DOKTRIN TRINITAS DALAM PERSPEKTIF TEOLOGI REFORMED
Penulis akan menjelaskan beberapa pengajaran doktrin Trinitas dalam perspektif Teologi Reformed, adalah sebagai berikut:
1. Rumusan Doktrin Trinitas
Istilah Trinitas tidak ada di dalam Alkitab. Pemunculan pertama kali istilah ini harus ditelusuri sampai jaman Tertulianus (160-220).5 Meskipun istilah Trinitas tidak terdapat dalam Alkitab namun bukan berarti pengajaran tentang doktrin Trinitas tidak diajarkan Alkitab. Banyak istilah dalam teologi (iman) Kristen yang tidak ada di dalam Alkitab, misalnya ketidakbersalahan Alkitab (inerrancy). Kita perlu memahami bahwa istilah hanyalah cara untuk menjelaskan suatu ajaran secara ringkas.
Problem Trinitas adalah permasalahan satu keberadaan Ilahi yang satu, tetapi dalam diri-Nya terdapat tiga Pribadi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Masingmasing Pribadi saling memenuhi secara sempurna, sehingga jika kita hanya mengacu kepada satu Pribadi maka satu pribadi tersebut adalah Allah sepenuhnya. Sehingga ketika membicarakan Trinitas, tidak bisa menggunakan perhitungan matematis seperti jika manusia menghitung di dalam wilayah ciptaan.
Penjelasan dan formulasi yang baku tentang doktrin Trinitas dapat dilihat dalam rumusan Pengakuan Iman Konstantinopel adalah sebagai berikut ―kami percaya bahwa ada satu hakikat (ousia) dari Bapa dan Anak dan Roh Kudus dalam tiga kepribadian yang sempurna (hypostasis) atau tiga pribadi yang sempurna.
Penekanan pada rumusan ini lebih menekankan kesatuan dan kesamaan hakikat (homoousios) yang dimiliki oleh ketiga pribadi dalam Trinitas. Rumusan doktrin Trinitas juga telah dituangkan dalam pengakuan iman Teologi Reformed yaitu menurut Katekismus kecil Westminster pada pertanyaan 6: Ada berapa pribadi dalam keAllahan itu? Jawaban: Dalam keAllahan itu ada tiga pribadi, yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ketiganya Allah yang esa, sama dalam hal Zat-Nya, dan setara dalam hal kuasa dan kemuliaan-Nya. Rumusan di atas lebih memperlihatkan keesaan Allah dalam Tiga Pribadi daripada perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut
Doktrin Trinitas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah setara dalam hakikat Di antara ketiganya, tidak ada yang hakikatnya lebih tinggi atau lebih rendah.
b. Ketiganya tidak hanya memiliki hakikat yang setara, tetapi juga hakikat yang satu. Trinitas tidak mengajarkan adanya ―tiga atau banyak Allah yang bersatu‖ (tritheisme/politheisme).
c. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah Pribadi yang berbeda. Hal ini terlihat dengan jelas pada waktu peristiwa baptisan Yesus (Matius 3:16-17) dan teksteks lain yang menunjukkan adanya komunikasi antara Bapa dan Anak (Yohanes 11:41-42)
d. Ketiga Pribadi dalam Trinitas adalah satu Allah dan satu-satunya Allah yang benar. Walaupun dalam dunia ini banyak yang disebut atau dianggap allah, tetapi bagi kita hanya ada satu Allah (Ulangan 6:4; Keluaran 20:3; 1Korintus 8:5; Galatia 4:8 ―kamu memperhambakan diri kepada allah-allah yang pada hakikatnya [fusis] bukan allah).
2. Pribadi Bapa adalah Allah
Nama ―Bapa adalah deskripsi yang lebih dipilih untuk Pribadi pertama. ―Bapa‖ bukanlah metafora yang diambil dari bumi dan diatribusikan kepada Allah namun harus dipahami sebagai relasi internal trinitarian. Dalam pengertiannya yang paling umum, nama ini merujuk kepada Allah sebagai Pencipta semua pekerjaan-Nya, khususnya manusia (Bilangan 16:22; Matius 7:11, Yohanes 4:21; Efesus 3:15; Ibrani 12:9).
