EKSPOSISI KOLOSE 3:18-19 (TUNDUK DAN MENGASIHI)

Nats Alkitab: Kolose 3:18-19 

Penulis memfokuskan pengkajian terhadap kata, tunduk dan mengasihi pada lingkup pasangan suami istri, dengan tujuan untuk menemukan makna yang sebenarnya dari kata tersebut dan hubungannya terhadap keutuhan rumah tangga.

Tunduk

Nas Kolose 3:18 berkata: Hai istri-istri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Kata Yunani untuk “tunduk” artinya adalah menundukkan, tunduk. Kata ini terdapat sebanyak tiga puluh delapan kali di dalam alkitab perjanjian baru.

Berdasarkan teks di atas, dapat diterjemahkan bahwa istri terus menerus tunduk atau ditundukkan dan takluk atau ditaklukkan kepada suami.

Ketundukan istri kepada suami dalam konteks sekarang dengan makna yang sama ini dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu:

1.Pertama, ketundukan dalam bentuk bingkai rohani atau iman Kristen. 

EKSPOSISI KOLOSE 3:18-19 (TUNDUK DAN MENGASIHI)
otomotif, gadget, bisnis

Walaupun kata tunduk bentuknya pasif, namun pasif bukan dalam pengertian kehilangan kebebasan atau tunduk tanpa syarat. Ketundukan yang dimaksud dalam teks itu adalah tunduk pada hal-hal yang pantas dilakukan di dalam Tuhan atau sebagai pengikut Kristus.

Menurut Robert G. Bratcher dan Eugene A. Nida, hubungan antara seorang suami istri dengan suaminya ditentukan oleh statusnya sebagai “orang Kristen”. Jadi, ungkapan di dalam Tuhan dapat diterjemahkan menjadi “sebagai pengikut Kristus”. Tetapi ini juga dapat diterjemahkan sebagai akibat, misalnya “karena kamu adalah pengikut Kristus maka sebaliknya kamua tunduklah...”, atau “karena kamu percaya kepada Kristus maka...”.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa istri mempunyai hak atau ruang untuk tidak tunduk kepada suami apabila suami memerintahkan istri melakukan hal-hal yang tidak pantas (dosa) dilakukan sebagai pengikut Kristus di dalam Tuhan. Implikasi dari ketidaktundukan istri bukan dilihat sebagai pemberontakan atau sikap tidak menghormati suami melainkan karena kebenaran yang harus dipertahankan.

Frank dan Ida Mae Hammond menyatakan, Allah tidak menghendaki seorang pun tunduk kepada dosa. Bagaimana pun, hal ini tidak membenarkan pemberontakan di pihak istri. Pemberontakan juga dosa. Penolakan untuk tunduk tidak boleh dikarenakan pemberontakan, tetapi karena pendiriannya di hadapan Allah. Ia mungkin tidak menaati harapan suaminya, tetapi ia tidak boleh menjadi tidak hormat

Ketundukan dalam bingkai rohani ini lebih jelas dan tegas ditekankan dalam ayat sebelumnya, yaitu dalam Kolose 3:17 yang menyatakan “Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.” Artinya bahwa segala sesuatu yang dilakukan termasuk ketundukan di dalamnya, dilakukan atas dasar kasih dan takut akan Tuhan karena semuanya berlangsung atas nama Tuhan.

Bahkan pernyataan itu kembali dikonfirmasikan dalam ayat sesudahnya, yaitu Kolose 3:23 yang menyatakan “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti bagi Tuhan dan bukan untuk manusia. Artinya ialah bahwa apapun yang dilakukan termasuk ketundukan itu harus diarahkan kepada Tuhan sebagai wujud bahwa ia mengasihi Tuhan melalui sikap, kata dan perbuatan yang ditunjukkan kepada suami. Darien B Cooper menyatakan, sikap tunduk mutlak kita adalah kepada Tuhan dan hanya dinyatakan kepada suami kita.

Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa ketundukan istri kepada suami merupakan ketundukan dalam konsep kristiani atau sebagai pengikut Kristus. Jadi, dapat dikatakan bahwa dalam satu sisi istri tunduk kepada suami tetapi dalam waktu yang bersamaan istri juga memiliki kebebasan penuh untuk tidak tunduk dan takluk kepada suami apabila hal-hal tersebut tidak pantas dilakukan sebagai orang percaya di dalam Tuhan. Sekaligus hal ini secara signifikan memberikan warna yang disparitas antara ketundukan dalam konteks iman Kristen dengan konteks kebudayaan.

Paulus sedang mengangkat dan mengembalikan harkat, derajat dan martabat perempuan pada tempatnya, yaitu bahwa laki-laki dan perempuan setara di hadapan hadirat Allah (Kejadian 2:26). Namun, secara fungsi atau peran tidak identik. Sehingga ketundukan istri bukan lagi dipahami seperti seorang budak yang tidak punya hak atau kehilangan kemerdekaannya yang terus-menerus tunduk dan patuh kepada kemauan tuannya sekali pun hal itu dosa di hadapan Tuhan

2.Kedua, ketundukan dalam bentuk bingkai kepemimpinan. 

Kata (hupotasso) menurut expository dictionary adalah istilah kemiliteran, yang berarti berada di bawah atau menjadi di bawah. Hupo artinya di bawah dan tasso artinya mengatur. Berdasarkan etimologi di atas, maka istilah kemiliteran tersebut dapat diterjemahkan sebagai kepemimpinan. Ibarat prajurit di bawah perwira yang memerintah dan mengatur. Kaitannya dengan ketundukan istri adalah suami diberikan jabatan dan otoritas sebagai kepala atau pemimpin yang mengatur atau yang memerintah dalam rumah tangga dan istri harus tunduk di bawah kepemimpinan dan pengaturan suami.

Warren W. Wiersbe menyatakan, bahwa jika Allah tidak menetapkan urutan kepemimpinan dalam masyarakat, kita akan menghadapi kekacauan. Keharusan istri tunduk kepada suami tidak berarti bahwa laki-laki lebih baik daripada perempuan. Yang dimaksudkan hanyalah bahwa laki-laki mempunyai tanggung jawab sebagai kepala dan pemimpin rumah tangga.

Itu artinya bahwa Ordo ini jelas dirancang, diatur dan ditetapkan oleh Allah sendiri supaya terjadi keteraturan atau ketertiban dalam rumah tangga. Oleh karena itu, ordo ini tidak boleh ditukar bahkan di rombak oleh siapa pun dan dengan alasan apa pun.

Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh (Efesus 5:22-23). Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu kepala dari tiap lakilaki ialah Kristus, kepala dari perempuan adalah laki-laki dan kepala dari Kristus ialah Allah (I Korintus 11:3)

Kepala dalam bahasa Yunani adalah κεφαλή artinya kepala (manusia dan hewan); kedudukan yang tinggi. Sebutan kepala dalam hal ini bukan secara literal melainkan metafora dari kepemimpinan. Untuk itu, penetapan Tuhan kepada laki-laki atau suami sebagai kepala istri, sama sekali tidak memberikan ia ruang untuk mengeksploitasi otoritas yang ada padanya dengan bertindak secara diktator dan sewenang-wenang atas istrinya. Sebab pola pengepalaan suami secara eksplisit di sebutkan, yakni sama seperti juga Kristus kepala jemaat. Dengan kata lain, konsep pengepalaan suami harus sama seperti konsep pengepalaan Yesus atas jemaat.

Yakob Tomatala menuliskan dalam bukunya, Par Excellence Leadership: Memimpin seperti Yesus Kristus, yang menjelaskan bagaimana cara Yesus memimpin, yaitu:

Pertama, Yesus Kristus memimpin dari hati, yang merupakan landasan keunggulan kepemimpinan-Nya. 

Kedua, Yesus Kristus memimpin berlandaskan kasih, yang olehnya Ia mengangkat dan memberi tempat yang layak bagi semua orang. 

Ketiga, Yesus Kristus memimpin dengan kekuatan kebaikan, yang olehnya Ia membawa keadilan dan damai sejahtera abadi.

