1 KORINTUS 15:50-58 (2 PENGHIBURAN DARI ANCAMAN KEMATIAN)
1 Korintus 15:50-58 : 1 Korintus 15:50 Saudara-saudara, inilah yang hendak kukatakan kepadamu, yaitu bahwa daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan bahwa yang binasa tidak mendapat bagian dalam apa yang tidak binasa. 15:51 Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu rahasia : kita tidak akan mati semuanya , tetapi kita semuanya akan diubah, 15:52 dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah . 15:53 Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati. 15:54 Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: "Maut telah ditelan dalam kemenangan. 15:55 Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? " 15:56 Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. 15:57 Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. 1 Korintus 15:58 Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.
Perhatikan: tatkala rasul Paulus menulis di 1 Korintus 15:55 ( Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? ), ia sebenarnya sedang mengutip dari Hosea 13:14b yang berbunyi: Di manakah penyakit samparmu, hai maut, di manakah tenaga pembinasamu, hai dunia orang mati? Di sini tampak dua istilah yang menonjol: penyakit sampar (plagues) dan tenaga pembinasa (destruction), yang sejajar dengan kata maut dan dunia orang mati (sheol).
Hal ini memberi indikasi bahwa maut dapat membawa aroma yang sama menakutkannya seperti penyakit sampar yang memiliki Power yang sifatnya memusnahkan kehidupan manusia di bumi dan menyeretnya masuk ke lubang kubur kebinasaan. Mestinya setiap orang merasakan kegentaran yang sama: kita tidak berdaya menghadapi ancaman maut yang datang secara menakutkan melalui penyakit sampar yang nyata-nyata mematikan, namun tidak kelihatan.
Adakah harapan bagi umat manusia di tengah ketidakberdayaan ini?
Firman Tuhan pada hari ini mau mengajarkan dua penghiburan/hal yang penting bagi semua orang kala mereka berhadapan dengan ancaman kematian, karena,
1. Pertama, kebangkitan Kristus telah memusnahkan kuasa maut atau kematian yang telah diubah-Nya menjadi sebuah kemenangan.
Pada bagian sebelumnya Paulus sudah menegaskan bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal (1Korintus 15:20), kemudian ia menyambung: Maut telah ditelan dalam kemenangan (1Korintus 15:54).
Kemenangan apa? Kemenangan karena kebangkitan tubuh yang sudah terjadi pada Kristus dan kemenangan itu sekaligus merupakan jaminan kebangkitan tubuh bagi orang yang percaya. Bagaimana dengan sengat maut itu? Sengat maut sudah dideklarasikan tidak berlaku pada orang percaya, sebab telah dimusnahkan sekali dan untuk selamanya oleh kuasa kebangkitan Kristus:
Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut (Wahyu 1:18). Sekalipun demikian, istilah sengat maut yang dipergunakan Paulus adalah sebuah ungkapan yang realistis, yaitu kematian tetap merupakan kenyataan yang menyakitkan dan mendatangkan kesedihan dan ketakutan.
Hal itu menandakan bahwa kematian jasmani bukan sesuatu yang natural, bukan sesuatu yang normal, melainkan sesuatu yang mengerikan, abnormal, dan merusak (destruktif). Kematian jasmani adalah pemisahan yang tidak natural antara jiwa manusia dari tubuhnya. Memang ada kepercayaan tertentu menganggap kematian sebagai berkat, namun iman Kristen tidak pernah menyimpulkan seperti itu, sebab jika itu adalah berkat maka seharusnya kematian bukan merupakan hukuman atau akibat dari pelanggaran seperti yang dikatakan Paulus bahwa maut seperti sengat, sekalipun sengat itu telah dipatahkan oleh kebangkitan Kristus (1Korintus 15:55).
Pada saat orang percaya meninggal dunia, tubuh jasmaniahnya tetap berada di bumi sewaktu dikuburkan, namun roh atau jiwanya sudah ditransformasikan (ay kita semua akan diubah ) menghadap Tuhan di surga yang mulia. Jadi kematian bagi orang percaya adalah kembali ke rumah Bapa (Yohanes 14:2), untuk menetap pada Tuhan (2Korintus 5:8, at home with the Lord ; NRSV), dan masuk dalam sebuah komunitas yang disebut kumpulan yang meriah (Ibrani 12:22-23).
