Kesejahteraan Keuangan Keluarga Kristen: Analisis dari 2 Korintus 9:10

Pendahuluan

Dalam Alkitab, terdapat tulisan-tulisan yang membimbing orang Kristen tentang bagaimana mengelola keuangan mereka dengan bijak. Subyek pengajaran keuangan adalah bagian yang sangat prinsip dan signifikan dalam Alkitab. Bagi orang Kristen, pengelolaan keuangan yang baik sejalan dengan ajaran Alkitab, yang menekankan bahwa pendapatan berasal dari Tuhan.

Oleh karena itu, sangat penting bagi orang Kristen untuk memahami bagaimana mengelola keuangan berdasarkan kebenaran Alkitab. 2 Korintus 9:10 memberikan wawasan bagi orang Kristen tentang cara mengelola keuangan yang mereka terima dari Tuhan. Setiap orang Kristen seharusnya memiliki rencana yang baik dalam mengelola keuangan. Perencanaan yang tidak sejalan dengan tujuan, nilai, dan prioritas Alkitab dapat membuat uang menjadi tuan yang jahat (Lukas 12:13-23; 1 Timotius 6:6-10).
Kesejahteraan Keuangan Keluarga Kristen: Analisis dari 2 Korintus 9:10
Keuangan Berasal dari Allah

Dalam 2 Korintus 9:10 menuliskan, “Ia yang menyediakan benih bagi penabur”. Dalam terjemahan bahasa Indonesia sehari-hari menuliskan, “Allah yang menyediakan benih untuk si penabur”. Dalam bahasa Yunani kata menyediakan adalah epichorēgeō (ἐπιχορηγέω), yang berarti “penyediaan”. Di mana hal ini menjelaskan tentang kepemilikan Allah.

Dari teks Alkitab ini dapat ditarik kesimpulan bahwa keuangan yang dimiliki oleh setiap orang berasal dari Tuhan. Teks ini memberi kesan bahwa Paulus mengingatkan kepada jemaat Korintus bahwa uang yang mereka miliki adalah kepunyaan Tuhan. Karena umumnya pola pikir dari orang Korintus pada masa Rasul Paulus adalah jika mereka memberikan miliknya kepada dewa-dewi, maka mereka akan menerima balasan yang baik dari dewa-dewi.

Tuhan yang memiliki segala sesuatu dan Dia mempercayakan kepada setiap orang untuk mengelola, serta digunakan sesuai dengan tujuan-Nya. Setiap orang boleh bekerja keras untuk mendapatkan uang, tetapi Tuhanlah yang akan memberikannya sesuai dengan usaha dan kapasitas setiap orang. Kitab Hagai 2:9 menuliskan, “Kepunyaan-Kulah perak dan kepunyaan-Kulah emas, demikianlah firman TUHAN semesta alam.”

Teks Alkitab dalam Mazmur 24:1 menuliskan bahwa Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Alkitab sangat jelas menyatakan bahwa pemilik modal yang sesungguhnya atas kekayaan mereka adalah Tuhan. Dengan kata lain Alkitab ingin mengingatkan bahwa manusia hanyalah pengelola atas apa yang Tuhan percayakan.

Harta yang setiap orang miliki merupakan barang pinjaman milik Tuhan yang dipercayakan untuk dikelola bagi kepentingan Kerajaan Allah semata-mata (Lukas 16:10-13). Harta yang Tuhan percayakan kepada manusia bukan untuk memuaskan keinginan daging mereka, tetapi harta tersebut harus dikelola sesuai dengan kehendak Tuhan sebagai sang pemilik. Setiap orang dipercayakan harta yang berbeda-beda tentunya, sesuai dengan kemampuan dalam mengelolanya.

Dalam Matius 25:14-30 Tuhan Yesus memberikan sebuah perumpamaan tentang talenta. Yesus memberikan perumpamaan tentang seorang tuan yang mempercayakan hartanya kepada hamba-hambanya, ada yang mendapat lima talenta, dua talenta dan satu talenta. Pertanyaannya mengapa tuannya tersebut membeda-bedakan harta yang diberikan kepada hamba-hambanya?

