INJIL KASIH KARUNIA (GALATIA 2:1-9)

Pendahuluan:

Surat Paulus kepada jemaat di Galatia adalah salah satu karya teologis yang paling penting dalam Perjanjian Baru. Dalam surat ini, Paulus menegaskan kebenaran Injil kasih karunia yang menolak keselamatan berdasarkan perbuatan hukum Taurat. Fokus utama dalam Galatia 2:1-9 adalah penegasan bahwa keselamatan hanya diperoleh melalui iman kepada Yesus Kristus, bukan melalui kepatuhan terhadap hukum Musa. Ayat-ayat ini juga menyoroti pentingnya persekutuan yang didasarkan pada anugerah Allah, bukan aturan agama atau tradisi Yahudi seperti sunat.

INJIL KASIH KARUNIA (GALATIA 2:1-9)
Artikel ini akan mengeksplorasi makna mendalam dari Galatia 2:1-9, serta bagaimana bagian ini berhubungan dengan pemahaman kita tentang kasih karunia, kebebasan dalam Kristus, dan misi penginjilan kepada orang-orang bukan Yahudi.

1. Latar Belakang dan Konteks (Galatia 2:1-2)

Surat Paulus kepada jemaat Galatia ditulis untuk menangani krisis yang muncul ketika kelompok legalis atau "saudara-saudara palsu" berusaha memaksakan hukum Taurat, terutama sunat, kepada orang-orang percaya yang bukan Yahudi. Mereka mengklaim bahwa keselamatan tidak cukup hanya melalui iman kepada Yesus, tetapi juga harus diikuti dengan ketaatan pada hukum Taurat. Untuk menjawab hal ini, Paulus memberikan narasi pribadinya, yang dimulai dengan kunjungannya ke Yerusalem.

"Empat belas tahun kemudian, aku kembali lagi ke kota Yerusalem dengan Barnabas dan membawa Titus bersamaku. Aku pergi karena suatu penyataan dan untuk menjelaskan kepada mereka tentang Injil yang kuberitakan di antara orang-orang bukan Yahudi. Namun, aku melakukannya dalam pertemuan pribadi, yaitu hanya dengan mereka yang berpengaruh untuk memastikan bahwa apa yang kukerjakan dan yang sudah kukerjakan tidak sia-sia." (Galatia 2:1-2)

Paulus, setelah empat belas tahun pelayanan kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi, merasa perlu untuk bertemu dengan para pemimpin gereja di Yerusalem. Ia melakukan hal ini bukan karena meragukan Injil yang diajarkannya, tetapi untuk memastikan bahwa misi penginjilan kepada orang bukan Yahudi tidak terhambat oleh perselisihan internal mengenai hukum Taurat. Ia ingin menjaga kesatuan gereja dan memastikan bahwa Injil yang sama diberitakan baik kepada orang Yahudi maupun bukan Yahudi.

A. Motivasi Paulus: Penyataan dari Tuhan

Paulus menjelaskan bahwa motivasinya untuk kembali ke Yerusalem bukan karena tekanan dari manusia, tetapi karena penyataan dari Tuhan. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa misi penginjilannya kepada bangsa-bangsa lain adalah panggilan ilahi, bukan keputusan yang dibuat karena tekanan sosial atau politik.

2. Kebebasan dalam Kristus (Galatia 2:3-5)

Isu penting yang dihadapi Paulus di Yerusalem adalah tentang sunat. Sebagian orang Yahudi yang percaya mengajukan bahwa semua orang percaya, termasuk mereka yang berasal dari bangsa-bangsa bukan Yahudi, harus disunat sebagai tanda perjanjian Allah dengan Abraham.

"Bahkan, Titus, yang bersamaku, tidak harus disunat walaupun ia adalah orang Yunani. Hal ini terjadi karena ada saudara-saudara palsu yang diam-diam masuk dan menyusup untuk memata-matai kebebasan yang kita miliki dalam Yesus Kristus supaya kita dibawa kembali kepada perbudakan. Akan tetapi, kami tidak mau tunduk kepada mereka sesaat pun supaya kebenaran Injil tetap tinggal dalam kamu." (Galatia 2:3-5)

A. Kebebasan dari Hukum Taurat

Titus, seorang Yunani, menjadi contoh nyata dari kebebasan Injil. Paulus menegaskan bahwa Titus, yang bukan orang Yahudi, tidak dipaksa untuk disunat. Ini menunjukkan bahwa kebebasan di dalam Kristus membebaskan orang percaya dari tuntutan hukum Taurat, khususnya praktik-praktik seremonial seperti sunat.

