dan bersemangat pada jaman mereka. Tetapi setiap orang ini telah meninggalkan bekas / tandanya untuk selama-lamanya pada sejarah dunia. ... Jika ada seseorang yang harus menunjukkan semangat, itu adalah orang kristen. ... Semangat! pasti orang kristen seharusnya berlimpah dengan semangat. Semangat! pada waktu ia berpikir tentang Juruselamatnya dan salibNya. Semangat! pada waktu ia berpikir tentang surga dengan semua kemuliaan yang menantinya. Semangat! pada waktu ia berpikir tentang sambutan dari sang Raja. Semangat! pada waktu ia berpikir betapa singkatnya waktu di sini. Semangat! pada waktu ia berpikir tentang orang-orang yang binasa dan membutuhkan di sekitarnya. Ya; adalah baik untuk mempunyai dalam hatimu cahaya dan api dari semangat Kristen) - hal 220.

Kol 3:23 - “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia”.

Kebalikannya adalah seperti dalam ayat-ayat di bawah ini:

Wah 3:15-16 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulutKu”.

Wah 2:4 - “Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula”.

Mat 11:16-17 - “(16) Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya: (17) Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung”.

Anak-anak kelompok kedua ini selalu memberikan response negatif terhadap usul apapun dari anak-anak kelompok pertama.

c. Dari ay 16 ini terlihat bahwa ada kesombongan dalam diri Yehu tentang semangatnya.

Pulpit Commentary: “The man who thus parades his good deeds is lacking in one of the first element of true goodness and usefulness, and that is humility” (= Orang yang memamerkan tindakan-tindakan baiknya kekurangan salah satu elemen pertama dari kebaikan dan kebergunaan yang benar, dan itu adalah kerendahan-hati) - hal 220.

Adam Clarke: “O thou ostentatious and murderous hypocrite! Thou have zeal for Yahweh and his pure religion! Witness thy calves at Dan and Bethel, and the general profligacy of thy conduct. He who can call another to witness his zeal for religion, or his works of charity, has as much of both as serves his own turn” (= O engkau orang munafik yang suka pamer dan berjiwa pembunuh! Engkau mempunyai semangat untuk Yahweh dan agamaNya yang murni. Saksikanlah lembu-lembumu di Dan dan Betel, dan kejahatan umum dari tingkah lakumu. Ia yang bisa memanggil orang lain untuk menyaksikan semangatnya untuk agama, atau pekerjaan kasihnya, mempunyai banyak dari keduanya untuk melayani dirinya sendiri).

b) Yehu membunuh keluarga Ahab di Samaria.

Ay 17: “Setelah Yehu sampai di Samaria, maka ia membunuh semua orang yang masih tinggal dari keluarga Ahab di Samaria; ia memunahkannya, sesuai dengan firman yang diucapkan TUHAN kepada Elia”.

Bagaimana seorang pertapa bisa tahan melihat semua pembantaian itu? Jangan terlalu heran, karena Elia yang juga adalah orang saleh, ternyata bisa menyembelih 450 nabi-nabi Baal.

Bdk. Maz 58:11 - “Orang benar itu akan bersukacita, sebab ia memandang pembalasan, ia akan membasuh kakinya dalam darah orang fasik”.

c) Yehu membunuh semua pengikut Baal dengan tipu daya.

Ay 18-25: “(18) Kemudian Yehu mengumpulkan seluruh rakyat, lalu berkata kepada mereka: ‘Adapun Ahab masih kurang beribadah kepada Baal, tetapi Yehu mau lebih hebat beribadah kepadanya. (19) Oleh sebab itu, panggillah menghadap aku semua nabi Baal, semua orang yang beribadah kepadanya dan semua imamnya, seorangpun tidak boleh tidak hadir, sebab aku hendak mempersembahkan korban yang besar kepada Baal. Setiap orang yang tidak hadir tidak akan tinggal hidup.’ Tetapi perbuatan ini adalah akal Yehu supaya ia membinasakan orang-orang yang beribadah kepada Baal. (20) Selanjutnya Yehu berkata: ‘Tentukanlah hari raya perkumpulan kudus bagi Baal!’ Lalu mereka memaklumkannya. (21) Yehu mengirim orang ke seluruh Israel, maka datanglah seluruh orang yang beribadah kepada Baal, tidak seorangpun yang ketinggalan. Lalu masuklah semuanya ke dalam rumah Baal, sehingga rumah itu penuh sesak dari ujung ke ujung. (22) Kemudian berkatalah Yehu kepada orang yang mengepalai gudang pakaian: ‘Keluarkanlah pakaian untuk setiap orang yang beribadah kepada Baal!’ Maka dikeluarkannyalah pakaian bagi mereka. (23) Sesudah itu masuklah Yehu dan Yonadab bin Rekhab ke dalam rumah Baal, lalu berkatalah ia kepada orang-orang penyembah Baal di situ: ‘Periksalah dan lihatlah, supaya jangan ada di antara kamu di sini seorangpun dari hamba-hamba TUHAN, melainkan hanya orang-orang yang beribadah kepada Baal.’ (24) Lalu masuklah mereka untuk mempersembahkan korban sembelihan dan korban bakaran. Adapun Yehu telah menempatkan delapan puluh orang di luar dan telah berkata: ‘Siapa yang membiarkan lolos seorangpun dari orang-orang yang kuserahkan ke dalam tanganmu, nyawanyalah ganti nyawa orang itu.’ (25) Setelah Yehu selesai mempersembahkan korban bakaran, berkatalah ia kepada bentara-bentara dan kepada perwira-perwira: ‘Masuklah, bunuhlah mereka, seorangpun tidak boleh lolos!’ Maka dibunuhlah mereka dengan mata pedang, lalu mayatnya dibuang; kemudian masuklah bentara-bentara dan perwira-perwira itu ke gedung rumah Baal”.

Ay 18-dst jelas merupakan tipu daya yang bersifat dosa. Yehu menyalurkan semangatnya, atau melaksanakan perintah Tuhan untuk membasmi keluarga Ahab, tanpa peduli apakah caranya sesuai dengan Firman Tuhan atau tidak.

Pulpit Commentary mengutip kata-kata Matthew Henry sebagai berikut: “God’s service requires not man’s lie” (= Pelayanan Allah tidak membutuhkan dusta manusia) - hal 221.

Matthew Henry: “The truth of God needs not any man’s lie” (= Kebenaran Allah tidak membutuhkan dusta dari manusia manapun juga).

Robert L. Dabney: “... God, and not the hearer, is the true object on whom any duty of veracity terminates. God always has the right to expect truth from me, however unworthy the person to whom I speak” (= ... Allah, dan bukan pendengarnya, merupakan obyek / tujuan yang benar terhadap siapa kewajiban kejujuran ditujukan. Allah selalu mempunyai hak untuk mengharapkan kebenaran dari aku, tidak peduli betapa tidak berharganya orang kepada siapa aku berbicara) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 425.

Pulpit Commentary: “It is impossible to condone this flagrant hypocrisy, which even went the length of offering up a sacrifice to the false god. ... We must not do evil, even that good may come” [= Adalah mustahil untuk memaafkan / mengampuni kemunafikan yang menyolok ini, yang bahkan berjalan begitu jauh sampai mempersembahkan suatu korban kepada dewa palsu (ay 24-25). ... Kita tidak boleh melakukan kejahatan, bahkan dengan tujuan supaya kebaikan datang] - hal 225.

Yang dilakukan Yehu sangat kontras dengan yang dilakukan Elia, yang mendemonstrasikan kehebatan YAHWEH dan ketidak-mampuan Baal, dan setelah itu membunuh semua nabi-nabi Baal.

Pulpit Commentary: “‘Subtilty’ was characteristic of Jehu, who always preferred to gain his ends by cunning rather than in a straightforward way. Idolaters were by the Law liable to death, and Jehu would have had a perfect right to crush the Baal-worship throughout the land, by sending his emissaries everywhere, with orders to slay all whom they found engaged in it. But to draw some thousand of his subjects by false pretences into a trap, and then to kill them in it for doing what he himself invited them to do, was an act that was wholly unjustifiable, and that savoured, not of the wisdom which is from above, but of that bastard wisdom which is ‘earthly, sensual, devilish’ (Jas. 3:15)” [= ‘Kelicikan’ merupakan ciri dari Yehu, yang selalu memilih untuk mendapatkan tujuannya dengan kelicikan dari pada dengan cara yang lurus. Penyembah-penyembah berhala dapat dikenakan hukuman mati oleh hukum Taurat, dan Yehu mempunyai hak yang sempurna untuk menghancurkan penyembahan Baal di seluruh negeri, dengan mengirimkan utusan-utusannya ke mana-mana, dengan perintah untuk membunuh semua yang mereka temukan terlibat di dalamnya. Tetapi menarik beberapa ribu dari warganya dengan kepura-puraan yang palsu ke dalam suatu jebakan, dan lalu membunuh mereka di dalamnya karena melakukan apa yang ia sendiri undang / ajak mereka untuk lakukan, merupakan suatu tindakan yang sepenuhnya tidak bisa dibenarkan, dan itu berbau, bukan hikmat yang dari atas, tetapi hikmat bastard / campuran yang ‘bersifat duniawi, daging, dan setan’ (Yakobus 3:15)] - hal 211-212.