Bahkan Alkitab menunjukkan bahwa nama Bapa pertama-tama bukan diterapkan pada hubungan Allah dengan Israel maupun dengan anak-anak-Nya; namun dalam pengertian yang sesungguhnya, nama ini diterapkan kepada relasi Bapa dengan Anak (Yohanes 14:6-13; 17:25-26). Dalam pengertian yang sebenarnya, Allah adalah Bapa dari Anak; Ia mengasihi Anak (Yohanes 5:19; 10:17; 17: 24, 26), dan melalui Anak kasih ini diberikan kepada yang lain (Yohanes 16:27; 17:26).
Pribadi Bapa merupakan Allah yang menciptakan alam semesta dan yang merancang keselamatan bagi manusia berdosa bersama Pribadi Anak dan Pribadi Roh Kudus.
3. Pribadi Yesus Kristus adalah Allah
Yesus Kristus itu sepenuhnya Ilahi.
Merupakan Pribadi kedua dari Allah Trinitas yang berinkarnasi menjadi menusia. Ada banyak bukti melimpah yang menunjukkan akan keilahian Yesus Kristus.
Pertama, klaim dari Yesus Kristus sendiri diantaranya Ia menegaskan identitas-Nya dalam menghadapi perlawanan dari pemimpin Yahudi ( Yohanes 5:16-47).
Kedua, kesaksian penulis Injil Yohanes tentang keilahian Yesus Kristus. Dalam Yohanes 1:1-2; 14 dikatakan bahwa Firman yang menjadi manusia sejak dalam kekekalan bersamasama dengan Bapa dan Firman itu adalah Allah sendiri. Yohanes ingin menunjuk kepada kesatuan, kesetaraan dan distingsi Firman (logos) dan Allah (theos). Letham juga menunjukkan bahwa penulis Injil Yohanes memberikan bukti yang lain di Yohanes 20:28 ketika Tomas mengakui Yesus Kristus sebagai ―Tuhanku dan Allahku.
Ketiga, Tulisan-tulisan rasul Paulus. Rasul Paulus dalam suratnya di Filipi 2:5-11. Dalam perikop ini Paulus menunjuk kepada pra-inkarnasi Yesus Kristus, mengatakan bahwa Ia tidak menganggap status-Nya yang ada ―dalam rupa Allah‖ sebagai sesuatu yang boleh dieksploitasi untuk kepentingan-nya sendiri, tetapi sebaliknya ―mengosongkan Diri-Nya. Namun hal ini tidak dipahami bahwa pada saat inkarnasi keilahian-Nya menjadi berkurang tetapi harus dimengerti sebagai penambahan natur manusia-Nya jadi bukan membuang keilahian-Nya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Yesus Kristus bukanlah ciptaan, melainkan Allah di atas segalanya dan terberkati selamanya, baik dahulu, sekarang dan nanti akan tetap demikian adanya (Yohanes1:1; 20:28; Roma 9:5; Ibrani 1:8-9; 1Yohanes 5:20; Wahyu 1:8, 17-18).
4. Pribadi Roh Kudus adalah Allah
Dalam konsili Nicea (325), secara relatif terlihat sedikit sekali berbicara tentang Roh Kudus. Pengakuan ―Aku percaya kepada Roh Kudus, yang jadi Tuhan dan Yang menghidupkan, yang keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak, yang bersama-sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak disembah dan dimuliakan; yang telah berfirman dengan perantaraan para nabi dianggap cukup untuk mewakili iman Kristen terhadap keilahian Roh Kudus. Beberapa pengajaran tentang keilahian Roh Kudus.
Pertama, ajaran Yesus di Yohanes 14-1611, mengenai kedatangan Roh Kudus pada hari Pentakosta, dimana Ia menghubungkan Roh secara langsung dengan Bapa dan Anak, yang menghasilkan identitas dari status dan identitas dari keberadaan.
Kedua, ajaran rasul Paulus. Ia juga merujuk kepada Roh Kudus dengan cara yang sama seperti Bapa dan Anak, sehingga Roh adalah Allah. Dalam menuliskan tentang karunia-karunia Roh, ia menunjuk kepada ―satu Roh, ―satu Tuhan‖, dan ―Allah adalah satu (1Korintus 12:4-6). Di sini jelas terlihat Roh Kudus setara dengan Allah (Bapa) maupun dengan Tuhan (Anak).
