EFESUS 5:22-33 (PERAN SUAMI-ISTRI DALAM KELUARGA KRISTEN)

Dari bagian nats Efesus 5:22-23 ini dapat ditinjau beberapa point yaitu:

1. Pertama, Sikap Suami Terhadap Isteri (Efesus 5: 25-30),―Hai suami ,kasihilah Isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya. Dari nats ini akan dijelaskan arti yang sebenarnya dari kewajiban tunduklah. Kewajiban itu adalah kewajiban dalam kasih. Kasih suami berpolakan kasih yang lebih besar seperti kasih Kristus kepada pengantinnya. 

Latar belakang gagasan ini terdapat dalam PL teristimewa Paulus mendasarkan ini pada perkawinan Tuhan dengan umat-Nya. Taurat menjadi perjanjian perkawinan, Musa adalah orang yang membawa pengantin kepada Allah dan bagi Paulus hubungan Kristus dengan pengantinNya, gereja merupakan cara lebih lanjut untuk mengatakan Zaman Taurat telah diganti menjadi Zaman Mesias.
EFESUS 5:22-33 (PERAN SUAMI-ISTRI DALAM KELUARGA KRISTEN)
keuangan, bisnis
Menurut Ch. Abineno : Kata (agapao) yang terjemahan di sini ―mengasihi sering dipakai untuk kasih Allah, ia menempatkan seluruh hubungan antara suami dan Isteri di bawah kuasa dan kasih Kristus. Kasih Kristus itu tidak dilukiskan dengan kata-kata yang diambil dari erotik, tetapi dengan kasih seperti yang terdapat dalam gereja dan dalam rumah tangga (keluarga). Di sinilah letaknya perbedaan yang prinsipil dengan alam pikiran kafir yang tidak asing bagi anggota-anggota jemaat di Efesus.

Kata ―kasihilah = (agapate) menyatakan, ―tindakan yang belum dimulai atau dilaksanakan. Kata ini secara literal, ―kasih itu belum ada dilaksanakan. Jadi dari penjelasan tersebut suami - suami mulailah  mengasihi Isterimu secara terus menerus. Sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya bagi manusia. 

Kasih Yesus Kristus disini adalah kasih yang memberi kasih tanpa syarat dan kasih yang sifatnya berkorban. Menyadari para suami jemaat Efesus juga datang dari latar belakang kafir dan mereka telah datang dan diselamatkan di dalam iman kepada Kristus, maka Paulus meminta jemaat (suami) untuk meneladani Yesus Kristus yang adalah kepala Gereja sendiri yang telah menyerahkan dirinya bagi Gereja dengan mati di Kayu salib, untuk menguduskan, menyucikan dan memandikan Gereja/jemaat di hadapan Allah

Selanjutnya di Efesus 5:26-27 "Untuk menguduskannya sesudah ia menyucikannya dengan mernandikarnya dengan air dan firman, Supaya dengan demikian ia menempatkan jemaat dihadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa tetapi biar jemaat kudus dan tidak bercela" tujuan dan buah pekerjaan-Nya bagi gereja adalah pengudusan, gereja dikeluarkan dari suasana dosa dan ditempatkan dalam suasana kekudusan. Alat untuk melaksanakan dilukiskan dengan, sesudah ia menyucikan, memandikannya dengan air dan firman harfiah dengan pemandian dengan air dalam firman pembasuhan ini hampir tidak lain adalah baptisan, sedangkan firman harus dimengerti sebagai penyataan iman dari orang yang bertobat.

Dan melihat kedepan kepada realisasi tujuan Tuhan Yesus pada saat mempelai datang untuk menerima pengantin-Nya gereja akan cemerlang karena kudus dan tidak bercela. Efesus 5: 28-30 ―demikian juga suami harus mengasihi Isterinya sama seperti tubuhnya sendiri. Siapa mengasihi Isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pemah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh. 

