KEHENDAK ALLAH DALAM ALAM SEMESTA (ROMA 11: 33-36)

Pdt. DR. Stephen Tong

MENGETAHUI KEHENDAK ALLAH

BAB II : KEHENDAK ALLAH DALAM ALAM SEMESTA

“O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Roma 11 :33-36)
KEHENDAK ALLAH DALAM ALAM SEMESTA
Alkitab dengan jelas berkata bahwa Allah adalah Allah yang transenden. Allah yang melampaui segala keberadaan di dalam dunia dan yang juga melampaui waktu dan ruang. Dalam penciptaan, Allah menciptakan segala sesuatu. Tetapi sebelum menciptakan segala sesuatu, Allah terlebih dahulu menciptakan wadah untuk menaruh segala sesuatu yang bersifat materi. Ia juga menciptakan hal-hal yang melampaui benda-benda. Allah juga menciptakan dunia roh dan juga dunia materi. Penciptaan materi ini diletakkan dalam wadah waktu dan ruang.

Waktu dan ruang ini pun adalah ciptaan Tuhan. Allah yang menciptakan segala sesuatu ini dengan sendirinya melampaui segala yang Ia ciptakan itu. Hal ini disebut sebagai sifat transenden Allah. Allah yang melampaui segala sesuatu tidak terikat oleh segala sesuatu, dan tidak terbelenggu di dalam segala sesuatu. Ia adalah Allah yang menjadi sumber dan sasaran dari segala sesuatu.

“Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia” (Roma 11:36). Di sini kita melihat bahwa Dia adalah sumber, penopang, dan sasaran dari segala sesuatu. Kalau kita mau mengerti kehendak Allah sampai tuntas dan melalui sifat transenden Allah melihat segala sesuatu, maka kita tidak akan pernah merasa sebagai sesuatu yang terhilang di tengah-tengah alam semesta. Kita melihat adanya satu kemungkinan kesalah-mengertian yang ditimbulkan oleh theologi tradisional yang hanya menekankan tentang Allah sebagai Pencipta, tetapi tidak menghargai Dia sebagai Yang menopang segala sesuatu.

(1) Bukankah Allah Pencipta Alam Semesta?

Lebih dari dua ratus tahun yang lalu di Inggris terbentuklah semacam pemikiran yang dipelopori oleh seorang bernama Herbert dari satu kota kecil bernama Cherbury. Ia memulai suatu teori Deisme yang memikirkan bahwa Allah ada dan menciptakan segala sesuatu. Tetapi setelah Allah menciptakan segala sesuatu. Allah membiarkan segala sesuatu itu hidup dan mati sendiri. Allah hanya dipakai sebagai satu titik permulaan keberadaan segala sesuatu, dan sesudah itu Allah tidak lagi campur tangan dan tidak lagi memelihara segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya.

Teori ini sangat populer dan diterima baik, khususnya oleh kaum intelektual abad lalu. Mereka tidak mau lagi terikat pada gereja yang masih percaya bahwa Allah yang Mahakuasa dan yang telah menciptakan segala sesuatu, memelihara apa yang telah Ia ciptakan itu, campur tangan dalam hidup yang nyata dan dalam kehidupan secara pribadi. Mereka tetap percaya bahwa Allah ada dan percaya bahwa Allah adalah Pencipta, tetapi mereka tidak percaya bahwa Allah yang telah mencipta tetap campur tangan dalam apa yang telah Ia ciptakan.

Mengapa hal seperti ini dapat diterima baik oleh kaum intelektual? Karena ada banyak hal yang tidak kita mengerti! Kalau Allah ada, mengapa Ia membiarkan bencana bencana alam terjadi? Kalau Allah ada, mengapa Ia membiarkan orang baik menderita dan orang jahat bertambah kaya? Mengapa banyak ketidakadilan terjadi? Hal-hal seperti ini sulit dimengerti manusia, dan akibatnya pikiran manusia yang terbatas menerima pikiran deisme, yang percaya bahwa sesudah menciptakan segala sesuatu, kemudian Allah membiarkan ciptaan-Nya berjalan sendiri.