Paulus menggambarkan upaya kelompok legalis ini sebagai "perbudakan". Mereka berusaha mengikat orang percaya kembali kepada hukum Taurat yang sudah disempurnakan oleh Kristus melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. Bagi Paulus, menambah hukum Taurat kepada Injil berarti menolak kebenaran Injil kasih karunia.

B. Saudara-Saudara Palsu

Dalam ayat 4, Paulus menyebut adanya "saudara-saudara palsu" yang masuk secara diam-diam untuk memata-matai kebebasan yang ada dalam Kristus. Mereka mencoba membawa jemaat kembali kepada hukum Taurat, yang menurut Paulus adalah perbudakan rohani. Saudara-saudara palsu ini adalah mereka yang berusaha untuk mencampurkan hukum Taurat dengan kasih karunia.

Paulus dan rekan-rekannya dengan tegas menolak upaya ini. Mereka tidak tunduk kepada saudara-saudara palsu tersebut, karena hal itu akan mengkompromikan kebenaran Injil. Dengan demikian, kebebasan dalam Kristus tetap dipertahankan, dan Injil tetap murni tanpa dicampuri oleh tuntutan hukum Taurat.

3. Kesatuan dalam Misi Penginjilan (Galatia 2:6-9)

Setelah mengklarifikasi posisinya mengenai kebebasan dalam Kristus, Paulus melanjutkan untuk menceritakan hasil dari pertemuannya dengan para pemimpin gereja di Yerusalem, yang mencakup Yakobus, Petrus, dan Yohanes.

"Namun, dari orang-orang yang berpengaruh itu, yang kedudukannya tidaklah penting bagiku karena Allah tidak membeda-bedakan, mereka tidak menambahkan apa-apa bagiku. Sebaliknya, mereka melihat bahwa kepadaku telah dipercayakan Injil untuk orang-orang yang tidak bersunat, sama seperti Petrus yang dipercayakan Injil untuk orang-orang yang bersunat." (Galatia 2:6-7)

A. Pengakuan Akan Misi Paulus

Para pemimpin gereja di Yerusalem mengakui bahwa misi Paulus kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi adalah bagian dari rencana Allah. Mereka tidak menambahkan apa pun kepada Injil yang Paulus ajarkan. Sebaliknya, mereka memberikan tangan kanan persekutuan, menandakan kesepakatan bahwa Paulus dan Barnabas akan fokus pada bangsa-bangsa bukan Yahudi, sedangkan Petrus dan rekan-rekannya akan melayani orang-orang Yahudi.

Hal ini penting karena menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan dalam audiens yang dilayani, Injil yang mereka ajarkan adalah satu dan sama. Injil kasih karunia yang menyelamatkan orang Yahudi adalah Injil yang sama yang menyelamatkan orang bukan Yahudi. Tidak ada perbedaan dalam pesan keselamatan, meskipun ada perbedaan dalam konteks budaya.

B. Persekutuan dalam Injil

Yakobus, Petrus, dan Yohanes yang disebut sebagai "saka guru" jemaat Yerusalem mengulurkan tangan kanan persekutuan kepada Paulus dan Barnabas. Tindakan ini menunjukkan bahwa mereka sepakat dengan misi penginjilan Paulus dan mengakui anugerah Allah yang bekerja dalam pelayanannya.

Meskipun mereka melayani kelompok yang berbeda (orang Yahudi dan bukan Yahudi), kesatuan mereka didasarkan pada Injil yang sama, Injil kasih karunia. Kesepakatan ini menegaskan bahwa tidak ada Injil yang berbeda bagi orang Yahudi dan orang bukan Yahudi. Semua orang, terlepas dari latar belakang mereka, diselamatkan oleh iman kepada Yesus Kristus saja.

4. Injil Kasih Karunia: Fondasi Keselamatan

Perikop ini menegaskan bahwa keselamatan adalah hasil dari kasih karunia Allah semata, bukan melalui usaha manusia atau ketaatan pada hukum Taurat. Paulus dengan tegas menolak gagasan bahwa sunat atau praktik hukum Taurat lainnya diperlukan untuk keselamatan. Ia menyatakan bahwa hanya melalui iman kepada Yesus Kristus seseorang dapat dibenarkan di hadapan Allah.