Sama seperti waktu di Indonesia ada ‘Petrus’ (= penembak misterius); orang kristen seharusnya tidak boleh menyetujui hal ini.

Dari ay 23 terlihat bahwa Yonadab mengikuti Yehu masuk ke kuil Baal tersebut. Ini cara Yehu untuk menunjukkan bagaimana semangatnya untuk YAHWEH (bdk. ay 16), padahal apa yang ia lakukan adalah sesuatu yang jelas-jelas bertentangan dengan Firman Tuhan. ‘Semangat’ tidak berarti ‘melakukan sesuatu bertentangan dengan Firman Tuhan’. Karena itu Amsal 19:2 - “Tanpa pengetahuan kerajinanpun [NIV: ‘zeal’ (= semangat)] tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah”.

d) Yehu tidak mau keliru bunuh orang.

Ay 23: “Sesudah itu masuklah Yehu dan Yonadab bin Rekhab ke dalam rumah Baal, lalu berkatalah ia kepada orang-orang penyembah Baal di situ: ‘Periksalah dan lihatlah, supaya jangan ada di antara kamu di sini seorangpun dari hamba-hamba TUHAN, melainkan hanya orang-orang yang beribadah kepada Baal.’”.

Kata-kata Yehu dalam ay 23b ini bertujuan supaya jangan ada hamba-hamba TUHAN / pengikut YAHWEH yang ikut terbunuh.

Pulpit Commentary: “Jehu’s real object was undoubtedly to save the lives of any ‘servants of Jehovah’ who might incautiously have mixed themselves up with the Baal-worshippers, out of curiosity, or to have their share in the general holiday. That he should have thought such a thing possible or even probable indicates the general laxity of the time, and the want of any sharp line of demarcation between the adherents of the two religions” (= Tidak diragukan lagi bahwa tujuan Yehu sebenarnya adalah menyelamatkan nyawa dari ‘pelayan-pelayan Yehovah’ yang bisa secara tidak hati-hati telah mencampurkan diri mereka dengan penyembah-penyembah Baal, karena rasa ingin tahu, atau untuk ikut ambil bagian dalam hari raya umum mereka. Bahwa ia bisa berpikir bahwa hal seperti itu bisa atau bahkan mungkin terjadi, menunjukkan kelalaian yang umum pada jaman itu, dan tidak adanya suatu garis yang tajam yang menjadi pemisah antara pengikut-pengikut dari kedua agama) - hal 212.

4) Yehu menghancurkan kuil Baal dengan patung-patung dan tugu-tugunya.

Ay 26-27: “(26) Mereka mengeluarkan tiang berhala rumah Baal itu, lalu dibakar. (27) Mereka merobohkan tugu berhala Baal itu, merobohkan juga rumah Baal, dan membuatnya menjadi jamban; begitulah sampai hari ini”.

II) Kebenaran dan kesalahan tindakan Yehu.

1) Dalam persoalan tindakan membunuh seluruh keluarga Ahab, apakah Yehu benar? Pertanyaan ini bisa di jawab dengan: Ya dan tidak.

a) Tentang persoalan membunuh begitu banyak orang, itu bisa dibenarkan, karena hal itu diperintahkan oleh Tuhan (Catatan: perintah seperti itu tidak mungkin ada lagi pada jaman sekarang). Jadi pada saat itu Yehu berfungsi untuk menjadi algojo Tuhan. Karena itu tindakan Yehu ini mendapat pujian dari Tuhan.

Ay 30: “Berfirmanlah TUHAN kepada Yehu: ‘Oleh karena engkau telah berbuat baik dengan melakukan apa yang benar di mataKu, dan telah berbuat kepada keluarga Ahab tepat seperti yang dikehendaki hatiKu, maka anak-anakmu akan duduk di atas takhta Israel sampai keturunan yang keempat.’”.

Bahkan seandainya Yehu tidak mau membunuh, ia jelas salah.

Bdk. Yer 48:10 - “Terkutuklah orang yang melaksanakan pekerjaan TUHAN dengan lalai, dan terkutuklah orang yang menghambat pedangNya dari penumpahan darah!”.

Ayat ini salah terjemahan karena kata ‘Nya’ seharusnya tidak dimulai dengan huruf besar, karena kata ini tidak menunjuk kepada Allah.

b) Tetapi tindakan Yehu juga bisa disalahkan dalam hal:

1. Penggunaan tipu muslihat / dusta yang telah dibahas di atas.

2. Motivasinya. Karena itu muncul ayat lain yang seolah-olah bertentangan dengan ay 30 tadi, yaitu Hos 1:4 - “Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Hosea: ‘Berilah nama Yizreel kepada anak itu, sebab sedikit waktu lagi maka Aku akan menghukum keluarga Yehu karena hutang darah Yizreel dan Aku akan mengakhiri pemerintahan kaum Israel”.

Pulpit Commentary: “These acts of his are praised; but nothing is said of his motives in doing them. They were probably to a great extent selfish” (= Tindakan-tindakan ini dipuji; tetapi tidak ada apapun yang dikatakan tentang motivasinya dalam melakukan hal-hal itu. Mungkin sekali hal itu dilakukan sampai tingkat tertentu dengan keegoisan) - hal 214.

Barnes mengatakan bahwa mungkin sekali Yehu mempunyai motivasi yang salah, dimana ia melakukan semua pembunuhan itu demi dirinya sendiri, bukan demi Tuhan ataupun untuk menggenapi nubuat Elia. Karena itu hal ini dianggap dosa oleh Tuhan.

Pulpit Commentary: “‘How could Jehu’s shedding this blood, at God’s command and in fulfilment of his will, be a sin?’ And it is rightly answered, ‘Because, if we do what is the will of God for any end of our own, for anything except God, we do in fact our own will, not God’s. It was not lawful for Jehu to depose and slay the king his master, except at the express command of God, who, as the supreme King, sets up and puts down earthly rulers as he wills. For any other end, and done otherwise that at God’s express command, such an act is sin. ... Jehu, by cleaving, against the will of God, to Jeroboam’s sin (ch. 10:29,31), which served his own political ends, showed that, in the slaughter of his master, he acted, not as he pretended, out of zeal for the will of God (ch. 10:16), but served his own will and his own ambition only. By his disobedience to the one command of God, he showed that he would have equally disobeyed the other, had it been contrary to his own will or interest. ... And so the blood which was shed according to the righteous judgment of God, became sin to him that shed it in order to fulfil, not the will of God, but his own” [= ‘Bagaimana bisa pencurahan darah yang dilakukan Yehu atas perintah Allah dan dalam penggenapan tentang kehendakNya, bisa merupakan suatu dosa?’ Dan itu dengan benar dijawab: ‘Karena jika kita melakukan kehendak Allah untuk tujuan kita sendiri, untuk apapun kecuali Allah, kita dalam faktanya melakukan kehendak kita sendiri, bukan kehendak Allah. Tidak sah bagi Yehu untuk menurunkan dan membunuh sang raja, tuannya, kecuali karena perintah yang jelas dari Allah, yang sebagai Raja tertinggi, menegakkan dan menurunkan penguasa-penguasa duniawi sesuai kehendakNya. Untuk tujuan yang lain, dan dilakukan selain karena perintah yang jelas dari Allah, itu merupakan tindakan yang berdosa. ... Yehu, dengan berpegang, bertentangan dengan kehendak Allah, kepada dosa Yerobeam (pasal 10:29,31), yang berguna untuk tujuan politiknya sendiri, menunjukkan bahwa, dalam pembunuhan tuannya, ia bertindak, bukan sebagaimana ia berpura-pura, karena semangat untuk kehendak Allah (ay 16), tetapi melayani kehendaknya sendiri dan ambisinya sendiri saja. Oleh ketidak-taatan kepada perintah Allah, ia menunjukkan bahwa ia akan secara sama tidak mentaati perintah yang lain, seandainya perintah itu bertentangan dengan kehendaknya atau kepentingannya sendiri. ... Dan demikianlah darah yang dicurahkan sesuai dengan penghakiman yang benar dari Allah, menjadi dosa bagi dia yang mencurahkannya untuk menggenapi, bukan kehendak Allah, tetapi kehendaknya sendiri] - hal 189.

Penerapan: Karena itu hati-hati dalam melakukan ketaatan apapun. Pikirkan benar atau tidaknya motivasi / tujuan saudara.