Sekarang ajaran itu dikenakan pembahasan yang aneh tentang kasih suami terhadap Isteri sama seperti tubuhnya sendiri mungkin terjadi karena Paulus ingin melanjutkan perbandingan dengan Kristus yang mengasihi tubuh-Nya, gereja. Ia memakai dua kata kerja dari dunia perawatan kanak-kanak baik mengasuh maupun merawat berarti pemeliharaan yang sungguh-sungguh kalau digunakan untuk perhatian suami terhadap Isteri, perlindungan, cinta kasih dan pemeliharaan yang nyata dan praktis.

Penjelasan Paulus dalam nats ini tentang suami yang menyerahkan dirinya kepada istri, penyerahan diri suami itu (Efesus 5:21) harus terwujud dalam bentuk kasih yang menyerahkan diri sepenuhnya, yang didemonstrasikan Kristus ketika "Ia menyerahkan diri-Nya" untuk jemaat (Efesus 5:25). Para suami tentu saja diharapkan untuk memiliki gairah seksual terhadap istrinya.

Tetapi dalam sebuah budaya di mana perempuan seringkali tidak lebih dari alas kaki yang dapat diinjak oleh kekuasaan lakilaki, dan dalam situasi agama di mana para laki-laki Yahudi setiap hari berterima kasih kepada Allah karena la tidak menciptakan mereka sebagai orang kafir, budak atau perempuan dalam konteks semacam itu gairah seksual terhadap istri lebih sering menjadi sarana untuk memuaskan diri sendiri dan menguasai istri. Kedudukan suami yang lebih tinggi itu dengan berani ditantang oleh Paulus dengan menyerukan kepada para suami untuk mengasihi (agapao) istri mereka, yaitu mendampingi mereka dan bersama dengan mereka dalam kasih yang menyerahkan diri, memelihara, dan melayani.

Karena itu agar rumah tangga dapat bertahan sampai kesudahannya, para suami harus menyadari bahwa tanggung jawab itu tidak hanya memenuhi kebutuhan Isteri dan anak sebatas materi saja, tetapi juga harus bertanggung jawab terhadap kebutuhan emosi si Isteri yakni dikasihi dengan kasih agape (Kasih Allah yang berkorban dan tanpa syarat yang terus menerus) disamping kasih eros. 

2. Kedua, Sikap Istri Terhadap Suami (Efesus 5:22-24), ―Hai Isteri tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala Isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh, karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian juga Isteri kepada suami dalam segala sesuatu. 

Kata ―tunduklah (tois idios), terdiri dari kata Tois artinya menyatakan kepadanya dan Idios, adalah tindakan yang terjadi bersamaan waktu dan tindakan kata kerja pokok. Kata ini secara literal menjadi tunduk secara terus menerus terhadap milik sendiri. Dari analisis bahasa aslinya bahwa kata ―tunduk di sini adalah tunduk secara terus menerus terhadap milik sendiri dalam hal ini adalah suami. 

J.L. Abineno berpendapat bahwa Sikap penundukan diri (upotage) ini yang paulus tuntut dari Isteri-Isteri terhadap suami-suami mereka, kita temui dalam ruparupa bentuk dan variasi dalam PB. Dalam Titus 2:9 (Bnd 1 Petrus 2:18) bahwa hambahamba harus tunduk kepada tuan mereka dalam segala hal kepada orang-orang muda petrus menasehatkan supaya mereka menundukkan diri kepada orang-orang tua terhadap satu sama lain 1 Petrus 5:5. 