Apakah Tuhan pilih kasih dalam memberikan harta kekayaan untuk dikelola? Matius 25:15 dengan jelas menuliskan, “Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.” Ayat ini menjelaskan bahwa tuan tersebut mengetahui kesanggupan dari masing-masing hambanya dalam mengelola harta. Itu sebabnya Tuhan mempercayakan jumlah harta yang berbeda kepada hamba-hambanya, bukan karena Tuhan pilih kasih tetapi karena kesanggupan dan kemauan tiap orang berbeda dalam mengelola harta yang Tuhan percayakan.

Tuhan bisa saja mempercayakan kekayaan atau uang di tangan seseorang dan menginvestasikannya dalam hidup mereka, tetapi tak pernah melepaskan kepemilikan atas-Nya. Ketika seseorang gagal dalam memahami kepemilikan Tuhan, maka uang dan barang-barang yang dimilikinya dapat mengambil alih kehidupan mereka. Sesungguhnya apa yang setiap orang punya adalah milik Tuhan dan mereka hanyalah pengelola.

Pengelola yang baik akan dipercayakan lebih banyak dari pada yang tidak mampu mengelola. Ulangan 8:18, “Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan”. Tuhanlah yang memberikan kepada kita kemampuan untuk menerima kekayaan, dan kita harus menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya sumber berkat kekayaan dalam setiap pekerjaan kita.

Namun perlu diperhatikan dan berawas-awas karena iblis juga dapat menawarkan dan menggoda dengan harta kekayaan. Dalam Matius 4:8-9 dituliskan, “Dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-Nya, "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku.” 

Pemberian yang iblis tawarkan selalu bersifat mengikat, dan membawa kepada kebinasaan. Salah satu contoh seseorang dapat terikat dalam kehidupan perjudian, dan hal itu merupakan perbuatan yang salah. Tetapi Tuhan Yesus memberikan berkat yang membawa kepada kemerdekaan dan keselamatan kekal.

Hal lain yang mungkin dapat terjadi, bahwa iblis sengaja membiarkan seseorang mengalami loncatan financial agar dapat membelokkan fokus hidup mereka kepada harta dan bukan Tuhan sebagai sumber berkat. Kristus memperingatkan orang-orang kaya agar selalu berjaga-jaga (Lukas 12:15-21). Hal ini mengajarkan bahwa setiap orang harus menjaga hati dan pikiran mereka sesuai dengan prinsip-prinsip dari Alkitab. Masalah hati, Amsal 4:23 telah menuliskan, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.”

Dalam Matius 6: 25-29 Tuhan Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya tentang jangan kuatir terhadap kebutuhan pokok kehidupan yaitu makanan, minum dan pakaian. Banyak orang kuatir dengan kebutuhan-kebutuhan pokok hidup mereka, pada hal semuanya itu Tuhan sanggup memberikannya dan memeliharanya. Saat bangsa Israel keluar dari Mesir, Tuhan juga memelihara makanan dan minuman bahkan pakaian dari orang-orang Israel. 

Kitab Ulangan menjelaskan bagai mana Tuhan memberi makan bangsa Israel yang besar dengan manna dan burung puyuh, Ulangan 8:16, “dan yang di padang gurun memberi engkau makan manna, yang tidak dikenal oleh nenek moyangmu, supaya direndahkan-Nya hatimu dan dicobai-Nya engkau, hanya untuk berbuat baik kepadamu akhirnya.”

Sementara di bagian lain dari Alkitab menjelaskan bagaimana pakaian dan kasut mereka tidak pernah rusak selama sekitar empat puluh tahun di padang gurun. Ulangan 29:5, “Empat puluh tahun lamanya Aku memimpin kamu berjalan melalui padang gurun; pakaianmu tidak menjadi rusak di tubuhmu, dan kasutmu tidak menjadi rusak di kakimu.” Dalam teks ini, Tuhan menunjukkan bahwa Dia adalah sumber pemberi untuk kebutuhan sehari-hari, dan selalu memelihara umat-Nya. Jika Tuhan sebagai sumber pemberi keuangan maka sudah seharusnya hal itu dipertanggungjawabkan kepada-Nya.

Roti Untuk Dimakan

Kitab 2 Korintus 9:10 menuliskan “Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan.” Dalam bahasa Yunani kata dimakan adalah brōsis (βρῶσις), yang mengandung makna kata makan. Makanan merupakan kebutuhan pokok dan merupakan kebutuhan keseharian dari setiap orang. Dalam teks Alkitab ini mengajarkan bahwa ada bagian dari keuangan harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. 

