Amsal 19:1-14 - Kerugian dan Kebijaksanaan

Matthew Henry (1662 – 1714)-

BAHASAN : Amsal 19:1-14 - Kerugian dan Kebijaksanaan

Amsal 19:1-14 - Kerugian dan Kebijaksanaan

RUGINYA MENJADI ORANG MISKIN.

Amsal 19:1. “Lebih baik seorang miskin yang bersih kelakuannya dari pada seorang yang serong bibirnya lagi bebal.”
Lihatlah di sini :
1). Apa yang akan menjadi pujian dan penghiburan bagi orang miskin, dan membuatnya lebih mulia daripada tetangganya, meskipun mungkin kemiskinannya membuat dia mudah dihina dan berkecil hati. Hendaklah ia jujur dan bersih kelakuannya, hendaklah ia menjaga kebersihan hati nuraninya, dan menunjukkan bahwa ia benar-benar berbuat demikian. Hendaklah ia selalu berbicara dan bertindak jujur ketika ia teramat sangat tergoda untuk menutup-nutupi dan mengingkari perkataannya.
Dengan itu, hendaklah ia menghargai dirinya sendiri berdasarkan apa yang diperbuatnya itu, sebab semua orang bijak dan baik akan menghargainya. Ia lebih baik, memiliki sifat yang lebih baik, berada dalam keadaan yang lebih baik, lebih dikasihi, dan hidup untuk tujuan yang lebih baik, daripada kebanyakan orang yang tampak hebat dan tersohor.
2. Apa yang akan menjadi aib bagi orang kaya, kendati dengan segala kemegahannya. Jika kepalanya dangkal dan lidahnya jahat, jika serong bibirnya lagi bebal, jika ia orang fasik dan mendapatkan apa yang dimilikinya dengan menipu dan menindas, maka ia orang bebal, dan orang miskin yang jujur jauh lebih utama daripada dia.
----------
RUGINYA ORANG YANG TANPA PENGETAHUAN.
Amsal 19:2. “Tanpa pengetahuan kerajinan pun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah.”
Ada dua hal di sini yang dinyatakan akan membawa dampak buruk:
1. Ketidaktahuan: tanpa pengetahuan tentang jiwa tidaklah baik, begitu sebagian orang membaca ayat ini. Tahukah kita akan diri kita sendiri, akan hati kita sendiri? Jiwa tanpa pengetahuan tidaklah baik. Sungguh merupakan hak istimewa yang besar bahwa kita mempunyai jiwa, tetapi jika jiwa itu tidak mempunyai pengetahuan, apa yang membuat kita lebih baik? Jika manusia tidak mempunyai pengertian, ia boleh disamakan dengan hewan (Mazmur 49:21). Jiwa yang tidak tahu tidak bisa menjadi jiwa yang baik. Jiwa tanpa pengetahuan tidaklah aman, tidak pula menyenangkan. Kebaikan apa yang bisa diperbuat jiwa, dan apa baiknya jiwa, jika ia tanpa pengetahuan?
2. Ketergesa-gesaan. Orang yang tergesa-gesa langkahnya (yang melakukan segala sesuatu tanpa pikir panjang dan gegabah, dan tidak mau mengambil waktu untuk merenungkan jejak langkahnya) menjadi berdosa. Tidak bisa tidak, ia sering kehilangan arah dan sering mengambil banyak jalan yang salah, yang bisa dihindari oleh orang-orang yang mempertimbangkan jalan-jalan mereka. Tidak tahu sama buruknya dengan tidak mempertimbangkan.
----------
RUGI AKIBAT KEBODOHAN.
Amsal 19:3. “Kebodohan menyesatkan jalan orang, lalu gusarlah hatinya terhadap TUHAN.”
Di sini kita melihat dua contoh dari kebodohan manusia:
1. Bahwa mereka mendatangkan kesesakan dan kesulitan bagi diri mereka sendiri, membuat diri mereka terpuruk, dan mempermalukan diri sendiri: kebodohan menyesatkan jalan orang. Manusia menjumpai berbagai halangan dan kekecewaan dalam perkara-perkara hidup, dan segala sesuatunya tidak berhasil seperti yang mereka harapkan dan inginkan, namun itu akibat ulah dan kebodohan mereka sendiri. Pelanggaran mereka sendirilah yang menghukum mereka.