Bagi orang percaya, begitu napas terakhir terembus keluar dan tubuhnya berhenti bekerja, ia akan langsung bereksistensi bersama dengan Kristus di surga yang mulia. Penekanan istilah langsung juga dipaparkan oleh Tuhan Yesus pada momen di atas kayu salib Ia berkata kepada penjahat yang ada di samping-Nya: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus (Lukas 23:43; Firdaus ekuivalen dengan surga ).
Dengan demikian, buah dari percaya kepada Kristus bagi orang beriman adalah dilepaskan dari kematian rohani dan kematian kekal (keterpisahan dari Tuhan karena dosa), dan sekalipun orang percaya masih akan mengalami kematian jasmani, tetapi sengat maut itu sudah dipatahkan oleh kuasa kebangkitan Kristus (1Korintus 15: 55).
Hal ini berarti orang yang percaya kepada Kristus yang dilahirkan dua kali: melalui kelahiran fisik dan kelahiran baru (regenerasi) hanya akan mati satu kali saja (kematian jasmani), sedangkan orang yang tidak percaya yang dilahirkan satu kali secara fisik sesungguhnya mengalami tiga jenis kematian (kematian kekal, kematian rohani, dan kematian jasmani).
Memang tubuh jasmaniah yang manusia miliki selama di bumi akan mati karena dosa, dan tubuh ini tidak bisa dioper atau ditranslasikan ke dalam kehidupan yang kekal menurut cara apa pun, termasuk teknologi modern. Transformasi itu hanya dapat terjadi melalui act of God untuk mengubah tubuh manusia menjadi incorruptible and immortal (tidak dapat rusak dan tidak dapat mati lagi).
Transformasi ini akan berlangsung sama sekali di luar kemampuan manusia, termasuk dengan memakai ilmu kedokteran terkini sekalipun. Jadi setelah kematian jasmani, orang percaya akan mengalami keadaan ketidakbinasaan (immortality; Yun. athanasian; tidak ada [lagi] kematian; kata ini dipakai di 1Korintus 15:42, 50, 53, 54), yaitu sebuah keadaan yang menunjuk pada kebangkitan tubuh pada masa akhir zaman di mana orang percaya tidak akan berhadapan dengan maut atau kematian lagi.
Hasil akhir dari immortality bagi orang percaya adalah mereka akan ikut berbagian dalam kebahagiaan tuannya (Matius 25:21), menerima Kerajaan yang telah disediakan sejak dunia dijadikan (Matius 25:34), dan masuk ke dalam hidup kekal (Matius 25:46), sedangkan ganjaran bagi orang yang tidak percaya adalah mereka akan mengalami penyesalan mendalam berupa ratapan dan kertakan gigi (Matius 24:51), dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap (Matius 25:30), dienyahkan ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya (Matius 25:41), dan dimasukkan ke tempat siksaan yang kekal (Matius 25:46)
Dengan demikian, setiap orang percaya harus siap menghadapi hari kematian (jasmaninya) dengan tidak perlu takut, sebab Kristus sudah mengalaminya, dan Ia sudah bangkit dari kematian dan memusnahkan sampar maut melalui cara [m]aut telah ditelan dalam kemenangan (1 Korintus 15:54). Maka seharusnya kita menjalani hari-hari kehidupan di bumi ini sebagai anak-anak Tuhan yang sudah terjamin kemenangannya: Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita (1Korintus 15:57).
Frasa yang telah memberikan sebaiknya diterjemahkan dalam bentuk present tense ( yang senantiasa memberikan ), seperti terjemahan beberapa versi bahasa Inggris (misalnya, NRSV: But thanks be to God, who gives us the victory through our Lord Jesus Christ ).