Nasehat yang sama Paulus berikan kepada anggotaanggota jemaat Roma 13:1-7, terhadap negara Titus 3:1; l Petrus 2:13 dan kepada anak-anak terhadap orang tua mereka Efesus 6:19. Sesuai pendapat di atas, bahwa kata yang sama (upotage), Paulus pakai juga dalam hubungan suami Isteri. Hal di atas, (hupotage), sangat benar yang dijelaskan oleh kamus Yunani-Indonesia: ( = hupotage) ketaatan, ketaklukan, ketundukan, kepatuhan

Kata ―tunduk bukanlah menunjukkan meremehkan atau merendahkan martabat wanita, melainkan merupakan penghargaan yang tinggi terhadap wanita seperti kata D. Scheunemann: Meskipun Firman Tuhan memberi kewibawaan kepada kaum pria atas wanita, bahkan menuntut penaklukan diri dari seorang Isteri terhadap suami namun hal itu sama sekali tidak berarti bahwa wanita dianggap lebih rendah martabatnya dari pada lain-lain. Sebaliknya mulai dari Hawa, ibu dari segala yang hidup lewat Debora yang memimpin tentara israel sampai kepada Maria yang telah melahirkan Juruslamat dunia, nampak sekali penghargaan yang tinggi terhadap wanita

Kata ―tunduk‖ tidak hanya berlaku bagi para suami yang sudah bertobat dan hidup benar dihadapan Tuhan, tetapi tetap berlaku bagi suami yang belum bertobat. Untuk memenangkan suami-suami yang belum bertobat itu bagi Kristus. 1 Petrus 3:1-2 memberi petunjuk : demikian juga hai kamu Isteri-Isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada diantara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan Isterinya, jika mereka melihat bagaimana murni dan salehnya hidup Isteri mereka

Kemudian hal yang perlu diingat adalah bahwa ketundukan istri bukanlah seperti budak kepada tuan. Kata kerja ―tunduk di Efesus 5:22 sebenarnya diambil dari Efesus 5:21, sedangkan di ayat 21 kata itu dipakai untuk sesama orang Kristen dalam arti ―merendahkan diri. Ketundukan istri kepada suami memang unik dalam konteks pernikahan, namun ketundukan itu secara prinsip sama seperti sikap yang harus ditunjukkan kepada sesama orang Kristen

Namun perlu disadari bahwa kata penundukan disini tidak menyangkut kepada hal untuk berbuat dosa, seperti yang diungkapkan oleh Gangga Eltho di dalam bukunya, Intimacy yaitu : Isteri tunduk kepada suami diwujudkan dengan sikaf dan perbuatan yang penuh rasa hormat, yang tulus. Sikap hormat ini terlepas dari tindakan maupun karakter suaminya yang buruk, sebagai seorang istri harus tetap menunjukkan penghargaan dan memperlakukannya dengan sopan. 

Jangan harga dirinya dilecehkan dan dicemoohkan didepan umum. Jangan pernah memberi kesan jelek kepadanya, jangan membuat suami menjadi malu terhadap pekerjaannya. Jangan mendongkol setiap ide pikirannya dengan memperdebatkannya dan memojokkannya dan jangan sekali-kali mengendalikan atau menguasai suaminya, sebab bukan suami yang harus tunduk, tetapi Isteri yang harus tunduk kepada suami.

Berdasarkan penjelasan diatas, dimana sikap tunduk ditunjukkan Isteri kepada suami dengan perbuatan yang penuh rasa hormat dan tulus walaupun suaminya jahat ataupun kasar dengan kata lain suami sering memperlakukan Isteri dengan sikap yang buruk, tidak menghargai dan mensepelekan Isteri tetapi Isteri harus tetap tunduk kepada suami dimana tidak pernah suami yang disuruh tunduk melainkan Isterilah yang tunduk kepada suami hal inilah sesuai dengan pendapat di atas. Sebagai Isteri jangan pernah memberi kesan jelek dan rasa dongkol kepada suami karena kita melakukan ini semua hanya untuk Tuhan.