2. Bahwa apabila mereka sudah berbuat demikian, mereka mempersalahkan Allah untuknya, dan hati mereka gusar terhadap Dia, seolah-olah Dia sudah berbuat salah terhadap mereka, padahal sebenarnya mereka sendirilah yang memperlakukan diri mereka dengan salah. Dengan merasa gusar, kita menjadi musuh bagi damai sejahtera kita, dan menyiksa diri sendiri. Dengan merasa gusar terhadap TUHAN kita menghina Dia, menghina keadilan-Nya, kebaikan-Nya, dan kedaulatan-Nya. Dan sungguh tidak masuk akal jika kita berseteru dengan-Nya oleh sebab permasalahan yang kita timpakan ke atas kepala kita karena kemauan atau kelalaian kita sendiri. Padahal seharusnya kita mempersalahkan diri kita, sebab itu perbuatan kita sendiri (Yesaya 50:1).
----------
RUGINYA MENJADI ORANG MISKIN
Amsal 19:4.“Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya.”
Di sini:
1. Kita bisa melihat betapa kuatnya cinta manusia akan uang, sampai-sampai mereka mau mencintai siapa pun orangnya, betapapun orang tersebut tidak pantas dicintai jika dalam keadaan sebaliknya, asalkan ia mempunyai banyak uang dan royal dengan uangnya, dengannya mereka berharap untuk mendapatkan hidup yang lebih baik.
Kekayaan membuat orang mampu mengirimkan banyak hadiah, menggelar banyak hiburan, dan melakukan banyak perbuatan baik, sehingga mendapatkan banyak teman. Tetapi mereka adalah teman yang hanya berpura-pura mencintai dia. Mereka menyanjung-nyanjung dia dan mendekatinya dengan bujuk rayu, tetapi sebenarnya mereka hanya mencintai apa yang dimilikinya, atau lebih tepatnya mencintai diri mereka sendiri, dengan harapan untuk mendapatkan sesuatu darinya.
2. Kita dapat melihat betapa lemahnya cinta manusia satu sama lain. Orang yang pada saat makmur dicintai dan dihormati, apabila jatuh miskin ditinggalkan sahabatnya, tidak diakui atau dipandang, tidak dikunjungi atau dipedulikan, disuruh menjauhi dan dianggap menyusahkan. Bahkan orang yang dulunya tetangga dan kenalannya akan memalingkan muka darinya dan menyingkir ke seberang jalan bila berpapasan dengannya. Karena hati nurani manusia mengatakan kepada mereka bahwa mereka harus meringankan dan menolong orang-orang seperti itu, maka mereka dengan sengaja mencari-cari alasan untuk tidak melihat orang-orang itu.
----------
RUGINYA ORANG YANG SUKA BERBOHONG.
Amsal 19:5. “Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan tidak akan terhindar.”
Di sini kita mendapati,
1). Dosa-dosa yang diancam ber saksi dusta di pengadilan dan menyembur-nyemburkan kebohongan dalam percakapan sehari-hari. Manusia tidak akan sampai pada puncak ketidaksalehan bersaksi dusta seperti itu (yang di dalamnya di samping kesalahan berdusta, ada tambahan kesalahan bersumpah palsu dan merugikan orang lain), seandainya mereka tidak melangkah maju ke sana dengan membiarkan diri mengatakan hal-hal yang tidak benar dalam gurauan dan ejekan, atau dengan dalih untuk berbuat baik.
Demikianlah manusia sudah membiasakan lidahnya untuk berkata dusta (Yeremia 9:5). Orang yang terbiasa berkata dusta dengan bebas bila bercakap-cakap, sedang berjalan ke arah kefasikan yang lebih besar lagi, yaitu bersaksi dusta, kapan saja mereka tergoda untuk melakukannya, meskipun mereka tampak membencinya. Orang yang sanggup menelan dusta merusakkan hati nurani mereka, sehingga sumpah palsu tidak akan membuat mereka tersedak.
2. Ancaman itu sendiri: mereka tidak akan luput dari hukuman. Mereka tidak akan terhindar. Ini menunjukkan bahwa apa yang membuat mereka berani berbuat dosa itu adalah harapan akan luput dari hukuman, karena biasanya dosa itu luput dari hukuman manusia, sekalipun hukum yang mengaturnya ketat (Ulangan 19:18-19).Tetapi dosa itu tidak akan luput dari penghakiman yang benar dari Allah, yang cemburu, dan yang tidak akan membiarkan nama-Nya dicemarkan. Kita sudah tahu di mana semua pendusta akan mendapat bagian mereka yang kekal.