Jikala kita percaya bahwa Allah campur tangan dalam kehidupan manusia dan jikalau memang sulit untuk menjelaskan semua fenomena yang ada, lalu mengapa kita harus tetap memelihara kepercayaan bahwa Allah itu ada dan Ia adalah Pencipta? Bukankah orang-orang atheis dan komunis lebih jujur dengan pendapat mereka yang mengatakan bahwa Allah tidak ada? Sementara itu orang Deisme tidak bisa tidak mengatakan bahwa Allah itu ada dan mencipta. Mereka jujur dalam banyak hal, sebab kalau Allah tidak ada, maka banyak hal dalam kehidupan manusia yang tidak dapat diselesaikan oleh pengertian manusia.

Kaum intelektual yang mendewakan rasio mungkin hanya karena terlalu sulit untuk menjelaskan banyak hal melalui pikiran manusia yang terbatas. Tetapi mereka yang menganggap diri jujur tidak mau mengakui hal ini, akhirnya menjadi atheis dan komunis. Kedua kelompok ini tidak pernah mungkin menyelesaikan begitu banyak masalah yang timbul di dalam hidup manusia.

(2) Berbicarakah Allah Kepada Manusia Ciptaan-Nya?

Kalau kita mau mengetahui, mengakui, dan tunduk kepada Firman Tuhan, maka kita harus mengakui bahwa Allah bukan saja ada dan mencipta, tetapi kita juga harus mengakui bahwa Allah menjalankan kehendak-Nya dalam dunia ciptaan-Nya. Pengertian tentang kehendak Allah bukan hanya sekedar pengetahuan sepele, misalnya karena takut salah dalam mencari pacar, baru mencari kehendak Allah; atau karena khawatir salah memilih pekerjaan, sehingga mencari kehendak Allah.

Saya banyak menerima pertanyaan semacam ini baik di Amerika, Asia, Australia, maupun Eropa. Begitu banyak pemuda-pemudi yang menanyakan tentang kehendak Allah yang kalau mau ditelusuri lebih jauh, pertanyaan-pertanyaan mereka itu kebanyakan hanya tergolong dalam dua kategori, yaitu kalau mereka mau menikah dan waktu mencari pekerjaan atau sekolah. Sebagai orang Kristen yang mau mengerti tentang theologi Reformed, kita harus mengerti kehendak Allah itu sebagai satu tema yang besar sekali, jauh lebih besar dari apa yang dapat kita pikirkan. Itulah sebabnya Paulus mengatakan, “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya.” Itu karena Allah adalah Allah yang transenden.

Akan tetapi kalau kita hanya berpegang pada sifat transenden Allah dan menolak sifat imanen Allah, maka berarti kita tidak tahu bahwa Allah yang mencipta adalah juga Allah yang ikut campur tangan dan mengerti segala pergumulan kita di dalam keberadaan kita masing-masing, Itulah sebabnya orang Kristen harus memiliki pengertian secara total, sehingga kita menjadi orang-orang yang bertanggung jawab.

Pada bab pertama kita membicarakan tentang kemungkinan untuk mengetahui kehendak Allah. Orang Agnostik mengatakan bahwa kita tidak mungkin mengetahui kehendak Allah karena hal-hal seperti itu terlalu mendasar dan mempunyai kesulitan yang sangat ekstrem, sehingga “realitas ultimat” itu tak akan mungkin dimengerti. Pikiran itu adalah pikiran dari Sir Herbet Spencer dan Thomas Henry Huxley dari Inggris.