Istri harus tunduk kepada suami "seperti kepada Tuhan." Sikap tunduk ini bukan lagi seperti yang terdapat dalam norma-norma budaya dan dipaksakan pada perempuan yang dianggap lebih rendah. daripada laki-Iaki dalam budaya Yahudi maupun kafir; Tidak, sikap tunduk ini dapat dipilihnya dengan bebas, siap untuk pasangannya "seperti untuk Tuhan," yaitu, sebagai murid Tuhan, seseorang yang mengikuti jejak-Nya sebagai hamba, yang didoronq oleh kasih yang menyerahkan diri  sendiri. 

Sikap tunduk semacam ini bukan merupakan penegasan dari norma-norma yang tradisional; sebaliknya ini merupakan tantangan yang mendasar untuk norma-norma tersebut. Berhubungan dengan itu, karena alasan untuk tunduk bersumber dari Tuhan sendiri, ketundukan itu harus dilakukan secara konsisten dan terus-menerus. Hal ini didukung oleh pemakaian kata hupotassomenoi di ayat 21 dalam bentuk present tense (menyatakan tindakan yang terus-menerus). Situasi keluarga mungkin bisa berubah. Karakter pasangan juga kadangkala berubah. Bagaimanapun, ketundukan istri kepada suami merupakan hal yang tidak boleh berubah

Setelah itu diberikan argumentasi terakhir untuk penyerahan diri yang sama sekali baru dari seorang istri kepada suaminya, "Sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu" (Efesus 5:24). Apa hakikat dari penyerahan jemaat kepada Kristus? 

Penyerahan ini secara sukarela dilakukan sebagai jawaban yang rendah hati terhadap pelayanan yang mengorbankan diriNya sendiri dan kehadiran-Nya yang terusmenerus memberi kuasa dan memelihara. Penyerahan jemaat kepada Kristus tidak dikontrol atau dipaksa dari luar. Selama hidup  dan pelayanan-Nya, Yesus secara tanpa kompromi menunjukkan penolakan-Nya terhadap "kekuasaan atas orang lain" dalam ciptaan-ciptaan barunya (Lukas 22:24-27)

3. Ketiga, Hubungan Suami Dengan Isteri (Efesus 5:31-32), ―Sebab itu laki-laki akan meninggalkan Ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan Isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia itu besar tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat”. Ada tiga aspek dalam pernikahan berdasarkan ayat di atas yakni : Meninggalkan Ayah dan Ibunya, Bersatu (berdampingan) dengan Isterinya dan Keduanya menjadi satu daging.

Banyak suami Istri tidak memahami arti dari aspek pernikahan ini yakni: ―menjadi satu daging sehingga ketidakpahaman akan makna yang disebut di atas merupakan penyebab keretakan/percekcokan, bahkan penyebab hancurnya suatu rumah tangga. Dalam Efesus 5:32 sebagai ayat lanjutan dikatakan: ―Rahasia itu besar tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. menjadi satu daging (dalam satu daging yang berhubungan dengan jiwa) adalah merupakan rahasia besar. Di sini bukan saja berbicara tentang pernikahan (persetubuhan), tetapi lebih dari itu, yakni tentang hubungan Kristus dengan jemaat.

Alkitab sering menggambarkan bahwa persekutuan antara Kristus dengan Gereja seperti suatu perkawinan. Karena hari-hari perkawinan Anak Domba telah tiba, pengantin-Nya telah siap sedia (Wahyu 21:2). Gereja sebagai gambaran perkawinan tidak terlepas dari krisis (gereja) ada kalanya merupakan ―Isteri yang sulit. Gereja tidak berterima kasih, tidak patuh, tidak setia kepada Kristus sebagai suaminya. Gereja menolak untuk tunduk kepada-Nya. 