Injil kasih karunia ini bukan hanya menawarkan pengampunan dosa, tetapi juga kebebasan dari hukum Taurat. Bagi Paulus, penambahan hukum Taurat kepada Injil berarti menyangkal karya Kristus yang telah sempurna di kayu salib.

A. Iman Bukan Perbuatan

Di seluruh surat Galatia, Paulus menekankan bahwa keselamatan tidak mungkin diperoleh melalui usaha manusia atau ketaatan pada hukum Taurat. Dalam Galatia 2:16, yang sedikit lebih lanjut dari ayat-ayat yang kita bahas, Paulus menulis, "Sebab kita tahu, bahwa manusia tidak dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi oleh karena iman dalam Yesus Kristus." Pernyataan ini menjadi dasar dari teologi Paulus tentang justifikasi oleh iman, yang artinya seseorang dibenarkan di hadapan Allah melalui iman, bukan melalui usaha manusia.

B. Kasih Karunia yang Memerdekakan

Kasih karunia tidak hanya menyelamatkan, tetapi juga memerdekakan orang percaya dari perbudakan hukum Taurat. Di dalam Kristus, kita dibebaskan dari tuntutan hukum yang tidak dapat kita penuhi. Injil kasih karunia membebaskan kita untuk hidup dalam kebebasan rohani, bukan dalam ketakutan atau kekhawatiran tentang apakah kita cukup taat kepada hukum untuk mendapatkan keselamatan.

5. Implikasi bagi Kehidupan Orang Percaya

Galatia 2:1-9 memiliki implikasi besar bagi kehidupan orang percaya saat ini. Pertama, kita harus menyadari bahwa keselamatan kita sepenuhnya bergantung pada kasih karunia Allah. Tidak ada satu pun yang dapat kita lakukan untuk menambah atau memperbaiki keselamatan yang telah diberikan kepada kita oleh Yesus Kristus.

Kedua, kita dipanggil untuk hidup dalam kebebasan yang diberikan oleh Injil. Kebebasan ini bukan berarti kita bebas melakukan dosa, tetapi bebas dari perbudakan hukum yang menuntut ketaatan sempurna untuk memperoleh keselamatan.

Ketiga, kesatuan dalam gereja harus didasarkan pada Injil kasih karunia, bukan pada tradisi atau peraturan agama. Baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi diselamatkan dengan cara yang sama, yaitu melalui iman kepada Yesus Kristus. Oleh karena itu, gereja harus menjadi tempat di mana kasih karunia Allah dinyatakan, tanpa ada diskriminasi atau pemaksaan terhadap aturan-aturan yang tidak relevan dengan Injil.

Kesimpulan

Galatia 2:1-9 menegaskan pentingnya Injil kasih karunia dan kebebasan yang kita miliki dalam Kristus. Keselamatan adalah pemberian Allah yang diberikan melalui iman, tanpa perlu ketaatan pada hukum Taurat. Paulus dengan tegas melawan upaya untuk mencampurkan hukum Taurat dengan Injil, dan ia menegaskan bahwa kebebasan dalam Kristus adalah bagian integral dari keselamatan kita.

Kasih karunia Allah tidak hanya menyelamatkan kita dari dosa, tetapi juga membebaskan kita dari perbudakan hukum Taurat, memberi kita kebebasan untuk hidup dalam persekutuan dengan Allah. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menjaga kemurnian Injil kasih karunia dan menyebarkannya kepada semua orang, tanpa diskriminasi atau penambahan beban agama.

--------
Pdt.Samuel T.Gunawan, M.Th.
INJIL KASIH KARUNIA (GALATIA 2:1-9)
gadget, bisnis, otomotif
“(Galatia1:6) Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu Injil lain, (Galatia 1:7) yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. (Galatia1:8) Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari surga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. (1:9) Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.”(Galatia1:6-9)

Injil kasih karunia merupakan nama yang diberikan kepada Injil yang diberitakan rasul Paulus (Efesus 3:1-11; 2 Timotius 2:8). Berdasarkan pengakuan rasul Paulus dalam Galatia 2;1-9 ada dua hal yang ditekankannya tentang Injil kasih karunia yang diberitakannya, yaitu : 

(1) bahwa Injil kasih karunia yang diberitakannya di antara orang bukan Yahudi adalah Injil yang diterimanya langsung berdasarkan pernyataan Tuhan Yesus Kristus, dan bukan didapatkannya dari 12 rasul. 