Kebutuhan pokok dari manusia merupakan kebutuhan yang benar-benar sangat dibutuhkan manusia dan sifatnya wajib untuk dipenuhi. Contoh kebutuhan pokok adalah makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal. Kebutuhan pribadi lainnya yang merupakan kebutuhan hari-hari seperti sabun mandi, pasta gigi dan kebutuhan pribadi lainnya.

Mengelola keuangan dapat saja menjadi kacau apabila sifat konsumtif berkuasa dalam diri seseorang. Perilaku konsumtif seseorang, merupakan perilaku yang senang membelanjakan uang dalam jumlah yang besar, walaupun hal yang dibelanjakan tidak terlalu penting atau mungkin sesuatu yang tidak dibutuhkan. Mereka lebih mementingkan keinginan daging dari pada kebutuhan. Sehingga berapa pun penghasilan yang mereka dapatkan, dengan pola konsumtif ini, tetap saja keuangan mereka tidak cukup. 

Dalam kitab Roma 13:13-14 menjelaskan bahwa kita tidak boleh hidup hanya memuaskan keinginan daging. 1 Yohanes 2:16-17 menuliskan, “Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.”

Dewasa ini budaya dan cara hidup masyarakat sudah jauh mengalami perubahan, menuju budaya dan perilaku kehidupan yang konsumtif. Sadar atau tidak pola hidup seperti ini sedang terjadi di masyarakat. Perilaku konsumtif ini ternyata bukan hanya milik golongan orang kaya saja melainkan ditiru juga oleh masyarakat golongan menengah ke bawah. Hal ini dipengaruhi oleh globalisasi dan perkembangan informasi serta teknologi, di mana media seperti TV, radio ataupun media cetak lainya menjadi sarana iklan. 

Iklan dapat berperan aktif dengan mempengaruhi dan membujuk atau merayu guna menstimulus budaya konsumtif di masyarakat. Maraknya berbelanja dengan menggunakan media on-line menyebabkan banyak orang memiliki perilaku konsumtif. Bahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumtif tersebut banyak yang mempergunakan cara kredit. Tawaran-tawaran kredit barang ataupun dengan mempergunakan kartu kredit dengan cara yang tidak bijaksana, hal ini dapat mengakibatkan hidup seseorang terikat oleh hutang.

Pertanyaannya adalah bagaimana menentukan besar dari keuangan yang digunakan untuk kebutuhan hari-hari? Besaran keuangan yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari tentunya dilihat dari seberapa besar kebutuhan tersebut atau dengan melihat tingkat prioritas. Sebelum membeli sesuatu, seharusnya berpikir, “Apakah ini kebutuhan yang memberi kehidupan bagiku – apakah aku membutuhkannya?” 

Jika sampai pada kesimpulan bahwa apa yang mereka beli merupakan sesuatu yang memberi kehidupan, bayarlah dengan tunai. Membeli hal-hal yang tidak berguna ataupun membeli kebutuhan secara berlebihan akan mempengaruhi keuangan seseorang. Alkitab mengajar dengan jelas agar setiap orang berusaha untuk mencukupkan diri dan menyesuaikan dengan kebutuhan kesehariannya.

Dalam 2 Korintus 9:10 menuliskan benih roti untuk manusia makan, ini menunjukkan bahwa Tuhan menyiapkan segala kebutuhan primer bagi manusia. Kebutuhan primer bukanlah sesuatu yang berlebihan dan juga bukanlah sesuatu yang harus mewah. Kebutuhan primer merupakan kebutuhan yang digunakan untuk dapat bertahan hidup dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan pokok yang cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari, bukan menjadi kebutuhan pokok yang berlebihan, dan melebihi kapasitas keuangan.

Jika orang percaya tidak bijaksana dalam memilihnya untuk memenuhi kebutuhan primernya, maka bisa saja hal itu menjadi kebutuhan tersier. Makanan dan minuman dapat menjadi kebutuhan mewah jika mereka memilih makan dan minuman yang mahal-mahal dan melebihi dari daya beli dari seseorang atau menyediakan makanan secara berlebihan. Contohnya empat orang yang akan makan tetapi menyediakan makanan untuk sepuluh orang dan sisanya dibuang. 