Ketiga, ciri-ciri pribadi yang diperhitungkan kepada Roh Kudus di seluruh Perjanjian Baru. Ia berduka atas dosa manusia (Efesus 4:30), mendorong dan menginsafkan (Yoh. 14-16), bersyafaat bagi kita dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan (Roma 8:26-27), bersaksi (Yohanes 16: 12-15), berbicara (Markus 13:11), mencipta (Kejadian 1:2; Lukas 1:35), menghakimi, memimpin Yesus Kristus di sepanjang hidup dan pelayanan-Nya (Lukas 1:35-4:22).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pribadi Roh Kudus adalah benar-benar Allah. Ia setara dengan Bapa dan Anak Karena samasama memiliki atribut keilahian. Ia bersama-sama dengan Pribadi Bapa dan Pribadi Anak turut serta dalam penciptaan, dalam karya keselamatan, dan dalam memelihara umat-Nya
5. Perbedaan di dalam pribadi Allah Trinitas
Distingsi (perbedaan) di dalam PribadiPribadi Allah Trinitas tidak terletak pada hakikat atau esensinya. Bavink mengatakan bahwa ―Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah subjek-subjek yang berdistingsi di dalam satu esensi ilahi. Dengan demikian Mereka menyandang nama-nama yang berbeda, memiliki properti-properti personal yang berdistingsi, dan selalu muncul dalam urutan tertentu tetapi hanya di dalam relasirelasi ―internal dan ―eksternal Mereka. Jadi dapat dikatakan bahwa Bavinck melihat distingsi yang ada di dalam ketiga Pribadi Allah Trinitas terletak pada relasi di antara ketiga-Nya baik secara internal maupun eksternal
Baca Juga: Sifat Dasar Allah: Hakikat Allah
1. Rumusan Doktrin Trinitas
Istilah Trinitas tidak ada di dalam Alkitab. Pemunculan pertama kali istilah ini harus ditelusuri sampai jaman Tertulianus (160-220).5 Meskipun istilah Trinitas tidak terdapat dalam Alkitab namun bukan berarti pengajaran tentang doktrin Trinitas tidak diajarkan Alkitab. Banyak istilah dalam teologi (iman) Kristen yang tidak ada di dalam Alkitab, misalnya ketidakbersalahan Alkitab (inerrancy). Kita perlu memahami bahwa istilah hanyalah cara untuk menjelaskan suatu ajaran secara ringkas.
Problem Trinitas adalah permasalahan satu keberadaan Ilahi yang satu, tetapi dalam diri-Nya terdapat tiga Pribadi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Masingmasing Pribadi saling memenuhi secara sempurna, sehingga jika kita hanya mengacu kepada satu Pribadi maka satu pribadi tersebut adalah Allah sepenuhnya. Sehingga ketika membicarakan Trinitas, tidak bisa menggunakan perhitungan matematis seperti jika manusia menghitung di dalam wilayah ciptaan.
Penjelasan dan formulasi yang baku tentang doktrin Trinitas dapat dilihat dalam rumusan Pengakuan Iman Konstantinopel adalah sebagai berikut ―kami percaya bahwa ada satu hakikat (ousia) dari Bapa dan Anak dan Roh Kudus dalam tiga kepribadian yang sempurna (hypostasis) atau tiga pribadi yang sempurna.
Penekanan pada rumusan ini lebih menekankan kesatuan dan kesamaan hakikat (homoousios) yang dimiliki oleh ketiga pribadi dalam Trinitas. Rumusan doktrin Trinitas juga telah dituangkan dalam pengakuan iman Teologi Reformed yaitu menurut Katekismus kecil Westminster pada pertanyaan 6: Ada berapa pribadi dalam keAllahan itu? Jawaban: Dalam keAllahan itu ada tiga pribadi, yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ketiganya Allah yang esa, sama dalam hal Zat-Nya, dan setara dalam hal kuasa dan kemuliaan-Nya. Rumusan di atas lebih memperlihatkan keesaan Allah dalam Tiga Pribadi daripada perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut
Doktrin Trinitas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah setara dalam hakikat Di antara ketiganya, tidak ada yang hakikatnya lebih tinggi atau lebih rendah.
b. Ketiganya tidak hanya memiliki hakikat yang setara, tetapi juga hakikat yang satu. Trinitas tidak mengajarkan adanya ―tiga atau banyak Allah yang bersatu‖ (tritheisme/politheisme).
c. Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah Pribadi yang berbeda. Hal ini terlihat dengan jelas pada waktu peristiwa baptisan Yesus (Matius 3:16-17) dan teksteks lain yang menunjukkan adanya komunikasi antara Bapa dan Anak (Yohanes 11:41-42)
d. Ketiga Pribadi dalam Trinitas adalah satu Allah dan satu-satunya Allah yang benar. Walaupun dalam dunia ini banyak yang disebut atau dianggap allah, tetapi bagi kita hanya ada satu Allah (Ulangan 6:4; Keluaran 20:3; 1Korintus 8:5; Galatia 4:8 ―kamu memperhambakan diri kepada allah-allah yang pada hakikatnya [fusis] bukan allah).
