MAZMUR 51:1-8 (PERMOHONAN TOBAT DAUD)

Matthew Henry.

Judulnya mengacu pada sebuah kisah yang sangat menyedihkan, yaitu tentang kejatuhan Daud. Namun meskipun jatuh, dia tidak sampai tergeletak, sebab dengan penuh belas kasihan Allah menopang dan mengangkatnya.

1. Dosa yang diratapi Daud dalam mazmur ini adalah kebodohan dan kejahatan yang telah dilakukannya dengan istri sesamanya. Ini suatu dosa yang tidak akan dibicarakan atau dipikirkan tanpa rasa jijik. Perbuatan asusila yang dilakukannya dengan Batsyeba merupakan jalan masuk bagi semua dosa lain yang selanjutnya. Bagaikan air yang dibiarkan mengucur. Dosa Daud ini dicatat sebagai peringatan bagi semua orang, agar siapa saja yang menyangka bahwa ia teguh berdiri, perlu berhati-hati supaya tidak jatuh.
MAZMUR 51:1-8 (PERMOHONAN TOBAT DAUD)
2. Pertobatan yang diungkapkannya dalam mazmur ini dipicu oleh pelayanan Natan yang diutus Allah untuk menyadarkan Daud atas dosanya, setelah lebih dari sembilan bulan waktu berlalu (menurut apa yang terlihat) tanpa ada pernyataan tertentu dari Daud yang menunjukkan bahwa ia menyesal dan berdukacita akibat perbuatannya. Namun, meskipun Allah membiarkan umat-Nya jatuh ke dalam dosa dan berkubang di dalamnya selama beberapa waktu, dengan suatu cara Dia akan mempertobatkan mereka, membawa mereka kembali kepada-Nya dan menyehatkan kembali akal budi mereka. 

Dalam hal ini, secara umum Dia menggunakan pelayanan perkataan, namun demikian Dia tidak terikat pada cara tersebut. Walaupun begitu, siapa yang sudah jatuh dalam pelanggaran apa saja harus menganggap sebuah teguran yang tulus sebagai kebaikan tertinggi yang dapat dilakukan baginya, dan seorang penegur yang bijak harus dianggapnya sebagai sahabat terbaik. Baiklah aku dipalu oleh orang yang benar, maka ia itu seperti minyak pada kepalaku(tb).

3. Daud, yang telah disadarkan atas dosanya, mencurahkan isi hatinya kepada Allah melalui doa untuk memohon belas kasihan dan anugerah. Ke manakah anak-anak yang murtad akan kembali selain kepada Tuhan Allah mereka, yaitu terhadap siapa mereka murtad, serta satu-satunya pribadi yang sanggup memulihkan mereka dari kemurtadan?

4. Bagaimana sikap batinnya terhadap Allah akibat peristiwa ini, ia tuangkan, melalui pewahyuan ilahi, ke dalam bentuk sebuah mazmur. Ini dilakukan supaya kejadian ini bisa sering diingat-ingat dan direnungkan kembali lama sesudahnya. Mazmur ini dipercayakannya kepada pemimpin biduan untuk dinyanyikan dalam ibadah bersama jemaat.

(1) Sebagai pengakuan akan pertobatannya sendiri. Karena dosanya telah diketahui secara luas, dia ingin agar pertobatannya juga diketahui oleh khalayak umum, supaya pembalut luka itu sama lebarnya dengan luka itu sendiri. Siapa yang sungguh-sungguh bertobat dari dosa-dosanya, tidak akan malu mengakui pertobatannya. Namun, karena telah kehilangan kehormatan sebagai seorang yang tidak bersalah, ia akan lebih mengidam-idamkan kehormatan sebagai seorang petobat.

(2) Sebagai teladan bagi orang lain, baik untuk mempertobatkan mereka melalui contoh yang ditunjukkannya, maupun untuk mengajarkan apa yang harus mereka perbuat dan katakan ketika mereka bertobat. Setelah dirinya sendiri bertobat, dia lantas menguatkan saudara-saudaranya (Lukas 22:32), dan justru karena itu dia dikasihani (1Timotius 1:16).