----------
RUGINYA MENJADI ORANG MISKIN.
Amsal 19: 6-7. “Banyak orang yang mengambil hati orang dermawan, setiap orang bersahabat dengan si pemberi.
7. Orang miskin dibenci oleh semua saudaranya, apalagi sahabat-sahabatnya, mereka menjauhi dia. Ia mengejar mereka, memanggil mereka tetapi mereka tidak ada lagi.”
Kedua ayat ini adalah tanggapan atas ayat 4, dan menunjukkan :
10. Bagaimana orang-orang kaya dan besar dibujuk dan dirayu, dan dikelilingi oleh begitu banyak orang yang meminta-minta dan melayani mereka. Apabila seorang raja menggenggam kuasa dalam tangannya, dan bisa mengangkat siapa saja seturut kehendak hatinya, maka pintu gerbang dan ruang tunggu kamarnya dijejali dengan orang-orang yang ingin memohon, yang bersedia memujanya untuk apa yang bisa mereka dapatkan. Banyak orang akan mengambil hatinya, dan menyangka mereka akan berbahagia bila memenangkannya. Bahkan orang-orang besar sekalipun memohon kepada raja dengan rendah hati.
Jadi, betapa kita harus amat bersungguh-sungguh untuk mengambil hati Allah, yang jauh melampaui hati raja duniawi. Tetapi, tampaknya, keroyalan akan jauh lebih berhasil bahkan daripada kemegahan itu sendiri untuk mendapatkan penghormatan, sebab ada banyak orang yang membujuk rayu sang raja, tetapi setiap orang bersahabat dengan si pemberi. Bukan hanya orang-orang yang sudah menerima, atau sungguh-sungguh mengharapkan pemberian-pemberian dari dia yang, sebagai teman, akan siap melayaninya, melainkan juga orang-orang lain, sebagai teman, akan memujinya dengan perkataan-perkataan yang baik.
Orang-orang yang boros, yang secara bodoh bersikap royal dengan apa yang mereka miliki, akan dikelilingi oleh banyak penjilat, yang akan menyanjung-nyanjung mereka selama harta mereka ada, tetapi akan meninggalkan mereka apabila harta itu habis. Orang-orang yang bermurah hati secara bijaksana berarti membangun suatu kepentingan yang akan bermanfaat bagi mereka. Orang-orang yang dianggap dermawan mempunyai kuasa yang bisa memberi mereka kesempatan untuk berbuat baik (Lukas 22:25).
2. Bagaimana orang-orang miskin dan rendah dihina dan diremehkan. Orang boleh saja, kalau mau, membujuk rayu sang raja, dan penguasa, tetapi mereka tidak boleh menginjak-injak kaum miskin dan memandang hina mereka. Namun, begitulah yang sering kali terjadi: orang miskin dibenci oleh semua saudaranya. Bahkan saudara-saudaranya sendiri malu akan dia, karena ia serba kekurangan, dan hanya berharap dari mereka. Mereka memandang dia sebagai cela bagi keluarga mereka. Maka tidaklah heran jika teman-temannya yang lain, yang tidak bersaudara dengan dia, menjauhi dia, pergi darinya. Ia mengejar mereka, memanggil mereka, berharap untuk memenangkan hati mereka dengan kegigihannya supaya mereka bersikap baik kepada dia, tetapi semua itu sia-sia.
Mereka tidak mau memberikan apa-apa kepadanya. Mereka mencecari dia dengan kata-kata (begitu sebagian orang memahami ayat ini), agar bisa berdalih untuk tidak memberinya apa-apa. Mereka memberi tahu dia bahwa ia malas dan menyusahkan, bahwa karena ulahnya sendirilah ia jatuh miskin, dan oleh sebab itu ia tidak boleh dibantu. Seperti yang dikatakan Nabal kepada anak buah Daud: “Pada waktu sekarang ini ada banyak hamba-hamba yang lari dari tuannya , dan siapa tahu Daud adalah salah satu dari hamba-hamba itu.” Oleh sebab itu, hendaklah orang-orang miskin menjadikan Allah sebagai teman mereka, mengejar Dia dengan doa-doa mereka, maka Ia tidak akan menjauh dari mereka.
