Efesus 6:11( Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah)

Pdt. Sutjipto Subeno.

Nats: Efesus 6:10-17

Alkitab mengatakan: Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah
Efesus 6:11 (Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah)
gadget, bisnis, otomotif
, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis (Efesus 6:11). Yang dimaksud dengan perlengkapan senjata adalah seperti kelengkapan seorang tentara Romawi yang siap berperang. Pada masa itu, Efesus berada di bawah kekuasaan Romawi yang terkenal sebagai kekaisaran berkekuatan tentara yang sangat tangguh dan disiplin.

Dengan konteks tersebut, Paulus hendak menyadarkan jemaat Efesus bahwa mereka sedang berada di suatu medan pertempuran di mana setiap anak Tuhan harus berjuang untuk menyatakan kebenaran walaupun musuh menghadang dan siap menghancurkannya.

Selanjutnya, di dalam Efesus 6:14-17 dicatat, “Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah.” 

Dari ilustrasi tersebut, terdapat 4 (empat) hal yang perlu diketahui dan dipelajari:

1.Pertama, tidak semua orang sanggup memakai perlengkapan senjata tentara Romawi karena terlalu berat sehingga memerlukan fisik yang kuat. Demikian pula halnya dengan perlengkapan senjata rohani yang disebutkan di dalam Efesus 6:14-17. Alkitab mengatakan bahwa tidaklah mudah untuk mengenakan semua perlengkapan tersebut sehingga diperlukan suatu latihan dengan kedisiplinan rohani untuk memperoleh kekuatan di dalam Tuhan.

Pada kenyataannya, banyak orang Kristen tidak bersedia meluangkan waktu untuk melatih kekuatan spiritualitasnya hingga layak dipakai oleh Tuhan. Akibatnya, ia tidak mampu menggunakan semua kekayaan iman Kristen karena tidak adanya kesiapan hati dan kesediaan untuk memperlengkapi diri sebagai benteng pertahanan. Jika hal ini terus berlanjut, berarti Kekristenan sedang berjalan menuju kehancuran dan kebinasaan.

2. Kedua, ketrampilan iman Kristen memerlukan latihan di dalam hidup setiap anak Tuhan. Ironisnya, orang Kristen justru sangat lemah dalam hal ini sehingga sering kali mengalami kesulitan ketika harus menghadapi dunia yang sangat licik, jahat dan menipu. Akhirnya, orang Kristen memilih untuk hidup secara eksklusif karena takut tercemar oleh filsafat dunia ketika bertemu dengan orang lain. Karena itu, Paulus mengatakan, “Put on the whole armor of God ” (Efesus 6:11).

Karl Barth, seorang teolog yang sangat serius dalam menggumulkan latar belakang kebudayaan, mengatakan bahwa salah satu aspek yang ditonjolkan dalam ketentaraan Romawi adalah kondisi keanggunan dengan kedisiplinan dan rasa percaya diri yang tinggi hingga mampu membuat musuh merasa takut sebelum berperang. 

Kondisi seperti ini disebut sebagai peperangan psikologis. Namun dalam Kekristenan, rasa percaya diri tidak dapat diandalkan karena manusia itu lemah dan berdosa. Alkitab mengatakan, “Hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya” (Efesus 6:10) karena Kekristenan sedang berhadapan dengan musuh di dua realm sekaligus:

1. realm dunia atau fisik yang terlihat oleh mata;
2. penghulu dan penguasa kerajaan angkasa serta roh jahat di udara yang tidak tampak namun mampu membinasakannya. Paulus mengatakan bahwa setiap anak Tuhan seharusnya berani menunjukkan perbedaannya dengan dunia karena ia berjalan sesuai dengan kehendak dan kebenaran Tuhan. 

Jika orang Kristen mempunyai dignity tinggi atau memiliki kekuatan kuasa rohani maka orang dunia akan merasa segan terhadapnya karena integritasnya sebagai anak Tuhan telah dinyatakan di tengah dunia. Untuk itu diperlukan suatu kesungguhan dan keseriusan sebagai anak Tuhan.