Mengonsumsi makanan dengan jumlah yang sangat berlebihan, tidak hanya mempengaruhi pengeluaran tetapi dapat juga mempengaruhi kesehatan. Hal ini tentunya dapat membuat pengeluaran tambahan untuk pengobatan. Inilah yang dikatakan Alkitab sebagai “nafsu rakus”, seperti yang terjadi pada bangsa Israel saat mereka makan daging burung puyuh yang diberikan Tuhan. 

Mereka mengambil dan memakan daging burung puyuh yang Tuhan sediakan secara berlebihan, sampai Tuhan memberikan julukan “nafsu rakus”. Bilangan 11:33-34, “Selagi daging itu ada di mulut mereka, sebelum dikunyah, maka bangkitlah murka TUHAN terhadap bangsa itu dan TUHAN memukul bangsa itu dengan suatu tulah yang sangat besar. Sebab itu dinamailah tempat itu Kibrot-Taawa, karena di sanalah dikuburkan orang-orang yang bernafsu rakus.”

Dengan jelas Alkitab mengajarkan untuk selalu bersyukur dengan apa yang Tuhan telah berikan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan primer. Dalam 1 Timotius 6:8 dituliskan, “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.” Teks Alkitab ini menjelaskan pada setiap orang percaya bahwa mereka harus belajar mencukupkan diri dengan apa yang Tuhan berikan, khususnya untuk kebutuhan primer. Dari teks Alkitab ini juga dapat dipahami bahwa pengaturan pengeluaran keuangan setiap orang percaya harus belajar mengutamakan kebutuhan primer terlebih dahulu.

Dalam mengatur keuangan untuk kebutuhan hidup, setiap orang percaya harus mengaturnya dengan cara bijaksana. Saat ini ada begitu banyak penawaran barang-barang yang mungkin saja bukan menjadi kebutuhan pokok. Jika kalau seseorang tidak pandai dalam mengelola berkat dari Tuhan, maka berkat yang Tuhan berikan akan habis begitu saja, sehingga dengan demikian kita tidak dapat menjadi orang yang murah hati dalam hal memberi.

Keuangan untuk Dilipatgandakan

Dalam 2 Korintus 9:10 menuliskan, “… Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya … ” Dalam bahasa Yunani kata melipatgandakan adalah plēthunō (πληθύνω), yang diartikan dengan berlimpah, berlipat ganda. Alkitab mengajarkan bahwa ada keuangan yang digunakan untuk dilipatgandakan. 

Berarti setiap orang percaya dalam mengelola keuangan tidak boleh menggunakan seluruh uangnya untuk kebutuhan primer saja, tetapi harus berhikmat dengan cara menyimpan dan melipatgandakan keuangan yang Tuhan berikan. Kata “melipatgandakan” menunjukkan adanya tindakan “usaha” yang harus dikerjakan untuk melipatgandakan jumlah benih yang Tuhan berikan.

Alkitab mengajarkan bahwa setiap orang percaya perlu mengumpulkan sumber daya pada musim panas, pada saat segala sesuatunya baik dan berlimpah. Sehingga mereka dapat memiliki persediaan di musim dingin, ketika segala sesuatu menjadi sulit. “Siapa mengumpulkan pada musim panas, ia berakal budi ...” (Amsal 10:5). Setiap orang percaya seharusnya bijaksana dalam mengelola keuangannya, mereka harus mengambil beberapa bagian dari keuangannya dan mulai menginvestasikannya.

Setiap petani tentunya memahami tentang prinsip menanam modal, ia diperhadapkan dengan pilihan memakan habis biji-bijian itu, menjual semuanya, atau menyimpan sebagian biji-biji untuk ditanam kembali. Seorang petani yang bijaksana tidak saja akan menyimpan sebagian biji-biji untuk ditanam kembali, tetapi ia juga memilih biji-biji yang terbaik supaya ada kepastian bahwa panen yang akan datang menjadi lebih besar hasilnya. Hal ini merupakan prinsip melipat gandakan keuangan yang diterima dari Allah, atau dapat dikatakan cara menginvestasi keuangan.

Ada begitu banyak orang berusaha untuk dapat menjadi kaya, tetapi tanpa memperhatikan pengelolaan keuangan yang benar. Melakukan investasi keuangan tanpa dapat mengatur keuangan dengan baik dan seimbang dapat mengakibatkan kegagalan dalam mengelola keuangan. Mengelola keuangan dan menginvestasikan uang dengan benar merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan oleh orang percaya, bahkan Tuhan Yesus juga memperhatikan hal tersebut. Karena dari cara mengelola keuangan, akan mempengaruhi keadaan financial orang percaya di masa yang akan datang.