----------
KEBIJAKSANAAN DAN KEBEBALAN.
Amsal 19:8. “Siapa memperoleh akal budi, mengasihi dirinya; siapa berpegang pada pengertian, mendapat kebahagiaan.”
Di sini dibesarkan hati orang-orang,
1. Yang bersusah payah memperoleh akal budi, memperoleh pengetahuan, dan anugerah, dan pengenalan akan Allah. Orang yang berbuat demikian menunjukkan bahwa mereka mengasihi jiwa mereka (KJV), dan akan didapati melakukan kebaikan besar yang bisa dibayangkan terhadap diri mereka sendiri. Tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasihinya. Namun demikian, banyak orang justru tidak mengasihi jiwa mereka sendiri, sebab hanya orang-orang yang mengasihi jiwa mereka dengan benarlah, dan karena itu mengasihi diri mereka sendiri, yang memperoleh hikmat, hikmat sejati.
2. Yang berusaha tetap menjaga hikmat setelah mereka mendapatkannya. Hikmat adalah kesehatan, kekayaan, dan kehormatan, dan segalanya bagi jiwa, dan oleh sebab itu orang yang berpegang pada pengertian, karena menunjukkan bahwa ia mengasihi jiwanya sendiri, pasti akan mendapat kebahagiaan, semua kebahagiaan. Orang yang menyimpan pelajaran-pelajaran baik yang telah dipelajarinya, dan mengatur perilakunya sesuai dengan apa yang dipelajarinya itu, akan mendapat manfaat dan penghiburan darinya di dalam jiwanya sendiri, dan akan berbahagia sekarang dan selama-lamanya.
----------
RUGINYA ORANG YANG SUKA BERBOHONG.
Amsal 19:9. “Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan akan binasa.”
Di sini terdapat :
1. Pengulangan dari apa yang sudah dikatakan sebelumnya (ayat 5), sebab kita perlu diperingatkan berkali-kali akan bahaya dari dosa berbohong dan bersaksi dusta, karena tidak ada lagi yang akibatnya lebih mematikan daripada ini.
2. Satu tambahan kata diberikan dalam ayat ini dibandingkan dengan ayat sebelumnya. Dalam ayat sebelumnya dikatakan, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan tidak akan terhindar, dan menyiratkan bahwa ia akan dihukum. Dalam ayat ini dikatakan bahwa hukumannya akan sedemikian rupa sehingga membawa kehancuran baginya: ia akan binasa. Kebohongan-kebohongan yang dijejalkannya kepada orang lain akan menjadi kehancurannya sendiri. Kebohongan adalah dosa yang mengutuk dan menghancurkan.
----------
KEBIJAKSANAAN DAN KEBEBALAN.
Amsal 19:10. “Kemewahan tidak layak bagi orang bebal, apalagi bagi seorang budak memerintah pembesar.”
Perhatikanlah:
1). Kesenangan dan kebebasan tidak pantas bagi orang bebal: kemewahan tidak layak bagi orang seperti itu. Orang yang tidak mempunyai hikmat dan anugerah tidak berhak mendapatkan sukacita sejati, dan oleh karenanya hal itu tidak pantas baginya. Orang yang tidak bersuka di dalam Allah tidak pantas bersuka dalam hal apa pun. Ia juga tidak akan tahu bagaimana mengatur dirinya sendiri, sehingga hanya membawa diri pada celaka.
Orang-orang yang bodoh dan jahat pantas menderita, berkabung, dan menangis, bukan tertawa dan bergembira. Bagi mereka, teguran lebih pantas daripada kemewahan. Kemewahan itu pantas bagi orang yang rajin bekerja, untuk menyegarkannya apabila ia kelelahan, tetapi bukan bagi orang bebal, yang hidup bermalas-malasan dan menyalahgunakan waktu-waktu senggangnya. Kemakmuran orang bebal menampakkan kebebalan mereka dan menghancurkan mereka.