Artinya, kemenangan atas sampar maut sedang dan terus menerus dialami orang percaya dalam kehidupan saat ini, sekalipun ia masih hidup dalam kesulitan dan ancaman kematian fisik, namun Tuhan Yesus sudah memusnahkan sengat maut dan mengubah (yang disebut orang dunia sebagai tragedi) kematian menjadi kemenangan.
Jadi seharusnya perkataan Tuhan Yesus berikut ini meneduhkan hati kita: Akulah kebangkitan dan hidup; barang siapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini? (Yohanes 11:25-26).
2. Kedua, kebangkitan Kristus mengubah setiap orang percaya menjadi pribadi yang dinamis dan efektif pada zamannya.
Perhatikan, setelah ayat-ayat sebelumnya membahas mengenai aspek doktrinal yang ketat, rasul Paulus tiba-tiba menutup perikop ini dengan dorongan yang sangat praktis sekali: Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia (1Korintus 15:58).
Frasa berdirilah teguh (Yun. hedraios; stand firm; dari akar kata hedra, seat, chair, tempat duduk, kursi) menunjuk pada sebuah posisi kehidupan yang kokoh seperti posisi seorang pegulat yang berdiri dengan mantap bagaikan seseorang yang sedang terduduk. Ini adalah penggambaran Paulus bagi orang percaya yang memiliki keyakinan yang stabil dan permanen pada kebangkitan Kristus. Sedangkan frasa jangan goyah (Yun. ametakinetoi; Let nothing move you; NIV) mempunyai arti tidak bergerak atau tidak bergeser pada lokasi di mana seseorang berakar.
Artinya, bila seseorang beriman pada kebangkitan Kristus, ia tidak mudah menjadi ragu, terombang-ambingkan, atau dikecewakan oleh kesulitan atau situasi apa pun di sekitarnya. Setelah orang percaya memiliki pijakan yang kokoh pada kebangkitan Kristus, mereka didorong untuk giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan.
Saya suka dengan terjemahan New Living Translation yang membuat maknanya menjadi semakin jelas: Always work enthusiastically for the Lord, for you know that nothing you do for the Lord is ever useless ( Bekerjalah selalu dengan antusias untuk Tuhan, karena kamu tahu bahwa tidak ada suatu pun yang kau kerjakan bagi Tuhan akan menjadi sia-sia ).
Itulah sebabnya gereja mula-mula amat sangat giat melakukan penginjilan dan pekerjaan misi terus menerus (persis seperti himbauan Paulus giatlah selalu ; Yun. perisseuo berbentuk present participle active, yang menandakan giatnya orang percaya harus secara konsisten berjalan terus menerus). Bahkan ada tafsiran yang mengungkapkan bahwa giatnya jemaat mula-mula melampaui tuntutan yang diberikan kepada mereka, dan mereka mengerjakannya dengan sukacita dan semangat yang besar.
Akhirnya semua yang dikerjakan gereja mula-mula jerih payah [mereka] tidak sia-sia ( for you know that nothing you do for the Lord is ever useless ). Istilah jerih lelah (Yun. kopos; toil) sering dipergunakan Paulus ketika ia berbicara tentang pekerjaan misi (1Korintus 3:8; 1Tesalonika 2:9; bdk. Yohanes 4:38). Maksudnya, gereja atau orang Kristen yang sungguh percaya pada kebangkitan Kristus dan bergiat dalam pekerjaan misi dan penginjilan, segala jerih payah [mereka] tidak sia-sia, dalam arti mereka akan memperoleh balasan (reward) pada hari Tuhan nanti.
Kata sia-sia (Yun. kenos; in vain) dapat diterjemahkan tangan hampa (bdk. Markus 12:3; empty-handed), yang memiliki arti sebuah pekerjaan tidak ada artinya, tidak berbuah, tidak efektif, dan tidak ada hasilnya. Dengan demikian, Paulus sebetulnya hendak menekankan yang sebaliknya: Kita yang tergerak bekerja bagi Tuhan (apalagi yang mati-matian bekerja melampaui tuntutan yang dicanangkan), kita harus Konfiden semua itu bukan sesuatu yang hampa, tidak bermanfaat, apalagi buang-buang waktu dan tenaga, melainkan semuanya itu ada artinya, ada buahnya, ada hasilnya, dan ada Reward dari Tuhan yang sifatnya kekal dan tidak dapat dinilai dengan apa pun juga.