Dalam ayat-ayat ini terdapat,

. Permohonan Daud yang rendah hati (Mazmur 51: 3-4). Doanya hampir sama dengan doa yang ditaruh Juru selamat kita ke dalam mulut si pemungut cukai yang bertobat di dalam perumpamaan itu,“Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” (Lukas 18:13). Dalam banyak hal, Daud merupakan seorang yang sangat terpuji. Dia tidak saja sudah berbuat banyak untuk Allah, tetapi juga sudah banyak menderita bagi Allah. Namun demikian, ketika disadarkan akan dosanya, dia tidak mengusulkan untuk menimbang perbuatan jahatnya dengan perbuatan baiknya. 

Tidak juga ia pertimbangkan bahwa semua pelayanannya bisa menebus pelanggarannya. Dia justru lari memohon belas kasihan Allah yang tak terbatas, dan hanya bergantung pada rahmat-Nya itu untuk memperoleh pengampunan dan damai sejahtera, “Kasihanilah aku, ya Allah!” Dia mengakui bahwa dirinya dimurkai oleh keadilan Allah, dan oleh karena itu dia menyerahkan diri pada belas kasihannya. Orang yang terbaik di dunia sekalipun pasti akan binasa seandainya Allah tidak mengasihaninya.

Perhatikan:

1. Bagaimana dia memohon pengampunan ini, 

“Kasihanilah aku, ya Allah! Bukan karena aku terlahir sebagai orang terhormat, sebagai keturunan raja dari bani Yehuda, bukan karena apa yang kuperbuat bagi orang banyak sebagai pahlawan bangsa Israel, atau karena kehormatanku di kalangan rakyat sebagai raja Israel.” Dasar permohonannya bukan Ingatlah, ya TUHAN, kepada Daud dan segala penderitaannya, bagaimana dia bernazar untuk membangun tempat bagi tabut (Mazmur 132:1-2). 

Seorang petobat yang sejati tidak akan menyebutkan hal-hal semacam itu, melainkan “Kasihanilah aku oleh karena kasih setia-Mu. Aku tidak memohon apa-apa kepada-Mu selain,”

(1) “Belas kasihan-Mu yang diberikan secara cuma-cuma menurut kasih setia-Mu, kemurahan hati-Mu serta kebaikan sifat-Mu, yang menggerakkan Engkau untuk mengasihani orang yang sengsara.”

(2) “Belas kasihan-Mu yang melimpah. Di dalam Engkau tidak sekadar ada kasih setia dan rahmat, tetapi semuanya itu ada berlimpah-limpah. Dalam Engkau ada rahmat yang besar untuk mengampuni banyak pendosa dari banyak dosa. Engkau melipatgandakan pengampunan ketika kami melipatgandakan kejahatan.”

2. Belas kasihan apa yang dimintanya secara khusus, pengampunan dosa. 

Hapuskanlah pelanggaranku, seperti utang dihapuskan atau dicoret dari buku catatan karena orang yang berutang itu telah melunasinya atau karena si pemberi utang telah membatalkannya. “Lenyapkanlah pelanggaranku, agar pelanggaranku itu tidak menuntut penghakiman atasku, atau menatap wajahku sampai aku kebingungan dan ketakutan.”Darah Kristus, yang dipercikkan pada batin untuk memurnikan dan menenteramkannya, menghapuskan pelanggaran itu. 

Dan setelah memperdamaikan kita dengan Allah, darah itu memperdamaikan kita dengan diri kita sendiri (Mazmur 51: 4). “Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, bersihkanlah jiwaku dari kesalahan dan noda akibat dosaku dengan belas kasihan dan anugerah-Mu, karena hanya air penyuci sajalah yang sanggup menahirkan aku dari kecemaran lahiriah. Basuhlah aku banyak-banyak. Noda itu melekat dalam-dalam, karena aku sudah lama terendam dalam kesalahanku, sehingga tidak mudah dihilangkan. Oh, bersihkanlah aku sehebat-hebatnya, bersihkanlah aku seluruhnya. Tahirkanlah aku dari dosaku.” Dosa membuat kita cemar, mengakibatkan kita tampak menjijikkan di mata Allah yang kudus, dan membuat kita merasa tidak nyaman dengan diri kita sendiri. 