Sebagai orang Kristen kita berpegang pada ajaran bahwa kita mungkin mengetahui kehendak Allah. Kehendak Allah akan dinyatakan kepada mereka yang rela menundukkan diri kepada Allah. Calvin mengatakan, “Nothing is greater than the will of God except God Himselft” (Tidak ada yang lebih besar daripada kehendak Allah kecuali Allah sendiri). Kehendak Allah bukan sesuatu yang sepele dan dapat ditemukan dalam sudut-sudut pengalaman hidup kita yang kecil-kecil. Tetapi, kehendak Allah merupakan suatu ekspansi dari apa yang ada di dalam rencana kekal Allah, sehingga kehendak Allah merupakan yang terbesar dibandingkan dengan segala sesuatu, kecuali dibandingkan dengan diri Allah yang menjadi dasar dari kehendak Allah itu sendiri. Allah begitu besar dan begitu agung, dan kehendak Allah ini mengakibatkan tindakan Allah terwujud.

Yang dikehendaki oleh Tuhan dikerjakan oleh-Nya, apa yang dikehendaki-Nya dari dalam diri-Nya kemudian diwujudkan keluar. Di dalam penciptaan, penebusan, pemeliharaan, penopangan, dan penghakiman Tuhan, kita melihat kehendak Tuhan itu dinyatakan. Semua itu merupakan karya Tuhan. Karya itu merupakan tindakan Allah yang berwujud. Kehendak Allah dinyatakan melalui Firman-Nya dan kuasa Allah menggenapi apa yang dikehendaki-Nya.

(3) Kehendak Allah Atas Penciptaan Alam Semesta

Perkataan Tuhan merupakan ekspresi dari kehendak-Nya dan kuasa Tuhan menggenapi kehendak-Nya. Di dalam penciptaan, orang Kristen percaya bahwa ada kehendak Allah. Kita mengerti bahwa alam semesta mempunyai sumber yang merencanakannya. Sementara itu kita berada dalam satu wadah yang telah disediakan oleh Tuhan.

Ketika kita masuk ke dalam gedung ini (Granada, red.), kita melihat kursinya disusun makin lama makin ke atas, sementara yang di tengah tidak, kecuali di tempat mimbar. Gedung ini disusun dengan sebuah rencana yang tidak kita lihat, tetapi pembuat gedung ini merancang agar setiap orang yang duduk di kursi mana pun bisa melihat orang yang di atas mimbar dengan jelas. Jadi dengan membuat rencana ruangan ini, si pembuatnya sudah menyatakan satu rencana kegunaan gedung ini.

Demikian juga, cara kita melihat alam semesta ini berbeda dengan cara orang yang tidak mengenal Tuhan. Orang yang tidak mengenal Tuhan hidup dalam satu alam semesta ibarat sebuah pasar yang besar, yang banyak orangnya tetapi tidak tahu mau kemana. Berbeda dengan orang Kristen. Orang Kristen yang sejati mengetahui dengan pengertian yang jelas dan sungguh-sungguh, bahwa ia berada di dalam alam semesta yang telah direncanakan menurut bijaksana Allah. Meskipun sulit dimengerti, namun hal ini menyatakan kebesaran Tuhan. Alangkah besarnya hikmat dan pengetahuan Allah, tetapi Tuhan rela menyatakannya bagi kita.

Karena percaya adanya kehendak Allah, maka kita tahu bahwa alam semesta memiliki sumber yang merencanakannya. Ketika kita menyelidiki sesuatu dengan rasa ingin tahu yang besar dan sungguh-sungguh, maka makin lama kita akan menemukan dengan rasa yang kagum tentang bagaimana rencana-rencana yang agung itu bisa diwujudkan.

Mobil yang baru, tidak lagi memakai karburator model lama, tetapi memakai sistem injectiondan itu akan menghemat bahan bakar. Terlebih lagi mobil yang bermesin turbo. Pada waktu mobil itu berjalan dengan kecepatan yang tinggi, mesin turbonya akan bekerja sehingga akan sangat menghemat bahan bakar dan mobil itu akan berlari cepat dengan stabil.

