Teladan Hidup Kristen: Prinsip-Prinsip dari 1 Timotius 4:12
Pendahuluan:
Kehidupan kekristenan selalu menjadi sorotan, termasuk dalam ajaran Rasul Paulus kepada Timotius. Dalam suratnya, Paulus menginstruksikan Timotius untuk menjadi teladan dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, dan kesucian.
Kehidupan kekristenan selalu menjadi sorotan, termasuk dalam ajaran Rasul Paulus kepada Timotius. Dalam suratnya, Paulus menginstruksikan Timotius untuk menjadi teladan dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, dan kesucian.
Dalam paparan 1 Timotius 4:12 ini, kita akan membahas prinsip-prinsip keteladanan hidup yang ditekankan oleh Paulus kepada Timotius, yang relevan untuk dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi remaja Kristen. Prinsip-prinsip ini, yaitu: 1. keteladanan dalam perkataan, 2. tingkah laku, 3. kasih, 4. kesetiaan, dan 5. kesucian, adalah landasan bagi remaja Kristen untuk hidup dalam kebenaran dan menjadi teladan bagi yang lain.
Prinsip Keteladanan Hidup
Kehidupan kekristenan selalu menjadi bahan sorotan dimana-mana. Hal ini juga yang dikumandangkan oleh Rasul Paulus kepada anak rohaninya yang bernama Timotius. Rasul Paulus memberi perintah sekaligus larangan agar menerapkan prinsip-prinsip keteladanan dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip keteladanan yang dimaksud oleh Rasul Paulus harus ter aplikasi dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesucian dan kesetiaan. Berikut ini penulis memaparkan satu-persatu prinsip keteladanan yang dimaksud oleh Rasul Paulus kepada Timotius.
1. Keteladanan Hidup dalam Perkataan
Kata ini mengkonotasikan cara dia berbicara kepada mereka. Ini berkaitan dengan fakta bahwa dengan merujuk pada orang percaya di Efesus, dia tentu tidak berdosa dengan kata-katanya (Efesus 4: 25, 26, 29, 31, 5: 5; Kolose 3: 8-9). Ini juga berhubungan dengan fakta bahwa dia berbicara dalam cara yang mampu mengungkapkan kasih Allah oleh sebuah kekuatan Roh (Efesus 4: 25, 29, 32, 5: 4, 19, 20; Kolose 3: 12, 13, 16, 17).
Prinsip Keteladanan Hidup
Kehidupan kekristenan selalu menjadi bahan sorotan dimana-mana. Hal ini juga yang dikumandangkan oleh Rasul Paulus kepada anak rohaninya yang bernama Timotius. Rasul Paulus memberi perintah sekaligus larangan agar menerapkan prinsip-prinsip keteladanan dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip keteladanan yang dimaksud oleh Rasul Paulus harus ter aplikasi dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesucian dan kesetiaan. Berikut ini penulis memaparkan satu-persatu prinsip keteladanan yang dimaksud oleh Rasul Paulus kepada Timotius.
1. Keteladanan Hidup dalam Perkataan
Kata ini mengkonotasikan cara dia berbicara kepada mereka. Ini berkaitan dengan fakta bahwa dengan merujuk pada orang percaya di Efesus, dia tentu tidak berdosa dengan kata-katanya (Efesus 4: 25, 26, 29, 31, 5: 5; Kolose 3: 8-9). Ini juga berhubungan dengan fakta bahwa dia berbicara dalam cara yang mampu mengungkapkan kasih Allah oleh sebuah kekuatan Roh (Efesus 4: 25, 29, 32, 5: 4, 19, 20; Kolose 3: 12, 13, 16, 17).
Ucapan Timotius harus didasarkan pada penggenapan Roh kudus yang dipengaruhi oleh Roh kudus yang menghasilkan penerimaan oleh iman yang diajarkan oleh Roh Kudus dalam Injil. Ini tentu akan dihasilkan dalam kata-kata ilahi. Dengan demikian, ini merujuk pada fakta bahwa ucapan Timotius yang diinginkan Paulus merupakan ucapan ilahi yang akan merefleksikan standar kesucian atau standar keilahian dari Injil.
Paulus menginginkan ucapan Timotius, percakapannya dengan orang-orang sesuai dengan jabatannya di dalam Kristus dan merefleksikan bahwa dia mengakui dan memiliki standar kesucian dari Injil. Dia akan menunjukkan keilahian melalui ucapannya, percakapannya. Kata-kata ini berhubungan dengan pelayanan Timotius pada jemaat yang merujuk pada apa yang dapat ditiru oleh orang lain dalam kehidupan Timotius
Logos adalah subjek dari kata depan en yang menandai pengertian yang menunjukkan bahwa ucapan Timotius adalah harus memiliki makna di mana dia menyebabkan dirinya menjadi teladan bagi orang Kristen di Efesus yang dapat ditiru. Cara yang baik di mana Timotius berkomunikasi dengan seseorang dalam komunitas Kristen di Efesus adalah menjadi cara di mana dia menyebabkan dirinya menjadi teladan bagi orang lain untuk meniru dengan tetap berpegang pada keilahian. Oleh karena itu, frasa kata depan έv λόγω “dengan arti ucapan”.
“Melalui ucapan atau perkataan” menunjukkan cara di mana Timotius menjadikan dirinya teladan bagi orang Kristen Efesus untuk menirukannya sesuai dengan jalan Allah. Cara Allah ini di mana Timotius berkomunikasi secara individu dalam jemaat Kristen di Efesus adalah melalui cara di mana dia dapat menjadi teladan bagi orang lain untuk menirukannya sebagaimana dikehendaki oleh Allah.
Ini mengacu kepada isi dari perkataan Timotius yang menotasikan cara di dalam mana dia berbicara kepada mereka. Ini berhubungan dengan fakta bahwa dengan mengacu kepada orang percaya Efesus, dia tidak berdosa dengan kata-katanya (Efesus 4: 25, 26, 29, 32; 5: 4, 19, 20; Kol 3: 12, 13, 16, 17). Ucapan Timotius harus didasarkan pada penggenapan Roh kudus yaitu dipengaruhi oleh Roh Kudus yang adalah merupakan hasil penerimaan oleh iman pengajaran Roh di dalam Injil. Ini dapat menghasilkan kata-kata ilahi.