Dalam Efesus 5:25 Kristus selalu mengampuni, menguduskan, membersihkan dan menyucikan Isteri-Nya (gereja), tanpa noda, tanpa cacat cela. Tak pernah terjadi perceraian antara Kristus dan Gereja-Nya. Kristus menyerahkan diri-Nya untuk IsteriNya. Untuk Isteri yang tak patuh dan sukar, Dia menyerahkan diri-Nya

Kristus turut juga merasakan segalagalanya bersama Gereja-Nya secara menyeluruh dalam bentuk penderitaan dan secara nyata dalam fisik menjadi bagian dari kita dalam perjamuan Kudus. Ketakutan kita menjadi ketakutan-Nya. Penderitaan kita menjadi penderitaan-Nya. Hukuman kita menjadi hukuman-Nya. Kematian kita menjadi kematian-Nya. Dia menjadi satu daging dengan kita dalam arti yang sangat nyata, secara fisik menjadi bagian dari kita, di dalam perjamuan kudus. 

Maka supaya bahtera rumah tangga itu tidak hancur, suami Isteri harus memahami tugas dan tanggung jawab sebagai suami Isteri yakni: yang: 

Pertama suami harus mulai mengasihi Isteri terus menerus dengan kasih ilahi (agape = kasih yang memberi, berkorban dan tanpa menuntut halas), seperti Kristus telah mengasihi jemaat dan menyerahkan nyawanya bagi jemaat. 

Kedua : suami Isteri harus memahami bahwa tujuan Allah mempersatukan mereka adalah disamping untuk memperoleh keturunan (persetubuhan), juga menyatu padukan jiwa (perasaan dan kehendak) yang berbeda, dalam suka dan duka dengan mampu dimengerti dan disutujui. Dan yang terpenting dalam perkawinan itu adalah menjadi satu daging, hubungan suami Isteri itu tidak boleh lepas dari patronnya. Hubungan Kristus (kepala) dan Gereja (tubuh) secara menyeluruh.

Ketiga, Isteri harus tunduk, hormat secara terus menerus untuk diri sendiri kepada suami seperti kepada Tuhan (Kristus) yang mengasihi jemaat dan menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan dosa-dosa manusia (jemaat). Tunduk, hormat, patuh, takluk tanpa dibatasi waktu, tetapi sebatas Isteri terikat kepada suami. 

4. Keempat, Kewajiban Bagi SuamiIsteri (Efesus 5:33), ―Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku : kasihilah Isterimu seperti dirimu sendiri dan Isteri hendaklah menghormati suaminya‖ Hal ini kasih yang dimiliki suami adalah kasih Agape yaitu rela berkorban tanpa pengharapan halasan. 

Sebagaimana Kristus telah berkorban nyawa bagi jemaatnya begitu pula suami harus rela mengorbankan segalanya termasuk nyawanya sendiri bagi kehidupan dan keselamatan Isterinya. Berkorban bagi Isteri berarti suami menghentikan sesuatu yang diingininya demi memenuhi sesuatu yang diperlukan Isterinya. 

Lebih tegas lagi dikatakan oleh Gangga Eltho : Mengasihi Isteri diwujudkan dengan kesabaran dan kelemahiembutan, ia tidak pernah marah, tidak berlaku kasar, tidak berbicara menusuk hati, tidak melakukan yang tidak sopan bagi Isteri dan tidak mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Suami yang mengasihi Isterinya selalu mengampuni Isterinya. Ia tidak menyimpan kesalahannya. 

Suami yang bijaksana, mengasihi Isteri dengan adil tanpa syarat. Isteri ingin dikasihi, lebih dari orang tuanya, lebih dad anak-anaknya dan lebih Bari pekerjaannya sendiri. Tanggung jawab suami selain mengasihi Isterinya, ia juga harus mengasuhnya dan merawatnya (Efesus 5:29). 

Mengasihi Isteri berarti menyediakan apa yang diperlukan untuk pertumbuhan rohani dan jasmani Isterinya. Itu sebabnya Isteri perlu dibimbing dan diarahkan agar dia dapat berfungsi sebagai penolong. Merawat Isteri berarti memelihara dan memperlakukan Isteri dengan lemah lembut, karena Isteri ingin selalu diperhatikan, dibela dan dilindungi.

