Keadaan Manusia dalam Dosa: Membutuhkan Juruselamat (Efesus 2:1-5)

Pendahuluan:

Keadaan manusia dalam dosa merupakan tema sentral dalam teologi Kristen. Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Rasul Paulus memberikan gambaran yang mendalam mengenai kondisi manusia di luar Kristus, yang "mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu" (Efesus 2:1).
Keadaan Manusia dalam Dosa: Membutuhkan Juruselamat (Efesus 2:1-5)
Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: Seberapa dalamkah keadaan manusia dalam dosa? Apakah manusia dapat menyelamatkan dirinya sendiri atau mereka benar-benar membutuhkan seorang Juru selamat? Artikel ini akan membahas kondisi dosa manusia menurut Efesus 2:1-5 dan menegaskan bahwa manusia tanpa intervensi ilahi tidak memiliki harapan untuk menyelamatkan dirinya sendiri.

I. Keadaan Manusia dalam Dosa (Efesus 2:1-3)

Paulus menulis tentang kondisi manusia dalam dosa yang berlaku atas semua manusia. Tidak hanya bagi penerima surat ini yang sebagian besar adalah orang Yunani (Efesus 2:1-2, "kamu"), tetapi juga untuk dirinya sendiri sebagai perwakilan orang Yahudi (Efesus 2:3b, "kami juga") dan semua manusia lainnya ("sama seperti mereka yang lain"; ESV "like the rest of mankind"). Ini adalah kondisi universal tanpa pengecualian.

Paulus menggambarkan keadaan manusia di luar Kristus sebagai "mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu". Ungkapan ini menunjukkan keadaan yang benar-benar serius. Istilah "mati" menunjukkan ketidakberdayaan total. Bukan hanya pingsan atau lemah, tetapi semua manusia tidak berdaya melawan dosa. Keadaan ini ditegaskan lagi di Efesus 2:5b.

Kata "pelanggaran" (paraptōma) menyiratkan tindakan yang melampaui batas atau keluar dari jalur yang lurus. Kata "dosa" (hamartia) mengandung arti "tidak mengenai sasaran". Jika digabungkan, keduanya mencakup aspek aktif (melanggar sesuatu) dan pasif (tidak mencapai sesuatu). Manusia tidak melakukan apa yang harus dilakukan (perintah) sekaligus melakukan apa yang tidak boleh dilakukan (larangan).

Bentuk jamak yang digunakan untuk dua kata ini (tois paraptōmasin kai tais hamartiais) menyiratkan jumlah kesalahan yang banyak. Bukan sesekali atau beberapa kali, tetapi berkali-kali, setiap kali. Paulus selanjutnya menerangkan keadaan ini di Efesus 2:2-3. Orang yang mati rohani adalah orang yang hidup dalam dosa (Efesus 2:2a, "kalian berjalan di dalamnya"; LAI "kamu hidup di dalamnya"). Manusia tidak berdaya melawan kuasa dosa sehingga mereka dengan penuh semangat melayani dosa.

Paulus mengaitkan keadaan kematian rohani ini dengan tiga hal: dunia ini (Efesus 2:2a), Iblis (Efesus 2:2b), dan kedagingan (Efesus 2:3). Dua yang pertama diindikasikan dengan kata "karena" (Efesus 2:2, LAI). Dalam teks Yunani digunakan frasa kata depan kata + bentuk akusatif (kata ton aiōna tou kosmou toutou dan kata ton archonta tēs exousias tou aeros).

1. Dunia Ini (Efesus 2:2a)

Ketika seseorang mati secara spiritual, dia sedang mengikuti jalan dunia ini (kata ton aiōna tou kosmou toutou). Kata "dunia" (aiōn) di sini tidak merujuk pada planet bumi atau dewa Aiōn dalam mitologi kuno, tetapi lebih kepada aspek waktu (kesementaraan sekarang). Paulus menggunakan kata ini untuk menunjukkan masa kesementaraan di dunia ini dibandingkan dengan masa kekekalan kelak (Efesus 1:21, 2:7). Berdasarkan konteks, "mengikuti jalan dunia ini" berarti mengikuti prinsip atau semangat dunia yang hanya mengejar hal-hal sementara, seperti materialisme, hedonisme, dan sekularisme.