Pulpit Commentary: “Jehu had shed much blood. Guilt could not be imputed to him in this, so far as he was acting under an express Divine command. He ‘delivered his soul’ (Ezek. 33:9), however, only if this Divine command furnished the actual motive of his conduct. If the Divine mandate but covered designs of selfish ambition, the stain of blood came back on him. Hence the different judgment passed on these deeds in Hos. 1:4, ‘I will avenge the blood of Jezreel upon the house of Jehu.’ In 2Kings Jehu’s act are regarded on their outward side, while in Hosea they are considered on their inner and spiritual side. His real character was made apparent by his subsequent deeds. He obeyed God only so far as he could at the same time serve himself. He would willingly have shed the same amount of blood to secure the throne for himself, had there been no Divine command at all” [= Yehu telah mencurahkan banyak darah. Ia tidak bisa dianggap bersalah dalam hal ini, sejauh ia bertindak di bawah perintah Ilahi yang jelas. Ia ‘telah menyelamatkan nyawanya’ (Yeh 33:9), tetapi hanya jika perintah Ilahi ini diperlengkapi dengan motivasi yang sebenarnya dari tindakannya. Jika mandat Ilahi itu hanya merupakan penutup dari rencana-rencana dari ambisi yang egois, maka noda dari darah kembali kepada dia. Karena itu penghakiman yang berbeda diberikan pada tindakan-tindakan ini dalam Hos 1:4, ‘Aku akan menghukum keluarga Yehu karena hutang darah Yizreel’. Dalam 2Raja tindakan Yehu dipandang dari sisi luar / lahiriah, sementara dalam Hosea tindakan-tindakan itu dipandang pada sisi dalam dan rohani. Karakternya yang sebenarnya menjadi jelas oleh tindakan-tindakannya selanjutnya. Ia mentaati Allah hanya sejauh kalau hal itu pada saat yang sama melayani dirinya sendiri. Ia akan dengan sukarela mencurahkan jumlah darah yang sama untuk mengamankan takhta untuk dirinya sendiri, seandainya di sana tidak ada perintah Ilahi sama sekali] - hal 225.

Bdk. Yes 10:5-7 - “(5) Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk murkaKu dan yang menjadi tongkat amarahKu! (6) Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan memerintahkannya melawan umat sasaran murkaKu, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi dia sendiri tidak demikian maksudnya dan tidak demikian rancangan hatinya, melainkan niat hatinya ialah hendak memunahkan dan hendak melenyapkan tidak sedikit bangsa-bangsa”.

2) Yehu salah dalam membiarkan anak lembu emasnya Yerobeam.

Kalau dalam pembunuhan terhadap keluarga Ahab, tindakan Yehu masih mempunyai sisi benar, maka di sini, tindakannya sedikitpun tidak mempunyai kebenaran apa-apa, tetapi sebaliknya salah secara mutlak.

Ay 29,31: “Hanya, Yehu tidak menjauh dari dosa-dosa Yerobeam bin Nebat, yang mengakibatkan orang Israel berdosa pula, yakni dosa penyembahan anak-anak lembu emas yang di Betel dan yang di Dan. ... Tetapi Yehu tidak tetap hidup menurut hukum TUHAN, Allah Israel, dengan segenap hatinya; ia tidak menjauh dari dosa-dosa Yerobeam yang mengakibatkan orang Israel berdosa pula”.

Jadi, ini adalah reformasi yang tidak tuntas! Mari kita melihat apa tujuan semula dari Yeroboam sehingga mendirikan anak-anak lambu emas di Betel dan di Dan ini.

Bdk. 1Raja 12:26-30 - “(26) Maka berkatalah Yerobeam dalam hatinya: ‘Kini mungkin kerajaan itu kembali kepada keluarga Daud. (27) Jika bangsa itu pergi mempersembahkan korban sembelihan di rumah TUHAN di Yerusalem, maka tentulah hati bangsa ini akan berbalik kepada tuan mereka, yaitu Rehabeam, raja Yehuda, kemudian mereka akan membunuh aku dan akan kembali kepada Rehabeam, raja Yehuda.’ (28) Sesudah menimbang-nimbang, maka raja membuat dua anak lembu jantan dari emas dan ia berkata kepada mereka: ‘Sudah cukup lamanya kamu pergi ke Yerusalem. Hai Israel, lihatlah sekarang allah-allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.’ (29) Lalu ia menaruh lembu yang satu di Betel dan yang lain ditempatkannya di Dan. (30) Maka hal itu menyebabkan orang berdosa, sebab rakyat pergi ke Betel menyembah patung yang satu dan ke Dan menyembah patung yang lain”.

Pulpit Commentary: “The calf-worship was thought to be essential to the maintenance of the divided kingdom. Abolish it, and all Israel would ‘return to the house of David’ (1Kings 12:26-30). Jehu was not prepared to risk this result. His ‘zeal for Jehovah’ did not reach so far. Thus his ‘reformation of religion’ was but a half-reformation, a partial turning to Jehovah, which brought no permanent blessing upon the nation” [= Penyembahan lembu dianggap sebagai sesuatu yang penting sekali untuk pemeliharaan kerajaan yang terpecah itu. Hapuskanlah itu, dan semua Israel akan ‘kembali kepada keluarga Daud’ (1Raja 12:26-30). Yehu tidak siap untuk meresikokan akibat ini. ‘Semangatnya untuk Yehovah’ tidak mencapai sejauh itu. Demikianlah ‘reformasi agama’nya hanyalah setengah-reformasi, berbalik yang hanya sebagian kepada Yehovah, yang tidak membawa berkat yang menetap kepada bangsa itu] - hal 214.

Pulpit Commentary: “there was something wanting in all Yehu’s zeal. He had not the love of God in his heart. He had indeed obeyed God’s command and fulfilled his commission in one particular direction, but the ruling motive in his actions would seem to have been personal ambition. It was no hatred of idolatry as such that caused him to destroy the worship of Baal. Perhaps it was because it was a foreign worship. It certainly was not his zeal for the pure worship of God” (= ada sesuatu yang kurang dalam semangat Yehu. Ia tidak mempunyai kasih terhadap Allah dalam hatinya. Ia memang mentaati perintah Allah dan menggenapi perintahNya dalam satu arah tertentu, tetapi motivasi yang menguasai tindakan-tindakannya kelihatannya adalah ambisi pribadi. Bukan kebencian terhadap penyembahan berhala yang menyebabkan ia menghancurkan penyembahan terhadap Baal. Mungkin itu disebabkan karena hal itu adalah penyembahan yang asing / dari luar negeri. Itu pasti bukanlah semangatnya untuk penyembahan yang murni kepada Allah) - hal 221.

Banyak gereja-gereja Protestan anti Kharismatik, bukan karena yakin akan kesalahannya, tetapi karena jemaatnya direbut. Terhadap golongan Liberal, mereka tenang-tenang saja.

Banyak gereja minta saya membahas Saksi Yehuwa, tetapi lagi-lagi mungkin hanya karena takut jemaatnya direbut, bukan karena benci kepada kesesatan.

III) Pahala dan hukuman Tuhan terhadap Yehu.

1) Pahala untuk Yehu sudah diceritakan dalam ay 30, yaitu anak-anaknya akan duduk sebagai raja sampai generasi keempat.

Empat generasi dari anak-anak Yehu adalah: Yoahas (10:35 13:1) - Yoas (13:9-10) - Yerobeam II (13:13 14:23) - Zakharia (14:29 15:8).

Ay 34-36: “(34) Selebihnya dari riwayat Yehu dan segala yang dilakukannya dan segala kepahlawanannya, bukankah semuanya itu tertulis dalam kitab sejarah raja-raja Israel? (35) Kemudian Yehu mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangnya, dan ia dikuburkan di Samaria, maka Yoahas, anaknya, menjadi raja menggantikan dia. (36) Adapun lamanya Yehu menjadi raja atas Israel di Samaria adalah dua puluh delapan tahun”.

Mungkin lamanya ia memerintah (28 tahun) juga merupakan pahala untuk ketaatan lahiriah yang ia lakukan dalam membasmi keluarga Ahab dan penyembahan Baal.

Matthew Henry: “God promised him a reward, that his children of the fourth generation from him should sit upon the throne of Israel. This was more than what took place in any of the dignities or royal families of that kingdom; of the house of Ahab there were indeed four kings, Omri, Ahab, Ahaziah, and Joram, but the last two were brothers, so that it reached but to the third generation, and that whole family continued but about forty-five years in all, whereas Jehu’s continued in four, besides himself, and in all about 120 years. Note, No services done for God shall go unrewarded” (= Allah menjanjikan dia pahala, bahwa anak-anaknya dari generasi keempat dari dia akan duduk pada takhta Israel. Ini lebih dari apa yang terjadi dalam keluarga bangsawan atau raja dari kerajaan itu; dari keluarga Ahab memang ada 4 raja, Omri, Ahab, Ahazia, dan Yoram, tetapi dua yang terakhir adalah saudara, sehingga itu hanya mencapai generasi ketiga, dan bahwa seluruh keluarga berlangsung hanya sekitar 45 tahun, sementara keluarga Yehu berlanjut dalam empat, selain dirinya sendiri, dan seluruhnya kira-kira 120 tahun. Perhatikanlah, tidak ada pelayanan yang dilakukan untuk Allah yang akan berlalu tanpa pahala).