Saya rasa perkataan ini benar sekali: No cross, no Christianity; no resurrection, no church; no church, no mission and evangelism ( Tidak ada salib, tidak ada kekristenan; tidak ada kebangkitan, tidak ada gereja; tidak ada gereja, tidak ada misi dan penginjilan ). Kebangkitan Kristus sudah melahirkan gereja dengan jemaat-jemaat yang dinamis dan efektif buat sepanjang zaman (lih. Kisah Para Rasul2:41-47; 4:31; 5:14, 42; 6:7; 9:31; 11:19-21, 26; 13:49).
Mereka memberikan teladan yang indah berupa kesediaan mereka untuk berkorban dalam segala situasi, yaitu: beribadah di bawah tanah, tidak masalah bagi mereka dan jemaat malah bertambah banyak; mengalami penganiayaan di berbagai wilayah Romawi selama puluhan tahun, tidak melunturkan iman kepercayaan mereka pada Kristus yang tersalib dan bangkit itu.
Bahkan, gereja mula-mula mengubah tantangan dan kesulitan menjadi peluang dan kesempatan untuk melakukan misi dan penginjilan; dan hebatnya adalah: semakin banyak hambatan dan penganiayaan yang mereka alami, gereja mula-mula semakin giat melaksanakan misi dan penginjilan.
Sungguh, kita yang bernaung di bawah sinode, gereja, yayasan, seminari, dan lembaga Kristen pada masa kini, harus merasa malu bila dibandingkan dengan kedinamisan, keuletan, kesediaan berkorban, kesetiaan, dan satu lagi, keberanian gereja mula-mula. Mereka berani memikul risiko di tengah kesulitan dan hambatan, dan tetap menggenapkan panggilan dan tugas utama gereja, yaitu misi dan penginjilan. Punyakah saudara dan saya semangat, jiwa, kesetiaan, dan keberanian berkorban seperti itu, khususnya di tengah dunia yang diterpa wabah virus corona?
Ini adalah kesempatan yang besar bagi saudara dan saya untuk bekerja secara antusias dan maksimal bagi Tuhan di tengah kesulitan yang melanda bangsa kita dan warga dunia saat ini. Jerih payah kita yang mau dan berani melakukan misi dan penginjilan pada masa yang tidak menentu sekarang ini akan ada artinya, akan ada buahnya, akan ada hasilnya, dan akan ada reward-nya di hadapan Dia yang sudah bangkit itu!
Hal ini memberi indikasi bahwa maut dapat membawa aroma yang sama menakutkannya seperti penyakit sampar yang memiliki Power yang sifatnya memusnahkan kehidupan manusia di bumi dan menyeretnya masuk ke lubang kubur kebinasaan. Mestinya setiap orang merasakan kegentaran yang sama: kita tidak berdaya menghadapi ancaman maut yang datang secara menakutkan melalui penyakit sampar yang nyata-nyata mematikan, namun tidak kelihatan.
Adakah harapan bagi umat manusia di tengah ketidakberdayaan ini?
Firman Tuhan pada hari ini mau mengajarkan dua penghiburan/hal yang penting bagi semua orang kala mereka berhadapan dengan ancaman kematian, karena,
1. Pertama, kebangkitan Kristus telah memusnahkan kuasa maut atau kematian yang telah diubah-Nya menjadi sebuah kemenangan.
Pada bagian sebelumnya Paulus sudah menegaskan bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal (1Korintus 15:20), kemudian ia menyambung: Maut telah ditelan dalam kemenangan (1Korintus 15:54).