(2) Bahwa rasul-rasul lain tidak menambahkan kebenaran apa pun kepadanya, tetapi sebaliknya ia yang yang menambahkan sesuatu kepada mereka, yaitu keselamatan bagi bangsa-bangsa Yahudi apun non Yahudi karena kasih karunia oleh iman dalam Kristus, bukan karena upaya untuk menaati hukum Taurat (Bandingkan: Kisah Para Rasul 13:38-39; Galatia 2:16).

Injil kasih karunia adalah pesan yang konsisten dalam pemberitaan dan pengajaran rasul Paulus. Dalam Kisah Para Rasul, Lukas mencatat demikian, “Paulus dan Barnabas tinggal beberapa waktu lamanya di situ. Mereka mengajar dengan berani, karena mereka percaya kepada Tuhan. Dan Tuhan menguatkan berita tentang kasih karunia-Nya (tô logô tês kharitos autou) dengan mengaruniakan kepada mereka kuasa untuk mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat” (Kisah Para Rasul 14:3). 

Selanjutnya Lukas juga mencatat pengakuan rasul Paulus demikian, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah (diamarturasthai to euaggelion tês kharitos tou theou)” (Kisah Para Rasul 20:24). 

Jelaslah bahwa rasul Paulus adalah rasul yang dipilih dan diurapi Tuhan untuk memberitakan Injil kasih karunia (Galatia 1:15; Efesus 1:4). Dibandingkan semua rasul yang lainnya, rasul Paulus adalah rasul yang paling banyak mengungkapkan isi hati Allah bagi umat Perjanjian Baru melalui surat-surat kirimannya. Lebih dari dua pertiga Perjanjian Baru di tulis oleh Paulus. Surat-surat kepada jemaat di Galatia, Tesalonika (1 dan 2 Tesalonika), Korintus (1 dan 2 Korintus), dan jemaat di Roma adalah surat-surat Paulus yang ditulis Paulus dalam Perjalanan misi pertama, misi kedua, dan misi ketiganya. 

Surat-surat kepada jemaat di Efesus, Kolose dan Filipi, serta surat pribadi kepada Filemon adalah surat-surat yang ditulis rasul Paulus dari balik penjara, saat ia di penjara karena pemberitaan tentang Injil kasih karunia (Efesus 3:1; 4:1). Sedangkan surat-surat penggembalaan di tujukan kepada Timotius (1 dan 2 Timotius) dan kepada Titus. Allah berkenan memakai rasul Paulus untuk menyingkapkan maksudNya bagi jemaat Perjanjian Baru.

DISELAMATKAN KARENA ANUGERAH OLEH IMAN

John Calvin menyatakan bahwa “pertobatan adalah hasil yang tidak dapat dielakkan dari iman. Itu tidak pernah dipandang sebagai mendahului iman, .. tidak seorang pun akan sungguh-sungguh memuja-muja Allah kecuali ia yang mempercayai bahwa Allah itu baik baginya. Akan tetapi itu tidak berarti bahwa suatu masa waktu perlu lewat sebelum iman melahirkan pertobatan; tetapi, pertobatan pada dasarnya dan langsung mengalir dari iman. 

Menempatkan pertobatan sebelum iman dapat menghasilkan doktrin tentang persiapan yang salah, mirip dengan teologi Roma Katolik, yang memandang perbuatan penebusan dosa (penance) sebagai kontribusi terhadap pembenaran orang-orang percaya.” (Hall, David W & Peter A. Lillback., Penuntun Ke Dalam Theologi Institutes Calvin: Esai-esai dan Analisis. hal. 335). 

Walaupun secara kronologis iman dan pertobatan terjadi bersamaan (satu paket yang dikenal dengan konversi), namun secara logis saya berkeyakinan (mengikuti Calvin, Murray, dan Boice) bahwa iman mendahului pertobatan, dan regenerasi mendahului konversi. 

Regenerasi ini memampukan seseorang untuk dan percaya kepada Kristus bagi keselamatannya bertobat dari dosa-dosanya. Seseorang dapat memberi respon di dalam pertobatan melalui iman hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan yang baru kepadanya. Iman dan pertobatan disebut dengan istilah perpalingan (convertion). 

Bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dari dosa-dosa dan iman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa. Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44).