2. Kekuasaan dan kehormatan tidak pantas bagi orang yang berjiwa rendah. Tidak ada yang lebih tidak pantas selain bagi seorang budak memerintah pembesar. Hal itu tidak masuk akal dengan sendirinya, dan sangat konyol, sebab tidak ada yang begitu kurang ajar dan dibiarkan begitu saja selain bagi seorang pengemis untuk mengendarai kuda, atau bagi seorang hamba, kalau ia menjadi raja (Amsal 30:22). Sangat tidak pantas bagi orang yang menjadi hamba dosa dan hawa nafsunya untuk memerintah dan menindas orang-orang merdeka milik Allah, yang dijadikan sebagai raja-raja dan imam-imam bagi-Nya.
----------
KEBIJAKSANAAN DAN KEBEBALAN.
Amsal 19:11. “Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran.”
Orang bijak akan memegang dua pedoman ini dalam berhubungan dengan amarahnya :
1. Untuk tidak bertindak terlalu gegabah saat marah: akal budi mengajar kita untuk panjang sabar, untuk menangguhkan kemarahan kita sampai mempertimbangkan sepenuhnya semua alasan untuk marah, melihat semua duduk perkaranya dengan sebenarnya dan menimbangnya di dalam neraca yang adil. Dan kemudian akal budi juga mengajar kita untuk menangguhkan pelampiasan amarah kita sampai tidak ada bahaya bagi kita untuk terjebak ke dalam perilaku-perilaku yang tidak pada tempatnya. Plato berkata kepada hambanya, “Aku akan memukulmu, tetapi hanya apabila terlepas kemarahanku.” Berilah waktu, maka amarah itu akan menjadi dingin.
2. Untuk tidak terlalu mencari-cari kesalahan saat marah. Biasanya orang dianggap cerdik bila ia cepat dalam menanggapi suatu perbuatan tidak baik yang akan diperbuat terhadapnya. Namun, di sini pujian diberikan kepada orang yang memaafkan pelanggaran, yang bersikap seolah-olah ia tidak melihatnya (Mazmur 38:14), atau, jika menurutnya pantas untuk memperhatikannya, ia memaafkannya dan tidak berniat membalas dendam.
----------
KEBIJAKSANAAN DAN KEBEBALAN.
Amsal 19:12. “Kemarahan raja adalah seperti raung singa muda, tetapi kebaikannya seperti embun yang turun ke atas rumput.”
Tujuan ayat 12 ini sama dengan apa yang kita dapati dalam Amsal 16:14-15, dan maksudnya adalah :
1. Untuk membuat para raja bijaksana dan peka dalam memperlihatkan kernyit dahi atau senyum bibir mereka. Mereka tidak sama dengan orang biasa. Kernyit dahi mereka amat mengerikan dan senyum bibir mereka amat menghibur, dan oleh karena itu mereka harus sangat berhati-hati agar mereka jangan sampai membuat orang baik takut berbuat baik dengan kernyit dahi mereka, atau menyetujui orang fasik berbuat jahat dengan senyum bibir mereka, sebab dengan demikian mereka menyalahgunakan pengaruh mereka (Roma 13:3).
2. Untuk membuat rakyat setia dan patuh terhadap raja mereka. Hendaklah rakyat dikendalikan dari segala perbuatan khianat dengan mempertimbangkan akibat-akibat yang mengerikan apabila pemerintah menentang mereka. Dan hendaklah mereka didorong untuk melakukan semua pelayanan yang baik kepada seluruh masyarakat dengan harapan akan di kenan oleh raja mereka. Kristus adalah Raja, murka-Nya melawan musuh-musuh-Nya akan menjadi seperti singa yang mengaum (Wahyu 10:3) dan perkenanan-Nya terhadap umat-Nya sendiri akan seperti embun yang menyegarkan (Mazmur 72:6).
----------
KEBIJAKSANAAN DAN KEBEBALAN.
Amsal 19:13. “Anak bebal adalah bencana bagi ayahnya, dan pertengkaran seorang isteri adalah seperti tiris yang tidak henti-hentinya menitik.”