Dosa menghalangi kita untuk bersekutu dengan Allah di dalam anugerah dan kemuliaan. Ketika Allah mengampuni kita, Dia membersihkan kita dari dosa supaya kita berkenan di hadapan-Nya, merasa nyaman dengan diri kita sendiri, dan bebas menghampiri-Nya. Sejak awal ketika Daud menyatakan pertobatannya, Natan telah meyakinkannya bahwa dosanya telah diampuni. Tuhan telah menjauhkan dosamu itu, engkau tidak akan mati(2 Samuel 12:13). 

Namun demikian, dia tetap berdoa, Bersihkanlah aku, tahirkanlah aku, hapuskanlah pelanggaranku. Sudah selayaknyalah jika Allah bahkan dicari-cari untuk sesuatu yang telah dijanjikan-Nya. Dan siapa yang dosanya telah diampuni harus berdoa agar pengampunan itu dapat menjadi semakin nyata bagi mereka. Allah sudah mengampuninya, namun dia tidak bisa mengampuni dirinya sendiri, sehingga dia mendesak-desak supaya diampuni, sebagai seorang yang menganggap dirinya sendiri tidak layak untuk menerima pengampunan dan tahu bagaimana cara menghargainya.

II. Pernyataan pertobatan Daud (Mazmur 51: 5-7).

1. Dia mengakui kesalahannya di hadapan Allah dengan bebas hati, aku sendiri sadar akan pelanggaranku. Daud sadar sebelumnya bahwa hanya inilah jalan satu-satunya untuk menenangkan batinnya (Mazmur 32:4-5). Berkatalah Natan, Engkaulah orang itu! Benar, jawab Daud, aku sudah berdosa.

2. Perasaannya begitu mendalam terhadap dosanya sehingga dia terus-menerus memikirkannya dengan sedih dan malu. Penyesalan Daud atas dosanya bukan sekadar emosi sesaat, melainkan suatu dukacita yang bercokol di dalam batinnya, “Aku senantiasa bergumul dengan dosaku, yang merendahkan dan mematikan aku. Aku dibuatnya malu dan gemetar tak henti-hentinya. Dosaku senantiasa melawan aku”(demikian menurut beberapa orang). “Aku melihatnya di hadapanku seperti musuh yang mendakwa dan mengancamku.” 

Dalam setiap kesempatan, Daud selalu dibuat teringat akan dosanya, dan ia rela seperti ini, supaya semakin direndahkan. Dia tidak pernah berjalan-jalan di atas sotoh istananya tanpa teringat dengan penuh penyesalan akan pengalamannya yang tidak menyenangkan itu, ketika dari situ dia melihat Batsyeba. Saat berbaring untuk tidur, tak pernah pikirannya tidak merana tentang perbuatan cemarnya di atas ranjangnya. Saat duduk hendak makan, saat mengutus hambanya untuk suatu keperluan, atau mengambil pena untuk menulis, tak pernah pikirannya lepas dari perbuatannya yang membuat Uria mabuk, pesan dengan bahaya tersembunyi yang dikirimkannya melalui Uria, serta surat perintah maut yang ditulis dan ditandatanganinya untuk membunuh Uria. 

Perhatikan, tindakan-tindakan pertobatan, bahkan untuk dosa yang sama, harus sering diulang-ulang kembali. Ada baiknya jika kita senantiasa menempatkan dosa-dosa kita di hadapan kita, supaya dengan mengingat dosa-dosa kita di masa lampau itu, kita bisa tetap rendah hati, waspada terhadap godaan, siap sedia untuk melaksanakan tugas dan memikul salib dengan sabar.

(1) Dia mengakui pelanggaran yang telah dilakukannya (Mazmur 51: 6), Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa. Daud adalah orang yang sangat hebat. Tetapi meskipun demikian, setelah berbuat salah dia tunduk pada hukuman yang harus dijalani oleh seorang petobat, dan tidak menganggap bahwa martabatnya sebagai seorang raja bisa meloloskan dia dari hukuman. Orang kaya dan orang miskin pasti akan bertemu di sini. 