Bertolak dari gaya kepemimpinan Yesus seperti di atas, maka sejatinya kepemimpinan suami harus tidak bersifat otoriter, merajai, menindas, mendominasi dan memperbudak, tetapi dengan penuh kasih, melayani dan mengedepankan kepentingan serta kebaikan bagi orang lain dalam hal ini istri atau keluarganya.

Begitu pula sebaliknya bahwa keharusan istri tunduk kepada kepemimpinan suami, tidak memberi ia ruang untuk menguasai, mendominasi bahkan untuk tidak menghormati dan tunduk kepada suaminya oleh karena alasan tertentu. Misalnya karena istri lebih unggul daripada suami, pendapatan istri lebih tinggi, pendidikannya lebih tinggi, keluarga lebih mapan, suaminya sakit-sakitan dan sebagainya

Mengasihi

Nas Kolose 3:19 TB. Hai suami-suami, kasihilah istrimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Kata Yunani “kasih” adalah άγαπᾶτε (agapate) yang berasal dari kata άγαπ (agapao) artinya mengasihi, menyatakan kasih, menyukai. Kata ini dipakai dalam perjanjian baru sebanyak seratus empat puluh tiga kali dalam Perjanjian Baru.

Dapat disimpulkan bahwa suami diperintahkan untuk mengasihi, menyatakan kasih, menyukai istrinya dalam bentuk tindakan nyata secara aktif dan terus menerus.

Di dalam bahasa Yunani ada empat kata yang sama-sama memiliki pengertian kasih tetapi penggunaannya dalam lingkup yang berbeda.

Pertama, kata benda (storge) dengan kata kerjanya (stergein) berarti kasih mesra dari orang tua kepada anaknya dan begitu sebaliknya.

Kedua, kata (eros) dari kata Yunani, yang artiya kasih asmara antara pria dan wanita yang mengandung nafsu birahi.

Ketiga, kata benda (Phileo) dengan kata kerjanya φιλειν (philein) artinya kasih sayang sejati antar sahabat dekat. Biasanya kasih ini tidak mempunyai hubungan darah. Kasih ini lebih kepada persahabatan.

Keempat, kata benda αγαπαω (agapao) dengan kata kerjanya αγαπαν (agapan) yang diterjemahkan agape, artinya kasih yang tanpa perhitungan dan tanpa peduli orang macam apa yang dikasihinya. Seringkali disebut dengan kasih yang walaupun

Di antara keempat jenis kasih di atas, kasih αγαπαω (agapao) merupakan kasih yang dianjurkan dan diwajibkan kepada suami untuk mengasihi istrinya. Untuk memahami lebih jelas apa yang dimaksud dengan agapao, maka expository dictionari memberi pengertian seperti berikut.

Kata agapao merupakan pernyataan karakteristik Kekristenan. Untuk menjelaskan:

a. Sikap Allah terhadap Anak-Nya (Yohanes 17:26), terhadap umat manusia secara umum (Yohanes 3:16, Roma 5:8), dan terutama kepada yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus (Yohanes 14:21)

b. Untuk menyampaikan kehendak-Nya kepada anak-anak-Nya tentang sikap di antara mereka, seorang kepada lainnya (Yohanes 13:34), dan kepada seluruh manusia (1 Tesalonika 3:12, 1 Korintus 16:14, 2 Petrus 1:7)

c. Untuk menyatakan sifat alamiah utama dari Tuhan (1 Yohanes 4:8)

Kasih hanya dapat dibuktikan melalui tindakan-tindakannya yang nyata. Kasih Allah terlihat pada penyerahan Anak-Nya (1 Yohanes 4:9,10). Tetapi sesungguhnya ini adalah bukan kasih yang memuaskan diri sendiri, atau rasa cinta, itulah, kasih tidak dihasilkan dari tujuan-tujuannya yang sempurna (Roma 5:8). Kasih adalah sebuah tindakan dari kehendak ilahi dalam pilihan yang dipertimbangkan, yang dibuat tanpa pamrih, keselamatan yang berdasarkan pada pada sifat alamiah Allah sendiri.