2) Hukuman bagi Yehu.

Ay 32-33: “(32) Pada zaman itu mulailah TUHAN menggunting daerah Israel, sebab Hazael mengalahkan mereka di seluruh daerah Israel (33) di sebelah timur sungai Yordan dengan merebut seluruh tanah Gilead, tanah orang Gad, orang Ruben dan orang Manasye, mulai dari Aroer yang di tepi sungai Arnon, baik Gilead maupun Basan”.

Sekalipun ‘pengguntingan daerah Israel’ dalam ay 32 itu tidak dikatakan secara explicit sebagai hukuman Tuhan atas dosa Yehu, tetapi karena penceritaannya yang persis setelah dosa Yehu dalam ay 31, maka secara implicit itu menunjukkan hal itu.

Pulpit Commentary: “Half-heartedness punished by God as severely as actual apostasy from true religion. The temper of the Laodiceans is no uncommon one. Men may even think that they have a ‘zeal for the Lord’ (ver. 16), and yet show by their acts that it is a very half-hearted zeal - a zeal that goes a certain length, and then stops suddenly. ... Consequently, punishment falls upon him” [= Ke-setengah-hatian dihukum oleh Allah dengan sama beratnya seperti kemurtadan yang sebenarnya dari agama yang benar. Watak dari jemaat Laodikia adalah sesuatu yang umum. Orang-orang bahkan bisa berpikir bahwa mereka mempunyai ‘semangat untuk Tuhan’ (ay 16), tetapi menunjukkan oleh tindakan-tindakan mereka bahwa itu adalah suatu semangat yang sangat setengah hati - suatu semangat yang berjalan sampai jarak tertentu, lalu mendadak berhenti. ... Sebagai akibatnya, hukuman datang / jatuh kepadanya] - hal 218.

Kesimpulan / penutup.

Pada waktu kita mentaati Tuhan, marilah kita memeriksa apakah tujuan dan motivasi kita benar atau tidak, supaya jangan kita hanya mempunyai ketaatan lahiriah saja.

-AMIN-

18).II Raja-raja 13:14-25

I) Elisa sakit dan hampir mati.

1) Elisa menderita sakit yang menyebabkan kematiannya (ay 14a).

Barnes (hal 263) mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi sedikitnya 63 tahun setelah Elisa dipanggil menjadi nabi, sehingga pada saat ini mungkin ia berusia di atas 90 tahun. Clarke mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun ke 10 dari pemerintahan Yoas, dan karena itu Elisa melayani sebagai nabi selama 65 tahun. Keil & Delitzsch (hal 378) mengatakan bahwa Elisa menjadi nabi sedikitnya selama 50 tahun, dan saat ini mencapai usia 80 tahun. Pulpit Commentary sama dengan Keil & Delitzsch. Yang manapun yang benar dari pandangan-pandangan di atas, tetap menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi pada saat Elisa sudah sangat tua. Karena itu penyakitnya mungkin merupakan penyakit yang muncul sekedar karena ia sudah sangat tua. Bagaimanapun juga, ini tetap menunjukkan bahwa orang beriman / saleh tetap bisa sakit, dan karena itu penyakit tidak harus merupakan hukuman / hajaran Tuhan!

2) Raja Yoas mengunjungi Elisa yang sakit (ay 14b).

Pulpit Commentary: “The visit of a king to a prophet, in the way of sympathy and compliment, would be a very unusual occurrence at any period of the world’s history. In the East, and at the period of which the historian is treating, it was probably unprecedented. Prophets waited upon kings, not kings upon prophets. If a king came to a prophet’s house, it was likely to be an errand of vengeance (ch. 6:32), not on one of kindness and sympathy. The act of Joash certainly implies a degree of tenderness and consideration on his part very uncommon at the time” [= Kunjungan seorang raja kepada seorang nabi, untuk menunjukkan simpati dan penghargaan, merupakan suatu peristiwa yang sangat luar biasa dalam jaman manapun dari sejarah dunia. Di Timur, dan pada jaman yang dibicarakan oleh sang sejarawan, mungkin itu merupakan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Nabi-nabi melayani raja-raja, bukan raja-raja melayani nabi-nabi. Jika seorang raja datang ke rumah seorang nabi, mungkin itu bertujuan untuk melakukan pembalasan (6:32), bukan untuk kebaikan dan simpati. Tindakan Yoas jelas menunjukkan suatu tingkat kelembutan dan perhatian pada pihaknya yang merupakan sesuatu yang sangat tidak biasa pada saat itu] - hal 263.

Padahal Yoas termasuk raja yang jahat. Ini ditunjukkan oleh ay 11 - ‘Ia melakukan apa yang jahat di mata Tuhan’.

3) Yoas menangis dan berkata: ‘Bapaku, bapaku! Kereta Israel dan orang-orangnya yang berkuda!’ (ay 14c).

a) Kata-kata ini diambil dari kata-kata Elisa sendiri pada waktu kepergian Elia / kenaikan Elia ke surga (2Raja 2:12). Maksud dari kata-kata ini adalah: Kereta dan kuda merupakan alat pertahanan Israel yang terbaik. Dengan kehilangan Elia, kami kehilangan pelindung yang besar, kekuatan dari Israel.

Yoas pasti telah membaca / mendengar kata-kata Elisa pada waktu kepergian Elia itu, dan sekarang ia mengucapkan kata-kata itu untuk Elisa sendiri. Ada penafsir yang mengatakan bahwa dalam kata-kata Yoas itu ada tambahan pengertian sebagai berikut: “Pada waktu Elia naik ke surga, ada engkau (Elisa) yang menggantikannya, tetapi sekarang pada saat engkau mati, engkau tidak meninggalkan siapapun untuk menggantikanmu”.

b) Kesan apa yang bisa didapatkan dari ratapan raja Yoas ini?

Ada yang menganggap bahwa ratapan ini keluar bukan karena kasih atau rasa hormat, tetapi karena egoisme.

Matthew Poole tentang menangisnya Yoas: “not for any true love and respect to him, for then he would have followed his counsel, in forsaking the calves, and returning to the Lord; but for his own and the kingdom’s inestimable loss in him” [= bukan karena kasih dan hormat yang sejati kepadanya, karena kalau demikian ia pasti sudah mengikuti nasihatnya, dalam meninggalkan lembu-lembu (patung lembu yang dibuat oleh Yerobeam), dan kembali kepada Tuhan; tetapi untuk kehilangan yang tak ternilai bagi dirinya sendiri dan kerajaannya dalam diri Elisa] - hal 745.

ada yang menganggap bahwa ratapan Yoas ini menunjukkan bahwa ia menilai tinggi / menghargai pekerjaan / pelayanan / jerih payah Elisa selama ini.

Keil & Delitzsch: “This lamentation of the king at the approaching death of the prophet shows that Joash knew how to value his labours” (= Ratapan sang raja pada mendekatnya kematian sang nabi ini menunjukkan bahwa Yoas tahu bagaimana menilai jerih payah / pekerjaan Elisa) - hal 376.

Bahkan, seandainya ratapan itu dikeluarkan karena egoisme, seperti penafsiran Matthew Poole di atas, ratapan itu tetap menunjukkan bahwa Yoas menilai tinggi pekerjaan / pelayanan dari Elisa.

Keil & Delitzsch lalu menambahkan: “And on account of this faith which was manifested in his recognition of the prophet’s worth, the Lord gave the king another gracious assurance through the dying Elisha, which was confirmed by means of symbolical action” (= Dan karena iman ini, yang dinyatakan dalam pengakuannya tentang nilai sang nabi, Tuhan memberikan sang raja keyakinan yang lain melalui Elisa yang sekarat, yang diteguhkan melalui tindakan simbolis) - hal 376-377.

Ratapan ini menunjukkan ketergantungan total dari Yoas kepada Elisa, sehingga ia menjadi takut dan kecil hati pada saat Elisa mau mati.

Pulpit Commentary: “He had stood beside the bedside of Elisha in a state of utter dismay. It had seemed to him as if he already saw the downfall of his kingdom, as if all other resources were useless if the man of God, who had so often guided kings and people to victory, was taken away” (= Ia berdiri disamping ranjang Elisa dalam keadaan takut / kecil hati secara total. Baginya kelihatannya seakan-akan ia telah melihat kejatuhan kerajaannya, seakan-akan semua sumber-sumber yang lain tidak berguna jika hamba Allah, yang telah begitu sering membimbing raja-raja dan bangsa Israel kepada kemenangan, diambil) - hal 271.