Pada masa Perjanjian Lama hidup yang berkelimpahan diartikan sebagai hidup yang diberkati oleh Allah, dan hal ini tampak dalam pola hidup dan pola kerja orang-orang yang dipilih Tuhan, misalnya Abraham, Nuh, dan Daniel, yang menunjukkan bahwa mereka bukanlah orang yang hidup dalam kemiskinan dan hanya berperan dalam bidang rohani saja tetapi mereka juga berperan dalam bidang politik, sosial dan ekonomi.

Agar seseorang dapat melipatgandakan uang yang Tuhan berikan, maka uang tersebut harus digunakan sebagai modal usaha yang baik dan benar. Dalam Alkitab, dari sekitar 132 kehadiran Yesus di tengah masyarakat umum, ada sekitar 122 kegiatan berhubungan dengan pekerjaan. Dari 52 perumpamaan Yesus, ada 45 hal yang hubungan dengan masalah pekerjaan. Yesus juga menghabiskan sebagian besar dari hidupnya menjadi seorang tukang kayu, hingga sampai umur 30 tahun. Dari semua bukti Alkitab tersebut, jelas terlihat bahwa Allah sangat memperhatikan pekerjaan dari setiap orang percaya. Setiap usaha untuk dapat melipatganda keuangan yang diberikan oleh Tuhan, jika dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan dengan cara yang benar serta dengan tujuan yang baik maka Tuhan sebagai sumber berkat akan memberi dan melipatgandakan uang tersebut. Dalam 2 Tesalonika 3:10 menuliskan, “Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.”

Alkitab menuliskan bahwa setiap orang tidak dapat mengetahui kapan hari yang baik itu datang, karena itu setiap orang bekerja selagi hari masih siang dan tidak biarkan tangannya untuk berhenti, sebab setiap orang mengetahui kapan sukses itu menjadi miliknya. Setiap orang percaya tidak boleh berkata apa yang dapat mereka kerjakan, sebab mereka dikelilingi dengan pekerjaan. Agar keuangan yang Tuhan beri dapat mengalami pelipatgandaan, maka setiap orang percaya harus mengerjakan dan mengusahakannya. Dari sejak awal Tuhan menciptakan manusia, IA memerintahkan untuk mengusahakan dan memelihara Taman Eden (Kejadian 2:15).

Melipatgandakan sebagian keuangan merupakan cara investasi yang Alkitab ajarkan. Investasi yang benar menurut Alkitab ialah melipat gandakan harta yang ada untuk memenuhi kebutuhan masa depan. Alkitab mengajarkan kepada setiap orang percaya untuk dapat melipatgandakan keuangan yang dimilikinya sebagai suatu investasi, dan untuk itu harus diusahakan.

Tuhan tahu kesanggupan bagi setiap orang dalam mengelola serta melipatgandakan benih keuangan yang ia miliki. Tiap-tiap orang tentunya memiliki kesanggupan yang berbeda-beda dalam mengelola keuangan. Alkitab mengajarkan agar setiap orang harus mengenal kemampuan yang ia miliki, dan dengan demikian ia dapat mengelola keuangannya sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Tuhan kadang-kadang dapat bertindak seperti seorang tuan yang keras, karena Ia tahu kapasitas seseorang maka mereka dituntut untuk bekerja dengan maksimal. 

Dan jika keuangan diinvestasikan dengan disiplin yang baik maka hasilnya akan membawa kepada kesejahteraan. Ada suatu kesukaan khusus yang hanya dapat diperoleh melalui disiplin dan kerja keras dari seseorang. Orang percaya harus mengatur keuangannya agar dapat dilipatgandakan dengan cara menginvestasi keuangannya. Untuk itu maka orang percaya harus berusaha melatih diri agar disiplin dalam mengatur keuangannya. Sehingga setiap orang percaya dapat memiliki bagian keuangan yang dapat diinvestasikan.