Kasih merupakan ekspresi sempurna di antara manusia di dalam Tuhan Yesus Kristus (2 Korintus 5:14, Efesus 2:4; 3:19;5:2, Kasih seorang Kristen merupakan buah dari Roh (Galatia 5:22). Kasih seorang Kristen memiliki Tuhan sebagai tujuan utama, yang dinyatakan terutama sebagai bentuk ketaatan pada perintah-perintah-Nya (Yohanes 14:15,21,23;15:10, 1 Yohanes 2:5;5;3, 2 Yoh 6). Kehendak pribadi, yang menyenangkan diri sendiri, adalah bukan (penyangkalan) kasih kepada Allah

Kasih seorang Kristen, baik kepada saudara seiman, atau kepada orang lain, adalah bukan merupakan dorongan dari perasaan, kasih tidak selalu dilakukan dengan kehendak(kecenderungan) alami, tidak juga dinyatakan atas mereka yang ditemukan memiliki pertalian/hubungan. Kasih mencari kesejahteraan bersama (Roma 15:2), dan tidak saling menyakiti (Roma 13:8-10). Kasih mencari kesempatan berbuat baik untuk sesama, dan terutama kepada sesama saudara seiman (Galatia 6:10). Lihat kebih lanjut di 1 Kor13 dan Kolose 3:12-14.

Terkait dengan agapao yang digunakan Allah, kasih menyatakan cinta yang kekal dan dalam, menekankan kesempurnaan. Menjadi yang sepenuhnya tidak berlayak, menghasilkan dan mengembangkan “kasih” yang menghormati kepada sang Pemberi dan kasih nyata kepada mereka.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diterjemahkan bahwa sesungguhnya αγαπαω adalah sifat alamiah Allah sendiri karena Allah itu adalah kasih (Theos agape estin) I Yohanes 4:8. Hal yang sama pula bahwa kasih agape ini yang diperintahkan kepada suami untuk mengasihi istrinya. Dengan kata lain, kasih suami kepada istri kualitasnya sama seperti kasih Allah kepada jemaat-Nya

Sehubungan dengan itu, maka sebagai indikasi yang nyata bahwa suami άγαπᾶτε (agape) kepada istrinya adalah ia tidak berbuat kasar kepada istrinya. Kata kasar dalam bahasa Yunani adalah (pikrainesthe) artinya menjadikan pahit, bersikap membenci, berlaku kasar.

Kasar juga dapat terjemahkan sebagai kekerasan. Baik kekerasan fisik, psikis, seksual, maupun ekonomi (penelantaran). Tidak berbuat kasar dalam hal ini berlaku secara holistik, yakni dalam hati, pikiran, perkataan, sikap dan dalam perbuatan.

Hal ini Paulus tegaskan mengingat hukum dan budaya pada zaman itu yang tidak menghargai perempuan dan memperlakukan mereka sesuka hati suami atau laki-laki. Oleh karena itu, Paulus menasihatkan para suami agar jangan berlaku kasar kepada istri. Karena dengan merendahkan, menghina, memperbudak, menceraikan dan tidak setia kepada istrinya hal itu sama artinya dengan perbuatan kasar dan tidak mengasihi istrinya.

Selain tidak berbuat kasar, indikasi lain bahwa suami mengasihi istrinya dengan kasih agape, ialah dijelaskan dalam Efesus 5:23 sebagai ayat yang paralel dengan Kolose 3:19, ialah bahwa suami mengasihi istrinya seperti juga Kristus telah mengasihi jemaat (Hoi andres agapate tas gunaikas kathos kai Kristos egapasen ten akklesian). Agapasen menunjukkan bahwa pekerjaan itu telah dilakukan dimasa lampau, yakni dalam wujud pengorbanan atau kematian Yesus untuk menyelamatkan manusia yang berdosa.

William Barclay, menjelaskan bagaimana kasih Yesus kepada jemaat-Nya sekaligus yang menjadi patron kasih suami kepada istri.