Semua itu merupakan rancangan dari orang-orang yang memiliki kreativitas. Orang-orang kreatif menemukan hal-hal yang mengubah kerutinan proses sejarah. Daya kreativitas mereka itu menjadikan kita terkagum-kagum. Demikian juga ketika kita melihat alam semesta. Adakah sesuatu di dalam alam semesta yang tidak membuat kita kagum? Jikalau kita menyelidiki sehelai daun dan melihatnya di bawah mikroskop, maka kita akan kagum melihat hikmat dan bijaksana Allah dalam merencanakan semua itu. Di bawah mikroskop elektron kita bisa melihat bagaimana satu sel itu begitu rumit dan kompleks, tetapi tidak ada satu kesalahan pun padanya. Alam semesta mempunyai sumber yang merencanakan segala sesuatu.

Kira-kira 1.500 tahun yang lalu, pada suatu malam, terjadi satu peristiwa besar pada diri seorang pemuda yang mengalami perubahan di dalam pengertiannya tentang rencana Allah di dalam alam, sehingga sejarah dunia pun ikut berubah. Pada malam itu, anak muda yang berusia sekitar dua puluh sembilan tahun dan bernama Augustinus itu sedang bergumul.

Selama hampir sepuluh tahun Augustinus telah mengikuti satu kepercayaan yang disebut Manikaesme. Di dalam Manikaeisme diajarkan satu sistem interpretasi untuk menjelaskan mengapa di dalam dunia ini selalu ada konflik antara baik dan jahat sehingga manusia tidak bisa hidup dalam ketenangan yang sesungguhnya. Manikaeisme berkata bahwa manusia selalu hidup dalam pertentangan antara yang baik dan yang jahat dan menjadi korban di antara keduanya. Selama sepuluh tahun ia mengira Manikaeisme dapat menjawab pergumulannya. Augustinus memang sangat pandai, tetapi hidup seksnya tidak beres. Ia adalah seorang intelek tetapi hidup bersama dengan seorang wanita tanpa menikah. Ia menjadi profesor yang mengajar orang-orang yang berintelek tetapi tidak memiliki kekuatan untuk mengalahkan nafsu seksnya.

Augustinus merasa mendapatkan kepuasan dari agama Manikaeisme yang mengajarkan bahwa manusia ada di dalam kekuatan dari dua dewa yaitu dewa yang baik dan dewa yang jahat. Ia menganggap sistem interprestasi ini lebih cocok dengan dirinya dari pada iman orang Kristen yang ketika mengalami kejenuhan dan merasa imannya kering, mencari persekutuan di sana sini dan tidak memedulikan apakah yang berkhotbah itu mengkhotbahkan kebenaran atau tidak. Pokoknya yang cocok dengan perasaannya, itu lah yang dia sukai. Hal ini terjadi juga di dalam diri Augustinus dan selama sepuluh tahun ia hidup dalam agama yang rusak.

Tetapi malam itu Augustinus terbangun dari tidurnya dan memikirkan apakah ia dilahirkan hanya untuk menjadi rebutan di tengah-tengah yang baik dan jahat? Apakah benar ada dua dewa, dewa terang dan dewa gelap yang merebut dan mengacaukan segala sesuatu? Apakah benar peperangan ini tidak pernah berhenti dan tidak ada penyelesaiannya? Waktu ia menerawang langit yang jernih dan melihat bintang-bintang bercahaya, ia seolah-olah mendengar sesuatu berbicara kepadanya. Inilah bedanya antara manusia dan binatang!

Ketika manusia melihat ciptaan Allah, dia melihat ciptaan itu sedang berbicara tantang Allah. Waktu binatang melihat ciptaan Allah, binatang tidak bisa berfikir seperti itu. Apa yang dia rasakan hanyalah kebutuhannya apa dan makanannya di mana. Manusia diberi satu kemungkinan untuk berpenetrasi dan memikirkan tentang siapakah yang mengakibatkan hal tersebut. Tidak mengherankan jika di dalam buku Augustinus kita menjumpai perkataannya, “Coba tanya kepada burung, laut, ombak dan awan, mengapa mereka bisa bernyanyi, berbunyi, bergelombang, dan bergerak? Seluruh alam semesta serentak akan menjawab bahwa Allah telah menciptakan mereka untuk menyaksikan kemuliaan Allah.” Di sini kita melihat kepekaan dari seseorang yang mengobservasi sesuatu.