Perumpamaan dalam Lukas 19:11-27, tentang melipatgandakan keuangan. Teks ini menjelaskan bahwa setiap orang dipercayakan sejumlah modal sesuai dengan kemampuannya dalam berbisnis, dan ia diharapkan dapat berdagang dengan modal tersebut. Tuhan mengetahui kemampuan setiap orang dalam mengelola keuangan. Dan hal ini yang menjadi penyebab mengapa Tuhan mempercayakan kepada setiap orang keuangan yang berbeda-beda. Kemampuan seseorang dalam mengelola dan menginvestasikan keuangan dengan benar, akan mempengaruhi masa depan keuangan mereka.

Begitu banyak seminar-seminar investasi yang mengajarkan cara cepat melipat gandakan keuangan, dan bahkan banyak orang yang berani membayar mahal agar dapat mengikuti seminar tersebut. Di toko-toko buku banyak dijual buku panduan mengenai bagai mana cara melipatgandakan keuangan, ataupun buku-buku mengenai cara mengelola keuangan, sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang besar. 

Pilihan tergantung dari setiap individu, dengan melihat kemampuan mereka dan pemahaman serta komitmen dalam menginvestasikan keuangan. Tentunya sebagai orang percaya, tidak lepas dari tuntunan Tuhan dalam menginvestasikan keuangan, serta menginvestasikan dengan cara-cara yang benar dan tidak tamak. Hal ini menghindarkan dari kesalahan dalam menginvestasikan keuangan serta meluputkan dari dosa cinta akan uang.

Pengalaman setiap individu dalam mengelola keuangan berbeda-beda, seperti dalam merencanakan investasi, dana pensiun, dan asuransi serta kredit. Seseorang harus mempertimbangkan risiko dan return yang dihadapinya, hal ini mempengaruhi pengambilan keputusan saat mereka merencanakan investasi dalam rangka pelipatgandaan keuangan. Pengalaman mengelola keuangan tidak semata-mata hanya memiliki produk investasi akan tetapi dapat memanfaatkan produk investasinya. 

Menginvestasikan keuangan membutuhkan pemahaman yang benar dalam menempatkan uang yang diinvestasikan dan berapa lama uang tersebut akan diinvestasikan. Menurut jangka waktunya proses investasi dapat dibedakan atas investasi jangka panjang dan investasi jangka pendek. Investasi jangka pendek waktunya tidak lebih dari satu tahun. Sedangkan investasi jangka panjang dapat didefinisikan sebagai investasi dengan jangka waktu lebih dari satu tahun. Menginvestasikan keuangan menurut jangka waktu investasi, maka seseorang harus memperhitungkan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan datang. 

Penting bagi orang percaya untuk dapat memiliki perencanaan kebutuhan-kebutuhan di masa akan datang. Hal ini bukan berarti seseorang tidak mempercayai tentang Allah Elshadai atau Jehova Jireh, tetapi setiap orang percaya harus belajar untuk bijaksana dalam mengatur keuangannya. Bukankah Tuhan memberikan setiap orang hikmat untuk dapat mengatur segala sesuatu dengan baik. Begitu pun setiap orang percaya diberikan hikmat dan kemampuan dari Tuhan agar dapat menginvestasikan keuangan dengan baik dan benar.

Keuangan untuk Menumbuhkan Buah-buah Kebenaran

Dalam 2 Korintus 9:10 menuliskan, “Menumbuhkan buah-buah kebenaranmu”. Dalam bahasa Yunani kata kebenaran yaitu dikaiosunē (δικαιοσύνη), yang berarti pembenaran atau kebenaran. Berbicara tentang kebenaran Yohanes 8:31-32 menuliskan, “Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya, “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” 

Kata kebenaran yang dituliskan di dalam Injil Yohanes, merupakan kebenaran Firman Tuhan. Karena berdasarkan Alkitab maka orang-orang akan mengetahui tentang kebenaran dan dapat hidup dalam kebenaran tersebut. Di sini kita dapat memahami bahwa menumbuhkan buah-buah kebenaran merujuk pada pemberian yang berdasarkan motivasi yang benar sesuai dengan Alkitab, dan untuk pekerjaan Tuhan, sehingga kemuliaan Allah dinyatakan di bumi.

Dalam 2 Korintus 9:6-7 menjelaskan bagaimana sikap hati yang benar dalam menabur keuangan untuk menumbuhkan buah-buah kebenaran. Sikap hati yang harus dimiliki adalah kerelaan dan sukacita dalam memberi. Ada empat alasan mengapa orang Kristen harus memberi dengan sikap hati yang rela dan sukacita. 