Adalah contoh dari kesia-siaan dunia bahwa kita bisa dengan mudah mengalami dukacita besar akibat kita menjanjikan bagi diri kita banyak hal yang kita sangka akan mendatangkan penghiburan besar bagi kita. Memang begitulah kenyataannya. Penghiburan duniawi apa yang lebih besar yang bisa didapat orang selain seorang istri dan anak-anak yang baik? Namun,
1. Anak bebal adalah penderitaan yang besar, dan bisa membuat orang beribu-ribu kali berharap untuk ditakdirkan tidak mempunyai anak. Ada anak yang tidak mau belajar atau bekerja, tidak mau mendengarkan nasihat, yang hidupnya cabul, bebas dan seenaknya, menghambur-hamburkan apa yang dimilikinya, mempertaruhkan dan menghabiskannya untuk memuaskan hawa nafsu secara berlebihan. Ada juga anak yang congkak, dungu, dan tinggi hati. Anak seperti itu membawa kesedihan bagi ayahnya, karena ia merupakan aib dan bisa mendatangkan kehancuran bagi keluarganya. Ayahnya membenci segala jerih payahnya, bilamana ia sadar kepada siapa ia harus meninggalkan hasilnya.
2. Istri yang suka marah-marah dan cepat kesal adalah penderitaan yang juga sama besarnya: pertengkarannya tidak henti-henti. Setiap hari, dan setiap jam, ada saja yang ditemukannya untuk membuat dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya gelisah. Orang-orang yang terbiasa mencaci tidak pernah kekurangan satu dua hal untuk dicaci. Tetapi pertengkaran itu adalah tiris yang tidak henti-hentinya menitik, maksudnya, kekesalan yang tiada hentinya, sama seperti mempunyai rumah yang sudah tidak bisa diperbaiki lagi, sehingga atapnya bocor kalau hujan, dan orang tidak bisa berbaring dengan tubuh kering di dalamnya. Bahwa hidup manusia tidak nyaman, dan perlu banyak sekali hikmat serta anugerah untuk membuatnya mampu menanggung penderitaannya dan melakukan kewajibannya, apabila ia mempunyai anak seorang pemabuk dan istri yang cerewet.
----------
KEBIJAKSANAAN DAN KEBEBALAN.
Amsal 19:14. “Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang, tetapi isteri yang berakal budi adalah karunia TUHAN.”
Perhatikanlah:
1). Seorang istri yang bijaksana dan bajik adalah pemberian pilihan dari pemeliharaan Allah terhadap manusia – seorang istri yang berakal budi, sebagai lawan dari istri yang suka bertengkar (ayat 13).Sebab, meskipun istri mungkin menyangka bahwa dengan terus-menerus mencari-cari kesalahan ia dianggap cerdik dan berhikmat, justru sebenarnya hal itu menunjukkan kebodohannya. Istri yang berakal budi itu lemah-lembut dan tenang, dan memandang segala sesuatu dari sisi yang terbaik. Jika seseorang mempunyai istri seperti itu, janganlah ia berpikir bahwa itu karena kebijaksanaannya dalam memilih atau pengaturannya sendiri (sebab orang paling bijak sekalipun pernah tertipu dalam hal wanita dan oleh wanita).
Tetapi hendaklah ia mengembalikannya kepada kebaikan Allah, yang telah menciptakan seorang penolong yang sepadan baginya, dan yang mungkin dibawa kepadanya melalui suatu lika-liku pemeliharaan ilahi yang tampak biasa baginya. Setiap makhluk menjadi sebagaimana Allah menjadikannya. Pernikahan yang berbahagia, kita yakini, sudah ditetapkan di sorga. Hamba Abraham berdoa dengan kepercayaan akan hal ini (Kejadian 24:12).
2. Pernikahan yang berbahagia itu adalah hadiah yang lebih berharga daripada rumah dan harta. Pernikahan demikian lebih banyak mendatangkan penghiburan dan pujian bagi hidup seseorang dan bagi kesejahteraan keluarganya. Itu merupakan pertanda yang besar mengenai perkenanan Allah. Pemeliharaan ilahi lebih dapat dikenal secara khusus melalui pernikahan yang demikian. Harta warisan nenek moyang bisa saja sampai ke tangan si ahli waris pada suatu waktu melalui bimbingan umum dari Allah Sang Pemelihara. Tetapi, tidak ada orang mendapat istri yang baik melalui keturunan atau warisan.
Orang tua yang duniawi, dalam mengasuh anak-anak mereka, tidak berharap lebih daripada mencarikan rumah dan harta bagi anak-anak mereka, tetapi, jika bersamaan dengan itu anak-anak mereka mendapatkan istri yang berakal budi, biarlah Allah saja yang mendapat-kan kemuliaan.
Next Post Previous Post