Penerapan: kalau saudara sedang menghadapi orang tua / suami yang sekarat, padahal selama ini ialah yang saudara andalkan untuk menghidupi diri saudara, apakah saudara juga akan bersikap seperti Yoas? Atau kalau perusahaan tempat saudara bekerja, mau gulung tikar, padahal selama ini saudara mendapatkan nafkah dari perusahaan itu, apakah saudara juga akan bersikap seperti Yoas?

II) Nubuat yang diperagakan.

1) Elisa menyuruh Yoas untuk memanah (ay 15-17).

Ada hal-hal yang perlu diperhatikan:

a) Elisa meletakkan tangannya di atas tangan raja (ay 16b).

Keil & Delitzsch: “He then placed his hands upon the king’s hands, as a sign that the power which was to be given to the bow-shot came from the Lord through the mediation of the prophet” (= Lalu ia meletakkan tangannya pada tangan sang raja, sebagai suatu tanda bahwa kuasa yang diberikan kepada penembakan panah itu datang dari Tuhan melalui perantaraan sang nabi) - hal 377.

b) Ia menyuruh memanah ke Timur (ay 17a).

Aram / Syria terletak di sebelah Timur Laut dari Israel. Anak panah itu ditembakkan ke Timur, dan karena itu anak panah ini tidak mengarah ke Aram / Syria, tetapi ke wilayah Israel yang diduduki oleh Aram, yaitu Gilead dan Basan (bdk. 10:33).

Adam Clarke mengatakan bahwa penembakan panah merupakan simbol dari permusuhan / peperangan.

Adam Clarke: “It was an ancient custom to shoot an arrow or cast a spear into a country which an army intended to invade. Justin says that, as soon as Alexander the Great had arrived on the coasts of Iona, he threw a dart into the country of the Persians” (= Merupakan tradisi kuno untuk menembakkan anak panah atau melemparkan tombak ke negeri yang akan diserang oleh suatu pasukan tentara. Justin berkata bahwa begitu Alexander yang Agung tiba di pantai Iona, ia melemparkan anak panah ke negeri orang-orang Persia itu) - hal 524.

Adam Clarke: “The dart, spear, or arrow thrown, was an emblem of the commencement of hostilities. Virgil ... represents Turnus as giving the signal of attack by throwing a spear. ... Then hurled a dart, the signal of the war” (= Penembakan / pelemparan panah atau tombak merupakan simbol dari permulaan permusuhan. Virgil ... mewakili Turnus dengan memberi tanda penyerangan dengan melemparkan tombak. ... Lalu melemparkan anak panah, tanda dari perang) - hal 524.

c) Elisa berkata: “Itulah anak panah kemenangan dari pada TUHAN, anak panah kemenangan terhadap Aram. Engkau akan mengalahkan Aram di Afek sampai habis lenyap” (ay 17b).

RSV/NIV/NASB menterjemahkan: ‘victory’ (= kemenangan), tetapi KJV menterjemahkan: ‘deliverance’ (= pembebasan).

Tadi, dengan ketakutan dan keputus-asaannya, Yoas menunjukkan bahwa ia bergantung sepenuhnya kepada Elisa. Elisa tidak menghendaki hal itu. Ia menghendaki supaya Yoas bukan bergantung kepadanya, tetapi kepada Tuhan. Karena itulah ia berkata ‘anak panah kemenangan dari pada TUHAN’.

Penerapan:

kalau selama ini saudara bergantung kepada seseorang dalam persoalan uang, dan orang itu akan diambil oleh Tuhan, maka sadarlah bahwa saudara seharusnya bergantung kepada Tuhan, dan bukan kepada orang itu. Tuhanlah sumber berkat, bukan orang itu. Kalau selama ini Tuhan memelihara saudara melalui orang itu, itu tidak berarti bahwa Tuhan tidak bisa menggunakan orang / cara yang lain untuk memelihara saudara.

kalau saudara adalah seorang hamba Tuhan, dan saudara tahu bahwa jemaat saudara bergantung kepada saudara, apakah yang saudara lakukan? Apakah saudara senang dengan sikap jemaat itu, dan menikmati apa yang tidak seharusnya ditujukan kepada saudara? Itu sama dengan mencuri kemuliaan Tuhan! Karena itu, saudara seharusnya memberi tahu dia, untuk meletakkan pengharapannya kepada Tuhan saja, dan bukan kepada saudara!

Apa maksud semua ini?

Keil & Delitzsch: “The arrow that was shot off was to be a symbol of the help of the Lord against the Syrians to their destruction.” [= Anak panah yang ditembakkan itu merupakan simbol dari pertolongan Tuhan terhadap orang-orang Aram pada penghancuran mereka.] - hal 377.

Pulpit Commentary: “The defence of Israel would not fail because he - a mere weak instrument by whom God had been pleased to work - was taken from the earth” (= Pertahanan Israel tidak akan jatuh karena ia - semata-mata suatu alat yang lemah oleh siapa Allah berkenan bekerja - diambil dari bumi) - hal 264.

Pulpit Commentary: “He wants to teach him that, though the prophet dies, the prophet’s God remains. The workmen pass away, but the work of God goes on.” [= Ia ingin mengajarnya bahwa, sekalipun sang nabi mati, tetapi Allah dari sang nabi tetap tinggal. Pekerja-pekerja / pelayan-pelayan mati, tetapi pekerjaan Allah berjalan terus.] - hal 270.

2) Elisa menyuruh Yoas untuk memukulkan / memanahkan anak-anak panah itu ke tanah, tetapi Yoas hanya melakukan 3 x, dan ini menggusarkan Elisa (ay 18-19).

a) Elisa menyuruh memukulkan atau memanahkan anak-anak panah itu?

Banyak penafsir yang menafsirkan bahwa ‘memukulkan panah ke tanah’ (ay 18) artinya adalah ‘memanah ke tanah’. Keil & Delitzsch setuju dengan tafsiran ini, dan sekalipun kata kerja yang digunakan dalam ay 17b (‘Panahlah!’) berbeda dengan kata kerja yang digunakan dalam ay 18b (‘Pukulkanlah’), tetapi Keil & Delitzsch tetap beranggapan bahwa ay 18 menunjukkan bahwa anak panah itu ditembakkan / dipanahkan ke tanah. Alasan dari Keil & Delitzsch adalah bahwa kata kerja dalam ay 18b tersebut, kalau digunakan terhadap anak panah, harus diartikan ‘memanah’, bukan ‘memukul’ (bdk. 2Raja 9:24 1Raja 22:34).

b) Yoas hanya memukulkan / memanah 3 x, lalu berhenti. Dan hal ini membuat Elisa menjadi gusar (ay 18b-19a).

1. Mengapa Elisa menjadi gusar?

a. Karena semua itu merupakan tindakan simbolis, yang juga merupakan nubuat, tentang kemenangan Israel atas Aram.

Adam Clarke: “The bow, the arrows, and the smiting on the ground, were all emblematical things, indicative of the deliverance of Israel from Syria” (= Busur, anak-anak panah, dan pemukulan tanah, semua merupakan hal-hal yang bersifat simbolis, yang menunjuk pada pembebasan Israel dari Aram) - hal 524.

b. Adanya penjelasan dalam ay 17b tadi, bahwa ini merupakan anak panah kemenangan dari Tuhan terhadap Aram, menyebabkan Yoas seharusnya sudah mengerti bahwa semua itu merupakan tindakan simbolis. Karena itu seharusnya ia memukulkan / menembakkan anak panah itu lebih banyak. Tetapi ia hanya melakukan 3 x.

Keil & Delitzsch: “As the king was told that the arrow shot off signified a victory over the Syrians, he ought to have shot all the arrows, to secure a complete victory over them” (= Karena raja itu telah diberitahu bahwa penembakan anak panah itu menandakan kemenangan terhadap Aram, ia seharusnya menembakkan semua anak panah, untuk memastikan kemenangan atas mereka) - hal 377.

c. Karena Elisa tetap mempunyai beban untuk negaranya sekalipun ia sudah mau mati! Bandingkan dengan dengan banyak orang yang sekalipun masih segar bugar tetapi tidak mempunyai beban untuk gereja!

Pulpit Commentary: “A lesson of perseverance and effort to the very end. Elisha, though stricken with a mortal disease, does not give himself up to inaction, or cease to take an interest in the affairs of this life. ... he could not be content without utilizing the visit to the utmost. He rouses the king from his despair (ver. 14); inspires in him hope, courage, energy; promises him success, ... We may learn from this that, while we live, we have active duties to perform” [= Suatu pelajaran untuk bertekun dan berusaha sampai saat terakhir. Elisa, sekalipun terkena penyakit yang hebat / mematikan, tidak menyerah pada ketidak-aktifan, atau berhenti untuk mempunyai perhatian terhadap urusan-urusan hidup ini. ... ia tidak bisa merasa puas tanpa memanfaatkan kunjungan raja itu semaximal mungkin. Ia membangkitkan sang raja dari keputus-asaannya (ay 14); memberinya pengharapan, keberanian, tenaga; menjanjikannya kesuksesan, ... Dari peristiwa ini kita harus belajar bahwa sementara kita hidup, kita mempunyai kewajiban-kewajiban aktif untuk dilakukan] - hal 268.