Sehingga, ini merefleksikan fakta bahwa Paulus menginginkan ucapan Timotius adalah ucapan yang ilahi yang akan menggambarkan standar kesucian atau standar ilahi dari Injil. Paulus menginginkan ucapan Timotius, percakapannya dengan seseorang sesuai dengan jabatannya di dalam Kristus dan merefleksikan mana yang yang diakuinya dan mana standar yang kudus dari Injil. Dia tentu harus menyatakan hal itu melalui ucapan, percakapannya. Kata ini terkait dengan pelayanan publik dari Timotius di dalam hal mana mengacu kepada apa yang dapat diamati oleh orang lain dalam kehidupan Timotius.
Jadi teladan dalam perkataan mengacu kepada percakapan sehari-hari dengan orang lain atau orang percaya (1Timotius 4: 6) yaitu percakapan yang berdasarkan pada Firman Tuhan atau kontras dengan ajaran sesat, sehingga melalui perkataan seseorang mampu mengkomunikasikan hal-hal yang membangkitkan semangat, memberi motivasi walaupun situasi lingkungan tidak mendukung seperti situasi yang dialami oleh Timotius di mana ada ajaran sesat yang memutarbalikkan kebenaran Firman Tuhan dengan dongeng (1 Timotius 4: 6) tetapi remaja Kristen harus tetap menjadi teladan dalam perkataan dan tampil beda dengan orang-orang yang tidak percaya, sehingga keberadaan remaja di dalam situasi yang sulit tetap mampu menjadi contoh dalam perkataan yang sesuai dengan Firman Tuhan atau keyakinan iman Kristen dan menjadikan hal tersebut sebagai gaya hidup
2. Keteladanan Hidup Dalam Tingkah laku
Merril C. Tenney (1975:989) menyatakan: Kasih adalah hal yang fundamental dalam agama yang benar, keharmonisan mengikat para anggota jemaat. Wahyu ketuhanan sebagai Allah yang kasih adalah khas dari agama Yahudi-Kristen. Lebih dari anggota agama lain, Kristen sadar menikmati kasih yang saling menguntungkan antara mereka dan Allah.
Logos adalah subjek dari kata depan en yang menandai pengertian yang menunjukkan bahwa ucapan Timotius adalah harus memiliki makna di mana dia menyebabkan dirinya menjadi teladan bagi orang Kristen di Efesus yang dapat ditiru. Cara yang baik di mana Timotius berkomunikasi dengan seseorang dalam komunitas Kristen di Efesus adalah menjadi cara di mana dia menyebabkan dirinya menjadi teladan bagi orang lain untuk meniru dengan tetap berpegang pada keilahian. Oleh karena itu, frasa kata depan έv λόγω “dengan arti ucapan”.
“Melalui ucapan atau perkataan” menunjukkan cara di mana Timotius menjadikan dirinya teladan bagi orang Kristen Efesus untuk menirukannya sesuai dengan jalan Allah. Cara Allah ini di mana Timotius berkomunikasi secara individu dalam jemaat Kristen di Efesus adalah melalui cara di mana dia dapat menjadi teladan bagi orang lain untuk menirukannya sebagaimana dikehendaki oleh Allah.
Ini mengacu kepada isi dari perkataan Timotius yang menotasikan cara di dalam mana dia berbicara kepada mereka. Ini berhubungan dengan fakta bahwa dengan mengacu kepada orang percaya Efesus, dia tidak berdosa dengan kata-katanya (Efesus 4: 25, 26, 29, 32; 5: 4, 19, 20; Kol 3: 12, 13, 16, 17). Ucapan Timotius harus didasarkan pada penggenapan Roh kudus yaitu dipengaruhi oleh Roh Kudus yang adalah merupakan hasil penerimaan oleh iman pengajaran Roh di dalam Injil. Ini dapat menghasilkan kata-kata ilahi.
Sehingga, ini merefleksikan fakta bahwa Paulus menginginkan ucapan Timotius adalah ucapan yang ilahi yang akan menggambarkan standar kesucian atau standar ilahi dari Injil. Paulus menginginkan ucapan Timotius, percakapannya dengan seseorang sesuai dengan jabatannya di dalam Kristus dan merefleksikan mana yang yang diakuinya dan mana standar yang kudus dari Injil. Dia tentu harus menyatakan hal itu melalui ucapan, percakapannya. Kata ini terkait dengan pelayanan publik dari Timotius di dalam hal mana mengacu kepada apa yang dapat diamati oleh orang lain dalam kehidupan Timotius.
Jadi teladan dalam perkataan mengacu kepada percakapan sehari-hari dengan orang lain atau orang percaya (1Timotius 4: 6) yaitu percakapan yang berdasarkan pada Firman Tuhan atau kontras dengan ajaran sesat, sehingga melalui perkataan seseorang mampu mengkomunikasikan hal-hal yang membangkitkan semangat, memberi motivasi walaupun situasi lingkungan tidak mendukung seperti situasi yang dialami oleh Timotius di mana ada ajaran sesat yang memutarbalikkan kebenaran Firman Tuhan dengan dongeng (1 Timotius 4: 6) tetapi remaja Kristen harus tetap menjadi teladan dalam perkataan dan tampil beda dengan orang-orang yang tidak percaya, sehingga keberadaan remaja di dalam situasi yang sulit tetap mampu menjadi contoh dalam perkataan yang sesuai dengan Firman Tuhan atau keyakinan iman Kristen dan menjadikan hal tersebut sebagai gaya hidup
2. Keteladanan Hidup Dalam Tingkah laku
Merril C. Tenney (1975:989) menyatakan: Kasih adalah hal yang fundamental dalam agama yang benar, keharmonisan mengikat para anggota jemaat. Wahyu ketuhanan sebagai Allah yang kasih adalah khas dari agama Yahudi-Kristen. Lebih dari anggota agama lain, Kristen sadar menikmati kasih yang saling menguntungkan antara mereka dan Allah.
Kasih adalah kebutuhan yang dominan diperlukan kebajikan dalam agama Yahudi-Kristen. Kasih adalah hubungan manusia dan dalam hubungan antar manusia adalah di hati kehidupan Kristen dan ajaran. Kasih juga merupakan pra-syarat untuk menjadi warga yang baik, tetangga yang baik, atau suami atau istri yang baik atau orang tua
Dalam Exegetical Dictionary of New Testament (1990:542) memberikan arti bahwa istilah ini adalah merupakan kata netral secara etik menunjukkan bahwa konteks ini menentukan apakah ini memiliki pengertian positif atau negatif. Ini mengembangkan nilai etika sebagai sesuatu yang berkaitan dengan sikap dan perilaku yang telah didefinisikan dengan tegas.