Kemenangan apa? Kemenangan karena kebangkitan tubuh yang sudah terjadi pada Kristus dan kemenangan itu sekaligus merupakan jaminan kebangkitan tubuh bagi orang yang percaya. Bagaimana dengan sengat maut itu? Sengat maut sudah dideklarasikan tidak berlaku pada orang percaya, sebab telah dimusnahkan sekali dan untuk selamanya oleh kuasa kebangkitan Kristus:
Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut (Wahyu 1:18). Sekalipun demikian, istilah sengat maut yang dipergunakan Paulus adalah sebuah ungkapan yang realistis, yaitu kematian tetap merupakan kenyataan yang menyakitkan dan mendatangkan kesedihan dan ketakutan.
Hal itu menandakan bahwa kematian jasmani bukan sesuatu yang natural, bukan sesuatu yang normal, melainkan sesuatu yang mengerikan, abnormal, dan merusak (destruktif). Kematian jasmani adalah pemisahan yang tidak natural antara jiwa manusia dari tubuhnya. Memang ada kepercayaan tertentu menganggap kematian sebagai berkat, namun iman Kristen tidak pernah menyimpulkan seperti itu, sebab jika itu adalah berkat maka seharusnya kematian bukan merupakan hukuman atau akibat dari pelanggaran seperti yang dikatakan Paulus bahwa maut seperti sengat, sekalipun sengat itu telah dipatahkan oleh kebangkitan Kristus (1Korintus 15:55).
Pada saat orang percaya meninggal dunia, tubuh jasmaniahnya tetap berada di bumi sewaktu dikuburkan, namun roh atau jiwanya sudah ditransformasikan (ay kita semua akan diubah ) menghadap Tuhan di surga yang mulia. Jadi kematian bagi orang percaya adalah kembali ke rumah Bapa (Yohanes 14:2), untuk menetap pada Tuhan (2Korintus 5:8, at home with the Lord ; NRSV), dan masuk dalam sebuah komunitas yang disebut kumpulan yang meriah (Ibrani 12:22-23).
Bagi orang percaya, begitu napas terakhir terembus keluar dan tubuhnya berhenti bekerja, ia akan langsung bereksistensi bersama dengan Kristus di surga yang mulia. Penekanan istilah langsung juga dipaparkan oleh Tuhan Yesus pada momen di atas kayu salib Ia berkata kepada penjahat yang ada di samping-Nya: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus (Lukas 23:43; Firdaus ekuivalen dengan surga ).
Dengan demikian, buah dari percaya kepada Kristus bagi orang beriman adalah dilepaskan dari kematian rohani dan kematian kekal (keterpisahan dari Tuhan karena dosa), dan sekalipun orang percaya masih akan mengalami kematian jasmani, tetapi sengat maut itu sudah dipatahkan oleh kuasa kebangkitan Kristus (1Korintus 15: 55).
Hal ini berarti orang yang percaya kepada Kristus yang dilahirkan dua kali: melalui kelahiran fisik dan kelahiran baru (regenerasi) hanya akan mati satu kali saja (kematian jasmani), sedangkan orang yang tidak percaya yang dilahirkan satu kali secara fisik sesungguhnya mengalami tiga jenis kematian (kematian kekal, kematian rohani, dan kematian jasmani).
Memang tubuh jasmaniah yang manusia miliki selama di bumi akan mati karena dosa, dan tubuh ini tidak bisa dioper atau ditranslasikan ke dalam kehidupan yang kekal menurut cara apa pun, termasuk teknologi modern. Transformasi itu hanya dapat terjadi melalui act of God untuk mengubah tubuh manusia menjadi incorruptible and immortal (tidak dapat rusak dan tidak dapat mati lagi).
Transformasi ini akan berlangsung sama sekali di luar kemampuan manusia, termasuk dengan memakai ilmu kedokteran terkini sekalipun. Jadi setelah kematian jasmani, orang percaya akan mengalami keadaan ketidakbinasaan (immortality; Yun. athanasian; tidak ada [lagi] kematian; kata ini dipakai di 1Korintus 15:42, 50, 53, 54), yaitu sebuah keadaan yang menunjuk pada kebangkitan tubuh pada masa akhir zaman di mana orang percaya tidak akan berhadapan dengan maut atau kematian lagi.