2. Pribadi Bapa adalah Allah
Nama ―Bapa adalah deskripsi yang lebih dipilih untuk Pribadi pertama. ―Bapa‖ bukanlah metafora yang diambil dari bumi dan diatribusikan kepada Allah namun harus dipahami sebagai relasi internal trinitarian. Dalam pengertiannya yang paling umum, nama ini merujuk kepada Allah sebagai Pencipta semua pekerjaan-Nya, khususnya manusia (Bilangan 16:22; Matius 7:11, Yohanes 4:21; Efesus 3:15; Ibrani 12:9).
Bahkan Alkitab menunjukkan bahwa nama Bapa pertama-tama bukan diterapkan pada hubungan Allah dengan Israel maupun dengan anak-anak-Nya; namun dalam pengertian yang sesungguhnya, nama ini diterapkan kepada relasi Bapa dengan Anak (Yohanes 14:6-13; 17:25-26). Dalam pengertian yang sebenarnya, Allah adalah Bapa dari Anak; Ia mengasihi Anak (Yohanes 5:19; 10:17; 17: 24, 26), dan melalui Anak kasih ini diberikan kepada yang lain (Yohanes 16:27; 17:26).
Pribadi Bapa merupakan Allah yang menciptakan alam semesta dan yang merancang keselamatan bagi manusia berdosa bersama Pribadi Anak dan Pribadi Roh Kudus.
3. Pribadi Yesus Kristus adalah Allah
Yesus Kristus itu sepenuhnya Ilahi.
Merupakan Pribadi kedua dari Allah Trinitas yang berinkarnasi menjadi menusia. Ada banyak bukti melimpah yang menunjukkan akan keilahian Yesus Kristus.
Pertama, klaim dari Yesus Kristus sendiri diantaranya Ia menegaskan identitas-Nya dalam menghadapi perlawanan dari pemimpin Yahudi ( Yohanes 5:16-47).
Kedua, kesaksian penulis Injil Yohanes tentang keilahian Yesus Kristus. Dalam Yohanes 1:1-2; 14 dikatakan bahwa Firman yang menjadi manusia sejak dalam kekekalan bersamasama dengan Bapa dan Firman itu adalah Allah sendiri. Yohanes ingin menunjuk kepada kesatuan, kesetaraan dan distingsi Firman (logos) dan Allah (theos). Letham juga menunjukkan bahwa penulis Injil Yohanes memberikan bukti yang lain di Yohanes 20:28 ketika Tomas mengakui Yesus Kristus sebagai ―Tuhanku dan Allahku.
Ketiga, Tulisan-tulisan rasul Paulus. Rasul Paulus dalam suratnya di Filipi 2:5-11. Dalam perikop ini Paulus menunjuk kepada pra-inkarnasi Yesus Kristus, mengatakan bahwa Ia tidak menganggap status-Nya yang ada ―dalam rupa Allah‖ sebagai sesuatu yang boleh dieksploitasi untuk kepentingan-nya sendiri, tetapi sebaliknya ―mengosongkan Diri-Nya. Namun hal ini tidak dipahami bahwa pada saat inkarnasi keilahian-Nya menjadi berkurang tetapi harus dimengerti sebagai penambahan natur manusia-Nya jadi bukan membuang keilahian-Nya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Yesus Kristus bukanlah ciptaan, melainkan Allah di atas segalanya dan terberkati selamanya, baik dahulu, sekarang dan nanti akan tetap demikian adanya (Yohanes1:1; 20:28; Roma 9:5; Ibrani 1:8-9; 1Yohanes 5:20; Wahyu 1:8, 17-18).
4. Pribadi Roh Kudus adalah Allah
Dalam konsili Nicea (325), secara relatif terlihat sedikit sekali berbicara tentang Roh Kudus. Pengakuan ―Aku percaya kepada Roh Kudus, yang jadi Tuhan dan Yang menghidupkan, yang keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak, yang bersama-sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak disembah dan dimuliakan; yang telah berfirman dengan perantaraan para nabi dianggap cukup untuk mewakili iman Kristen terhadap keilahian Roh Kudus. Beberapa pengajaran tentang keilahian Roh Kudus.