Dalam Ibrani 13: 7, kata ini digunakan sebagai perbuatan atau tingkah laku dari pemimpin rohani dari orang Kristen. Ini digunakan sebagai perilaku atau tingkah laku orang Kristen dalam Yakobus 3: 13. Petrus menggunakan kata “perilaku” orang Kristen yang dia inginkan sebagai cara yang ilahi (1 Petrus 1: 15, 2: 12, 3: 16; 2 Petrus 3: 11). Petrus menggunakan kata perilaku dari istri orang Kristen (1 Petrus 3: 1-2). Dia juga menggunakan kata “tingkah laku” yang tidak ilahi dari Sodom dan Gomora (2 Petrus 2: 7).
Frederick W. Danker (2000:73) menyatakan bahwa kata ini merujuk pada perilaku atau gaya hidup yang diekspresikan menurut prinsip-prinsip tertentu. Sehingga ini mengacu kepada fakta bahwa Paulus menginginkan gaya hidup Timotius yang ilahi, yang menggambarkan standar kesucian atau standar keilahian dari Injil. Paulus menginginkan perilaku Timotius sesuai dengan jabatannya di dalam Kristus dan menggambarkan standar kesucian dari Injil. Kata ini berhubungan dengan pelayanan orang banyak di dalam mana mengacu kepada apa yang didapati oleh orang lain dalam kehidupan Timotius.
Kata anastrophe ini merupakan objek dari kata depan en yang berfungsi sebagai penanda pengertian yang menunjukkan bahwa Timotius harus menjadi teladan bagi jemaat Kristen di Efesus melalui perilaku dan secara khusus melalui tingkah laku. “Melalui perbuatan” menunjukkan bahwa Timotius adalah teladan bagi orang Kristen Efesus melalui perilaku dan secara khusus perilaku yang ilahi. Ini mengacu kepada perilaku, atau gaya hidup yang diinginkan oleh Paulus untuk dilakukan dengan mengacu kepada mereka yang lebih tua atau dewasa dalam jemaat Efesus.
Dalam Exegetical Dictionary of New Testament (1990:542) memberikan arti bahwa istilah ini adalah merupakan kata netral secara etik menunjukkan bahwa konteks ini menentukan apakah ini memiliki pengertian positif atau negatif. Ini mengembangkan nilai etika sebagai sesuatu yang berkaitan dengan sikap dan perilaku yang telah didefinisikan dengan tegas.
Dalam Ibrani 13: 7, kata ini digunakan sebagai perbuatan atau tingkah laku dari pemimpin rohani dari orang Kristen. Ini digunakan sebagai perilaku atau tingkah laku orang Kristen dalam Yakobus 3: 13. Petrus menggunakan kata “perilaku” orang Kristen yang dia inginkan sebagai cara yang ilahi (1 Petrus 1: 15, 2: 12, 3: 16; 2 Petrus 3: 11). Petrus menggunakan kata perilaku dari istri orang Kristen (1 Petrus 3: 1-2). Dia juga menggunakan kata “tingkah laku” yang tidak ilahi dari Sodom dan Gomora (2 Petrus 2: 7).
Frederick W. Danker (2000:73) menyatakan bahwa kata ini merujuk pada perilaku atau gaya hidup yang diekspresikan menurut prinsip-prinsip tertentu. Sehingga ini mengacu kepada fakta bahwa Paulus menginginkan gaya hidup Timotius yang ilahi, yang menggambarkan standar kesucian atau standar keilahian dari Injil. Paulus menginginkan perilaku Timotius sesuai dengan jabatannya di dalam Kristus dan menggambarkan standar kesucian dari Injil. Kata ini berhubungan dengan pelayanan orang banyak di dalam mana mengacu kepada apa yang didapati oleh orang lain dalam kehidupan Timotius.
Kata anastrophe ini merupakan objek dari kata depan en yang berfungsi sebagai penanda pengertian yang menunjukkan bahwa Timotius harus menjadi teladan bagi jemaat Kristen di Efesus melalui perilaku dan secara khusus melalui tingkah laku. “Melalui perbuatan” menunjukkan bahwa Timotius adalah teladan bagi orang Kristen Efesus melalui perilaku dan secara khusus perilaku yang ilahi. Ini mengacu kepada perilaku, atau gaya hidup yang diinginkan oleh Paulus untuk dilakukan dengan mengacu kepada mereka yang lebih tua atau dewasa dalam jemaat Efesus.
Frasa tanpa syarat ini menotasikan bahwa Paulus menginginkan gaya hidup Timotius yang ilahi yang merefleksikan atau mencerminkan standar yang suci atau standar yang ilahi dari Injil. Paulus menginginkan perilaku Timotius sesuai dengan jabatannya di dalam Kristus dan merefleksikan bahwa dia mengakui dan mematuhi standar kesucian Injil. Dia harus menyatakan cara yang ilahi. Perkataan ini terkait dengan pelayanan publik dari Timotius yang merujuk pada apa yang dapat ditiru oleh orang lain dalam kehidupan Timotius
Jadi teladan dalam tingkah laku ini berhubungan dengan sikap hidup, tingkah laku seseorang yang harus sesuai dengan status keberadaan diri sebagai orang yang sudah percaya atau cara hidup yang sudah mengenal Kristus (bnd. 1 Timotius 3: 15). Oleh karena itu, teladan dalam tingkah laku menjelaskan adanya perbedaan yang nyata dari sikap hidup seseorang berkaitan dengan identitasnya di dalam keluarga Allah sebelum ia percaya dan sesudah ia percaya kepada Tuhan.
Jadi teladan dalam tingkah laku ini berhubungan dengan sikap hidup, tingkah laku seseorang yang harus sesuai dengan status keberadaan diri sebagai orang yang sudah percaya atau cara hidup yang sudah mengenal Kristus (bnd. 1 Timotius 3: 15). Oleh karena itu, teladan dalam tingkah laku menjelaskan adanya perbedaan yang nyata dari sikap hidup seseorang berkaitan dengan identitasnya di dalam keluarga Allah sebelum ia percaya dan sesudah ia percaya kepada Tuhan.
3. Keteladanan Hidup dalam Kasih
Agapao pada awalnya berarti “menghormati, menyambut” adalah merupakan kata yang didefinisikan secara khusus dalam Yunani klasik. Ini sinonim dengan Yunani klasik phileo tetapi tidak menjadi kasus dalam bahasa Yunani Perjanjian Baru.