Kalau kita mengobservasi sesuatu, pemikiran kita harus berkontak dengan sesuatu yang ada di balik sesuatu yang kita observasi itu, yaitu Pencipta sebagai sumber dan perancang segala sesuatu. Kemungkinan seperti ini telah Tuhan berikan kepada kita. Waktu kita melihat satu karangan bunga, apa yang kita pikirkan? Apakah kita memikirkan tentang pemilik toko bunga itu yang pandai mengatur bunga itu? Tidak! Kita harus melihat bahwa Yang Mencipta telah menunjukkan bijaksana yang luar biasa. Kalau kita melihat sepuluh jari manusia yang dapat dipakai untuk melakukan banyak hal, itu adalah hasil karya Allah yang hebat. Kalau kita perhatikan, tubuh manusia lebih kecil daripada gajah, sapi atau binatang besar lainnya, tetapi dapat digerakkan dengan begitu rupa sehingga menghasilkan keindahan yang luar biasa. Jadi, ketika kita memikirkan dan melihat segala sesuatu dengan potensi yang Tuhan berikan kepada kita, biarlah kita bukan sekedar melihat, tetapi kita hendaknya melihat Tuhan yang ada di belakang segala sesuatu itu.

Kalau kita melihat Tuhan ada di belakang sesuatu hal, maka pada waktu problema terjadi, kita tidak perlu khawatir dan takut, sebab Tuhan yang menciptakan segala sesuatu itu tetap menyertai kita untuk menyelesaikan problema yang kita hadapi.

Pada waktu Augustinus melihat bintang-bintang itu pikirannya bergerak menuju kepada sesuatu yang lebih tinggi, Tuhan memberikan satu inspirasi dalam hati Augustinus dan selesailah sebuah konflik di dalam dirinya, selesailah semua kesulitan pemikiran agama, sosial, dosa, baik dan jahat. Ia sadar bahwa kalau memang alam semesta ini merupakan tempat perebutan antara baik dan jahat, dan kalau kedua dewa itu tidak berhenti berperang, mengapa alam semesta bisa teratur? Bintang-bintang yang teratur itu membuktikan bahwa ada penopang yang lebih tinggi daripada segala sesuatu.

Mengapa hanya manusia yang kacau? Mengapa bumi dan bintang tidak kacau? Manusia satu-satunya yang dicipta lebih tinggi daripada segala sesuatu, tetapi justru moralnya bisa rendah dan bisa berbuat dosa serta memiliki pemikiran yang jahat. Ini terjadi karena ada kekacauan dalam diri manusia. Kemudian Augustinus mulai memisahkan kategori-kategori, lalu memikirkan rencana kehendak Allah.

Dalam satu bagian Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus mengajarkan, “Jadilah Kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga.” Kalimat ini sangat penting, Kehendak Allah dalam seluruh alam semesta dan di Sorga tidak ada rintangan. Tetapi kehendak Allah di bumi ini seolah-olah sulit bisa dituntaskan dan karena itu anak-anak Tuhan diajar untuk berdoa, “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga.” Kalimat itu merefleksikan bahwa kehendak Allah, sebagaimana hamba-hamba Tuhan di Sorga yang tidak merintangi kehendak Allah. Manusia yang begitu kecil remeh, dan hina itu justru merupakan satu-satunya makhluk yang berani melawan Allah.

Augustinus menemukan bagaimana cara mengerti semua ini. Segala sesuatu yang dicipta oleh Tuhan menjalankan kehendak Tuhan, tetapi justru manusialah yang sering tidak menjalankan kehendak Tuhan karena itu manusia perlu bertobat. Allah tidak memanggil langit untuk bertobat, tetapi Ia memanggil manusia untuk bertobat. Sebab manusialah satu-satunya makhluk yang diberi potensi untuk menjalankan kehendak Allah, tetapi justru melawan kehendak Allah.