Pertama, ajaran Yesus di Yohanes 14-1611, mengenai kedatangan Roh Kudus pada hari Pentakosta, dimana Ia menghubungkan Roh secara langsung dengan Bapa dan Anak, yang menghasilkan identitas dari status dan identitas dari keberadaan.
Kedua, ajaran rasul Paulus. Ia juga merujuk kepada Roh Kudus dengan cara yang sama seperti Bapa dan Anak, sehingga Roh adalah Allah. Dalam menuliskan tentang karunia-karunia Roh, ia menunjuk kepada ―satu Roh, ―satu Tuhan‖, dan ―Allah adalah satu (1Korintus 12:4-6). Di sini jelas terlihat Roh Kudus setara dengan Allah (Bapa) maupun dengan Tuhan (Anak).
Ketiga, ciri-ciri pribadi yang diperhitungkan kepada Roh Kudus di seluruh Perjanjian Baru. Ia berduka atas dosa manusia (Efesus 4:30), mendorong dan menginsafkan (Yoh. 14-16), bersyafaat bagi kita dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan (Roma 8:26-27), bersaksi (Yohanes 16: 12-15), berbicara (Markus 13:11), mencipta (Kejadian 1:2; Lukas 1:35), menghakimi, memimpin Yesus Kristus di sepanjang hidup dan pelayanan-Nya (Lukas 1:35-4:22).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pribadi Roh Kudus adalah benar-benar Allah. Ia setara dengan Bapa dan Anak Karena samasama memiliki atribut keilahian. Ia bersama-sama dengan Pribadi Bapa dan Pribadi Anak turut serta dalam penciptaan, dalam karya keselamatan, dan dalam memelihara umat-Nya
5. Perbedaan di dalam pribadi Allah Trinitas
Distingsi (perbedaan) di dalam PribadiPribadi Allah Trinitas tidak terletak pada hakikat atau esensinya. Bavink mengatakan bahwa ―Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah subjek-subjek yang berdistingsi di dalam satu esensi ilahi. Dengan demikian Mereka menyandang nama-nama yang berbeda, memiliki properti-properti personal yang berdistingsi, dan selalu muncul dalam urutan tertentu tetapi hanya di dalam relasirelasi ―internal dan ―eksternal Mereka. Jadi dapat dikatakan bahwa Bavinck melihat distingsi yang ada di dalam ketiga Pribadi Allah Trinitas terletak pada relasi di antara ketiga-Nya baik secara internal maupun eksternal
Baca Juga: Sifat Dasar Allah: Hakikat Allah
Menurut R.C. Sproul distingsi dari Pribadi-Pribadi Allah Trinitas terletak pada peran dari masing-masing Pribadi. misalnya dalam karya keselamatan, dalam pelaksanaannya ada peran yang berbeda yang dikerjakan oleh Bapa, Anak dan Roh Kudus. Bapa memprakarsai penciptaan dan penebusan; Anak menebus ciptaan; dan Roh Kudus melahir-barukan dan menguduskan, dalam rangka mengaplikasikan penebusan kepada orang-orang percaya.
Hal ini senada dengan Calvin yang mengatakan bahwa Bapalah yang dianggap pangkal penggerak segala kegiatan, sumber dan asal segala sesuatu; Anaklah yang dianggap mempunyai hikmat dan kebijaksanaan dan pengaturan segala sesuatu; dan Roh Kudus dipandang sebagai sebab yang membuat kegiatan itu ampuh dan berhasil
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa distingsi dalam Pribadi Bapa, Pribadi Anak, dan Pribadi Roh Kudus dilihat dari sisi relasional dan peran dari ketiga Pribadi tersebut yang biasa disebut dengan Trinitas ekonomis dan bukan pada Trinitas ontologis, yaitu secara hakikat atau naturnya dari Allah Trinitas
Implikasi doktrin Trinitas bagi iman Kristen
Pada bagian ini penulis akan memaparkan implikasi doktrin Trinitas dalam kehidupan iman Kristen, adalah sebagai berikut:
1. Dalam hal keselamatan Alkitab telah memberi petunjuk yang yang jelas tentang hal ini.
Setidaknya ada dua alasan mengapa orang yang menolak ke-Allahan Yesus Kristus maupun Roh Kudus tidak akan diselamatkan.