Pertama, memberi dengan sikap hati yang rela dan sukacita merupakan suatu kasih karunia yang berasal dari Roh Kudus. 

Kedua, memberi dengan sikap hati yang rela dan sukacita akan mendatangkan perkenanan Allah. 

Ketiga, memberi dengan sikap hati yang rela dan sukacita menunjukkan tanda kasih kepada Tuhan. 

Keempat, memberi dengan rela dan sukacita akan membebaskan orang Kristen dari perbudakan roh mamon.

Alkitab menuliskan dalam 1 Yohanes 3:18, “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” Memberi adalah wujud kasih bagi orang Kristen kepada Tuhan dan juga kepada sesama saudara seiman. Orang yang mengasihi Tuhan pasti memberi dengan motivasi yang benar, tanpa menuntut apa pun di balik setiap pemberian mereka. Tuhan mengetahui setiap motivasi pemberian yang di lakukan, dan apa pun motivasi pemberian seseorang pasti ada konsekuensinya.

Menurut Beyer dan Simamora, seperti yang dikutip oleh Jilly Pingkan Kaunang pemahaman memberi pada zaman Paulus di Korintus adalah do ut des yang berarti: saya beri, maka saya terima. Pemberian yang tidak tulus selalu menuntut adanya timbal balik dari pemberian mereka. Kadang kala orang percaya menganggap jika mereka sudah memberi untuk pekerjaan Tuhan, maka hidup mereka pasti langsung diberkati berlimpah oleh Tuhan. Pemikiran seperti demikian merupakan pemikiran yang kurang tepat dalam hal memberi untuk menumbuhkan buah-buah kebenaran, orang percaya tidak perlu memikirkan tentang balasan atas setiap pemberian tersebut. 

Prinsip rohani di balik Lukas 6:38 ialah memberi dan menerima, tetapi bukan memberi untuk menerima atau menuntut balasan atas pemberian mereka. Persyaratan yang baik untuk menerima ditemukan dalam Lukas 6:35-36 yaitu memberi dengan sikap murah hati. Orang Percaya yang hidup dengan prinsip-prinsip ini, mempraktikkan kehidupan yang berserah penuh kepada Tuhan. Memberi merupakan sebuah pemberian materi dari bentuk ketaatan rohani kepada Tuhan.

Banyak orang menolak untuk bermurah hati karena mereka berpikir yang salah tentang memberi yakini bila memberi berarti kehilangan atau berkurang dari yang ada padanya. Akan tetapi orang yang hidupnya mau dipimpin oleh Roh Allah akan mengerti bahwa orang yang murah hati akan menerima jauh lebih banyak dari apa yang mereka beri. Matius 5:7, “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” Dari ayat ini kita dapat memahami bahwa orang yang murah hati dalam memberi, mereka tidak mengalami kekurangan karena Allah akan bermurah hati bagi mereka.

Sering kali seseorang memberi uang mereka dan berfokus pada Allah dengan hati penuh keyakinan untuk menerima balasan yang berlimpah karena telah banyak memberi. Namun seharusnya pada saat seseorang memberi kepada Tuhan, ia tidak boleh terlalu berharap mendapat balasan dari Tuhan. Pemikiran seperti ini merupakan upaya menolong seseorang agar dalam setiap pemberian yang dilakukannya memiliki motivasi yang benar, yaitu memberi bukan untuk mengharapkan balasan melainkan memberi dengan hati yang tulus. Setiap orang percaya yang memberi dengan motivasi yang benar, ia sedang menunjukkan suatu tindakan mengasihi dan memuji Allah. 

Orang Kristen yang memberi dengan benar, sadar bahwa mereka sedang menabur dalam ketaatan akan kehendak Allah. Seseorang bukan menabur hanya karena kewajiban hukum, melainkan karena ketaatan. Kepatuhan kita adalah bukti bahwa kita mendengar dan mengakui Allah sebagai sumber segalanya. Setiap orang percaya meyakini bahwa apa yang mereka tabur untuk menyenangkan hati Tuhan, dan bukan untuk menghindari hukuman Tuhan. Pemberian yang dilakukan orang setiap Kristen, khususnya untuk menumbuhkan buah kebenaran, merupakan wujud hubungan kasih dan ketaatan kepada Tuhan. Pemberian yang berdasarkan kasih serta ketaatan kepada Tuhan akan menunjukkan hubungan yang akrab dengan Tuhan.