Pertama, kasih itu adalah kasih yang ber pengorbanan. Suami harus mengasihi istrinya seperti Krustus mengasihi Gereja dan memberikan diri-Nya bagi Gereja. Kasih itu tidak mementingkan diri sendiri. Kristus mengasihi Gereja tidak bermaksud agar supaya Gereja berbuat sesuatu bagi-Nya, tetapi agar supaya Ia berbuat sesuatu bagi Gereja-Nya.

Kedua, kasih itu kasih yang menyucikan. Salah satu kebiasaan tata cara pernikahan Yunani ialah mempermandikan calon mempelai wanita dengan air di sungai yang dianggap suci bagi dewi Athena. Hal ini dikaitkan Paulus dengan baptisan. Dengan permandian suci atau baptisan dan dengan pengakuan iman percaya, Kristus membuat Gereja yang bersih dan suci bagi diri-Nya, sehingga tidak lagi kelihatan cacat maupun kerut. Kasih yang murni adalah kasih yang mampu menyucikan perbuatan kasar, penipuan dan yang melemahkan akhlak.

Ketiga, kasih itu adalah kasih yang memberi perhatian dan memelihara. Seorang laki-laki ia harus mengasihi istrinya seperti ia mengasihi dirinya sendiri. kasih yang sejati tidak menuntut pamrih, juga tidak menuntut kenikmatan bagi dirinya sendiri, tetapi menghargai dia yang ia kasihi.

Keempat, kasih itu adalah kasih yang meneruskan. Demi kasih yang demikian itulah seorang laki-laki meninggalkan ayah dan ibunya serta bersamping dengan istrinya. Mereka menjadi sedaging. Ia bersatu dengan istrinya sama seperti anggota-anggota tubuh bersatu dengan yang lainnya; tidak sedikit pun terpikirkan olehnya untuk berpisah sebab hal itu sama saja dengan merusak tubuhnya sendiri.

Kelima, seluruh hubungan itu adalah hubungan di dalam Tuhan. Dalam rumah tangga Kristen Yesus selalu hadir walaupun tidak dilihat. Jadi dalam pernikahan Kristen tidak hanya terdapat satu pasangan yang terdiri dari dua orang, tetapi terdiri dari tiga orang, yakni suami, istri dan Yesus Kristus

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka sesungguhnya ketundukan sejati dari istri hanya bisa terjadi oleh karena kasih sejati yang diterimanya dari suami. Perpaduan di antara keduanya merupakan suatu landasan yang kokoh bagi keutuhan setiap rumah tangga Kristen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka secara umum definisi kata tunduk adalah melakukan atau melaksanakan atau mematuhi atau menuruti segala peraturan dan perintah yang ada. Berpijak dari definisi tersebut, maka peneliti menemukan ada tiga objek ketundukan istri berdasarkan Kolose 3:18, yaitu sebagai berikut.

1.Pertama, tunduk kepada Tuhan

Tunduk kepada Tuhan adalah melakukan segala perintah Tuhan dengan benar. Dari wawancara yang dilakukan, responden memberi pernyataan bahwa tunduk kepada suami itu merupakan perintah atau firman Tuhan yang harus dilakukan tanpa syarat tertentu. Karena itu merupakan perintah Tuhan, maka para istri tidak ada alasan untuk menolak atau pun membantahnya selain menaatinya dengan baik.

2.Kedua, tunduk kepada suami

Tunduk kepada suami adalah melakukan atau menuruti segala perintah, peraturan dan keputusan suami dengan baik. Hanya saja ketundukan kepada suami ini bersifat terbatas. Bersifat terbatas sebab dari hasil wawancara menunjukkan bahwa tunduk dalam konteks ini adalah sebatas perintah, peraturan atau pun keputusan dari suami tersebut tidak kontradiksi dengan norma-norma, etika moral dan nilai-nilai kebenaran. Jadi, apabila di dalam perintah, peraturan dan keputusan suami terdapat hal-hal yang tidak sejalan dengan firman Tuhan atau tidak mengandung nilai-nilai kebenaran, maka istri berhak untuk mengoreksi bahkan untuk tidak mematuhinya.