Pertama, hanya Allah yang dapat menyelamatkan. Jadi bila kita mengakui bahwa baik Yesus Kristus adalah Tuhan dan juruselamat dan Roh Kudus Allah sendiri (Lukas 2:11; Yohanes 4:42; Kis 5:31), maka kita pasti akan diselamatkan
Kedua, kualitas penebusan yang sempurna hanya dimungkinkan melalui juruselamat yang ilahi. Jika Yesus hanyalah sebuah ciptaan, maka sulit dipahami mengapa dia layak menanggung murka Allah atas semua dosa manusia. Jika Yesus bukan Allah, maka penderitaan-Nya dalam menanggung kutuk dosa selama beberapa tahun tidak mungkin cukup untuk mendamaikan Allah atas dosa-dosa dunia.
2. Dalam hal keseimbangan Ibadah
Richard Gaffin, seperti yang dikutip oleh Robert Letham, yang menyoroti fenomena ibadah di kalangan gerakan kharismatik yang cenderung mementingkan Roh Kudus tetapi telah memisahkan-Nya dari Kristus. Karya Roh Kudus hanya dibatasi pada pemberian karunia-karunia rohani dan berbagai mujizat. Hal ini tentu saja merupakan suatu situasi yang sangat disayangkan. Ketika kita sedang beribadah, sebenarnya sedang mengingat dan mensyukuri karya keselamatan yang besar yang telah dilakukan oleh Allah Trinitas.
Sebaliknya, di kalangan gereja yang lain, ibadah tampak sangat kaku. Ibadah dipahami tidak lebih dari sekadar pergumulan teologis tentang doktrin-doktrin Kristen. Perjumpamaan secara pribadi dengan Allah melalui pekerjaan dan karya Roh Kudus kurang mendapat penekanan. Melalui pemahaman tentang doktrin Trinitas yang benar kita sekali lagi diingatkan untuk memiliki ibadah yang komprehensif dan seimbang
3. Dalam hal keunikan kekristenan
Semua agama atau kepercayaan di dunia ini dapat bagi menjadi tiga kelompok, yaitu: ateisme, politeisme dan monoteisme. Hanya iman Kristen yang mengajarkan konsep kepercayaan monoteisme yang unik. Allah memang esa dalam hakikat, tetapi tiga dalam pribadi. Konsep ini bukan politeisme maupun monoteisme dalam arti yang kaku
Pandangan Deisme mengajarkan bahwa Allah sekedar menciptakan dunia beserta dengan hukum alam untuk mengaturnya, tetapi setelah itu Allah tidak lagi campur tangan lagi dalam dunia. Namun iman Kristen mengajarkan bahwa Allah memperkenalkan diri-Nya melalui cara-cara yang supranatural dan nyata. Dia hadir di dalam sejarah. Puncak kehadiran-Nya dinyatakan ketika Anak-Nya menjadi manusia (Yohanes 1:14). Allah juga terus hadir sampai sekarang melalui pekerjaan Roh Kudus. Apabila Roh Kudus bukanlah Allah, maka kasih dan komunikasi antara Allah dengan jiwa manusia bukanlah sebuah realita atau hanya sekedar halusinasi.
4. Dalam teladan hidup orang percaya
Hal praktis lainnya dari mempelajari doktrin Trinitas adalah bagaimana cara kita bersosialisasi atau berelasi dengan orang lain. Sebagai gambar dan rupa Allah, manusia dalam taraf tertentu merefleksikan Allah. Dalam Kejadian 1:26-27 kita mendapati bentuk jamak ―Baiklah Kita... dan ―menurut gambar dan rupa Kita maupun bentuk tunggal ―..menjadikan dan ―gambar-Nya. Begitu pula manusia digambarkan dalam kejamakan (―laki-laki dan perempuan dan ―mereka) maupun ketunggalan (―manusia itu dan ―diciptakan-Nya dia). Ketika Allah melihat bahwa Adam sendirian dan dianggap sebagai hal yang tidak baik (Kejadian 2:18), maka Allah memberikan penolong bagi dia tetapi bukan supaya mereka menjadi dua, melainkan satu daging (Kejadian 2:24)
Baca Juga: Pandangan Ajaran Trinitas Yang Benar Dan Salah
Jika ke-Tritunggalan Allah tercermin dalam cara Allah menciptakan manusia pertama, maka seharusnya keintiman dalam relasi antar Pribadi Trinitas tersebut juga harus tercermin dalam kehidupan praktis orang-orang percaya. Terkait dengan hal ini Letham dengan tepat menyatakan, ―kita dipanggil untuk menyembah Tritunggal yang kudus, untuk hidup dalam kesatuan dan persekutuan yang penuh kasih dan sukacita dengan Tritunggal yang kudus dan – karena alasan ini pula – untuk hidup dala persekutuan yang penuh kasih dengan sesama manusia. Sehingga dapat dikatakan orang Kristen harus memiliki relasi dan persekutuan yang intim baik dengan Allah maupun dengan saudara seiman bahkan juga harus memiliki relasi yang baik dengan sesamanya.