Salah satu pemberian yang wajib dikembalikan berdasarkan kasih dan ketaatan kepada Tuhan yaitu persepuluhan. Maleakhi 3:10 menuliskan, “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” 

Mengembalikan uang persepuluhan merupakan benih yang wajib bagi orang percaya lakukan untuk menumbuhkan buah-buah kebenaran dalam kehidupan mereka. Persepuluhan merupakan bagian yang wajib dikembalikan kepada Allah, atas apa yang telah Allah berikan kepada kita. Persepuluhan berarti satu persepuluh (Ibrani: ma’ser yang berarti sepersepuluh bagian). Persepuluhan adalah sepersepuluh pertama (10%) dari setiap penghasilan orang percaya (gross income). Persepuluhan merupakan benih yang wajib dikembalikan kepada Tuhan oleh setiap orang percaya.

Motivasi pemberian persepuluhan ialah sebagai wujud ucapan syukur dan sebagai kontribusi orang percaya bagi pekerjaan Tuhan (Maleakhi 3:10; Nehemia 13:10), serta pengakuan atas berkat yang Tuhan telah limpahkan, didasarkan atas kasih kepada Tuhan dan sesama. Persepuluhan diberikan ke gereja sebagai kontribusi jemaat untuk mendukung pelayanan gereja dan untuk kesejahteraan para pelayan Tuhan yang telah memberikan hidupnya untuk pelayanan rohani. 

Persepuluhan merupakan benih yang ditabur untuk menumbuhkan buah-buah kebenaran bagi orang percaya. Allah tidak meminta semua hasil yang di per oleh dari tuaian ditabur untuk menumbuhkan buah-buah kebenaran. Tetapi sebagian besar dari hasil tuaian tersebut masih dapat digunakan untuk kebutuhan pribadi.

Selain persepuluhan, keuangan yang diperoleh juga dapat ditabur untuk menumbuhkan buah-buah kebenaran yang lainnya. Alkitab mencatat ada juga keuangan yang ditabur untuk mendukung pekerjaan Tuhan dan untuk menolong sesama orang percaya serta orang lain yang juga membutuhkan. Prinsip orang percaya dalam memberi adalah sebuah keharusan, namun hal ini harus lahir dari hati yang tulus, serta penuh sukacita dan ucapan syukur. Pada saat orang percaya memberi, maka mereka akan selalu ingat bahwa mereka adalah orang yang telah menerima pemberian yang baik dari Tuhan maupun sesama. Pemberian setiap orang percaya berhubungan erat dengan menumbuhkan buah-buah kebenaran mereka.

Di mana saja orang percaya dapat memberikan taburannya untuk menumbuhkan buah-buah kebenaran selain persepuluhan? Ada empat area taburan keuangan yang dapat gunakan untuk menumbuhkan buah-buah kebenaran, yaitu:

1. Memelihara orang yang di kasihi atau keluarga (1 Timotius 5:8)

2. Memberi sedekah atau amal (Matius 6:34)

3. Memberi pada anak yatim piatu atau janda miskin (Yakobus 1:27)

4. Memberi pada orang miskin (Amsal 19:17).

Dampak dari memberi dapat menumbuhkan rasa kebahagiaan tersendiri bagi orang yang memberi.

Penutup

Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa analisis dalam pengelolaan keuangan berdasarkan perspektif 2 Korintus 9:10 bagi kesejahteraan keluarga Kristen, mencakup: keuangan yang dimiliki oleh setiap orang percaya berasal dari Allah. Dalam 2 Korintus 9:10 menuliskan tentang “roti untuk dimakan”, berarti keuangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau kebutuhan sehari-hari. 

Alkitab menuliskan bahwa ada bagian dari keuangan yang digunakan untuk dilipatgandakan, berarti harus ada uang yang disisihkan untuk dilipatgandakan atau investasikan. Menumbuhkan buah-buah kebenaran berarti keuangan yang digunakan untuk ditaburkan dengan sikap hati yang benar. Pengelolaan keuangan yang benar akan dapat membawa keluarga Kristen dapat mengalami kesejahteraan dalam kehidupan mereka.
Next Post Previous Post