Hanya ada satu hukum pertobatan yang berlaku bagi keduanya. Orang besar pun pasti akan segera dihakimi, oleh karena itu lebih baik ia menghakimi dirinya sendiri sekarang juga. Daud adalah orang yang sangat baik, tetapi meskipun demikian, setelah berbuat dosa dengan rela ia menempatkan dirinya sendiri di tempat seorang petobat. Begitulah, orang terbaik, jika ia bertobat, harus memberikan contoh pertobatan yang terbaik pula.

[1] Pengakuannya dinyatakan secara terperinci; “Aku telah melakukan apa yang Kauanggap jahat, sehingga sekarang aku ditegur, sedangkan batinku juga mengecam aku karenanya.” Perhatikan, adalah baik jika kita mengakui dosa kita secara terperinci, supaya kita bisa lebih jelas dalam memohonkan pengampunan, dan dengan begitu kita bisa lebih terhibur pula. Kita harus merenungkan sumber-sumber khusus penyebab dosa-dosa kelemahan kita serta keadaan-keadaan khusus yang memicu dosa-dosa besar kita.

[2] Dia menegaskan dengan hebat dosa yang diakuinya dan memikulkan bebannya ke atas dirinya, Terhadap Engkau, dan menurut anggapan-Mu(kjv: “di mata-Mu” –pen.). Tampaknya dari sinilah Juru selamat kita mengutip pengakuan dosa yang ditaruh-Nya di dalam mulut si anak yang hilang dan kembali lagi itu, Aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa (Lukas 15:18). Ada dua hal yang diratapi Daud tentang dosanya,

Pertama, dosa itu dilakukan terhadap Allah. Dialah yang ditentang, dan Dialah pihak yang disalahi. Kebenaran-Nyalah yang kita sangkal dengan dosa yang kita buat dengan sengaja. Perilaku-Nyalah yang kita lecehkan. Perintah-Nyalah yang kita langgar. Janji-Nyalah yang tidak kita percayai. Nama-Nyalah yang kita permalukan. Kepada-Nyalah kita berlaku tidak jujur dan tulus hati. Dari pokok bahasan inilah Yusuf mengemukakan pendapatnya bahwa ia sungguh-sungguh menentang dosa (Kejadian 39:9), dan juga dari pemikiran inilah Daud di sini sungguh menekankan betapa besar dosanya, terhadap Engkau saja. Ada sebagian orang yang menafsirkan bahwa kata-kata Daud ini menunjuk pada hak istimewa mahkotanya. 

Maksudnya, sebagai raja dia tidak bertanggung jawab kepada siapa pun selain kepada Allah. Akan tetapi, sesuai dengan keadaan hatinya saat itu, lebih sesuai untuk menganggap bahwa pernyataannya itu mengungkapkan penyesalan mendalam jiwanya atas dosanya, dan bahwa penyesalan itu dikemukakan di atas dasar yang benar. Dalam perkara ini dia telah berdosa terhadap Batsyeba dan Uria, terhadap jiwa, tubuh dan keluarganya sendiri, terhadap kerajaannya dan terhadap jemaat Allah. Semua ini membantunya untuk merendahkan diri. 

Namun, dosanya terhadap semua ini tidak seberapa dibandingkan dengan dosanya terhadap Tuhan. Dan atas dosa terhadap Allah inilah ia sungguh menekankan penyesalannya dengan nada penuh nestapa, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa.

Kedua, dosa itu dilakukan di mata Allah. “Ini tidak hanya membuktikan bahwa dosa itu dilakukan olehku, tetapi juga menunjukkan bahwa dosa tersebut luar biasa jahat.” Kita harus merendahkan diri karena semua dosa itu telah dilakukan di mata Allah, yang berarti bahwa kita tidak percaya akan kemahahadiran-Nya atau meremehkan keadilan-Nya.

[3] Dia membenarkan Allah atas putusan yang dijatuhkan kepadanya, yaitu bahwa pedang tidak akan menyingkir dari keturunannya (2 Samuel 12:10-11). Dia berterus terang mengakui dosanya dan menegaskan betapa besarnya dosa itu, bukan hanya supaya dia sendiri diampuni, melainkan juga supaya dengan pengakuannya itu dia bisa memuliakan Allah.