Jadi keselamatan adalah anugerah yang diterima melalui iman. Pernyataan rasul Paulus yang tegas dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. 

Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan-perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah oleh iman. R.C. Sproul menyatakan, “deklarasi utama dari reformasi adalah sola gratia, yaitu keselamatan hanya merupakan anugerah Allah semata-mata”. (Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 263). 

Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita memang tidak layak untuk menerimanya. 

Perhatikanlah bahwa pernyataan klasik “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, menunjukkan bahwa kita menerima anugerah Allah itu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus. 

Rasul Petrus dengan tegas mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12). 

Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia untuk diselamatkan hanya percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya). Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus”, dan ini diterima pada saat lahir baru (regenerasi).

DIBENARKAN KARENA BERIMAN DI DALAM KRISTUS

Rasul Paulus memberikan pernyataan yang tegas dalam Roma 5:1-2, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”. 

Alkitab mengajarkan bahwa setelah kematian Kristus di kayu salib, Tuhan memberikan kebenaran bukan kepada orang-orang yang mematuhi hukum Taurat (Galatia 2:16), melainkan kepada siapa pun yang percaya kepada Anak-Nya, Yesus Kristus. Karena Kristus menanggung kesalahan kita di kayu salib dan memberikan kepada kita kebenaran (2 Korintus 5:21), saat kita percaya kepada-Nya, Tuhan menganggap kita benar terlepas dari perbuatan atau kepatuhan kita (Bandingkan Roma 4:5-8). 

Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9). Kita membutuhkan iman untuk mempercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus.

Inilah fakta kebenaran dalam Perjanjian Baru, kebenaran yang timbul dari iman dan bukan perbuatan. Artinya, kita tidak dibenarkan karena kita bermoral dan berbuat baik; juga bukan karena kita melakukan disiplin rohani setiap hari, seperti membaca Alkitab dan berdoa. Kita dibenarkan bukan karena kita merasa orang benar. Pembenaran tidak berhubungan dengan kelakuan (tingkah laku) kita yang benar, tetapi menjadi pribadi yang benar. 

Kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Yesus Kristus hanya karena pengorbanan Yesus yang menjadikan kita demikian. Bagaimana kita menerima pembenaran ini? Kita menerima-Nya melalui karya Kristus di kayu salib. Kristus yang tidak berdosa dibuat-Nya menjadi dosa karena kita supaya kita dibenarkan di dalam Dia. Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9). 

Kita membutuhkan iman untuk mempercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus. Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan.

Rasul Paulus mengajar bahwa orang-orang percaya tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia, dan karena mereka tidak berada di bawah hukum Taurat mereka tidak bisa dihukum karena melanggar hukum Taurat. “kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia”, Roma 6:14. Dosa-dosa selanjutnya tidak mungkin bisa menyebabkan kejatuhan mereka, karena mereka ada di bawah sistem dari kasih karunia dan tidak diperlakukan sesuai dengan yang mereka layak dapatkan. 

Seseorang yang berusaha untuk mendapatkan bahkan bagian terkecil dari keselamatannya menjadi “seorang yang berhutang untuk melakukan seluruh hukum Taurat” (yaitu, memberikan ketaatan yang sempurna dengan kekuatannya sendiri dan dengan demikian layak mendapatkan keselamatannya) ( Galatia 5:3).

Baca Juga: Karakteristik Injil Kasih Karunia Yang Benar

Selanjutnya, rasul Paulus menegaskan pentingnya hidup di dalam kasih karunia dengan berkata, “kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia” (Galatia 5:4). Bagi orang percaya, pembenaran tidak lagi tergantung kepada kepatuhannya terhadap hukum Taurat (legalisme), baik secara keseluruhan maupun sebagian (parsial) tetapi berdasarkan kasih karunia dalam Kristus. 

Paulus mengatakan, “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” (Roma 5:20-21).

Kebenaran yang kita miliki adalah sebuah anugerah (Roma 5:21). Apakah anugerah itu? Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” sering kali oleh beberapa orang disamakan dengan “belas kasihan”. 

Pengertian dari dua istilah ini seharusnya dibedakan. Anugerah, disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita tidak pantas untuk menerimanya. Sedangkan belas kasihan (mercy), yang disebut juga rahmat adalah tindakan Allah yang tidak memberikan kepada kita apa yang sepatutnya kita terima, yaitu penghakiman dan ke neraka untuk selama-lamanya. Allah yang kaya dengan rahmat-Nya, Ia menahan murka-Nya, dan sebaliknya memberi kita anugerah-Nya (Efesus 2:4). 