Hasil akhir dari immortality bagi orang percaya adalah mereka akan ikut berbagian dalam kebahagiaan tuannya (Matius 25:21), menerima Kerajaan yang telah disediakan sejak dunia dijadikan (Matius 25:34), dan masuk ke dalam hidup kekal (Matius 25:46), sedangkan ganjaran bagi orang yang tidak percaya adalah mereka akan mengalami penyesalan mendalam berupa ratapan dan kertakan gigi (Matius 24:51), dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap (Matius 25:30), dienyahkan ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya (Matius 25:41), dan dimasukkan ke tempat siksaan yang kekal (Matius 25:46)
Dengan demikian, setiap orang percaya harus siap menghadapi hari kematian (jasmaninya) dengan tidak perlu takut, sebab Kristus sudah mengalaminya, dan Ia sudah bangkit dari kematian dan memusnahkan sampar maut melalui cara [m]aut telah ditelan dalam kemenangan (1 Korintus 15:54). Maka seharusnya kita menjalani hari-hari kehidupan di bumi ini sebagai anak-anak Tuhan yang sudah terjamin kemenangannya: Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita (1Korintus 15:57).
Frasa yang telah memberikan sebaiknya diterjemahkan dalam bentuk present tense ( yang senantiasa memberikan ), seperti terjemahan beberapa versi bahasa Inggris (misalnya, NRSV: But thanks be to God, who gives us the victory through our Lord Jesus Christ ).
Artinya, kemenangan atas sampar maut sedang dan terus menerus dialami orang percaya dalam kehidupan saat ini, sekalipun ia masih hidup dalam kesulitan dan ancaman kematian fisik, namun Tuhan Yesus sudah memusnahkan sengat maut dan mengubah (yang disebut orang dunia sebagai tragedi) kematian menjadi kemenangan.
Jadi seharusnya perkataan Tuhan Yesus berikut ini meneduhkan hati kita: Akulah kebangkitan dan hidup; barang siapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini? (Yohanes 11:25-26).
2. Kedua, kebangkitan Kristus mengubah setiap orang percaya menjadi pribadi yang dinamis dan efektif pada zamannya.
Perhatikan, setelah ayat-ayat sebelumnya membahas mengenai aspek doktrinal yang ketat, rasul Paulus tiba-tiba menutup perikop ini dengan dorongan yang sangat praktis sekali: Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia (1Korintus 15:58).
Frasa berdirilah teguh (Yun. hedraios; stand firm; dari akar kata hedra, seat, chair, tempat duduk, kursi) menunjuk pada sebuah posisi kehidupan yang kokoh seperti posisi seorang pegulat yang berdiri dengan mantap bagaikan seseorang yang sedang terduduk. Ini adalah penggambaran Paulus bagi orang percaya yang memiliki keyakinan yang stabil dan permanen pada kebangkitan Kristus. Sedangkan frasa jangan goyah (Yun. ametakinetoi; Let nothing move you; NIV) mempunyai arti tidak bergerak atau tidak bergeser pada lokasi di mana seseorang berakar.
Artinya, bila seseorang beriman pada kebangkitan Kristus, ia tidak mudah menjadi ragu, terombang-ambingkan, atau dikecewakan oleh kesulitan atau situasi apa pun di sekitarnya. Setelah orang percaya memiliki pijakan yang kokoh pada kebangkitan Kristus, mereka didorong untuk giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan.
Saya suka dengan terjemahan New Living Translation yang membuat maknanya menjadi semakin jelas: Always work enthusiastically for the Lord, for you know that nothing you do for the Lord is ever useless ( Bekerjalah selalu dengan antusias untuk Tuhan, karena kamu tahu bahwa tidak ada suatu pun yang kau kerjakan bagi Tuhan akan menjadi sia-sia ).
Itulah sebabnya gereja mula-mula amat sangat giat melakukan penginjilan dan pekerjaan misi terus menerus (persis seperti himbauan Paulus giatlah selalu ; Yun. perisseuo berbentuk present participle active, yang menandakan giatnya orang percaya harus secara konsisten berjalan terus menerus). Bahkan ada tafsiran yang mengungkapkan bahwa giatnya jemaat mula-mula melampaui tuntutan yang diberikan kepada mereka, dan mereka mengerjakannya dengan sukacita dan semangat yang besar.