Ahev mengkonotasikan hubungan antara manusia dengan manusia lain dan juga hubungan Allah dengan manusia. Ini digunakan untuk menunjukkan kasih Abraham untuk Ishak (Kejadian 22: 2) dan kasih Isak untuk Ribka (Kejadian 24: 67)
Agapao menjelaskan kasih Tuhan bagi bangsa Israel (Hosea 11: 1) dan bagaimana Israel memberikan kasih yang sama (Ulangan 6: 5; 11: 1, 13). Kata benda agape digunakan untuk menerjemahkan kata benda Ibrani ahavah. Dud menggunakan kata ini dalam memuji Yonathan yang meninggal dengan Saul ayahnya dalam pertempuran dengan orang Filistin (2 Samuel 1: 26). Ini juga ditemukan dalam Pengkhotbah 9: 1, dan dalam Kidung Agung (Kid 2: 4-5, 7, 3: 5; 5: 8; 7: 6). Kata kerja terjadi jauh lebih sering dibandingkan dengan kata benda dalam septuaginta dan membangun jalan untuk digunakan dalam Perjanjian Baru.
Kasih ilahi diwujudkan oleh orang Kristen dibedakan dari kasih manusia di mana kasih orang Kristen adalah respons terhadap kasih Allah untuk orang Kristen dan ungkapan iman di dalam Allah sementara yang terakhir adalah didasarkan atas ketertarikan objek. Oleh karena itu, penekanan dengan kata ini adalah bagi orang percaya Efesus dengan kasih ilahi sebagai fungsi hubungan terhadap satu dengan yang lain di mana Paulus mempertentangkan hasil negatif dengan tidak bertuhan dari pengajar-pengajar palsu di Efesus dan kemudian dipenuhi dengan mitos yang tidak berguna dan hasil positif dari mereka yang beriman dalam keluarga Allah.
Agapao pada awalnya berarti “menghormati, menyambut” adalah merupakan kata yang didefinisikan secara khusus dalam Yunani klasik. Ini sinonim dengan Yunani klasik phileo tetapi tidak menjadi kasus dalam bahasa Yunani Perjanjian Baru.
Ahev mengkonotasikan hubungan antara manusia dengan manusia lain dan juga hubungan Allah dengan manusia. Ini digunakan untuk menunjukkan kasih Abraham untuk Ishak (Kejadian 22: 2) dan kasih Isak untuk Ribka (Kejadian 24: 67)
Agapao menjelaskan kasih Tuhan bagi bangsa Israel (Hosea 11: 1) dan bagaimana Israel memberikan kasih yang sama (Ulangan 6: 5; 11: 1, 13). Kata benda agape digunakan untuk menerjemahkan kata benda Ibrani ahavah. Dud menggunakan kata ini dalam memuji Yonathan yang meninggal dengan Saul ayahnya dalam pertempuran dengan orang Filistin (2 Samuel 1: 26). Ini juga ditemukan dalam Pengkhotbah 9: 1, dan dalam Kidung Agung (Kid 2: 4-5, 7, 3: 5; 5: 8; 7: 6). Kata kerja terjadi jauh lebih sering dibandingkan dengan kata benda dalam septuaginta dan membangun jalan untuk digunakan dalam Perjanjian Baru.
Kasih ilahi diwujudkan oleh orang Kristen dibedakan dari kasih manusia di mana kasih orang Kristen adalah respons terhadap kasih Allah untuk orang Kristen dan ungkapan iman di dalam Allah sementara yang terakhir adalah didasarkan atas ketertarikan objek. Oleh karena itu, penekanan dengan kata ini adalah bagi orang percaya Efesus dengan kasih ilahi sebagai fungsi hubungan terhadap satu dengan yang lain di mana Paulus mempertentangkan hasil negatif dengan tidak bertuhan dari pengajar-pengajar palsu di Efesus dan kemudian dipenuhi dengan mitos yang tidak berguna dan hasil positif dari mereka yang beriman dalam keluarga Allah.
Hasil negatif dari yang pertama adalah bahwa gereja di Efesus akan dilibatkan dengan argumen yang tidak dirujuk. Hasil positif dari yang terakhir ini adalah gereja yang akan berfungsi dalam kasih Allah bagi satu dengan yang lain sebagai hasil mematuhi pengajaran rasul Paulus sebagai wujud kasih Allah dan saling mengasihi satu dengan yang lain
Kata benda agape dalam 1 Timotius 4:12 digunakan Timotius dan berarti “kasih ilahi” karena ini mengacu kepada kasih Allah yang diwujudkan dalam setiap kehidupan orang Kristen oleh Roh Kudus ketika orang percaya beriman kepada Firman Allah dan secara khusus beriman dalam persatuan mereka dan identifikasi dengan Kristus.
Kata benda agape dalam 1 Timotius 4:12 digunakan Timotius dan berarti “kasih ilahi” karena ini mengacu kepada kasih Allah yang diwujudkan dalam setiap kehidupan orang Kristen oleh Roh Kudus ketika orang percaya beriman kepada Firman Allah dan secara khusus beriman dalam persatuan mereka dan identifikasi dengan Kristus.
Ini mengacu kepada Timotius yang mematuhi perintah Tuhan Yesus untuk saling mengasihi sebagaimana Dia mengasihi, yang merupakan hasil langsung dalam mewujudkan iman dalam Firman Allah (Yohanes 13: 34). Kata ini mengacu kepada kasih Allah yang di praktikkan oleh Timotius terhadap Tuhan, orang Kristen dan manusia lain karena ini adalah wujud nyata dalam iman terhadap Firman Allah dan terutama dalam perintah yang tertulis dalam Yohanes 13: 34
Kata ini berhubungan dengan logos “ucapan” dan anastrophe, “perilaku” di dalam mana secara eksplisit akan membuat perataan bahwa Timotius adalah bekerja menurut kasih Allah dalam hidupnya dengan mengacu kepada umat Kristen di Efesus sehingga akan memperoleh respek. Ini menjelaskan bagaimana Timotius menjadi teladan keilahian bagi orang Kristen lain untuk meniru dalam pengertian bahwa ini mendefinisikan apa yang dilakukannya menurut kasih Allah ketika berhubungan dengan orang lain. Oleh karena itu, seperti dua kata ini, agape merujuk kepada pelayanan Timotius dan menotasikan bahwa kasih ilahi harus dijalankan dalam kehidupannya di antara umat Kristen di Efesus.
Ini berfungsi sebagai objek kata depan en yang memberikan tanda yang berarti menunjukkan bahwa Timotius adalah teladan bagi orang percaya, yaitu dengan menunjukkan kasih ilahi. Oleh karena itu, kata ini diterjemahkan “seperti kasih Tuhan.”
“Melalui kasih ilahi” menunjukkan bahwa Timotius adalah teladan bagi orang percaya melalui kasih ilahi. Ini merujuk pada kepatuhan Timotius kepada perintah Tuhan Yesus untuk saling mengasihi satu dengan yang lain seperti Dia mengasihi yang merupakan hasil langsung dari iman akan Firman Allah (Yohanes 13: 34).