Pulpit Commentary: “we may still be agents for good - we may advise, exhort, incite, rebuke evil (ver. 19), and be active ministers of good, impressing men more than we ever did before, when we speak from the verge of the grave, and having our ‘strength made perfect in weakness.’” [= kita bisa tetap menjadi agen-agen untuk kebaikan - kita bisa menasehati, mendesak, mendorong, menghardik kejahatan (ay 19), dan menjadi pelayan-pelayan kebaikan yang aktif, mempengaruhi / menanamkan kesan kepada orang-orang, lebih dari yang pernah kita lakukan sebelumnya, pada waktu kita berbicara dari tepi kubur, dan mempunyai ‘kekuatan yang disempurnakan dalam kelemahan’] - hal 268.

Pulpit Commentary: “Though all men have to die, death is not the same to all men” (= Sekalipun semua orang harus mati, kematian tidak sama bagi semua orang) - hal 274.

Pulpit Commentary: “Elisha, though dying, still took an interest in the future of his country” (= Elisa, sekalipun sedang sekarat, tetap mempunyai perhatian pada masa depan dari negerinya) - hal 274.

2. Mengapa Yoas hanya memukul / memanah 3 x?

a. Ini menunjukkan bahwa ia tidak / kurang beriman pada tindakan simbolis itu, dan mungkin menganggapnya sebagai tindakan kekanak-kanakan.

Pulpit Commentary: “Joash struck with the arrows against the floor three times, and then paused, thinking he had done enough. He did not enter into the spirit of the symbolical act, which represented the smiting and slaying of enemies. Perhaps he had not much faith in the virtue of the symbolism, which he may even, with the arrogance of a proud and worldly minded man, have thought childish” (= Yoas memukul dengan anak-anak panah ke tanah 3 x, dan lalu berhenti, mengira bahwa ia telah melakukan cukup banyak. Ia belum masuk ke dalam pemikiran dari tindakan simbolis itu, yang menggambarkan pemukulan dan pembantaian musuh-musuhnya. Mungkin ia tidak terlalu percaya pada nilai / manfaat dari tindakan simbolis ini, dan bahkan mungkin, dengan kesombongan dari seorang yang sombong dan berpikiran duniawi, ia menganggapnya sebagai kekanak-kanakan) - hal 265.

b. Ini menunjukkan bahwa ia kurang mau berusaha.

Pulpit Commentary: “Elisha was angered at the lukewarmness of Joash, and his lack of faith and zeal. ... It is far more consonant with the entire narrative to suppose that he stopped from mere weariness, and want of strong faith and zeal. If he had been earnestly desirous of victory, and had had faith in the symbolical action as divinely directed, he would have kept on smiting till the prophet told him it was enough, or at any rate would have smitten the ground five or six times instead of three. ... He abstained (as Keil says) because ‘he was wanting in the proper zeal for obtaining the full promise of God.’” [= Elisa marah terhadap kesuaman dari Yoas, dan kekuranganya dalam iman dan semangat. ... Jauh lebih sesuai dengan seluruh cerita untuk menganggap bahwa ia berhenti karena bosan / lesu, dan kurang akan iman dan semangat yang kuat. Seandainya ia mempunyai keinginan yang sungguh-sungguh akan kemenangan, dan mempunyai iman pada tindakan simbolis itu sebagai sesuatu yang diarahkan oleh Allah, ia akan terus memukul sampai sang nabi memberitahunya bahwa itu sudah cukup, atau setidaknya ia akan memukul tanah sampai 5 atau 6 kali dan bukannya hanya 3 kali. ... Ia berhenti (seperti yang dikatakan Keil) karena ‘ia tidak mempunyai semangat yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan janji yang penuh dari Allah’] - hal 265.

Pulpit Commentary: “Joash was slow to learn the double lesson of God’s unlimited power and the necessity for human effort which this simple illustration taught. ... ‘God helps those who help themselves.’ The chief lesson of this incident is - Want of faith a hindrance to success in Christian work” (= Yoas lambat dalam mempelajari pelajaran ganda tentang kuasa Allah yang tak terbatas dan perlunya usaha manusia yang diajarkan oleh ilustrasi yang sederhana ini. ... ‘Allah menolong mereka yang menolong diri mereka sendiri’. Pelajaran utama dari kejadian ini adalah: Kurangnya / tidak adanya iman merupakan halangan bagi kesuksesan dalam pelayanan Kristen) - hal 270-271.

Pulpit Commentary: “How many call themselves God’s servants, how many expect the reward of the faithful servant, who are doing absolutely nothing for the Lord! Jesus has given one very precious promise to his people: ‘Lo, I am with you alway, even unto the end of the world;’ but it is to those who in some way are seeking to fulfill that command, ‘Go ye therefore, and preach the gospel to every creature.’ The truth is, the promise depends upon the work, and the work depends upon the promise. We cannot expect God’s blessings if we are not doing his work. And we cannot do his work if we do not meditate much on his promises” (= Betapa banyak orang yang menyebut diri mereka sendiri pelayan-pelayan Allah, betapa banyak yang mengharapkan upah / pahala dari pelayan yang setia, tetapi sama sekali tidak melakukan apa-apa bagi Tuhan! Yesus telah memberikan satu janji yang sangat berharga untuk umatNya: ‘Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir jaman’; tetapi itu merupakan janji kepada mereka yang dengan cara tertentu berusaha untuk melaksanakan perintah: ‘Karena itu pergilah, dan beritakanlah Injil kepada segala makhluk’. Kebenarannya adalah: janji tergantung pada pekerjaan, dan pekerjaan tergantung pada janji. Kita tidak bisa mengharapkan berkat Allah jika kita tidak melakukan pekerjaanNya. Dan kita tidak bisa melakukan pekerjaanNya jika kita tidak banyak merenungkan janji-janjiNya) - hal 271.

c. Ini menunjukkan bahwa ia kurang bertekun.

Pulpit Commentary: “Want of faith leads to low expectation and feeble efforts. True faith in God’s presence and power, instead of making us inactive and careless, is the greatest stimulus to activity. It rouses us to put forth all our energies. It makes us patient under difficulties. It causes us to persevere even when we see no immediate result” (= Kurangnya / tidak adanya iman menyebabkan pengharapan yang rendah dan usaha yang lemah. Iman yang sejati dalam kehadiran dan kuasa Allah, bukannya membuat kita tidak akitif dan ceroboh, tetapi sebaliknya merupakan pendorong terbesar pada aktivitas. Itu merangsang kita untuk mengerahkan seluruh tenaga kita. Itu membuat kita sabar dalam kesukaran. Itu menyebabkan kita untuk bertekun bahkan pada saat kita tidak melihat hasil secara langsung) - hal 272.

Pulpit Commentary: “After twelve years’ labour in the island of Tahiti, in the Pacific, the mission seemed to be an utter failure. All but one of the missionaries left the South Sea Islands. At home the directors of the London Missionary Society seriously discussed the abandoning of the mission. But two members of the committee, men of strong faith in God and the gospel, strenuously opposed this, and proposed a season of special prayer for a blessing on its work. This was agreed to; letters of encouragement were written to the missionaries; and while the ship that bore these letters was on her way to Tahiti, another ship was bearing to England the rejected idols of the people. How had this happened? Some of the missionaries who had left the island were led in some way to return. One morning one of them went out into the fields for meditation, when he heard, with a thrill of joy, the voice of a native raised in prayer to God - the first token that their teaching had been blessed in Tahiti. Soon they heard of others. A Christian Church was formed. The priests publicly burned their idols; and thus, after a night of toil of sixteen years, the dawn at last broke .... What a rebuke to the weak faith of the directors who had proposed to abandon the mission! What a lesson to every minister and missionary, to every Sunday-school teacher, to every Christian worker, not to stay their hand, even when they see no results of their labour!” (= Setelah jerih payah selama 12 tahun di pulau Tahiti, missi di sana kelihatannya gagal total. Semua misionaris, kecuali satu, meninggalkan South Sea Islands. Di rumah, direktur-direktur dari London Missionary Society mendiskusikan secara serius untuk menghentikan missi ini. Tetapi dua anggota dari komisi tersebut, yaitu orang-orang yang mempunyai iman yang kuat terhadap Allah dan Injil, mati-matian menentang hal ini, dan mengusulkan doa khusus supaya Tuhan memberkati pelayanan ini. Ini disetujui; surat-surat untuk menguatkan semangat ditulis untuk para misionaris di sana; dan sementara kapal yang membawa surat-surat itu ada dalam perjalanan ke Tahiti, sebuah kapal yang lain membawa ke Inggris patung-patung berhala yang sudah dibuang oleh orang-orang Tahiti. Bagaimana hal ini terjadi? Beberapa misionaris yang telah meninggalkan pulau itu dipimpin untuk kembali dengan cara tertentu. Suatu pagi satu dari mereka pergi ke padang untuk bermeditasi, pada waktu ia mendengar, dengan suatu getaran sukacita, suara dari penduduk asli berdoa kepada Allah - tanda pertama bahwa pengajaran mereka telah diberkati di Tahiti. Segera mereka mendengar suara dari yang lainnya. Sebuah Gereja Kristen dibentuk. Imam-imam membakar di muka umum berhala-berhala mereka; dan demikianlah setelah ‘malam’ yang panjang dari kerja keras selama 16 tahun, akhirnya fajar menyingsing ... Betapa hebatnya ini menegur iman yang lemah dari para direktur yang telah mengusulkan untuk menghentikan missi itu. Betapa hebatnya ini mengajar kepada setiap pelayan dan misionaris, kepada setiap guru Sekolah Minggu, kepada setiap pekerja Kristen, untuk tidak menghentikan tangannya, bahkan pada waktu mereka tidak melihat hasil dari jerih payah mereka!) - hal 272-273.