Akhirnya semua yang dikerjakan gereja mula-mula jerih payah [mereka] tidak sia-sia ( for you know that nothing you do for the Lord is ever useless ). Istilah jerih lelah (Yun. kopos; toil) sering dipergunakan Paulus ketika ia berbicara tentang pekerjaan misi (1Korintus 3:8; 1Tesalonika 2:9; bdk. Yohanes 4:38). Maksudnya, gereja atau orang Kristen yang sungguh percaya pada kebangkitan Kristus dan bergiat dalam pekerjaan misi dan penginjilan, segala jerih payah [mereka] tidak sia-sia, dalam arti mereka akan memperoleh balasan (reward) pada hari Tuhan nanti.
Kata sia-sia (Yun. kenos; in vain) dapat diterjemahkan tangan hampa (bdk. Markus 12:3; empty-handed), yang memiliki arti sebuah pekerjaan tidak ada artinya, tidak berbuah, tidak efektif, dan tidak ada hasilnya. Dengan demikian, Paulus sebetulnya hendak menekankan yang sebaliknya: Kita yang tergerak bekerja bagi Tuhan (apalagi yang mati-matian bekerja melampaui tuntutan yang dicanangkan), kita harus Konfiden semua itu bukan sesuatu yang hampa, tidak bermanfaat, apalagi buang-buang waktu dan tenaga, melainkan semuanya itu ada artinya, ada buahnya, ada hasilnya, dan ada Reward dari Tuhan yang sifatnya kekal dan tidak dapat dinilai dengan apa pun juga.
Saya rasa perkataan ini benar sekali: No cross, no Christianity; no resurrection, no church; no church, no mission and evangelism ( Tidak ada salib, tidak ada kekristenan; tidak ada kebangkitan, tidak ada gereja; tidak ada gereja, tidak ada misi dan penginjilan ). Kebangkitan Kristus sudah melahirkan gereja dengan jemaat-jemaat yang dinamis dan efektif buat sepanjang zaman (lih. Kisah Para Rasul2:41-47; 4:31; 5:14, 42; 6:7; 9:31; 11:19-21, 26; 13:49).
Mereka memberikan teladan yang indah berupa kesediaan mereka untuk berkorban dalam segala situasi, yaitu: beribadah di bawah tanah, tidak masalah bagi mereka dan jemaat malah bertambah banyak; mengalami penganiayaan di berbagai wilayah Romawi selama puluhan tahun, tidak melunturkan iman kepercayaan mereka pada Kristus yang tersalib dan bangkit itu.
Bahkan, gereja mula-mula mengubah tantangan dan kesulitan menjadi peluang dan kesempatan untuk melakukan misi dan penginjilan; dan hebatnya adalah: semakin banyak hambatan dan penganiayaan yang mereka alami, gereja mula-mula semakin giat melaksanakan misi dan penginjilan.
Sungguh, kita yang bernaung di bawah sinode, gereja, yayasan, seminari, dan lembaga Kristen pada masa kini, harus merasa malu bila dibandingkan dengan kedinamisan, keuletan, kesediaan berkorban, kesetiaan, dan satu lagi, keberanian gereja mula-mula. Mereka berani memikul risiko di tengah kesulitan dan hambatan, dan tetap menggenapkan panggilan dan tugas utama gereja, yaitu misi dan penginjilan. Punyakah saudara dan saya semangat, jiwa, kesetiaan, dan keberanian berkorban seperti itu, khususnya di tengah dunia yang diterpa wabah virus corona?
Ini adalah kesempatan yang besar bagi saudara dan saya untuk bekerja secara antusias dan maksimal bagi Tuhan di tengah kesulitan yang melanda bangsa kita dan warga dunia saat ini. Jerih payah kita yang mau dan berani melakukan misi dan penginjilan pada masa yang tidak menentu sekarang ini akan ada artinya, akan ada buahnya, akan ada hasilnya, dan akan ada reward-nya di hadapan Dia yang sudah bangkit itu!