Jadi teladan dalam kasih mengacu kepada kasih Allah yang dijalankan oleh Timotius terhadap Tuhan, orang Kristen dan juga semua orang yang merupakan hasil langsung dari wujud iman yang berdasarkan Firman Allah (1 Timotius 4: 5). Ini menjelaskan bagaimana Timotius menjadi teladan keilahian bagi orang Kristen yang meniru dalam pengertian mendefinisikan bahwa dia bekerja menurut kasih Allah ketika berhubungan dengan orang lain.
Kata ini berhubungan dengan logos “ucapan” dan anastrophe, “perilaku” di dalam mana secara eksplisit akan membuat perataan bahwa Timotius adalah bekerja menurut kasih Allah dalam hidupnya dengan mengacu kepada umat Kristen di Efesus sehingga akan memperoleh respek. Ini menjelaskan bagaimana Timotius menjadi teladan keilahian bagi orang Kristen lain untuk meniru dalam pengertian bahwa ini mendefinisikan apa yang dilakukannya menurut kasih Allah ketika berhubungan dengan orang lain. Oleh karena itu, seperti dua kata ini, agape merujuk kepada pelayanan Timotius dan menotasikan bahwa kasih ilahi harus dijalankan dalam kehidupannya di antara umat Kristen di Efesus.
Ini berfungsi sebagai objek kata depan en yang memberikan tanda yang berarti menunjukkan bahwa Timotius adalah teladan bagi orang percaya, yaitu dengan menunjukkan kasih ilahi. Oleh karena itu, kata ini diterjemahkan “seperti kasih Tuhan.”
“Melalui kasih ilahi” menunjukkan bahwa Timotius adalah teladan bagi orang percaya melalui kasih ilahi. Ini merujuk pada kepatuhan Timotius kepada perintah Tuhan Yesus untuk saling mengasihi satu dengan yang lain seperti Dia mengasihi yang merupakan hasil langsung dari iman akan Firman Allah (Yohanes 13: 34).
Jadi teladan dalam kasih mengacu kepada kasih Allah yang dijalankan oleh Timotius terhadap Tuhan, orang Kristen dan juga semua orang yang merupakan hasil langsung dari wujud iman yang berdasarkan Firman Allah (1 Timotius 4: 5). Ini menjelaskan bagaimana Timotius menjadi teladan keilahian bagi orang Kristen yang meniru dalam pengertian mendefinisikan bahwa dia bekerja menurut kasih Allah ketika berhubungan dengan orang lain.
4. Keteladanan Hidup dalam Kesetiaan
Kata benda pistis muncul 59 kali dalam Septuaginta (LXX). Kata benda pistis menerjemahkan kata ibrani berikut dalam LXX : (1) amun (kata benda), ‘kesetiaan’ (Ulangan 32: 20). (2) emunah (kata benda), ‘percaya, setia’ (1 Tawarikh 9: 22; Amsal 12: 22) ‘kepercayaan’ (Yeremia 5: 1, 3) (3) amanah (kata benda) ‘perjanjian’ (Nehemia 9: 38), (4) emesh, ‘kebenaran’ (Amsal 16: 6)’ sungguh-sungguh’, ‘pasti’. (Yeremia 28: 9)
LXX menunjukkan bahwa istilah Yunani pistis secara khusus merespon istilah Ibrani ‘emunah’, kesetiaan, kepercayaan”. Kata benda emunah ini terdapat 48 kali dalam Alkitab bahasa Ibrani dan adalah salah satu yang memiliki pengertian ‘keteguhan’ atau ‘ketabahan
Perbedan ini tentu dapat ditarik antara kata benda dan kata kerja yang berhubungan setidaknya dalam konteks di mana kata benda mengacu kepada kualitas perbuatan manusia. Kata benda ‘emunah ini mengacu kepada tindakan dalam pengertian kesadaran. Contoh yang jelas adalah dalam 2 Raja-raja 12: 15, di mana ini dicatat bahwa pekerjaan manusia memperbaiki bait suci adalah dilakukan dengan penuh kesadaran. Yosafat bertindak sebagai hakim penanggung jawab untuk bekerja dengan kehati-hatian dan dengan hati yang jujur (2 Tawarikh 19: 9). Ini memiliki kualitas yang sama yang mengarah pada Daud dan Samuel yang menunjuk orang tertentu sebagai penjaga pintu, mereka yang memiliki jabatan terhadap kehati-hatian mereka (1 Tawarikh 9: 22). Teks ini akan terbaca “sebuah kepercayaan
Kata benda emunah adalah digunakan untuk Tuhan dan mengungkapkan kesetiaan-Nya dan ketergantungannya (Ulangan 32: 4). Ini sering kali dicatat di antara atribut Allah (1 Samuel 26: 23; Mazmur 36: 5; 40: 10; Pengkhotbah 3: 23). Kata ini menjelaskan karya-Nya (Mazmur 33: 4), dan kata-kata-Nya (Mazmur 119: 86, 143: 1).
Emunah juga digunakan untuk merujuk pada mereka yang memiliki kehidupan yang ditetapkan oleh Tuhan di mana Dia mengharapkan untuk melihat kesetiaan di dalam diri mereka (Amsal 12: 22; 2 Tawarikh 19: 9). Dalam hal ini, kepercayaan atau kehidupan iman adalah ciri dari mereka yang dibenarkan di mata Allah (Hab 2: 4). Firman Allah tentang kebenaran ini menetapkan jalan kebenaran atau keteguhan bagi manusia (Mazmur 119: 30). Dari keadaan ini kita dapat melihat sebuah konsep tugas yang dipercayakan kepada orang percaya yang menjadi kepercayaannya (Tanggung jawab iman, 1 Tawarikh 9: 22; 2 Tawarikh 31: 15, dll) atau jabatannya.
Emunah tidak merupakan kualitas yang abstrak, reliabilitas, tetapi cara bekerja yang menumbuhkan stabilitas yang dari dalam, keteguhan. Ini menekankan sikap dari dalam seseorang dan melakukannya dan kemudian membawa gagasan tentang stabilitas dari dalam, integritas, kehati-hatian yang penting bagi tanggung jawab. Ini menjelaskan tindakan kepercayaan dalam Perjanjian Lama, dan juga dimensi eksistensi manusia dalam situasi historis.
Seperti Logos, “ucapan’ anastrophe, ‘perilaku’ dan agape ‘kasih ilahi’, pistis, ‘kesetiaan’ adalah dihubungkan dengan pelayanan publik dari Timotius. Seperti agape, ‘kasih ilahi’ ini secara eksplisit menekankan bahwa Timotius adalah setia dalam memenuhi tanggung jawabnya dengan merujuk kepada jemaat Kristus di Efesus sehingga akan memperoleh penghargaan.