Jadi melalui pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa doktrin Trinitas sangatlah erat dalam kehidupan iman Kristen. Dengan kata lain pertumbuhan iman kita bergantung pada pengenalan kita kepada Allah Trinitas.
SIMPULAN
Dua hal yang yang dapat disimpulkan dalam penulisan ini adalah:
Pertama, pemahaman tentang doktrin Trinitas yang lebih komprehensif dapat dilihat dalam perspektif Teologi Reformed. seperti argumen dari B.B Warfield yang dikutip oleh Letham dalam pengantar bukunya Allah Trinitas, Teologi Reformed adalah ―Kekristenan yang mendapatkan pengakuan yang pantas baginya. Karena Teologi Reformed adalah teologi Kristen yang khas dan unik. Menjadi Reformed sesungguhnya adalah menjadi katolik (am), alkitabah, Injili dan orthodoks.
Kedua, Doktrin Trinitas bukan sekedar pengetahuan teologi yang abstrak dan hanya menjadi konsumsi di kalangan intelektual saja namun lebih dari itu, doktrin ini sangatlah dekat dengan kehidupan iman Kristen. Dengan kata lain doktrin ini dapat menyentuh berbagai segi kehidupan Kristen. -Nova Saputro.
Hal ini senada dengan Calvin yang mengatakan bahwa Bapalah yang dianggap pangkal penggerak segala kegiatan, sumber dan asal segala sesuatu; Anaklah yang dianggap mempunyai hikmat dan kebijaksanaan dan pengaturan segala sesuatu; dan Roh Kudus dipandang sebagai sebab yang membuat kegiatan itu ampuh dan berhasil
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa distingsi dalam Pribadi Bapa, Pribadi Anak, dan Pribadi Roh Kudus dilihat dari sisi relasional dan peran dari ketiga Pribadi tersebut yang biasa disebut dengan Trinitas ekonomis dan bukan pada Trinitas ontologis, yaitu secara hakikat atau naturnya dari Allah Trinitas
Implikasi doktrin Trinitas bagi iman Kristen
Pada bagian ini penulis akan memaparkan implikasi doktrin Trinitas dalam kehidupan iman Kristen, adalah sebagai berikut:
1. Dalam hal keselamatan Alkitab telah memberi petunjuk yang yang jelas tentang hal ini.
Setidaknya ada dua alasan mengapa orang yang menolak ke-Allahan Yesus Kristus maupun Roh Kudus tidak akan diselamatkan.
Pertama, hanya Allah yang dapat menyelamatkan. Jadi bila kita mengakui bahwa baik Yesus Kristus adalah Tuhan dan juruselamat dan Roh Kudus Allah sendiri (Lukas 2:11; Yohanes 4:42; Kis 5:31), maka kita pasti akan diselamatkan
Kedua, kualitas penebusan yang sempurna hanya dimungkinkan melalui juruselamat yang ilahi. Jika Yesus hanyalah sebuah ciptaan, maka sulit dipahami mengapa dia layak menanggung murka Allah atas semua dosa manusia. Jika Yesus bukan Allah, maka penderitaan-Nya dalam menanggung kutuk dosa selama beberapa tahun tidak mungkin cukup untuk mendamaikan Allah atas dosa-dosa dunia.
2. Dalam hal keseimbangan Ibadah
Richard Gaffin, seperti yang dikutip oleh Robert Letham, yang menyoroti fenomena ibadah di kalangan gerakan kharismatik yang cenderung mementingkan Roh Kudus tetapi telah memisahkan-Nya dari Kristus. Karya Roh Kudus hanya dibatasi pada pemberian karunia-karunia rohani dan berbagai mujizat. Hal ini tentu saja merupakan suatu situasi yang sangat disayangkan. Ketika kita sedang beribadah, sebenarnya sedang mengingat dan mensyukuri karya keselamatan yang besar yang telah dilakukan oleh Allah Trinitas.