3.Ketiga, ketundukan kepada kewajiban

Menurut hasil penelitian menemukan bahwa baik istri maupun suami memiliki kewajibannya masing-masing dalam rumah tangga. Ketundukan kepada kewajiban ini adalah melaksanakan dengan baik dan benar segala sesuatu apa yang menjadi kewajiban-kewajiban sebagai istri kepada suami dan ibu rumah tangga dalam keluarga tanpa harus diperintahkan. Misalnya sebagai kewajiban kepada suami ialah melayani suami dengan baik, menghormati, menolong dan sebagainya. Dan sebagai ibu rumah tangga adalah mengurus anak-anak, mengatur pekerjaan rumah dan sebagainya.

Sama halnya dengan tunduk begitu pula dengan kasih. Perintah mengasihi di sini di tunjukkan kepada para suami supaya mengasihi istrinya. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilaksanakan, maka peneliti menyimpulkan bahwa kasih itu adalah kasih yang kualitasnya sama dengan kualitas kasih Yesus kepada jemaat-Nya. Hal ini sesuai dengan kasih yang dimaksud dalam Kolose 3:19, yaitu kasih dengan menggunakan kata agape

Dalam pengalaman terdapat tiga objek kasih yang dituntut dari suami, yaitu:

1.Pertama, kasih kepada istri. Kasih kepada istri adalah mengasihi istri sebagaimana Yesus mengasihi jemaat-Nya.

Indikator itu secara ekplisit terungkap dari wawancara dengan nara sumber yang mengatakan bahwa suami yang mengasihi istrinya adalah suami yang rela berkorban atau pikul salib demi istri, tidak boleh egois, tidak boleh berbuat kasar atau melakukan kekerasan kepada istri, memberi nafkah lahir dan batin, menghormati, melindungi, merawat, mengampuni, menerima apa adanya, menjadi imam untuk membimbing secara rohani, menjadi kepala keluarga untuk memimpin keluarga dengan baik dan memenuhi segala-kewajiban-kewajibannya sebagai suami kepada istri dan kepala keluarga bagi seisi rumah tangga.

2.Kedua, kasih kepada diri sendiri.

Hal yang sangat menarik adalah bahwa hasil wawancara kepada narasumber mengatakan bahwa sesungguhnya suami yang mengasihi istrinya sama artinya ia sedang mengasihi dirinya sendiri. Karena istri itu merupakan bagian dari badan atau tubuh suami atau lebih tepat disebut sebagai tulang rusuk. Seperti apa suami memperlakukan istrinya sama artinya ia sedang memperlakukan dirinya seperti itu. Hal ini sama dengan kitab suci yang menyatakan bahwa suami istri itu bukan dua melainkan satu.

3.Ketiga, kasih kepada Tuhan.

Suami mengasihi istri merupakan perintah Tuhan. Dengan mengasihi istri sesuai dengan apa yang diperintahkan Tuhan, maka suami telah melakukan perintah dan kehendak Tuhan. Dengan jelas kitab suci menyatakan, “Jika kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku”. Yohanes 14:15, 21, 23. Berdasarkan ayat-ayat ini, maka suami yang mengasihi istrinya adalah sama artinya ia mengasihi Tuhan karena ia telah melakukan perintah Tuhan dengan benar

Implementasi dalam rumah tangga Kristen

Penulis menggarisbawahi dua hal, yaitu ketundukan dan kasih yang sejati itu adalah katundukan dan kasih yang diimplementasikan dalam hati, perkataan, sikap dan perbuatan. Namun pada kenyataannya, ketundukan dan kasih sejati semacam yang diungkapkan itu tidak sepenuhnya diimplementasikan dalam rumah tangga Kristen.

Itulah sebabnya banyak timbul percekcokan, pertengkaran, keributan bahkan sampai kepada perceraian dalam rumah tangga karena ketundukan dan kasih itu tidak konsisten dengan apa yang di dalam hati dan dengan realitas dalam kata, sikap dan perbuatan.

Selanjutnya, penulis menyatakan bahwa antara tunduk dan kasih itu harus utuh, sejalan dan tidak boleh terpisahkan. Sebab menurut responden, ketundukan itu terjadi karena kasih dan kasih itu terjadi karena ada ketundukan. Jika tidak demikian, maka ketundukan dan kasih itu tidak dapat diimplementasikan dengan seutuhnya.