2. Iblis (Efesus 2:2b)

Orang-orang yang hidup dalam dosa adalah orang-orang yang hidup bagi penguasa kerajaan angkasa. Penguasa ini sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Dalam pemikiran kuno, angkasa (aēr) sering dipandang sebagai ruang pemisah antara bumi dan sorga, tempat roh-roh jahat bersarang. Paulus meminjam konsep ini untuk menjelaskan apa yang terjadi dalam dunia roh (Efesus 6:12). Iblis memiliki kuasa sebagai "penguasa" (archōn) dan otoritas (exousia, LAI "kerajaan"). Yesus menyebut Iblis sebagai "penguasa dunia ini" (Yohanes 12:31). Iblis bekerja di antara orang-orang durhaka dengan kuasa yang bekerja dari dalam (energeō). Paulus tidak menyamakan kuasa Allah dan Iblis, tetapi menegaskan bahwa Iblis memiliki kuasa adikodrati (supernatural) yang tidak boleh diremehkan.

3. Kedagingan (Efesus 2:3)

Dua persoalan sebelumnya bersifat eksternal (prinsip keduniawian dan roh-roh jahat). Yang terakhir ini bersifat internal, melekat pada diri setiap manusia. Paulus menjelaskan bahwa ketika seseorang hidup dalam hawa nafsu daging, dia mengikuti kehendak dan pikiran kedagingan. Kehidupan dalam hawa nafsu daging berawal dari ketaatan terhadap kehendak daging dan pikiran yang jahat. Perbuatan kedagingan berasal dari kehendak dan pikiran yang dikuasai oleh kedagingan.

Paulus menegaskan bahwa kondisi ini merupakan bagian intrinsik dari natur manusia yang berdosa. Dia menggunakan kata "pada dasarnya" (LAI) yang dalam teks Yunani adalah physis (natur). Kerusakan terjadi di dalam, bukan di luar. Dosa muncul dari natur yang berdosa. Paulus menyebut mereka yang di luar Kristus sebagai "orang-orang durhaka" (LAI hoi huioi tēs apeitheias) dan "orang-orang yang harus dimurkai" (LAI , tekna orgēs), yang berarti "anak-anak kedurhakaan" dan "anak-anak kemurkaan". Kondisi buruk ini terjadi pada semua manusia sejak kejatuhan Adam (Kejadian 3, Roma 5:12-21).

II. Pengharapan di dalam Kristus (Efesus 2:4-5)

Allah tidak membiarkan manusia berdosa tetap dalam keadaan tidak berdaya. Allah berintervensi untuk memberikan solusi. Motivasi di balik karya ilahi ini bukan terletak pada manusia, tetapi pada rahmat dan kasih Allah yang besar. Efesus 2:4 menyatakan, "Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar". Efesus 2:5 menambahkan bahwa keselamatan adalah kasih karunia yang diberikan Allah, bukan usaha manusia (Efesus 2:8-9).

Allah telah menyiapkan satu-satunya cara keselamatan melalui Kristus. Orang yang mati dalam dosa harus dibangkitkan di dalam Kristus (Efesus 2:5). Paulus menggunakan ungkapan "diciptakan di dalam Kristus Yesus" (Efesus 2:10) untuk menunjukkan perubahan radikal yang terjadi. Yang mati dibangkitkan, yang naturnya berdosa diciptakan kembali.

Kebenaran ini menunjukkan bahwa manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Bagaimana orang yang mati bisa memberi respons kepada panggilan Allah kecuali mereka dihidupkan terlebih dahulu? Bagaimana seseorang yang dikuasai oleh natur yang berdosa bisa mengambil keputusan besar untuk melawan natur itu kecuali dia terlebih dahulu diciptakan kembali? Kekristenan bukan tentang perubahan eksternal (tingkah laku belaka), tetapi perubahan internal (kelahiran kembali di dalam Kristus). Dosa tidak cukup dilawan dengan aturan. Manusia membutuhkan Juru selamat.

Kesimpulan:

Efesus 2:1-5 menegaskan bahwa manusia dalam dosa berada dalam keadaan yang sangat parah dan tidak berdaya untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Mereka membutuhkan intervensi ilahi melalui kasih karunia Allah dalam Kristus Yesus. Tanpa Juru selamat, manusia tetap terperangkap dalam kematian rohani, tunduk pada kuasa dosa, dunia, dan Iblis. Namun, dengan Kristus, ada harapan untuk hidup baru dan keselamatan kekal.

Next Post Previous Post