Pertama, bahwa Allah sungguh benar dengan mengecam dia melalui Natan. “Tuhan, aku tidak dapat berkata apa-apa untuk menentang kebenaran kecaman Natan itu. Aku layak menerima apa yang diancamkan kepadaku itu, dan bahkan seribu kali lebih parah dari itu.” Eli juga menerima ancaman serupa dengan patuh (1 Samuel 3:18), Dia Tuhan. Juga Hizkia (2 Raja-raja 20:19), Sungguh baik firman Tuhan yang engkau ucapkan itu!

Kedua, bahwa Allah bisa bersikap terang-terangan saat Dia menjatuhkan penghakiman, yaitu ketika Dia melaksanakan ancaman-ancaman-Nya. Daud menyatakan pengakuan dosanya di muka umum, supaya bila di kemudian hari dia harus mengalami kesukaran, tidak akan ada yang berkata bahwa Allah telah berlaku tidak adil terhadapnya, karena dia mengakui bahwa Allah itu benar. Demikianlah, semua petobat yang sejati akan membenarkan Allah dengan mempersalahkan diri mereka sendiri. Engkaulah yang benar dalam segala hal yang menimpa kami.

(2) Dia mengakui asal mula kejahatannya (Mazmur 51: 7), Sesungguhnya(kjv: Lihat– pen.), dalam kesalahan aku diperanakkan. Dia bukan menyuruh Allah untuk melihat atau mempertimbangkan alasannya ini, melainkan menyuruh dirinya sendiri. “Mari, jiwaku, lihatlah batu dari mana aku dipahat, dan engkau akan mendapati bahwa aku dibentuk dalam kesalahan. 

Seandainya saja aku menyadari hal ini benar-benar, aku tidak akan sembarangan bermain-main dengan godaan, atau bermain-main dengan percikan api di dalam hatiku yang mudah terbakar ini; sehingga, dosa tersebut bisa dicegah. Biarlah aku merenungkan keadaanku itu sekarang, bukan untuk mencari-cari alasan atau untuk menyepelekan dosaku dengan berkata, “Tuhan, aku memang telah melakukannya, tetapi sungguh aku tidak mampu menahannya, kehendakkulah yang menuntunku untuk melakukannya” (permohonan doa seperti ini keliru, karena sesungguhnya dengan bersikap waspada, memperhatikan dengan benar serta memanfaatkan anugerah Allah, dia akan mampu menahannya. 

Karena itu, pernyataan tersebut tidak akan pernah diucapkan oleh seorang petobat yang sejati). Sebaliknya, “Biarlah aku merenungkan keadaan bersalahku sejak diperanakkan itu sebagai tindakan untuk lebih menegaskan bahwa dosaku teramat besar, Tuhan, aku tidak hanya bersalah dalam hal perzinahan dan pembunuhan, tetapi juga memiliki kecenderungan secara alami untuk berzina dan membunuh. Aku jijik kepada diriku sendiri.” Di tempat lain, Daud berbicara tentang tubuhnya yang dibentuk secara menakjubkan (Mazmur 139:14-15); tubuhnya direkam (kjv: “dibentuk dengan sangat teliti” –pen.). Namun, di sini dia berkata bahwa dia diperanakkan dalam kesalahan. 

Dosa menyelinap masuk ke dalam tubuh itu, bukan ketika tubuh itu keluar dari tangan Allah, melainkan ketika tubuh itu keluar dari kandungan orang tua kita. Di tempat lain, dia berbicara tentang kesalehan ibunya, bahwa ibunya itu adalah hamba perempuan-Nya, dan dia mengajukan permohonan dengan mengemukakan hubungan antara dia dan ibunya sebagai alasan (Mazmur 116:16; 86:16). 

Namun demikian, di sini dia berkata bahwa dalam dosa dia dikandung ibunya, karena meskipun melalui anugerah, ibunya adalah anak Allah, secara jasmani dia adalah anak Hawa, dan karena itu tidak luput dari tabiat yang umum dimiliki semua manusia. Perhatikan, setiap kita harus dengan sedih meratapi kenyataan bahwa kita dilahirkan ke dalam dunia dengan kodrat yang sudah rusak, telah mengalami kemerosotan secara tajam dari kemurnian dan kebenaran yang ada pada mulanya. Sejak lahir kita membawa perangkap-perangkap dosa di dalam tubuh kita, benih-benih dosa di dalam jiwa kita, dan noda dosa pada keduanya. 