Kata benda pistis muncul 59 kali dalam Septuaginta (LXX). Kata benda pistis menerjemahkan kata ibrani berikut dalam LXX : (1) amun (kata benda), ‘kesetiaan’ (Ulangan 32: 20). (2) emunah (kata benda), ‘percaya, setia’ (1 Tawarikh 9: 22; Amsal 12: 22) ‘kepercayaan’ (Yeremia 5: 1, 3) (3) amanah (kata benda) ‘perjanjian’ (Nehemia 9: 38), (4) emesh, ‘kebenaran’ (Amsal 16: 6)’ sungguh-sungguh’, ‘pasti’. (Yeremia 28: 9)
LXX menunjukkan bahwa istilah Yunani pistis secara khusus merespon istilah Ibrani ‘emunah’, kesetiaan, kepercayaan”. Kata benda emunah ini terdapat 48 kali dalam Alkitab bahasa Ibrani dan adalah salah satu yang memiliki pengertian ‘keteguhan’ atau ‘ketabahan
Perbedan ini tentu dapat ditarik antara kata benda dan kata kerja yang berhubungan setidaknya dalam konteks di mana kata benda mengacu kepada kualitas perbuatan manusia. Kata benda ‘emunah ini mengacu kepada tindakan dalam pengertian kesadaran. Contoh yang jelas adalah dalam 2 Raja-raja 12: 15, di mana ini dicatat bahwa pekerjaan manusia memperbaiki bait suci adalah dilakukan dengan penuh kesadaran. Yosafat bertindak sebagai hakim penanggung jawab untuk bekerja dengan kehati-hatian dan dengan hati yang jujur (2 Tawarikh 19: 9). Ini memiliki kualitas yang sama yang mengarah pada Daud dan Samuel yang menunjuk orang tertentu sebagai penjaga pintu, mereka yang memiliki jabatan terhadap kehati-hatian mereka (1 Tawarikh 9: 22). Teks ini akan terbaca “sebuah kepercayaan
Kata benda emunah adalah digunakan untuk Tuhan dan mengungkapkan kesetiaan-Nya dan ketergantungannya (Ulangan 32: 4). Ini sering kali dicatat di antara atribut Allah (1 Samuel 26: 23; Mazmur 36: 5; 40: 10; Pengkhotbah 3: 23). Kata ini menjelaskan karya-Nya (Mazmur 33: 4), dan kata-kata-Nya (Mazmur 119: 86, 143: 1).
Emunah juga digunakan untuk merujuk pada mereka yang memiliki kehidupan yang ditetapkan oleh Tuhan di mana Dia mengharapkan untuk melihat kesetiaan di dalam diri mereka (Amsal 12: 22; 2 Tawarikh 19: 9). Dalam hal ini, kepercayaan atau kehidupan iman adalah ciri dari mereka yang dibenarkan di mata Allah (Hab 2: 4). Firman Allah tentang kebenaran ini menetapkan jalan kebenaran atau keteguhan bagi manusia (Mazmur 119: 30). Dari keadaan ini kita dapat melihat sebuah konsep tugas yang dipercayakan kepada orang percaya yang menjadi kepercayaannya (Tanggung jawab iman, 1 Tawarikh 9: 22; 2 Tawarikh 31: 15, dll) atau jabatannya.
Emunah tidak merupakan kualitas yang abstrak, reliabilitas, tetapi cara bekerja yang menumbuhkan stabilitas yang dari dalam, keteguhan. Ini menekankan sikap dari dalam seseorang dan melakukannya dan kemudian membawa gagasan tentang stabilitas dari dalam, integritas, kehati-hatian yang penting bagi tanggung jawab. Ini menjelaskan tindakan kepercayaan dalam Perjanjian Lama, dan juga dimensi eksistensi manusia dalam situasi historis.
Seperti Logos, “ucapan’ anastrophe, ‘perilaku’ dan agape ‘kasih ilahi’, pistis, ‘kesetiaan’ adalah dihubungkan dengan pelayanan publik dari Timotius. Seperti agape, ‘kasih ilahi’ ini secara eksplisit menekankan bahwa Timotius adalah setia dalam memenuhi tanggung jawabnya dengan merujuk kepada jemaat Kristus di Efesus sehingga akan memperoleh penghargaan.
Ini menjelaskan bagaimana Timotius menjadi teladan ilahi bagi orang Kristen lain untuk menirukannya dalam pengertian bahwa ini mendefinisikan bahwa dia memiliki kesetiaan dalam memenuhi tanggung jawabnya sebagai gembala dan memelihara kawanan domba Allah di Efesus. Oleh karena itu, seperti agape, pistis adalah merujuk pada pelayanan publik Timotius dan menotasikan kesetiaan yang harus diamati dalam hidupnya di kalangan jemaat Kristen di Efesus
Ini berfungsi sebagai objek kata depan en yang juga memberikan tanda pengertian bahwa Timotius adalah menjadi contoh bagi orang percaya ‘dengan memiliki kesetiaan’. Oleh karena itu, frasa kata depan ἐν πίστει diterjemahkan “dengan penuh kesetiaan.” Jadi pengertian teladan dalam kesetiaan ialah bagaimana Timotius menjadi teladan keilahian bagi orang Kristen lain untuk ditiru dalam pengertian bahwa ini mendefinisikan bahwa dia setia dalam memenuhi tanggung jawabnya untuk menggembalakan dan memelihara kawanan domba Allah di Efesus.
Ini berfungsi sebagai objek kata depan en yang juga memberikan tanda pengertian bahwa Timotius adalah menjadi contoh bagi orang percaya ‘dengan memiliki kesetiaan’. Oleh karena itu, frasa kata depan ἐν πίστει diterjemahkan “dengan penuh kesetiaan.” Jadi pengertian teladan dalam kesetiaan ialah bagaimana Timotius menjadi teladan keilahian bagi orang Kristen lain untuk ditiru dalam pengertian bahwa ini mendefinisikan bahwa dia setia dalam memenuhi tanggung jawabnya untuk menggembalakan dan memelihara kawanan domba Allah di Efesus.
