Prinsip Spiritualitas dari 2 Timotius 2:1-13

Pendahuluan:

Bagi banyak orang yang memeluk agama Kristen, kehidupan rohani adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dalam menjalani perjalanan iman ini, sering kali kita mencari panduan dan prinsip-prinsip yang dapat memandu langkah-langkah kita menuju pertumbuhan dan kematangan dalam iman. Salah satu sumber yang kaya akan panduan spiritual adalah Alkitab, kitab suci umat Kristen. 

Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi beberapa prinsip spiritualitas penting yang dapat kita pelajari dari 2 Timotius 2:1-13. Dari ayat-ayat ini, kita akan menemukan bimbingan berharga yang dapat membantu kita memperkuat iman, menjaga keteguhan, dan hidup yang setia dalam panggilan kita sebagai orang percaya. Mari kita telusuri bersama-sama prinsip-prinsip yang mendalam ini dan melihat bagaimana mereka dapat menginspirasi dan membimbing langkah-langkah kita dalam perjalanan rohani ini.
Prinsip Spiritualitas dari 2 Timotius 2:1-13
1. Tidak Goyah

Tidak goyah artinya: berpegang teguh pada posisinya, bertahan pada pendiriannya yang tidak dapat digoyahkan oleh apa pun dan tidak mudah terpengaruh. Terkadang, seseorang melihat suatu kejadian dari sisi yang berbeda. Perbedaan pandangan dan sisi melihat ini bisa melahirkan suatu sikap yang berbeda pula. Tidak goyah artinya: berpegang teguh pada posisinya, bertahan pada pendiriannya, dan tetap berdiri. 

Dalam hal ini, seorang hamba Tuhan dituntut untuk memiliki pendirian yang teguh dalam setiap keputusan yang telah ditentukan sebab hamba Tuhan harus memiliki integritas dalam melakukan pelayanannya. Dampak dari hamba Tuhan yang tidak memiliki pendirian yaitu akan cenderung putus asa dan menyalahkan setiap keadaan yang dialami bahkan meninggalkan pelayanan ketika merasa tidak nyaman dengan tempat pelayanannya.

Sebagai hamba Tuhan yang mengajarkan akan kebenaran Allah juga dituntun untuk tidak goyah dalam pengajaran yang disampaikan dan tetap mempertahankan dan bertanggung jawab dalam setiap ajaran yang disampaikannya bahkan tidak membiarkan dirinya dipengaruhi ajaran-ajaran lain yang sedang dihadapinya. Demikianlah halnya yang harus dimiliki oleh seorang hamba Tuhan, dalam kondisi apa pun yang menerpa kehidupannya maka Ia tetap tegar dan tidak tergoyahkan oleh apa pun sekalipun itu mengorbankan dirinya dalam pendirian bersama Kristus. Salah satu contoh yang ada dalam Alkitab yang harus kita teladani sepanjang masa yakni Ayub. 

Dengan ketekunan yang Ia miliki di hadapan Tuhan, Maka segala sesuatu yang menerpa kehidupannya atas seizin Allah maka ia boleh melewatinya semua meskipun pahit bahkan sakit rasanya ketika Ia jalani, namun dengan berbagai cobaan yang Ia hadapi boleh ia lewati tanpa tergoyahkan imannya di hadapan Tuhan. Jadi melalui peristiwa-peristiwa demikian, kita diajarkan supaya kita miliki keteguhan dalam berbagai hal yang kita alami dan tidak tergoyahkan oleh apa pun.

2. Bertanggung Jawab

Kata bertanggung jawab berasal dari kata dasar tanggung jawab. Kata tanggung jawab dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). Sedangkan kata bertanggung jawab yang artinya berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab. Secara harafiah arti dari kata bertanggung jawab adalah penulis dapat menyimpulkan bahwa suatu tugas yang telah dipercayakan kepada seseorang dan harus bertanggung jawab di dalamnya. Menurut Robert mengatakan bahwa:

"Tugas-tugas penggembalaan ini, Timotius terima dengan maksud untuk mempersiapkan dirinya sebagai pemuda yang kelak siap untuk melakukan tugas pelayanan dan mampu menghadapi krisis yang timbul dalam jemaat. Dalam tugas-tugas penggembalaan itu salah satu aspek yang sangat ditekankan dalam dirinya adalah kematangan pribadi dan kemampuan untuk mandiri dalam menangani persoalan-persoalan yang rumit dan yang berat dalam jemaat. Sebab sebagai seorang pemimpin jemaat masa depan ia harus memiliki kepribadian yang matang dan kemampuan dalam tugas yang akan ia emban."