Inilah yang kita sebut dengan dosa asali, karena dosa itu sudah sama tuanya dengan asal usul kita, dan karena dosa itu merupakan asal semua pelanggaran yang kita lakukan. Inilah kebodohan yang terikat dalam hati seorang anak, suatu kecenderungan untuk berbuat jahat dan kelambanan untuk berbuat baik. Kebodohan ini menjadi beban bagi seseorang untuk bisa dilahirkan kembali, dan membawa kebinasaan bagi orang yang tidak bersedia untuk dilahirkan kembali. Kebodohan ini merupakan suatu kecenderungan untuk murtad dari Allah.


III. Daud mengakui anugerah Allah (Mazmur 51: 8), yaitu maksud baik-Nya terhadap kita. “Engkau berkenan akan kebenaran dalam batin, Engkau hendak menjadikan kami semua jujur dan tulus, dan bersungguh-sungguh dengan pengakuan kami.” Juga pekerjaan-Nya yang baik di dalam diri kita, “dengan diam-diam Engkau telah memberitahukan,” atau akan memberitahukan “hikmat kepadaku.”

Perhatikan:

1. Kebenaran dan hikmat mampu menjadikan seseorang menjadi baik. Kepala yang jernih dan hati yang sehat (kebijaksanaan dan ketulusan) menunjukkan bahwa manusia kepunyaan Allah sempurna adanya.

2. Apa yang diminta Allah dari kita, dikerjakan-Nya sendiri di dalam diri kita. Dan Dia mengerjakannya secara teratur, yakni mencerahkan pikiran, dan pada akhirnya mencapai kehendak. Namun, apa hubungannya hal ini di sini?

(1) Dengan ini Allah dibenarkan dan dibebaskan dari tuduhan, “Tuhan, bukan Engkau yang menyebabkan aku berdosa, Engkau tidak akan dipersalahkan, melainkan aku sendirilah yang harus menanggungnya. Engkau telah berulang kali menasihati agar aku tetap murni, dan telah memberitahuku bahwa seandainya aku merenungkannya sungguh-sungguh, aku tidak perlu jatuh ke dalam dosa ini. Kalau saja aku memanfaatkan anugerah yang telah Engkau berikan kepadaku, aku akan tetap bersih.”

(2) Dengan ini dosanya dipandang semakin besar, “Tuhan, Engkau berkenan akan kebenaran. Namun, di manakah kebenaran itu ketika aku memperdayai Uria? Engkau memberitahukan hikmat kepadaku. Namun, aku tidak hidup sesuai dengan apa yang telah kuketahui.”

(3) Dengan ini Daud menjadi berbesar hati dalam pertobatannya untuk berharap bahwa Allah mau berkenan menerima dirinya, karena,

[1] Allah telah menjadikan dia bersungguh-sungguh dalam janjinya untuk tidak bertindak bodoh lagi, Engkau berkenan akan kebenaran dalam batin. Inilah yang dilihat Allah pada seorang pendosa yang bertobat, yaitu bahwa dia tidak berjiwa penipu(Mazmur 32:2). Daud meyakini bahwa pertobatannya jujur di hadapan Allah, karena itu dia tidak ragu bahwa Allah akan menerimanya.

[2] Dia berharap agar Allah memampukannya untuk menepati janjinya. Ia berharap agar di dalam batinnya, yaitu di dalam manusia yang baru, yang disebut dengan manusia batiniah yang tersembunyi (1 Petrus 3:4), Allah akan memberitahukan hikmat kepadanya, untuk mengenali dan menghindari rancangan si penggoda di lain waktu. Beberapa orang menafsirkannya sebagai suatu doa, “Tuhan, dalam peristiwa ini, aku telah bertindak dengan bodoh. Untuk masa yang akan datang beritahukanlah hikmat kepadaku.” Di mana ada kebenaran, di situ Allah akan memberikan hikmat. Siapa yang berusaha melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh akan diajar tentang tugasnya. MAZMUR 51:1-8 (PERMOHONAN TOBAT DAUD)
Next Post Previous Post