3. Ketiga, melalui Efesus 6:11 Paulus hendak menekankan bahwa peperangan yang sedang dihadapi oleh Kekristenan tidaklah sederhana melainkan sangat kompleks hingga memerlukan berbagai macam sikap. Jika sedang berhadapan dengan musuh yang sangat mudah dikalahkan maka tidak diperlukan kekuatan persenjataan yang terlalu lengkap. 

Jika seluruh kekuatan harus dikerahkan dengan persenjataan lengkap, berarti kondisi yang dihadapi sangat serius dengan musuh yang sangat tangguh. Karena itu, dituntut suatu kewaspadaan dan kecermatan tinggi. 

Saat ini, Kekristenan tidak cukup peka dan waspada dengan kondisi sekelilingnya karena sangat meremehkan musuh sehingga mudah terjerumus dan jatuh ke dalam dosa dan kebinasaan. Bahkan ketika disusupi filsafat humanisme materialisme, orang Kristen tidak menyadarinya. 

Semua ini dikarenakan mereka tidak cukup belajar dan mendalami iman Kristen sehingga tidak mampu mengenakan semua perlengkapan senjata Allah untuk bertahan dalam menghadapi filsafat dunia yang terus berkembang

4. Keempat, tujuan mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah tercantum di dalam Efesus 6:11 dan 13 yaitu “supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat iblis” dan “supaya kamu dapat mengadakan
perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu.”

Dengan kata lain, Kekristenan mempunyai dua aspek sekaligus:
1. defensive atau bertahan dalam menghadapi serangan musuh;

2. offensive supaya dapat mengadakan perlawanan untuk mengalahkan musuh. Iman Kristen tidak hanya bersifat defensive tetapi juga harus bersifat offensive agar mampu menyadarkan dan meyakinkan orang dunia bahwa konsep kebenaran Firman Allah itu bernilai tinggi sehingga mereka mau kembali pada kebenaran sejati.

Sehubungan dengan tindakan defensive dan offensive, teladan terbaik adalah Tuhan Yesus. Ketika Ia mulai melayani, Ia pergi ke padang gurun dan berpuasa selama 40 hari. Setelah itu, Iblis mulai menyerang dan menggoda-Nya, 

Serangan pertama yaitu,“ Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti” (Matius 4:3). Tuhan segera menjawab, “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Matius 4:4). Jawaban itu masih bersifat defensive. 

Serangan kedua yaitu “Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah (dari bubungan Bait Allah), sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu” (Matius 4:6). Tuhan menjawab, “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (Matius 4:7). Jawaban itupun masih tetap bersifat defensive. Akhirnya, Iblis melanjutkan dengan: 

Serangan ketiga, “Semua itu (kerajaan dunia dengan kemegahannya) akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku” (Matius 4:9). Segera Tuhan mengatakan dengan tegas, “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti” (Matius 4:10). Jawaban tersebut tidak lagi bersifat defensive melainkan offensive karena Iblis tidak putus asa dalam mencobai Dia.

Selain itu, Tuhan Yesus juga pernah dicobai dengan menggunakan seorang perempuan berzina. Para ahli Taurat dan orang Farisi menjebak-Nya dengan mengatakan, “Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?” (Yohanes 8:5). Pada mulanya Yesus bersikap defensive dengan berdiam diri. Namun ketika mereka terus mendesak-Nya maka Yesus segera memberikan jawaban offensive, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (Yohanes 8:7).

Baca Juga: Efesus 6:14-18 (8 Rincian Perlengkapan Senjata Allah)

Tuhan Yesus pun pernah secara eksplisit bersikap offensive terhadap orang Yahudi yang mencela-Nya,“Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku. Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku?” (Yohanes 8:44 dan 45-46). 

Ketika Tuhan Yesus menyatakan suatu kebenaran dan keadilan, justru pada saat itu orang Yahudi tidak bersedia mendengarkan-Nya karena dianggap terlalu tajam. Seharusnya inilah tugas Kekristenan yaitu mengerti posisinya di medan pertempuran yang harus dimenangkannya. Jika seorang anak Tuhan sanggup menyatakan kebenaran maka ia berhasil menjadi garam dan terang dunia. Alkitab mengatakan, “Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang” (Matius 5:13). Dengan kata lain, jika seseorang bersedia menjadi Kristen, berarti ia mau kembali kepada kehendak Tuhan
Next Post Previous Post