Oleh karena itu, seperti frase preposisional sebelumnya ini mengacu kepada pelayanan umum Timotius dan mengkonotasikan kesetiaan yang harus diamati dalam kehidupannya di antara orang Kristen di Efesus
5. Keteladanan Hidup dalam Kesucian
Kata benda hagneia adalah berkaitan dengan hagnos “suci, murni’ dan berarti ‘kemurnian’. Ini membawa pengertian ‘suci’ karena hubungan seksual di dunia kuno mengarah pada penyembah berhala yang tidak bersih atau kotor. Mounce menjelaskan demikian “This word occurs again in the pastoral epistles only in 1 Timotius 5:2, where Paul enjoins Timothy to treat younger women like they are his sisters “in all purity.” The word has sexual connotations, giving the meaning “chaste” (BAGD, 10; cf. The cognate agnotes, which also has the nuance of “chastity”) (260).
Seperti logos, ucapan, anastrofe, perilakiu, agape, kasih ilahi dan psitis, ‘kesetiaan’ kata benda hagneia, ‘kesucian’ adalah berkaitan dengan pelayanan Timotius. Seperti agape ‘kasih ilahi’ dan pistis ‘kesetiaan’ adalah secara eksplisit memberikan gambaran bahwa Timotius menjadi teladan bagi orang percaya yang suci secara seksual sehingga akan memperoleh penghormatan.
Ini menjelaskan bagaimana Timotius menjadi teladan ilahi bagi orang Kristen lain untuk ditiru termasuk dia suci secara seksual. Oleh karena itu seperti agape dan pistis, hagneia adalah merujuk pada pelayanan publik Timotius dan menotasikan kemurnian seksual yang harus dijalankan dalam hidupnya di tengah jemaat Kristen di Efesus (bnd. 2 Timotius 2: 22).
Ini berfungsi sebagai objek kata depan en yang juga menandai pengertian yang menunjukkan bahwa Timotius adalah teladan bagi orang percaya dalam kesucian. Melalui kesucian dalam seksual’ menunjukkan bahwa Timotius adalah teladan bagi orang percaya. Ini merujuk pada Timotius yang akan melaksanakan perilakunya sesuai standar kesucian dari Injil dengan mengarahkan pada wanita di tengah umat Kristen Efesus (1 Timotius 5: 2). Frase preposisional ini berbicara tentang Timotius yang mengalami penyucian atau dengan kata lain mengalami apa yang benar dalam posisinya yaitu bahwa dia disalibkan, mati, dikuburkan, naik dan duduk bersama Kristus
Jadi teladan dalam kesucian menjelaskan bagaimana Timotius menjadi pribadi yang terus menerus menjaga kesucian hidupnya berkaitan dengan relasinya dengan wanita yang berarti bahwa dia adalah suci secara seksual baik dengan wanita yang lebih tua atau yang lebih muda dari Timotius. Bahkan dalam motivasinya sekalipun terhadap wanita harus didasarkan kepada kesucian karena hal ini berhubungan dengan keberadaannya sebagai orang yang sudah percaya yang sudah meninggalkan kehidupan lama
Oleh karena itu, seperti dua frase preposisional sebelumnya, ini mengacu kepada pelayanan umum Timotius dan menotasikan bahwa kesucian seksual harus dapat dijalankan dalam kehidupannya di tengah umat Kristen di Efesus. Masing-masing kata εν dalam ke enam kata tersebut merupakan instrument untuk mengukur keteladanan seseorang. Hasil eksposisi di atas dapat menunjukkan beberapa sikap yang sangat bertentangan dengan para remaja yang sesungguhnya di mana masa remaja tersebut harus dilihat sebagai masa remaja yang berkualitas. Kualitas yang dimaksud tersebut menyangkut beberapa kata kunci yakni perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan dan kesucian
Jadi, berdasarkan eksposisi 1 Timotius 4:12 di atas, penulis mengamati bahwa sejauh ini gereja masih kurang memahami teks 1 Timotius 4:12 sehingga beberapa kegiatan gereja yang berhubungan dengan remaja belum terealisasi sesuai dengan teks di atas. Untuk mewujudkan remaja gereja yang berkualitas tersebut, sangat diperlukan pemahaman gereja yang benar terhadap keberadaan dan fungsi remaja, supaya hal-hal yang dimaksudkan dalam teks tersebut dapat terwujud melalui kehidupan sehari-hari remaja.
Berdasarkan hasil analisa penulis terhadap teks 1 Timotius 4:12, terlihat jelas bahwa sebenarnya usia tidak mempengaruhi seseorang untuk memiliki keteladanan hidup yang berkualitas. Tetapi perwujudan akan nilai-nilai kehidupan dalam bentuk perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan dan kesucian. Dan hal ini sekaligus menjadi bukti dari realisasi 1 Timotius 4:12.
Di samping itu penulis juga memahami bahwa perwujudan beberapa nilai-nilai kehidupan tersebut di atas sulit untuk dilakukan, khususnya dalam konteks remaja, mengingat beberapa faktor yang tidak stabil dalam diri remaja. Oleh karena itu, kehadiran gereja sangat fundamental terhadap pembinaan remaja secara khusus yang berhubungan dengan spiritualitas.
Gereja seharusnya memikirkan metode yang kreatif dan inovatif untuk membangkitkan minat dan talenta yang mereka miliki dan mereka mampu mengeksplorasi potensi yang dimiliki tanpa dibatasi oleh usia yang relatif muda. Oleh sebab itu, penulis menyimpulkan bahwa hasil eksposisi teks ini sangat relevan untuk dipergunakan dalam pembinaan remaja
5. Keteladanan Hidup dalam Kesucian
Kata benda hagneia adalah berkaitan dengan hagnos “suci, murni’ dan berarti ‘kemurnian’. Ini membawa pengertian ‘suci’ karena hubungan seksual di dunia kuno mengarah pada penyembah berhala yang tidak bersih atau kotor. Mounce menjelaskan demikian “This word occurs again in the pastoral epistles only in 1 Timotius 5:2, where Paul enjoins Timothy to treat younger women like they are his sisters “in all purity.” The word has sexual connotations, giving the meaning “chaste” (BAGD, 10; cf. The cognate agnotes, which also has the nuance of “chastity”) (260).
Seperti logos, ucapan, anastrofe, perilakiu, agape, kasih ilahi dan psitis, ‘kesetiaan’ kata benda hagneia, ‘kesucian’ adalah berkaitan dengan pelayanan Timotius. Seperti agape ‘kasih ilahi’ dan pistis ‘kesetiaan’ adalah secara eksplisit memberikan gambaran bahwa Timotius menjadi teladan bagi orang percaya yang suci secara seksual sehingga akan memperoleh penghormatan.
Ini menjelaskan bagaimana Timotius menjadi teladan ilahi bagi orang Kristen lain untuk ditiru termasuk dia suci secara seksual. Oleh karena itu seperti agape dan pistis, hagneia adalah merujuk pada pelayanan publik Timotius dan menotasikan kemurnian seksual yang harus dijalankan dalam hidupnya di tengah jemaat Kristen di Efesus (bnd. 2 Timotius 2: 22).