(4) Kehendak Allah Atas Pengaturan Alam Semesta

Dalam mengerti kehendak Allah di alam semesta, kita tahu bahwa alam semesta mempunyai Sumber, Pencipta, dan Perancangnya, yaitu Allah yang menciptakan dengan rencana yang luar biasa. Waktu kecil kita tidak mengerti bahwa air dan es itu sesungguhnya adalah satu benda yang sama. Keduanya adalah H2O, elemennya sama, tetapi sifatnya berbeda. Es lebih ringan dari pada air sehingga es terapung di air (karena berat jenis es lebih kecil dari berat jenis air). Susu dan air bisa bercampur menjadi satu, tetapi minyak dan air tidak bisa bersatu. Benda jika dipanaskan memuai, tetapi jika didinginkan menyusut. Tetapi air, jika didinginkan sampai empat derajat Celcius, kemudian suhunya diturunkan lebih rendah lagi, maka air itu bukannya menyusut tetapi justru memuai. Kita hanya bisa melihat gejalanya saja, tetapi sering kita tak dapat menjelaskan mengapa begitu.

Orang yang kurang pengetahuan hanya bisa mengetahui fenomena saja, tetapi orang yang pengetahuannya lebih mendalam memikirkan esensi yang ada di balik fenomena tersebut. Ilmu sebenarnya tidak mendalam sebab hanya memberi tahu sesuatu itu begini, tetapi tidak memberi tahu mengapa begini dan juga tidak memberi tahu misteri dibelakang alasan mengapa begini. Karena itu kita harus kembali kepada Pencipta segala sesuatu. Ketika air didinginkan di bawah empat derajat Celcius dan air itu memuai, maka sebenarnya hal itu melawan dalil fisika, tetapi para ilmuwan tidak bisa menjelaskan mengapa demikian.

Jawabannya hanya ada pada Tuhan. Apa sebab? Karena Tuhan menciptakan berbagai macam binatang di dalam air. Jika es lebih berat daripada air dan tenggelam di dalam air, maka binatang-binatang di air akan mati semua! Tuhan memerintahkan agar es yang membeku itu tetap mengapung di atas, supaya binatang di dalam air tetap bisa hidup di air, di bawah es yang membeku itu. Itulah kehendak Tuhan di dalam alam ciptaan.

Kita melihat alam semesta diciptakan menurut hikmat luar biasa yang dibuat oleh Tuhan. Para ilmuwan tidak mungkin memberikan penilaian di balik semua rancangan itu, kecuali kembali kepada Tuhan. Semakin kita memikirkan tentang ciptaan dan kehendak Allah, semakin kita mencintai Allah dan bersyukur kepada-Nya.

(5) Kehendak Allah Atas Pemeliharaan Alam Semesta

Allah menciptakan segala sesuatu menurut rancangan-Nya. Di dalam dunia ini ada satu sistem alam semesta yang tidak boleh dirusak manusia. Karena itu kalau kita merusak lingkungan sama halnya dengan kita melawan kehendak Allah.

Orang Injili yang membicarakan soal kehendak Allah, hanya demi dirinya sendiri, seperti bagaimana mendapat untung dalam perdagangan, bagaimana mendapat jodoh yang sesuai, dan tidak mengingat kehendak Allah dalam seluruh alam semesta, belumlah tuntas menjadi orang Kristen yang bertanggung jawab. Alam semesta harus kita kelola dengan baik. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mungkin merusak alam semesta ini secara besar-besaran.

Pada waktu Saddam Hussein membiarkan jutaan liter minyak mentah dituang ke Laut Merah, maka perbuatannya adalah sebuah pekerjaan yang melawan agama, sebab dalam agama bukan saja ada moral, tetapi juga perasaan bertanggung jawab terhadap dunia yang diciptakan oleh Tuhan. Kalau kita mau memikirkan kehendak Allah sampai tuntas, maka kita juga harus mengelola alam semesta dan tidak boleh merusaknya. Jangan menebang pohon sembarangan. Juga untuk pohon Natal, jangan menebang pohon pohon cemara yang sangat berguna untuk menjaga keseimbangan lingkungan.