Jadi, kasih Allah yang besar itu (Yohanes 3:16), dinyatakan dalam kemurahan-Nya melalui dua pemberian, yaitu anugerah dan rahmat. Perbedaan itu dapat digambarkan demikian, “Jika seseorang membunuh anak laki-laki Anda dan dihukum mati, dan Anda membiarkan hukuman berlaku itu adalah keadilan. Jika Anda menyatakan supaya si pembunuh jangan dihukum mati, itulah belas kasihan atau rahmat. 

Jadi si pembunuh tidak menerima apa yang seharusnya dia terima karena kejahatannya. Namun, jika anda membawa si pembunuh anak Anda itu ke rumah Anda dan mengadopsinya sebagai anak anda, dan memberi dia seluruh kasih dan hak-hak istimewa serta warisan yang akan anda berikan kepada anak anda, itu kasih karunia atau anugerah.”

Rasul Paulus dalam Galatia 3:11, mengatakan bahwa tidak seorang pun akan dibenarkan dengan mematuhi hukum Taurat. Jika pembenaran dalam Perjanjian Lama dilihat berdasarkan perbuatan ketaatan pada hukum Taurat, maka pembenaran dalam Perjanjian Baru berdasarkan kasih karunia dalam Kristus. 

Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan. Kita tahu bahwa rasul Paulus lahir dan dibesarkan dalam keluarga Yahudi yang ketat terhadap hukum Taurat dan tradisi Yahudi. Ia adalah seorang lulusan terbaik dari sekolah Farisi di Yerusalem, di bawah bimbingan Gamaliel (Filipi 3:5; Galatia 1:13-14; Kisah Para Rasul 5:34). 

Kita juga tahu, bahwa Gamaliel yang membimbing Paulus dalam hukum Taurat dan tradisi Yahudi adalah seorang pakar hukum Taurat, satu-satunya dari tujuh sarjana dalam sejarah bangsa Yahudi yang menerima sebutan “Rabban (tuan kami)”. Tetapi, rasul Paulus dengan tegas menolak para pengajar Yudaiser (Yahudi Kristen) yang menghasut dan mempengaruhi orang-orang Kristen yang masih baru di Galatia agar kembali ke legalisme hukum Taurat dengan cara memaksa mereka agar disunat dan mengikat diri dengan hukum Taurat sebagai syarat utama untuk diselamatkan dan menjadi anggota gereja (Galatia 5). 

Paulus menyampaikan ajaran dan pendiriannya bahwa satu-satunya syarat untuk selamat adalah iman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat (Galatia 2:16), dan bahwa syarat-syarat yang dituntut hukum Taurat tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kasih karunia Allah dalam Kristus untuk keselamatan (Galatia 5:1-6). 

Perhatikan juga kalimat akhir dalam khotbah Paulus pada waktu ia berada di Antiokhia dalam Kisah Para Rasul 13:14-41, yang menegaskan, “Jadi ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa. Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa” (Kisah Para Rasul 13:38-39).

FAKTA-FAKTA DASAR DALAM INJIL KASIH KARUNIA

Pertanyaannya ialah: Apakah Injil kasih karunia yang diberitakan Paulus itu? Berdasarkan Roma 1:16-17; 4:23-25; 1 Korintus 15:1-4; Galatia 1:12; 2 Timotius 2:8, bahwa karakteristik dan signifikansi Injil yang diberitakan Paulus adalah sebagai berikut:

Pertama, karakteristik dari Injil kasih karunia itu adalah bahwa “Injil itu adalah kekuatan Allah; Injil itu menyelamatkan; Injil itu adalah kebenaran Allah; Injil itu mengajarkan tentang orang yang benar hidup oleh iman; dan Injil itu adalah pernyataan Yesus sendiri” (Roma 1:16-17; Galatia 1:12).

Kedua, signifikansi dari Injil kasih karunia itu adalah berita (kabar) bahwa “Yesus diserahkan untuk menerima hukuman mati atas pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh kita manusia; Allah telah membangkitkan Kristus kembali dari antara orang mati; Kita akan dibenarkan (dinyatakan benar) di hadapan Allah apabila kita percaya akan berita mengenai kematian dan kebangkitan Yesus demi umat manusia itu; dan bahwa Kristus telah mati untuk dosa-dosa kita, telah dikuburkan, dan Ia bangkit kembali pada hari yang ketiga” (Roma 4:23-25; 1 Korintus 15:1-4; 2 Timotius 2:8).