Ini berfungsi sebagai objek kata depan en yang juga menandai pengertian yang menunjukkan bahwa Timotius adalah teladan bagi orang percaya dalam kesucian. Melalui kesucian dalam seksual’ menunjukkan bahwa Timotius adalah teladan bagi orang percaya. Ini merujuk pada Timotius yang akan melaksanakan perilakunya sesuai standar kesucian dari Injil dengan mengarahkan pada wanita di tengah umat Kristen Efesus (1 Timotius 5: 2). Frase preposisional ini berbicara tentang Timotius yang mengalami penyucian atau dengan kata lain mengalami apa yang benar dalam posisinya yaitu bahwa dia disalibkan, mati, dikuburkan, naik dan duduk bersama Kristus
Jadi teladan dalam kesucian menjelaskan bagaimana Timotius menjadi pribadi yang terus menerus menjaga kesucian hidupnya berkaitan dengan relasinya dengan wanita yang berarti bahwa dia adalah suci secara seksual baik dengan wanita yang lebih tua atau yang lebih muda dari Timotius. Bahkan dalam motivasinya sekalipun terhadap wanita harus didasarkan kepada kesucian karena hal ini berhubungan dengan keberadaannya sebagai orang yang sudah percaya yang sudah meninggalkan kehidupan lama
Oleh karena itu, seperti dua frase preposisional sebelumnya, ini mengacu kepada pelayanan umum Timotius dan menotasikan bahwa kesucian seksual harus dapat dijalankan dalam kehidupannya di tengah umat Kristen di Efesus. Masing-masing kata εν dalam ke enam kata tersebut merupakan instrument untuk mengukur keteladanan seseorang. Hasil eksposisi di atas dapat menunjukkan beberapa sikap yang sangat bertentangan dengan para remaja yang sesungguhnya di mana masa remaja tersebut harus dilihat sebagai masa remaja yang berkualitas. Kualitas yang dimaksud tersebut menyangkut beberapa kata kunci yakni perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan dan kesucian
Jadi, berdasarkan eksposisi 1 Timotius 4:12 di atas, penulis mengamati bahwa sejauh ini gereja masih kurang memahami teks 1 Timotius 4:12 sehingga beberapa kegiatan gereja yang berhubungan dengan remaja belum terealisasi sesuai dengan teks di atas. Untuk mewujudkan remaja gereja yang berkualitas tersebut, sangat diperlukan pemahaman gereja yang benar terhadap keberadaan dan fungsi remaja, supaya hal-hal yang dimaksudkan dalam teks tersebut dapat terwujud melalui kehidupan sehari-hari remaja.
Berdasarkan hasil analisa penulis terhadap teks 1 Timotius 4:12, terlihat jelas bahwa sebenarnya usia tidak mempengaruhi seseorang untuk memiliki keteladanan hidup yang berkualitas. Tetapi perwujudan akan nilai-nilai kehidupan dalam bentuk perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan dan kesucian. Dan hal ini sekaligus menjadi bukti dari realisasi 1 Timotius 4:12.
Di samping itu penulis juga memahami bahwa perwujudan beberapa nilai-nilai kehidupan tersebut di atas sulit untuk dilakukan, khususnya dalam konteks remaja, mengingat beberapa faktor yang tidak stabil dalam diri remaja. Oleh karena itu, kehadiran gereja sangat fundamental terhadap pembinaan remaja secara khusus yang berhubungan dengan spiritualitas.
Gereja seharusnya memikirkan metode yang kreatif dan inovatif untuk membangkitkan minat dan talenta yang mereka miliki dan mereka mampu mengeksplorasi potensi yang dimiliki tanpa dibatasi oleh usia yang relatif muda. Oleh sebab itu, penulis menyimpulkan bahwa hasil eksposisi teks ini sangat relevan untuk dipergunakan dalam pembinaan remaja
Kesimpulan
Dari paparan mengenai prinsip-prinsip keteladanan hidup dalam 1 Timotius 4:12, kita dapat menarik kesimpulan bahwa kehidupan seorang Kristen, termasuk remaja, haruslah mencerminkan nilai-nilai yang ditekankan oleh Rasul Paulus. Teladan dalam perkataan menuntut kita untuk berbicara dengan kebenaran dan kasih, menjadi sumber penghiburan dan motivasi bagi sesama.
Dari paparan mengenai prinsip-prinsip keteladanan hidup dalam 1 Timotius 4:12, kita dapat menarik kesimpulan bahwa kehidupan seorang Kristen, termasuk remaja, haruslah mencerminkan nilai-nilai yang ditekankan oleh Rasul Paulus. Teladan dalam perkataan menuntut kita untuk berbicara dengan kebenaran dan kasih, menjadi sumber penghiburan dan motivasi bagi sesama.
Teladan dalam tingkah laku menekankan pentingnya kesucian dalam tindakan kita sehari-hari, memberikan contoh yang baik bagi orang lain. Kasih yang ilahi harus mengalir dalam setiap interaksi, menunjukkan cinta kepada Tuhan dan sesama. Kesetiaan dalam menjalankan tugas-tugas rohani dan kewajiban sebagai orang Kristen menjadi pilar penting dalam hidup kita. Dan terakhir, kesucian mengajarkan kita untuk menjaga kemurnian dalam pikiran, perbuatan, dan hubungan, menghormati diri sendiri dan orang lain.
Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita sebagai remaja Kristen dapat menjadi teladan yang baik dalam masyarakat, gereja, dan keluarga. Kita dapat menjalani hidup dengan penuh arti, memberikan pengaruh positif kepada lingkungan sekitar, dan memberikan kesaksian yang kuat tentang kasih dan kebenaran Tuhan. Oleh karena itu, mari kita terus bertumbuh dalam iman, menghayati ajaran Firman Tuhan, dan berusaha menjadi teladan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Semoga paparan ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang prinsip-prinsip keteladanan hidup, dan mendorong kita semua untuk hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai anak-anak Allah
Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita sebagai remaja Kristen dapat menjadi teladan yang baik dalam masyarakat, gereja, dan keluarga. Kita dapat menjalani hidup dengan penuh arti, memberikan pengaruh positif kepada lingkungan sekitar, dan memberikan kesaksian yang kuat tentang kasih dan kebenaran Tuhan. Oleh karena itu, mari kita terus bertumbuh dalam iman, menghayati ajaran Firman Tuhan, dan berusaha menjadi teladan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Semoga paparan ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang prinsip-prinsip keteladanan hidup, dan mendorong kita semua untuk hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai anak-anak Allah