Pulpit Commentary: “Work done for God never dies. ... Never give up as hopeless a single soul. Stay not thine hand. You can’t do much for them, perhaps, but God can. ... Leave no work unfinished for which God gives you the strength and the means. Perhaps we have been shooting too few arrows, making too little efforts in God’s cause” (= Pekerjaan / pelayanan yang dilakukan bagi Allah tidak pernah mati. ... Jangan menyerah dan menganggap satu jiwapun sebagai tidak ada harapan. Jangan menghentikan tanganmu. Mungkin engkau tidak bisa berbuat banyak untuk mereka, tetapi Allah bisa. ... Jangan tinggalkan pekerjaan / pelayanan apapun dalam keadaan belum selesai untuk mana Allah memberimu kekuatan dan cara untuk melakukan. Mungkin kita menembakkan terlalu sedikit anak panah, membuat terlalu sedikit usaha dalam perkara / kegiatan Allah) - hal 273.

d. Ada satu penafsir yang menganggap bahwa ini menunjukkan bahwa ia kurang berdoa / meminta kepada Tuhan.

Pulpit Commentary: “(1) Very trivial actions often reveal a great deal of character. (2) We often have not from God because we ask not. These shootings of the arrows were at once prayers for victories from God, and pledges of victories. Joash, as it were, asked for only three victories, and he only got three. Had he asked for more, he would have got more. ... It is never in God we are straitened in our prayers; it is only in ourselves. (3) It displeases God that we do not ask more from him. His controversy with us is not that we ask too much, but that we do not ask enough. Joash missed the full blessing by stopping in his asking” [= (1) Tindakan-tindakan remeh sering menyatakan banyak hal tentang karakter seseorang. (2) Kita sering tidak mendapat dari Allah karena kita tidak meminta. Penembakan-penembakan panah ini sekaligus merupakan doa-doa untuk meminta kemenangan dari Allah, dan janji-janji kemenangan. Yoas seakan-akan hanya meminta 3 kemenangan, dan ia hanya mendapatkan 3 kemenangan. Seandainya ia meminta lebih banyak, ia akan mendapatkan lebih banyak. ... Pembatasan doa-doa kita tidak terletak dalam diri Allah tetapi dalam diri kita sendiri. (3) Merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan Allah kalau kita tidak meminta lebih banyak dari Dia. PertentanganNya dengan kita bukanlah karena kita meminta terlalu banyak, tetapi karena kita tidak meminta cukup banyak. Yoas tidak menerima berkat sepenuhnya karena ia berhenti dalam permintaannya] - hal 277.

e. Allah menetapkan demikian.

Adam Clarke: “perhaps it was of the Lord that he smote only thrice, as he had determined to give Israel those three victories only over the Syrians. Elisha’s being wroth because there were only three instead of five or six shots does not prove that God was wroth, or that he had intended to give the Syrians five or six overthrows” (= mungkin Tuhanlah yang menyebabkan ia memukul hanya 3 x, karena Ia telah menentukan untuk memberi Israel hanya 3 kemenangan atas Aram. Kemarahan Elisa karena hanya ada 3 dan bukannya 5 atau 6 penembakan panah tidak membuktikan bahwa Allah marah, atau bahwa Ia tadinya bermaksud untuk memberikan orang-orang Aram 5 atau 6 x perobohan / kekalahan) - hal 524.

Catatan: Kata-kata ini salah, karena sekalipun semua ada dalam penetapan dan pengaturan Tuhan, tetapi manusia tetap punya tanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Dan Allah tetap bisa murka / tidak senang pada waktu kita melakukan rencanaNya, tetapi tidak mentaati FirmanNya. Contoh: Yudas sudah ditentukan untuk mengkhianati Yesus, tetapi pada waktu Ia melakukan hal itu, ia tetap dihukum, karena ia hidup tak sesuai dengan Firman Tuhan (Lukas 22:22). Demikian juga dengan Firaun pada waktu menolak melepaskan Israel dari Mesir.

c) Akibat tindakan Yoas yang hanya memukulkan / menembakkan anak panah 3 x itu, berkat / kemenangan yang dialami oleh Yoas / Israel juga hanya 3 x. Padahal, seandainya ia memukulkan / menembakkan anak panah itu 5 atau 6 kali, Yoas / Israel akan memukul Aram sampai habis lenyap (ay 19). Nubuat Elisa ini tergenapi dalam ay 22-25. Perhatikan khususnya ay 25b - “Tiga kali Yoas mengalahkan dia dan mendapat kembali kota-kota Israel”.

Barnes’ Notes: “The unfaithfulness of man limits the goodness of God. Though Joash did the Prophet’s bidding, it was without any zeal or fervour; and probably without any earnest belief in the efficacy of what he was doing. ... God had been willing to give the Israelites complete victory over Syria (v. 17); but Joash by his non-acceptance of the divine promise in its fulness had checked the outflow of mercy; and the result was that the original promise could not be fulfilled” [= Ketidak-setiaan manusia membatasi kebaikan Allah. Sekalipun Yoas melakukan perintah sang nabi, tetapi ia melakukannya tanpa semangat atau kegairahan; dan mungkin tanpa kepercayaan yang sungguh-sungguh tentang kemujaraban dari apa yang sedang ia lakukan. ... Allah mau memberi kepada Israel kemenangan yang lengkap terhadap Aram (ay 17); tetapi oleh penolakannya terhadap janji ilahi dalam kepenuhannya Yoas telah menghalangi aliran belas kasihan itu; dan akibatnya adalah bahwa janji yang orisinil tidak bisa tergenapi] - hal 264.

Keil & Delitzsch: “When, therefore, he left off after shooting only three times, this was a sign that he was wanting in the proper zeal for obtaining the divine promise, i.e. in true faith in the omnipotence of God to fulfil His promise. Elisha was angry at this weakness of the king’s faith, and told him that by leaving off so soon he had deprived himself of a perfect victory over the Syrians” (= Karena itu, ketika ia berhenti setelah memanah hanya 3 x, ini merupakan suatu tanda bahwa ia tidak mempunyai semangat yang benar untuk mendapatkan janji ilahi, yaitu iman yang benar kepada kemahakuasaan Allah untuk menggenapi janjiNya. Elisa marah pada kelemahan dari iman raja ini, dan memberitahunya bahwa dengan berhenti terlalu cepat ia sendiri telah membuang kemenangan yang sempurna terhadap orang-orang Aram) - hal 377.

III) Kematian Elisa dan mujijat kebangkitan setelahnya.

1) Elisa mati (ay 20).

Pulpit Commentary: “Elisha’s sickness had proved to be indeed unto death, ... He who had been the means of restoring to life to others, whose very bones were made the instrument of reviving the dead, was not able to protect himself from the universal law. He left the world by the same gate as ordinary mortals. ... The certainty of removal by death from the scene of their labours should animate those who are still in the vigour of their powers to work while it is to-day (John 9:4), and should lead those who enjoy the presence and services of good men to prize and honour these servants of God while they are here” [= Terbukti bahwa penyakit Elisa menyebabkan kematian, ... Ia yang telah menjadi alat / jalan untuk mengembalikan kehidupan kepada orang lain, yang tulang-tulangnya dijadikan alat untuk menghidupkan orang mati, tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari hukum universal ini. Ia meninggalkan dunia ini melalui pintu yang sama seperti orang-orang lain. ... Kepastian akan disingkirkan dari kancah pekerjaan oleh kematian harus menggerakkan mereka yang masih mempunyai kekuatan untuk bekerja sementara masih termasuk hari ini (Yoh 9:4), dan harus membimbing mereka yang menikmati kehadiran dan pelayanan dari orang-orang yang baik, untuk menghargai pelayan-pelayan Allah sementara mereka ada di sini] - hal 277.