Dalam hal ini juga penulis dapat menyimpulkan bahwa seorang hamba Tuhan atau yang telah berkomitmen untuk menjadi seorang prajurit Kristus harus dapat bertanggung jawab atas tugas dan kepercayaan yang telah diterimanya yaitu untuk menjadi seorang pelayan Kristus. Seorang yang telah menjadi prajurit Kristus, tidak pernah ada kata menyerah atau putus asa kepada komandan atas tugas dan tanggung jawab yang telah dipercayakan kepadanya akan tetapi, harus menjadi seorang pribadi yang tangguh dan bertanggung jawab. Dengan menyadari hal ini, seorang hamba Tuhan harus memiliki rasa tanggung jawab dan mengakui kewajibannya pertama-tama berupaya menjadi pribadi yang punya integritas religius, iman, dan hikmah spiritual.

3. Disiplin

Kata disiplin adalah tata tertib, taat, dan patuh terhadap peraturan yang berlaku. Ketika memasuki tahap kehidupan yang baru, secara keliru menganggap bahwa ujian yang pernah mengalami telah menjadi masa lalu. Tetapi Allah tidak berpendapat demikian, disiplin merupakan bahan baku bagi kehidupan Kristen yang kokoh. Dalam hal ini, kedisiplinan sangat penting dalam kehidupan orang percaya karena tanpa kedisiplinan maka orang percaya tidak mengalami pertumbuhan dengan Tuhan. 

Disiplin adalah bukti kepedulian, kerinduan, dan hasrat-Nya agar dapat bertumbuh dalam anugerah-Nya. Kalau bukan karena ajaran Kitab Suci, maka ujian yang dialami mungkin membuat berpikir bahwa Allah membenci. Tetapi justru sebaliknya. Sebagai Bapa, Ia membuat segala sesuatu bekerja bersama-sama, untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

Mazmur 27:4. Begitu banyak orang Kristen yang sedemikian terlibat dalam banyak hal, sementara rahasia itu untuk maju adalah memusatkan perhatian pada satu hal, orang percaya harus bertekun mengikuti perlombaan lari Kristen. Disiplin merupakan upaya Allah untuk menaburkan di tanah sehingga berada di mana Allah dapat bekerja di dalam hidup dan mengubah. Disiplin Rohani itu sendiri tidak dapat mengerjakan apa-apa, hanya dapat membawa ke tempat di mana sesuatu bisa dikerjakan. Disiplin itu adalah sarana anugerah Allah. Alkitab mengaitkan kedisiplinan dengan tiga hal yaitu waktu, bijaksana, dan etika. 

Paulus berkata. “Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar, pergunakanlah waktu yang ada.” Di sini waktu digabungkan dengan kebijaksanaan dan etika demikian pula di dalam Efesus 5:16 waktu digabungkan dengan etika. Tebuslah waktu yang ada, karena hari ini adalah hari yang jahat. Jadi, disiplin sangat dikaitkan dengan waktu, doa, bijaksana, dan disiplin adalah anugerah Allah yang harus dimiliki oleh manusia.

Disiplin merupakan berkaitan erat dengan pemahaman tentang kesucian, gereja suci karena Allah adalah suci dan memberikan atau mempercayakan kepada gereja-Nya perkasa-perkasa suci, yaitu firman dan sakramen. Namun, kesucian lahiriah, seperti yang dikejar oleh kaum Anabaptis, tidak mungkin dicapai manusia di dalam kehidupannya masa kini, kendati manusia harus terus-menerus mengupayakannya di sepanjang hidup sebagai suatu proses yang tidak pernah selesai. 

Disiplin rohani memang benar terutama mengingat peringatan Paulus kepada mereka yang berusaha memperbaiki orang lain supaya berhati-hati agar tidak terperangkap dalam dosa si pelanggar. Hubungan alkitabiah dengan Tuhan harus terus berkembang, pengetahuan tentang Firman Tuhan serta ketaatan terhadap Firman Tuhan.

4. Bertekun

Tomatala menjelaskan bahwa ketekunan orang percaya adalah merupakan pembuktian dan penandaan anugerah Allah dalam kehidupan orang percaya di mana mereka dengan tekun memandang kepada Kristus serta mengharapkan pertolongan-Nya untuk bertahan menggumuli kehidupan keseharian dalam mengiring Dia berlandaskan jaminan keselamatan yang dari pada-Nya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketekunan merupakan suatu bukti pengabdian orang percaya atas kasih karunia-Nya untuk semakin memandang dan berharap kepada Tuhan sebagai sumber pertolongan dalam kehidupan orang percaya.

Melalui pemaparan di atas maka Hoekema mengatakan dalam bukunya Alkitab mengajarkan bahwa orang percaya yang sejati dipelihara sedemikian rupa oleh Allah sehingga mereka dimampukan untuk bertekun di dalam kehidupan beriman sampai pada akhirnya. Akan tetapi, berkat ketekunan ini hanya dapat dialami di dalam kesatuan di dalam Kristus. 