Sebaliknya, di kalangan gereja yang lain, ibadah tampak sangat kaku. Ibadah dipahami tidak lebih dari sekadar pergumulan teologis tentang doktrin-doktrin Kristen. Perjumpamaan secara pribadi dengan Allah melalui pekerjaan dan karya Roh Kudus kurang mendapat penekanan. Melalui pemahaman tentang doktrin Trinitas yang benar kita sekali lagi diingatkan untuk memiliki ibadah yang komprehensif dan seimbang
3. Dalam hal keunikan kekristenan
Semua agama atau kepercayaan di dunia ini dapat bagi menjadi tiga kelompok, yaitu: ateisme, politeisme dan monoteisme. Hanya iman Kristen yang mengajarkan konsep kepercayaan monoteisme yang unik. Allah memang esa dalam hakikat, tetapi tiga dalam pribadi. Konsep ini bukan politeisme maupun monoteisme dalam arti yang kaku
Pandangan Deisme mengajarkan bahwa Allah sekedar menciptakan dunia beserta dengan hukum alam untuk mengaturnya, tetapi setelah itu Allah tidak lagi campur tangan lagi dalam dunia. Namun iman Kristen mengajarkan bahwa Allah memperkenalkan diri-Nya melalui cara-cara yang supranatural dan nyata. Dia hadir di dalam sejarah. Puncak kehadiran-Nya dinyatakan ketika Anak-Nya menjadi manusia (Yohanes 1:14). Allah juga terus hadir sampai sekarang melalui pekerjaan Roh Kudus. Apabila Roh Kudus bukanlah Allah, maka kasih dan komunikasi antara Allah dengan jiwa manusia bukanlah sebuah realita atau hanya sekedar halusinasi.
4. Dalam teladan hidup orang percaya
Hal praktis lainnya dari mempelajari doktrin Trinitas adalah bagaimana cara kita bersosialisasi atau berelasi dengan orang lain. Sebagai gambar dan rupa Allah, manusia dalam taraf tertentu merefleksikan Allah. Dalam Kejadian 1:26-27 kita mendapati bentuk jamak ―Baiklah Kita... dan ―menurut gambar dan rupa Kita maupun bentuk tunggal ―..menjadikan dan ―gambar-Nya. Begitu pula manusia digambarkan dalam kejamakan (―laki-laki dan perempuan dan ―mereka) maupun ketunggalan (―manusia itu dan ―diciptakan-Nya dia). Ketika Allah melihat bahwa Adam sendirian dan dianggap sebagai hal yang tidak baik (Kejadian 2:18), maka Allah memberikan penolong bagi dia tetapi bukan supaya mereka menjadi dua, melainkan satu daging (Kejadian 2:24)
Baca Juga: Pandangan Ajaran Trinitas Yang Benar Dan Salah
Jika ke-Tritunggalan Allah tercermin dalam cara Allah menciptakan manusia pertama, maka seharusnya keintiman dalam relasi antar Pribadi Trinitas tersebut juga harus tercermin dalam kehidupan praktis orang-orang percaya. Terkait dengan hal ini Letham dengan tepat menyatakan, ―kita dipanggil untuk menyembah Tritunggal yang kudus, untuk hidup dalam kesatuan dan persekutuan yang penuh kasih dan sukacita dengan Tritunggal yang kudus dan – karena alasan ini pula – untuk hidup dala persekutuan yang penuh kasih dengan sesama manusia. Sehingga dapat dikatakan orang Kristen harus memiliki relasi dan persekutuan yang intim baik dengan Allah maupun dengan saudara seiman bahkan juga harus memiliki relasi yang baik dengan sesamanya.
Jadi melalui pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa doktrin Trinitas sangatlah erat dalam kehidupan iman Kristen. Dengan kata lain pertumbuhan iman kita bergantung pada pengenalan kita kepada Allah Trinitas.
SIMPULAN
Dua hal yang yang dapat disimpulkan dalam penulisan ini adalah:
Pertama, pemahaman tentang doktrin Trinitas yang lebih komprehensif dapat dilihat dalam perspektif Teologi Reformed. seperti argumen dari B.B Warfield yang dikutip oleh Letham dalam pengantar bukunya Allah Trinitas, Teologi Reformed adalah ―Kekristenan yang mendapatkan pengakuan yang pantas baginya. Karena Teologi Reformed adalah teologi Kristen yang khas dan unik. Menjadi Reformed sesungguhnya adalah menjadi katolik (am), alkitabah, Injili dan orthodoks.
Kedua, Doktrin Trinitas bukan sekedar pengetahuan teologi yang abstrak dan hanya menjadi konsumsi di kalangan intelektual saja namun lebih dari itu, doktrin ini sangatlah dekat dengan kehidupan iman Kristen. Dengan kata lain doktrin ini dapat menyentuh berbagai segi kehidupan Kristen. -Nova Saputro.