2) Mujijat kebangkitan mayat yang terkena tulang Elisa (ay 21).

a) Para penafsir mengatakan bahwa kuburan orang Yahudi tidaklah digali di dalam tanah seperti kuburan kita, tetapi merupakan semacam gua, yang mulutnya ditutup dengan batu. Mereka tidak menggunakan peti mati, tetapi hanya membalut mayat itu dengan kain kapan. Karena itulah mayat yang dilemparkan secara tergesa-gesa ke kubur Elisa itu bisa menyentuh tulang-tulang Elisa.

b) Tujuan dari mujijat ini.

1. Bukan untuk menunjukkan bahwa Elisa lebih hebat dari Elia.

Perlu diingat bahwa dalam kasus ini bukan Elisa yang melakukan pembangkitan mayat itu, tetapi Tuhan sendiri, sekalipun Tuhan menggunakan tulang-tulang Elisa.

2. Bukan supaya orang kristen percaya pada kekuatan dari relics!

Adam Clarke: “This is the first, and I believe the last, account of a true miracle performed by the bones of a dead man; and yet on it and such like the whole system of miraculous working relics has been founded by the popish Church” (= Ini adalah cerita yang pertama, dan saya percaya yang terakhir, tentang mujijat yang benar yang dilakukan oleh tulang-tulang dari orang mati; tetapi pada cerita ini dan yang seperti ini seluruh sistim dari ‘relics yang melakukan mujijat’ telah didasarkan oleh Gereja Roma Katolik) - hal 525.

Pulpit Commentary: “Worship of relics was not a Jewish superstition; and thus there was no danger of those ill results which followed on the alleged miracles wrought by the bodies of Christian martyrs” (= Penyembahan terhadap relics bukanlah merupakan tahyul Yahudi; dan karena itu tidak ada bahaya tentang akibat-akibat buruk yang menyusul / mengikuti mujijat-mujijat yang dikatakan dibuat oleh tubuh-tubuh dari martir-martir Kristen) - hal 268.

Pulpit Commentary: “The miracle of Elisha’s bones is no argument for relic-worship. Relic-worship implies a belief that a virtue exists in the remnants of a deceased saint’s body, which enables them of themselves to exercise a miraculous power. Elisha’s bones were never thought to possess any such property. They were not exhumed, placed in cases, or exhibited to the faithful to be touched with the hand or kissed by the lips. It was understood that God had been pleased to work one miracle by them; it was never supposed that they might be expected to work any more. They were therefore suffered to remain in the tomb wherein they had been from the first deposited. It was not till the time of Julian that any importance was attached to them; though then we must conclude that they had become objects of reverential regard, since the Apostate took the trouble to burn them” [= Mujijat tulang Elisa bukanlah suatu argumentasi untuk penyembahan relics. Penyembahan relics secara tidak langsung menunjukkan suatu kepercayaan bahwa ada suatu kebaikan dalam sisa-sisa dari tubuh orang kudus yang mati, yang memampukan mereka, dari diri mereka sendiri, untuk menggunakan kuasa yang bersifat mujijat. Tulang Elisa tidak pernah dianggap mempunyai khasiat seperti itu. Tulang-tulang itu tidak digali, diletakkan dalam kotak, atau dipamerkan kepada orang-orang yang setia / beriman untuk disentuh dengan tangan atau dicium dengan bibir. Memang dimengerti bahwa Allah telah berkenan untuk mengerjakan satu mujijat oleh tulang-tulang itu; tetapi tidak pernah dianggap bahwa tulang-tulang itu diharapkan untuk mengerjakannya lagi. Karena itu tulang-tulang itu dibiarkan berada dalam kubur dimana mereka dari semula ditempatkan. Baru pada jaman Julian suatu kepentingan dilekatkan kepada tulang-tulang itu; sekalipun kita harus menyimpulkan bahwa tulang-tulang itu telah menjadi obyek penghormatan, karena orang-orang yang murtad (?) bersusah payah untuk membakarnya] - hal 269.

3. Supaya orang menghormati Elisa, mengingat dan berpegang pada ajarannya, dan mempercayai nubuatnya, khususnya dalam persoalan kemenangan terhadap Aram.

Keil & Delitzsch: “The design of this miracle ... was not to show how even in the grave Elisha surpassed his master Elijah in miraculous power ... but to impress the seal of divine attestation upon the prophecy of the dying prophet concerning the victory of Joash over the Syrians” (= Tujuan dari mujijat ini ... bukanlah untuk menunjukkan bahwa bahkan dalam kubur Elisa melampaui tuannya yaitu Elia dalam kuasa untuk melakukan mujijat ... tetapi untuk mencamkan pengesahan pada nubuat dari nabi yang sekarat itu mengenai kemenangan Yoas terhadap Aram) - hal 378.

Barnes’ Notes: “The primary effect of the miracle was, no doubt, greatly to increase the reverence of the Israelites for the memory of Elisha, to lend force to his teaching, and especially to add weight to his unfulfilled prophecies, as to that concerning the coming triumphs of Israel over Syria” (= Tidak diragukan bahwa akibat utama dari mujijat itu adalah meningkatkan secara hebat rasa hormat dari orang-orang Israel dalam kenangan tentang Elisa, memberikan kekuatan pada ajarannya, dan khususnya menambah bobot dari nubuat-nubuatnya yang belum tergenapi, berkenaan dengan kemenangan yang akan datang dari Israel terhadap Aram) - hal 264.

Pulpit Commentary: “I. For the honour of the prophet; ... Those who witnessed or heard of the miracle in Elisha’s tomb were led to venerate the memory of the prophet, to whom so great a testimony had been given; and might thence be moved to pay greater attention and stricter obedience to what they knew of his teaching. II. For the encouragement of the nation. The death of Elisha was no doubt felt as a national calamity. Many, besides the king, must have seen in it the loss to the nation of one who was more to it than ‘chariots and horsemen’ (ver. 14). Despondency, we may be sure, weighed down the spirits of numbers who might think that God, in withdrawing his prophet, had forsaken his people. It was a great thing to such persons that they should have a clear manifestation that, though the prophet was gone, God still continued present with his people, was still among them, ready to help, potent to save” [= I. Untuk kehormatan sang nabi; ... Mereka yang menyaksikan atau mendengar tentang mujijat dalam kubur Elisa dibimbing untuk memuliakan kenangan tentang sang nabi, bagi siapa kesaksian yang begitu besar telah diberikan; dan dari sana bisa memberi perhatian yang lebih besar dan ketaatan yang lebih ketat pada apa yang mereka ketahui sebagai ajarannya. II. Untuk menguatkan semangat bangsa itu. Tidak diragukan bahwa kematian Elisa dirasakan sebagai bencana nasional. Selain raja, ada banyak orang yang melihat hal itu sebagai kehilangan bagi bangsa itu seseorang yang lebih dari ‘kereta dan orang-orang yang berkuda’ (ay 14). Kepatahan semangat pasti menghancurkan semangat banyak orang yang mungkin berpikir bahwa Allah, dengan menarik nabinya, telah meninggalkan umatNya. Merupakan hal yang besar bagi orang-orang seperti itu bahwa mereka mendapatkan pernyataan yang jelas bahwa, sekalipun sang nabi sudah tiada, Allah tetap hadir dengan umatNya, tetap ada di antara mereka, siap menolong, berkuasa untuk menyelamatkan] - hal 268.

Pulpit Commentary: “Though Elisha was not taken to heaven as Elijah was without tasting of death, he had yet great honour put upon him in his death. God set the seal on his prophetic work by making life-giving power to issue even from his grave. The miracle suggests to us the fact that from every good man’s grave there issues in an important sense a life-giving power. The influence of men does not die with him. On the contrary, it is often greater after their deaths than during their lives. ... Many a man, e.g., has been brought to his senses at the graveside of a father or mother, whose counsels, perhaps, he disregarded in life” (= Sekalipun Elisa tak diangkat ke surga tanpa merasakan kematian seperti Elia, ia tetap mendapatkan kehormatan yang besar dalam kematiannya. Allah memeteraikan pekerjaan nubuatannya dengan membuat kuasa pemberi kehidupan keluar dari kuburnya. Mujijat ini menunjukkan kepada kita fakta bahwa dari setiap kubur orang yang baik keluar dalam arti yang penting suatu kuasa pemberi hidup. Pengaruh dari manusia tidak mati dengannya. Sebaliknya, itu seringkali menjadi lebih besar setelah kematiannya dari pada dalam sepanjang hidupnya. ... Banyak orang, sebagai contoh, telah disadarkan di sisi kuburan ayah atau ibunya, yang mungkin nasihatnya ia abaikan dalam hidupnya) - hal 277.

Kesimpulan / penutup.

Kita harus belajar untuk bergantung kepada Tuhan, dan bukan kepada orang melalui siapa Tuhan memberikan berkatnya kepada kita, apakah orang itu adalah hamba Tuhan, orang tua kita, boss, suami, dan sebagainya.https://teologiareformed.blogspot.com/
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-
Next Post Previous Post