Yesus secara gamblang mengajarkan hal ini di Yohanes 10:27-28, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.” 

Dengan kata lain, jika kita saat ini benar-benar telah mengenal Kristus dan berada di dalam Kristus maka kita pun selalu dalam naungan-Nya dan aman di dalam Dia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang yang bertekun adalah orang yang memiliki hidup hanya untuk mau mencari Tuhan dan menyenangkan Tuhan dalam hidupnya dan mau tinggal atau berada di dalam Tuhan.

Brake mengatakan bahwa mencari Allah yaitu harus dengan bertekun. Ketekunan itu penting dalam melakukan apa pun, tetapi dalam konteks mencari Allah. Yesus memberi sebuah perumpamaan yang menakjubkan dalam Lukas 18 tentang ketekunan seorang janda yang sedang mencari keadilan dari hakim yang jahat. Bukan karena kebaikan hakim itu janda tersebut memperoleh keadilan. Bukan juga karena status atau hak istimewa (ia adalah seorang janda yang miskin). Ia memperolehnya karena ketekunannya. 

Tomatala menjelaskan bahwa ketekunan orang percaya merupakan sikap taat atau tekun melalui penyerahan diri yang konstan dan konsisten kepada Allah, sehingga mereka menjadi teguh dan bertahan melewati pergumulan-pergumulan sepanjang kehidupan imannya. Maka dari itu penulis menyimpulkan bahwa setiap orang yang telah menerima Tuhan dalam hidupnya hendaklah ia tekun di dalam imannya kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga dalam ketekunannya memperoleh mahkota yang kekal.

5. Setia

Kata “setia” dalam bahasa Yunani adalah pistos, adjective nominative masculine singular no degree dengan kata dasar pistos. Jadi penulis mengartikan bahwa kata ini merupakan suatu kata yang menunjukkan sifat atau karakter seseorang yang menyenangkan, yang dapat dipercaya, yang setia yang percaya, beriman atau sifat kesetiaan seseorang. Sedangkan dalam King James Version kata “setia” memakai kata faithful yang berarti percaya, setia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “setia” berarti patuh, taat, tetap melakukan, tetap dan teguh hati. 

Stemps mengatakan dalam bukunya Alkitab mencatat dalam Perjanjian Baru bahwa kata “setia” adalah salah satu sikap yang ditekankan oleh Tuhan Yesus bagi setiap orang yang mengikut Dia. Allah sangat menghendaki adanya kesetiaan dalam kehidupan umat-Nya. Allah memanggil setiap umat manusia untuk percaya kepada-Nya melalui persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus. 

Di sana dikatakan bahwa Ia adalah Allah yang setia, itulah sebabnya Ia menghendaki setiap umat-Nya untuk taat dan patuh kepada perintah-Nya, seperti yang dikatakan dalam Alkitab, bahwa setiap manusia hendaknya menjauhi sikap ketidaksetiaan kepada Allah tetapi mengejar keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, dan kesabaran.

Jadi penulis menyimpulkan bahwa kesetiaan sangat berharga dan merupakan sikap hati yang mulia, dan Tuhan sendiri setia kepada semua umat manusia bahkan setia sampai mati hingga sampai tergantung di atas kayu salib demi umat manusia. Maka tidak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak setia kepada Allah karena Tuhan selalu setia kepada orang percaya walaupun umat-Nya sendiri tidak setia kepada-Nya karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.

Kesimpulan:

Dari pembahasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa prinsip-prinsip spiritualitas yang terkandung dalam 2 Timotius 2:1-13 memberikan arahan yang sangat berharga bagi setiap orang yang berusaha untuk hidup kokoh dan setia dalam iman mereka kepada Tuhan. Dengan tidak goyah dalam iman, bertanggung jawab dalam pelayanan, menjaga disiplin rohani, bertekun dalam menghadapi cobaan, dan tetap setia kepada Allah, kita dapat memperkuat hubungan kita dengan-Nya dan tumbuh dalam pertumbuhan rohani. 

Prinsip-prinsip ini mengajarkan kita untuk mempercayakan segalanya pada Allah, menempatkan-Nya sebagai pusat dari segala-galanya, dan mengikuti-Nya dengan setia dalam segala situasi. Dengan menghayati dan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menjalani perjalanan iman yang kokoh dan memperoleh kehidupan yang berbuah berkat dan ke berlimpahan dalam Kristus. Mari kita terus hidup sesuai dengan prinsip-prinsip ini dan mempersembahkan hidup kita sebagai persembahan yang menyenangkan bagi-Nya.
Next Post Previous Post