Memahami Persembahan Teosentris: Filipi 4:18-20

Pendahuluan

Setiap insan di muka bumi ini, tanpa terkecuali, memiliki sesuatu yang mereka agungkan di atas segalanya dalam eksistensi mereka, meskipun beberapa mungkin tidak sepenuhnya sadar atau bahkan menolaknya. Ada berbagai metode untuk mengidentifikasi elemen yang berdaulat dalam kehidupan seseorang. Salah satu cara yang paling efektif adalah melalui analisis fokus dan perspektif individu tersebut. 
Memahami Persembahan Teosentris: Filipi 4:18-20
Objek yang secara konsisten menjadi pusat perhatian (fokus) mencerminkan apa yang dianggap supremasi. Cara pandang seseorang (perspektif) juga sangat krusial dalam mengungkap apa yang mendominasi dalam kehidupannya. Sebagai ilustrasi, individu yang terobsesi dengan materi akan selalu mengevaluasi segala sesuatu berdasarkan nilai moneter dan analisis laba-rugi.

Demikian pula, bagi seseorang yang menganggap Tuhan sebagai prioritas utama dalam hidupnya. Orang tersebut akan memandang dunia melalui lensa keilahian. Pandangannya akan selalu terpusat pada Tuhan. Mereka yang menempatkan Tuhan sebagai inti dari keberadaan mereka tidak akan pernah kehilangan alasan untuk memuji-Nya. Segala sesuatu dilihat sebagai anugerah, dan anugerah ini terhampar di mana-mana.

Contoh nyata dari hal ini dapat dilihat pada sosok Paulus. Dalam berbagai situasi, ia mampu melihat kehadiran dan kerja Tuhan. Bukan hanya itu, bagi Paulus, Tuhan adalah inti yang menggerakkan segalanya. Pandangannya yang teosentris (berpusat pada Tuhan), termasuk saat ia mengucap syukur atas bantuan materi yang dikirimkan oleh jemaat Filipi melalui Epafroditus. 

Paulus bersuka cita dalam Tuhan atas perhatian jemaat Filipi (Filipi 4:10). Ia telah belajar merasa cukup dalam segala kondisi dengan kekuatan Kristus (Filipi 4:11-13), bukan dengan mengexploitasi kemiskinannya atau memanipulasi kedermawanan jemaat Korintus. Fokusnya lebih kepada hasil rohani yang diperoleh dari persembahan tersebut (Filipi 4:14-17). Ia juga memandang pemberian tersebut dalam konteks hubungannya dengan Allah dan kemuliaan-Nya.

Apa karakteristik dari persembahan yang teosentris?

1. Pertama, persembahan teosentris adalah persembahan yang menggembirakan Allah (Filipi 4:18). 

Paulus menyatakan kepuasan terhadap bantuan dari jemaat Filipi dengan kata-kata: “Kini aku telah menerima segala yang aku perlukan dari padamu, lebih dari cukup. Aku telah berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus.” 

Ini bukan soal jumlah yang melimpah, melainkan tentang rasa puas. Paulus memilih gaya hidup yang sederhana: cukup makanan dan pakaian saja sudah memadai (1 Timotius 6:8). Ia juga telah belajar merasa cukup dalam segala keadaan, baik dalam kelimpahan maupun kekurangan (Filipi 4:11-13). “Aku berkelimpahan,” lebih kepada kepuasan hidupnya dalam Kristus, bukan tentang materi yang dimilikinya.

Setelah menyatakan kepuasannya, Paulus menegaskan bahwa pemberian itu adalah “suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah” (Filipi 4:18b). Ini menunjukkan bahwa pemberian untuk Paulus adalah juga persembahan bagi Allah. Allah yang tidak membutuhkan apa pun dari manusia (Kisah Para Rasul 17:24-25) menganggap persembahan itu sebagai sesuatu yang menyenangkan hati-Nya. Ini mengajarkan bahwa meski Allah tidak terkesan dengan banyaknya yang kita punya, Dia bergembira dengan apa yang kita berikan secara sukarela.

Kristus sendiri telah memberikan teladan yang sempurna. Dia menyerahkan nyawanya bagi orang-orang berdosa, sebuah persembahan yang “harum bagi Allah” (Efesus 5:2). Mengurbankan diri bagi orang lain merupakan tindakan yang meneladani Kristus.

2. Kedua, persembahan teosentris adalah persembahan yang percaya akan pemeliharaan Allah (Filipi 4:19). 

Paulus menegaskan bahwa pemberian jemaat Filipi akan di respons oleh Allah dengan memenuhi semua kebutuhan mereka. Ini adalah sebuah pernyataan yang mengagumkan. Namun, ini bukan soal transaksi sederhana – kita memberi, Tuhan memberkati. Sebaliknya, Paulus sedang meyakinkan jemaat Filipi tentang kemurahan dan pemeliharaan Allah bagi mereka. Dengan menyerahkan sebagian dari yang mereka miliki, mereka tidak akan mengalami kekurangan.

3. Ketiga, persembahan teosentris adalah pemberian yang mengakui keagungan kemuliaan Allah ( Filipi 4:20). 

Pengakuan ini penting. Jika kita mengakui keutamaan kemuliaan Allah dalam hidup kita, kita akan rela melakukan apa saja bagi kemuliaan-Nya. Ketika kita menyerahkan sesuatu demi kepentingan Allah, kita sedang mengakui keberhargaan kemuliaan-Nya dalam kehidupan kita.

Baca Juga: Mengenal Kristus: Kekayaan yang Sejati dan Perubahan Nilai Hidup (Filipi 3:4-9)

Sebagai penutup, saya ingatkan kata-kata John Piper: "Allah paling dimuliakan di dalam kita ketika kita paling dipuaskan di dalam Dia." Ini berarti, memiliki Allah saja sudah cukup bagi kita, dan sikap ini sangat memuliakan Dia. Kita mengakui keberhargaan diri Allah di atas segala-galanya.

Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan ini menyoroti pentingnya memiliki perspektif yang teosentris dalam kehidupan rohani. Melalui contoh Paulus, kita belajar bahwa memusatkan fokus pada Tuhan mengubah cara kita memandang dunia dan interaksi kita di dalamnya. Persembahan yang teosentris tidak sekadar soal materi, melainkan sebuah refleksi dari kepuasan dan kepercayaan kita kepada Allah. Hal ini tercermin dari tiga aspek utama:

1. Persembahan sebagai Ekspresi Kepuasan dalam Kristus: Paulus menunjukkan bahwa persembahan yang berkenan kepada Allah adalah yang lahir dari rasa cukup dan puas dalam Kristus, bukan dari kelimpahan materi.

2. Keyakinan pada Pemeliharaan Allah: Persembahan yang teosentris juga mengandung keyakinan bahwa Allah akan memenuhi kebutuhan kita. Ini bukanlah transaksi, melainkan pengakuan atas kemurahan dan pemeliharaan Allah.

3. Pengakuan atas Kemuliaan Allah: Persembahan merupakan cara kita mengakui dan memuliakan kemuliaan Allah. Ini menunjukkan bahwa kita mengutamakan keagungan Allah di atas segala-galanya.

Dengan demikian, persembahan dalam konteks ini lebih dari sekadar tindakan fisik; ini adalah manifestasi dari hubungan kita yang mendalam dengan Tuhan, mengakui bahwa memiliki Dia saja sudah cukup bagi kita, dan ini sangat memuliakan-Nya.
Next Post Previous Post