Ketundukan tidak berjalan sendiri tanpa kehadiran kasih sejati demikian juga sebaliknya. Dari penuturan para narasumber mengatakan bahwa jika salah satu di antaranya, yaitu kasih atau tunduk tidak diimplementasikan secara baik dan benar dalam rumah tangga, maka dapat dipastikan rumah tangga itu akan bubar atau tidak bertahan. Itu sebabnya, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas keutuhan rumah tangga ditentukan oleh kualitas dari aplikasi tunduk dan kasih tersebut dalam rumah tangga

Dampak tunduk dan mengasihi bagi keutuhan rumah tangga Kristen

Dampak tunduk dan mengasihi bagi keutuhan rumah tangga, meliputi seluruh aspek dalam rumah tangga. Bahkan dapat dikatakan sebagai dasar dari keutuhan rumah tangga. Tunduk dan mengasihi sangat influens terhadap

Pertama, terhadap hubungan suami dan istri, yaitu terciptanya hubungan yang harmonis, mesra, intim, bahagia, sukacita, damai, dan sejahtera.

Kedua, terhadap anak-anak, yaitu anak-anak akrab dengan orang tuanya, mendapat kasih dan perhatian penuh, takut akan Tuhan, berperilaku baik, berprestasi, dan sebagainya.

Ketiga, terhadap spiritual, yaitu semakin takut akan Tuhan, bertumbuh dalam kasih, iman, pengharapan dan berkat-berkat Tuhan.

Keempat, terhadap ekonomi, yaitu usaha dan pekerjaan diberkati oleh Tuhan.

Dan kelima, terhadap lingkungan sosial, yaitu mereka menjadi kesaksian bagi banyak orang dan nama Tuhan dipermuliakan melalui keluarga-keluarga Kristen yang utuh di hadapan Tuhan

Dari analisis data yang telah di uraikan penulis memberi konklusi, yaitu tunduk yang dimaksud dalam Kolose 3: 18 adalah melakukan, melaksanakan, mematuhi dan menuruti segala perintah dan peraturan yang ada. Dengan objek ketundukan itu adalah kepada Tuhan, suami dan kepada kewajiban-kewajiban.

Sedangkan kasih dalam Kolose 3:19 adalah mengasihi sebagaimana Yesus mengasihi jemaat-Nya. Kasih itu objeknya kepada istri, diri sendiri dan kepada Tuhan. Sejauh mana tunduk dan mengasihi itu diimplementasikan dalam rumah tangga Kristen adalah dipraktikkan melalui hati, kata, sikap dan perbuatan. Kemudian tunduk dan mengasihi itu merupakan satu kesatuan yang harus berjalan bersama-sama.

Dampak tunduk dan mengasihi itu bagi keutuhan rumah tangga adalah berdampak bagi seluruh aspek rumah tangga. Bahkan bisa dikatakan tunduk dan kasih itu merupakan landasan bagi keutuhan rumah tangga itu sendiri. Karena tunduk dan mengasihi itu memberi yang sangat besar terhadap hubungan suami istri, terhadap anak, terhadap spiritual, terhadap ekonomi dan terhadap lingkungan sosial.

Salah satu maha karya Allah yang begitu indah dan sempurna adalah keluarga. Dikatakan indah dan sempurna karena keluarga berasal dari ide Allah (Kejadian 2:18). Proses pembentukannya pun dirancang, ditetapkan dan dikerjakan sendiri oleh Allah menurut apa yang dikehendaki hati-Nya (Kejadian 2:21-25). Dan keluarga yang dibentuk oleh Allah adalah keluarga yang dibentuk dalam rupa dan gambar kemuliaan-Nya (Kejadian 1:26).

Namun, prototipe keluarga yang telah diletakkan oleh Allah telah rusak oleh karena pelanggaran manusia terhadap perintah atau hukum Allah. Perceraian suami-istri yang banyak terjadi akhir-akhir ini justru di dalam rumah tangga Kristen.