Keluarga yang berbahagia dan harmonis sangat dipengaruhi oleh tingkah laku para suami ditengah-tengah keluarga. Apabila suami tidak mengasihi Isterinya, maka Isteripun tidak dapat menghormati suaminya akibatnya, suami sering menyalahkan Isteri dan Isteri selalu kurang puas terhadap suaminya. Akhirnya rumah tangga itu menjadi dingin. Untuk menanggulangi rumah tangga ini tidak mengalami kehancuran, seorang suami harus terus belajar untuk menghargai Isterinya. 

Sesuai dengan pendapat di atas maka suami harus mengasihi Isteri dengan kelemah lembutan, tidak berlaku kasar, tidak berbicara menusuk hati, tidak mencari keuntungan bagi dirinya sendiri, mengampuni Isterinya apabila berbuat salah juga mengarahkan atau membimbing kerohanian Isterinya. Apabila sesuai pendapat di atas dilakukan maka akan kita temuakan dalam rumah tangga itu kebahagiaan. 

Hubungan suami Isteri dan berjalan harmonis (Bahagia, Sukacita, Sejahtera) karena ada sesuatu yang bersifat saling mengasihi diantara suami dan Isteri. Karena firman Tuhan berkata kasihilah Isterimu seperti dirimu sendiri dan hendaklah Isteri menghormati suaminya. Menurut Ch. Abineno : Kepada suami ia katakan, kasihilah (Yunani Agapate = kasihilah terus menerus) Isterimu sama seperti dirimu sendiri. 

Dan kepada Isteri hendaklah engkau menghormati ( sebenarnya, takut kepada) suamimu. Sekali lagi dari suami Paulus menuntut kasih dan dari Isteri penghormatan/ketakutan sebagai ganti ketaatan. Tetapi penghormatan/ ketakutan ini bukanlah penghormatan/ ketakutan dari seorang budak ia adalah penghormatan/ ketakutan dari seorang kekasih yang lahir dari penghormatan/ ketakutan kepada kristus. Keduanya ini yaitu kasih dan penghormatan merupakan dasar perkawinan merek sebagai gambaran dan hubungan antara Kristus dan jemaat.

Kasih merupakan dasar dari hubungan suami dan Isteri. Hal itu jelas kita lihat pada kiasan Paulus dalam Efesus 5: 23 : karena suami adalah kepala Isteri sama seperti Kristus adalah kepala tubuh. Dengan gambaran ini bukan saja mengatakan bahwa Isteri harus tunduk kepada suaminya tetapi juga bahwa suami harus menjadi kepala Isteri dengan cara yang sama seperti Kristus adalah kepala jemaat.

Sisi lain yang perlu diperhatikan di dalam perkawinan adalah :" suami Isteri harus memiliki satu kepercayaan yakni "Iman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru slamat mereka, (2Korintus 6:14: Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tidak percaya Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap). Pernikahan itu disebut pernikahan kristen jika suami Isteri telah menerima Tuhan Yesus sebagai juru Slamatnya. Ini juga berarti kedua pasangan harus mentaati perintah Allah dan mengandalkan Tuhan sepenuhnya di dalam hidup mereka. 

Menurut Joyce coon tentang perkawinan ini adalah : Suami Isteri itu harus kedua-duanya percaya kepada Kristus. Allah tidak menginginkan orang yang percaya menikah dengan orang yang tidak percaya, karena apabila dua orang itu menikah mereka akan menjadi satu. Allah tidak membenarkan akan hal itu sebab sama halnya dengan memasang kuk pada seekor sapi dan seekor keledai bersama-sama untuk membajak sawah