Mencemari lingkungan sama artinya dengan melawan kehendak Allah. Tanggung jawab manusia terhadap lingkungan ini boleh dimasukkan dalam “mandat budaya.” Setelah Allah menciptakan segala sesuatu, Allah menaruh manusia di taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara tanah itu (Kejadian 2 : 15).

Kita mudah sekali membuat satu kebaktian besar-besaran yang menarik, supaya kelihatannya menarik banyak orang untuk memuji Tuhan. Tetapi sering kali kita tidak mengingat satu pekerjaan Tuhan yang jauh lebih besar daripada apa yang kita pikirkan. Saya bersimpati kepada mereka yang berusaha memperbaiki dan melestarikan lingkungan, sebab ini termasuk salah satu segi dalam mandat budaya yang telah Tuhan berikan.

(6) Alam Semesta Yang Bertujuan

Ketika Tuhan menciptakan alam semesta, satu hal yang tidak dikenal oleh orang di luar Kekristenan adalah bahwa alam semesta ini mempunyai tujuan. Di dalam theologi hal ini disebut sebagai “teleologi,” yang diambil dari kata bahasa Yunani “telos” yang berarti “tujuan atau makna terakhir.” Apakah dunia ini ada sasarannya? Apakah Allah menciptakan segala sesuatu seperti konsep yang berarti “tujuan atau makna terakhir.” Apakah dunia ini ada sasarannya? Apakah Allah menciptakan segala sesuatu seperti konsep Deisme, yaitu setelah menciptakan segala sesuatu kemudian dibiarkan begitu saja tanpa ada tujuan? Tidak demikian! Allah menciptakan segala sesuatu dengan tujuan untuk Dia sendiri. “Segala sesuatu dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia” (Roma 11:36).

“Dari Dia” artinya Tuhan adalah sumbernya; “oleh Dia” artinya Tuhan adalah media untuk mencipta; dan “kepada Dia” artinya Tuhan yang menerima pertanggungjawaban. Kalau kita memahami hal ini, maka kita menyadari bahwa segala hal berada di dalam titik kesinambungan di mana kita harus menjawab secara total dihadapan Tuhan. Apa yang saya kerjakan sekarang menyusul apa yang saya kerjakan kemarin dan juga harus menuju pada apa yang saya kerjakan besok. Apa yang kita kerjakan besok, menuju pada kewajiban total kita. Kewajiban total itu pada akhirnya menuju kepada penghakiman Tuhan. Sebab kita diciptakan oleh-Nya, melalui Dia dan untuk Dia. Alam semesta pada akhirnya menuju kepada sasarannya.

Theologi Proses yang timbul di Inggris lalu berkembang di Chicago University dan diperkembangkan lagi di Jerman dimulai oleh Alfred North Whitehead yang merupakan rekan kerja Bertrand Russell yang sama-sama menjadi profesor di universitas terbesar dan terpenting di Inggris, yaitu Cambridge dan Oxford. Kedua orang ini menulis satu buku yang terkenal dengan judul The Principles of Mathematics. Mereka berkembang ke dalam bidang filsafat. Bertrand Russell mengembangkan satu sistem filsafat yaitu Deutero Monism, sedangkan Alfred Whitehead memikirkan tentang bagaimana terjadinya alam semesta. Akhirnya ia mengatakan bahwa alam semesta itu bergelombang, berevolusi, dan berproses.

Pemikiran ini menunjukkan bahwa kita tidak tahu bagaimana hari depan itu. Sepuluh tahun yang lalu kita tidak tahu bahwa hari ini kita jadi seperti ini, dan hari ini kita tidak tahu bagaimana keadaan kita sepuluh tahun mendatang. Itu berarti yang berada di dalam proses tidak tahu hari depannya. Ada orang yang ketika lahir miskin sekali, tetapi setelah dewasa menjadi presiden. Sebaliknya, seorang anak yang lahir dalam keluarga Rockefeller mungkin mati dimakan binatang buas karena tidak diketahui bagaimana nasibnya.