Jika kita gabungkan ayat-ayat di atas maka kita akan menemukan fakta-fakta dasar yang diberitakan rasul Paulus dalam Injil kasih karunia yang menyelamatkan itu, sebagai berikut: 

(1) Kristus telah diserahkan oleh Allah Bapa untuk menerima hukuman mati (di kayu salib) atas dosa-dosa yang telah kita lakukan. Di sini terjadi karya pendamaian, peredaan murka (propisisasi), penggantian (substitusi), penebusan (rendempsi), penghapusan kesalahan (ekspiasi), pengampunan (amnesti) dan pembenaran (jastifikasi)); 

(2) Kristus telah dikuburkan; 

(3) Allah membangkitkan Dia dari antara orang-orang mati pada hari yang ketiga; 

(4) Kita akan menerima kebenaran (dibenarkan oleh) Allah apabila kita percaya akan semua fakta ini. Inilah fakta penting dan sederhana; tidak perlu ada embel-embel dan tambahan lainnya dari berita Injil yang menyelamatkan. Inilah Injil kasih karunia!

KESALAHPAHAMAN TENTANG INJIL KASIH KARUNIA

Telah ada kekeliruan tentang Injil kasih karunia yang sejati, kekeliruan itu antara lain : 

Pertama, ada yang mengajarkan bahwa Injil tidak berurusan dengan dosa. Ajaran ini jelas keliru! Karena, sebenarnya Injil adalah cara Allah menyelesaikan masalah dosa yang tidak bisa diselesaikan oleh manusia (1 Korintus 15:1-4); 

Kedua, ada yang mengajarkan bahwa kita perlu menyampaikan injil yang berbeda untuk kelompok usia yang berbeda, yaitu Injil untuk lansia, Injil untuk para pemuda, dan Injil untuk anak-anak. Ini jelas keliru! Sebab Alkitab mengajarkan Injil yang sama untuk semua orang (Roma 1:16; Galatia 3:26-28); 

Ketiga, ada yang mengajarkan bahwa Injil akan diterima bila disampaikan dengan kepandaian dan dengan metode tertentu. Ini juga salah dan bertentangan dengan keyakinan rasul Paulus (1 Korintus 1:17-31; 2:4; 4:20); 

Keempat, ada yang menganggap bahwa kita diselamatkan karena perbuatan-perbuatan dan bukan hanya karena percaya pada Injil. Ini juga keliru karena membawa orang Kristen kepada legalisme (Galatia 3:1-8); 

Kelima, ada yang menganggap bahwa baptisan air adalah Injil yang menyelamatkan (1 Korintus 1:17). Ini juga keliru karena Alkitab menunjukkan bahwa baptisan air bukanlah anugerah yang menyelamatkan atau pun syarat keselamatan (1 Korintus 1:17).

BACA JUGA: PEMBENARAN / JUSTIFICATION (ARTI, DASAR, ELEMEN DAN SYARAT)

Baptisan air itu penting tetapi bukanlah syarat keselamatan. Makna Baptisan air adalah: 

(1) Tanda (kepada) pertobatan (Matius 3:11); 

(2) Tanda ketaatan kepada perintah Tuhan, bahwa seseorang telah lahir baru atau telah diselamatkan (Matius 28:18,19); 

(3) Tanda simbolik dari persatuan dengan kematian dan kebangkitan Kristus. Artinya, orang percaya yang telah lahir baru (atau dibaptis Roh Kudus), telah bersatu dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya, dan secara simbolik persatuan tersebut ditunjukkan melalui peristiwa baptisan air (Roma 6); 

(4) Merupakan upacara (inisiasi) masuknya seseorang ke dalam keanggotaan tubuh Kristus yang kelihatan, disebut keanggotaan gereja lokal. 

(5) Merupakan kesaksian bahwa kita telah dimeteraikan dan menerima hidup baru dan mengambil bagian dalam kematian dan kebangkitan Kristus (Roma 6:3-6). (6) Tanda bahwa kita menjadi pengikut atau murid Kristus yang sah (Matius 28:19,20). INJIL KASIH KARUNIA
Next Post Previous Post