Dengan adanya Kristus di dalam hidup mereka maka dialah yang akan mengendalikan hati mereka dan pikirannya sehingga kedua pasangan ini akan menyadari bahwa mereka hidup bukan untuk dirinya sendiri tetap juga untuk Tuhan dan orang lain. Suami Isteri itu akan saling menghormati dan mengasihi sebab mereka mengganggab tidak ada yang lebih tinggi dan lebih rendah. Pertolongan Allah akan nyata di dalam hidup  kita jika kita berserah kepada-Nya dan yakin Dia pasti akan memberikan jalan keluar, sebesar apapun yang menjadi masalah di dalam rumah tangga Tuhan sanggup untuk menyelesaikannya

Penerapan dalam Keluarga Kristen Masa Kini 

Menjawab masalah yang diuatarakan diatas bagaimana pada zaman ini ada begitu banyak keluarga yang hancur berantakan, maka apa yang sudah digambarkan oleh Paulus dalam Efesus 5:22-33 tersebut mutlak untuk di ikuti. Dari penjelasan ini, dapat ditemukan hal menarik untuk diterapkan ditengah tengah keluarga, yaitu bahwa Paulus tidak berbicara masalah otoritas atau kekuasaan tetapi berbicara tentang cinta kasih suami terhadap isteri. 

Paulus tetap mengarahkan para suami untuk menjadikan salib Kristus sebagai patokan untuk bertindak; dan bagi para isteri Paulus mengingatkan untuk tunduk dan hormat pada suami yang mengasihinya. Jika setiap pasangan suami isteri Kristen memberlakukan prinsip ini dalam rumah tangganya, dapat dipastikan bahwa tidak ada suami yang menindas isteri dan tidak ada isteri yang tidak tunduk dan tidak hormat kepada suami, karena mereka saling memperlakukan dengan penuh kasih sayang dan hormat. 

Baca Juga: Memelihara Kebahagiaan Rumah Tangga Kristen Yang Sehat Dan Kokoh

Keluarga yang dapat merealisasikan apa yang Paulus nasihatkan di sini adalah keluarga yang menempatkan hubungannya dengan Kristus itu di atas segala-galanya. Orang tua, anak, atau seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam sebuah rumah tangga haruslah orang-orang yang sudah ditaklukkan hati dan hidupnya oleh Tuhan Yesus.

PENUTUP 

Di dalam Alkitab jelas sekali dikatakan bagaimana seorang pria harus mengasihi isterinya seperti dirinya sendiri dan seorang wanita yang hendaknya tunduk kepada suaminya. Dan memang itulah yang akan menjadi lem yang paling rekat bagi relasi suami isteri, sehingga hubungan Kristus dan jemaat akan terpancar di dalam keluarga tersebut, Sehingga pernikahan itu akan masuk kedalam kebahagiaan yang sesungguhnya. 

Suami dan istri yang memahami hak dan kewajiban masing-masing akan membuat keluarga tersebut langgeng, dan terhindar dari degradasi dan kehancuran, sekalipun harus disadari bahwa konflik masih bisa terjadi tetapi kemungkinan besar tidak akan sampai membawa kepada perpecahan keluarga tersebut. 

Pengajaran Rasul Paulus dalam kitab Efesus ini hendaknya menjadi patron dalam membangun keluarga. Keluarga merupakan gambaran hubungan Kristus dengan jemaat, Kristus yang pertama mengasihi jemaat sehingga jemaat tunduk Kristus, demikian juga dalam hubungan suami dengan istri, suami harus terlebih dahulu mengasihi istri dan secara otomatis istri akan tunduk kepada suami, hal ini tidak boleh dibalik dengan menuntut istri tunduk kepada suami supaya suami mengasihi istri, seharusnya kasih akan menimbulkan ketundukan. 

Tujuan Kristus mengasihi jemaat supaya jemaat menjadi cemerlang dan tidak bercacat, demikian juga suami ketika mengasihi istri supaya istri cemerlang dan tidak bercacat. Sesungguhnya inilah yang menjadi dasar dari pembangunan hubungan antara suami dan istri. -Fernando Tambunan.

https://teologiareformed.blogspot.com/

Next Post Previous Post