Segala sesuatu yang mungkin terjadi menunjukkan bahwa kita berada di dalam proses. Pemikiran Whitehead ini kemudian diterima oleh University of Chicago dan kemudian menuju pada satu theologi yang menganggap bahwa manusia tidak tahu segala sesuatu itu akan menjadi apa. Yang lebih parah lagi, mereka menerapkan teori ini kepada Allah dengan mengatakan bahwa Allah sendiri tidak tahu esok Ia akan menjadi apa. Ini benar-benar suatu pemikiran yang kurang ajar. Isitlah yang mereka pakai adalah The Unknown Quantity of the Future.

Alkitab mengatakan kepada kita bahwa Alkitab melawan Deisme dan Theologi Proses. Dalam Deisme, Allah dianggap sebagai permulaan dari segala sesuatu, tetapi kemudian tidak campur tangan lagi. Di dalam Theologi Proses, Allah bahkan dianggap tidak tahu Ia akan menjadi apa dan bagaimana nantinya. Di dalam theologi yang menyetujui evolusi, mereka tidak mengetahui titik permulaan itu di mana. Ada yang menganggap bahwa Allah merupakan titik permulaan, tetapi bukan titik akhir. Sebaliknya, ada yang menganggap Allah adalah titik akhir, tetapi bukan titik permulaan.

Ini semua ditolak Alkitab, Alkitab mengatakan bahwa Tuhan menyatakan, ”Akulah Yang Awal dan Akulah Yang Akhir.” Tuhan Yesus juga mengatakan, “Akulah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir.” Arti dari “Akulah Alfa” – Dia adalah titik permulaan, dan “Akulah Omega” – Dia adalah titik akhir. Tuhan yang memulai segala sesuatu dan Tuhan juga yang mengakhiri segala sesuatu. Segala sesuatu bermula dari Tuhan, bersandar pada topangan Tuhan dan menuju pada titik akhir yaitu menuju kepada Tuhan sendiri.

Baca Juga: Keberadaan Kehendak Allah: Dapatkah Diketahui?

Biarlah setiap kali kita dengan rasa ingin tahu mempelajari kehendak Tuhan, kita selalu mengatakan kepada Tuhan bahwa kita berada dalam alam semesta ciptaan-Nya dan kita sadar bahwa segala sesuatu berawal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan. Kalau segala sesuatu dari Tuhan, apakah yang dapat kita banggakan? Tidak ada! Kalau segala sesuatu menuju kepada Tuhan, bolehlah kita menggunakan kebebasan kita secara sembarangan? Tidak boleh! Karena kita dari Tuhan, maka Dia adalah sumber kita sehingga harus berpegang kepada-Nya. Karena kita menuju kepada Tuhan, maka kita harus bertanggung jawab kepada Tuhan. Orang semacam ini baru mungkin untuk menjalankan kehendak Tuhan dengan baik.

Dunia diciptakan Tuhan bukan tanpa sasaran. Jika orang-orang dunia tidak tahu dunia menuju ke mana, biarlah orang Kristen dengan tenang dan stabil mengatakan bahwa semuanya akan diakhiri dalam tangan Tuhan, dan pada titik akhir, mereka yang menjalankan kehendak Allah akan memperoleh kebahagiaan yang kekal. Sebaliknya mereka yang melawan kehendak Tuhan akan dihukum oleh Tuhan dan mendapatkan penghukuman yang kekal. Biarlah kita menaklukan diri di bawah kehendak Allah.

Amin.

SUMBER :

Nama Buku : Mengetahui Kehendak Allah

Sub Judul : Bab II : Kehendak Allah Dalam Alam Semesta

Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong

Penerbit : Momentum, 2010

Halaman : 17 – 32
Next Post Previous Post