Semakin mudahnya proses perceraian, semakin membuat eksistensi dari perkawinan tidak bertahan. Sehingga perkawinan hanya dianggap suatu tradisi kebudayaan dan bukan sesuatu yang bernilai sakral di hadapan Allah, Sang kreator dari perkawinan itu. Dengan adanya Perceraian, hal itu menunjukkan bahwa manusia bukan hanya gagal membangun hubungan suami-istri, tetapi mereka juga telah gagal melakukan perintah dan ketetapan Tuhan.

Perintah dan ketetapan Tuhan dalam rumah tangga adalah istri tunduk kepada suami dan suami mengasihi istri. Kedua tata tertib ini diformulasikan oleh Allah sebagai landasan membangun keutuhan rumah tangga. Tunduk adalah istri melakukan segala sesuatu perintah suami, tetapi perintah yang pantas dilakukan di dalam Tuhan atau sebagai orang-orang Kristen.

Dengan kata lain, tidak kontradiksi dengan iman, nila-nilai kebenaran dan etika moral. Selanjutnya tunduk kepada suami adalah istri berada di bawah pengepalaan atau kepemimpinan dan pengaturan suami. Dengan demikian, istri menghargai ordo yang telah ditetapkan Allah bahwa suami adalah kepala dari istri. Ketundukan istri kepada suami sama sekali tidak menjelaskan bahwa ia lebih rendah dari suami. Istri dan suami setara di hadapan hadirat Allah, tetapi yang membedakan keduanya adalah hanya peran dan bukan derajat atau martabatnya.

Baca Juga: Relasi, Tanggung Jawab, Dan Kebersamaan Dalam Keluarga Kristen

Sebaliknya, kasih adalah suami mengasihi istrinya seperti Yesus mengasihi jemaat-Nya. Bukti bahwa suami mengasihi istrinya adalah tidak berbuat kasar kepada istrinya dalam segala hal. Menghormati istrinya dan bukan merendahkan atau memperbudaknya. Selain itu, mengasihi istrinya seperti Yesus mengasihi jemaat, yakni rela berkorban, memelihara dan setia kepada istrinya.

KESIMPULAN

Keutuhan rumah tangga adalah keluarga yang terikat hubungan yang sempurna sebagaimana adanya dari semula, yakni hubungan yang tidak berubah, tidak rusak dan tidak berkurang. Keutuhan hubungan rumah tangga tidak lepas dari hal-hal berikut ini:

Pertama, prinsip membangun keutuhan rumah tangga: keluarga yang berpusat kan pada Kristus, keluarga yang berlandaskan pada kasih Allah, keluarga yang monogami, keluarga yang hidup dalam perjanjian, keluarga yang mempunyai komunikasi yang baik, keluarga yang melakukannya perannya sebagai suami-istri dengan baik dan memiliki hubungan seks yang sehat.

Kedua, tujuan yang jelas membangun keutuhan rumah tangga: tujuan spritual, psikologis dan sosial. Ketiga, faktor-faktor penting dalam membangun keutuhan rumah tangga: saling meluangkan waktu untuk bersama, saling memahami atau mengenal, saling menghargai, jujur, percaya, mengampuni, bertobat, memuji dan membangun ekonomi.

Ketiga, aspek-aspek penting dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga: keluarga tanpa kekerasan, tanpa perselingkuhan, tanpa poligami, tanpa perceraian dan tanpa anak-anak yang bermasalah.

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa dampak tunduk dan mengasihi bagi keutuhan rumah tangga sangat besar karena meliputi berbagai aspek-aspek dalam rumah tangga itu sendiri. Dari wawancara dengan nara sumber, peneliti menemukan bahwa keutuhan rumah tangga hanya bisa terjadi apabila tunduk dan kasih itu diimplementasikan secara bersama-sama. Sebaliknya, bila tunduk dan mengasihi tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam rumah tangga Kristen, maka keutuhan rumah tangga yang sejati tidak pernah ada. EKSPOSISI KOLOSE 3:18-19 (TUNDUK DAN MENGASIHI) -Sumaeli Gea

Next Post Previous Post